Walaikumsalam wr wb Mak Arman Bahar nan ambo hormati, saya pribadi sudah lama menjauh dari hal-hal yang berbau politik, tidak pernah sato sakaki dalam hal ini. Kebetulan nagari asa ambo namonyo Kubang di daerah mudiak 50 Koto. Kok urang kubang masuak pulo ka kubangan iyo antah jadi apo bantuaknyo. Ambo kiro masih banyak NGO - NGO yang secara teknis memang membantu masyarakat. Kehidupan politik di negeri kita ini saya lihat sejak upaya pendongkelan BJ Habibie lebih mengutamakan berbagai cara, asal tujuan tercapai, soal pantas atau tidak, kultural atau tidak, dsb dsb, menjadi nomor sekian belas. Saya kira ada baiknya jangan "menjejakan" kaki disana, apalagi berkaitan dengan nafkah yang kita bawa pulang kerumah. hehehe... iyo indak sato ambo nan ciek tu doh, mambana.
wasalam AZ - 32 th ________________________________ Dari: Arman Bahar <arman_ba...@ymail.com> Kepada: rantaunet@googlegroups.com Terkirim: Jum, 8 Oktober, 2010 08:17:23 Judul: Bls: Bls: [...@ntau-net] Ketika Tuhan Menciptakan Indonesia. Assalamualaikum ww Pak Armen Zulk, kita boleh2 saja "patah hati" dengan politik Indonesia namun jangan diartikan menjauh darinya, karena kalau kita menjauh maka akan banyak sekali orang lain yang menggantikan posisi kita, apalagi kisanak ambo lihek lai sato di HMI yang banyak menghasilkan politisi2 handal sekelas Abdul Gaffur HMI memang diakui banyak menghasilkan politisi2 handal tapi handal saja tentu belum cukup karena itu sangat perlu ditambah resep "Hati Nurani" Banyak resep hati nurani yang di-iklankan orang, tapi resep yang bagus tentulah IMTAQ Iman dan Taqwa Pemimpin masa depan sebaiknya yang menkonsumsi kuliner yang ada resep IMTAQ ini, mari kita angsur2 meng-inventarisir sekalian ceck dan rechek bagai molah Jalur pencalonan pemimpin sejak dari legislatif (anggota dewan) dan eksekutif (bupati/walkot, gubernur dan presiden) sudah yang terbaik yang ada saat ini, yang perlu diperbaiaki adalah iktikat baiknya terhadap kepentingan rakyat, bukan kepentingan lain dari itu Kalau tidak mau lewat jalur partai kan Undang2 Pemilu ada menyediakan lewat jalur sendiri, tapi kan persaratannya cukup berat, asal lai cukuik sarat dan kepeang boleh maju lewat jalur ini, karena yang namanya pesta atau alek apolagi alek demokrasi pasti paralu pitih buanyyak, lai talook? Kok indak talok yaa lewat partai sajalah, kan tinggal bagaimana agar kita dilirik orang saja lagi Pitih nan disetor ka partai, kalau partai itu partai jujur dan barasiah pastilah pitih tersebut digunakan untuk keperluan kampanye sang calon tersebut, hanyo sayang kebanyakan partai (walau indak seluruh partai) pitih tu DIKUDOK HABIHNYO untuk keperluan lain dari keperluan nan sabananyo wasalam abp58 ________________________________ Dari: Armen Zulkarnain <emeneschoo...@yahoo.co.id> Kepada: rantaunet@googlegroups.com Terkirim: Jum, 8 Oktober, 2010 05:42:19 Judul: Bls: [...@ntau-net] Ketika Tuhan Menciptakan Indonesia. Assalamualaikum wr wb pak Saaf & pak Jacky Mardono yang saya hormati, sejak Oktober 1999 saya "patah hati" dengan politik Indonesia. Saya tidak habis pikir dolar yang sempat melambung Rp 15.000 per dolar AS yang bisa ditahan hingga ke level Rp 6.500 per dolar AS oleh Kabinet Reformasi Pembangunan. Pada masa pemerintahan Habibie inilah diselenggarakan pemilu yang jauh lebih demokratis dibading 30 tahun sebelumnya. Namun anggota DPR & MPR yang dihasilkan benar-benar parah. Lebih mengutamakan emosi & sentimen dari pada akal sehatnya.. Berbagai wacana & isu ditiupkan selama 3 bulan untuk menjegal pemerintahan Habibie. Pemilu 7 Juni 1999 adalah pemilu saya yang pertama (mungkin juga yang terakhir - sebab saat sejak itu saya tidak pernah ikut memilih lagi, atau disebut golput) sewaktu mahasiswa ( waktu itu usia saya 21 th) dan terlibat langsung dalam komite pengawas pemilu UNFREL untuk wilayah Tanjung Balai Karimun prov. Riau. Pada Sidang Umum (SU) MPR Oktober 1999 saya menyaksikan sendiri dilayar kaca bagaimana tingkah polah anggota DPR MPR yang terhormat (masa itu adalah euforia politik Indonesia) mengolok-ngolok BJ Habibie. Sejak saat itu saya tidak pernah tertarik dengan apa yang namanya politik & organisasi politik yang kita sebut dengan partai politik. Marah pada Orde Baru adalah wajar, marah pada Alm. Soeharto juga wajar, selama 3.5 bulan kami dengan kawan-kawan HMI berkonsolidasi menggelar demo di jejaring Sumatera yang puncaknya pecah pada bulan Mei 1998. Namun, dari serangkaian peristiwa itu - dan hingga saat kini, partai politik kita yang jumlahnya puluhan itu tidak menghasilkan apa-apa yang baik untuk rakyat. Saya kira, selama jalur pencalonan Presiden, Gubernur, Bupati & Walikota cenderung pilihan dari partai politik, hasilnya tidak akan jauh berbeda. Sebab sudah menjadi rahasia umum, apabila kita ingin dicalonkan, harus menyediakan sekian "fulus" untuk partai-partai itu. Kalau caranya sudah seperti itu, bagaimana mendapatkan Calon Presiden yang baik??? Harus ada revisi tata cara melalui jalur indepent. wasalam AZ - 32 th Padang ________________________________ Dari: Dr Saafroedin Bahar <saafroedin..ba...@rantaunet.org> Kepada: Rantau Net <rantaunet@googlegroups.com> Terkirim: Jum, 8 Oktober, 2010 03:17:25 Judul: Re: [...@ntau-net] Ketika Tuhan Menciptakan Indonesia. Pak Jacky, walau cerita ini fiktif, namun sukar kita bantah bahwa masalah kita yg paling dasar dewasa ini adalah kualitas pemerintahan. Penjelasan UUD 1945 dahulu menyebut hal ini sebagai 'semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan'. Oleh krn kita menganut sistem pemerintahan presidensial, maka 'in concreto' semangat para penyelenggara negara yg terpenting adalah 'semangat presiden', atau lebih tepat disebut 'karakter presiden'. Sewaktu wacana sekarang sampai disini, maka semua diskusi akan berhenti, karena karakter seseorang sudah 'given', tak mungkin berubah lagi. Rakyat Indonesia secara menyeluruh harus memikul konsekuensi dari pilihannya pada tahun 2009 yang lalu. Apa boleh buat. Oleh karena itu lebih baik jika sejak saat ini kita mulai menimang-nimang capres baru tahun 2014, yg wataknya diperkirakan sesuai dgn jenis tantangan yg kita hadapi. Yang jelas, pesona saja jauh dari cukup. Kepemimpinan, atau lebih tepat kenegarawanan - termasuk di dalamnya kearifan, ketegasan, dan keberanian - itulah yg lebih kita butuhkan dari para capres. Kualitas ini bisa kita bahas bersama-sama. Mari kita mulai menginventarisasi para capres, dan secara tenang mengeritisi kekuatan dan kelemahan karakternya satu demi satu, serta perkiraan sesuai tidaknya karakter tsb dengan tantangan yg kita hadapi dalam dasawarsa 2014-2024, dalam dua kali masa jabatan. Untuk itu perlu dihimpun dan dikaji rekam jejak para calon tersebut satu demi satu. Syukurnya, dalam pilpres 2009 yang lalu harian Kompas sdh mulai melakukan kajian karakter capres ini dengan bantuan sebuah tim psikolog, dan menyiarkannya kepada publik. Yang masih menjadi soal adalah apakah para pemilih dapat memanfaatkan kajian itu dalam mengambil keputusan untuk memilih?. Kelihatannya koq tidak, atau belum. Dengan demikian kita harus siap-siap pula untuk berulangnya kembali sejarah. Wallahua'lam bissawab. Wassalam, -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.