Da Nof,
   
  Berhubung da Nof telah mendeclared ini pertanyaan awam, sambil menunggu 
jawaban dari non-awam, saya coba sharing ke-awaman saya khusus untuk pertanyaan 
1.
   
  Secara umum, semakin banyak dapat DAU (bukan seluruh DIPA) memang artinya 
suatu daerah belum mampu menghidupi dirinya sendiri. ini karena - secara 
matematis, DAU merupakan fungsi dari Aloklasi Dasar (=Gaji PNS Daerah) ditambah 
dengan Celah Fiskal (Kebutuhan - Kapasitas Fiskal).
   
  Nah, kalau suatu daerah DAU nya tinggi, ya bisa dibayangkan kenapa 
penyebabnya.
  Jadi kalau benar ada yang bangga dengan DAU yang tinggi, berarti inyo labiah 
awam dari awak, 
   
  Tapi perlu agak hati2 juga menyimpulkan sesuatu dari angka2 DIPA - termasuk 
utuk DAU
   
  DIPA yang 11T (tahun 2008) itu mencakup pendanaan untuk "Urusan" (ini bahasa 
PP38/2007) pusat juga. Jadi kalau yang betul2 DAU (ini yang mungkin da Nof 
sebut "grant")  untuk Sumbar (Propinsi, Kabupaten, dan Kota) jadinya 6.5 T. 
Untuk Riau totalnya 2.2T. DKI malah 0
   
  Tapi sebaiknya jangan dilihat perpropinsi, kalau begitu, Jabar dan Jateng 
jauh lebih tinggi, malahan Jatim itu 20T. Seharusnya ini dilihat per daerah 
otonom (tingkat propinsi, kabupaten, dan kota). Di Sumbar itu terendah 
Sawahlunto dan Padang Panjang (dibawah 200M), dan tertinggi Padangpariaman, 
Agam dan Pesisir Selatan (di atas 400M) dan Kota Padang (diatas 600M)
   
  Kalau seluruh Indonesia hanya 6 daerah yang DAU nya 0 (DKI dan Bengkalis, 
SIak, ROkan Hilir, Natuna, Kutai Kartanegara). Tertinggi itu justru Kabupaten 
Bogor ... (ga nyangka juga, kirain mereka udah kaya ...)
   
   
   
  Nah, kalau dikaitkan dengan pertanyaan: "apakah secara ekonomi Indonesia akan 
bermasalah kalau begini terus pola pikirnya...?" Mungkin jawabannya adalah, 
desentralisasi itu seperti apa sih, trus formula DAU ini apa sudah tepat atau 
belum?
   
  Riri


Yulnofrins Napilus <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          1. Sumbar dpt subsidi dr pusat, DIPA atau apalah istilahnya (tolong 
diluruskan kalau tidak tepat) dr pusat sebesar Rp.11 triliun tahun lalu atau 
tahun sebelumnya. Sedangkan Riau saja yg kaya minyak hanya sktr Rp.6-7 triliun 
(..?). Ada tersirat kebanggaan, mudah2an saya salah, dpt angka sebesar itu 
suatu prestasi. Tetapi saya melihat sebaliknya dr sisi pekerja swasta dan bukan 
saudagar pula. Apakah Sumbar sanggup menghasilkan uang sebesar itu? Walaupun 
ada yg mengatakan itu "grant" dari pusat utk menjalankan suatu pemerintahan. 
Kalau semua propinsi di Indonesia mendapat grant seperti ini tanpa memikirkan 
bisa berproduksi melebihi angka tsb, apakah secara ekonomi Indonesia akan 
bermasalah kalau begini terus pola pikirnya...? 



       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet.
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting.
- Hapus footer & bagian tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur 
pribadi.
- Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta 
maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku.
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 

Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke