Sanak Bot,

Kalau menurut saya, baseline nya bukan untung rugi. PLN itu dapat tugas
menyediakan listrik, jadi sediakanlah listrik itu.

Masalah rugi, itu cerita lain, toh biar rugi tetap bagi2 tantiem kan?

Riri




2008/7/9 Bot S Piliang <[EMAIL PROTECTED]>:

> Dulu, sewaktu kuliah saya berpikiran sama. Secara logika bisnis, PLN tidak
> mungkin rugi.
> Tapi ternyata logika bisnis itu tidak berlaku di PLN.
> BAgaimana akan untung kalau disuruh menjual listrik dibawah harga pokoknya.
> Sebagai pengetahuan saja, 1 liter Solar menghasilkan maksimal 3 kWh. PLN
> diwajibkan membeli Solar ke Pertamina sesuai harga pasar internasional,
> yakni Rp. 11.000,- maka 1 kWh itu untuk modal BBMnya saja sudah membutuhkan
> uang Rp. 3.600. Sedangkan 1 kWh dijual ke masy. antara Rp 500 - 1380.
> Siapa yang mau berbisnis seperti ini?
> Kalau mau, pemerintah tinggal meliberalisasikan listrik, harga listrik
> sesuai harga keekonomian, yang ujung2nya bukan membuat listrik lebih murah.
> Karena listrik memang mahal, punya variable penentu yakni harga energi
> primer yang fluktuatif, berbeda dengan pulsa hp.
> Tapi intinya bukan itu Bapak, Ibu, Mamak jo Bundo ambo nan di palanta, tapi
> adalah "awareness" kita semua bahwa listrik itu adalah kewajiban PLN untuk
> menyediakan, tapi kewajiban kita juga untuk menggunakan sebijak mungkin
> karena listrik itu memang mahal.
> Gampang saja membanding, 1 kWh cuma seharga 1 bungkus mie sedaap. Padahal
> dengan 1 kWh itu Bapak ibu sudah bisa menyetrika 3 jam.
> Sebelumnya, saya mohon maaf atas pelayanan rekan-rekan di PLN Sumbar yang
> mungkin tidak berkenan dan kurang memuaskan.
>
> Salam
> Bot SP
>
>
>
>
> *Riri Chaidir <[EMAIL PROTECTED]>* wrote:
>
> Ha ha,
>
> PLN saya rasa adalah perusahaan yang agak2 lucu
>
> Dibangun dengan dana dari APBN), pasar tidak perlu dicari, pesaing tidak
> punya.
> Kalau pelanggan melalaikan kewajiban, listrik diputus.
> Sebaliknya, kalau penyaluran listrik yang terganggu, yang salah adalah
> debit air, atau apa saja, dan sekarang lelucon terbaru: mutu batubara.
> Pokoknya, yang namanya PLN itu ga pernah salah ...
>
> Tentang pesan untuk mengurangi pemborosan, he he lucu juga. Daripada
> menyuruh pelanggan mengganti lampu dengan LHE, mematikan lampu 2 biji
> semalam dst2 (kaya slogan jaman dulu), lebih baik suruh gedung2 bertingkat
> sepanjang jalan sudirman - thamrin mematikan lampu di ruangan yang tidak ada
> orangnya. Itu aja udah ga tau berapa puluh ribu lampu tuh ...
>
> Riri
>
>
>
>
>
> 2008/7/9 Bot S Piliang <[EMAIL PROTECTED]>:
>
>> Mau klarifikasi aja...
>> PLTA memiliki ambang batas elevasi, dan hanya memindahkan air  (energi
>> kinetik digunakan untuk memutar turbin), bukan menghisap, karena yang
>> digunakan adalah tenaga airnya bukan airnya. Dan sampai saat ini PLTA masih
>> merupakan pembangkit listrik teraman, murah dan ga ada polusinya. Dan PLTA
>> memiliki standar elevasi dan amdal.
>> Dari PLTA yang ada di Jawa, kekeringan bukan disebabkan oleh PLTA, namun
>> karena lahan tangkapan hujan berupa hutan disekitar danau/waduk/bendungan
>> beralih fungsi menjadi lahan perumahan, dan industri.
>> YAng jadi PR kita saat ini adalah bagaimana mengamankan sumber-sumber hulu
>> air dari kedua danau tersebut, khsuusnya bukit dan hutan disekitar Singkarak
>> dan Maninjau yang sudah banyak beralih fungsi menjadi lahan pertanian dan
>> perumahan.
>> Mudah-mudahan kondisi ini tidak berlangsung lama. Dan mohon juga kepada
>> milister di rantau net, mengajak sanak saudaranya di ranah untk mengurangi
>> pemakaian listrik nya yang ga perlu:
>> - Matikan lampu yang tidak digunakan, gunakan lampu LHE (8 watt setara 40
>> watt)
>> - Gunakan alat listrik seperlu, dan hindari peralatan yang boros listrik,
>> seperti magic jar dll.
>> Dan lain-lain.Apabila beban konsumsi listrik berkurang maka defist juga
>> berkurang dan tentu saja pemadaman bergilir juga dapat dikurangi.
>> Di Bali, Pemda sudah mengurangi pemakaian listrik dengan mengurangi jam
>> nyala lampu jalan, dan khusus di kantor2 PLN Bali kami melakukan audit
>> energi. Mudah-mudahan di kantor PEMDA SUmbar juga melakukan hal yg sama.
>>
>> Salam
>> Bot SP
>>
>>
>> *hambociek <[EMAIL PROTECTED]>* wrote:
>>
>> Keterangan pendek ini sangat membantu pengertian masyarakat
>> ditengah-tengah kekeliruan remang-remang kegelapan. Tetapi ada lagi
>> kekhawatiran sebagai efek samping obat pahit 4 kali sehari ini:
>> > Akibatnya PLN memaksimalkan PLTA MAninjau dan Singkarak sepanjang hari,
>> sehingga air kedua danau itu pun cepat surut.
>> Dahulu dalam Lapau ini pernah didiskusikan penurunan permukaan air
>> danau-danau di Sumatera, terutama Danau Maninjau, Singkarak, dan Toba.
>> Kalau pengisapan air Danau Singkarak dan Maninjau dilakukan terus sebagai
>> obat penawar sementara (pahilangkan, paengah sakik panipu diri) apakah kita
>> tidak khawatir nanti dengan Malapetaka Besar jangka panjang kehilangan
>> suplai tenaga air di kedua danau ini? Daerah-daerah sekitar Danau Singkarak
>> dan Maninjau misalnya akan menjadi bukit tandus seperti pemandangan kita di
>> gambar-gambar bukit-bukit batu sekitar Mekah?
>> Salam,
>> --MakNgah
>> Sjamsir Sjarif
>>
>> --- In [EMAIL PROTECTED], Bot S Piliang <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>> >
>> > Pagi tadi, sahabat lama saya, FErri yang sekarang jadi pengusaha
>> komputer di kota Padang, tiba-tiba mengirim sms. Awalnya, saya merasa
>> "surprise" karena lama tidak berhubungan dengan sahabat saya tersebut. Namun
>> saya terkejut itu surut karena sms dalam bahasa Minang tersebut isi begini;
>> > "Apo pangana PLN SUmbar ko Bot, bantuak makan ubek se mamatian lampu, 4
>> kali sahari" (Apa yang dipikirkan oleh PLN Wil Sumbar ini Bot, seperti makan
>> obat saja, mematikan lampu 4 kali sehari)
>> > Kemudian saya segera menghubungi rekan saya di bagian HUMAS PLN Wil.
>> Sumbar untuk mengkonfirmasi hal tersebut. Ternyata alasan nya tepat seperti
>> apa yang saya pikirkan, 2 Unit mesin PLTU Ombilin yang menjadi baseload Wil
>> Sumbar rusak. Usut punya usut, ternyata kerusakan tersebut sebagai akumulasi
>> kerusakan akibat menggunakan batubar akalori rendah yang terpaksa digunakan
>> karena batubara kalori tinggi sudah habis di ekspor untuk emmenuhi kontrak
>> jangkapanjang yang ditnda tangani beberapa tahun silam. Tragis.
>> > Menyikpi hal ini, PLN Sumbar kemudian mengenjot penggunaan PLTA
>> Singkarak dan Maninjau serta puluhan mesin PLTD yang boros BBM dan sangat
>> mahal. Air Danau Maninjau dan Singkarak pun terbatas hingga elevainya tidak
>> memadai karena memang digunakan pada Peak Load saja. Hasilnya, Sumatera
>> BArat, khususnya kota PAdang harus menderita pemadaman bergilir.
>> > Dan Ferri, satu diantara ratusan pengusaha kecil di Sumtera Barat harus
>> menerima kerugian yang tidak sedikit. Pertanyannya klasik, Siapa yang salah,
>> LAngkah apa yang dialkuakn , kemana harus mengadu?
>> > Nan, masyarakat pun dengan bulat sepakat menuding PLN yang tidak becus,
>> korupsi, "gadang ota" dan lain-lain. Tapi tak banyak yang "mau tahu"
>> bagaimana listrik ini dibuat oleh insinyur2 PLN yang juga anak bangsa
>> sendiriā€¦
>> > Andaikan listrik itu bisa dijual seperti menjual minyak goring, di buat
>> missal, dibungkus, lalu dikirim ke seluruh di Indonesia, tentu pekerjaan itu
>> akan lebih mudah. Tapi listrik adalah barang yang harus dibuat, disalurkan
>> dan disajikan kepemakai pada saat itu juga.
>> > Mungkin sebagai gambaran saja buat milister disini, untuk wilayah SUMBAR
>> sendiri, dari informasi yang saya dapat dari HUMAS PLN Sumbar, base load
>> (penyuplai dasar) untuk Sumbar adalah jaringan interkoneksi Sumbagsel
>> sebesar 200 MW, dan PLTU Ombilin sebesar 160 MW. Pada saat peak load (beban
>> puncak, dimana waktu pemakaian listrik sedang tinggi2nya, biasanya jam 6
>> sampai 10 malam), barulah PLTA Singkarak dan MAninjau digunakan, hal ini
>> dilakukan untuk menjaga elevasi (pasokan air keduadanau tersebut). Kalau
>> masih belum tertutupi, barulah PLTD dan PLTG yang berbahan baker Minyak
>> Solar (PLN membeli Solar dengan harga pasar internasional Rp. 11.000/Liter)
>> dinyalakan.
>> > Kondisi saat ini, PLTU Ombilin keluar dari system, akibat kerusakan pada
>> turbin yang ternyata merupakan akumulasi penggunaan Batubar kalori rendah
>> (padahal spec baubara yang digunakan untuk pembangkit ini adalah Batubaa
>> kalori tinggi). Penggunan batu bara kalori rendah ini dugunakan akibat
>> langka nya batubara kalori tinggi yang diekspor ke Malaysia, Thailand,
>> Australi, Jepng dan New Zealand guna memenuhi kontrak jangka panjang.
>> > Akibatnya PLN memaksimalkan PLTA MAninjau dan Singkarak sepanjang hari,
>> sehingga air kedua danau itu pun cepat surut. Sedangkan tambahan dari
>> system interkoneksi SUMBAGSEL tidak bisa ditambah. Hasilnya,
>> kekurangan/deficit daya yang cukup parah sehingga terjadilah pemadaman yang
>> tidak tentu diseluruh system Sumatera Barat.
>> >
>> > Itu informasi yang baru ambo dapat dari rekan ambo di HUMAS PLN Sumbar.
>> Kebetulan ambo karajo di PLN dan mengikuti perkembangan krisis listrik di
>> Ranah.
>> >
>> > Salam
>> > Bot SP
>>
>>
>>
>>
>
>
> >
>

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED]
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke