Sanak Ahmad Ridha n.a.h,

Sisi ikhtilaf yang dimaksudkan adalah karena adanya fakta perbedaan
pendapat ulama tentang boleh tidaknya mengucapkan selamat natal itu.

Apakah ulama seperti Syekh Yusuf Qardhawi atau Buya Hamka yang membolehkan
(bahkan mempraktikkan) memberikan ucapan selamat natal kepada kaum
kristiani tidak memenuhi syarat disebut ulama? Dan status ulama hanya bisa
dinisbatkan kepada Ibnu Qayyim atau Imam Asy-Syarbini?

Padahal Buya Hamka sendiri, kita tahu, sudah sampai pada tahap menulis
kitab tafsir sendiri? (Bukan hanya, dengan segala hormat, baru sampai
tingkat "da'i selebriti" yang kini banyak di layar televisi).

Yang kedua, kalimat sanak Ridha ini:

---------------
Umat Islam telah hidup bersama umat lain sejak hari lama, dan umat lain pun
telah sejak dulu memiliki hari raya mereka sendiri. Oleh sebab itu,
permasalahan ucapan selamat ke hari raya umat lain pun bukanlah sesuatu
yang baru ada di abad ini. Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah (w. 751 H)
telah ada ijma' dalam masalah ini.
-------------------

Tidakkah mengandung "lubang logika"-nya sendiri. Di mana lubangnya?

Karena kalimat seperti itu (terutama yang dihighlight warna kuning) secara
tidak langsung menyatakan bahwa ulama-ulama seperti Syekh Qardhawi atau
Buya Hamka adalah orang-orang yang ahistoris, tidak mengerti pendapat para
ulama terdahulu tentang masalah ini. Anakronistis.

Apa iya seperti itu?

Sangat naif jika kita beranggapan bahwa ulama-ulama yang mengucapkan
selamat natal tersebut tidak tahu bahwa ini "bukanlah sesuatu yang baru ada
di abad ini."

Wa bil khusus tentang Buya Hamka umpamanya, saya yakin beliau sudah membaca
sebagian besar -- kalau tidak seluruh --kitab karangan Ibnul Qayyim bahkan
kitab-kitab guru Ibnu Qayyim, yakni Ibnu Taimiyyah, sejak masa mudanya
(sangat mungkin sejak haji pertama yang ditunaikan Buya Hamka pada usia 19
di tahun 1927 dan beliau sempat bermukim beberapa saat di Tanah Suci, baik
belajar maupun mengajar di Masjidil Haram). Dan itu artinya, sudah sejak
hampir seabad silam.
Tentu Buya Hamka pun membaca kitab-kitab Ibnul Qayyim, Ibnu Taimiyyah (juga
"Mughnil Muhtaj" karya Asy-Syarbini. dalam bahasa aslinya).

Tetapi jika kemudian beliau, sekali lagi seperti pengakuan sang anak,
mengucapkan selamat natal kepada para tetangganya yang kristiani, kita bisa
beranggapan bahwa Buya Hamka "tidak tahu bahwa soal ucapan natal ini sudah
dibahas panjang lebar oleh Ibnul Qayyim atau Asy-Syarbini" seperti tersirat
dari pendapat dinda Ridha?

Saya meragukan dugaan seperti itu. Saya lebih condong mempercayai, Buya
Hamka sudah membaca (kalau tidak sangat memahami) pendapat-pendapat ulama
terdahulu tentang tema ini.

Jadi ucapan selamat yang dilakukan Buya Hamka tidak muncul dari vakum waktu
atau "ketidaktahuannya" bahwa masalah ini sejak dulu menjadi bagian diskusi
para ulama, melainkan justru setelah mempelajari dan menakar, maka Buya
Hamka memutuskan (sangat mungkin dari perspektif muamalah, menurut dugaan
saya) untuk melakukan apa yang disitir putranya tersebut.

Hal inilah yang saya maksudkan sebagai "ikhtilaf" dalam konteks ucapan
selamat natal.

Allahu a'lam.

Wassalam,

ANB









Pada 25 Desember 2014 10.16, Ahmad Ridha <ahmad.ri...@gmail.com> menulis:

> Pak Akmal yang saya hormati,
>
> Saya berharap diri saya menyadari porsi dan takaran diri sendiri. Hal-hal
> yang Pak Akmal sarankan berada di luar kompetensi saya.
>
> Jika Pak Akmal perhatikan, tanggapan awal saya di thread ini sama sekali
> tidak menyinggung PakIrfan Hamka atau ayahanda beliau, tetapi berfokus pada
> penyataan Pak Akmal bahwa "Mengucapkan selamat natal adalah masalah
> ikhtilaf".
>
> Yang saya yakini adalah bahwa wafatnya seorang ulama tidaklah menjadikan
> pendapatnya serta merta tidak relevan. Begitu juga tidak diamalkannya
> sesuatu suatu negeri di tidaklah menjadikan amalan tersebut invalid.
> Lagipula pendapat asy-Syarbini rahimahullah bukanlah pokok yang saya
> sampaikan. Pendapat beliau saya sertakan karena banyak masyarakat Indonesia
> yang mengklaim bermadhab Syafi'i sehingga sepatutnya mengetahui posisi
> ulama dalam madzhab tersebut. Namun, silakan saja jika ingin dikritisi
> secara ilmiah
>
> Bagi saya sejauh ini, ijma' yang disampaikan Ibnul Qayyim rahimahullah
> serta penjelasan terkait telah mencukupi. Pak Akmal dan muslim lainnya
> tentu memiliki pertimbangan masing-masing.
>
> Allahu a'lam.
>
> Wassalaam,
> --
> Abu 'Abdirrahman, Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim
> (l. 1400 H/1980 M)
>
> 2014-12-25 9:50 GMT+07:00 Akmal Nasery Basral <ak...@rantaunet.org>:
>
>> Betul sekali hukuman ta'zir ditetapkan oleh pihak yang berwenang seperti
>> sanak AR sebutkan, dan Buya Hamka *allahu yarham* pun sudah wafat.
>>
>> Tetapi bukankah dalam semangat memahami masalah ini, sudah sepatutnya
>> pendapat Irfan Hamka di Republika itu sanak AR tanggapi jika ingin umat
>> Islam Indonesia, minimal, mengetahui sisi lain pendapat ulama seperti Imam
>> Asy-Syarbini yang sanak AR kutip?
>>
>> Manfaat lain, sanak AR bisa mengupas lebih dalam, mengapa di Indonesia
>> sebagai negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia, hukuman ta'zir
>> tidak diterapkan? Apa saja penyebabnya? Negeri muslim (atau dengan
>> mayoritas penduduk muslim) mana lagi hukuman ta'zir masih berlaku? Misalkan
>> di negeri OKI, berapa persen yang masih menerapkan hukuman jenis ini?
>> Apakah mayoritas negara OKI menerapkannya atau justru minoritas yang
>> menerapkan?
>>
>> Selanjutnya, jika ada kasus seperti pendapat imam Asy-Syarbini bahwa
>> mengucapkan selamat natal termasuk harus dikenakan hukuman ta'zir,
>> sementara mekanisme itu tidak dikenal dalam *penerapan* hukum (syariah)
>> di tanah air, atau sekiranya di level OKI pun hanya sedikit negara yang
>> mempraktikkannya, lantas bagaimana pula solusinya?
>>
>> Kalau tidak dimulai ikhtiar sanak Ridha untuk mengupas masalah ini lebih
>> komprehensif, bukankah nanti akan terasa kontradiktif ketika kepada Buya
>> Hamka yang "melakukan kesalahan" mengucapkan selamat natal dinisbatkan
>> pendapat Asy-Syarbani tentang keharusan dikenakan hukuman ta'zir, tetapi
>> "tidak relevan lagi" karena Buya sudah wafat dan Indonesia tidak mengenal
>> ta'zir itu, tetapi kondisi Asy-Syarbini yang jauh lebih dulu wafat
>> dibandingkan Buya Hamka justru masih sanak Ridha pegang pendapatnya?
>>
>> Allahu a'lam.
>>
>> ANB
>>
>>
>
>
>
>  --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
> * DILARANG:
> 1. Email besar dari 200KB;
> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. Email One Liner.
> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
> mengirimkan biodata!
> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
> Grup.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke