Sato saketek, tulisan lamo soal sambalado salam
andiko (33 Thn, manggaleh babelok) _______________________________________ Cabe Tak Lagi Pedas : Sebuah Pertanda Pengalaman jalan-jalan saya menunjukkan, masyarakat dua pulau besar di Indonesia yaitu Sumatera dan Sulawesi adalah pemakan cabe yang tahan. Tapi sepedas-pedasnya cabe di Sumatera, lebih pedas cabe yang bernama "cabe gunung" dari Sulawesi. Sebagai orang yang terlahir sebagai pemakan cabe, sungguh saya tidak kuat makan cabe gunung ini. Tetapi ketika singgah di Palopo, saya justru disuguhi "Sushi", ikan mentah segar dari laut yang tulangnya sudah dipisahkan, dimakan dengan saos cabe gunung tumbuk bergelimang asamnya air jeruk. Anda bisa bayangkan bentuknya dan rasanya. Tapi yang jelas, setelah bertahun-tahun tidak makan cabe sepedas itu, terakhir bertahun yang lalu diketinggian nagari Mungo di kaki Gunung Sago-Minangkabau, kali ini di Palopo kembali ingus berkejaran dengan keringat karena panas dan pedas. Sungguh dahsyat cabe gunung ini. Tetapi bukan itu yang sejatinya ingin saya ceritakan. Almarhum nenek saya memiliki cara unik untuk menandakan ekonomi akan susah. Suatu kali ketika saya mengeluh kenapa cabe dirumah tidak terasa pedas, almarhumah nenek saya berujar "itu tanda ekonomi akan susah". Tentulah sulit menghubungkan antara cabe yang sudah kehilangan rasa pedasnya dengan ekonomi yang terpuruk. Tetapi sungguh, hampir dua minggu ini saya merasakan cabe di Jakarta tidak lagi pedas dan pada saat yang sama kurs US $ hampir mendekati Rp. 11 ribu. Apakah ada hubungan cabe dan harga kurs dolar ?.Mungkin mustahil, mengingat sebagain besar orang amerika bukan pemakan cabe. Meskipun sulit, yang jelas orang-orang kecil penikmat cabe akan semakin sulit membeli cabe, mungkin karena itulah cabe menjadi pertanda terpuruknya ekonomi. Kenapa cabe dipilih sebagai sebuah indikator ?. Karena cabe adalah bumbu penting bagi kami penikmat cabe. Asalkan ada cabe, biarlah kurang lauk yang lainnya. Saking pentingnya posisi cabe yang dikampung saya di kaki gunung Marapi, yang masyarakatnya menguuleg cabe dengan teknik khusus yang menghasilkan adonan populer disebut sebagai "Samba Lado", ada sebuah pepatah yaitu "Tobat Samba Lado". Tobat samba lado ini adalah tobat yang tidak sebebar-benarnya tobat, tobat yang terjadi karena situasi, tapi setelah situasi berubah, ya berbuat lagi. Yah..seperti makan sambalado, ketika terlalu banyak memakannya, lidah terasa melepuh, keringat bercucuran, dan dari telinga serasa keluar asap. Pada saat itu rasanya kapok sekali makan sambalado. Tapi jika besok lihat sambalado lagi, orang ini akan gelap mata, apalagi sambalado nangkring diatas gundukan nasi putih beras dari Solok yang mengepul, plus jariang (jengkol) bakar dan ikan asin, mertuapun lewat jadi lupa menyapanya. Jika anda sempat ke Minangkabau, pergilah ke nagari yang bernama Rao-Rao, disana anda akan bertemu dengan sambalado yang berjudul sambalado tulang. sambalado ini lahir dari perkawinan ulekan cabe dengan kikisan tulang kaki sapi. Saya jamin anda akan sulit berdiri karena kekenyangan dan tentu saja di Nagari itu gadisnya cantik-cantik. Tapi tidak lengkap rasanya jika anda tidak singgah ke Nagari Sijunjung. Pergilah kesana dan minta dibuatkan palai ikan asin atau ikan peda kata orang jakarte. Ikan ini ditidurkan beralaskan daun singkong (pucuk perancis-kata orang Padang), bertaburkan irisan cabe dan bawang. Kemudian dibalut daun pisang dan dikukus. Saya jamin juga anda akan sulit berhenti makannya apalagi kalau ditemani oleh gadisnya yang semanis "Lansat Sijunjung" yang terkenal itu. Tapi apa yang paling hebat dari bercampuran antara sambalado tulang dan palai ikan asin itu, yang terhebat adalah saya dikasih rejeki untuk pernah blingsakan merasakan kepedasan keduanya ketika dimakan bersamaan. Tapi syukurlah akhirnya tersadar, nampaknya lidah lebih menari dengan palai ikan asin. Mungkin karena ikan asin dan cabe beserta pucuk prancis, merupakan satu kesatuan harmoni yang membuat badan tersandar bercucuran keringat, setelah kekenyangan dan mata terkantuk-kantuk dihembus angin sore sembari telinga dimanjakan lagu saluang....he...ha...ha.. Tapi kembali kepertanda cabe, Semoga ketidak pedasan cabe yang saya rasakan itu hanya pertanda bahwa cabe sekarang ini terpengaruh perubahan iklim karena pemanasan global. Sehingga kepedasan cabe yang beredar di Jakarta ini diragukan. Jangan pertanda keterpurukan ekonomi ini sungguh-sungguh terjadi, sebab kali ini lebih parah lagi pertanda itu. Saya merasakan kok nasi nggak enak lagi, lauknya juga membosankan dan semua yang harusnya dimakan tidak menimbulkan selera. Dengan tanda yang sebesar dan sebanyak itu, apakah pertanda negeri ini akan tamat karena kerakusan dan kebodohan banyak orang, atau saya yang akan tamat karena sudah tidak merasakan enak lagi "buah jerami"...he..ha...ha... ----- Original Message ----- From: "Seprinaldi" <m...@sbi.sws.co.jp> To: RantauNet@googlegroups.com Sent: Tuesday, March 10, 2009 12:59:45 PM GMT +07:00 Bangkok, Hanoi, Jakarta Subject: [...@ntau-net] Re: SAMBA CANGKUAK dan Mahligai Hidup -- LADO PADO - Simauang Ado ciek lai nan takana di Ampek Angkek, namono LADO PADO, atau Samba Lado Pado. Ladopado ko dicamoua jo samacam buah nan tampakno itam-itam bairih ketek-ketek, mungkin lah baparam atau fermented, disabuik juo Buah SIMAUANG. Mungkin dek lah bairih-irikh ketek-ketek tu dibali di pasa, antah dibagian maa urang manjua, ambo indak panah mancaliak aa bantuaknyo Buah Pado, atau Buah Simauang tu apolai batangno. Kabano Tupai suko lo jo buah Simauang tu. Ado lo pantun no duh, nan apa di kami katu ketek-ketek untuak main-main irama atau rhyme. Cubolah takok, analisa, decipher, dan taruihkan pantun ko dalam hubuangan konteksnyo jo LADO PADO: Buah Si Ma dilantak Tu jatuah ka Ba disemba U ... Salam, --MakNagah Sjamsir Sjarif ___________________________________________________________________________________________________________ Mak Ngah di Santa kuruih, Nampak no iyo lah balangganan ko Mak Ngah, Nan Mak Ngah tanyo ko lai juo dikampuang ambo. Jadi dicubo pulo mancaritoan saketek tantang siamauang. Simauang ko disabuik juo jo KLOAK atau KLUWAK. Buah gadang , sagadang durian. Warna cokalaik, indak baduri, kulik kasek,didalam dagiang buah kolah talatak bijo bijo simauang ko. Bijo simauang ampai samo gadang juo jo bijo durian. Ado lapisan tampuruang diluanyo. Sabalun dipakai untuak bumbu masak biasono siamauang ko disimpan dulu supayo mati ( atau isinyo jadi maitam ) . Dalam kondisi segar simauang bisa manganduang racun. Kok taragak mancaliak batangno yo indak dapek di ambo maagiah tarang doh Mak Ngah. Cubo juo lah tanyo ka Nyiak Google, siapo tau lai ado... Kok masalah tupai nan suko pulo jo siamauang ko , iyo indak jaleh diambo doh Mak Ngah. Rasonyo indak kamungkin. Kan ano baracun..tapi antahlah.. Jadi satantangan pantun Mak Ngah tu kalo ambo wakatu kaciak kaciak lain pulo bunyi pantun no... Buah simantuang dilantak Tu Jatuah ka Lu..dimakan I Tibo di I.. dimakan U Tibo di U...manjadi Ci..( sensor stek ) Salam, Tamudo,34,btm --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned: - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama - DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---