Assl. Ww
 
Mak Lembang, tapi masih ado diantaro awak nan mangecekkan bahaso kesadaran hukum atau agamo tu indak buliah dipasokan ......... ateh kesadaran sendiri. Kalau dituntuik kesadaran sendiri nak sadar-sadarnyo.
 
Kalau suruah piliah, nan nama awak piliah mungkin ........
1. Keteraturan harus dipaksakan atau
2. Kesadaran keteraturan tidak bisa dipaksakan.
 
Kalau saja di voting anda pilih yang mana/
 
Wass. Ww

Muhammad Dafiq Saib <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Assalamu'alaikum wr.wb.,

Diantara bahasan yang lain adalah masalah 'tidak tertibnya' hukum di negeri Indonesia Raya yang tercinta ini. Padahal masyarakatnya orang-orang Islam (mayoritas). Bandingkan dengan negeri lain yang bukan berpenduduk Islam, kok ya bisa mereka hidup lebih taat hukum, lebih 'islami'. Tapi apa iya demikian?

Untuk hal-hal yang sifatnya kepentingan umum barangkali memang demikian. Karena di negeri-negeri maju itu, orang 'dipaksa' untuk menghargai dan tidak melanggar hak orang lain.  Dan hal tersebut dikawal dengan perangkat hukum secara ketat. Jadi jangan coba-coba merugikan orang lain secara hukum. Seseorang bisa 'memaksa' tetangganya yang tinggal persis di atasnya pada sebuah apartemen untuk tidak menggunakan 'closet' sesudah jam sepuluh malam sebab hal itu mengganggu tidurnya. Dan si tetangga yang taat hukum 'terpaksa' harus menerima kenyataan itu. Jangan coba-coba menyerobot antrian, jangan coba-coba menyerobot di lampu merah, jangan coba-coba merokok di tempat yang sudah dinyatakan bebas rokok. Pelanggaran terhadap hal tersebut bisa dituntut secara hukum dan di denda atau di hukum secara hukum. Dan tentu saja dengan tegaknya hukum, hanya orang-orang yang benar-benar bebal yang masih mau melanggar hukum.

Taat hukum agar tidak merugikan orang lain itu tidak urung kebablasan juga. Begitu ketatnya orang harus menghargai hak azazi orang lain (yang selalu mereka gembar-gemborkan) sehingga orang yang berbuat apa saja asal tidak merugikan orang lain, tidak bisa dijerat oleh hukum. Orang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan bukan merupakan pelanggaran hukum. Orang 'kawin' sejenis bukan merupakan pelanggaran hukum. Jangan ditanya orang berpacaran di tempat umum dengan bebas, hal itu jelas bukan merupakan pelanggaran hukum. Justru yang usil mau memprotes mereka bisa terjerat oleh hukum.

Begitu hukum di rantau ajo Duta, serta di rantau ajo Buyuang itu.

Di negeri kita ya memang agak kebalikannyalah. Menyerobot, mengambil hak orang lain, melanggar hukum 'tidak apa-apa selama anda punya kekuatan diatas hukum'. Selama hukum bisa anda kendalikan. Orang malas berurusan dengan perangkat hukum karena perangkat itu seringkali tidak bersih. Seorang yang mengajukan proses cerai karena memang sudah merasa tidak ada kecocokan dalam rumah tangga, masih sempat-sempatnya 'dipangua' perangkat pengadilan, kalau ingin perkara itu diputus. Dan karena perangkat-perangkat penegak hukum itu banyak yang seperti tongkat membawa rebah, maka hukum jadi centang perenanglah di negeri ini. Banyak orang tidak takut melanggar hukum. Orang-orang yang benar-benar berbakat melanggar hukum akan melanggarnya berulang-ulang tanpa malu-malu. Para residivist menganggap bahwa penjara itu hanyalah tempat kost. Dan berbagai-bagai kasus pelanggaran hukum yang dilanggar mereka yang seharusnya menegakkan hukum itu  menjadi berita basi yang dikonsumsi masyarakat setiap hari. Sampai kapan? Entahlah. Mungkin sampai Allah Yang Maha Adil mendatangkan hukuman yang berat di dunia ini kepada pendurhaka-pendurhaka hukum itu.

Wallahu a'lam

Wassalamu'alaikum wr.wb.,

Lembang Alam  (52 + 10)




St. Lembang Alam


Do you Yahoo!?
Yahoo! SiteBuilder - Free, easy-to-use web site design software


Do you Yahoo!?
Yahoo! SiteBuilder - Free, easy-to-use web site design software

Kirim email ke