Pak Akmal yang saya hormati, Saya berangkat dari pemahaman bahwa ulama, sebesar apapun beliau, adalah manusia yang tidak sempurna. Oleh sebab itu, bukanlah hal yang tidak mungkin ada ulama yang tidak mengetahui bahwa telah ada ijma' dalam suatu perkara. Begitu juga sebaliknya, bisa saja seorang ulama keliru dalam menyatakan adanya klaim ijma'. Suatu klaim ijma' dapat dibuktikan keliru misalnya dengan menunjukkan adanya dalil dari al-Qur'an dan as-Sunnah atau pendapat shahabat, tabi'in, atau tabi'ut tabi'in yang menyelisihi klaim tersebut.
Justru menurut saya, bukanlah suatu logika yang tepat jika kita menolak ijma' dengan alasan adanya ulama besar yang berpendapat berlawanan SETELAH dinyatakan ada ijma' TANPA membuktikan kekeliruan klaim ijma' tersebut. Sebagai contoh, Ibnu Taymiyah rahimahullah dituduh melanggar ijma' dalam perkara menjatuhkan tiga thalaq dalam satu majelis. Ternyata pendapat beliau bersesuaian dengan keterangan dari Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam dan Abu Bakr radhiyallahu 'anhu. [lihat: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/09/pelanggaran-ijma-oleh-ibnu-taimiyyah.html ] Untuk itu, terlepas besarnya ulama yang berpendapat bolehnya mengucapkan selamat hari raya non-muslim, lagi-lagi cukuplah bagi saya keterangan ijma' tersebut serta fakta tidak adanya keterangan dari Rasulullah shallallahu 'alayhi wa Sallam dan para shahabat beliau bahwa mereka melakukan hal tersebut, padahal mereka telah berinteraksi dengan umat non-muslim. Namun, bisa jadi hal itu tidak cukup bagi orang lain karena pelbagai alasan. Allahu a'lam. Wassalaam, -- Abu 'Abdirrahman, Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim (l. 1400 H/1980 M) 2014-12-26 7:16 GMT+07:00 Akmal Nasery Basral <ak...@rantaunet.org>: > Sanak Ahmad Ridha n.a.h, > > Sisi ikhtilaf yang dimaksudkan adalah karena adanya fakta perbedaan > pendapat ulama tentang boleh tidaknya mengucapkan selamat natal itu. > > Apakah ulama seperti Syekh Yusuf Qardhawi atau Buya Hamka yang membolehkan > (bahkan mempraktikkan) memberikan ucapan selamat natal kepada kaum > kristiani tidak memenuhi syarat disebut ulama? Dan status ulama hanya bisa > dinisbatkan kepada Ibnu Qayyim atau Imam Asy-Syarbini? > > Padahal Buya Hamka sendiri, kita tahu, sudah sampai pada tahap menulis > kitab tafsir sendiri? (Bukan hanya, dengan segala hormat, baru sampai > tingkat "da'i selebriti" yang kini banyak di layar televisi). > > Yang kedua, kalimat sanak Ridha ini: > > --------------- > Umat Islam telah hidup bersama umat lain sejak hari lama, dan umat lain > pun telah sejak dulu memiliki hari raya mereka sendiri. Oleh sebab itu, > permasalahan ucapan selamat ke hari raya umat lain pun bukanlah sesuatu > yang baru ada di abad ini. Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah (w. 751 > H) telah ada ijma' dalam masalah ini. > ------------------- > > Tidakkah mengandung "lubang logika"-nya sendiri. Di mana lubangnya? > > Karena kalimat seperti itu (terutama yang dihighlight warna kuning) secara > tidak langsung menyatakan bahwa ulama-ulama seperti Syekh Qardhawi atau > Buya Hamka adalah orang-orang yang ahistoris, tidak mengerti pendapat para > ulama terdahulu tentang masalah ini. Anakronistis. > > Apa iya seperti itu? > > Sangat naif jika kita beranggapan bahwa ulama-ulama yang mengucapkan > selamat natal tersebut tidak tahu bahwa ini "bukanlah sesuatu yang baru ada > di abad ini." > > Wa bil khusus tentang Buya Hamka umpamanya, saya yakin beliau sudah > membaca sebagian besar -- kalau tidak seluruh --kitab karangan Ibnul Qayyim > bahkan kitab-kitab guru Ibnu Qayyim, yakni Ibnu Taimiyyah, sejak masa > mudanya (sangat mungkin sejak haji pertama yang ditunaikan Buya Hamka pada > usia 19 di tahun 1927 dan beliau sempat bermukim beberapa saat di Tanah > Suci, baik belajar maupun mengajar di Masjidil Haram). Dan itu artinya, > sudah sejak hampir seabad silam. > Tentu Buya Hamka pun membaca kitab-kitab Ibnul Qayyim, Ibnu Taimiyyah > (juga "Mughnil Muhtaj" karya Asy-Syarbini. dalam bahasa aslinya). > > Tetapi jika kemudian beliau, sekali lagi seperti pengakuan sang anak, > mengucapkan selamat natal kepada para tetangganya yang kristiani, kita bisa > beranggapan bahwa Buya Hamka "tidak tahu bahwa soal ucapan natal ini sudah > dibahas panjang lebar oleh Ibnul Qayyim atau Asy-Syarbini" seperti tersirat > dari pendapat dinda Ridha? > > Saya meragukan dugaan seperti itu. Saya lebih condong mempercayai, Buya > Hamka sudah membaca (kalau tidak sangat memahami) pendapat-pendapat ulama > terdahulu tentang tema ini. > > Jadi ucapan selamat yang dilakukan Buya Hamka tidak muncul dari vakum > waktu atau "ketidaktahuannya" bahwa masalah ini sejak dulu menjadi bagian > diskusi para ulama, melainkan justru setelah mempelajari dan menakar, maka > Buya Hamka memutuskan (sangat mungkin dari perspektif muamalah, menurut > dugaan saya) untuk melakukan apa yang disitir putranya tersebut. > > Hal inilah yang saya maksudkan sebagai "ikhtilaf" dalam konteks ucapan > selamat natal. > > Allahu a'lam. > > Wassalam, > > ANB > > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.