Kekuasaan Wanita Minang = Menjajah Pria

oleh: Desni Intan Suri

 

Dunia Perempuan | Rabu, 02/12/2009 22:21 WIB


Suatu kali aku dan suami berkenalan dengan seorang pria yang bukan dari
daerah Sumbar. Dalam pembicaraan kami yang menceritakan daerah
masing-masing ia memberikan pendapat dan kesannya terhadap wanita minang
kabau. Kesan dan pendapatnya itu membuatku terkaget-kaget. 

"Gimana mas rasanya punya istri orang minang?" kata si pria ini pada
suamiku. Suamiku sempat bingung menjawabnya, tapi dijawabnya juga "
yaa..rasanya ya ..rasa punya istri..." kata suamiku sambil tertawa. 

"Bukan, maksud saya beristrikan wanita minang gimana rasanya? Katanya
ngotot. Akupun tergoda untuk menimpalinya " maksudnya rasa apanya nih
pak..jelaskanlah.." kataku. Dia tersenyum dan tetap mengarahkan
pandangannya kesuami ku : " setahu saya wanita minang itu sangat dominan
dalam rumah tangga...bahkan kesannya seperti kaum pria dijajah saja.
Adat minang kabau saja sudah menampakkan hal itu. Tak heran watak
wanitanya menjadi berkuasa seperti itu. Saya merasa adat minang kesannya
seperti membuang anak laki-laki. Coba saja lihat, secara rohaniah yang
memiliki rumah adalah wanita ,kaum pria hanya menumpang. Kalau sudah
menjadi suami ,kedudukannyapun lemah sebagai seorang bapak dari anaknya,
yang memutuskan kehidupan anaknya terutama dalam masalah perkawinan
justru adik laki-laki istrinya.Masyarakat minang itu juga menganut
sistim matriakat yang mana kekuasaan terletak ditangan Ibu atau
wanita.hm...ini benar-benar bikin wanita diatas angin. Dalam keluarga
saya ada dua orang yang sempat beristrikan orang minang ,dua-duanya
berakhir dengan perceraian dengan didahului pertengkaran demi
pertengkaran. Istri-istri mereka sangat dominan bahkan terkesan tidak
menghargai suami. ". 

Aku segera ingat dengan teman karibku Nirita yang baru saja dua hari
yang lalu curhat datang kerumah. Nirita adalah teman kecilku sejak
disekolah dasar. Garis nasib kemudian berbeda jauh diantara kami. Aku
sekarang berstatus Ibu rumah tangga yang berwiraswasta, sedangkan ia
adalah seorang Manager Public Relation dan marketing di sebuah hotel
berbintang. Ia meminta saranku ketika ia merasa harus mengakhiri
kehidupan perkawinanya dengan Syaiful yang dulunya juga adalah teman
satu perguruan tinggi denganku. "Dia lamban sekali ..aku bosan
mendorongnya terus,dia maunya mengembangkan dunia tulis menulisnya
padahal diakan sarjana tehnik mesin..apalah yang akan dapat dari dunia
tulis menulis..aku udah susah-susah cariin kerjaan bergengsi buat dia
..eh dicuekin..maunya dia apa? Hasil tulis menulisnya cuma cukup beli
korek kuping..tak lebih..!". 

Aku juga ingat dengan Lulu anak bibiku. Sampai umurnya mencapai 53 tahun
saat ini, tak ada minatnya sedikitpun untuk berumah tangga. Sekarang ia
bekerja disebuah stasiun televisi swasta di Australia. Ketika kami semua
mencoba-coba menyodorkan 'calon" padanya, semua dijawabnya dengan
kata-kata " Ngga level...!". Sampai saat ini, ia masih merasa bahwa
levelnya adalah lebih tinggi dari pria manapun yang diperkenalkan
padanya. Akhirnya kami menyerah dan membiarkan ia memilih kehidupannya
sendiri. 

Dirumah aku termenung-menung sendiri memikirkan kalimat-kalimat
"dakwaan" dari pria kenalan baru kami tadi sewaktu diperhelatan kenalan
suamiku. Kuhubung-hubungkan semua ini. Kucoba pula mengoreksi diriku
sendiri, apakah aku bersikap seperti yang ia sebutkan itu kepada suamiku
sendiri?. Pikiranku itu terbaca oleh suamiku. Ia tersenyum-senyum
menggodaku . " Tersinggung ni yeee... dibilang penjajah... katanya
tergelak-gelak. " Tidak juga...cuma mencoba koreksi diri saja..." kataku
kalem mencoba menutupi perasaanku sebenarnya.. Suamiku manggut-manggut
sambil menepuk-nepuk punggungku "tenang...tenang..aku ngga merasa
dijajah kok...." Katanya memperlebar senyumnya . 

Esok paginya ketika aku sedang menyiapkan sarapan pagi keluarga, aku
didatangi Ranti tetangga baru kami. Ia baru dua bulan menngontrak rumah
sebelah kiri rumah kami. Ia seorang wanita minang berasal dari Padang
panjang. Begitu dia tahu aku juga orang minang, hampir tiap hari dia
main kerumah kami. Katanya ia bekerja disebuah perusahaan muliti
nasional . Waktu baru berkenalan kami sempat heran ,katanya dia sudah
mempunyai suami dan tiga orang anak, tapi kok dirumah itu yang keliatan
hanya dia saja. Baru kemudian kami paham setelah ia menceritakan
kehidupan rumah tangganya kepadaku. ' Suamiku pengangguran tingkat
tinggi..sudah masuk tahun kelima sekarang..ada teman yang nawarin kerja
padaku dijakarta ini,gajinya cukup besar..yaa daripada anak-anakku ngga
makan aku terima pekerjaan itu..., di Padang udah susah cari kerja
sementara anak-anakkan perlu makan dan biaya sekolah..sekarang dia yang
ngurusin anak-anak aku kerja..,harus ada salah satu kami bertindak kalau
mau bangkit...ya kan Des?aku akan mencari peluang kerja buat dia disini
, baru setelah itu memungkin bagi kami untuk kumpul lagi..."katanya
waktu itu. 

Aku memandang kepergian Ranti dari balik jendela dapur. Ia hanya datang
untuk mengembalikan piringku sebelum pergi kekantornya. Kemarin kuisi
nasi uduk bikinanku untuknya. Pikiranku dipenuhi dengan beberapa
pertanyaan dan menerawang kemana-mana. Apakah wanita minang seperti
Ranti juga disebut sebagai seorang wanita yang dominan?. Apakah keluhan
yang disampaikan Nirita atau Lulu padaku dulu mewakili pola watak wanita
minang kabau secara keseluruhannya?. Apakah benar adat minangkabau yang
matriakat membuat wanita minang kabau membabi buta memburu kesetaraan
gender?. Apakah hak dan kekuasaannya yang diberikan kepada mereka dalam
adat membuat mereka menjadi melemahkan kedudukan pria sebagai pendamping
hidup mereka?. 

Kalau menelusuri kehidupan kekeluargaan orang minang sendiri memang adat
minang seperti sudah melahirkan watak perantau bagi pria minang, dan
watak bundo kanduang bagi wanita minang.Kaum laki-laki diminang,
dianggap sebagai kaum yang "menumpang" dirumah gadang. Rumah yang
sesungguhnya bagi kaum laki-laki minang adalah Surau. Dari kecil mereka
sudah diajar mengaji dan belajar silat berpindah-pindah dari satu
surau/tempat ke lainnya. Namun inipula yg kemudian menjadi sumber
dinamika pria minang untuk menjadi pengembara/perantau . 

Sebaliknya untuk kaum wanita minang telah diberikan sebuah kekuasaan
dalam kepemimpinan dan tanggung jawab yang besar untuk mereka. Kekuasaan
dan tanggung jawab yang besar dimulai dari sebuah mitos mengenai seorang
pemimpin wanita yang disebut Bundo Kanduang. Sebetulnya banyak pendapat
mengenai asal muasal sosok Bundo Kanduang ini. Tapi dalam cerita /kaba
cindua mato ada bahagian yang menyebutkan bahwa keberadaan Bundo
kanduang sama dengan awal adanya alam ini. Jangan salah pengertian
dengan kata" alam" disini. Alam dalam bahasa kiasan minang bukan berarti
sejak jaman Adam dan Hawa ada, tapi alam disini berarti sebuah wilayah
kekuasaan. Jadi dalam cerita/kaba cindua mato keberadaan Bundo kanduang
itu diawali dari sebuah kerajaan yang dipimpinnya. Nah, dalam
kepemimpinan Bundo Kanduang ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang
arif dan bijaksana dan mempunyai tingkat kharisma yang sangat tinggi
diantara bawahan dan penghuni rumah gadang yaitu Istana pagaruyung
dulunya. Ia disegani dan sangat dihormati karena kepiawaian serta
kecerdasan dalam buah pikirannya untuk mengelola tanah pusako dan
memimpin semua yang tinggal dalam rumah gadang tersebut. 

Untuk selanjutnya dengan berjalannya waktu Bundo kanduang kemudian
dijadikan sebuah limbago yang menajdi panggilan untuk golongan kaum
wanita minang kabau.Dalam hal ini wanitapun telah ditetapkan untuk
mempunyai beberapa tanggung jawabnya terhadap rumah gadang dan tanah
pusako dikampung halaman . Perlu ditekankan disini, bahwa yang diberikan
kepada wanita adalah "hak tanggung jawab " bukan kekuasaan. Artinya
istilah "matriakat yang berarti "ibu yang berkuasa" sudah ditinggalkan.
Sedangkan hak tanggung jawab yang dibebankan ke pada kaum wanita minang
tersebut diantaranya yang inti adalah : 
1.Sebagai untuk menarik garis keturunan yang disebut sebagai sistim
garis keturunan ibu atau matrilineal 
2.Sebagai yang bertanggung jawab atas kepemilikan rumah gadang 
3.Sebagai yang bertanggung jawab atas sumber ekonomi seperti
sawah,ladang ,tanah garapan dll 
4.Sebagai tempat penyimpanan hasil ekonomi dengan pepatah "umbun puruak
pegangan kunci,umbun puruak alunan bunian" maksudnya wanita adalah
sebagai pemegang kunci ekonomi harta pusako 
5.Sebagai penanggung jawab dalam pengaturan rumah tangga dan menentukan
baik buruknya jalan roda rumah tangga. Disini wanita yang berfungsi
sebagai Ibu dianggap sangat berpengaruh dalam pembentukan watak manusia
. Ini terlihat dalam pepatahnya : " Kalau karuah aie dihulu, sampai
kamuaro karuah juo.Rintiak anaknyo,turunan atok ka palimbahan". 
6.Sebagai penanggung jawab pemeliharaan harta pusako, anak dan
kemenakan. 

Jelaslah sudah, dari tanggung jawab yang diberikan adat kepada kaum
wanita disini membuat kaum wanita minang kabau dituntut untuk menjadi
cerdas,cerdik,pandai dan berilmu pengetahuan yang tinggi. Sedangkan kaum
pria yang dianggap sebagai kaum yang "menumpang" secara tak langsung
pula mempengaruhi nilai tingginya harga diri mereka dikampung halaman
sendiri. Contohnya saja dalam memproduktivitaskan tanah pusako wanita
dan laki-laki boleh berdampingan mengolahnya. Namun begitu ada hasilnya,
kaum wanita boleh-boleh saja langsung memakan hasilnya tersebut ditengah
rumah bersama keluarganya. Sebaliknya kaum laki-laki akan menitipkannya
dulu dilumbung rumah gadang. Adalah sebuah harga diri bagi kaum pria
memakan hasil itu kalau tidak terpaksa betul. Kaum pria malah
memantangkan diri mengambil haknya,karena mereka lebih merasa mempunyai
harga diri bila hidup dari hasil jerih payah sendiri. 

Perbedaan yang tajam ini membuat kaum pria mengembara mencari kesuksesan
dan keberhasilan dalam hidupnya sendiri. Sementara tampuk tanggung jawab
di kampung halaman jatuh ketangan wanita. Hal inilah yang membuat kaum
wanita minang terkenal dengan sikapnya sebagai pekerja keras. Tidak mau
hanya berpangku tangan atau berleha-leha saja walau ia sudah mempunyai
harta sekalipun. Jiwa bisnis wanita minangpun sangat tinggi,karena
dengan tanggung jawab yang diberikan pada mereka dalam mengatur roda
perekomonian tanah pusako membuat mereka harus cerdik dan pandai dalam
perdagangan. 

Walaupun pada catatan pada Badan Pusat Statistik Sumbar masih
menunjukkan angka keterlibatan wanita dilapangan kerja masih dbawah
angka pria, namun yang terlibat membuka lapangan kerja sendiri atau
berwiraswasta lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita di Sumbar.
Diantaranya banyak yang membuka lapangan kerja dibidang kewanitaan yang
berbentuk makanan, kerajinan tangan,jahit menjahit dll. Waktu kami
baru-baru ini pulang kampung, kami melewati kawasan pasar kotobaru yang
kebetulan sedang ada "hari Pasar". Perjalanan kami sedikit terkena macet
dengan keramaian pasar tersebut. Uniknya pasar ini adalah, para
pedagangnya semua didominasi oleh kaum perempuan. Hampir setiap sudut
kami lihat yang menawarkan beragam sayuran dan rempah-rempah dapur
adalah rata-rata para wanita. Namun catatan BPS juga menyatakan bahwa
angka putus sekolah lebih banyak terdapat pada prosentase untuk kaum
pria . Artinya, semakin masuk kedalam jaman modern semakin terlihatlah
kesadaran kaum wanita minangkabau untuk tampil lebih cerdas dan berilmu
pula. 

Dari kenyataan-kenyataan yang ada ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa
adat minang kabau bukan bertujuan untuk membentuk wanita bersikap
otoriter atau berkuasa melebihi kekuasaan kaum pria apalagi meletakkan
posisi kaum pria dibelakang kaum wanita. Adat minang kabau selama ini
sesungguhnya mengajarkan dan mendidik dua gender ini untuk bisa tampil
dalam kekuatan mereka masing-masing dengan kepribadian yang kokoh untuk
mampu hidup diatas kaki sendiri tanpa mengemis-ngemis apalagi bersikap
culas,licik dalam memperjuangkan kehidupannya sendiri. Wanita
minangkabau dengan tanggung jawab yang dibebankan pada mereka membuat
mereka bisa memahami sifat kepemimpinan yang arif dan bijaksana.
Sebaliknya kaum pria yang lebih diberikan kesempatan mengembara atau
merantau membuat mereka tampil sebagai kaum yang kenyang akan pengalaman
hidup hingga mereka lebih ahli menyelami dan mengukur kehidupan itu
sendiri untuk target keberhasilan mereka. 

Seharusnya memang begitu. Tapi sebuah tata aturan dalam kehidupan yang
dirancang manusia tidak semuanya akan bisa tertata dengan lancar dan
rapi sesuai yang dikehendaki. Ada saja yang melenceng dari aturan yang
sebenarnya. Dalam hal ini rasanya aneh bila kita menyalahkan adat,karena
sebuah adat tentu lahir dari tata aturan yang tujuannya adalah untuk
sebuah kebaikan. Sebuah egolah yang merusak tata aturan tersebut. Ego
tersebut akan tampil tidak hanya dari bersendirian dari kedua gender ini
karena mereka saling kait mengait untuk membuat ego tersebut berkembang
menjadi sikap individualistis yang saling menyalahkan. Wanita yang
berkuasa karena berada pada sistim matriakat akan mempergunakan egonya
untuk membelakangi kaum pria. Sebaliknya kaum pria yang merasa hidup
dengan wanita matriakat dalam kekuasaan berharta ,akan mempergunakan
kesempatan pula untuk bermalas-malasan dengan hanya duduk menopang dagu
memakan harta istri/wanita. Sikap dari kedua gender ini akan melahirkan
ego yang ditindas dan menindas. 

Maka tak ada salahnya kalau aku merasa terdorong untuk mengupas masalah
ini,karena disebabkan begitu kentalnya darah minang melekat pada diriku.
Dan dengan jujur kusampaikan bahwa watak wanita minang yang terbentuk
dari adatnya adapula melekat dalam diriku. Aku yakin, semua wanita
minang yang merasa mempunyai darah minang yang kental mengalir pada
dirinya akan merasakan hal yang sama denganku. Dan dengan jujur pula aku
sampaikan bahwa akupun pernah melalui masa "transisi" berumah tangga
dalam menselaraskan kehidupan kami, agar tetap seimbang. Perbedaan
pandangan dan prinsip hidup pernah terbagi dua antara kami suami istri
karena berasal dari adat dan budaya yang berbeda. Aku dari minang,
suamiku dari Jawa. Namun ini bukanlah masalah adat, tapi adalah dari
"ego" kita masing-masing. Aku yakin, sikap Nirita,Lulu maupun Ranti juga
lahir karena ego bukan karena adat. Adat memang membentuk wanita minang
menjadi sosok yang kuat,tegas dan mandiri. Tapi adat tidak mengolah
mereka menjadi sosok yang merasa lebih benar dan jauh dari timbang rasa.
Ada kalanya memang wanita minang harus terpaksa tampil lebih dulu
seperti yang dilakukan Ranti. Sikap mandiri darah minangnya membuat ia
tampil sebagai pengambil keputusan disaat kehidupan sudah menuntut untuk
adanya sebuah keputusan. Sebaliknya sikap Nirita dan Lulu adalah sikap
keras dan tegas yang lebih mencondongkan ego,sehingga timbullah kesalah
pahaman dalam keterlanjuran sikap berkuasa bagi wanita minang itu
sendiri disini. Mungkin keruwetan buhul perkawinan dua orang saudara
kenalan baru kami diperhelatan dua hari yang lalu juga begitu adanya. 

Akhir kata, memang tuntutan untuk kesetaraan gender atau emansipasi atau
apalah namanya haruslah dikaji ulang.Bila tuntutan itu ternyata
menimbulkan sebuah kesombongan, sikap menguasai dan merasa harus
melebihi kaum pria atau bahkan yang lebih parah lagi adalah merendahkan
dan melecehkan martabat kaum pria,tentulah ini sudah salah pemahamannya.
Artinya, bila ia seorang wanita lajang iapun harus memahami batas-batas
pergaulannya yang tidak merusak norma-norma kaedah dirinya sendiri
sebagai wanita. Baik itu batas dalam memperoleh pendidikan, lapangan
kerja maupun sebuah kekuasaan. Bila ia seorang istri, tentulah yang
pertama yang menjadi panutan dan tempat ia bersepakat adalah suami
sendiri.Walaupun pendidikan, kedudukan atau penghasilannya lebih memadai
dari sang suami adalah suatu kewajiban utama baginya untuk tetap berada
dibelakang suaminya. Selayaknyalah ia harus terlebih dahulu mendengar
dan bertindak sesuai arahan suami kecuali bila keadaan tidak
memungkinkan lagi untuk berbuat demikian. Semoga tulisan ini dapat
menjadi pedoman diriku sendiri, teman2ku wanita maupun pria, baik yang
berdarah minang maupun bukan. 

Kuala Lumpur , 21 November 2009 
referensi : dari buku2 karangan Zuriati dan Amir M.S serta blog2 di
internet serta hasil pandangan pribadi. 
*) ditulis dalam catatan pada FB oleh Desni Intan Suri

 

http://www.padangmedia.com/?mod=artikel&j=2&id=250

 


The above message is for the intended recipient only and may contain 
confidential information and/or may be subject to legal privilege. If you are 
not the intended recipient, you are hereby notified that any dissemination, 
distribution, or copying of this message, or any attachment, is strictly 
prohibited. If it has reached you in error please inform us immediately by 
reply e-mail or telephone, reversing the charge if necessary. Please delete the 
message and the reply (if it contains the original message) thereafter. Thank 
you.

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke