Dinda Prof Suheimi, Sanak Rita, serta sanak sapalanta, Kisah nyata ini mengingatkan saya pada dua hal, 1). Penyakit psikosomatik 'padangitis' atau 'minangitis' - karena konflik batin - yang lumayan ramai diperbincangkan urang awak dlm th 1960-an; 2) panjangnya usia penduduk Yogyakarta, walau secara ekonomi tidaklah kaya, tapi scr psikologis hidup tanpa beban, krn berfikir positif ('ilmu bejo').
Pertanyaan saya: apakah penyakit sang nenek tsb termasuk 'padangitis' atau 'minangitis' ini? Bagaimanakah perkembangan penyakit 'padangitis' atau 'minangitis' itu pd saat ini? Sudah adakah kajian lebih lanjut mengenai penyakit yg khas urang awak ini ? Bagaimanakah cara mencegah dan menangkal penyakit tersebut? Terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih. Wassalam, SB, Lk, 73 th, Jkt. Powered by Telkomsel BlackBerry® -----Original Message----- From: ksuhe...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Mon, 24 May 2010 09:05:21 To: Rantau<RantauNet@googlegroups.com> Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [...@ntau-net] JANGAN SIMPAN RASA MARAH DAN DENDAM DIHATIMU... Wah kisah yg bagus sekali Jadi enungan yg dalam Tks Was Powered by Telkomsel BlackBerry® -----Original Message----- From: Rita Desfitri Lukman <rita.desfi...@rantaunet.org> Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Mon, 24 May 2010 14:51:41 To: <rantaunet@googlegroups.com> Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: [...@ntau-net] JANGAN SIMPAN RASA MARAH DAN DENDAM DIHATIMU... JANGAN SIMPAN RASA MARAH DAN DENDAM DIHATIMU Hampir dua bulan yang lalu, nenek tua berumur hampir 80 tahun, tetangga yang rumahnya tak jauh dari rumah saya itu tergeletak tak berdaya di bangsal kelas III rumah sakit Akhmad Mukhtar Bukittinggi. Persis hanya seminggu setelah saya menyapa beliau dengan ceria dan menggodanya sambil menemaninya mencuci setumpuk besar pakaian kotor beliau di pinggiran danau. Kehidupan beliau yang pas-pasan membuat dia memilih mencuci di tepian danau saja daripada mencuci pakaian di rumah karena harus membayar tagihan PDAM. Makanya saya kaget setengah mati ketika mendengar beliau tiba-tiba juga dirawat di rumah sakit tempat saya sedang menunggui ibu saya yang akan dioperasi kecil pada bagian kaki kanannya. Di sela-sela waktu menunggui ibu, saya sempatkan menengok nenek tua itu di bangsalnya. "Lho, mak tuo, baa?" saya menyapa sambil mengusap-ngusap tubuh kurusnya. "Ndak tahu, tibo-tibo badan mak tuo taraso lamah, tagalatak sajo, sahinggo dilarikan urang ka Bukittinggi ko...", jawab beliau tersendat karena nafas sesak. Setelah ngobrol beberapa lama, dia lalu menangis dan menumpahkan kekesalan, bahkan 'kebencian' yang ada hatinya. "Kok lah sehat den sudah bisuakko, aden indak ka mamasakkan paja tu lai doh. Aden indak ka mancucikan bajunyo lai doh. Kok ka mati nyo, mati se lah surang!!!", umpatnya yang membuat saya seperti disambar petir. Saya tahu pasti umpatan itu ditujukannya kepada anak kandung laki-lakinya yang juga sudah berusia 50-an, dan sudah beberapa tahun belakangan ini sakit dan lumpuh. Seorang laki-laki yang dulu pernah jaya tetapi kemudian 'dibuang' anak dan istrinya karena sakit dan lumpuh itu. Satu-satunya jalan adalah kembali pulang ke pangkuan ibu kandung di kampung, yang juga sudah renta dengan kehidupan yang nestapa. Saya ajak beliau bercerita untuk menumpahkan semua kemarahannya yang masih terpendam. Terkuaklah cerita miris yang membuat nenek tua ini ambruk dan sakit karena tak tahan menanggung beban perasaan. Yaaah... mungkin rasa frustasi yang diderita bapak yang lumpuh dan merasa terbuang tak berguna itu membuat kondisi psikis si bapak itu tak stabil, dan membuat si bapak itu kadang uring-uringan. Sehingga terjadilah peristiwa di suatu pagi, ketika masakan ibunya yang sudah tua itu dianggap sangat tidak enak, piring makan dilempar si bapak ke lantai. Tentu saja nenek tua itu sangat terpukul, uang pembeli beras yang kadang ada kadang tidak, ditambah payahnya memasak dengan sisa-sisa tenaga, yang didapat bukan ucapan terima kasih... Tak tahan memanggung perasaan, si nenek jatuh tergeletak.... Di bangsal rumah sakit itu, saya biarkan beliau menumpahkan semua kekesalan hatinya. Dan sebelum pergi, saya pegang tangannya dan berkata: "Mak tuo, nan penting kini mak tuo cegak dulu. Jan banyak bana pangana ka nan sudah-sudah. Mungkin anak mak tuo tu sadang ado pikiran. Penyesalan nan juo dirasokan anak mak tuo kini setelah maliek amaknyo co iko, mungkin lah cukuik mambueknyo tersiksa pulo mah. Apolai kini inyo di kampung hanyo iduik dari bantuan perawatan famili-famili dek mak tuo sadang di rumah sakik pulo. Ijan lamo bana berang mak tuo ka anak, beko mambuek mak tuo tambah sakik. BILO AWAK MANCUCI DI TAPI DANAU BALIAK???". Dalam tangis, dia tertawa juga mendengar godaan saya. Sebulan berlalu tanpa terasa. Kalaupun pulang setiap minggunya, saya juga disibukkan dengan urusan yang membuat saya hampir lupa dengan keberadaan sekitarnya. Makanya kemaren saya terpana melihat si nenek itu kelihatan segar dan duduk-duduk di beranda tetangga bersama beberapa nenek-nenek lainnya. Dengan ceria beliau menyapa saya seperti biasa. Langsung saya menemui sekelompok nenek-nenek cantik yang biasa saya goda. "Alhamdulillah... Lah sehat mak Tuo?" "Alah... alah rancak ambo baliak", jawabnya terkekeh... Dalam hati saya bersyukur pula. Sambil bernasehat dia berkata bahwa ternyata sakit yang kita rasakan itu kadang terasa lebih berat karena hati yang tidak tenang, atau perasaan marah yang dipendam.... Lalu dia melanjutkan... "Dulu hati mak tuo sakik dek ulah anak, akibatnyo mak tuo kurang ikhlas, maupek juo tiok mauruihnyo ". "Kalau kini baa?" saya kembali bercanda sambil tertawa. "Oh... kini mak tuo sabana rela... baa lah ka baa... nan inyo anak mak tuo juo... Kalau ndak mak tuo nan mauruihnyo sia lai... Mak Tuo anggap sajo mauruihnyo sarupo wakatu inyo ketek baliak... Kalau mak tuo berang atau dendam juo akibat sikapnyo dulu... mak tuo juo nan ka sansai jo perasaan nyoh... Walaupun mungkin indak ka talupokan, tapi paling indak... mak tuo akan selalu memaafkan. Bagaimanapun juo inyo darah daging awak surang... Insya Allah Tuhan juga mendengar dan melihat apa yang kita kerjakan dengan niat dan hati yang baik....". Saya patut lama-lama wajahnya. Kelihatan betul perbedaannya... Wajah yang dulu sering cemberut setiap ia bercerita, sudah berganti dengan wajah lega... Kata-katanya yang dulu sering menggerutu dan mengomel akan sikap anaknya, sekarang juga sudah tidak ada... Kelihatannya nenek tua ini benar-benar telah ikhlas akan beban himpitan hidup yang ada di depan mata, termasuk harus bersusah payah kembali mengurusi anak laki-lakinya yang sudah lumpuh dan 'dilupakan' keluarga dan mantan istrinya tercinta... Yah..... Apapun permasalahan yang ada, ketika marah dan dendam itu tidak kita biarkan bersarang di dalam dada, di saat itu kita bisa berharap hidayah Allah kembali menyelimuti kita. Apakah cobaan hidup yang berat terasa, atau perlakuan orang yang kurang bisa diterima... Insya Allah kita mampu menghadapinya satu persatu dengan lapang dada.... Ya Allah, pada saat yang sama...tolong jauhkan pula kami dari tindakan berdosa dan melawan kepada orang tua.... Dan tolong jadikan ini juga pelajaran hidup kami di masa yang akan datang... Semoga Allah menunjukkan dan melindungi kita dalam menghadapi semua cobaan hidup yang kita terima... Amien... 24 Mei 2010 Salam, Rita Desfitri Lukman -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe