Sanak Sutan Mangkuto Sati dan para sanak sa palanta, Saya bisa memahami penjelasan Sanak mengapa kita -- khususnya etnik Minangkabau -- kok tidak lagi semaju seperti dahulu. Inti penjelasan Sanak adalah karena kurangnya pelajaran sejarah dan kurangnya pelajaran sastra, yang secara umum termasuk dalam bidang humaniora. Pada dasarnya saya setuju dengan hipotesa Sanak ini. Seluruhnya itu -- tentu -- adalah kesalahan Orde Baru, walau sesungguhnya 'dosa' itu juga bisa dipikulkan kepada Orde Lama dan orde-orde lain yang mendahuluinya. Namun setelah sepuluh tahun Orde Baru runtuh, dan setelah dalam era Reformasi sekarang ini demikian banyak buku-buku yang diterbitkan tentang sejarah dan sastra -- layak kita bertanya mengapa kita masih belum maju juga ? Tidak adakah faktor lain yang menghambat, baik faktor internal dan eksternal ? Mengapa kok etnik lainnya ada yang terkesan maju dengan mantap, antara lain etnik Jawa, Bugis, Palembang, dan Batak ? Bukankah dewasa ini tidak ada lagi yang menghambat kreativitas kita ? Mengenai faktor internal, saya banyak bertanya kepada diri saya sendiri, mengapa kita orang Minangkabau demikian susah mengembangkan visi bersama tentang masa kini dan masa depan, yang dapat dijadikan rujukan bersama untuk mengembangkan kegiatan bersama ? Mudah-mudahan saya salah, namun saya melihat akar persoalannya lebih banyak pada faktor internal, khususnya pada ambivalensi kita mengenai dua sistem nilai dasar etnik Minangkabau, yaitu adat Minangkabau dan agama Islam, khususnya mengenai dua bidang, yaitu hukum kekerabatan dan hukum waris. Sudah barang tentu, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, nilai-nilai sosial yang melatarbelakangi hukum kekerabatan dan hukum waris ini sangat mempengaruhi visi kita tentang diri kita sendiri dan tentang dunia di sekitar kita. Saya tidak -- atau belum -- melihat kontradiksi seperti itu pada suku-suku bangsa lainnya di Indonesia. Sedihnya, sampai saat ini kelihatannya kita belum mampu secara mendasar mengatasi kontradiksi yang terkandung di dalam dua sistem nilai dasar Minangkabau ini, apalagi untuk menyatukannya sebagai suatu sistem nilai yang lebih utuh. Suatu langkah kecil yang mungkin dapat merintis jalan ke arah penyelesaian mendasar adalah apa yang disebut dalam RantauNet akhir-akhir ini sebagai 'Ranji ABS SBK', yang secara visual menyatukan ranji matrilinial menurut adat Minangkabau dengan ranji patrilineal menurut agama Islam. Seingat saya wawasan yang ikut menelorkan lahirnya konsep 'Ranji ABS SBK' ini berasal dari Buya H.Mas'oed Abidin. Dari rangkaian semiloka, diskusi, serta bedah buku mengenai ABS SBK yang ikut saya prakarsai sejak tahun 2004 telah dapat diangkat demikian banyak fakta mengenai faktor penyebab ketidak mampuan tersebut, antara lain -- menurut pandangan saya -- karena kita tidak biasa berfikir filosofis, yang menggali masalah sampai ke akarnya yang paling dalam. Jarang sekali saya membaca ulasan filosofis dari komunitas Minangkabau. [Syukur, akhir-akhir ini anak muda Anggun Gunawan yang sedang belajar di Fakultas Filsafat UGM di Yogyakarta mulai bertanya tentang suatu 'metafisika Minangkabau', yang menurut penglihatan saya harus digalinya sendiri.]. Dalam hubungan ini saya teringat pada anjuran Dr Bahder Djohan dahulu agar di Sumatera Barat dibangun sebuah fakultas sastra dan filsafat. [ Saya sungguh sangat terkesan dengan keterangan yang tercantum dalam buku Christine Dobbin tentang Gerakan Paderi, yang menerangkan bahwa Tuanku Imam Bonjol merevisi faham garis keras Tuanku nan Renceh setelah mengirim empat orang utusan ke Tanah Suci untuk mengetahui perkembangan terakhir tentang Islam. Dari kaji ulang beliau inilah lahirnya ajaran yang sekarang kita sebut sebagai ABS SBK, yang kelihatannya masih memerlukan rincian filsafati yang lebih mendasar, komprehensif,konsisten, dan sistematis. ] Dalam pandangan saya, faktor eksternal memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan suatu pandangan hidup yang lebih utuh, yang tidak bisa diberikan oleh faktor internal tersebut di atas. Sungguh menarik, bahwa jika kita perhatikan baik-baik, hampir seluruh tokoh Minangkabau yang kita banggakan selama ini tidaklah tumbuh dan kembang dalam suasana ABS SBK di Ranah, tetapi justru di Rantau, dan telah memilih satu pandangan hidup yang lebih utuh, apakah Islam seperti Mohammad Natsir dan Hamka, atau nasionalisme seperti Muhammad Yamin dan Mohammad Hatta, atau komunisme seperti Tan Malaka. Dalam hubungan ini saya teringat pada Bung Hatta yang lebih merujuk pada filsafat Yunani daripada pada adat Minangkabau. Ringkasnya, Sanak Sutan Mangkuto Sati, masih banyak 'PR' yang harus kita lakukan, bukan saja untuk lebih mengutuhkan Minangkabau ke dalam, tetapi juga untuk bisa tampil mengemuka di dalam Bangsa dan Negara Indonesia yang sedang terpuruk ini. [ Btw menyalahkan masa lampau belaka rasanya tidak akan banyak membantu.]
Wassalam, Saafroedin Bahar (L, masuk 72 th, Jakarta) Alternate e-mail address: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] ________________________________ From: budhi bahroelim <[EMAIL PROTECTED]> To: RantauNet@googlegroups.com Sent: Wednesday, November 19, 2008 1:42:24 AM Subject: [EMAIL PROTECTED] Re: INDONESIA DIMALAI DARI MINANG, Remy Sylando Pak Saaf dan sanak sa-palanta, Saya rasa bukan soal orang dulu lebih piawai atau kita yang berpuas diri, tetapi pertanyaannya adalah apa makanan otak yang disantap orang-orang dulu dan generasi sekarang ketika mereka sekolah? Dalam sebuah diskusi beberapa waktu yang lalu di Leiden, Max Lane, pengamat politik dan sejarah asal Australia, mengungkapkan dua komponen yang hilang dari kurikulum pelajaran di sekolah-sekolah kita sejak masa Orde Baru. --- dipotong --- --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---