Mamak

Kasus DL. Sitorus yang terakhir agak dilematis patang itu. Mode makan buah
simalakamo. duduaknyo mode iko
1. DL Sitorus dituduah merambah kawasan hutan *hutan register* 40 di kawasan
Padang Lawas untuk dijadikan perkebunan Sawit.
2. DL. Sitorus mendapatkan hak tanah itu dari Marga Hasibuan dengan membayar
sejumlah uang adat dan kerjasama pengelolaan.
3. Marga Hasibuan bersikukuh tanah itu bukanlah kawasan hutan negara, tetapi
kawasan tanah ulayat karena belum sampai pada proses penetapan.
4. Status hutan register itu baru pada proses ditunjuk oleh menteri
kehutanan sebagai kawasan hutan negara, belum melalui serangkaian proses
pengukuhan yang berujung pada penetapan kawasan hutan.
5. Menurut Dephut, kawasan hutan yang statusnya baru ditunjuk itu sudah syah
menurut hukum.
6. Menurut DL. Sitorus dan Marga Hasibuan, status itu syah setelah
ditetapkan.
7. Di Indonesia, luas kawasan hutan negara itu sekitar 130 Juta Ha. Baru
sekitar 20-30 persen saja yang sudah pada proses final pengukuhan yakni
ditetapkan menjadi kawasan hutan negara. Di kawasan ini hidup sekitar 40-60
juta urang yang sebagian besar dari mereka adalah Masyarakat Adat yang
memiliki klaim hak ulayat dan tanah adat.

Pertanyaan selanjutnyo adolah, apakah kita akan mendukung Marga Hasibuan
yang menyebabkan tindakan DL. Sitorus itu dapat dibenarkan atau dukung sikap
Dephut yang menyatakan hutan yang dalam status ditunjuk itu telah syah
secara hukum yang menyebabkan semakin sulit klaim masyarakat adat dalam 70 %
hutan negara dalam status ditunjuk di Indonesia.

Disinan buah simalakamonyo mak. Pada akhirnyo, Hakim menetapkan bahwa hutan
negara yang status pengukuhannyo baru sampai di tunjuk saja, sudah syah
secara hukum.

Sakian dulu mak

salam

andiko sutan mancayo

Pada 7 April 2010 02:33, sjamsir_sjarif <hamboc...@yahoo.com> menulis:

> Angku Taufiq sarato Rang  Lapau nan Basamo,
>
> Kalau buku itu akan terbit, tampaknya penelitiannya relatif baru dan
> mungkin juga mengguanakan data historis. Mudah-mudahan buku itu dapat
> menerangkan dan merasakan bagaimana rasahati Rang Kampuang terhadap Tanah
> Ulayatnya dan juga mudah-mudahan  barangkali disebut-sebut juga seiring
> dengan isu Harta Pusaka Tinggi. Buku itu tampaknya wajib dibaca oleh para
> pemerhati masyarakat, baik di Kampuang Halaman (Ranah) maupun para cultural
> brokers dari Pusat.
>
> Walaupun kasus Lubuk Basung yang Angku Taufiq bayangkan tampaknya baru,
> namun hal ini mungkin ada similaritinya dengan kasus-kasus yang lain.
> Ingatlah pengusiran dengan kekerasan pemilik Hak Ulayat dalam Kasus Sungai
> Kamuyang Padang Manggateh baru-baru ini. Galodo mungkin juga akan disangkut
> pautkan dengan anggapan Rang Kampung dengan kasus itu. Perhatikan juga Kasus
> Ampalu Halaban; pekikan bahwa Tanah Ulayat mereka telah dibambil oleh orang
> Propinsi Riau, "batu sipadan sudah diasak urang lalu" seperti tidak
> kedengaran oleh Penguasa di Padang, setidak-tidaknya tidak diketengahkan
> serius dalam media. Padahal itu adalah batas propinsi. Kalau hal itu
> tetrjadi dengan Negara Jiran, seperti kasus Sipadan misalnya, sudah
> teriak-teriak bangkang ingin memukul genderang perang, apalagi dalam
> suasana-suasana mengejan-ejan tuah dalam pemilu.
>
> Di daerah luar Sumatera Barat sendiri, di Riau misalnya,  kasus Tanah
> Ulayat Orang di Rokan Hulu vs Torganda jelas menjadi contoh bagaimana
> Penguasa di Pekanbaru tidak mengindahkan atau kongkalingkong dengan pihak
> ketiga dalam menindakkeras Rang Kampung mereka sendiri.  Kisah sedih diRokan
> Hulu ini menjadi Kisah Bersambung dalam Harian Kompas sekitar  April 1999.
> Dari kejauhan, saya mengikuti dengan seksama, dan kadang-kadang dengan cucur
> airmata, Kisah Bersambung "Sang Sapurba" yang dimuat kira-kira 60 terbitan
> bersambung setiap hari.  Kerisauan-kerisauan dan kekerasan dalam kasus ini
> masih berlanjut sampai saat ini.
>
>
>
> "Kondisi di atas melahirkan dampak sosial dan ekonomi yang
>  besar bagi masyarakat hukum adat berupa konflik vertikal antara
> masyarakat hukum adat dengan pemerintah dan pengusaha,
> kemiskinan, kriminalisasi terhadap masyarakat hukum adat dan
> kekerasan. Oleh sebab itu pemulihan hak ulayat merupakan
> tuntutan hukum dan politik serta sosial dalam menghadapi
> persoalan-persoalan tersebut."
>
>
> "Buku ini menganjurkan kepada pembaca untuk melihat secara
> utuh persoalan pemanfaatan dan pengelolaan hak ulayat dalam
> hubungan tiga unsur, yaitu : masyarakat hukum adat, pemerintah,
> dan pengusaha dalam analisis hukum dan sosiologis pada konteks
> pemulihan hak ulayat ini."
>
> Kita harap buku ini akan manjadi perhatian bagi para para penggerak Kongres
> ABS SBK, lebih-lebih lagi bagi Masyarakat Adat Rang Kampuang  (di Ranah)
> dalam meneliti isi detail draft para inisiator dan sponsornya yang ingin
> mengadakan penegasan perubahan dalam bergagai issu yang akan diketengahkan
> itu. Sio-sio utang tumbuah...
>
> Salam,
> --MakNgah
> Sjamsir Sjarif
>
>
>

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke