Kenapa Kolom Agama di KTP Mau Dihapus?
<http://rinaldimunir.wordpress.com/2013/12/16/kenapa-kolom-agama-di-ktp-mau-dihapus/>

Saya heran ada wacana untuk menghapus kolom agama dari kartu tanda penduduk
(KTP). Alasan yang dikemukakan adalah kolom agama di KTP dapat menyebabkan
timbulnya diskriminasi, terutama bagi penganut agama minoritas di suatu
daerah, atau bagi orang penganut kepercayaan atau agama di luar enam agama
rsmi yang diakui negara (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha,
dan Kong Hu Chu). Contoh diskriminasi yang terjadi misalnya –seperti
dikutip dari sini
<http://nasional.news.viva.co.id/news/read/466560-menkumham-setuju-kolom-agama-tak-dicantumkan-di-ktp>–
*Dari temuan dan laporan sebagian anggota Komisi II, warga pemeluk agama
minoritas di wilayah tertentu di Indonesia, kerap dipersulit ketika sedang
mengakses pelayanan publik begitu diketahui oleh petugas tersebut agamanya
berbeda*.

Bahkan, Wagub Jakarta, Ahok, pun ikut-ikutan mendukung penghapusan kolom
agama
<http://nasional.news.viva.co.id/news/read/466165-ahok--kolom-agama-di-ktp-tak-terlalu-penting>di
KTP, dengan mengambil contoh di Malaysia saja tidak ada pencantuman agama
di dalam KTP warga (meskipun pernyataan Ahok ini dibantah oleh warga
Malaysia, Pemerintah Malaysia masih mencantumkan kolom agama dalam kartu
tanda penduduk mereka (baca: Ahok Salah, KTP Malaysia Masih Cantumkan Kolom
Agama
<http://dunia.news.viva.co.id/news/read/466596-ahok-salah--ktp-malaysia-masih-cantumkan-kolom-agama>).


Hmmmm…padahal di dalam Undang-Undang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan tdiak ada penghapusan kolom agama.
Dikutip dari sini
<http://nasional.news.viva.co.id/news/read/465891-revisi-uu-disahkan--kolom-agama-di-ktp-tak-lagi-wajib-diisi>,
UU baru tersebut menyatakan, masyarakat tak lagi wajib mengisi kolom agama
di Kartu Tanda Penduduk (KTP) apabila dia beragama di luar 6 agama yang
diakui resmi pemerintah RI saat ini, yakni Islam, Katolik, Protestan,
Hindu, Budha, dan Konghucu.

Bagi kelompok sekuler (dan liberal) yang ingin menjauhkan agama dari
kehidupan bernegara dan berbangsa, pasti mereka sepemahaman dengan usulan
penghapusan kolom agama. Begitu pula bagi orang-orang yang sentimen dengan
masalah agama, mereka cenderung melihat agama itu dari sudut negatif saja.
Agama seolah-olah tidak penting untuk dibahas, agama itu urusan pribadi,
toh beragama atau tidak beragama sama saja kelakuannya. Justifikasinya
sering dikaitkan dengan kasus-kasus hukum seseorang. Misalnya, mengaku taat
beragama tapi kok mencuri, mengaku sudah pergi haji tapi kok suka korupsi.
Ayat suci dibaca, tetapi maknanya tidak diamalkan. Akhirnya beginilah yang
terjadi pada bangsa ini yang mengaku bangsa paling relijius: korupsi, suap,
nyontek, perkosaan, dan perilaku buruk lainnya menjadi berita sehari-hari.
Menurut saya yang salah itu bukan karena agamanya, tetapi emang dasar orang
tersebut tidak mempraktekkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari,
tidak me-*match*-kan apa yang dibaca dengan yang tindakan yang dilakukan.

Kembali ke masalah diskriminasi karena agama. Diskriminasi terjadi bukan
karena agamanya, tetapi lebih pada perilaku orangnya. Orang yang melakukan
diskriminasi karena agama sebenarnya telah berlaku tidak adil, dan
ketidakadilan itu bisa diseret ke ranah hukum karena melanggar Pasal 27 UU
1045 ayat 1: *Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya*.

Ketidakadilan karena menganut suatu agama tidak hanya terjadi di negara
kita. Di luar negeri, di negara-negara yang mengaku demokratis sekalipun,
sering juga kita dengar diskriminasi hanya karena dia beragama berbeda.
Misalnya ada wanita muslimah yang susah mendapat pekerjaan hanya karena dia
memakai hijab atau kerudung. Di Perancis yang menganut paham *liberte *malah
ada larangan menggunakan jilbab di sekolah-sekolah.

Jika pencantuman agama di KTP dianggap menimbulkan diskriminasi, maka
seharusnya semua kolom data di KTP dapat menimbulkan diskriminasi juga *lho*.
Tidak percaya? Coba perhatikan dialog berikut yang saya peroleh dari
Fesbuk, anekdot lucu tetapi sebenarnya mengandung nada satire:


*Perlukah Kolom Agama di KTP Dihapus? A : “Bro, tahu belum? Ada wacana
kolom agama di KTP mau dihilangkan lho.”*








* B : “Emang kenapa? Katanya negara berketuhanan, kok malah hilangkan
agama?” A: “Katanya sih, kolom agama itu bisa mengakibatkan diskriminasi.
Lagian agama juga urusan pribadi. Nggak usahlah dicantumkan di KTP.” B :
“Nah, ntar ada juga orang yang ngaku mendapat perlakuan diskriminasi
gara-gara jenis kelamin ditulis. Berarti kolom jenis kelamin juga harus
dihapus dong. Laki-laki dan perempuan kan setara. Lagian, para bencong atau
banci pasti protes mau dimasukkan ke jenis kelamina apa.” C : “Eh, jangan
lupa. Bisa juga lho perlakuan diskriminasi terjadi karena usia. Jadi hapus
juga kolom tanggal lahir.” D : “Eit, ingat juga. Bangsa Indonesia ini juga
sering fanatisme daerahnya muncul, terlebih kalau ada laga sepak bola. Jadi
mestinya, kolom tempat lahir dan alamat juga dihapus.” B : “Ada juga lho,
perlakuan diskriminasi itu gara-gara nama. Misal nih, ada orang dengan nama
khas agama tertentu misalnya Abdullah, tapi tinggal di daerah yang
mayoritas agamanya lain. Bisa tuh ntar dapat perlakuan diskriminasi. Jadi
kolom nama juga wajib dihapus.” B: “Kalau status pernikahan gimana? Perlu
gak dicantumkan?” A : “Itu harus dihapus. Nikah atau tidak nikah itu kan
urusan pribadi masing-masing. Saya mau nikah kek, mau pacaran kek, itu kan
urusan pribadi saya. Jadi kalau ada perempuan hamil besar mau melahirkan di
rumah sakit, nggak usah ditanya KTP-nya, nggak usah ditanya sudah nikah
belum, nggak usah ditanya mana suaminya. Langsung saja ditolong oleh
dokter.” D : “Sebenarnya, kolom pekerjaan juga berpotensi diskriminasi.
Coba bayangkan. Ketika di KTP ditulis pekerjaan adalah petani/buruh, kalau
orang tersebut datang ke kantor pemerintahan, kira-kira pelayanannya apakah
sama ramahnya jika di kolom pekerjaan ditulis TNI? Nggak kan? Buruh biasa
dilecehkan. Jadi kolom pekerjaan juga harus dihapus.” C: “Kalau golongan
darah gimana? Berpotensi diskriminasi nggak?” A : “Bisa juga. Namanya orang
sensitif, apa-apa bisa jadi bahan diskriminasi.” E : “Lha terus, isi KTP
apa dong? Nama : dihapus Tempat tanggal lahir : dihapus Alamat tinggal :
dihapus Agama : dihapus Status perkawinan : dihapus Golongan darah :
dihapus Berarti, KTP isinya kertas kosong doang….” *

*A, B, C, D : ?????
(http://rinaldimunir.wordpress.com/2013/12/16/kenapa-kolom-agama-di-ktp-mau-dihapus/
<http://rinaldimunir.wordpress.com/2013/12/16/kenapa-kolom-agama-di-ktp-mau-dihapus/>).*

Wk wk wkwkwkwkwkkk........................

*mm****
---------- Pesan terusan ----------
Dari: Akmal Nasery Basral <ak...@rantaunet.org>
Tanggal: 10 November 2014 13.02
Subjek: Re: [R@ntau-Net] IDE PENGOSONGAN KOLOM AGAMA DI KTP
Kepada: "rantaunet@googlegroups.com" <rantaunet@googlegroups.com>


Ide ini dilontarkan pak Mendagri Tjahyo Kumolo (TK) asal PDIP
--------

ANB:

Pak Maturidi Donsan n.a.h,
apa benar ide ini dilontarkan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo? Atau dia hanya
melanjutkan saja kebijakan Mendagri sebelumnya?

Di bawah ini adalah salah satu berita dari bulan *Desember 2013* (lihat
yang ambo highlight warna kuning pada artikel)  mengenai pengesahan UU
Administrasi Kependudukan yang baru.

Kalau pada Desember 2013 itu Mendagrinya masih siapa ya Pak? Dan dari
daerah mana beliau berasal?

Salam,

ANB


*Revisi UU Disahkan, Kolom Agama di KTP Tak Lagi Wajib Diisi*

*Jika beragama di luar 6 yang diakui, atau tak beragama, kosongkan saja*
*VIVAnews *– Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Perubahan
atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Ada satu
poin krusial dalam revisi UU ini.

UU baru tersebut menyatakan, masyarakat tak lagi wajib mengisi kolom agama
di Kartu Tanda Penduduk (KTP) apabila dia beragama di luar 6 agama yang
diakui resmi pemerintah RI saat ini, yakni Islam, Katolik, Protestan,
Hindu, Budha, dan Konghucu.

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan belum tahu soal aturan baru ini.
Namun ia sadar ada beragam agama di Indonesia. “Sebetulnya di luar enam
agama (yang diakui pemerintah) itu, ada juga yang menganut Sikh, Shinto,
Yahudi,” kata dia, Kamis 12 Desember 2013.

“Tapi saya sendiri tidak tahu, apakah kalau orang menyatakan dia ateis, itu
melanggar hukum atau tidak. Atau itu justru bagian dari demokrasi dalam
kehidupan beragama,” kata Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu.

Suryadharma sendiri berpendapat, jika ada warga yang menganut agama di luar
enam agama yang diakui pemerintah RI, lebih baik tetap mencantumkan jenis
agamanya – bahkan sekalipun dia tidak beragama.

“Kalau nyatanya dia tidak punya agama, kalau dia taruh agama tertentu di
KTP-nya, berarti pembohongan publik dong,” kata Suryadharma. Padahal ada
dampak lain jika ia berbohong soal agama di KTP.

“Kalau dia meninggal kan harus diurus berdasarkan agamanya. Misal dia bukan
Islam, tapi menulis Islam di KTP. Lalu kami urus pemakamannya berdasarkan
hukum Islam, tapi keluarganya protes, kan repot. Jadi cantumkan saja yang
sebenarnya. Kalau beragama sebutkan agamanya, kalau tidak beragama ya
sebutkan tak punya agama,” ujar Suryadharma. (eh)


Pada 8 November 2014 19.46, Maturidi Donsan <maturid...@gmail.com> menulis:

> *IDE PENGOSONGAN KOLOM AGAMA DI KTP*
>
>
>
> Ide ini dilontarkan pak Mendagri Tjahyo Kumolo (TK) asal PDIP
>
> Ide ini dilontarkan dengan diiringi kata bersayap/menyamping bahwa mereka
> yang kepercayaannya mirip bagaimana menulisnnya. Kalau menurut  urang
> minang kato manyampiang/bersayap ko samo jo kato malereang, dipakai wakatu
> mangecek antarao makrumah jo rang samando atau mintuo jo minantu maupun
> sabaliaknyo.
>
> Cara inilah yang mungkin dipakai  pak (TK) untuk meng –akomodir
> sementara, mereka-mereka yang agamanya belum diakui UU.
>
> Suara ini pulalah yang disuarakan pak JK
>
> Bilo nan malereang dari pak TK  ko, alah masuak bola, mungki akan
> diiringi dengan nan sabannyo.
>
>
>
> Nan sabanayo mungkin untuk mengakomodir kelompok-kelompok yang anti agama
> yang sekarang mungkin banyak bernaung dalam berbagai  partai politik dan
> memang diperlukan partai politik untuk pengisi pundi-pundi suara pada
> pemilu.
>
>
>
> Kalau ini terjadi bagaimana dengan sila pertama Pancasila apakah ditolerir
> orang yang anti ketuhanan  itu boleh di NKRI ini.
>
> Kalau ini boleh,  berarti sila pertama ini ini gugur.
>
>
>
> Kalu sila pertama ini gugur, berarti mungkin pak Tk punya andil dalam
> pengguguran ini,  berarti juga petinggi partai yang gigih  mendukung
> Pancasila ini  sendiri juga yang ikut menggugurkannya.
>
>
>
> Saya pikir PDIP dengan lambang Banteng bermulut putih yang oleh sebagian
> orang mungkin diartikan sudah berbusa-busa mulutnya mempertahankan
> Pancasila, sekarang secara berangsur akan digugurkan oleh kadernya sendiri,
> mungkin sangat ironis.
>
>
>
> Mudah-mudahan saja ini dugaan yang salah.
>
> Wass,
>
>
> Matiridi (L/76) Talang, Solok, Kutianyia, Duri Duma
>
> --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
> * DILARANG:
> 1. Email besar dari 200KB;
> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. Email One Liner.
> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
> mengirimkan biodata!
> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
> Grup.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>

 --
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
1. Email besar dari 200KB;
2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke