Re: [Keuangan] OOT: Jakarta: Sekolah Masuk Pagi (06.30) , Kok Makin Macet Sih? Sudah yang evaluasi?

2010-08-02 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Benar juga.
Selama ini pendapat yg berkembang adalah memisahkan pusat pemerintah dengan
pusat bisnis.
Contoh2 yg beredar adalah negara2 dengan ibukota berbeda dengan pusat
ekonomi.
Tapi gak tau juga apakah kedua fungsi itu akan tetap bersatu sampai
seterusnya.
Mungkin bisa dipelajari pemindahan ibukota negara yg berhasil maupun yg
gagal.


Dody




2010/8/2 Hardi Darjoto hardi...@gmail.com



 Ada London, Tokyo, Paris, Moskow yg juga megapolitan sekaligus ibukota
 seperti Jakarta tapi bisa berfungsi lebih baik dr jakarta.

 Saya kira masalahnya pada sistem angkutan massal dan dukungan bagi pejalan
 kaki. Di Tokyo misalnya mereka bisa sediakan trotota selebar 8-10 m untuk
 menampung penumpang kereta yang keluar dr stasiun. Lebih lebar dr jalan
 mobil.

 Hardi




[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Nilai Pecahan Rupiah Bakal Dipangkas?

2010-08-02 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Mas Agung,


Kalau redenominasi berhasil, selain utk akunting  sistem pembayaran, dalam
jangka panjang dampaknya juga akan bagus.
Rupiah jadi lebih pede.
Kalau kini satu dollar = Rp. 9.000,-, nantinya satu dollar = Rp.9,-

Dalam jangka pendek harus hati2.
Agar diantisipasi kemungkinan pedagang melakukan round up harga.
Jika harga saat ini Rp.9.000, mestinya dalam nominal baru menjadi Rp. 9,-
Namun karena praktik round up harganya menjadi Rp. 10,-
Akibatnya timbul inflasi 11% tanpa faktor lain selain round up itu sendiri.
Dan round up di hulu akan terus terbawa sampai ke hilir.
Repotnya, pengeluaran round up, sementara penghasilan tetap.

Sebagai antisipasi, usulan pak Rachmad utk menggunakan uang lama  uang baru
bagus.
Selain itu, toko/pedagang/merchant juga bisa mencantumkan dua harga.

Btw, kalau isu ini isu lama, mungkin bisa di-share kajian BI tentang
redenominasi ini.
Selain topik ini sudah jadi pembicaraan publik, juga untuk memberikan
informasi yg sejelas2nya kepada masyarakat.
Mungkin informasi yg sampai di masyarakat saat ini baru sebagian kecil dari
yg diketahui BI.

Salam,
Dody





2010/8/3 agungpurw...@gmail.com



 Isu ini sebenarnya bukan isu baru di lingkungan intern BI. Kalo gak salah
 sudah muncul sejak jaman Burhanuddin Abdullah.
 Redenominasi berbeda dengan sanering. Kalo sanering, nilai uang turun,
 namun kalau redenominasi nilainya tetap, cuman jumlah angka 0 nya yang
 berkurang.
 Tujuan policy ini lebih ke arah fungsi akunting dan sistem pembayaran.
 Simplenya...untuk penyederhanaan. Bayangkan biaya sistem informasi yang
 dihemat. Memang ada implikasinya. Justru itu yang akan dipersiapkan dan
 disosialisasikan dengan hati-hati.

 Salam
 Agung
  __._,_.__



[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] OOT: Jakarta: Sekolah Masuk Pagi (06.30) , Kok Makin Macet Sih? Sudah yang evaluasi?

2010-08-02 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Sebetulnya tidak ada masalah apakah suatu kota memiliki fungsi tunggal atau
ganda,
kalau memang telah direncanakan dgn baik dan dipersiapkan dengan matang.

Mungkin ibukota negara perlu dipindah, katakanlah, setiap 100 tahun.
Seperti tetesan pasir, jumlah pasir terbanyak tepat berada di tengahnya.
Sementara yang paling sedikit pasirnya adalah yang paling jauh dari titik
jatuh pasir.
Jadi, kalau ibukota negara dipindah setiap 100 tahun, bisa jadi pemerataan
ekonomi buat daerah2.
Dan gak perlu terjadi urbanisasi tiap tahun yg bikin pusing DKI.


Dody




2010/8/2 herisetiono004 herisetiono...@yahoo.com.sg



 Saya belum melihat ada yang gagal. Malah banyak yang sukses seperti di
 Amerika, Turki dan Australia. Bisa saja Jakarta sebagai Megapolitan
 sekaligus Ibu Kota. Pertanyaan dana raksasa dari mana yang harus disediakan
 untuk merombak Jakarta ini. Bangun monorail saja nggak jalan jalan. Solusi
 lebih murah ya memindahkan lokasi. Pilihan Kalimantan memang yang paling
 ideal, masalahnya biayanya juga sangat besar. Yang paling realistis ya Bogor
 yang sudah ada 3 istana di sana. Pilihan lain adalah Jonggol, Sentul atau
 Bogor Utara.
 Pemindahan ke daerah daerah tersebut relatif tidak sebesar merombak Jakarta
 atau memindahkan ke luar pulau Jawa.





[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Dampak Ekonomi dari keluarnya fatwa Haram Merokok PP Muhammadiyah.

2010-03-09 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Bang Poltak,

Ada beberapa kemungkinan untuk jawaban no. 4:
1. Ada di no. 1 tulisan abang.
2. Kepentingan politik bisnis.
3. Belum tau betapa besar nilai ekonomi dari berhenti merokok.

Padahal perokok miskin akan mewariskan kemiskinannya sampai tujuh turunan.

Dody







From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Tue, March 9, 2010 2:53:42 PM
Subject: Re: [Keuangan] Dampak Ekonomi dari keluarnya fatwa Haram  Merokok PP 
Muhammadiyah.

At 12:47 PM 3/9/2010, you wrote:

Secara praktis, jika ditinjau secara logika, dengan keluarnya fatwa 
tersebut akan mengurangi jumlah perokok di Indonesia, yang akan 
mengurangi pendapatan produksi perusahaan rokok sehingga dapat pula 
mengakibatkan perusahaan rokok untuk mengurangi pekerja mereka 
(multiplier effect).


1. Fatwa bisa mengurangi jumlah perokok?  Belum tentu.  Perokok itu 
mahluk paling ndableg di seluruh jagat.  Udah tahu bakal penyakitan 
dan bisa terancam mati, impoten atau keguguran -- tapi tetap saja 
meneruskan merokok.  Apalah artinya kata-kata

2. Namun begitu, KALAUPUN jumlah perokok berkurang dan jumlah rokok 
yang terjual berkurang -- belum tentu efeknya negatif terhadap ekonomi.

Mengapa?  Karena dengan berkurangnya kegiatan merokok - maka terdapat 
penurunan tajam terhadap biaya kesehatan.  Dari kalkulasi sederhana, 
di mana seseorang berhenti merokok sebungkus sehari (Rp. 15 ribu) -- 
maka dalam satu tahun bisa dikumpulkan sekitar Rp. 5,5 Juta.  Bila 
ini dilakukan 10 Juta orang saja -- berarti dalam setahun sudah 
terkumpul daya beli sebesar Rp. 55 Trilyun, yang bila diinjeksikan 
dalam sistem keuangan (lewat jalan menabung) -- akan menghasilkan 
daya bangun setidaknya 7-10x lipat angka itu (sesuai dengan leverage 
sistem perbankan).

Itu kalau masuk ke sistem perbankan.  Kalaupun tidak, maka duit Rp. 
55 Trilyun itu akan cukup buat bikin jalan tol ratusan 
kilometer.  Kalau buat bikin pembangkit listrik -- yang kelas PLTN 
pun sanggup kita bikin.  Kalaupun mau buat pertahanan (supaya 
Indonesia nggak kecolongan ikan melulu) cukup untuk membeli 57 kapal 
perang kelas paling top yaitu Aegis (dengan harga masing-masing 100 
Juta Dollar - berikut maintenance)

Kalau buat disalurkan sebagai beasiswa -- cukup untuk mencetak 40 
RIBU PhD (ex Inggris sebagai standar biaya)... (ini berarti lebih 
banyak daripada total jumlah PhD yang sekarang dimiliki 
Indonesia).  Dan bila dilakukan secara konsisten dalam 3-4 tahun -- 
kita akan dapat memilki PhD lebih banyak daripada seluruh sisa ASEAN 
dijadikan satu.

3. Kalau ikut menghitung biaya kesehatan yang dihemat ditambah dengan 
usia yang lebih panjang (dan berarti kegiatan produktif yang lebih 
besar lagi) -- maka keuntungan yang bisa diperoleh akan mencapai 
ukuran Ratusan Trilyun per tahun.  Dan ini berarti terdapat sumber 
modal yang memungkinkan ekonomi Indonesia bertumbuh lebih cepat 2-3% 
daripada keadaan sekarang.

Itu cuma karena 10 Juta orang berhenti merokok dan uang yang dihemat 
dimanfaatkan untuk hal lain...

Coba kalau 20 Juta orang?  30 Juta orang?

Soal pengangguran karena pabrik rokok atau kebun tembakau bangkrut -- 
rasanya masih jauh lebih ringan dan murah daripada potensi yang bisa 
dicapai -- karena toh hanya dengan 10 Juta yang berhenti merokok 1 
bungkus sehari -- sudah tercipta daya bangun yang luar biasa seperti 
saya sebut di atas...

4. Pertanyaannya: kalau tahu potensi ekonominya sedemikian besar - 
lantas kenapa cuman fatwa Muhammadyah saja  Kenapa nggak sekalian 
dimasukin dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ataupun sekalian di 
Undang-Undang Dasar?  :)



  

[Non-text portions of this message have been removed]



[Millis AKI- stop smoking] RE: [Keuangan] Dampak Ekonomi dari keluarnya fatwa Haram Merokok PP Muhammadiyah.

2010-03-09 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Bang poltak,

Jawaban utk no. 4, saya kira, ada di nomor 1.

Dody

-Original Message-
From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com
Sent: Tuesday, March 09, 2010 2:53 PM
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] Dampak Ekonomi dari keluarnya fatwa Haram  Merokok PP 
Muhammadiyah.

At 12:47 PM 3/9/2010, you wrote:

Secara praktis, jika ditinjau secara logika, dengan keluarnya fatwa 
tersebut akan mengurangi jumlah perokok di Indonesia, yang akan 
mengurangi pendapatan produksi perusahaan rokok sehingga dapat pula 
mengakibatkan perusahaan rokok untuk mengurangi pekerja mereka 
(multiplier effect).


1. Fatwa bisa mengurangi jumlah perokok?  Belum tentu.  Perokok itu 
mahluk paling ndableg di seluruh jagat.  Udah tahu bakal penyakitan 
dan bisa terancam mati, impoten atau keguguran -- tapi tetap saja 
meneruskan merokok.  Apalah artinya kata-kata

2. Namun begitu, KALAUPUN jumlah perokok berkurang dan jumlah rokok 
yang terjual berkurang -- belum tentu efeknya negatif terhadap ekonomi.

Mengapa?  Karena dengan berkurangnya kegiatan merokok - maka terdapat 
penurunan tajam terhadap biaya kesehatan.  Dari kalkulasi sederhana, 
di mana seseorang berhenti merokok sebungkus sehari (Rp. 15 ribu) -- 
maka dalam satu tahun bisa dikumpulkan sekitar Rp. 5,5 Juta.  Bila 
ini dilakukan 10 Juta orang saja -- berarti dalam setahun sudah 
terkumpul daya beli sebesar Rp. 55 Trilyun, yang bila diinjeksikan 
dalam sistem keuangan (lewat jalan menabung) -- akan menghasilkan 
daya bangun setidaknya 7-10x lipat angka itu (sesuai dengan leverage 
sistem perbankan).

Itu kalau masuk ke sistem perbankan.  Kalaupun tidak, maka duit Rp. 
55 Trilyun itu akan cukup buat bikin jalan tol ratusan 
kilometer.  Kalau buat bikin pembangkit listrik -- yang kelas PLTN 
pun sanggup kita bikin.  Kalaupun mau buat pertahanan (supaya 
Indonesia nggak kecolongan ikan melulu) cukup untuk membeli 57 kapal 
perang kelas paling top yaitu Aegis (dengan harga masing-masing 100 
Juta Dollar - berikut maintenance)

Kalau buat disalurkan sebagai beasiswa -- cukup untuk mencetak 40 
RIBU PhD (ex Inggris sebagai standar biaya)... (ini berarti lebih 
banyak daripada total jumlah PhD yang sekarang dimiliki 
Indonesia).  Dan bila dilakukan secara konsisten dalam 3-4 tahun -- 
kita akan dapat memilki PhD lebih banyak daripada seluruh sisa ASEAN 
dijadikan satu.

3. Kalau ikut menghitung biaya kesehatan yang dihemat ditambah dengan 
usia yang lebih panjang (dan berarti kegiatan produktif yang lebih 
besar lagi) -- maka keuntungan yang bisa diperoleh akan mencapai 
ukuran Ratusan Trilyun per tahun.  Dan ini berarti terdapat sumber 
modal yang memungkinkan ekonomi Indonesia bertumbuh lebih cepat 2-3% 
daripada keadaan sekarang.

Itu cuma karena 10 Juta orang berhenti merokok dan uang yang dihemat 
dimanfaatkan untuk hal lain...

Coba kalau 20 Juta orang?  30 Juta orang?

Soal pengangguran karena pabrik rokok atau kebun tembakau bangkrut -- 
rasanya masih jauh lebih ringan dan murah daripada potensi yang bisa 
dicapai -- karena toh hanya dengan 10 Juta yang berhenti merokok 1 
bungkus sehari -- sudah tercipta daya bangun yang luar biasa seperti 
saya sebut di atas...

4. Pertanyaannya: kalau tahu potensi ekonominya sedemikian besar - 
lantas kenapa cuman fatwa Muhammadyah saja  Kenapa nggak sekalian 
dimasukin dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ataupun sekalian di 
Undang-Undang Dasar?  :)





Tapi yang ingin saya tanyakan:
Apakah dengan keluarnya fatwa tersebut, benardapat mengurangi jumlah 
perokok? Bagaimana dengan fatwa fatwa sebelumnya? Apakah juga 
terlaksana? Bagaimana pengaruh fatwa tersebut terhadap mayoritas 
perokok di Indonesia?

Mohon info dari rekan - rekan sekalian karena saya kurang begitu 
paham untuk urusan 'fatwa dan mubah' ini. Saya tidak bermaksud 
mendiskreditkan pihak manapun.

Regards,
Sheila


From: herisetiono004 
mailto:herisetiono004%40yahoo.com.sgherisetiono...@yahoo.com.sg
To: 
mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Tue, March 9, 2010 12:28:21 PM
Subject: [Keuangan] Dampak Ekonomi dari keluarnya fatwa Haram 
Merokok PP Muhammadiyah.

Maaf, postingan ini tidak membahas fatwa dari segi agama tetapi dari 
dampak ekonomi dari fatwa haram merokok yang dikeluarkan oleh PP 
Muhammadiyah. Fatwa ini tergolong sangat berani dan boleh dibilang 
pertama kali dikeluarkan oleh organisasi besar. Keputusan fatwa ini 
mengikat bagi seluruh anggota Muhammadiyah. Sebagai organisasi massa 
raksasa dengan jumlah anggota resmi maupun tidak resmi yang 
berjumlah puluhan juta, bergerak pada berbagai fasilitas umum di 
pendidikan/kesehata n dan tersebar di seluruh Indonesia, jelas 
keputusan ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap 
industri rokok di tanah air seperti bola salju yang menggelinding. 
Hanya saja kali ini bola saljunya sudah berbentuk bongkahan raksasa.

Barangkali rekan rekan bisa share akan nasib 

[Millis AKI- stop smoking] RE: [Keuangan] Dampak Ekonomi dari keluarnya fatwa Haram Merokok PP Muhammadiyah.

2010-03-09 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Sekedar menambahkan hitung2an bang poltak. Kalau uang rokok sebulan digunakan 
utk konsumsi sehat balita, maka selamatlah anak2 indonesia dari gizi buruk. 
Bapaknya sehat, anaknya pun sehat.

Terlintas dipikiran saya, seandainya pabrik rokok di indonesia ditutup, 
sementara kebiasaan para perokok dalam negeri belum berubah. Ada kemungkinan 
produk rokok asing akan masuk. Ini sekedar berandai2 aja. Industri mana yg 
tidak tergiur dgn pasar rokok indonesia.

Sebenarnya selain industri  rokok, siapa saja yg diuntungkan dari bisnis 
kepulan asap ini? Jadi teringat insiden hilangnya ayat rokok beberapa waktu 
lalu.


RE: [Keuangan] [oot] Pidato Presiden Menanggapi Kasus Century (II)

2010-03-04 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat


-Original Message-
From: Wong Cilik gajahpelan...@gmail.com
Sent: Friday, March 05, 2010 4:06 AM
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] [oot] Pidato Presiden Menanggapi Kasus Century (II)

May God Bless You pak President...
Tolong jaga Republik Indonesia kita supaya 2014 nanti Pemilu bisa memilih
anggota DPR yang baik dan tidak egois dan lebih intelek.

2010/3/5 anton ms wardhana ari.am...@gmail.com


[Non-text portions of this message have been removed]





=
Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com 
-
Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
-
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=
Perhatian :
- Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor 
posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links






[Keuangan] Dana LPS bukan uang negara was: UU no.31 1999 dan no. 20 2001- Definsi Tindak Pidana Korupsi dan Pegawai Negeri

2010-01-31 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Keuangan negara atau uang negara?
Akan jadi rancu kalau kedua hal ini dicampuradukkan.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah dana LPS adalah uang negara atau bukan.

Ada satu undang-undang lagi yang juga penting untuk jadi acuan hukum positif.
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pada pasal 22 ayat 3 UU ini muncul terminologi uang negara.
Berikut bunyinya: 

Pasal 22
(3) Uang negara disimpan dalam Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral.

Selanjutnya mari kita lihat pasal 28 ayat 1:

Pasal 28
(1) Pokok-pokok mengenai pengelolaan uang negara/daerah diatur dengan peraturan 
pemerintah setealh dilakukan konsultasi dengan bank sentral.




Sekarang mari kita lihat PP dimaksud, yaitu PP No. 39 Tahun 2007 tentang 
Pengelolaan Uang Negara/Daerah.

Pasal 1:
2. Kas Negara adalah tempat penyimpanan Uang Negara yang ditentukan oleh 
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh 
penerimaan negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran negara.
14. Uang Negara adalah uang yang dikuasai oleh Bendahara Umum Negara.


Siapa Bendahara Umum Negara?
Bendahara Umum Negara adalah Menteri Keuangan (pasal 7 ayat 1 UU No.1/2004 
tentang Perbendaharaan Negara).

Pada pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa Uang Negara meliputi rupiah dan valuta 
asing.
Pasal (2) berbunyi Uang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 
uang dalam Kas Negara dan uang pada Bendahara Penerimaan dan Bendahara 
Pengeluaran kementerian negara/lembaga.

Dari rangkaian pasal dan ayat pada UU dan PP di atas, sangat jelas bahwa dana 
LPS bukan uang negara karena bukan uang yang dikuasai Bendahara Umum Negara, 
tidak berada pada Kas Negara atau pada bendahara Penerimaan atau Bendahara 
Pengeluaran.

Semoga menjadi lebih terang.

Dody


Sumber:
UU No. 1/2004: 
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_perundanganid=320task=detailcatid=1Itemid=42tahun=2003
PP No. 39/2007: 
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_perundanganid=1755task=detailcatid=3Itemid=42tahun=2007







From: oka oka.wid...@indosat.net.id
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Fri, January 29, 2010 11:57:00 AM
Subject: Re: Bls: [Keuangan] UU no.31 1999 dan no. 20 2001- Definsi Tindak 
Pidana  Korupsi dan Pegawai Negeri


Saya bantu kutipkan ya mas Pras, yang terpenting saja yakni Definsi Keuangan 
Negara, kan ini yang lagi dibahas.

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.

Pasal 2
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1,
meliputi :
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan
mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan
umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak
ketiga;
c. Penerimaan Negara;
d. Pengeluaran Negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau
oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang,
barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/ perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam
rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau
kepentingan umum;
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan
fasilitas yang diberikan pemerintah.

MENARIK, huruf g Pasal 2, menurut UU ini kekayaan negara yang dipisahkan adalah 
bagian dari Keuangan Negara.

Oka



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Re: Dana LPS bukan uang negara was: UU no.31 1999 dan no. 20 2001- Definsi Tindak Pidana Korupsi dan Pegawai Negeri

2010-01-31 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Pak Oka,

Saya juga tiba pada kesimpulan yang sama.
Tapi yang terjadi adalah pencampuradukkan kedua terminologi ini.
Bahkan di antara petinggi hukum sendiri pun sering tidak dapat membedakan 
keduanya.

Oleh karena dana LPS adalah bagian dari keuangan negara tapi dana LPS bukan 
uang negara, maka ada perlakuan khusus di sini.
Baik pada tata cara penggunaannya maupun pertanggungjawabannya.

Satu hal lagi yang mungkin terlupa.
Core business LPS adalah sebagai penjamin, maka ada kemungkinan, di suatu 
waktu, ketika LPS akan mengalami kerugian atas aktivitasnya sebagai penjamin 
simpanan.
LPS bukan profit centre.
Sepanjang dana LPS digunakan sesuai dengan peruntukkannya dan dapat 
dipertanggungjawabkan secara hukum, maka kerugian LPS dapat dibenarkan.

Ada satu contoh di mana kerugian keuangan negara dapat dibenarkan secara hukum, 
yaitu bencana alam.
Kalau krisis finansial dapat dianalogikan sebagai bencana, maka dapat 
dibenarkan upaya2 yg diperlukan untuk memimalisir dan menghindari dampak krisis 
tersebut.

Salam,
Dody


Note:
Ada satu lagi UU yang perlu dijadikan hukum positif,
yaitu UU No.15 
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Ketiga UU tersebut merupakan trilogi UU bidang keuangan negara.





From: oka oka.wid...@indosat.net.id
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Mon, February 1, 2010 10:20:22 AM
Subject: [Keuangan] Re: Dana LPS bukan uang negara was: UU no.31 1999 dan no. 
20 2001- Definsi Tindak Pidana  Korupsi dan Pegawai Negeri

Wah terima kasih bung Dody, Anda merefer ke hukum positif lagi jadi menurut 
saya jutsru makin terang bukannya makin gelap. Saya sudah baca UU yang Anda 
sebutkan, UU tersebut adalah payung hukum terhadap bagaimana cara pengelolaan 
keuangan negara. Selain itu secara tegas juga disebutkan bahwa UU 1 2004  
mengenai Perbendaharaan Negara juga merefer ke UU 17 2003 mengenai Keuangan 
Negara.

Sayangnya saya bukan ahli hukum Tata Negara, namun dari UU yang sudah 
disebutkan disini (yakni UU Tipikor, UU Keuangan Negara  dan UU Perbendaharaan 
Negara) saya menyimpulkan sbb :
1. Uang Negara adalah uang yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Bendahara Umum 
Negara
2. Uang Negara adalah bagian dari Keuangan Negara
3. Salah satu unsur terjadinya Tipikor apabila dianggap DAPAT merugikan 
Keuangan Negara

Jadi jika ada yang mengatakan dana LPS adalah BUKAN uang negara, itu pernyataan 
yang benar. Namun jika dia mengetakan dana LPS adalah BAGIAN keuangan negara, 
itu juga benar.

Salam,



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century

2009-12-22 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Lama gak gabung.
Ikutan nimbrung.

Jurisprudensi soal Burhanuddin Abdullah dan dana YPPI BI tidak tepat digunakan.
Pertama, beda bentuk lembaga.
Kedua, beda sebab aliran dana.

Dody





From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Tue, December 22, 2009 4:07:40 PM
Subject: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century

Apakah Ketua BPK dan Wakil Ketua KPK bicara dalam bahasa politik dan Ketua LPS 
dalam bahasa hukum? bisa ya dan bisa tidak. Saya tak mau memperdebatkannya 
lebih jauh karena agaknya yg tidak jelas ada pada konsepnya sendiri. Tentang 
apa itu uang negara saya belum memiliki referensi yg cukup, karena Ketua BPK 
jika bicara demikian sesuai aturan, ia seharusnya bicara dlm bahasa hukum, pula 
Wakil Ketua KPK. Argumen Ketua BPK, tugasnya mengaudit keuangan negara dan 
sesuai UU LPS, lembaga ini wajib diaudit BPK, artinya terkait keuangan negara. 
Argumen Wakil Ketua KPK lain lagi, ia berargumen modal LPS dari negara dan jika 
kekurangan dana minta ke pemerintah. Lalu ada jurisprudensi soal Burhanudin 
Abdullan dan dana YPPI BI, di mana dana YPPI adalah uang negara yang dipisahkan 
tapi BA divonis merugikan keuangan negara dan dikukuhkan oleh MA.

Apa pun pendapat kita, sebaiknya juga hormat pada tafsir lembaga hukum ini.

Lalu soal sistemik-non sistemik. Saya terima penjelasan Anda. Tapi mengapa 
Miranda Gultom lalu mengelak dan justru mengatakan TIDAK SISTEMIK ketika 
diminta pendapat soal bail out ini (cmiiw, saya hanya baca di detikcom). Memang 
ia agak kabur dan tampak ragu, maka terkesan ia hendak melemparkan masalah ke 
Ketua KSSK. BA juga mengacu ke Northern Bank sebagaimana sering Anda contohkan, 
bahkan ia bertanya soal adakah teori (ilmu) lain, dan dijawab Boediono ada ilmu 
lain. Artinya mereka bicara dlm kasus yg sama, bukan berbeda.

salam



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta?
Apakah tidak ada pengecualian?

Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak efisien?
Apakah tidak ada pengecualian?

Bagaimana kasus negara lain?








From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM
Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote:
Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN
punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata.

Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit
diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan
konsumen/pelanggan. Boleh dikatakan keduanya natural monopoly.

Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi 
ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga 
kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun.

Saya rasa, kita harus berangkat dari tujuan menurunkan harga di level 
konsumen dengan disertai pertumbuhan bisnis yang menjangkau lebih 
banyak konsumen.



Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda
tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen
saham bisa tentunya).


Amerika Serikat tidak pernah punya perusahaan penerbangan milik negara.
KLM, Air France, dan Alitalia sudah merger menjadi satu.
British Airways sudah diprivatisasi, dan berencana untuk merger 
dengan Iberia Airlines dan American Airlines (dan mungkin ditambah 
dengan Qantas).

Penerbangan adalah bisnis yang beresiko sangat tinggi (lihat saja apa 
yang terjadi pada bangkrutnya PanAm, TWA, SwissAir, Delta, dan 
berbagai perusahaan penerbangan lainnya) - sehingga sudah seharusnya 
pemerintah tidak perlu punya perusahaan penerbangan (kalau memang 
tidak mampu menyediakan injeksi modal secara terus menerus).

Injeksi modal terus menerus berarti perusahaan menerima subsidi dari 
pembayar pajak, tanpa peduli apakah pembayar pajak tersebut menikmati 
layanan perusahaan tersebut atau tidak.

Harga diri bangsa terletak pada kemampuan memberi yang terbaik bagi 
sebanyak mungkin warga negara Indonesia.  Bukan dengan kemampuan 
memelihara perusahaan zombie.



Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada
akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi
departemen teknis.


Mengingat bahwa profit terkait dengan kontribusi penerimaan pajak dan 
redistribusi penerimaan tersebut kepada masyarakat -- maka saya 
justru mempertanyakan perusahaan yang terus menerus dibiarkan rugi 
atau tidak berkembang tetapi tetap dibiarkan hidup.

Bila bukan kepentingan pembayar pajak (masyarakat) dan penerima 
manfaat pembayaran pajak (yang juga masyarakat) -- lalu kita mau 
memperhatikan kepentingan siapa lagi??



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: Bls: [Keuangan] Kecerdasan finansial, bisakah diturunkan?

2009-10-06 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Bang Poltak,

Menurut si penulis buku,
selain faktor individu  keluarga,
faktor nasib  kebetulan juga punya andil menjadikan seseorang sebagai 
outlier.

Saya kira orang yang hidup pada sistem kapitalis lebih memiliki nasib  
kebetulan untuk menjadi outlier.









From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, October 6, 2009 5:18:37 PM
Subject: Re: Bls: [Keuangan] Kecerdasan finansial, bisakah diturunkan?

At 04:55 PM 10/6/2009, you wrote:


Jika Bang Poltak bisa menghitung secara kasar, kira2 ada berapa 
kapitalis besar yang hatinya mulia seperti Buffet ini?

Coba anda ambil buku Outliers karya Malcolm Gladwell.
Di situ ada daftar orang-orang terkaya sepanjang masa.

Anda bisa cek di wikipedia riwayat harta mereka dan apa yang 
dilakukannya sebelum mati dan hitung sendiri berapa ekor jumlahnya.



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Sunat Kuota Bandwidth Flash, Telkomsel Diancam Dilaporkan ke Polisi

2009-10-02 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Ada satu kisah nyata yang menarik yang mungkin dapat memberikan gambaran 
tentang rasa keadilan bagi konsumen.
Sayangnya, kisah ini tidak terjadi di Indonesia.

Kisah ini tentang tuntutan seorang nenek (konsumen) kepada Kmart, salah satu 
jaringan supermarket.
Dan ini terjadi di negara penghasil paham kapitalis: Amerika Serikat.
Siapakah pemenangnya? Sang nenek (konsumen).

Beritanya dapat di lihat di sini, di sini dan di sini.

Videonya dapat dilihat di sini.

Dody






From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Friday, October 2, 2009 1:39:15 PM
Subject: Re: [Keuangan] Sunat Kuota Bandwidth Flash, Telkomsel Diancam 
Dilaporkan ke Polisi

Simpel saja. Di dalam ekonomi Pancasila terkandung falsafah Keadilan Sosial 
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Artinya otomatis terdapat rasa keadilan bagi 
konsumen. Kalau sampai ada yang mengancam melaporkan polisi kan berarti 
konsumennya merasa tidak diperlakukan secara adil. Jadi itulah perlunya ekonomi 
Pancasila ditelaah, dikembangkan dan diamalkan dalam sendi sendi ekonomi bangsa 
Indonesia. 



  

[Non-text portions of this message have been removed]



[Keuangan] Re: Salah alamat kalau Menkeu kejam binti Zalim

2009-03-30 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat


Maaf judul threatnya belum diganti.


Saya kira pengalaman yg Pak Agus hadapi adalah paradigma lama.
Perbedaan pendapat dalam proses pembayaran adalah hal yg lazim.
Perbedaan ini timbul akibat perbedaan persepsi dalam memahami suatu aturan.
Jangankan di dalam tataran pemerintah, dalam satu rumah tangga berisi satu 
suami  satu istri saja bisa berbeda pendapat!

Perlu dipahami dualitas fungsi perbendaharaan.
Di satu sisi, perbendaharaan sebagai Bendahara Umum Negara (wajib bayar atas 
setiap tagihan negara).
Di sisi lain, perbendaharaan adalah benteng terakhir setiap satu rupiah 
pengeluaran negara.
Upaya meminimalisir perbedaan ini sudah dimulai sejak tahun 2005.
Satker dalam perintah pembayaran cukup melampirkan SATU lembar ringkasan 
kontrak dan surat pernyataan tanggungjawab belanja utk berapapun nilai 
pekerjaannya.
Tanggungjawab terhadap pekerjaan tersebut berada di tangan satker.
Kenapa?
UU Perbendaharaan secara tegas memisahkan kewenangan administratif dan 
komptabel.
Kewenangan administratif ada di tangan Pengguna Anggaran dan Kuasanya.
Kewenangan komptabel ada di tangan Bendahara Umum Negara dan Kuasanya.
Jelasnya silakan lihat UU No. 1/2004.

Sekuen yg Pak Agus sampaikan dapat dilihat dari sudut pandang berbeda:
1. Bila Depkeu tidak bersedia memberikan dispensasi, maka Depkeu dipandang 
mempersulit. Belum lagi politisasi masalah sehingga Depkeu dicap sebagai tidak 
kooperatif untuk memperbaiki nasib guru.
2. Ketika Depkeu memberikan dispensasi, namun kementerian yg diberikan 
kemudahan tidak menyelesaikan kewajibannya, maka kesalahan akan ditimpakan ke 
Depkeu.

Di sinilah pilihan sulit itu:
Ingin menegakkan aturan, namun dicap mempersulit
atau
memberikan dispensasi, namun akhirnya bermasalah karena mitra kerja tidak 
memenuhi janji?

Apa yg jadi pilihan Anda?

Dody






From: Agus Kuncoro guskunc...@gmail.com
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Monday, March 30, 2009 4:49:44 PM
Subject: Re: [Keuangan] Menkeu kejam binti Zalim

Saya pegawai Depkeu, pernah jadi Satker yang berwenang mengajukan pencairan
anggaran ke Depkeu juga (cq Perbendaharaan).
Pengalaman saya ada 2 sifat ambigu yang dilakukan oleh Bendahara Negara,
yaitu :
1) kadang2 Perbendaharaan sangat berkuasa dalam menyetujui atau menolak
Perintah Pembayaran; di sisi lain
2) kadang2 Perbendaharaan sangat tidak mau tahu apabila Pembayaran yang
telah dilakukan bermasalah di belakang hari.

Nah, kasus tunjangan guru ini sekuennya adalah :
1)  Depkeu merasa berkuasa ketika memberikan dispensasi pembayaran (meskipun
belum ada PP nya); kemudian
2)  Depkeu tidak mau mengambil resiko atas masalah yang akan timbul di
kemudian hari.

*maaf kalau salah 

salam,
guskun



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Salah alamat kalau Menkeu kejam binti Zalim

2009-03-30 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Pak Hengki, pencoretan suatu rencana pengeluaran tidak segampang yang Bapak 
pikirkan.
Apalagi menyangkut tunjangan jabatan guru yg notabene menyangkut hajat hidup 
orang banyak.
Apalagi kalau informasi tentang tunjangan ini sudah diberitakan media massa di 
seluruh Indonesia.
Apalagi kalau sudah dicantumkan UU ttg guru  dosen tsb?
UU ini tentu sudah dibahas dengan DPR  disahkan oleh Presiden.

Siapa yg mau pasang badan kalau belum terbitnya PP/Perpres menjadi ganjalan 
pembayaran?
Belum tentu para petinggi2 itu.
Semua berebut pasang muka kalau ada keberhasilan.
Tapi siapa yg mau pasang muka kalau ada masalah?

Bisa saja Depkeu cq. Ditjen Anggaran memberi bintang pada alokasi/mata anggaran 
tunjangan profesi tsb supaya tidak dapat dibayarkan Perbendaharaan sebelum 
PP/Perpres dibuat.
Tetapi siapa yg mau pasang muka kalau semua protes?

Bicara ttg keuangan negara tidak bisa lepas dari bicara ttg politik.
Ada cerita di balik cerita.
Yang kadang tidak dapat dipahami oleh sebagian orang.

Dody








From: Hengki Suherman hengsu112...@yahoo.com
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Monday, March 30, 2009 6:14:52 PM
Subject: Re: [Keuangan] Salah alamat kalau Menkeu kejam binti Zalim

Benar. Secara Teknis, yang membuat PP adalah Departemen yang bersangkutan, 
dalam hal ini adalah Depdiknas.  Tapi ketika penyusunan berapa anggaran dan 
untuk apa, Depkeu tentu memeriksa dasar hukum pemberian tunjangan.  Kalau tidak 
ada dasar  hukum, tentu akan dicoret oleh Depkeu saat penyusunan APBN.  Ketika 
akan mencairkan mata anggaran Tunjangan tersebut, tentu berdasarkan DIPA.  DIPA 
dibuat berdasarkan APB setiap Satker Lembaga Kementrian.  Bila tidak ada dalam 
APBN, maka tidak akan ada DIPA.  Bila tidak ada di di dalam DIPA, uang tidak 
keluar.  Gitu aja kok repot.  Kalo uang cair, sementara DIPAnya tdk ada,  siapa 
yang salah? 

Kalo sdh ada dalam APBN, berarti ada DIPA.  Uang bisa keluar.  Siapa yng 
meloloskan Mata anggaran Tunjangan tersebut? hehehe. Gitu aja repot.



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Tim Ekonomi Dijuluki 'Teh Botol'

2009-03-19 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Bang Poltak, kayaknya kurang fair kalau membandingkan Indonesia dengan Jerman 
atau Inggris.
Akumulasi kekayaan kedua negara ini jauh melebihi Indonesia.
Melihat iklim politik kita, sepertinya para tukang kibul itu masih mendapat 
tempat di media.



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] PNS diapakan? (was: Fw: Nonton Bung Poltak Hotradero

2008-08-04 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Memang benar, Bang Poltak.
Hingga akhir tahun 2003 perhitungan belanja pegawai  perlengkapannya masih 
berdasarkan jumlah pegawai.
Anggaran masih disusun berdasarkan input.
Bukan berdasarkan output.
Namun mulai tahun 2004, sudah mulai ada perubahan paradigma.
Dengan menggunakan pendekatan output dan berbasis kinerja.
Namun dalam praktiknya masih sulit.
Karena realita tidak seindah teori.
Saya kira selama jumlah pegawai masih seperti saat ini, pemerintah belum dapat 
berbuat banyak.

Golden handshake memang bisa jadi alternatif solusi.
Kalau pemerintah tak punya uang, ongkosnya bisa saja dibiayai dari hutang baru.
Cicilan pokok dan bunga bisa disesuaikan dengan biaya gaji yang dihemat pada 
tahun-tahun berikutnya.
Tapi supaya ongkos sosialnya tidak terlalu besar, sebaiknya para PNS ini diberi 
pelatihan wiraswasta dulu.
Supaya uang yang ada tidak jadi malah habis percuma.
Tidak semua PNS punya bakat wiraswasta.

Masalah shortfall investasi Taspen memang sudah kelihatan tanda-tandanya.
Mulai tahun 2009 rencananya seluruh biaya pensiun akan dibebankan lagi ke APBN.

Alternatif lainnya adalah dengan menggunakan sistem kontrak.
Sistem ini sebaiknya berjalan bersamaan dengan pola golden handshake.
Para PNS bekerja dalam jangka waktu tertentu.
Katakanlah 5 tahun.
Salah satu pertimbangan orang berminat jadi PNS adalah rasa aman.
Biar gaji kecil yang penting aman sampai pensiun.
Akibatnya kreativitas  kualitas cenderung dilumpuhkan.
Toh, kinerja baik atau jelek gaji bulanan tetap dibayarkan.
Dengan sistem kontrak, PNS dipacu utk mencapai target tertentu dan meningkatkan 
kinerja.
Kalau gagal, bisa diberhentikan.
Alternatif ini tentu harus dibarengi dengan memperkuat jabatan fungsional.
Kurangi jabatan struktural.
Dengan pola seperti ini, PNS yang bermasalah bisa dipecat.
Yang kinerjanya baik bisa dipertahankan dan dipromosikan.
Alternatif ini akan merombak total struktur  aturan kepegawaian yang ada.
Saya melihat pemerintah kesulitan menghadapi PNS yang bermasalah karena 
terhambat aturan kepegawaian.
Tapi tidak semua fungsi-fungsi pemerintah bisa dijalankan dengan PNS yang 
bekerja dengan sistem kontrak.
Silakan nilai plus minus sistem ini.
Atau mungkin ada alternatif lain?

Salam,
Dody Hutabarat


  

[Non-text portions of this message have been removed]