Dinda Imran n.a.h,
jawaban ambo di bawah tiok poin dinda.

Pada 26 Desember 2014 23.57, palito_kato via RantauNet <
rantaunet@googlegroups.com> menulis:

> Aslm.
>

ANB:  Wa'alaikumussalam Wr. Wb.

Pertama, dinda jangan ikut-ikutan menjadi kikir bin pelit seperti kebiasaan
sebagian muslim kalau sudah menebar salam (seperti contoh di atas: Aslm).
Salam dalam agama kita itu doa. Jadilah pemurah dalam menebarkan doa
keselamatan dan kesejahteraan bagi sesama. Tuliskan salam secara lengkap.
Kalaupun harus disingkat hanya pada kata kedua dan ketiga saja (Wr. Wb).
Tetapi jangan sampai kata pertama pun disingkat pula.

Jangan berlindung dengan alasan, "ambo menulis di BB, jadi agak susah."
Kalau susah, kenapa bisa menuliskan kalimat lain berpanjang-panjang. Jadi
ini soal kebiasaan. Ubahlah kebiasaan menyingkat salam itu secepatnya.
Jadilah pemurah bagi sesama muslim.


>
> Bantuak nyo lah jauah ka ujuang soal diskursus ucapan selamat natal ko.
>

ANB:

Nah, jadi sudah jelas, yang salah baca dan memahami thread ini adalah dinda
sendiri. Sejak awal tidak ada "diskursus ucapan selamat" dalam thread ini.
Sila cek lagi dari posting pertama ambo dengan pertanyaan "Ada yang mau
komentar?"

Dan itu sudah ambo jelaskan menanggapi posting Pak Darwin Chalidi dan kanda
Aslim bahwa yang ambo maksud adalah adakah yang bisa mengomentari tentang
benar tidaknya pernyataan Irfan Hamka bahwa ayahanda beliau mengucapkan
selamat natal kepada tetangganya yang nasrani? Kenapa ambo tanyakan? Karena
ambo tahu di siko ado nan pernah menulis dulu sering mengikuti pengajian
Buya Hamka di Al Azhar Kebayoran. Dan ada juga para tuo-tuo yang pernah
cukup akrab dengan Buya Hamka sendiri (silakan dinda Imran cek ulang
kronologi thread ini).

Ambo ingin sebuah verifikasi (tabayun) meski yang menyatakan itu adalah
putra Buya Hamka sendiri. Tetapi ternyata sampai hari ini tidak ada tuo-tuo
yang bisa memberikan verifikasi benar tidaknya pernyataan Irfan Hamka,
selain topik yang melebar.

>
> Pertanyaan dasar yang alun dibahas adolah, apokah ado kewajiban yg
> dituntun syariat dalam hal mengucap selamat ke pihak yg berbeda keyakinan
> dengan kita tersebut.
>

ANB:

Pertanyaan dinda sebelum ini kan menyangkut masalah redaksional ucapan Buya
Hamka:

Baa kalau kito fokus ka ucapan yg disampaikan buya hamka sebagaimana
dibenarkan anak beliau

Berikut kutipannyo,
“Selamat, telah merayakan Natal kalian,” kata Irfan saat menirukan ucapan
ayahnya kepadaRepublika, Selasa (23/12).

Pemahaman ambo da, kalimat di atej berarti, selamat, kalian alah ba hari
rayo natal.

Artinyo, iko bukan ucapan selamat natal, tapi, selamat alah ba hari rayo.
Ambo raso, iko duo hal nan babeda

Mohon, nan ahli bahasa yg ado di milis iko lebih mempertajam nyo atau da
akmal bisa manjalehkannyo dalam kajian semiotik bahasa indonesia

Nah, di bagian mana dalam komentar dinda itu ado "pertanyaan dasar yang
alun dibahas apokah ado kewajiban yang dituntun syariat ...dst..."

Dan lagi dinda Imran juga batanyo khusus ka ambo "Atau da Akmal bisa
manjalehkannyo ..." dan sudah ambo jawek pulo dengan contoh ucapan selamat
pada 17 Agustus dan 25 Desember,

Intinya: setiap teks, ada konteks. Maka memahami konteks menjadi penting.

Kalau Buya Hamka memberikan ucapan selamat kepada tetangganya (baik muslim
maupun non-muslim) pada 17 Agustus, maka itu pastilah ucapan Selamat Hari
Kemerdekaan atau Selamat Proklamasi.

Tapi jika ucapan selamat diberikan pada tanggal 25 Desember, dan itupun
ditujukan hanya kepada yang beragama Nasrani saja (bernama Ong Liong Sikh
dan Reneker menurut pengakuan Irfan Hamka), itu namanya selamat apa?

Masa untuk hal semudah itu saja dinda Imran butuh penjelasan "kajian
semiotik bahasa Indonesia"?

Nah, jadi siapa yang menghela poin awal posting ini semakin jauh dari
tujuan?

>
> Dalam sebuah tuit habib lutfi yahya (rais a'am JATMAN) menyebutkan,
> "Toleransi dlm muamalah bukan akidah"
>
> Imra,, 38+, tingga di padang
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
>

Wassalam,

ANB
46, Cibubur


> ------------------------------
> *From: * Akmal Nasery Basral <ak...@rantaunet.org>
> *Sender: * rantaunet@googlegroups.com
> *Date: *Fri, 26 Dec 2014 09:15:01 +0700
> *To: *rantaunet@googlegroups.com<rantaunet@googlegroups.com>
> *ReplyTo: * rantaunet@googlegroups.com
> *Subject: *Re: [R@ntau-Net] Re: Irfan Hamka: Buya Ucapkan Selamat Natal
>
> Sanak Ridha,
> ambo sepakat sekali bahwa ulama, sebesar apapun beliau, adalah manusia
> yang tidak sempurna.
> Dan bukankah dalam konteks itu kita sebagai sesama muslim melakukan
> tawassau bil haq, tawassau bish shabr?
>
> Yang terasa kontradiktif bagi ambo dari penjelasan sanak Ridha dalam topik
> ini adalah tersebab sanak Ridha mengutip pendapat Imam Asy-Syarbini tentang
> pengenaan hukum ta'zir kepada umat Islam yang melakukan (memberikan) ucapan
> selamat kepada non-muslim, tetapi sanak Ridha berkelok-kelok memberi
> jawaban apakah dengan begitu seharusnya Buya Hamka dikenakan sanksi hukuman
> ini tersebab ucapannya kepada tetangga kristianinya itu?
>
> Memang hukuman ta'zir dengan serta merta gugur jika orang ybs sudah wafat
> atau mengaku bertobat. Tetapi itukan pada tahapan eksekusi (yang artinya
> tidak perlu diberlakukan). Tetapi sebagai sebuah status hukuman tetap harus
> diberikan, jika mengikuti pendapat Imam Syarbini.
>
> Jika sanak Ridha selalu berlindung dengan frasa "cukuplah itu bagi saya",
> lantas bagaimana esensi Islam sebagai agama syiar yang mensyaratkan
> "katakanlah benar walaupun itu pahit."?
>
> Jadi ini justru masalah yang besar sebenarnya, karena MUI pun melalui
> ketua umumnya Din Syamsuddin (yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah)
> menyatakan bahwa MUI tak pernah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan muslim
> mengucapkan selamat natal.
>
>
> http://www.tempo.co/read/news/2014/12/24/173630714/MUI-Tak-Haramkan-Muslim-Ucapkan-Selamat-Natal
>
> Pengenaan hukuman ta'zir (selain huddud dan qishash) itu kan bukan hal
> sepele. Sehingga jika sanak Ridha yakin bahwa Buya Hamka dan MUI melakukan
> pelanggaran berat di sini yang pantas mendapatkan hukuman ta'zir di sini,
> berdasarkan fatwa Asy-Syarbini, sudah selayaknya dikemukakan juga secara
> lebih tegas.
>
> Okelah jika ta'zir tak bisa dikenakan terhadap Buya Hamka yang sudah wafat
> (berkaitan dengan syarat ta'zir sendiri), tetapi Din Syamsuddin kan masih
> hidup. Jika ta'zir dikenakan terhadap DS, siapa qadhi (hakim) yang
> berwenang melakukan sementara posisi Ketua Umum MUI sendiri setara dengan
> mufti/grand mufti di negara lain?
>
> Jika pengenaan ta'zir adalah "itukan hanya fatwa Imam Asy-Syarbini" saja
> yang tak bisa diterapkan di Indonesia karena sistem peradilan syariah di
> sini tak mengenal itu, maka lagi-lagi jatuhnya pembahasan soal ini hanya
> menyangkut wacana saja.
>
> Apa iya Islam hanya menyangkut wacana melulu? Dari ajaran menyangkut
> kebersihan yang sulit ditemukan realisasinya di masyarakat badarai sampai
> tentang hukuman ta'zir yang ternyata tak bisa dilakukan di sini.
>
> Dan justru untuk mendukung pernyataan sanak Ridha bahwa "ulama, sebesar
> apa pun beliau, adalah manusia yang tidak sempurna" maka sudah selayaknya
> untuk kejadian yang sudah sangat jelas ini sanak Ridha berani lebih terbuka
> menyatakan soal benar salahnya Buya Hamka dalam mengucapkan selamat natal
> kepada tetangganya itu.
>
> Allahu a'lam.
>
> Wassalam,
>
> ANB
>
>
> Pada 26 Desember 2014 08.41, Ahmad Ridha <ahmad.ri...@gmail.com> menulis:
>
>> Pak Akmal yang saya hormati,
>>
>> Saya berangkat dari pemahaman bahwa ulama, sebesar apapun beliau, adalah
>> manusia yang tidak sempurna. Oleh sebab itu, bukanlah hal yang tidak
>> mungkin ada ulama yang tidak mengetahui bahwa telah ada ijma' dalam suatu
>> perkara. Begitu juga sebaliknya, bisa saja seorang ulama keliru dalam
>> menyatakan adanya klaim ijma'. Suatu klaim ijma' dapat dibuktikan keliru
>> misalnya dengan menunjukkan adanya dalil dari al-Qur'an dan as-Sunnah atau
>> pendapat shahabat, tabi'in, atau tabi'ut tabi'in yang menyelisihi klaim
>> tersebut.
>>
>> Justru menurut saya, bukanlah suatu logika yang tepat jika kita menolak
>> ijma' dengan alasan adanya ulama besar yang berpendapat berlawanan SETELAH
>> dinyatakan ada ijma' TANPA membuktikan kekeliruan klaim ijma' tersebut.
>>
>> Sebagai contoh, Ibnu Taymiyah rahimahullah dituduh melanggar ijma' dalam
>> perkara menjatuhkan tiga thalaq dalam satu majelis. Ternyata pendapat
>> beliau bersesuaian dengan keterangan dari Rasulullah shallallahu 'alayhi
>> wasallam dan Abu Bakr radhiyallahu 'anhu.
>>
>> [lihat:
>> http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/09/pelanggaran-ijma-oleh-ibnu-taimiyyah.html
>> ]
>>
>> Untuk itu, terlepas besarnya ulama yang berpendapat bolehnya mengucapkan
>> selamat hari raya non-muslim, lagi-lagi cukuplah bagi saya keterangan ijma'
>> tersebut serta fakta tidak adanya keterangan dari Rasulullah shallallahu
>> 'alayhi wa Sallam dan para shahabat beliau bahwa mereka melakukan hal
>> tersebut, padahal mereka telah berinteraksi dengan umat non-muslim.
>>
>> Namun, bisa jadi hal itu tidak cukup bagi orang lain karena pelbagai
>> alasan.
>>
>> Allahu a'lam.
>>
>> Wassalaam,
>> --
>> Abu 'Abdirrahman, Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim
>> (l. 1400 H/1980 M)
>>
>> 2014-12-26 7:16 GMT+07:00 Akmal Nasery Basral <ak...@rantaunet.org>:
>>
>>> Sanak Ahmad Ridha n.a.h,
>>>
>>> Sisi ikhtilaf yang dimaksudkan adalah karena adanya fakta perbedaan
>>> pendapat ulama tentang boleh tidaknya mengucapkan selamat natal itu.
>>>
>>> Apakah ulama seperti Syekh Yusuf Qardhawi atau Buya Hamka yang
>>> membolehkan (bahkan mempraktikkan) memberikan ucapan selamat natal kepada
>>> kaum kristiani tidak memenuhi syarat disebut ulama? Dan status ulama hanya
>>> bisa dinisbatkan kepada Ibnu Qayyim atau Imam Asy-Syarbini?
>>>
>>> Padahal Buya Hamka sendiri, kita tahu, sudah sampai pada tahap menulis
>>> kitab tafsir sendiri? (Bukan hanya, dengan segala hormat, baru sampai
>>> tingkat "da'i selebriti" yang kini banyak di layar televisi).
>>>
>>> Yang kedua, kalimat sanak Ridha ini:
>>>
>>> ---------------
>>> Umat Islam telah hidup bersama umat lain sejak hari lama, dan umat lain
>>> pun telah sejak dulu memiliki hari raya mereka sendiri. Oleh sebab itu,
>>> permasalahan ucapan selamat ke hari raya umat lain pun bukanlah sesuatu
>>> yang baru ada di abad ini. Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah (w.
>>> 751 H) telah ada ijma' dalam masalah ini.
>>> -------------------
>>>
>>> Tidakkah mengandung "lubang logika"-nya sendiri. Di mana lubangnya?
>>>
>>> Karena kalimat seperti itu (terutama yang dihighlight warna kuning)
>>> secara tidak langsung menyatakan bahwa ulama-ulama seperti Syekh Qardhawi
>>> atau Buya Hamka adalah orang-orang yang ahistoris, tidak mengerti pendapat
>>> para ulama terdahulu tentang masalah ini. Anakronistis.
>>>
>>> Apa iya seperti itu?
>>>
>>> Sangat naif jika kita beranggapan bahwa ulama-ulama yang mengucapkan
>>> selamat natal tersebut tidak tahu bahwa ini "bukanlah sesuatu yang baru ada
>>> di abad ini."
>>>
>>> Wa bil khusus tentang Buya Hamka umpamanya, saya yakin beliau sudah
>>> membaca sebagian besar -- kalau tidak seluruh --kitab karangan Ibnul Qayyim
>>> bahkan kitab-kitab guru Ibnu Qayyim, yakni Ibnu Taimiyyah, sejak masa
>>> mudanya (sangat mungkin sejak haji pertama yang ditunaikan Buya Hamka pada
>>> usia 19 di tahun 1927 dan beliau sempat bermukim beberapa saat di Tanah
>>> Suci, baik belajar maupun mengajar di Masjidil Haram). Dan itu artinya,
>>> sudah sejak hampir seabad silam.
>>> Tentu Buya Hamka pun membaca kitab-kitab Ibnul Qayyim, Ibnu Taimiyyah
>>> (juga "Mughnil Muhtaj" karya Asy-Syarbini. dalam bahasa aslinya).
>>>
>>> Tetapi jika kemudian beliau, sekali lagi seperti pengakuan sang anak,
>>> mengucapkan selamat natal kepada para tetangganya yang kristiani, kita bisa
>>> beranggapan bahwa Buya Hamka "tidak tahu bahwa soal ucapan natal ini sudah
>>> dibahas panjang lebar oleh Ibnul Qayyim atau Asy-Syarbini" seperti tersirat
>>> dari pendapat dinda Ridha?
>>>
>>> Saya meragukan dugaan seperti itu. Saya lebih condong mempercayai, Buya
>>> Hamka sudah membaca (kalau tidak sangat memahami) pendapat-pendapat ulama
>>> terdahulu tentang tema ini.
>>>
>>> Jadi ucapan selamat yang dilakukan Buya Hamka tidak muncul dari vakum
>>> waktu atau "ketidaktahuannya" bahwa masalah ini sejak dulu menjadi bagian
>>> diskusi para ulama, melainkan justru setelah mempelajari dan menakar, maka
>>> Buya Hamka memutuskan (sangat mungkin dari perspektif muamalah, menurut
>>> dugaan saya) untuk melakukan apa yang disitir putranya tersebut.
>>>
>>> Hal inilah yang saya maksudkan sebagai "ikhtilaf" dalam konteks ucapan
>>> selamat natal.
>>>
>>> Allahu a'lam.
>>>
>>> Wassalam,
>>>
>>> ANB
>>>
>>>
>>  --
>> .
>> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat
>> lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
>> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
>> ===========================================================
>> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
>> * DILARANG:
>> 1. Email besar dari 200KB;
>> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
>> 3. Email One Liner.
>> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
>> mengirimkan biodata!
>> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
>> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
>> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
>> mengganti subjeknya.
>> ===========================================================
>> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
>> http://groups.google.com/group/RantauNet/
>> ---
>> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
>> Grup.
>> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
>> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
>> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>>
>
>  --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
> * DILARANG:
> 1. Email besar dari 200KB;
> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. Email One Liner.
> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
> mengirimkan biodata!
> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
> Grup.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>
> --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
> * DILARANG:
> 1. Email besar dari 200KB;
> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. Email One Liner.
> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
> mengirimkan biodata!
> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
> Grup.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke