Andai Obama WNI 

 


Oleh

Indra Jaya Piliang

Dewan Penasehat The Indonesian Institute

 

Sindo, Saturday, 08 November 2008 


Mimpi Barack Hussein Obama melanda mimpi sejumlah anak-anak muda Indonesia.
Mereka berharap Obama- Obama made in Indonesia lahir dan hadir.Apakah mimpi
itu ketinggian? Tidak. 


Tanpa perlu mimpi serupa, sebetulnya Obama adalah made in Indonesia. Dalam
dirinya menyebar kandungan gizi sejumlah makanan Indonesia.Ingatannya yang
sekarang juga tentu berisikan sejumlah memori tentang negeri yang
disinggahinya ketika mulai mengeja dunia. Jadi agak keliru kalau kita
menyebut Obama bukan fenomena Indonesia. 

Tetapi mengklaim itu secara serampangan juga akan memunculkan persoalan
ketika status kewarganegaraannya adalah penduduk Amerika Serikat.Pertanyaan
spekulatif layak diajukan untuk membongkar lagi cara berpikir kita tentang
politik, demokrasi dan ide-ide besar yang disampaikan dalam pidato
kemenangan Obama. Apa itu? 

Andaikan Obama adalah warga negara Indonesia, alias memilih kewarganegaraan
ayak tirinya, lalu menempuh pendidikan yang sama di Indonesia dan
mancanegara, akankah dia bisa dipilih menjadi presiden Republik Indonesia? 

Tentu banyak cara untuk menjawab pertanyaan itu.Yang terpenting adalah
sekalipun Indonesia tidak menganut paham "orang Indonesia asli"dalam
konstitusinya untuk menjadi presiden,tetap saja secara politik terdapat
impuls "kepurbaan politik" itu. Impuls itu muncul dari proses pendidikan
politik yang keliru yang dilakukan oleh kalangan elite politik. Orisinalitas
diletakkan pada pangkal sebuah klaim yang sulit diterima secara
biologis,bahwa seseorang harus putra asli sebuah daerah untuk menjadi kepala
daerah atau harus berasal dari suku terbesar di Indonesia untuk menjadi
presiden. *** 

Kepurbaan berpikir itulah yang harus diberantas sampai habis.Kalau
tidak,Indonesia tetap terjerat dengan imajinasi yang keliru tentang status
kewarganegaraan seseorang. Ketika salah satu partai politik mencalonkan
mantan warga negara asing (WNA) sebagai calon anggota DPR, seorang wartawan
bertanya kepada saya,"Apakah dia tidak mewakili kepentingan asing?" 

Dengan nada sinis saya justru katakan bahwa justru ada warga "pribumi" yang
lebih menanamkan agenda-agenda asing ketimbang mantan WNA itu.Sebagian dari
kita masih juga percaya pada teori-teori konspirasi, betapa kegagalan kita
dalam sejumlah bidang kehidupan adalah akibat pengaruh kepentingan asing
itu. 

Karena itu juga pertanyaan apakah Obama akan dipilih menjadi presiden
Republik Indonesia sudah terjawab. Jangankan dipilih,bahkan untuk dicalonkan
saja barangkali masih merupakan mimpi.Akar popularitas dalam dunia politik
lebih banyak dibangun dalam paradigma lama, betapa anak seorang pahlawan
nasional akan lebih tepat mewakili kepentingan politik nasional. 

Seseorang yang berkulit hitam dan berambut keriting adalah "makhluk
asing"dalam dunia politik Indonesia.Masih butuh waktu lama untuk mencalonkan
seorang warga negara Indonesia yang berasal dari Flores atau Papua untuk
jabatan presiden dan wakil presiden. Padahal, dalam perjalanan saya,
terdapat sejumlah anak-anak Papua dan Flores yang betul-betul pintar,
berkepribadian baik, serta berkarakter Indonesia yang bisa menjadi tokoh-
tokoh nasional yang baik.

Namun, hanya karena mereka berkulit lebih gelap dan beragama yang bukan
agama mayoritas, sulit berharap kalau orang-orang brilian itu akan masuk
dalam kompetisi politik. Di beberapa daerah pemilihan, kita juga masih
melihat bagaimana sentimen "asli" dan "tidak asli" dijadikan sebagai senjata
untuk menjatuhkan seorang calon kepala daerah, calon anggota legislatif atau
juga untuk jabatan presiden dan wakil presiden. 

Maka, jangan kaget kalau terlalu banyak orang cerdas di Indonesia yang
justru menemukan rumahnya di luar Indonesia. Mereka menjadi pekerja di
perusahaan-perusahaan multinasional, menjadi tenaga pengajar di universitas
terkemuka, juga menjadi pemimpin di bidangnya justru bukan di negara
asalnya. Seorang senior saya di sekolah menengah,SMA 2 Pariaman, kini
menjadi dosen di sebuah universitas bergengsi di Belanda, setelah ditolak di
universitas-universitas dalam negeri. 

Kepandaian seseorang menjadi hilang hanya karena sistem rekrutmen para
tenaga pengajar waktu itu masih mengandalkan nepotisme, kolusi, dan korupsi.
*** 

Rakyat Indonesia menunjukkan rasa syukur yang tinggi atas terpilihnya Obama.
Sebaliknya, dalam berbagai kesempatan apatisme terus diluapkan untuk proses
pemilu dalam negeri. Seakan tidak ada lagi para pemimpin yang mampu menjadi
harapan untuk memperbaiki kehidupan, terutama ekonomi, yang sulit. 

Kalaupun ada, tokoh-tokoh itu dari sisi popularitas dianggap kalah dengan
calon-calon lain yang memiliki dana kampanye besar.Idealnya,optimisme atas
masa depan Amerika juga dicangkokkan kepada masa depan Indonesia melalui
proses Pemilu 2009 yang sedang berlangsung. Untuk tidak kehilangan lagi
sosoksosok seperti Obama, sudah menjadi kewajiban bagi seluruh kekuatan
politik guna mendata lagi orang-orang Indonesia yang terbaik, di mana pun
mereka berada. 

Sistem politik harus diperbaiki agar bisa menerima orangorang yang dianggap
belum berpengalaman itu.Mereka layak dipanggil pulang, seperti dulu BJ
Habibie dipulangkan. Tentu kepulangan mereka disiapkan dengan penyediaan
fasilitas yang memadai,bukan diharuskan untuk bekerja di banyak tempat,
mencari sesuap nasi, lalu kehilangan kecerdasan
individual,karenaterlalusibukdengan honor yang satu ke honor yang lain. 

Pemilu 2009 juga patut didesain untuk menemukan kembali keindonesiaan itu.
Orang-orang dari kelompok yang kecil secara minoritas bisa diajukan sebagai
alternatif pemimpin nasional, sembari disandingkan dengan stok pemimpin yang
sudah tersedia.Saya yakin sekali bahwa ada satu dan dua orang Indonesia,
entah tinggal di Indonesia atau di mancanegara, yang memiliki kemampuan
untuk memberikan inspirasi kepada seluruh warga negara Indonesia, bahkan
dunia.

Makanan yang pernah masuk ke perut Obama ketika menetap di Indonesia pasti
lebih banyak dikonsumsi oleh orang-orang itu. Parade dari orang-orang
terbaik inilah yang akan memengaruhi harapan orang atas masa depan politik
di Indonesia dan atas masa depan Indonesia itu sendiri.Jangan sampai
oligarki politik justru menutupi peluang bagi munculnya orang-orang semacam
Obama.

Tinggal sekarang bagaimana kita mencari dan menemukan orangorang itu,
sebagai bagian dari ijtihad dan terobosan politik, siapa pun dan partai
manapun yang melakukannya. Hingga,suatu hari nanti, orang-orang seperti
Obama lebih memilih untuk mencalonkan diri sebagai presiden Republik
Indonesia, ketimbang di negara asal ibunya itu.Andai saja.(*) 

 

 

www.indrapiliang.com

 


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke