Aww. Ddn AAChan yang berbahagia jo Palanta nan kami hormati,
aaa) Terima kasih atas kiriman tulisan diateh dan sasuai bincang2 terdahulu dan 
juo basamo rekan Prof. Jeffrey Ahmad Winters di UI babarapo wakatu lalu (ado 
babarapo foto terlampir) kami mengharapkan kironya pemikiran dan langkah2 Ddn 
untuk LH dan Going Green di SB dapeik ditindak lanjuti dan disenergikan jo 
kawan2 akar runput LPM MArapalam nan mungkin takaiek dengan pelestarian Danau2 
sarato DAS sahinggo dengan berbagai kasus belakangan seperti di Mesuji Insya 
Allah jaan sampai tajadi pulo di Ranah Minang andaknyo.Amin Ya Rabbal Alamin

bbb) Mohon Ddn dapaeik mulai memimpin Pokja masalah tersebut dan kito 
komunikasikan dengan Pempus (KLH, dll.) Pemda Prov/Kab/Kota, dan tantunya 
dengan Stake holder SB tamasuek Tungku Tigo Sajarangan dengan potensi Parik 
Paga. Mungkin sponsorship kito cari melalui CSR pesero2 nan ado, 
konglomerataSawit, ataupun dari pihak2 lainnyo nan paduli jo kampuang halaman 
kito ;
ccc) Manuruik pandapeik kami hal iko mungkin dapeik juo dikomunikasikan dengan 
MAPPAS basamo LPM MArapalam untuk manduduakkan pokok masalah nan kito hadapi, 
jaan pulo sampai mancancang habieh pulo landasannyo. 

ddd) Sekedar mangingeikkan baliek hal2 nan secaro bertahap kito dudukkan bana 
urgensi dan essensi back to Nagari untuk kesra Ranah jo Rantau. 

Salam takzim dan selamat berjoang kawan untuk Nagari,
Al Haj Asmun PMP, MA / Depok SAtu



________________________________
 Dari: Andrinof A Chaniago <andri...@gmail.com>
Kepada: RantauNet@googlegroups.com 
Dikirim: Jumat, 23 Desember 2011 9:11
Judul: [R@ntau-Net] Bencana Alam Bukan Adzab!
 

Padang Ekspres, 19 Desember 2011
 
Beriman (yang
Berkualitas)
Paska Bencana
Oleh Andrinof A
Chaniago
Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat
 
Semenjak Peristiwa Gempa 30
September 2009 (PG 30S09), ancaman bencana alam, terutama tsunami, telah
menjadi bahan yang digemari oleh sejumlah pendakwah dan pemimpin yang ingin
merangkap sebagai ulama. Namun, yang patut mulai disayangkan dalam menggunakan
ancaman bencana sebagai wacana untuk mengajak orang meningkatkan keimanan
adalah munculnya cara beriman yang tidak menjunjung akal sekaligus tanpa
landasan dalil naqli yang tepat dari Al-Qur’an maupun Hadist. Cara yang tidak
menjunjung akal sehat dan tanpa landasan dalil naqli yang tepat tadi jelas
tampak dengann makin gencarnya sejumlah tokoh mewacanakan bancana alam seperti
gempat dahsyat dan tsunami sebagai adzab dari Allah SWT. 
Perhatikanlah pesan yang tertulis
di spanduk dengan bunyi berikut ini, “Menghimbau warga masyarakat  agar selalu 
meningkatkan keimanan dan
ketakwaan dalam mengurangi risiko bencana dan adzab Allah SWT.” Pesan ini
memang tidak secara tegas menyebut bencana sebagai adzab Allah dan juga tidak
menekankan arti keimanan dan ketaqwaan dalam pada kegiatan memperbanyak ibadah
zikir, membaca Al-Qur’an, membaca Asma’ul Husnah dan memperbanyak mengerjakan
shalat-shalat sunnah. Tetapi, jika dihubungkan dengan program kegiatan
mobilisasi kegiatan keagamaan yang dilakukan pemerintahan daerah dan isi
khotbah-khotbah sejumlah pendakwah di Sumbar, khususnya di Kota Padang,  pesan 
spanduk tadi jelas akan memperkuat
wacana yang memaknai bencana alam sebagai adzab Allah. Mungkin sekali,
seandainya saat ini dilakukan survei kepada warga Sumbar atau Kota Padang,
sebagian besar umat yang belum pernah menggali dalil naqli maupun dalil aqli
tentang bencana yang bisa dikategorikan sebagai adzab akan percaya bahwa G30S09
Sumbar dan Tsunami Aceh Desember 2004 adalah adzab dari Allah. 
Penulis berharap hasil survei itu
tidak demikian. Namun, seandainya survei menunjukkan anggapan itu memang sudah
terjadi pada sebagian kalangan saja, kalaupun tidak pada sebagian besar umat,
maka sudah saat ini kita membedah wacana bencana yang dimaknai sebagai adzab
itu dengan serius. Mengapa demikian?
Ancaman tsunami telah menjadi
wacana yang menutup pikiran umat untuk beriman dengan ilmu. Kalaupun belum bisa
dikategorikan membodohi umat, wacana yang dikembangkan oleh pemimpin
pemerintahan dan sejumlah pendakwah tentang tsunami cenderung membawa umat
kepada pada situasi makin tertinggal dari umat dan bangsa lain dalam menjalani
kehidupan di dunia dengan segala konsekuensinya. 
Tayangan-tayangan gambar berita
televisi jelas menunjukkan betapa gempa dan tsunami Jepang 2011 tidak kalah
dahsyatnya dengan gempa dan tsunami yang dialami warga Aceh NAD pada Desember
2004. Namun, dengan menggunakan akal yang sudah diwujudkan di dalam sistem,
teknologi dan kesadaran warga berkat hasil sosialisasi yang sistematis, jumlah
korban jiwa dari gempa dan tsunami Jepang hanya sekitar 20.000 jiwa. Sementara
tsunami yang melanda Aceh tahun 2004 dengan jumlah warga yang tinggal di
kawasan pantai yang dilanda bencana tsunami lebih sedikit dibanding Jepang,
jumlah korban jiwanya melebihi 200.000, atau lebih dari sepuluh kali lipat dari
korban tsunami Jepang.
Gempa dan tsunami adalah
sunnatullah yang seharusnya dipelajari dengan ilmu pengetahuan, bukan dihadapi
dengan keimanan buta yang merupakan cara beriman yang tidak sesuai dengan
sunnah Rasul. Hadist Nabi jelas mengingatkan bahwa tidak berguna beriman kalau
tidak dengan ilmu. Sementara, di dalam Al-Qur’an berulang-ulang diingatkan agar
kita berpikir, agar kita berakal, agar kita merenung dan agar kita meneliti
kerajaan langit dan bumi ciptaan Allah. Belum lagi hadist-hadist yang menyuruh
umat agar menuntut ilmu dan menggunakan ilmu untuk kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Membiarkan, apalagi ikut membuat,
umat memaknai suatu gejala alam dengan menutup minat pada ilmu pengetahuan
jelas akan membawa umat kepada kerugian yang nyata. Jika kita yang bermukim di
kawasan-kawasan rawan bencana tidak berusaha mempelajari hukum-hukum pergerakan
alam tentu kita tidak bisa meminimalisasi dampak yang mengancam jiwa dan harta
hasil jerih payah kita akibat dari kejadian alami itu. Malahan, karena kita
tidak memiliki sistem an teknologi yang diperlukan, sementara ada bangsa lain
yang memiliki, kita terpaksa menjadi bangsa penerima belas kasihan.
Oleh karena itu, menyebarkan wacana
yang memaknai bencana akibat pergesekan besar lempengean bumi, semburan panas
dari perut  bumi dan sebagainya berikut
gerak fisika yang ditimbulkannya, sebagai  adzab, jelas membawa orang beriman 
tanpa mendatangkan manfaat. Di satu
sisi, orang yang menelan wacana ini mungkin makin percaya pada kekuasaan Allah
melalui bumi dan langit ciptaanNya. Tetapi, di sisi lain, umat yang beriman
seperti ini akan kehilangan kesempatan untuk hidup lebih lama dan lebih aman,
karena kesempatan itu memang diberikan Allah lewat ilmu pengetahuan. Patut
direnungkan juga, apabila cara mengajak beriman seperti ini mengakibatkan
ratusan ribu orang kehilangan kesempatan itu, bagaimana pertanggungjawabannya
kelah di hadapan Allah.
Para pemimpin politik dan
pemerintahan, dan para pendakwah, janganlah menggunakan ukuran yang keliru
dalam memperlihatkan kemajuan keimanan umat. Peningkatan kualitas keimanan
bukanlah dari makin banyaknya orang yang menitikkan air mata karena khusuk
berzikir dan membaca asma’ul husnah, makin ramainya ibu-ibu berkumpul dalam
majelis taklim, makin banyaknya anak-anak sekolah mengikuti pesantren kilat,
dan sebagainya. Ukuran yang lebih penting dalam kemajuan kualitas iman adalah
membuat penerapan rukun iman makin ditopang oleh penggunakan akal sehat dan
ilmu yang bermanfaat bagi orang banyak. 
Pemaknaan bencana alam, seperti
gempat dahsyat dan tsunami, sebagai adzab selama ini jelas tidak bisa
dicocokkan dengan isi Al-Qur’an yang menceritakan turunnya adzab Allah kepada
sejumlah kaum di jaman nabi-nabi. Adzab itu memang ada, tetapi jelas berbeda
dengan bencana gempa dan tsunami yang dialami umat dalam beberapa tahun
terakhir ini. Gempa dan tsunami itu tidak bisa disamakan dengan adzab Allah
yang diturunkan kepada kaum ‘Ad di jaman Nabi Nuh, kepada pengikut Fir’aun di
jaman Nabi Musa, kepada kaum Samud atau kepada kaum Lut. Meski adzab itu
diberikan dengan menggunakan kekuatan alam, seperti angin kencang (kaum ‘Ad), 
hujan
batu (kaum Lut), hujan mahalebat ditambah semburan air dari perut bumi, petir
(kaum Samud), selain laut yang terbelah, semuanya bukan dalam bentuk pergerakan
alam yag berupa mukzizat yang tidak bisa dijelaskan dengan akal manusia.
Semuanya itu berbeda dengan gempa bumi atau tsunami yang dijadikan oleh
sejumlah pemimpin dan pendakwah sebagai tanda-tanda datangnya adzab Allah,
bahkan ada yang langsung mengatakan itu adalah adzab Allah. 
Kriteria kaum yang mendapat adzab dengan
kekuatan alam yang tidak terjangkau pikira manusia itu juga jelas disebutkan di
dalam Al-Qur’an, yakni mereka yang melakukan kezaliman, atau perbuatan yang
melampaui batas (lihat QS Al-Qasas: 59, dan Saba’ 17). Semua adzab itu juga
dalam rangka Alllah menolong Rasul-Rasulnya yang hampir putus asa menghadapi
orang-orang musyrik, fasik, kafir dan munafik yang perbuatannya sudah melampaui
batas.
Masyarakat Nanggro Aceh Darussalam
(NAD) dan masyarakat Sumatera Barat jelas jauh dari kriteria orang-orang yang
patut mendapat adzab seperti itu. Di samping itu, gempa dan tsunami jelas
adalah gejala alam yang bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan tentang gejala alam yang logis ini telah dijadikan oleh
bangsa-bangsa lain, seperti Jepang, untuk menggunakan akal mereka lebih lanjut  
guna menghasilkan teknologi pendeteksi gempa
dan tsunami, dan ilmu manajemen bencana yang membuat mereka bisa mengurangi 90
persen korban jiwa apabila ilmu itu tidak dimiliki dan diterapkan. Apakah kita
mau membiarkan umat kita hanya memiliki kemampuan menyelematkan diri 10 persen
seperti yang terjadi di Aceh, atau yang memiliki kemampuan sebaliknya seperti
di Jepang, dengan kemampuan menyelamatkan diri 90 persen? Pilihan ini banyak
bergantung  kepada para cara pemimpin dan
pendakwah mengajak orang beriman setelah umat mengalami bencana alam.
  
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke