[Keuangan] Kursus Teknik Investigative Reporting
KURSUS TEKNIK PELIPUTAN INVESTIGASI 26 – 30 Januari 2010 Investigative reporting adalah salah satu genre dalam jurnalisme dimana si reporter memakai metode tertentu guna membuktikan kesalahan seseorang atau sekelompok orang. Karya investigasi awal dipelopori Ida Tarbell (1857–1944) dari majalah McClure’s Magazine. Pada 1902, Tarbell menurunkan serial laporan tentang monopoli perusahaan Standard Oil Company. Laporan tersebut, belakangan dijadikan buku, mendorong Mahkamah Agung Amerika Serikat memerintahkan perusahaan itu dibagi dua. Dalam “The Elements of Journalism” (April 2001) karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, investigative reporting merupakan artikulasi dari elemen kelima jurnalisme yang bertugas “memantau kekuasaan dan menyambung lidah mereka yang tertindas.” Praktiknya sinonim dalam kerangka ikut menegakkan demokrasi. Si penulis berhasil menunjukkan siapa yang salah, siapa yang melakukan pelanggaran hukum, yang seharusnya jadi terdakwa, dalam suatu kejahatan publik yang sebelumnya dirahasiakan. Pelatihan ini dirancang untuk memahami sejarah, prosedur dan elemen dari liputan khusus tersebut. Peserta akan belajar dari studi-studi kasus korupsi yang dibawakan oleh instruktur. Peserta juga belajar cara pengamatan serta teknik-teknik atau metodologi reportase investigasi, serta bagaimana menuliskan hasil liputannya. Kursus diadakan 10 sesi dengan frekuensi setiap hari dua sesi (pukul 10.00-12.00 dan 13.00-15.00), termasuk satu sesi dengan pembicara tamu. Tempat di kantor Yayasan Pantau, Jalan Raya Kebayoran Lama 18 CD, Jakarta Selatan. INSTRUKTUR George Junus Aditjondro – peneliti kawakan, sejak 1980-an terlibat dalam aktivisme lingkungan dan hak-hak masyarakat terpinggirkan secara politik terutama di Papua Barat, Timor Leste dan Aceh. Pada 1990-an meneliti harta-harta keluarga Soeharto. Pada 1996, di Universitas Newcastle, Australia, mengembangkan matakuliah sosiologi korupsi dan sosiologi gerakan-gerakan kemerdekaan pasca kolonial. Pada 2000-an, aktivismenya disalurkan di Sulawesi. Kini mukim di Yogyakarta dan pengajar tamu di Universitas Sanata Dharma. Hermien Y Kleden – Wakil redaktur eksekutif Majalah Tempo. Pada 2009 mendapatkan penghargaan SK Trimurti Award atas “konsistensinya menyebarkan kebebasan informasi di tempatnya bekerja. PEMBICARA TAMU Hendri Saparini – Ekonom Universitas Indonesia, direktur Econit, yang kritis terhadap kebijakan politik ekonomi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Otto Syamsuddin Ishak – Sosiolog Universitas Syah Kuala, Banda Aceh dan ketua harian CORDOVA, lembaga swadaya masyarakat yang didirikan pada 1990. Ia peneliti hak-hak asasi manusia dari Imparsial. Buku-bukunya, antara lain, Dari Maaf ke Panik Aceh (tiga serial), Peristiwa Idi Cut, Aceh: Dari tragedi ke impunitas (2001), serta kumpulan kolom Bandar: Refleksi tentang Aceh (2005). SYARAT DAN BIAYA Peserta diutamakan wartawan yang sudah bekerja minimal 3 tahun. Bisa juga penulis yang punya minat khusus terhadap jenis reportase ini. Ia pun tak terbatas untuk para aktivis yang pekerjaan di lembaganya sehari-hari berurusan dengan isu-isu korupsi, kejahatan hak asasi manusia, maupun isu pertambangan atau kerusakan lingkungan. Biaya kursus Rp 2,5 juta. PESERTA Peserta dibatasi 20 orang untuk memudahkan lalu-lintas diskusi dalam kelas. Peserta diharapkan mengirim biodata agar instruktur bisa mengenal background masing-masing. Peserta juga diminta mempelajari dan membaca materi kursus dan mengerjakan tugas berupa latihan pengamatan, riset internet serta membuat outline. WAKTU Dari 26 hingga 30 Januari 2010. Setiap hari berisi dua sesi, 10.00 – 12.00 dan 13.00 – 15.00, dengan jeda makan siang satu jam. TEMPAT Yayasan Pantau, Jl. Raya Kebayoran Lama 18 CD, Jakarta Selatan 12220. Telp: 021 – 722 1031/ Fax: 021 – 722 1055. Informasi lebih lanjut sila hubungi: Siti Nurrofiqoh Program Officer P a n t a u Jl. Raya Kebayoran Lama No 18 CD Jakarta Selatan 12220 Telp/Fax. 021 722-1031/021- 7221055 Website. www.pantau.or. id Mobile. 0813 82 460 455 – 0817 644 8477 Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini! http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan Bail-Out
Yang diperlukan tentunya adalah kebijakan manajemen kredit perbankan yang bersifat counter-cyclical, yaitu pengetatan saat ekonomi sangat bagus - dan pelonggaran saat ekonomi memburuk. Setidaknya ada dua mekanisme agar manajamen kredit (kapital) tdk pro-siklis. Penelitian saya untuk perbankan di Indonesia sejak 2004-2007 menggunakan monthly data, menunjukkan bahwa bank-bank besar dan bank yang lebih terikat dengan aktivitas pasar finansial cenderung mengurangi modal saat ekonomi turun (sehingga meningkatkan alokasi kredit) dan meningkatkan modal saat ekonomi naik (untuk berjaga-jaga terhadap risiko kredit di saat boom). Konsolidasi bank-bank kecil dan penguatan disiplin pasar menjadi penting. Di Indonesia, pasar finansial sudah mulai bekerja dengan baik untuk mendisiplinkan bank agar risk management tidak procyclical. Tetapi, BI nampaknya belum memulai memikirkan penguatan market discipline ini sampai dengan 2010. Salam, Wahyoe Soedarmono PhD candidate, specialised in Banking Corporate Finance Teaching Assistant at the Department of Economics Université de Limoges, France --- On Mon, 11/23/09, Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com wrote: From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com Subject: Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan Bail-Out To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Monday, November 23, 2009, 10:54 PM At 12:23 PM 11/24/2009, you wrote: Resiko kredit sangat mudah mengalami underestimasi, karena bersifat pro-cyclical. Ketika ekonomi sedang bagus, maka portofolio kredit akan kelihatan bagus-bagus sehingga resiko terlihat lebih kecil dari sebenarnya. Di saat ekonomi bagus, bank pun dapat dengan lebih mudah menggalang dana - mulai dari right issue sampai dengan penerbitan obligasi dan subdebt. Sementara pada saat ekonomi terganggu - maka dengan cepat kredit yang asalnya kelihatan bagus, menjadi terlihat jelek (dan biasanya menjadi jelek secara menyuluruh)- - dan provisi/pencadangan di level perbankan akan meningkat. Padahal semakin tinggi provisi, maka semakin kecil juga ruang yang tersedia bagi perbankan untuk memperbaiki profil portofolio mereka. Padahal justru di keadaan seperti itulah paling sulit untuk melakukan penggalangan dana -- mau right issue harga sahamnya langsung jeblok dan bisa-bisa nggak laku... mau terbitkan obligasi -- bunganya malah bisa jadi lebih tinggi dari seharusnya -- mau terbitkan subdebt -- bisa lebih nggak mungkin lagi. Bank memang selalu dalam posisi ekstreme -- pas ekonomi bagus banjir duit -- tetapi pas ekonomi jelek, bukan cuma duitnya seret (karena ditarik nasabah) -- tetapi kredit yang sudah disalurkan pun bisa macet, padahal modal makin cekak... Yang diperlukan tentunya adalah kebijakan manajemen kredit perbankan yang bersifat counter-cyclical, yaitu pengetatan saat ekonomi sangat bagus - dan pelonggaran saat ekonomi memburuk. Tetapi seperti yang terjadi saat Great Depression -- kita tidak pernah tahu kapan dan di mana batas ekonomi memburuk dan akan sampai kapan Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com = Perhatian : - Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya - Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas - Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.com MARKETPLACE Parenting Zone: Your community resource for family and home Switch to: Text-Only, Daily Digest • Unsubscribe • Terms of Use . [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] Trs: [LISI] FW: Testimoni Sri Mulyani: Saya tak mau dibui (Senjakala Para Ekonom Neoliberal?)
- Pesan Diteruskan Dari: arif.hars...@t-online.de arif.hars...@t-online.de Kepada: temu_eropa temu_er...@yahoogroups.com; JKI jaringan-kerja-indone...@googlegroups.com; LISI l...@yahoogroups.com; indonesia_damai indonesia_da...@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 14:32:17 Judul: [LISI] FW: Testimoni Sri Mulyani: Saya tak mau dibui (Senjakala Para Ekonom Neoliberal?) http://www.inilah. com/berita/ politik/2009/ 11/24/184553/ testimoni- sri-mulyani- saya-tak- mau-dibui/ INILAH.com, 24.11.2009 Testimoni Sri Mulyani: Saya Tak Mau Dibui INILAH.COM, Jakarta - Ada pengakuan menarik soal sikap Menteri Keuangan Sri Mulyani terhadap kasus Bank Century. Bahwa, dalam kapasitas sebagai pengambil keputusan pengucuran dana Century, dia tidak mau dipenjara. Karena itu, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dia telah ditipu. Pengakuan Sri Mulyani ini diungkapkan oleh Johan Silalahi dari Negarawan Center dalam diskusi Chat after lunch di FX Plasa, Senayan, Jakarta, Selasa (24/11). ''Saya sampaikan ke temen-temen media, bahwa pengakuan dari Sri Mulyani sudah keluar. Saya kutip itu dan saya sampaikan di situ secara terbuka. Yaitu, dalam kasus Bank Century ini dia tidak tahu. Tepatnya, dia tertipu. Sri Mulyani sendiri sudah pernah ditanya oleh seorang pejabat negara, dalam kasus Century: kamu mau dipenjara atau tidak?'' Nah, menurut Johan, saat itulah muncul pengakuan dari Sri Mulyani bahwa dia tak mau dipenjara. Karena itu, muncul pengakuan bahwa dia (Sri Mulyani) merasa ditipu dalam pengambilan keputusan bail out kasus Bank Century oleh Bank Indonesia. ''Itulah yang mesti dipertanyakan, kenapa orang seperti Sri Mulyani, yang dikenal sangat taat azas, bahkan untuk urusan uang Rp 20 miliar saja bisa sangat teliti, tiba-tiba menjadi begitu tidak prudent-nya dalam memutuskan pengucuran dana Rp 6,7 triliun,'' kata Johan. Ditambah lagi, pengucuran itu dilakukan pada hari Minggu. ''Ini benar-benar aneh. Pengucuran dana dilakukan di luar hari kerja,'' kata Johan. Karena itu, Johan menyebut bahwa kasus Bank Century adalah skandal kenegaraan. ''Ini arahnya sudah jelas, bahwa yang harus bertanggung jawab adalah Menteri Keuangan sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia ketika itu,'' kata Johan. Diskusi yang digelar oleh Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini, dipandu oleh dosen FE-UI, Taufik Bahaudin. Selain Johan, staf pengajar ekonomi UI, Berly Martawardaya, juga sepakat dengan Johan. Bahwa, terjadi rekayasa dalam kasus Bank Century. ''Sebab, dari kacamata akademisi, jelas sekali ada standar untuk menentukan Bank Gagal yang berimplikasi sistemik,'' katanya. Artinya, apa yang tejadi pada bail-out Century, terlalu banyak indikasi penyimpangan. Terutama yang berkaitan dengan kebijakan penentuan pemberian dana talangan. Irman Putra Sidi, pengamat hukum tata negara, yang juga hadir dalam diskusi sebagai pembicara, sudah jelas alur dari kasus Bank Century ini. ''Kemarin, ada dua peristiwa penting yang menunjukkan pada kita bahwa memang terjadi skandal di dalam tata kenegaraan kita. Yaitu, sikap Demokrat yang tiba-tiba mendukung Hak Angket. Yang kedua, yaitu pidato Presiden SBY, khususnya soal Bank Century. Di situ sudah jelas, bahwa sikap Presiden terhadap dana Century adalah menyebut dana itu sebagai dana haram,'' katanya. Artinya, kasus Century ini akan terus bergulir. Karena itu, Firman melihat:''Jika alurnya mulus, maka jelas bahwa Hak Angket akan terus bergulir. Ada ketidaklaziman di tubuh pemerintahan karena adanya kasus Bank Century itu. Sekali lagi, kalau alurnya mulus, maka sudah jelas bahwa arah Hak Angket adalah impeachment terhadap Menteri Keuangan dan Gubernur BI saat itu. Maka, kita tinggal menunggu saja untuk memiliki Wakil Presiden yang baru,'' kata Irman.[ims] *** Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Trs: [LISI] FW: Testimoni Sri Mulyani: Saya tak mau dibui (Senjakala Para Ekonom Neoliberal?)
Ah... Muncul lagi Johan Silalahi... Walau mungkin akan disanggah dengan flaw Ad hominem... Apakah kredibel ya ucapan org yg jelas2 memfabrikasi survey? Apakah ini tanda2 sekuel 'back with vengeance'? Semakin banyak yg jump into the wagon... Cape deh... Sent using BlackBerry® 9000 Powered by Telkomsel -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 09:55:46 To: keuangan milisAhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Trs: [LISI] FW: Testimoni Sri Mulyani: Saya tak mau dibui (Senjakala Para Ekonom Neoliberal?) - Pesan Diteruskan Dari: arif.hars...@t-online.de arif.hars...@t-online.de Kepada: temu_eropa temu_er...@yahoogroups.com; JKI jaringan-kerja-indone...@googlegroups.com; LISI l...@yahoogroups.com; indonesia_damai indonesia_da...@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 14:32:17 Judul: [LISI] FW: Testimoni Sri Mulyani: Saya tak mau dibui (Senjakala Para Ekonom Neoliberal?) http://www.inilah. com/berita/ politik/2009/ 11/24/184553/ testimoni- sri-mulyani- saya-tak- mau-dibui/ INILAH.com, 24.11.2009 Testimoni Sri Mulyani: Saya Tak Mau Dibui INILAH.COM, Jakarta - Ada pengakuan menarik soal sikap Menteri Keuangan Sri Mulyani terhadap kasus Bank Century. Bahwa, dalam kapasitas sebagai pengambil keputusan pengucuran dana Century, dia tidak mau dipenjara. Karena itu, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dia telah ditipu. Pengakuan Sri Mulyani ini diungkapkan oleh Johan Silalahi dari Negarawan Center dalam diskusi Chat after lunch di FX Plasa, Senayan, Jakarta, Selasa (24/11). ''Saya sampaikan ke temen-temen media, bahwa pengakuan dari Sri Mulyani sudah keluar. Saya kutip itu dan saya sampaikan di situ secara terbuka. Yaitu, dalam kasus Bank Century ini dia tidak tahu. Tepatnya, dia tertipu. Sri Mulyani sendiri sudah pernah ditanya oleh seorang pejabat negara, dalam kasus Century: kamu mau dipenjara atau tidak?'' Nah, menurut Johan, saat itulah muncul pengakuan dari Sri Mulyani bahwa dia tak mau dipenjara. Karena itu, muncul pengakuan bahwa dia (Sri Mulyani) merasa ditipu dalam pengambilan keputusan bail out kasus Bank Century oleh Bank Indonesia. ''Itulah yang mesti dipertanyakan, kenapa orang seperti Sri Mulyani, yang dikenal sangat taat azas, bahkan untuk urusan uang Rp 20 miliar saja bisa sangat teliti, tiba-tiba menjadi begitu tidak prudent-nya dalam memutuskan pengucuran dana Rp 6,7 triliun,'' kata Johan. Ditambah lagi, pengucuran itu dilakukan pada hari Minggu. ''Ini benar-benar aneh. Pengucuran dana dilakukan di luar hari kerja,'' kata Johan. Karena itu, Johan menyebut bahwa kasus Bank Century adalah skandal kenegaraan. ''Ini arahnya sudah jelas, bahwa yang harus bertanggung jawab adalah Menteri Keuangan sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia ketika itu,'' kata Johan. Diskusi yang digelar oleh Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini, dipandu oleh dosen FE-UI, Taufik Bahaudin. Selain Johan, staf pengajar ekonomi UI, Berly Martawardaya, juga sepakat dengan Johan. Bahwa, terjadi rekayasa dalam kasus Bank Century. ''Sebab, dari kacamata akademisi, jelas sekali ada standar untuk menentukan Bank Gagal yang berimplikasi sistemik,'' katanya. Artinya, apa yang tejadi pada bail-out Century, terlalu banyak indikasi penyimpangan. Terutama yang berkaitan dengan kebijakan penentuan pemberian dana talangan. Irman Putra Sidi, pengamat hukum tata negara, yang juga hadir dalam diskusi sebagai pembicara, sudah jelas alur dari kasus Bank Century ini. ''Kemarin, ada dua peristiwa penting yang menunjukkan pada kita bahwa memang terjadi skandal di dalam tata kenegaraan kita. Yaitu, sikap Demokrat yang tiba-tiba mendukung Hak Angket. Yang kedua, yaitu pidato Presiden SBY, khususnya soal Bank Century. Di situ sudah jelas, bahwa sikap Presiden terhadap dana Century adalah menyebut dana itu sebagai dana haram,'' katanya. Artinya, kasus Century ini akan terus bergulir. Karena itu, Firman melihat:''Jika alurnya mulus, maka jelas bahwa Hak Angket akan terus bergulir. Ada ketidaklaziman di tubuh pemerintahan karena adanya kasus Bank Century itu. Sekali lagi, kalau alurnya mulus, maka sudah jelas bahwa arah Hak Angket adalah impeachment terhadap Menteri Keuangan dan Gubernur BI saat itu. Maka, kita tinggal menunggu saja untuk memiliki Wakil Presiden yang baru,'' kata Irman.[ims] *** Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]
Trs: Bls: [Keuangan] Trs: [LISI] FW: Testimoni Sri Mulyani: Saya tak mau dibui (Senjakala Para Ekonom Neoliberal?)
Mungkin bukan soal Johan Silalahinya, tetapi benarkah testimoni SMI ini? Jika ini benar, maka akan makin benderang masalahnya. Soal sistemik atau tidak, kawan2 di milis ini sudah lebih ahli dan akurat untuk membahasnya, tetapi yang jadi soal adalah apakah keputusan ini sistemik sudah sesuai dg koridor yang ada? Benar bahwa keputusan itu selalu berisiko, dan ini risiko pemimpin (bukan sekedar manajer). Dalam situasi krisis, yang berdaulat adalah ia yang berani ambil keputusan. Jika itu dipermasalahkan, semoga menjadi pembuka transparansi dan diskusi ruang publik. Yang perlu dikawal adalah kemungkinan dagang sapi dlm angket DPR. Bung Tigor juga bisa membaca di situ, bahwa ada satu ekonom UI dan ahli hukum yang berpendapat sama. Apa pun itu, babak baru rasanya sudah dimulai, kita nantikan saja. salam, pras Dari: Tigor J. Siagian t.siag...@gmail.com Kepada: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com; Milis Keuangan AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 18:00:32 Judul: Re: [Keuangan] Trs: [LISI] FW: Testimoni Sri Mulyani: Saya tak mau dibui (Senjakala Para Ekonom Neoliberal?) Ah... Muncul lagi Johan Silalahi... Walau mungkin akan disanggah dengan flaw Ad hominem... Apakah kredibel ya ucapan org yg jelas2 memfabrikasi survey? Apakah ini tanda2 sekuel 'back with vengeance'? Semakin banyak yg jump into the wagon... Cape deh... Sent using BlackBerry® 9000 Powered by Telkomsel From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 09:55:46 +0800 (SGT) To: keuangan milisAhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Trs: [LISI] FW: Testimoni Sri Mulyani: Saya tak mau dibui (Senjakala Para Ekonom Neoliberal?) *** Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! http://downloads. yahoo.com/ id/internetexplo rer [Non-text portions of this message have been removed] Dapatkan nama yang Anda sukai! Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com. Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/ [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Trs: Bls: [Keuangan] Trs: [LISI] FW: Testimoni Sri Mulyani: Saya tak mau dibui (Senjakala Para Ekonom Neoliberal?)
At 09:11 AM 11/25/2009, you wrote: Mungkin bukan soal Johan Silalahinya, tetapi benarkah testimoni SMI ini? Jika ini benar, maka akan makin benderang masalahnya. Bagaimana jika Johan Silalahi salah? Bagaimana kalau Johan Silalahi salah baca? Bagaimana kalau dokumennya salah? Bagaimana kalau wartawannya yang salah ngutip? (dan ini sering terjadi di situs tsb.) Bagaimana kalau wartawannya mengambil kesimpulan sendiri? Untuk setiap jika -- selalu ada jika lainnya. Soal sistemik atau tidak, kawan2 di milis ini sudah lebih ahli dan akurat untuk membahasnya, tetapi yang jadi soal adalah apakah keputusan ini sistemik sudah sesuai dg koridor yang ada? Benar bahwa keputusan itu selalu berisiko, dan ini risiko pemimpin (bukan sekedar manajer). Dalam situasi krisis, yang berdaulat adalah ia yang berani ambil keputusan. Jika itu dipermasalahkan, semoga menjadi pembuka transparansi dan diskusi ruang publik. Yang perlu dikawal adalah kemungkinan dagang sapi dlm angket DPR. Bung Tigor juga bisa membaca di situ, bahwa ada satu ekonom UI dan ahli hukum yang berpendapat sama. Apa pun itu, babak baru rasanya sudah dimulai, kita nantikan saja. Saya kenal dengan Berly - dan saya tahu arah-nya dia di Indef. Masalahnya, apakah Berly benar-benar memperoleh semua informasi secara cukup dan memperoleh informasi yang benar secara utuh? Apakah semua tersaji secara kontekstual? (BPK punya informasi lebih lengkap - tetapi tidak kontekstual -- masak iya nolong bank setengah-setengah? Menolong bank secara setengah-setengah itu justru lebih berbahaya - karena signalling yang terjadi adalah ketidak cukupan resources pemerintah dalam mem-bail out suatu bank). Sekali suatu suatu bail out terjadi -- harus sampai tuntas. Itu sebabnya Citigroup, AIG, GMAC di-bail out sampai beberapa ronde... Dalam kasus Citigroup malah sampai tiga kali...) Kita di sini berhadapan dengan information cascading -- di mana kesimpulan dan tindakan dicapai lewat informasi yang tidak utuh.
Re: Bls: Trs: Bls: [Keuangan] Trs: [LISI] FW: Testimoni Sri Mulyani: Saya tak mau dibui (Senjakala Para Ekonom Neoliberal?)
At 10:11 AM 11/25/2009, you wrote: Betul Bang Poltak, Maka biarkan saja jika menjadi kata penghubung bagi proses ini, entah apa nanti hasil akhirnya, sebaiknya kita tidak a priori, baik kita pro atau kontra. Mengapa PD akhirnya mendukung? karena nalar publik ke sana, lalu lebih baik tidak melawan nalar publik ataukah alasan lain? Ini jg harus jelas. Soal Berly, itu juga sah-sah saja Anda mengatribusi demikian, meski kita berharap diskursus lebih pada argumennya apa, bukan siapa Berly ( konon 'correlation but not causation', Berly bicara itu mungkin terkait bahwa dia orang Indef, tapi tak serta merta karena ia orang Indef harus bicara demikian ). Lha, saya membahas mengenai Berly lebih pendek daripada komentar anda. Tadi pagi di 68H, ada wawancara jg dg Hendri Saparini dan Firdaus Jaelani ( LPS ). Saya kira tetap akan ada kejutan-kejutan, termasuk pertanyaan Henri, bagaimana dg kebijakan LPS soal pengucuran Rp 2 T (cmiiw) usai Perppu tidak disetujui DPR, apa landasan hukumnya? Ini saya kira jg persoalan yg patut didiskusikan lebih lanjut. Saya kira, yang sering luput dari perhatian adalah Apa yang terjadi kalau LPS tidak menolong Bank Century? Apakah ada jaminan bahwa masyarakat tetap tenang? Tidakkah dibiarkan kolapsnya suatu bank akan memunculkan pertanyaan lanjutan dalam benak masyarakat: Who's next? Siapa lagi yang akan dibiarkan kolaps? Pertanyaan tersebut tidak relevan dengan keadaan Bank Century (entah itu bank busuk atau tidak)-- tetapi menjadi sangat relevan dengan bank-bank lainnya yang dalam posisi limbung. Setidaknya ada 23 bank lainnya. Bila Bank Century ditolong - maka pertanyaan Who's Next? tidak bermakna lagi -- dan itu berarti 23 bank lain dalam keadaan selamat...
[Keuangan] Perdebatan tentang Century di Facebook
Ini potongan debat saya dengan Martin Panggabean. Poltak Hotradero Saya TIDAK sependapat. Keputusan ekonomi adalah SELALU keputusan sulit. Tapi memang keputusan HARUS diambil. Penyelesaian secara hukum bisa saja dilakukan tanpa harus ada yang mundur. Apalagi posisi Menteri Keuangan yang memang prioritas tanggung jawabnya terkait pelaksanaan Anggaran Negara Keputusan LPS membail out Bank Century adalah keputusan yang BENAR Apa yang terjadi kalau LPS tidak menolong Bank Century? Apakah ada jaminan bahwa masyarakat tetap tenang? Siapa yang mampu menjamin? Di tengah harga SUN saja anjlok 30%...? Di tengah capital flight USD 5 Milyar? Di tengah ekspor yang jeblok? Tidakkah dibiarkan kolapsnya suatu bank akan memunculkan pertanyaan lanjutan dalam benak masyarakat: Who's next? Bank mana lagi yang akan dibiarkan kolaps? Pertanyaan tersebut tidak relevan dengan keadaan Bank Century (entah itu bank busuk atau tidak)-- tetapi menjadi sangat relevan dengan bank-bank lainnya yang dalam posisi limbung. Setidaknya ada 23 bank lainnya. Bila Bank Century ditolong - maka pertanyaan Who's Next? tidak bermakna lagi -- dan itu berarti 23 bank lain terselamatkan... Martin Panggabean Lha poltak, kalau kamu memamg bilang bank busuk, kenapa musti diselamatkan? Argumentasimu mengandalkan pd isyu TIMING yg tdk tepat 'kan? Juga, reaksi masyarakat tdk bisa kamu prediksi. Jangan2 mereka berfikir: hebat pemerintah kita percaya diri jd memang ekonomi kita kuat masy tdk perlu kuatir. Bisa saja begitu reaksinya 'kan? Bagaimana kalau faktanya KSSK tau bhw biayanya 6.5tn tapi krn takut tdk bisa dijusl ke DPR maka diperhalus jd cuma 650bio ug toh nanti membengkak jd 6.5tn? Ini artinya sengaja berbohong. Kalo sdh berbohong, maka century jd tdk layak diselamatkan dong... Terakhir, keputusan menyelamatkan itu buksn isyu ekonomi, tapi ranah politik jd ada tanggung-jawab politik. Jd keputusan politik diambil dgn info ekonomi yg menyesatkan. Ya salah dong... @Martin: coba kita lihat apa yang terjadi pada krisis tahun lalu. Inggris tidak pernah mengalami bank rush sejak tahun 1870 - tetapi tahun 2008 terjadi rush di Northern Rock. Itu masih ditambah dengan rush di Bank RBS, yang likuiditasnya terancam habis dalam hitungan jam. Padahal itu semua sudah pakai garansi BOE. Lalu kita lihat juga apa yang terjadi pada Bank of East Asia di Hong Kong, yang di-rush bulan September 2008 hanya karena penyebaran pesan SMS. Apa iya, nasabah bank di Indonesia sedemkian tenangnya? Ternyata tidak. Kita yang di pasar modal tahu beberapa bank dalam tekanan besar akan likuiditas. Bisa dilihat dari lapkeu akhir tahun 2008, dibandingkan dengan posisi Q2 dan Q3 2008. Dan ini juga berarti bank-bank yang lebih kecil pun mengalami tekanan. Hanya perlu sedikit pemicu sebelum rush terjadi. Dalam kasus Bank of East Asia cuma diperlukan pesan SMS. Saya TIDAK PERCAYA kalau dibilang nasabah umum di Indonesia lebih pandai atau lebih rasional daripada nasabah di Inggris ataupun Hong Kong. Kalau mereka lebih percaya, lantas kenapa mayoritas tenor deposito di perbankan kita cuma 1-3 bulan saja? Dan bila rush bisa terjadi di Inggris atau Hong Kong -- APA ALASANNYA tidak bisa terjadi di Indonesia? @Martin : Tentang biaya bail out, akan menjadi relatif. Dalam situasi yang tidak menentu -- harga SUN saja mengalami swing sedemikian hebatnya. CDS Indonesia bulan September 2008 melonjak sampai 10x lipat dari posisi Januari 2008. Apa iya ongkos diperkirakan secara persis pada keadaan yang bergerak sekian standard deviasi?? Di Amerika saja para pengambil keputusan tidak mampu secara persis memprediksi berapa dana untuk menyelamatkan Citigroup dan AIG. Tingkat kerugian di Amerika saja melonjak dari USD 300 Billion menjadi hampir USD 1 Trillion Saya tidak bisa bayangkan berapa dana talangan LPS akan membengkak bila 23 bank mengalami rush... Padahal kita tahu berapa besar kemampuan LPS. Bila Rp. 6,7 Trilyun bisa menghentikan rush -- maka itu adalah biaya yang SANGAT MURAH dibandingkan total asset perbankan nasional. Anda tahu kan angkanya berapa...
[Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Ironi Penanganan Bank Century Batam Pos. Selasa, 01 September 2009 Augustinus Simanjuntak Dosen Fakultas Ekonomi UK Petra, Surabaya. DI tengah semakin jauhnya orientasi perbankan kita dari visi pemberdayaan ekonomi rakyat (kredit bagi usaha kecil dengan suku bunga rendah), pemerintah justru selalu bersikap protektif terhadap bank-bank yang pengelolaannya bermasalah. Kali ini, pola kesalahan dalam kasus penggelontoran dana BLBI ke bank-bank bermasalah pada 1998 diduga terjadi pula dalam upaya penyelamatan Bank Century. Sebagaimana diberitakan, pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa menyuntikkan dana (bailout) Rp 6,77 triliun ke Bank Century dengan dalih force majeure untuk menghindari dampak sistemis penyakit akut bank itu terhadap stabilitas perbankan nasional. Jadi, betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank bermasalah yang selama ini hanya mementingkan untung sebesar-besarnya ketimbang ikut program pengentasan kemiskinan dan membantu usaha kecil/menengah. Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Dugaan Penyimpangan Suntikan dana ke Bank Century seharusnya mengikuti prinsip-prinsip pemberian kredit dalam dunia perbankan, terutama prinsip kehati-hatian. Jika prinsip itu tidak dijalankan oleh LPS, pemberian bailout tersebut patut dicurigai sebagai tindakan yang berindikasi korupsi. Aneh, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mewajibkan semua bank berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Namun, LPS malah tidak hati-hati dalam memberikan bailout ke Bank Century. LPS seharusnya sejak awal menerapkan the five C's of credit analysis terhadap Bank Century sebagai debitor yang membutuhkan dana talangan. Artinya, LPS harus meneliti character (kejujuran pemilik bank), collateral (jaminan utang bank), capital (modal bank), capacity (kemampuan mengelola bank), dan condition of economy sebelum bailout diberikan. Sayang, prinsip itu rupanya tidak diterapkan oleh LPS. Padahal, dalam proses hukum Bank Century, pemilik Bank Century Robert Tantular dan beberapa pejabat Bank Century di Surabaya telah ditetapkan sebagai terdakwa atas tuduhan penggelapan dana nasabah. Bahkan, manajemen Bank Century telah terlibat dalam memasarkan produk reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas (ADS), yang jelas-jelas dilarang dalam pasal 10 UU Perbankan tentang batasan jenis-jenis usaha yang boleh dilakukan oleh bank. Artinya, dari segi the five C's of credit analysis, Bank Century sebenarnya tidak layak sama sekali mendapatkan dana talangan dari LPS. Tetapi, LPS justru mengucurkan dana sampai Rp 6,77 triliun ke bank itu. Ironis, bukan? Akibatnya, menurut anggota Komisi XI DPR Dradjad Wibowo, penyelamatan Bank Century malah berpotensi merugikan negara Rp 4,5 triliun hingga Rp 5 triliun pada 2011, saat LPS melepas kepemilikannya (Jawa Pos, 30/8). Belajar dari kasus BLBI 1998, LPS seharusnya justru lebih hati-hati dalam memberikan bantuan ke bank bermasalah saat krisis. Alasan pemerintah memberikan bailout agar penyakit Bank Century bisa berdampak sistemis terhadap perbankan nasional sebenarnya tidak cukup kuat. Publik hanya menuntut kejujuran pemerintah tentang bank yang bermasalah dan yang tidak atau bank yang patut ditalangi dan yang tidak patut. Karena itu, jika bailout sebesar triliunan rupiah tersebut ternyata tidak kembali ke negara, kasus tersebut tidak bisa lagi hanya dilihat dari aspek utang piutang antara LPS dengan Bank Centruty. Patut diduga pemberian suntikan ke Bank Century berindikasi korupsi (criminal act by contract). Pertanyaannya, ke mana saja larinya dana bailout itu?
Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
At 01:40 PM 11/25/2009, you wrote: Deposito bunganya menarik? Yang bener ajaSedang bercanda ya? Dan jangan lupa, bahwa setiap deposito dipungut pajak bunga 20%. Ke mana pajak itu mengalir? Untuk pembiayaan pembangunan. Masalah dengan usaha kecil di Indonesia adalah banyak dari mereka yang tidak bankable. Tidak tercatat dan tidak terdaftar, tidak punya surat izin, tidak bisa bikin business plan, tidak ngerti manajemen keuangan, dll. Masak iya bank menyalurkan uang masyarakat ke bisnis yang demikian? Kalau usaha kecil bisa tercatat dan terdaftar, punya surat izin, bisa bikin business plan, dan tahu prinsip-prinsip manajemen keuangan --- bank-bank itu akan REBUTAN untuk memberi kredit. BTW, anda sendiri sudah pernah terpikir untuk mendidik para UKM...? Apa yang sudah anda kerjakan untuk mereka? Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Ironi Penanganan Bank Century Batam Pos. Selasa, 01 September 2009 Augustinus Simanjuntak Dosen Fakultas Ekonomi UK Petra, Surabaya. DI tengah semakin jauhnya orientasi perbankan kita dari visi pemberdayaan ekonomi rakyat (kredit bagi usaha kecil dengan suku bunga rendah), pemerintah justru selalu bersikap protektif terhadap bank-bank yang pengelolaannya bermasalah. Kali ini, pola kesalahan dalam kasus penggelontoran dana BLBI ke bank-bank bermasalah pada 1998 diduga terjadi pula dalam upaya penyelamatan Bank Century. Sebagaimana diberitakan, pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa menyuntikkan dana (bailout) Rp 6,77 triliun ke Bank Century dengan dalih force majeure untuk menghindari dampak sistemis penyakit akut bank itu terhadap stabilitas perbankan nasional. Jadi, betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank bermasalah yang selama ini hanya mementingkan untung sebesar-besarnya ketimbang ikut program pengentasan kemiskinan dan membantu usaha kecil/menengah.
Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonomi yg effisien. Yg menyebabkan ineffisien alokasi kapital bisanya masalah HUKUM: PROPERTY RIGHT protection dan contract enforceability. Mungkin yg punya duit takut duitnya di kemplang wong contract susah di enforce. Just My 2 cents, Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 06:40:57 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Ironi Penanganan Bank Century Batam Pos. Selasa, 01 September 2009 Augustinus Simanjuntak Dosen Fakultas Ekonomi UK Petra, Surabaya. DI tengah semakin jauhnya orientasi perbankan kita dari visi pemberdayaan ekonomi rakyat (kredit bagi usaha kecil dengan suku bunga rendah), pemerintah justru selalu bersikap protektif terhadap bank-bank yang pengelolaannya bermasalah. Kali ini, pola kesalahan dalam kasus penggelontoran dana BLBI ke bank-bank bermasalah pada 1998 diduga terjadi pula dalam upaya penyelamatan Bank Century. Sebagaimana diberitakan, pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa menyuntikkan dana (bailout) Rp 6,77 triliun ke Bank Century dengan dalih force majeure untuk menghindari dampak sistemis penyakit akut bank itu terhadap stabilitas perbankan nasional. Jadi, betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank bermasalah yang selama ini hanya mementingkan untung sebesar-besarnya ketimbang ikut program pengentasan kemiskinan dan membantu usaha kecil/menengah. Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Dugaan Penyimpangan Suntikan dana ke Bank Century seharusnya mengikuti prinsip-prinsip pemberian kredit dalam dunia perbankan, terutama prinsip kehati-hatian. Jika prinsip itu tidak dijalankan oleh LPS, pemberian bailout tersebut patut dicurigai sebagai tindakan yang berindikasi korupsi. Aneh, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mewajibkan semua bank berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Namun, LPS malah tidak hati-hati dalam memberikan bailout ke Bank Century. LPS seharusnya sejak awal menerapkan the five C's of credit analysis terhadap Bank Century sebagai debitor yang membutuhkan dana talangan. Artinya, LPS harus meneliti character (kejujuran pemilik bank), collateral (jaminan utang bank), capital (modal bank), capacity (kemampuan mengelola bank), dan condition of economy sebelum bailout diberikan. Sayang, prinsip itu rupanya tidak diterapkan oleh LPS. Padahal, dalam proses hukum Bank Century, pemilik Bank Century Robert Tantular dan beberapa pejabat Bank Century di Surabaya telah ditetapkan sebagai terdakwa atas tuduhan penggelapan dana nasabah. Bahkan, manajemen Bank Century telah terlibat dalam memasarkan produk reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas (ADS), yang jelas-jelas dilarang dalam pasal 10 UU Perbankan tentang batasan jenis-jenis usaha yang boleh dilakukan oleh bank. Artinya, dari segi the five C's of credit analysis, Bank Century sebenarnya tidak layak sama sekali mendapatkan dana talangan dari LPS. Tetapi, LPS justru mengucurkan dana sampai Rp 6,77 triliun ke bank itu. Ironis, bukan? Akibatnya, menurut anggota Komisi XI DPR Dradjad Wibowo, penyelamatan Bank Century malah berpotensi merugikan negara Rp 4,5 triliun hingga Rp 5 triliun pada 2011, saat LPS melepas kepemilikannya (Jawa Pos, 30/8). Belajar dari kasus BLBI 1998, LPS seharusnya justru lebih hati-hati dalam memberikan bantuan ke bank bermasalah saat krisis. Alasan pemerintah memberikan bailout agar penyakit Bank Century bisa berdampak sistemis terhadap perbankan nasional sebenarnya tidak
Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonomi yg effisien. Yg menyebabkan ineffisien alokasi kapital bisanya masalah HUKUM: PROPERTY RIGHT protection dan contract enforceability. Mungkin yg punya duit takut duitnya di kemplang wong contract susah di enforce. Just My 2 cents, Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 06:40:57 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Ironi Penanganan Bank Century Batam Pos. Selasa, 01 September 2009 Augustinus Simanjuntak Dosen Fakultas Ekonomi UK Petra, Surabaya. DI tengah semakin jauhnya orientasi perbankan kita dari visi pemberdayaan ekonomi rakyat (kredit bagi usaha kecil dengan suku bunga rendah), pemerintah justru selalu bersikap protektif terhadap bank-bank yang pengelolaannya bermasalah. Kali ini, pola kesalahan dalam kasus penggelontoran dana BLBI ke bank-bank bermasalah pada 1998 diduga terjadi pula dalam upaya penyelamatan Bank Century. Sebagaimana diberitakan, pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa menyuntikkan dana (bailout) Rp 6,77 triliun ke Bank Century dengan dalih force majeure untuk menghindari dampak sistemis penyakit akut bank itu terhadap stabilitas perbankan nasional. Jadi, betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank bermasalah yang selama ini hanya mementingkan untung sebesar-besarnya ketimbang ikut program pengentasan kemiskinan dan membantu usaha kecil/menengah. Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Dugaan Penyimpangan Suntikan dana ke Bank Century seharusnya mengikuti prinsip-prinsip pemberian kredit dalam dunia perbankan, terutama prinsip kehati-hatian. Jika prinsip itu tidak dijalankan oleh LPS, pemberian bailout tersebut patut dicurigai sebagai tindakan yang berindikasi korupsi. Aneh, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mewajibkan semua bank berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Namun, LPS malah tidak hati-hati dalam memberikan bailout ke Bank Century. LPS seharusnya sejak awal menerapkan the five C's of credit analysis terhadap Bank Century sebagai debitor yang membutuhkan dana talangan. Artinya, LPS harus meneliti character (kejujuran pemilik bank), collateral (jaminan utang bank), capital (modal bank), capacity (kemampuan mengelola bank), dan condition of economy sebelum bailout diberikan. Sayang, prinsip itu rupanya tidak diterapkan oleh LPS. Padahal, dalam proses hukum Bank Century, pemilik Bank Century Robert Tantular dan beberapa pejabat Bank Century di Surabaya telah ditetapkan sebagai terdakwa atas tuduhan penggelapan dana nasabah. Bahkan, manajemen Bank Century telah terlibat dalam memasarkan produk reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas (ADS), yang jelas-jelas dilarang dalam pasal 10 UU Perbankan tentang batasan jenis-jenis usaha yang boleh dilakukan oleh bank. Artinya, dari segi the five C's of credit analysis, Bank Century sebenarnya tidak layak sama sekali mendapatkan dana talangan dari LPS. Tetapi,
[Keuangan] Re: Perdebatan tentang Century di Facebook (bag. II)
Intinya keputusan yang menurut bung Poltak (PH) maha sulit itu telah dilakukan. Mempertanyakan kenapa keputusan itu diambil, tidak ada gunanya, toh jarum jam tak bisa diputar ulang, kan? Kalo kita baca notulen KKSK yang sudah beredar, dengan asumsi notulen itu benar, dan anyway tak ada yang tahu persis apa yang terjadi pada rapat itu, selain yang ada diruangan itu, bukan? nampak benar bahwa sikap konservatisme dan extra hati2-lah yang dikedepankan BI. Sebagi bank central, BI sama sekali tak mau mengambil resiko sekecil apapun. karena, debat mengenai apakah Century dapat dimasukkan kedlam bank berdampak sistemik, cukup tajam. Alasan BI, yang dilaporkan dalam notulen itu, hanya semata2 mempertimbangkan aspek pysikologis, mirip seperti apa yg disampaikan PH diforum ini berkali-kali. Rupanya para pengambil keputusan di KKSK, sepakat dengan sikap extra hati2 BI, untuk menyelamatkan Century. Mungkin juga karena pada saat itu, perkiraan biaya yang diajukan cuma 650bio. PS. sebagai banker, yang memang dilatih untuk bersikap konservatif, saya sungguh mengerti dan memahami, kenapa harus opsi penyelamatan yang harus diambil.jadi bagi saya keputusan itu ngak maha-maha sulit banget deh, wong cuma 650 bio untuk menghindari sistemic risk, sangat-sangat murah. Nah jika sekarang ternyata bahwa ongkosnya kemudian membengkak menjadi 6,7T, alias 10 kali lipat dari perkiraan semula. Maka, menurut saya justru ini yang perlu kita telusuri. Apakah ada informasi yang sengaja ditutupi pada saat pengambilan keputusan? apakah ada ketidak akuratan pengolahan data? dan sederet apakah lainnya yang relevan jelas bukan kesalahan kecil jika dalam suatu rapat yang membahas nasib negara ada data ngawur yang dijadikan pijakan. Sayang, perdebatan hanya berkutat soal sistemic atau bukan sistemicatau sengaja? supaya selsih antara 6,7T-650Bio tidak diributkan? soal setelah duit 6,7 digelontorkan Pemerintah cq LPS, lari kemana tuh duit, saya kok juga ngak perduli. Bukan karena saya deposan disana... ngak lah... tapi kalo Anda punya duit di Bank yang hampir ditutup, ngak mungkin Anda nyimpan uang disana, ketika bank itu diselematkan kan? lagian itu haknya deposan kok? mau Sampurna, mau keluarga pejabat, mau kerabat siapa ajangak bisa dihalangi untuk narik duitnya. Audit BPK pun nampaknya cuma menyoroti, kecurangan2 atau miss management century tapi bagaimana itu sampai tidak termonitor BI sampai bertahun2, mestinya merupakan objective dari audit itu... kesengajaan? kalalaian? ketidak sempurnaan system? atau apa? Ada anggota millis ini yang karyawan BI. Saya juga banker dan tak ada maksud saya mendiskreditkan BI. Saya percaya karyawan BI bageur-bageur, soleh-soleh... jadi mestinya ini ketidaksengajaan karena ketidaksempurnaan sistem. Secara individual tak ada yang salah. --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero hotrad...@... wrote: Poltak Hotradero @Ismed: Mengenai telusuran ke mana dana mengalir dan ke siapa -- silahkan dilakukan. Toh bisa diadakan audit forensik. TETAPI bahwa pejabat publik di sektor keuangan di saat itu memang HARUS mengambil keputusan (dan keputusan itu MAHA SULIT) -- maka HARUS dibedakan antara keputusan penyelamatan sistem keuangan nasional dengan isi Bank Century itu sendiri. Keduanya terpisah. (Itu sebabnya mengapa saya tidak setuju dengan pendapat anda tentang Ibu Ani dan Pak Boediono) Bila tidak, maka yang terjadi adalah preseden buruk di masa depan. Kenapa? Karena tidak akan ada pejabat negara lagi yang berani membail out bank. Mereka akan RAGU. Dan ini SANGAT BERBAHAYA. Great Depression tahun 1930-an terjadi karena hal ini, yaitu saat Federal Reserve RAGU untuk membail out bank pertama yang kolaps. Apa yang kemudian terjadi? SEMBILAN RIBU BANK kolaps semasa Great Depression... Sialnya, di Indonesia bank cuman ada 300-an...
Bls: [Keuangan] Re: Perdebatan tentang Century di Facebook (bag. II)
Bli Oka, Saya setuju, perdebatan sistemik atau tidak sistemik memang bercabang, masing2 punya argumen, karena dampak ini tak terukur tapi bisa dibayangkan. Saya setuju kita fokus ke soal hukum, kriteria untuk menyebut sistemik apa, lalu landasannya apa, harus jelas. Lalu kenapa amandemen aturan2 dibuat tiba2 (terkesan dipaksakan), bahkan konon ada kucuran Rp 2,2 T usai Perppu ditolak? (ini fakta, bukan opini). Sulit - atau maha sulit sekalipun - rasanya tetap tak boleh abai pada landasan hukum. Mana ada jabatan bebas risiko dan netral? tidak ada, terlebih jabatan ini adalah jabatan politik, dan keputusannya ya politis. Implikasinya ya membengkaknya kucuran uang itu. jangan2 ini akibat kesalahan sistemik yang dilakukan otoritas yg selama ini tak melakukan fungsi kontrol secara baik. Kesalahan sistemik dalam mengambil keputusan soal dampak sistemik, artinya yang membuat rush dan panic adalah otoritas yg tak mempunyai posisi hegemonik. salam Dari: oka oka.wid...@indosat.net.id Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:19:12 Judul: [Keuangan] Re: Perdebatan tentang Century di Facebook (bag. II) Intinya keputusan yang menurut bung Poltak (PH) maha sulit itu telah dilakukan. Mempertanyakan kenapa keputusan itu diambil, tidak ada gunanya, toh jarum jam tak bisa diputar ulang, kan? Kalo kita baca notulen KKSK yang sudah beredar, dengan asumsi notulen itu benar, dan anyway tak ada yang tahu persis apa yang terjadi pada rapat itu, selain yang ada diruangan itu, bukan? nampak benar bahwa sikap konservatisme dan extra hati2-lah yang dikedepankan BI. Sebagi bank central, BI sama sekali tak mau mengambil resiko sekecil apapun. karena, debat mengenai apakah Century dapat dimasukkan kedlam bank berdampak sistemik, cukup tajam. Alasan BI, yang dilaporkan dalam notulen itu, hanya semata2 mempertimbangkan aspek pysikologis, mirip seperti apa yg disampaikan PH diforum ini berkali-kali. Rupanya para pengambil keputusan di KKSK, sepakat dengan sikap extra hati2 BI, untuk menyelamatkan Century. Mungkin juga karena pada saat itu, perkiraan biaya yang diajukan cuma 650bio. PS. sebagai banker, yang memang dilatih untuk bersikap konservatif, saya sungguh mengerti dan memahami, kenapa harus opsi penyelamatan yang harus diambil.jadi bagi saya keputusan itu ngak maha-maha sulit banget deh, wong cuma 650 bio untuk menghindari sistemic risk, sangat-sangat murah. Nah jika sekarang ternyata bahwa ongkosnya kemudian membengkak menjadi 6,7T, alias 10 kali lipat dari perkiraan semula. Maka, menurut saya justru ini yang perlu kita telusuri. Apakah ada informasi yang sengaja ditutupi pada saat pengambilan keputusan? apakah ada ketidak akuratan pengolahan data? dan sederet apakah lainnya yang relevan jelas bukan kesalahan kecil jika dalam suatu rapat yang membahas nasib negara ada data ngawur yang dijadikan pijakan. Sayang, perdebatan hanya berkutat soal sistemic atau bukan sistemic atau sengaja? supaya selsih antara 6,7T-650Bio tidak diributkan? soal setelah duit 6,7 digelontorkan Pemerintah cq LPS, lari kemana tuh duit, saya kok juga ngak perduli. Bukan karena saya deposan disana... ngak lah... tapi kalo Anda punya duit di Bank yang hampir ditutup, ngak mungkin Anda nyimpan uang disana, ketika bank itu diselematkan kan? lagian itu haknya deposan kok? mau Sampurna, mau keluarga pejabat, mau kerabat siapa ajangak bisa dihalangi untuk narik duitnya. Audit BPK pun nampaknya cuma menyoroti, kecurangan2 atau miss management century tapi bagaimana itu sampai tidak termonitor BI sampai bertahun2, mestinya merupakan objective dari audit itu... kesengajaan? kalalaian? ketidak sempurnaan system? atau apa? Ada anggota millis ini yang karyawan BI. Saya juga banker dan tak ada maksud saya mendiskreditkan BI. Saya percaya karyawan BI bageur-bageur, soleh-soleh. .. jadi mestinya ini ketidaksengajaan karena ketidaksempurnaan sistem. Secara individual tak ada yang salah. --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Poltak Hotradero hotrad...@. .. wrote: Poltak Hotradero @Ismed: Mengenai telusuran ke mana dana mengalir dan ke siapa -- silahkan dilakukan. Toh bisa diadakan audit forensik. TETAPI bahwa pejabat publik di sektor keuangan di saat itu memang HARUS mengambil keputusan (dan keputusan itu MAHA SULIT) -- maka HARUS dibedakan antara keputusan penyelamatan sistem keuangan nasional dengan isi Bank Century itu sendiri. Keduanya terpisah. (Itu sebabnya mengapa saya tidak setuju dengan pendapat anda tentang Ibu Ani dan Pak Boediono) Bila tidak, maka yang terjadi adalah preseden buruk di masa depan. Kenapa? Karena tidak akan ada pejabat negara lagi yang berani membail out bank. Mereka akan RAGU. Dan ini SANGAT BERBAHAYA. Great Depression tahun 1930-an terjadi karena hal ini, yaitu saat Federal Reserve RAGU untuk membail out bank pertama yang kolaps. Apa yang kemudian
Re: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Saya ngga ngerti maksud nya, Tapi yg jelas harus dibedakan antara personal/social liberal dan ekonomi/pasar liberal. Coba ikut kuis ini deh, nanti ngerti maksud saya : www.theadvocates.org/quiz.html Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 15:17:06 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonomi yg effisien. Yg menyebabkan ineffisien alokasi kapital bisanya masalah HUKUM: PROPERTY RIGHT protection dan contract enforceability. Mungkin yg punya duit takut duitnya di kemplang wong contract susah di enforce. Just My 2 cents, Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 06:40:57 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Ironi Penanganan Bank Century Batam Pos. Selasa, 01 September 2009 Augustinus Simanjuntak Dosen Fakultas Ekonomi UK Petra, Surabaya. DI tengah semakin jauhnya orientasi perbankan kita dari visi pemberdayaan ekonomi rakyat (kredit bagi usaha kecil dengan suku bunga rendah), pemerintah justru selalu bersikap protektif terhadap bank-bank yang pengelolaannya bermasalah. Kali ini, pola kesalahan dalam kasus penggelontoran dana BLBI ke bank-bank bermasalah pada 1998 diduga terjadi pula dalam upaya penyelamatan Bank Century. Sebagaimana diberitakan, pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa menyuntikkan dana (bailout) Rp 6,77 triliun ke Bank Century dengan dalih force majeure untuk menghindari dampak sistemis penyakit akut bank itu terhadap stabilitas perbankan nasional. Jadi, betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank bermasalah yang selama ini hanya mementingkan untung sebesar-besarnya ketimbang ikut program pengentasan kemiskinan dan membantu usaha kecil/menengah. Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Dugaan Penyimpangan Suntikan dana ke Bank Century seharusnya mengikuti prinsip-prinsip pemberian kredit dalam dunia perbankan, terutama prinsip kehati-hatian. Jika prinsip itu tidak dijalankan oleh LPS, pemberian bailout tersebut patut dicurigai sebagai tindakan yang berindikasi korupsi. Aneh, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mewajibkan semua bank berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Namun, LPS malah tidak hati-hati dalam memberikan bailout ke Bank Century. LPS seharusnya sejak awal menerapkan the five C's of credit analysis terhadap Bank Century sebagai debitor yang membutuhkan dana talangan. Artinya, LPS harus meneliti character (kejujuran pemilik bank), collateral (jaminan utang bank), capital (modal bank), capacity (kemampuan mengelola bank), dan condition of economy sebelum bailout diberikan. Sayang, prinsip itu rupanya tidak diterapkan oleh LPS. Padahal, dalam proses hukum Bank Century, pemilik Bank Century Robert Tantular dan beberapa pejabat Bank