Assalamu’alaikumWrWb, Sanak sapalanta yang ambo hormati,
Pertama-tama terimakasih pada sanak Batuduang Ameh yang telah memberi informasi tentang sanak Zalmahadi. Maaf atas keterbatasan pengenalan saya pada warga RN yang memang data pribadinya hanya bisa ‘ditakok- takok’ liwat kilasan-kilasan informasi pribadi pada postingan mereka. Kalau ada yang menyebut ‘mahasiswa saya’ bisa ditakok kalau ybs adalah seorang dosen, kalau banyak cerita seputar rumah sakit, ya barangkali ybs mungkin seorang dokter, dstnya. Sebetulnya milis RN sudah menyediakan data pribadi minimal ini pada ‘View profil’ yang diletakkan di dekat nama sipemosting. Tapi kalau tombol ini diklik, umumnya yang keluar adalah ‘This person has not created a profile’. Karena seringnya RN dikaitkan dengan silaturahim, saya sekadar usul bagaimana kalau ‘Profile’ kita masing-masing diisi dengan sedikit data pribadi untuk kita bisa saling mengenal secara agak mendalam walau liwat dunia maya. Agak aneh, kalau di Facebook orang royal dengan data pribadinya, di ‘rumah sendiri’ seperti RN kita menjadi ceke memberikan sedikit data ini. Atau di ‘Profile’ RN disebutkan saja account FBnya bagi yang ikut FB. Kepada pak Saaf, terima kasih atas tanggapannya. Saya sangat sepakat bahwa permasalahan kemiskinan petani tergolong sangat berat. Karenanya 65 tahun sesudah proklamasi, kondisi ekonomi & sosial mereka semakin parah. Seperti pak Saaf sebutkan petani Minang ternyata termiskin di Sumatera. Jumlah mereka lebih dari 50% penduduk Sumbar (!). Dapatlah dibayangkan bahwa kalau di setiap ibukota Kabupaten/Kotamadya kelak (katakanlah) sudah ada waterboom, supermall, dan beragam sarana & prasarana perlambang ‘kemajuan’ lainnya, negeri kita tetap akan berada dalam kondisi terbelakang jika nasib petaninya masih seperti sekarang ini. Jika para pemangku kepentingan faham dengan pokok permasalahan petani Sumbar ini, langkah awal (dalam kaitannya dengan langkah strategis mensejahterakan masyarakat) saya rasa adalah menjadikan ‘pemahaman’ ini sebagai salah satu kriteria dalam menentukan balon pemimpin mulai dari level Nagari sampai Provinsi. Secara sederhananya salah satu kriteria sang balon adalah ybs harus punya pemahaman, visi dan missi menyangkut program pembangunan pertanian ini.Bersamaan dengan itu anggota masyarakat sebagai pemegang kedaulatan juga memahami arti penting kriteria yang satu ini yang akan mereka gunakan dalam menentukan pilihannya. Di sisi lain DPRD , Pers , dan LSM sebagai pilar demokrasi yang mempunyai fungsi kontrol juga menggunakan implementasi dari penerapan kriteria ini oleh pihak eksekutif, termasuk kontrol atas praktek KKN yang pak Saaf sebutkan. Inilah yang membuat saya miris memikirkan bahwa pemilihan belasan pemimpin daerah di Sumbar sudah dimuka mata, dan fakta pahit menyangkut petani ini mungkin masih belum menjadi suatu kriteria bagi pihak manapiun. Kenapa harus miris ? Karena berarti 5 tahun kedepan ini kemungkinan besar tidak ada perubahan nasib petani secara signifikan. Prestasi 1600 petani Sumbar dalam berkelompok ini memang amat sangat perlu untuk dikembangkan lebih lanjut dengan bantuan penuh Pemda, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian (setahu saya ada 2 lembaga penelitian pertanian berskala Nasional di Sumbar), Petrbankan, dan pemangku kepentingan lainnya. Bentuk awal kelompok ini kemudian perlu dikembangkan lebih lanjut dalam format Koperasi sebagai Badan Usaha yang sangat sesuai dengan tuntutan kebutuhan (demand) petani. Dengan format koperasi, para anggota yang semula berstatus petani Budidaya (On Farm) bisa melakukan terobosan dalam aktivitas agribisnis/agroindustri yang tergolong aktivitas Off Farm seperti pengadaan bibit, pupuk & obat-obatan, transport, pemasaran/ penjualan/ perdagangan, pengolahan pasca panen (mengolah cabe umpamanya pada waktu harga jatuh menjadi cabe kering atau cabe giling, dll). Aktivitas Off Farm inilah yang sampai saat ini dipegang oleh para pemodal/kapitalis kecil, menengah, dan besar/Internasional. ‘Perlawanan’ inilah yang sudah dirintis oleh 1600 pionir diatas. Inilah memang pak Saaf tujuan pelontaran wacana ini : akankah si ‘David’ (Daud) ini kita biarkan saja sebisanya sendiri berjuang melawan si ‘Goliath’ (Jalud) yang jauh lebih perkasa itu ? Mana Gubernur, mana Bupati/Walikota, mana Wali Nagari, mana DPRD, mana Pers, mana Bank Nagari, mana Perguruan Tinggi, mana [perusahaan swasta besar dengan CSRnya, mana partai politik, mana LSM, dll, dll ??? Mereka seharusnya tanggap untuk berdiri di depan dan mengawal di belakang proses panjang yang sudah dimulai oleh 1600 pionir tersebut. Bagaimana tanggapan sanak yang lain ? Maaf dan wassalam, Epy Buchari, L-67 Ciputat Timur -- . Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting - Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.