Ajo Indra yth;

Ambo mengikuti terus ulasan serial "Iko Jaleh Piaman", tapi dek karena 
kesibukan, baru kini terlakit untuk berkomentar dan memberi masukan.

Di sektor ekonomi, kekurangan terbesar Piaman adalah: tidak adanya industri 
yang menggerakkan ekonomi perkotaan. Setiap kota butuh industri untuk 
menciptakan urban civilization. Ini konsekuensi yang harus ditempuh begitu kita 
sepakat untuk spin-off kotamadya Piaman dari kabupaten Padang-Pariaman tahun 
2002 lalu.

Lebaran lalu, ambo mudik lewat jalur darat, melewati Lubuk Linggau dan Muaro 
Bungo. Ambo takjub melihat perkembangan kedua kota tersebut. Dan perkembangan 
itu disokong karena adanya industri tambang batubara di kedua kota tsb. 

Berbeda dengan kota Piaman, yang dari tahun ke tahun perkembangannya hanya itu 
ke itu saja. Malahan geliat ekonomi di kota Piaman cenderung turun setelah 
banyak kantor Pemkab pindah ke Parit Malintang. Ikut dibawa pindah juga 
pegawai-pegawainya. 

Pasar Piaman serba canggung. Jika dijadikan pasar grosir, orang lebih memilih 
ke Padang atau Bukittinggi. Jika dijadikan pasar ritel, perlu penataan lebih 
lanjut supaya tidak semrawut. Dan ini sulit, karena kabarnya hampir semua toko 
di sana dimiliki oleh segelintir orang kaya jaman dahulu, seperti klan Tantawi 
dari Simpang Apa. Barangkali karena itu pula, klan Ahmadin tak mau menyentuh 
area pasar sekarang, gantinya mereka berusaha mengembangkan areal pasar dalam 
format ruko yang lebih bersih dan teratur di sekitar wilayah usaha mereka 
(sekitar Toko Ahmadin, kampung cina dulu). Kabarnya istri Pak Walikota adalah 
dari klan Ahmadin ini.

Jadi menurut saya, biarkan sajalah pasar Piaman itu seperti apa adanya. Biarkan 
ia menjadi pasar becek kumuh ala pasar inpres jaman orba dulu. Mau diapa-apakan 
juga susah karena pemiliknya adalah perseorangan dari klan orang kaya Piaman 
jaman dulu, yang keturunan mereka sekarang cuma bisa melindangkan warisan saja.

Karena tidak adanya industri, peran kota Piaman tak lebih dari sekedar daerah 
transit dari industri sawit di Pasaman yang menuju Padang. Lambat laun nasib 
kota Piaman akan mirip dengan kota Cianjur. Sebelum tol Jakarta-Bandung ada, 
Cianjur adalah kota yang hidup dengan geliat ekonomi sebagai daerah transit. 
Tapi tengoklah sekarang setelah tol Jakarta-Bandung jadi rute utama. Cianjur 
sudah tidak sesemarak dulu lagi. Kita sudah lupa dengan tembang lawas "Semalam 
di Cianjur", karena memang Cianjur tidak ada apa-apa lagi untuk diingat.

Tantangan bagi Ajo Indra untuk memilah industri apa yang cocok untuk 
dikembangkan di kota Piaman.

Wassalam;
Syafrinal Syarien
Putra Piaman aseli...
42thn/Karawaci/Tangerang/Banten


________________________________
 From: Indra Jaya Piliang <pi_li...@yahoo.com>
To: Rantau Net <RantauNet@googlegroups.com> 
Sent: Monday, December 17, 2012 8:59 AM
Subject: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (14)
 

http://indrapiliang.com/2012/12/17/iko-jaleh-piaman-14/


Iko Jaleh Piaman! (14) 

oleh
Indra J Piliang *) 

Usai
 mengembalikan formulir pendaftaran sebagai Calon Walikota Pariaman di 
Kantor DPD PAN, setelah sebelumnya di DPD Partai Golkar, saya 
berkesempatan menelusuri kawasan pasar Kota Pariaman keesokan harinya. 
Saya minum kopi dan makan indomie rebus di lantai dua di kedai milik 
Indrama Bodi, kawan SMA saya yang kini jadi tentara. Dulu saya juga 
sering minum kopi di lokasi itu. Terakhir, saya ketemu Bodi waktu 
pelaksanaan Tabuik Piaman bulan lalu. Dia juga pulang kampung.  Di SMA, 
Bodi aktif dalam olahraga karate. 

Sungguh pasar yang semakin 
kumuh, kusam dan berantakan. Istri saya memang suka ke pasar ini, kalau 
pulang kampung. Kondisi pasar ini sama sekali sulit dibayangkan, 
mengingat selama 20 tahunan usianya, pasar ini tahan gempa. Bangunannya 
masih kokoh. Banyak kawan SMA saya punya kedai di pasar ini. Saya juga 
biasa membeli cabe, ikan maco karasak, ikan asin atau kentang ke pasar 
ini, waktu kost di SMA. Bersama Sahrul Chaniago, kami biasa sore hari ke
 pasar, lalu selesai memasak menjelang Maghrib. 

Saya kost di 
Jawi-Jawi, sehingga hanya berjalan kaki ke pasar. Kini, banyak sekali 
mobil dan motor di area pasar. Barangkali, Pariaman makin panas, 
sehingga kegiatan berjalan kaki semakin berkurang, kecuali di pagi hari.
 Entahlah. Banyaknya kendaraan itu memunculkan situasi semrawut. Belum 
lagi ada pasar dadakan di jalanan, sehingga kendaraan tidak bisa menuju 
pantai ke arah stasiun kereta api. Mestinya pasar di bawah itu hanya 
beroperasi sampai pukul 07.00 atau pukul 08.00, tetapi sampai pukul 
11.00 masih tetap tak beranjak. 

Ada banyak protes dari pedagang 
lantai atas ketika saya temui. Protes yang keras, khas Pariaman. 
"Siapapun calon gubernur atau calon walikota mampir ke sini. Tetapi 
setelah terpilih, tak ada yang kembali, bertemu kami." Begitulah. Saya 
hanya tersenyum dan mengajak diskusi dalam keadaan protes ini. Saya 
berdialog, mendengar, lalu sesekali memunculkan diskusi tambahan. 
Bagaimanapun, orang-orang yang bekerja di pasar ini masuk kategori kelas
 pedagang, kelompok yang sebetulnya elite. Mereka masuk dalam kategori 
masyarakat yang lebih berada dibandingkan dengan yang lain. 

*** 

Pasar adalah jantung bagi masyarakat moderen. Modernisasi identik dengan pasar, 
begitu juga dengan demokrasi. Masyarakat pasar (market society) dikenal sebagai 
pendamba kebebasan, termasuk dalam bentuk yang paling luas (free will dan 
liberalist). Masyarakat pasar juga lebih terbuka (open society), dibandingkan 
dengan masyarakat agraris yang lebih tertutup dan komunal. Karena itu, kondisi 
pasar yang buruk, juga mempengaruhi masyarakat 
secara keseluruhan. 

Pasar Kota Pariaman terkenal sejak zaman 
dahulu. Di sinilah banyak etnis dan suku bangsa berdagang dan bertempat 
tinggal. Di sini juga hadir kaum mestizo (campuran), dalam 
artian kultural. Ketika pasar Kota Pariaman semakin tidak terkendali, 
sebetulnya pusat “peradaban” masyarakat Pariaman sedang mengalami 
krisis. Pasar yang kumuh, saluran air yang mapet, tidak tertatanya mana 
tempat jualan ikan dan jualan kain, adalah bagian dari kesemrawutan yang saya 
lihat. 

Membenahi pasar Kota Pariaman adalah bagian dari 
upaya membersihkan kembali inti dari “peradaban” Pariaman. Ketika 
masyarakat semakin moderen, sektor yang bergerak di pasar menjadi 
penting dikendalikan, diatur dan diarahkan, sekaligus juga dengan skup 
kebebasan yang tergantung rasionalitas yang bergerak di pasar. Yang 
paling tinggi adalah pasar saham dan pasar uang, selebihnya apa yang 
kita kenal sebagai proses jual beli biasa. 

Dalam visi dan program saya ke depan, sebagai calon walikota, saya tentu ingin 
memperbaiki 
kondisi Kota Pariaman yang dimulai dari otaknya, yakni pasar Kota 
Pariaman. Seperti seekor udang, apabila kepalanya busuk, maka busuklah 
semua. Walau udang juga meletakkan kotorannya di kepala, itulah bagian 
yang paling rumit dari pekerjaan sebagai pemimpin. Saya menyayangkan 
terabaikannya pasar Kota Pariaman oleh pemerintah Kota Pariaman 
sekarang. Padahal, dengan membenahi pasar Kota Pariaman, berarti 
setengah dari pekerjaan seluruh aparatur pemerintahan sudah berhasil 
dijalankan. 

*** 

Sebelum pasar “moderen” dan kokoh ini 
dibangun, pasar Kota Pariaman sering kebakaran. Seperti juga banyak 
pasar lain di seluruh Indonesia. Ada kecurigaan bahwa pasar sengaja 
dibakar, untuk menghadirkan pasar-pasar lain, terutama super market. 
Saya tentu tidak ingin ada super market raksasa di Kota Pariaman, karena hanya 
menguntungkan segelintir pengusaha kaya saja, termasuk investor 
di luar negeri. Apabila masyarakat bisa bekerjasama memperbaiki pasar 
Kota Pariaman, maka keuntungan yang diraih bisa merata di kalangan 
penduduk dan pedagang. 

Tentu ada beberapa ide yang tertanam di 
benak saya menyangkut pembenahan pasar kota Pariaman. Yang terutama 
sekali adalah memperbaiki organisasi pengelolaan pasar. Apakah nanti ada 
semacam badan otorita khusus yang menangani Pasar Kota Pariaman ataukah 
berbentuk seperti PD Pasar Jaya seperti di DKI Jakarta? Studi yang 
lebih dalam diperlukan dan bisa diberikan kepada ahli-ahli ekonomi dan 
yang lebih khusus lagi soal organisasi masyarakat pasar.

Yang 
lain, bagaimana mendidik para pedagang yang sebetulnya sudah memiliki 
pengalaman panjang. Para pedagang perlu dipilah-pilah ke dalam sejumlah 
kategori, lalu dari kluster itu disesuaikan dengan tempat mereka 
menggelar dagangan. Pasar daging dibedakan dengan pasar ikan. Pasar 
kuliner berbeda dengan pasar tempat merawat kecantikan diri. Begitu juga tempat 
menjual buah-buahan, kopi, gula, beras, sayuran dan ikan asin. 
Selain tentunya untuk menjual barang mewah, seperti emas, jam tangan 
ataupun ponsel teknologi tinggi. 

Selain itu juga diperlukan pasar khusus grosir, gudang, di luar area pasar Kota 
Pariaman. Grosir itu 
bisa dibangun di wilayah Terminal Jati. Pergerakan antara pasar grosir 
ke pasar eceran, dibantu oleh sarana transportasi yang cepat dan murah. 
Pasar hakikatnya adalah aliran air, apabila tergenang akan dihinggapi 
lalat, tetapi apabila mengalir, bisa digunakan sebagai sarana air wudhu. 
Hakikat inilah yang perlahan disampaikan kepada para pedagang, penduduk ataupun 
segala macam pihak yang berkepentingan dengan pasar. 

Dengan pola pembenahan dan pengendalian yang tepat, saya yakin, pasar Kota 
Pariaman akan menjadi sumbu dan sumber peradaban baru. Para pedagang 
yang memang berhasil, bisa bersaing dengan pedagang lain atau membuat 
pasar di daerah rantau menjadi lebih baik. Bukan hanya perantau 
tradisional yang dikirimkan Kota Pariaman ke rantau, melainkan perantau 
yang paham dengan kehidupan pasar moderen. Ibarat sekolah, pasar adalah 
pelajaran awal untuk perkalian, pembagian, penjumlahan, sampai kepada 
pengurangan dan pertambahan. Aspek ini yang selama ini dikenal oleh 
masyarakat luar tentang karakter orang Pariaman. 

Ketika pasar 
kehilangan karakternya, maka masyarakat Pariaman akan berubah menjadi 
cahaya lilin yang hanya menerangi sekitarnya, tetapi perlahan luluh 
sendiri dan pada gilirannya akan menemui kematian. 

*) Pernah berdagang roti di atas kapal kayu dari Muara Padang menuju 
Sikakap Mentawai, serta membantu nenek berdagang ikan asin di Pasar 
Basuang, Kampuang Dalam, Padang Pariaman. 
-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke