[ac-i] Fw: Lekra dan Politik Sastra.pdf [1 Attachment]

2010-04-04 Terurut Topik putu oka sukanta

- Original Message - 
From: sandalista 1789 
To: ultimus bandung 
Sent: Monday, March 15, 2010 2:05 PM
Subject: Lekra dan Politik Sastra.pdf 



 

Sampai jumpa di Bandung, saya hanya sebagai pendengar kok !

salam hangat
 putu oka sukanta (pos)



Re: [ac-i] Penghargaan Prestasi dan Dedikasi bidang Sastra/Penulisan bagi BMI/Mantan BMI Hong Kong

2010-04-04 Terurut Topik putu oka sukanta
Ini ide yang sangat baik dan patut direalisasikan. Saya mendukung.

salam hangat 
putu oka sukanta.
  - Original Message - 
  From: bonarine 
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, March 06, 2010 7:53 PM
  Subject: [ac-i] Penghargaan Prestasi dan Dedikasi bidang Sastra/Penulisan 
bagi BMI/Mantan BMI Hong Kong





Penghargaan Prestasi dan Dedikasi bidang Sastra/Penulisan bagi 
BMI/Mantan BMI Hong Kong





Selain sumbangan berupa devisa, Buruh Migran Indonesia (BMI) juga 
memiliki andil besar dalam bidang Budaya, termasuk Pariwisata. Selama ini kita 
kenal adanya buruh yang juga bekarya sebagai seniman, termasuk di antaranya 
sebagai penulis/sastrawan.  



Di dalam bidang penulisan, ada BMI-HK yang kemudian kembali ke tanah 
air dan hidup sebagai penulis/motivator (Eni Kusuma, Banyuwangi). Eni dipandang 
sebagai sosok yang mampu menginspirasi, terlebih bagi sesama BMI/mantan BMI. 
Etik Juwita, mulai jadi cerpenis ketika masih bekerja di Hong Kong, salah satu 
cerpennya yang pernah dimuat Jawa Pos berjudul Bukan Yem terpilih dan masuk 20 
Cerpen Terbaik Indonesia 2008 versi Pena Kencana. 



Karena ketrampilannya menulis, Tania Rosandini (Malang), bahkan 
kemudian alih pekerjaan dari  pekerja rumah tangga (di Hong Kong) menjadi 
jurnalis Radar Taiwan (di Taiwan). Ada beberapa BMI-HK yang juga bekerja 
sebagai koresponden tetap dan penulis lepas untuk media cetak yang terbit di 
Indonesia. 



Terbentuknya komunitas/organisasi seni di kalangan buruh migran asal 
Indonesia di Hong Kong seperti: Forum Lingkar Pena, Sanggar Budaya, Sekar Bumi, 
dan lain-lain yang tidak hanya terlibat dalam acara-acara di kalangan BMI, 
melainkan juga berpartisipasi dalam acara-acara kesenian antarbangsa 
menunjukkan bahwa mereka layak disebut juga sebagai Duta Bangsa di bidang 
Budaya/Pariwisata.





Para BMI/Mantan BMI-HK juga telah menunjukkan sumbangan yang nyata 
terhadap pemberdayaan bangsanya melalui penguatan/peningkatan program 
memasyarakatkan tradisi baca/tulis di kampung halaman mereka, seperti yang 
dibangun oleh Maria Bo Niok (Wonosobo, Jawa Tengah) dengan rumah baca Istana 
Rumbia-nya. Di Jawa Timur ada juga kelompok belajar seperti yang dibangun oleh 
Nadia Cahyani (Magetan) dkk.



Mereka, para BMI/Mantan BMI-HK berprestasi/berdedikasi itu telah 
menunjukkan bahwa kepergian mereka bukan hanya untuk mengentaskan diri dan 
keluarga mereka dari berbagai persoalan. Mereka ternyata telah menunjukkan  
kepedulian yang luar biasa terhadap masyarakat di sekitarnya. 



Oleh karena itulah, memberikan dukungan kepada mereka dalam bentuk 
penghormatan/penghargaan –betapa pun kecil nilai nominalnya—sebagai bentuk 
dukungan terhadap prestasi, dedikasi, konsistensi mereka adalah penting. 
Penting untuk lebih menginspirasi seluruh anak negri ini, bukan hanya sesama 
BMI/Mantan BMI. 



Forum Budaya Buruh Migran Indonesia (FBBMI) menggagas pemberian 
penghargaan bagi BMI/Mantan BMI-HK yang berprestasi, berdedikasi, dan konsisten 
terkait bidang penulisan/sastra dalam rangka ikut memeringati Hari Buruh 
Sedunia (1 Mei) 2010.



Penghargaan direncanakan diberikan dalam bentuk piagam, piala, dan 
sejumlah uang.

Penghargaan diberikan untuk: 



[1] Organisasi

Penghargaan Prestasi dan Dedikasi bidang Sastra/Penulisan Bagi 
BMI/Mantan BMI Hong Kong 2010 diberikan kepada sebanyak-banyaknya 3 organisasi 
yang:

[a] Berkedudukan di HK baik resmi (memiliki legalitas formal) maupun 
tidak resmi (informal)

[b] Menunjukkan aktivitas yang secara langsung maupun tidak langsung 
merupakan bagian dari upaya pemberdayaan diri/lingkungan melalui kegiatan 
membaca dan/atau menulis  

[c] lolos seleksi



[2] Perorangan

Penghargaan Prestasi dan Dedikasi bidang Sastra/Penulisan Bagi 
BMI/Mantan BMI Hong Kong diberikan kepada sebanyak-banyaknya 5 orang yang:

[a] berstatus sebagai BMI-HK/Mantan BMI-HK

[b] menunjukkan prestasi/dedikasi/konsistensi dalam bidang penulisan 
fiksi/nonfiksi.

[c] lolos seleksi



[3] Buku

Penghargaan Prestasi dan Dedikasi bidang Sastra/Penulisan Bagi 
BMI/Mantan BMI Hong Kong diberikan untuk sebanyak-banyaknya 10 buah buku yang:

[a] merupakan hasil karya BMI-HK/Mantan BMI-HK

[b] dapat berupa buku fiksi/nonfiksi

[c] lolos seleksi





Catatan:

[1] Ini masih berupa keinginan

[2] Tim Sleksi akan dibentuk kemudian

[3] Mohon masukan, doa restu, dll

[4] kontak: 

forumburuhmig...@gmail.com

nabone...@yahoo.com





   



  

[ac-i] PENYAMBUNG PERSAHABATAN Dng. Putra putri.HR.Bandaharo

2010-02-07 Terurut Topik putu oka sukanta
Para pembaca yang baik,
Kami sangat ingin menyambung tali persahabatn dengan putra putri Bung Hr. 
Bandaharo / Banda Harahap, sang penyair. Tak seorang berniat pulang, walau 
mati menanti.

Jika  diantara pembaca ada yang bisa membantu mengubungkan kami, atau jika 
putra putri Bung Banda berkenan, silakan hubungi kami:
Ny. Tuty Martoyo, Tlp. 021 7995122, Hp. 081289477765, aatau Putu Oka Sukanta, 
Tlp.021 4891938 Hp.08129186589.

Terimakasih atas kebaikan hati Anda.

salam hangat
putu oka
e-mail.poska...@indosat.net.id



Re: [ac-i] Musik etnik Bali

2010-01-05 Terurut Topik putu oka sukanta
Bung Gede Wayan Susana,
Saya mau beli satu keping. Bagaimana caranya? Kalau bisa dikirim, silakan  
dikirim ke alamat saya: Putu Oka Sukanta, Jl. Balai Pustaka I no.8 Rawamangun, 
Jakarta 13220.
HP.08129186589. 

Salam
putu oka
  - Original Message - 
  From: I Wayan Gede Susana 
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Sunday, January 03, 2010 2:33 PM
  Subject: [ac-i] Musik etnik Bali



  saya dan temen2 seniman musik bali telah menciptakan sebuah musik etnik bali 
dimana seruling sebagai alat utamanya kedalam sebuah cd, bagi temen2 yang ingin 
mendengarkan atau yang ingin membantu memasarkan silahkan hubungi hp saya

  wayan gede susana

  081802602789.

  terimakasih.


  

[ac-i] Buku LOBAKAN sudah terbit [1 Attachment]

2009-07-05 Terurut Topik putu oka sukanta
SUDAH TERBIT

Buku antologi cerita pendek LOBAKAN dari 12 pengarang berbagai generasi, 
laki-laki perempuan,  warga Indonesia dan asing, dengan tema Tragedi 
Kemanusiaan 1965/66 di Bali.

 

Lobakan adalah pelita tradisional rakyat Bali sebagai penerang jalan di 
kegelapan. 

 

Daftar Isi. 

Kata Pengantar  I Gusti Agung Ayu Ratih

Ketika berbicara tentang Bali, orang pada umumnya tidak menghubungkan pulau itu 
dengan tragedy, apalagi pembantaian. Bali adalah tempat para dewata bersemayam, 
perempuan melenggang bak bidadari dari pematang sawah terrasering, pantai 
menjulur laut biru kehijauan, suaka bagi mereka yang penat dan gelisah. Tak 
banyak yang pernah mendengar bahwa di balik seluruh keindahan dan keunikan Bali 
menyimpan sejarah kelam tentang pemberantasan orang-orang yang dianggap anggota 
atau simpatisan PKI di penghujung 1965.

1. Pemburu Buaya  / Dyah Merta 

   .ia seperti melihat ribuan kunang-kunang terbang ke angkasa beserta pekikan 
dan debam tubuh dijatuhkan ke sungai. Tak berapa lama tubuh-tubuh itu mulai 
mengalir di sungai...

2. Silsilah Merah / Fati Soewandi

Merelakannya.?Tidak, aku tidak rela. Aku tidak sanggup! Itu berarti aku harus 
menghapus semua kenangan dan ingatanPadahal hanya kenangan dan ingatan itu yang 
aku punya untuk melewatkan episode kelam dalam hidupku kini.

3. Bantiran / Gde Aryantha Soethama 

Duapuluh tahun kemudian,desa Jampi ramai oleh keluarga orang-orang yang 
dibantai. Mereka mencari tulang belulang untuk diaben Sesajen diletakkan  di 
tengah sawah yang sebulan lalu panen kedele

4. Kakek Perak /  Happy Salma 

Kakek Perak, aku sayang Kakek. Aku bangga menjadi cucumu! Kakek Perak yang 
berhati lapang, yang telah memaafkan masa lalunya, dan telah berdamai dengan 
hal-hal yang tak terduga di dalam hidupnya ini.

 

 

5. Laki laki Tua  yang Ingin Mati  / Kadek Sonia Piscayanti 

..Jantungnya berdegup kencang. Nalurinya mengatakan lari. Lari kemana? Sungai? 
Pura? Kuburan? Lari!

6. Mangku Mencari Doa di Daerah Jauh / Martin Aleida 

Begitulah, suatu pagi, ayah Mangku diseret ke tepi lubang, tengkuknya dihantam 
linggis, dan bersama jasad petani senasib, dia ditimbuni di lubang besar iitu, 
tanpa doa, konon pula airmata.

7. Bocah di Balik Pintu / May Swan 

Tidak, aku tidak akan kembali ke Bali, apa pun alasannya..Sebuah adegan 
menjelma di benaknya, kepala manusia lepas dari badan, ketika ditatap, ternyata 
itu bukan wajah ayahnya. Itu wajahnya sendiri

8. Cerita Galuh dan Wayan  / Ni Komang Ariani

Sudah lama Galuh mendengar suara-suara yang tidak ia ketahui sembernya. 
Suara-suara itu terdengar begitu lirih, namun Galuh yakin suara-suara itu 
sungguh ada..

9. Pidato / Putu Fajar Arcana 

Bapak-Bapak salah tangkap Mulut saya lalu seperti terkunci. Saya tidak mampu 
mengatakan hal lain...

10 Menjelang Tidur Kupadamkan Lampu ./ Putu Fajar Arcana,

Di bulan Desember, hujan hampir setiap hari mengguyur kota. Pada malam yang 
pekat, aku diciduk, tepatnya digiring ke sebuah gudang peninggalan Belanda..

11. Seonggok Daging Beku / Putu Fajar  Arcana,

Aku membaca peristiwa itu dalam sebuah catatan tulisan tangan yang dibuat Ayah 
pada masa-masa akhirnya di penjara.Sayangnya dalam catatan itu sama sekali 
tidak dituliskan mengapa Ayah sampai dijebloskan ke dalam penjara.

12. Made Jepun  / Putu Oka Sukanta

Kemana kakakmu?. Kan sudah di Balaibanjar. Bapakmu?. Juga sudah di 
Balaibanjar. Ibumu?. Mengantar makanan ke Balaibanjar. . Kamu juga 
seharusnya ditahan., kata lelaki itu dengan tegas mengejutkan Made Jepun. 
Kamu kan Gerwani.

13. Ia  Menangis di Depan Televisi  / Putu Oka Sukanta

Ya. Semua itu keponakan saya. Di PNI banyak keponakan, di PKI juga banyak 
keponakan. Mereka bergiliran minta tolong kepada saya, membuat tiang bendera, 
mengangkut barang-barang waktu pindah rumah. Waktu PKI bikin keramaian saya 
jadi kemanan. Waktu PNI membuat drama saya juga jadi keamanan...Maka sejak 
hari itu ia diberi tugas mengangkut mayat-mayat bergeletakan di sebelah timur 
Taman Pahlawan untuk dikuburkan..

 

14., Kerbau Bertanduk Emas /  Putu Oka Sukanta

Setelah upacara selesai, I Plutut menghampiri tamu yang menyaksikan upacara 
tersebut. Merinding bulu romanya karena orang-orang yang disebut sebagai algojo 
oleh iparnya ternyata hadir.

15. Warisan  / Putu Satria Kusuma 

Tidak ayah. Aku tidak mau bersembunyi lagi. Biarlah mereka menangkapku, yang 
penting aku bisa melepas rinduku menggendong Kadek bantah Wayan Guru.

16., Dadong  / Sunaryono Basuki KS 

Dalam doanya ia selalu berterimakasih kepada Hyang Widhi sebab telah diberi-Nya 
hidup. Dia juga memintakan maaf orang-orang yang telah membunuh keluarganya.

17..,Nyanyian yang Melintasi Pesisir sampai ke Bukit  / Sunaryono Basuki KS

Sekarang pasanglah telinga baik-baik. Tidakkah kau dengar suara nyanyian itu? 
Melengking nyaring bagai suara angin, mendayu-dayu bagai suara gesekan biola, 
kadang meratap bagai dua batang kayu yang bergesekan karena angin. Tidakkah kau 
dengar suara ratapan di

Re: [ac-i] INFO PENERBITAN BUKU

2009-03-20 Terurut Topik Putu Oka Sukanta
Mas Didik yb,
Soalnya file ada di disket kecil yang sudah tak bisa dibuka. Ada hardcopynya, 
dan saya minta tolong teman untuk diketik ulang, sambil saya koreksi dikit. 
Kalau sudah selesai diketik, saya kirimkan kepada mas Jali.

salam
putu oka
  - Original Message - 
  From: Ahmad Jalidu 
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, March 19, 2009 1:24 AM
  Subject: Re: [ac-i] INFO PENERBITAN BUKU


Wah.. salam hormat Pak..

Jika berkenan, saya tunggu filenya supaya saya bisa baca-baca dulu 
pak...
Siapa tahu nanti kita bisa kerjasama...

SAlam

Didik Adi Sukmoko (Jali)


--- On Tue, 17/3/09, Putu Oka Sukanta poska...@indosat.net.id wrote:

  From: Putu Oka Sukanta poska...@indosat.net.id
  Subject: Re: [ac-i] INFO PENERBITAN BUKU
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
  Date: Tuesday, 17 March, 2009, 6:38 AM


   

  Bung Ini tawaran yang menggiurkan. Saya akan kirim novel saya yang 
sudah pernah diterbitkan di majalah Minggu Pagi pada tahun 1964.

  Kebetulan saya berhasil menemukan majalah tsb. sesudah saya 
dipulangkan dari penjara di akhir th.70. Sekarang sedang saya tik ulang. Siapa 
tahu Bung berminat.


  salam
  Putu Oka Sukanta
  Jl. Balai Pustaka I No.8  Jakarta 13220.
  HP.08129186589


- Original Message - 
From: Ahmad Jalidu 
To: Seni BUdaya ; rumah cabaca ; Hendro Darsono ; Argo Hartono ; 
IACI ; media jogja ; Sri Kuncoro ; Benni ; Fina Ludwig ; penulisbestseller@ 
yahoogroups. com ; Akhmad Santoso ; Komunitas Sendangmulyo ; Sony Set ; 
Salahudin` SM ; hery sudiyono ; pojok teater ; Ngobrolin Teater ; Prihati Puji 
U. ; marina wardaja ; Agung Wijaya ; woroworosenikita@ yahoogroups. com 
Sent: Monday, March 16, 2009 2:38 AM
Subject: [ac-i] INFO PENERBITAN BUKU


  ANDA MENULIS BUKU

  Terbitkan Karya Anda!!! 



  Sebuah Penerbit Indie dari Jogjakarta menunggu tawaran naskah 
Anda untuk bermacam kategori :

a.. Fiksi Indonesia 
b.. Fiksi Klasik Dunia (terjemahan) 
c.. Sosial Budaya Nusantara (diutamakan budaya Jawa) 
d.. Islam dan Panduan Ibadah 
e.. Seni, ketrampilan dan Hoby 
f.. Sejarah dan Politik 
g.. Panduan Bisnis 
h.. Psikologi Populer dan pengembangan diri 
i.. Panduan teknik Komputer 
j.. Panduan Kesehatan Keluarga dan Anak


  Pastikan Karya Anda menarik dan memiliki nilai unggul 
sehingga Anda dan kami sama-sama sepakat bahwa naskah Anda layak diterbitkan…


  Mari.. berkembang bersama dan bersama mengembangkan diri dan 
bangsa Indonesia melalui buku-buku spektakuler dan bermutu…


  Kirim naskah Anda dalam bentuk soft copy berformat Ms Word 
dan PDF ke :

  gardab...@gmail. com


  atau kirim hardcopy ke :

  Penerbit GARDAWACA

  u/p : Didik Adi Sukmoko

  Karangmalang A-10B, Catur Tunggal, Depok, Sleman

  Yogyakarta.

  HP 08562856610


  Kami menunggu karya Anda!!! 



  Didik Adi Sukmoko

  Pemimpin Umum

 





Get your new Email address! 
Grab the Email name you've always wanted before someone else does! 
   




--
  New Email addresses available on Yahoo! 
  Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail.
  Hurry before someone else does!

  

Re: [ac-i] INFO PENERBITAN BUKU

2009-03-17 Terurut Topik Putu Oka Sukanta
Bung Ini tawaran yang menggiurkan. Saya akan kirim novel saya yang sudah pernah 
diterbitkan di majalah Minggu Pagi pada tahun 1964.

Kebetulan saya berhasil menemukan majalah tsb. sesudah saya dipulangkan dari 
penjara di akhir th.70. Sekarang sedang saya tik ulang. Siapa tahu Bung 
berminat.


salam
Putu Oka Sukanta
Jl. Balai Pustaka I No.8  Jakarta 13220.
HP.08129186589


  - Original Message - 
  From: Ahmad Jalidu 
  To: Seni BUdaya ; rumah cabaca ; Hendro Darsono ; Argo Hartono ; IACI ; media 
jogja ; Sri Kuncoro ; Benni ; Fina Ludwig ; penulisbestsel...@yahoogroups.com ; 
Akhmad Santoso ; Komunitas Sendangmulyo ; Sony Set ; Salahudin` SM ; hery 
sudiyono ; pojok teater ; Ngobrolin Teater ; Prihati Puji U. ; marina wardaja ; 
Agung Wijaya ; woroworosenik...@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, March 16, 2009 2:38 AM
  Subject: [ac-i] INFO PENERBITAN BUKU



ANDA MENULIS BUKU

Terbitkan Karya Anda!!! 





Sebuah Penerbit Indie dari Jogjakarta menunggu tawaran naskah Anda 
untuk bermacam kategori :

  a.. Fiksi Indonesia
  b.. Fiksi Klasik Dunia (terjemahan)
  c.. Sosial Budaya Nusantara (diutamakan budaya Jawa)
  d.. Islam dan Panduan Ibadah
  e.. Seni, ketrampilan dan Hoby
  f.. Sejarah dan Politik
  g.. Panduan Bisnis
  h.. Psikologi Populer dan pengembangan diri
  i.. Panduan teknik Komputer
  j.. Panduan Kesehatan Keluarga dan Anak



Pastikan Karya Anda menarik dan memiliki nilai unggul sehingga Anda dan 
kami sama-sama sepakat bahwa naskah Anda layak diterbitkan…



Mari.. berkembang bersama dan bersama mengembangkan diri dan bangsa 
Indonesia melalui buku-buku spektakuler dan bermutu…



Kirim naskah Anda dalam bentuk soft copy berformat Ms Word dan PDF ke :

gardab...@gmail.com



atau kirim hardcopy ke :

Penerbit GARDAWACA

u/p : Didik Adi Sukmoko

Karangmalang A-10B, Catur Tunggal, Depok, Sleman

Yogyakarta.

HP 08562856610



Kami menunggu karya Anda!!! 





Didik Adi Sukmoko

Pemimpin Umum


   




--
  Get your new Email address! 
  Grab the Email name you've always wanted before someone else does!

  

Re: [ac-i] Sitoyen Saint-Jean: Antara Hidup Dan Mati

2008-12-26 Terurut Topik putu oka sukanta
Buku ini bisa dibeli dimana Bung?

salam
putu oka
  - Original Message - 
  From: abdul kohar ibrahim 
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, December 25, 2008 5:26 PM
  Subject: [ac-i] Sitoyen Saint-Jean: Antara Hidup Dan Mati


Sitoyen Saint-Jean: Antara Hidup Dan Mati
Novel oleh A.Kohar Ibrahim
http://16j42.multiply.com/

 

 

SITOYEN SAINT-JEAN : ANTARA HIDUP DAN MATI 

 

Novel 

 

A.Kohar Ibrahim 

 

 

Penerbit : Yayasan Titik Cahaya Elka, Batam, Kepri, 2008. 

ISBN 987-979-25-8704-3 

 

ISI 

Pengantar Penerbit 

Sepatah Kata Hudan Hidayat 

 

* 

I 

Sitoyen 

 

II 

Servis Urgen 

 

III 

Bidadara Bidadari 

 

IV 

 Terowongan Maut : Kemenangan Hidup 

 

* 

 

Catkas tentang Penulis 

Catkas: Keterangan 

 

* 

   



   

[ac-i] TITIAN

2008-11-27 Terurut Topik putu oka sukanta
Para pembaca yang budiman,
Telah saya siarkan 13 cerpen dari 13 pengarang yang termuan dalam buku TITIAN. 
Masih ada beberapa cerpen dari beberapa pengarang yang sama tidak disiarkan, 
tkarena saya merasa sudah cukup apa yang telah disiarkan sebagai bahan 
perkenalan.
Jika menginginkan bukunya, silakan hubungi Penerbit Koekoesan, Jl. KH.Ahmad 
Dahlan V/10 Kukusan Depok 16425 Indonesia Tlp. 62 21 78893410. Penerbit ini 
juga yang  menerbitkan kumpulan puisi Surat Bunga Dari Ubud /putu oka sukanta.

Terimakasih saya sampaikan kepada pembaca yang telah menulis komentar terhadap 
cerpen-cerpen yang telah disiarkan.
Semoga di lain kesempatan kita bisa bertemu lagi.

salam hangat
putu oka sukanta.

[ac-i] T.Iskandar A.S dari TITIAN

2008-11-25 Terurut Topik putu oka sukanta
Sepasang Jejak Telanjang

T.Iskandar A.S.
KULIK elang hanya menegaskan kelengangan Meunasah  Cot Bak U, ketika aku tiba 
di kampung kelahiranku itu. Ini bukan lagi kelengangan sebuah desa kecil karena 
keterasingan dan keterbelakangannya. Niscaya Cot Bak U telah ditinggalkan 
penghuninya karena bahaya instan yang mengancam mereka. 

   Dari atas bukit kecil, yang memisahkan Cot Bak U dengan jalan raya, aku 
menatap ke bawah. Biasanya, dari sana sudah terlihat kehidupan: asap dari dapur 
rumah-rumah, anak-anak yang berlarian atau menggiring kerbau ke air, 
perempuan-perempuan yang menampi beras, atau laki-laki yang duduk-duduk di 
rangkang 1.) Hari telah lohor, tapi mana suara azan yang biasa terdengar dari 
meunasah? 2)

   Aku terkesiap. Ikut pergi jugakah nenekku? Apa kataku pada seluruh 
keluarga, jika aku gagal membawanya ke Jakarta? Berkali-kali Bang Manyak 
mengutus anak buahnya untuk menjeput Nenek. Namun Nenek menolak meninggalkan 
kampung halaman dan rumah warisannya. Sebelum hari raya, Nenek sudah harus 
bersama kita di sini, dan kita mencium lututnya, kata Abang Manyak melepas 
keberangkatanku dari Bandara Cengkareng, tiga hari lalu, atau sekitar sebulan 
setelah kesepakatan damai RI-GAM ditandatangani di Helsinki, Finlandia. 

   Nenek yang kritis dan sudah lama mencemaskan kami sekeluarga. Kalau ia 
bukan cucu Teungku Ulee Karang, ulama yang berpengaruh sampai di luar Aceh, 
yang menyerukan bantuan dan dukungan kepada RI pada awal kemerdekaan, ia tentu 
sudah lama 'diambil' oleh salah-satu pihak yang bersengketa. Celakanya, ia 
seperti abai akan bahaya yang dapat menimpanya. Ia tak mau diajak pindah ke 
Jakarta atau  Medan. Biarkan aku mati di tempatku lahir, katanya selalu.  
 

Sedari menapak dari jalan raya aku telah curiga. Jalan setapak menuju ke bukit 
sudah mulai ditembusi pucuk-pucuk rumput teki dan ilalang. Kampungku memang 
berpenduduk jarang, tapi inilah satu-satunya jalan pintas terpendek ke jalan 
raya. Jadi mustahil tak ada seorang pun merasa perlu melintasinya - jika tidak 
terjadi sesuatu yang gawat atas Cot Bak U.

   Turun dari bukit, aku mendengar serentetan tembakan di kejauhan. Aku 
terhenti kaget, tetapi segera terdorong maju oleh jalan yang menurun. Seekor 
kerbau yang ditinggalkan pemiliknya mendongakkan kepalanya, kemudian melenguh. 
Sekawanan induk ayam berkotek-kotek memanggil anak-anaknya agar datang 
berlindung di bawah kepakan sayapnya. Percuma. Seekor elang yang bermata 
nyalang, yang sedari tadi mengintip dari ketinggian, mendadak menukik. Ia 
dengan secepat kilat menyambar seekor anak ayam yang tercecer. Induknya memburu 
hendak mencegah. Sia-sia. Ia memang berhasil menyelamatkan Si Bungsu, tapi 
binatang pemangsa itu berbalik sasaran. Dua anaknya yang lain berhasil 
dibawanya terbang.

   Aku terpana. Perlambang apa ini? Aku makin khawatir akan nasib Nenek.

   Melintasi lapangan sepak bola, aku masih terngiangi oleh gelak-tawa 
anak-anak yang ceria bermain bola. Tapi lapangan yang pernah menyumbang seorang 
pemain nasional sepak bola untuk Persiraja Banda Aceh ini sudah mulai 
dipenuhi ilalang. Tiang-tiang gawangnya terjengkang. Selepas lapangan sepak 
bola, aku menemukan meunasah  kosong - hanya menyisakan bagian dari salawat  
Marhaban, marhaban, jaddam husaini,  lagu puji pada Nabi Muhammd saat perayaan 
maulid 3)  , dalam ingatan masa kecilku. Meunasah telah doyong ke arah kiblat 
-- apa pula artinya ini? Aku tadinya ingin salat lohor, tapi sumur dan kolam 
wuduknya telah dipenuhi sampah. 

   Tumpukan rumah di kampung kami tak ada pembatas yang tegas - pagar, atau 
apa - tapi semua tahu batas-batas milik masing-masing. Rumah-rumah bertiang 
tinggi itu rata-rata sudah reyot, dan terlantar sejak ditinggalkan penghuninya. 
Aku melaluinya satu per satu, melintas di antara rumah-rumah, atau melalui 
kolong-kolongnya. Semua tanpa penghuni - begitu jugakah rumah nenekku?

   Menghampiri rumah Nenek, aku terkesiap melihat di bubungan rumahnya  
bertengger sekawanan burung pemakan bangkai. Pertanda burukkah ini? Aku 
mendoakan sebaliknya.

   Di tangga rumah aku terhenti. Rumah ibu dari ibuku ini sama lapuknya 
dengan yang lain, dan juga sama kotornya. Tak terurus. Pasti sudah lama 
ditinggalkan. Aku mencium bau anyir. Bau apa itu? Aku berharap itu anyir darah 
tikus atau kucing. Tapi aku tak bisa membohongi logikaku: Karena vokalitasnya, 
Nenek dituduh sebagai anggota, bahkan pemimpin, Inong Balee.3) Bulu kudukku 
berdiri. Aku hendak pergi. Tapi segera aku ingat pesan Abang Manyak: mati atau 
hidup, Nenek harus ditemukan. 

Dengan memberanikan diri, aku menaiki tangga rumah panggung, yang membekaskan 
tapak-tapak sepatu dan sepasang jejak kaki telanjang di lapisan debu yang 
tebal. Ini pertanda bangunan tua ini sudah lama ditinggalkan, tapi ada yang 
kemudian datang. Aku yakin, Nenek tak bisa berlama-lama meninggalkan rumah 
warisan orangtuanya itu. Ia sesekali akan menjenguknya, diam-diam. Sepasang 
jejak kaki telanjang 

[ac-i] Yonathan Rahardjo dari TITIAN

2008-11-25 Terurut Topik putu oka sukanta
Kampung Kebun Pisang

Yonathan Rahardjo

 

KEBUN pisang yang permai. Di sini kita saling pandang dengan damai. Di sela 
pohon-pohon pisang yang memberi kenyamanan hati, kita saling tatap mata tanpa 
mengharap lain tersemai. 

Rani.., kita adalah sebuah teka-teki berada di tempat ini. Kita kesatuan 
berpadu dengan bisik-bisik daun, dahan dan batang pisang yang tegak berpadan 
dengan kata tak terucap. Hati kita saling sapa mengisyaratkan bagian dari 
mereka, alam yang senantiasa mengelukan undangan persahabatan.. 

Di sini, kita berdiri berpelukan terlindungi pohon-pohon ramah memagar dengan 
kenyamanan. Tidak ada mata yang sanggup menembus dan memandang bahkan untuk 
mengintip. 

Kebun pisang yang luas, di sini kita dapat menambahkan hari-hari makin panjang. 
Sayang petang keburu datang. Akankah kita tetap di sini untuk menusuk malam 
dengan percumbuan? 

Tidak, kita harus segera pulang. Makhluk penunggu kebun pisang ini akan datang, 
tidak rela kediamannya kita rebut dari dingin malam. Ia masih butuh malam 
gelap, senyap dan sunyi. Sedang kita pun mesti berangkat mengaji.

Dalam gelap kita berjingkat, menyusuri tanah berserak daun kering. Gemerisiknya 
adalah musik menawan, sebuah simfoni bila kita tetap melangkah tanpa takut 
dengan tubuh saling memeluk. Entah mengapa, kita melihat pohon-pohon ini 
merupakan bayangan menakutkan. Gemeresak daun yang membelai dahan dan batang 
memperingatkan supaya kita lebih cepat angkat kaki. 

Ayo cepat, ayo cepat, ada sesuatu terpendam yang akan muncul di tanah ini. 
Sebuah irama yang tidak dapat dimengerti, segera menjadi kenyataan tak 
terbantahkan. 

 **

Kami segera berlari keluar dari kebun pisang, bergandeng tangan mempercepat 
langkah. Kadang kami hampir menabrak pohon pisang yang tak tampak ketika kami 
saling pandang untuk saling memastikan. 

Langkah kami makin cepat, daun kering di atas tanah memberi irama lain, 
sedangkan yang paling kuat bunyi daun di dahan. Kami tidak dapat menahan diri 
bahwa telinga kami menjadi penampungan dari orkestra tanda-tanda bahaya, agar 
kami terus berlari... 

Di depan sana adalah kampung di mana Rani tinggal setiap hari. Malam ini  
kampung itu begitu menjadi dekat di hati. Kami ingin segera sampai. Namun 
sayang sekali kaki tak cepat sampai menjejaki. 

Aku dan Rani terus berlari. Dahan pohon dengan daun-daunnya tiba-tiba 
melambai-lambai kencang. Kami terus berlari dan berlari menjauh dari lambaian. 
Serupa tangan-tangan saling bertautan, mereka memeluk kami. Kami meronta-ronta 
melawan tarikan pelukan mereka. 

Kami kalah. Pada saat yang sama pohon-pohon pisang roboh, tertuju pada aku dan 
Rani. Kami tertimbuni. Namun kami terhisap daun kering yang membusuk menyatu 
dengan tanah basah akibat air hujan. Kami terhisap masuk tanah. Gelap.

 

   **

 

Dalam gelap aku melihat Rani di sampingku. Ia bercahaya terang, kontras dengan 
kegelapan kami. Rani menjadi lebih cantik, berkilau laksana permata dunia yang 
satu-satunya pernah kulihat di depan mata. Mempesona. Putih seperti salju, 
terang bagai matahari. Ia bukan lagi Rani yang setiap hari kucumbui, namun Rani 
yang berpuluh kali lebih jelita. 

Aku tahu ia adalah Rani-ku yang kukenal selama ini, namun kini sudah menjadi 
bidadari. Bidadari cantik ini menatapku dengan lembut, tersenyum. Aku 
terpesona, tidak berdaya oleh kesempurnaannya. Ia terlalu mempesona. Aku hanya 
sanggup menatapnya dengan tergeming. 

Kehangatan senyum sorga Rani tidak memengaruhiku untuk mendapatkan kehangatan 
mengusir dingin menjalar... Bergetar seluruh tubuhku, menggigil. Aku tak 
sanggup lagi harus mendekat padanya dan memberi salam manis seperti biasa dan 
kecupan cinta. Aku terpaku membeku di depan Rani-ku sendiri. Rani yang denganku 
saling menyayangi dalam hari-hariku. Rani yang terjerembab dalam hisapan kebun 
pisang bersama-sama dengan tubuhku, sudah menjelma menjadi begitu luar biasa, 
sedang aku... 

Aku tak sanggup lagi mengidentifikasi seperti apa wujudku... Aku alihkan 
perhatianku dari Rani sebagai matahari di depanku, menuju tangan dan lenganku 
sendiri... Hitam... Lumut tumbuh di sana-sini. Badan... Juga tumbuh lumut. 
Hitam, coklat, hijau... Tumbuh saling membelit, berkelindan, lembab, basah. Aku 
tak sanggup lagi mengenali diri sendiri. 

Rani telah menjadi bidadari, sedang aku.. Kuraba wajahku dengan kedua tanganku 
yang gemetar. Darah, nanah busuk,..  bau sangat menyengat. aku muntah. Pingsan. 
Gelap.

  **

 

Dalam gelap aku hanya sanggup berteriak-teriak tanpa suara. Mulut tersekap, 
lidah kelu, kerongkongan tersekat. Aku hidup dalam gelap. Tak lagi sanggup 
melihat sedikit gurat cahaya. Kekosongan hitam menguasai. Aku tak sanggup 
berdefinisi, tanpa cahaya penerang, aku berada di bawah timbunan gunung tanah, 
jelmaan pohon pisang sebagai daratan kuat dan liat. 

Aku tidak tahu lagi hendak apa. Cuma satu yang aku rasakan, 

[ac-i] Ada Juga

2008-11-25 Terurut Topik putu oka sukanta
3.Ada juga.

 

Los Angeles hollywood santa barbara

kulihat  pengemis mencari kehangatan manusia

diantara dedaunan berganti warna

ada juga di Amerika.

 

Santa Barbara, okt.2000

 

3. Here Too
 

Los Angeles, hollywood santa barbara

I see beggars seeking human warmth

Among the leaves of changing colors

Here too, in America.

 

Santabarbara, oct,2000

Translated by Sylvia Tiwon

 

 

 

4. Dingin  Vancouver.

 

kuintip dingin Vancouver dari celah tirai

dan kutempelkan tangan memberi salam pagi

ternyata lebih dingin rusuk penjara Tangerang

yang menggigit sampai ke sumsum, penghinaan

kemanusiaan lebih tajam dari salju

 

suara gagak menyambut remang pagi bersahutan

bukan isyarat kematian

walau di Bangladesh, Sri Lanka,  melantunkan kemiskinan

gagak Vancouver mengundang mata terbuka

jendela lalu lintas wacana

membiarkan dinding dilukis beragam nuansa

lantas, di mana temanku aborigin itu

buldozer putih meratakan peradabannya

 

di dompetku, kusimpan sebuah pusaka:

mengapa ?

 

vancouver, okt 2000

 

4.Cold in Vancouver

 

From cracks in the blinds I spy upon Vancouver's cold

And stick out my hand in morning greeting

Colder still were the prison ribs of Tangerang

That bit to the bone; the slight against

Humanity sharper yet than snow

 

The call of crows greet the morning's thinning gloom

They do not sighnal death

In Bangladesh, Sri Lanka they sing the poor

But Vancouver's crows call eyes to open

A window on which dicourse travels

Allowing nuances ta paint the walls in many colours

Where then is my aborigine friends?

His civilization levelled

By bulldozers of white

 

In my wallet, I keep an heirloom:

Why?

 

Vancouver, Oct 2000

 

Translated by Sylvia Tiwon.


[ac-i] dari sebuah sudut.

2008-11-23 Terurut Topik putu oka sukanta
Dari sebuah sudut.
Sebuah produk termasuk produk seni, ketika ia sudah dilepas ke pasar maka pasar 
/ konsumen berhak untuk menilainya, sesuai dengan kriteria yang diembannya: 
produk itu bisa dimasukkan ke comberan jika dianggap racun, bisa disimpan kalau 
diperhitungkan pada suatu waktu diperlukan, bisa dimaki, dipuja dan lain 
sebagainya sesuai dengan hak konsumen. Pendapat tsb akan dihormati selama tidak 
mengkaitkan dengan masalah pribadi penciptanya yang tidak ada kaitannya dengan 
apa yang sedang dibahasnya. Adalah dua hal yang berbeda, membahas tulisan, dan 
membahas perihal lain yang tidak ada urusannya dengan tulisan tsb.Ini pendapat 
saya, yang orang boleh setuju dan boleh tidak setuju.

Saya membacanya, saya merenungkannya, pendapat siapa saja, orang yang 
bersimpati atau tidak bersimpati, sesuai dengan hak saya untuk menolak atau 
menerimanya. Keterbatasan setiap individu dalam menyelami, dan memahami karya 
seni atau produk lainnya, adalah manusiawi dan tidak ada yang mutlak dalam 
kehidupan ini.Kebenaran itu sendiri berpihak dan relatif subyektif.
Oleh karena itu mari kita terus bekerja, mari kita mencoba mengurangi 
keterbatasan yang manusiawi itu.

Selamat bekerja keras Bung.
salam 
putu oka


  - Original Message - 
  From: [EMAIL PROTECTED] 
  To: Putu Oka Sukanta 
  Sent: Sunday, November 23, 2008 1:35 PM
  Subject: Dokument Komentar AA (Kopie)





[ac-i] Suprijadi Tomodihardjo dari TITIAN

2008-11-23 Terurut Topik putu oka sukanta
FIR DAN SIS
Soeprijadi Tomodihardjo
 

SEJAK September lalu pada acara Hari Raya Idulfitri sebenarnya telah terdengar 
omongan dari mulut ke mulut tentang diri Sisbandi. Fir agak khawatir sesuatu 
telah terjadi pada diri lelaki itu, namun selama ini belum sempat dia 
menengoknya di rumahnya. Dan tiba-tiba Sis muncul kembali di kedai langganannya 
tanpa diduga. Begitu Fir mendekat ke tempat duduknya, Sis menatapnya hanya 
sekejap lalu berpaling ke samping, kanan dan kiri ganti-berganti. Apatis. Raut 
layu wajah yang sayu. Tak ada tanda-tanda Sis mengenalnya. Dingin yang 
mencengangkan. 

Perlu apa Sis? Ada soal apa? tanya Fir.

Soal... entah, soal saya... mau entah.   

Fir geleng kepala menatapnya. Itu bukan jawaban dan pasti bukan  kelakar, sebab 
Sis mengucap dengan bibir gemetar, senyum terkulum tanpa ceria. Namun Fir coba 
bertanya apakah dia masih mengenalnya, dan Sis tampak ngah-ngoh seperti orang 
bodoh. Tidak. Dia tidak bodoh. Setidaknya pernah tamat SMA sebelum 1965 meski 
kemudian patah kuliah jurusan Sinologi di UI.  Kini agaknya ada yang onstel 
pada jaringan syaraf otaknya. Tersendat-sendat. Seperti gerigi arloji yang 
lepas dari asnya. Fir baru percaya omongan orang, dia bukan saja jadi pelupa 
tapi sudah benar-benar demens: d-é-m-è-n-s! Sungguh keterlaluan, pikir Fir.  
Seusianya tentu belum waktu lelaki itu mengidap gangguan ingatan. 

Semula Fir tak melihatnya sedang makan, sebab pada jam itu para pelanggan 
berkerumun menanti luang kursi. Kebanyakan mereka adalah pegawai rendah 
perkantoran di seputar Wiener Platz yang sedang istirahat setengah jam saja 
buat makan siang. Gudzel si pemilik kedai, buru-buru memanggil Fir di kassa 
ketika Sis bengong tak ada uang di kantong setelah melahap kebab1). Fir 
percaya, dia tak akan menyelonong tanpa bayar sesudah perutnya kenyang. Dia 
bilang pada Gudzel, lelaki itu cuma lupa koceknya saat meninggalkan rumah. 
Sebagai kawan tentu saja Fir menanggungnya. Gudzel percaya karena dia 
sahabatnya. 

Fir menggandengnya keluar. Di pinggir tempat parkir dia berpura tanya siapa 
namanya. Fir merasa nelangsa ketika mendengar jawabnya. Bahkan nama sendiri Sis 
lupa. Tak ada senyum melingkar pada wajahnya. Wajah kosong seorang lelaki yang 
kehilangan kemudi diri. 

Fir sendiri sering lupa nama orang, bahkan nama besar semisal almarhum mantan 
presiden Prancis sebelum Chaque Chirac pada petak-petak segi-empat sebuah 
halaman teka-teki silang. Tetapi Sisbandi tak ubahnya dengan Firman, dua-duanya 
pseudonym, tempat mereka  mengubur indikasi diri berupa segumpal stigma: 
Gestapu-PKI. Seperti Pater Wisanggeni yang menjelma Saman dalam roman Ayu 
Utami. Seorang pater yang terlibat gerakan perlawanan petani karet ketika kebun 
mereka ditebang pemodal multi-nasional yang mengubahnya jadi perkebunan kelapa 
sawit. Sis tentu bukan jenis Saman yang melarikan diri hingga Singapura, New 
York, Manhattan, sebagai buron preman bayaran. Dia cuma dongkolan mahid2) yang 
kabur-kanginan menyusul Fir sampai di Westfalia Utara di mana mereka meminta 
suaka. 

Fir mulai sadar dan khawatir akan simtoma serupa di masa depan dirinya. Sebab 
dia dan Sis hampir sebaya, juga kian pelupa dan sama-sama orang buangan. 
Perihal membina keluarga hanya dalam satu hal saja mereka berbeda: Fir adalah 
Firman yang sempat menikah sedangkan Sis tetap jejaka tua. 

Setelah pertemuan singkat di kedai itu Fir mengantar Sis pulang karena lelaki 
itu tak tahu lagi di mana rumahnya. 

Malam itu Fir coba menelepon Sis. Didengarnya suara hampa seorang kawan lama 
yang tak tahu lagi siapa dirinya,

Halo. Siapa situ?

Ya Sis, aku Firman, suami Rukmi. Kamu Sisbandi bukan? 

Siapa Firman? Siapa...

Ah, masak lupa? Bukankah aku yang mengantarmu pulang tadi siang?

Emm mm. Siapa? Pulang ke mana?

Lupa pasti bukan bakatnya. Namun trauma, keterasingan dan kekosongan dalam 
hidupnya di luar Tanahair selama puluhan tahun, telah menguras tandas telaga 
bawah sadarnya, tetes demi tetes. 

Kamu siapa? ulang Sis.

Aku Kala Srenggi! Ingat bukan? Kala Srenggi! cetus Fir jengkel.

Hus! dengus istri Fir. Orang sakit kok digodain. Kasihan dong!

Bolpen dan kertas siap ya? lanjutnya.  Oke, tulis yang benar: kosong dua dua 
kosong tiga - lima tiga satu kosong lima. Aku ulangi ya, 
kosong...dua...dua...kosong...tiga- lima...tiga...satu...kosong...lima. Jadi, 
tinggal ngebel saja. Kalau kau mau, silakan nginap, kami tak keberatan asal 
seadanya. Fajar bisa menjemputmu kapan saja.

Fajar? Siapa Fajar? 

Kian jengkel Fir meladeninya: Tulis ya, Fajar itu anakku!  Masak lupa? Waktu 
kecil kau suka meniumangnya... 

Bermenit-menit Fir menunggu. Telepon genggam hampir dibungkam ketika 
didengarnya lagi suara Sisbandi,

Halo. Siapa situ?

Ya, ini aku lagi Sis, bapaknya Fajar! Kok masih tanya!

Fajar? Siapa Fajar?

Sudahlah Sis, selamat tidur. Lain kali aku menelepon lagi. 

Fir tak sabar lagi lalu membungkam telepon genggamnya. Ganti istrinya 
menegurnya, Enggak bisa terus begitu! Mesti mendapat perawatan dokter. 
Sebaiknya 

[ac-i] Melintas sepintas

2008-11-23 Terurut Topik putu oka sukanta
1.Melintas sepintas.

 

dari bui ke hawaii

tak bisa diukur langkah kaki

masih tersisa rasa perih dera ekor pari

dikejar bawah sadar dalam mimpi

 

bukit-bukit hawaii

disemangati terang lampu malam hari

aroma kamboja bunga hawaii

disambut getar suaraku bergema

menantang pilihan manusia

 

hawaii tak pernah terbayangkan dari bui

nafas kita

menyatu berembus melaju

membongkar sekat manusia - hawaii.

 

Lincoln House, Sept 2000

 

 

Brief Crossing
 

From jail to Hawaii

the footsteps are imeasurable

slashes from the sting-ray's tail yet lurk

in dreams my subconscious flushes out

 

the hill of hawaii

alive in the lamplit night

the  scent of Hawaii'fringipani

my voice reverberates among them

to challenge the choice of men

 

Hawaii-in jail I never once imagined you

our breaths-

now as one-blow forward

to pull down the walls men build.

 

Lincoln House, Sept.2000

Translated by Sylvia Tiwon.


[ac-i] Bungalow Ubud

2008-11-22 Terurut Topik putu oka sukanta
12.Bungalow Ubud.

 

Di sini selain kamboja, ada lain bunga

dilumat pengembara

 

Entah dicatat dewa, ditonton bidadari

mereka asyik meluluhkan diri.

 

Bali menggelar dua pintu serupa

gang tembus ke sorga dan neraka.

 

 

 Ubud,  15 Oct. 20054

 

12. Ubud bungalow

 

here, as well as frangipani, are other flowers

trodden into the ground by visitors

 

i don't know if they're noted by the gods, watched by angels

they enjoy crushing themselves.

 

bali proffers two matching doors

pathways to heaven and to hell.

 

Ubud 15 Okt 2004

 

Translated by Vern Cork

 

13. Di angkasa 

 

Kusimpan setangkai bunga dari Ubud,

walau semalam sorang sobat berkomentar,

You are always not at home.

 

Dalam senyumku, aku berbisik

aku memang sedang mencari rumah

sampai  ke sudut-sudut dunia,

 

karena belum menemukan rumah

karena belum mempunyai rumah

 

Di angkasa di atas pulau Bali

menuju  Jakarta, rumah yang dicari-cari

matahari menembus jendela, buih riap pantai

awan, berlapis-lapis kesenyapan khayali

 

Tapi memang di sinilah aku berumah

 

Kurogoh dari saku kembang kamboja 

yang kubawa dari Ubud, sudah layu tanpa jiwa

 

Bali - Jakarta, 18 Okt 2004.

 

13. In space

 

i keep a flower from ubud

yet last night a friend commented

you are always not at home.

 

smiling, i whisper

actually i am seeking a place to live

anywhere on earth

as i have never yet found a place

as i have never yet owned a place

 

in the sky above bali

heading for jakarta, seeking a home

the sun shines through the window,

clouds, in layers of imaginary silence

 

but this is where i have a house

 

i pull from my pocket the frangipani 

i brought from ubud, it's already limp, soul-less

 

Bali-Jakarta  18 Oct. 2004

translated by Vern Cork

 

Meniti  Titik  Benua


[ac-i] cuplikan SURAT BUNGA DARI UBUD.putu oka sukanta

2008-11-20 Terurut Topik putu oka sukanta
10.Bunga.

 

Di depan pintu lift ada kotak asbak, bersimpuh setangkai bunga

aku mengangguk ketika ia senyum.

Mau ikut sarapan?

Tidak tuan,saya bertugas menyambut tamu

yang baru bangun, yang mau tidur,

 yang mau sarapan seperti tuan., 

yang baru datang mencari kamar

yang akan pergi meninggalkan kami

 

Di meja makan telah menanti matahari dan bunga

berlomba menyapa, selamat pagi tuan, silakan memilih,

Ada bubur, siomay, jus, roti, salad atau nasi gurih

Aku tersenyum mengganggukkan  kepala 

melepas pandang ke kuping yang diganti bunga

di sela-sela hidangan  berjejer berbagai bunga seperti geisha

 

Setelah kenyang, aku pun masuk ke kamar kecil yang  luas

lebih luas dari kamar tidur anakku Caca,

di atas kloset bersimpuh setangkai  bunga

yang tidak pernah menutup hidung

 

Aku tidak bisa menghindar dari sapaan bunga, 

dicubit rasa malu, kikuk, terasa diperangkap rekayasa

Maya

 

Ketika kuambil bunga diatas asbak

ia berkata lembut,jangan tuan

kami santapan dewa-dewa

yang sedang kutunggu sejak lama.

aku rindu sekali kepadanya

Aku menemaninya sampai senja

tidak juga datang para dewa

ia layu rindu tersiksa, 

aku makan malam ke Casaluna.

 

Ubud 12 Okt.2004

 

10.  flower

 

by the door of the lift is an ashtray,

a flower kneels

i nod as she smiles

will you have breakfast with me?

no sir, my job is to greet guests

who have just woken, want to sleep,

want to have breakfast like you,

are looking for a room

or are checking out

 

at table the sun and flowers are waiting

competing to greet me, good morning sir. please choose

we have rice porridge, siomay, juice, bread, salad or fragrant rice

i smile and nod my head

turn to look at the ear with its hanging flower

beside the food are rows of flowers like geisha

after eating my fill, i go to the roomy toilet

biigger than my daughter caca's bedroom

on top of the cistern is a flower

which never holds its nose

i can't get away from the greetings of flowers

pinched by embarassment, discomfort, feeling trapped

illusion/maya

 

when i take the flower from the ashtray

she says softly, don't sir

we're breakfast for the gods

whom i've been long awaiting.

i miss them so.

i accompany them till dusk

but they still haven't come

she is limp with hurt longing,

i'll have dinner at casaluna.

 

Ubud 12 Oct. 2004

Translated by Vern Cork


[ac-i] Cerpen Putu Oka dari TITIAN

2008-11-20 Terurut Topik putu oka sukanta
 

Harumi

Putu Oka Sukanta

 

SETIAP aku lewat di depannya, pasti aku terhenti. Tidak hanya sejenak, 
seringkali bermenit menit. Aku memandanginya. Memperhatikan seluruh tubuhnya 
yang bergoyang pelahan-lahan mengikuti irama musik alam yang mengayunkannya. 
Musik alam itu digesek oleh dedaunan tetumbuhan yang memayunginya.  Aku 
menghirup aroma tubuhnya. Aroma yang berembus dari napasnya. Juga dari 
pori-pori tubuhnya. Dari rambutnya bergerai. Aku berdiri berlama-lama  di 
depannya. Terasa seperti ada aroma mistis yang menyelesup ke dalam kantong 
udara paru-paruku. Tidak hanya aromanya yang terasa menyelusup tetapi ada 
enerji mengalir   menghangatkan tubuh, kekuatan gaib kayali. 

 

Kutarik nafas dalam-dalam, menghirup dalam-dalam aromanya, napasnya yang 
mengalirkan kehangatan tubuhnya.

Oiii, segar, aku berbisik sendiri. Aku belum puas, aku mengangkat kedua 
tangan, menyorongkan ke depan hendak memeluknya.

 

 Jangan disentuh, Nak. Terdengar suara entah dari mana datangnya.

Aku memang tidak hendak memeluknya, tetapi hanya ingin tertular auranya. Suara 
itu tidak kupedulikan. Karena aku memang tidak akan menyentuhnya.

 

Kedua telapak tangan aku hadapkan ke pipinya. Sesaat kemudian kualihkan ke 
bagian tubuhnya yang lain, ke dadanya yang bergoyang  meliuk. Ke pinggangnya.

 

Tetapi beberapa saat kemudian tanganku beralih ke atas. Terasa di bagian 
dadanya inilah kekuatannya berpusat. Sedangkan aroma wangi yang mistis itu 
berembus keluar dari seluruh sosok tubuhnya. Kedua telapak tanganku bergerak di 
luar keinginanku mendekat dan menjauh dari dadanya tanpa kendali. Kekuatan apa 
yang menghidupkan tanganku? Aku bertanya, tapi tak ada yang menjawab. Tak ada 
siapa-siapa di sekelilingku. 

 

Keheningan memukauku tanpa mampu menyadarinya. Tanganku lebih cepat lagi 
bergerak, sekarang tidak hanya mendekat dan menjauh dari dadanya tetapi telapak 
tanganku menghadap tubuhku dengan gerakan juga mendekat dan menjauh dari dadaku 
sendiri. Aku memejamkan mata. Aku terbawa oleh aura magnitnya, gerakan tanganku 
tanpa kendali. Kepalaku bergerak bergoyang berputar-putar. 

 

Ahhh wanginya. Hangat. Kuhirup dalam-dalam lagi aroma itu. 

 

Kemudian aku melangkah meninggalkanya. Aku tidak tahu siapa namanya, dan 
sepertinya aku tidak punya keinginan untuk mengetahui namanya. Aku lebih suka 
memberikan nama menurut keinginanku sendiri. Maka aku beri nama ia, Harumi.

 

Ia tinggal di rumah Ibu Sri, di sebuah rumah sederhana menghadap gunung . 
Matahari pagi menyiramkan kehangatannya pada pekarangan belakang rumah Ibu Sri. 
Aku tidak tahu mengapa orang-orang mengatakan itu rumah Ibu Sri, bukan rumah 
Pak Made, seorang lelaki yang juga berdiam di rumah tersebut.  Pak Made, kata 
orang lagi,  beristrikan Bu Ketut, adik Bu Sri. Tetapi rumah itu terkenal 
sebagai rumah Bu Sri, seorang perempuan yang pada pandangan pertama kami 
bertemu telah memancarkan kewibaan dari sinar matanya.

 

 Boleh Nak. Silakan masuk melihat-lihat. Begitu sapanya ketika pertama kali 
aku minta izin masuk ke pekarangan rumahnya.

 

Aku menjawabnya dengan senyum dan anggukan kepala. Dan di antara tetumbuhan 
yang rimbun itulah aku bertemu dengan Harumi. Pada pertemuan pertama pandangan 
kami dipertemukan oleh aroma tubuhnya. Aku terkesima. Kami saling menyapa 
dengan senyum dan bahasa mata. Pada saat kunjungan pertamaku, aku melangkah 
lewat di depannya, tetapi langkahku terhentikan beberapa langkah sesudah 
melewatainya oleh aroma wangi yang belum pernah tercium sebelumnya. Aku 
menolehnya, mencari-cari dari mana aroma itu datang. Aku berdiri 
memaling-malingkan muka.

Apa yang kau cari, Nak? tanya Bu Sri yang tanpa sepengetahuanku  berdiri di 
antara tetumbuhan lain, memperhatikan gerak gerikku.

Ada aroma yang menyapa saya, Bu.

 Ya, ia ada di dekatmu.

 

Aku mencari-carinya. Yang kucari itu tersenyum, sapaan lembut. Aku melangkah 
mendekatinya, tanpa kata-kata. Aromanya semakin menderas menyentuhku. Aku 
menciumnya dalam-dalam aroma yang memancar dari sekujur tubuhnya dalam 
kedekatan yang berjarak.

 

 Ibu boleh saya menumpang untuk berjemur? aku bertanya tersipu-sipu untuk 
mengalihkan rasa malu yang tertangkap basah.

Oh tentu saja boleh. Ini kan rumah dalam hati tanpa pintu.

Tanpa pintu Bu? Rumah dalam hati Bu?

 Ya, karena kami bangun  dengan ketulusan, terbuka untuk siapa saja yang 
datang membawa kejujuran. Aku terdiam dan bertanya sendiri, apakah aku datang 
dengan keculasan, maka Bu Sri bilang begitu? Aku merasa datang dengan 
kepolosanku. Tanpa  syak wasangka, apa lagi pamrih.

Apa artinya itu Bu?

Tentu Nak bisa memahami apa yang Ibu maksud. Masuklah. Duduk di mana saja 
maunya, sambil menjemur tubuhmu. Matahari adalah sahabat kami yang menghidupi 
kami semua penghuni rumah ini. Ketika ia datang pagi, ia memberikan 
kehangatannya untuk mendorong tubuh kita lebih kuat. Di senja hari, ketika ia 
mau masuk ke peraduannya ke balik gunung, ia memberikan rona merahnya yang 
semakin lembut, seolah memperingatkan kita bahwa

[ac-i] Pranita Dewi dari TITIAN

2008-11-19 Terurut Topik putu oka sukanta
 

9.

Gerimis Merelakan Kau Pergi   

Pranita Dewi

  

 

 

AMBARAWA, 31 Desember 2003
Gerimis jatuh lagi. Aku selalu teringat hari kemarin saat matahari tiada pernah 
aku lihat lagi belakangan ini. Dengan rasa gamang aku melepasmu untuk pergi 
jauh. Aku tak tahu adakah tujuan yang pasti ketika  gerimis yang kulihat bukan 
gerimis yang dulu lagi? Pada setiap bulirnya tampak  jelmaan langit yang hampir 
runtuh. 

Matahari sudah cukup umur memanasi dunia. Matahari telah lelah dan kini 
matahari ingin terus-menerus berada di pembaringan agar tak seorang pun dapat 
melihatnya lagi. Matahari telah bosan untuk memberikan secarik sinar. Semesta 
gelap dalam gerimis. 

Itulah sebabnya Tuhan pun kini mengutus hujan untuk menggantikan matahari itu.  
Hujan? Tapi bukan hujan yang kulihat melainkan gerimis yang mengais sepi. 
Lorong-lorong basah rata dengan tanah. Juga atap-atap rumahku yang bocor. 
Hingga aku betah untuk menetap di hunian ini. Hunian? Ya, aku kini berada di 
sebuah ruang entah berukuran berapa untuk mencari jati diriku yang sebenarnya. 

Kau yang senantiasa berada di sampingku seolah ingin menyelamatkanku dari 
dingin malam dengan hangat tubuhmu. Kau kira aku dingin dengan keadaan seperti 
ini? Tidak, tubuhku tidak dingin, tapi hatiku sekarang mungkin sudah beku. 
Namun kau  yang berambutkan kelam masih saja ingin menyelamatkanku dari dingin 
gerimis malam ini. Kau  begitu baik padaku. Aku pun tak tahu apa yang harus 
kukatakan padamu tentang tubuhku yang sebenarnya? Tubuhku tidak dingin tapi 
hatiku telah beku oleh ucapanmu kemarin. Kipas angin yang selalu berputar kini 
diam seolah tak bernyawa. Mati!

Di remang kaca yang biasanya hanya memantulkan satu wajah saja, kini 
mencerminkan dua wajah. Kau dan aku. Gerimis semakin mencekam. Malam bertambah 
kelam dengan desahan pohon palem. Kau tertawa lugu. Tapi  tidak! Kau  tidak 
tertawa namun hanya tersenyum sambil memandangiku. Kau yang bertubuh kekar 
memakai kaos yang sudah pasti terlalu besar untuk kugunakan. Kurasa setelah 
hampir setahun aku bersamamu, menjalin hubungan denganmu, dan telah sekian kali 
menguji cintamu, aku yakin kau adalah laki-laki terakhir bagiku. 

Kau akan pergi esok ketika aku tak tahu apakah esok hari akan gerimis atau 
cerah. Aku tak bisa menduga apa yang akan terjadi esok. Semoga kau tak jadi 
pergi, itu harapanku dalam hati. Hanya dalam hati karena bibirku tak sanggup 
meluncurkan  kata-kata yang membuatmu ragu untuk berangkat pergi. 

Ini sudah hari kedua aku menginap di tempat ini tapi tidak untuk ketiga karena 
esok kau akan bergegas untuk meninggalkanku sendiri dalam gerimis. Tak ada lagi 
yang akan menemaniku, tak ada lagi tubuh yang mencoba untuk menghangatiku dari 
dingin malam. Ini hari terakhir aku bersamamu karena esok pasti tidak lagi. Kau 
terlihat sangat bahagia atas kepergian esok, namun itu nestapa bagiku. 

Malam ini malam perpisahan. Aku mencoba untuk membuat malam ini betul-betul 
menjadi malam yang tak terlupakan untukmu, juga untukku. Seraya menikmati lagu 
yang terus mengalunkan nada-nada sendu, kita asyik berdansa mengiringi semua 
nyanyian alam. Hanya kita berdua, kau dan aku. Aku tak menghiraukan sedikit pun 
hal yang terjadi di luar dan aku tak boleh menghiraukan hal itu. 

Di ruangan ini hanya ada kau dan aku, bahkan semut pun kurasa sungkan untuk 
datang bertamu malam ini. Mungkin di luar sedang ada berbagai macam kejadian, 
ada lalu lintas yang macet, ada kecelakaan, tapi malam ini punya kita. Biarlah 
kita menikmatinya. Hanya kau dan aku. 

Kita saling berpandang tak jemu. Sedetik kemudian aku tak tahu apa yang kau 
lakukan terhadapku. Tiba-tiba tubuhku telah tergelepar di ranjang, kurasa aku 
tak akan menyesal melakukan  itu setelah setahun bersamamu. Bukankah malam ini 
hanya milik kita berdua? Bahkan serangga malam pun tak sanggup mengganggu. 
Karena aku tahu kau akan pergi esok, kurasa aku harus menghadiahkanmu sesuatu 
yang sangat berarti bagiku. Aku menghadiahkanmu milikku yang paling berharga 
setelah setahun aku selalu bersamamu. Esok kau akan pergi.

Malam bertambah dingin. Gerimis masih berjatuhan, walau tadinya tampak terhenti 
sejenak. Pohon-pohon kedinginan. 

Kita hangat di sini. Namun aku tidak sanggup merasakan penderitaan yang 
dialami pohon-pohon di luar sana. Kasihan pohon-pohon itu, mereka harus 
berjuang sendiri untuk melawan dingin dan mereka harus mempertahankan hidup 
mereka sendiri. Aku mencoba bercakap denganmu, walau aku tahu kita sedang 
menikmati percintaan  yang belum usai. Kau memelukku erat sambil tersenyum 
mendengar apa yang aku ucapkan. Mungkin kau selalu memikirkan 
pertanyaan-pertanyaan lugu yang meluncur dari mulutku. 

Kita adalah mahluk yang beruntung di antara semua mahluk ciptaan-Nya. Namun 
masih banyak juga manusia yang merasa tidak puas dengan apa yang ia miliki, ia 
selalu saja menuntut hal yang 

Re: [ac-i] DR.KEITH FOULCHER,Kata Pengantar pada SURAT BUNGA DARI UBUD

2008-11-19 Terurut Topik putu oka sukanta
Putu Satri, bagaimana kelanjutan penerbitan buku Tragedi Bali 1965/66.  Sudah 
ada berapa cerpen terkumpul yang tidak melalui saya/
Tolong donk dipikirkan soal naskahnya. Dana untuk mencetak saya usahakan di 
Jakarta.
Salam untuk Ole dan Sonia.

salam
putu oka
  - Original Message - 
  From: putu satria kusuma 
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, November 11, 2008 7:50 PM
  Subject: Re: [ac-i] DR.KEITH FOULCHER,Kata Pengantar pada SURAT BUNGA DARI 
UBUD


Selamat atas peluncuran ini. Dengan sastra, ditulis apa yang belum 
dibaca dan apa yang tidak boleh dibaca dan apa yang coba dihilangkan oleh 
penguasa . 
Salam: Putu Satria Kusuma

--- On Tue, 11/11/08, putu oka sukanta [EMAIL PROTECTED] wrote:

  From: putu oka sukanta [EMAIL PROTECTED]
  Subject: [ac-i] DR.KEITH FOULCHER,Kata Pengantar pada SURAT BUNGA 
DARI UBUD
  To: [EMAIL PROTECTED], artculture-indonesia@yahoogroups.com
  Cc: [EMAIL PROTECTED]
  Date: Tuesday, November 11, 2008, 7:34 AM



  SURAT BUNGA DARI UBUD, adalah kumpulan puisi Putu Oka Sukanta, dalam 
bahasa Indonesia dan Inggris, diterbitkan oleh Penerbit Koekoesan, disukung 
oleh Institut For Global Justice.
  Penerjemah puisi : Keith Foulcher, Sylvia Tiwon, Kaja McGoan, dan 
Vern Cork.

  Buku TITIAN dan SURAT BUNGA DARI UBUD, diluncurkan tgl. 7 nop. 2008. 
di Goethe Institut Jakarta

  Setelah kata Pengantar, akan disajikan puisi-puisianya 
berturut-turut, kalau tidak ada halangan mulai besok.

  Salam hangat dan selamat membaca
  Putu Oka Sukanta

  KATA PENGANTAR

  Kumpulan Puisi SURAT BUNGA DARI UBUD

  Putu Oka Sukanta.



  Para pembaca puisi-puisi Putu Oka Sukanta akan menemukan bahwa ada 
banyak hal yang bisa dinimati dan direfleksikan dalam kumpulan puisi-puisinya 
yang menandai 70 tahun kepenyairannya. Terbagi dalam 4 bagian, Surat Bunga dari 
Ubud terdiri dari 71 sajak, ditulis antara tahun 1999 hingga 2007, dan beragam 
mulai dari yang personal sampai politis, atau nexus dari keduanya. Yang 
tersunting disini dalam bahasa puisi adalah perenungan terhadap kehidupan 
pribadi sang penyair, pengalaman-pengalam annya dan hubungannya dengan orang 
lain, dan pandangan-pandangan nya terhadap peristiwa-peristiwa penting yang 
terjadi di kehidupan sosial dan politik di Indonesia pada tahun-tahun awal di 
abad ke-21. Nada kumpulan puisi ini beragam sebagaimana inspirasi-inspirasi 
untuk sajak-sajak itu sendiri.  Ada kalanya suasana hati dalam puisi itu gelap 
dan putus asa, pada saat yang lain lebih optimis, bahkan terkadang terkesan 
bermain-main dan menyindir secara halus. Tetapi kumpulan puisi ini secara 
keseluruhan tidak jauh dari kegelisahan yang membingkai semua karya-karya Putu 
Oka pada tahun-tahun terakhir ini, sebuah komitmen yang menegaskan pada 
prinsip-prinsip martabat kemanusiaan. Pada puisi-puisi ini, dan juga pada 
sebagian besar karyanya yang lain, kita selalu sadar akan kepekaan sang penyair 
akan pelanggaran paling mendasar terhadap kebutuhan kemanusiaan yang paling 
mendasar ini, baik yang terjadi di kehidupan pribadinya ataupun di kehidupan 
sesama warga negara.



  Sebagian besar dari kumpulan ini diliputi oleh derita akan kepedihan 
rasa kehilangan: masa lalu yang hilang, dan mereka yang menjadi bagian darinya, 
kehilangan kemesraan dalam perjuangan keseharian untuk tetap bertahan, 
kehilangan hidup dan komunitas dalam bencana alam dan malapetaka sosial yang 
melanda Indonesia selama periode yang dipantau oleh sang penyair.  Kehilangan 
masa lalu menjadi bagian dari perasaan sang penyair menjelang tua yang dipicu 
oleh perpisahannya dengan beberapa sahabat yang tidak akan pernah bertemu lagi 
(Perkawanan dengan Z. Afif, Bung Agam), tetapi itu juga berkembang menjadi 
pengalaman kehilangan yang dini, dan kebutuhan untuk memulihkan perasaan untuk 
tetap  bertahan hidup dihadapan perpisahan yang kekal (Anita di hari hari 
kemudian, Munir, Kulihat kamu ada di sini, Yang Hilang dari perpisahan). Ada 
kesan kepedihan akan kehilangan sebuah tempat (Aku kangen kampung halaman) dan 
dendam yang melekat atas kehilangan seluruh dekade kehidupan sang penyair 
dibawah kondisi penahanan politis dan efeknya yang berkelanjutan (Pencipta 
Kerangkeng Kemanusiaan, Wajah Salemba 66-76, Patung Liberty). 



  Kehilangan kemesraan membingkai peristiwa-peristiwa keputus-asaan 
diri saat romantika cinta berlalu (Semakin Sering, Gelak Tawa, Kuda binal), 
meskipun masa suram kejadian itu bertebaran di sepanjang kumpulan puisi ini, 
menjadi kehadiran cinta yang lebih dalam, cinta dari keluarga yang menabahkan  
dan menjadi sumber kekuatan atas eksistensi sang penyair (Jiwa Bunga, Dua 
Perempuan). Yang lebih sulit untuk dilepaskan adalah dahsyatnya rasa kehilangan 
akan kehidupan yang disebabkan oleh bencana alam (Aceh, dukamu duka dunia) dan 
Indonesia yang menangisi masyarakat dan nilai-nilainya

[ac-i] Jangan Sekarang

2008-11-17 Terurut Topik putu oka sukanta
Cuplikan SURAT BUNGA DARI UBUD,Putu Oka Sukanta


7. Jangan sekarang



cemas memacu jantung

kuda liar kutunggang dalam kendali

memanjat tebing kematian sepanjang malam

dalam kesendirian.



Kutarik nafas panjang berulangkali

menentramkan gelisah,

keliaran membentur kebuntuan

bunga yang merekah pagi tadi

telah jatuh di pangkuan rumput

mulai dimandikan embun

ah, jangan kau bawa aku ke setra,

jangan malam ini, ketika sendiri.



Cemas memacu jantung

lari antara 190 /110



Kutarik nafas panjang berulangkali





Leluhurku di khayangan,

aku masih mau menulis puisi.



Ubud, 15 Okt.2004.

Setra= kuburan























9.  not now.



fear makes the heart beat faster

I put reins on a wild horse

and scale the cliffs of death all night long

in my aloneness.



I keep on drawing deep breaths

to still the fear

the wild ride ends in deadlock

the flowers that bloomed this morning

lying now in the lap of the grass

are washed in the cool of the night

ah, don't take me to the graveyard tonight,

not tonight, when I'm all alone.



fear makes the heart beat faster

running at 190 over 110



I keep on drawing deep breaths

You ancestral spirits looking down on me now,

there is still some poetry I have to write.



Ubud. 15 Oct 2004

Translated by Keith Foulcher







Re: [ac-i] Re: mencari ilustrator untuk buku anak2

2008-11-16 Terurut Topik putu oka sukanta
Coba hubungi Sdr. Salim di 021 7496531. Setahu saya ia banyak melakukan hal tsb.

salam
putu oka
  - Original Message - 
  From: mediacare 
  To: aci ; media-jogja 
  Sent: Sunday, November 16, 2008 3:54 PM
  Subject: [ac-i] Re: mencari ilustrator untuk buku anak2



  Ada yang minat?


- Original Message - 
From: Aimee 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, November 14, 2008 2:18 PM
Subject: [bizzcomm] (help)mencari ilustrator untuk buku anak2x




halo members,
saya butuh ilustrator untuk buku anak2x, please email saya :
[EMAIL PROTECTED]

thanks




   

[ac-i] DVD:DAMPAK SOSIALTRAGEDI KEMANUSIAAN 1965/66

2008-11-16 Terurut Topik putu oka sukanta
MENYEMAI TERANG DALAM KELAM

Tragedi kemanusiaan 1965-1966, menyisakan tidak hanya luka bathin tapi juga 
sisa-sisa pergulatan untuk tetap menjadi manusia di bawah penindasan 
militerisme sebagai ujung tombak Orde Baru. 

Sketsa-sketsa percik terang orang yang ditahan, dikejar-kejar dan mereka yang 
ditinggalkan oleh orang tuanya, suaminya, istrinya, karena dipenjarakan atau 
dibunuh. Seorang penyair mempertanyakan kepada jendral-jendral tentang  
keabsahan sejarah yang mengandung fitnah. Saksi mata bercerita tentang fitnah 
Tarian Harum Bunga dan Congkel Mata di Lubang Buaya.

Lukakah bathin seorang anak perempuan yang mencari bapaknya dari tempat tahanan 
ke tempat lainnya, lantas dipertontonkan dengan penyiksaan tahanan sampai 
terkencing-kencing ?

Kisah singkat seorang ibu yang mengetahui suaminya sudah ditangkap dan dia 
sendiri termasuk daftar orang yang akan dibunuh, menggelandangkan diri dari 
satu kota ke kota lainnya, agar bisa tetap hidup dan mengurus anaknya, kini 
telah menjadi manusia baru. Seorang pekerja film dalam rangka menghindarkan 
diri dari penangkapan terpaksa menjadi gelandangan agar dapat bertahan hidup 
sampai sekarang ini.

Seorang intelektual telah bertahan hidup selama suaminya dipenjarakan dan 
berhasil eksis. Tampak juga bagaimana seorang petugas Lubang Buaya memberikan 
indoktrinasi kepada anak-anak kecil.

Pengakuan salah seorang anak DN. Aidit yang bertemu dengan Letjen (Purn) Sarwo 
Edhi Wibowo, juga diungkapkan dalam film ini. Masih banyak kisah-kisah lainnya 
seperti paparan seorang sejarahwan dan praktisi hukum. 

SOWING THE LIGHT IN THE DARK

The tragedy of Humanity 1965-1966, not just living the deep inner wound, it 
also left many struggles to keep on living as human under military oppression 
as the New Order's instruments.

Sparks of sketches of man and woman arrested, pursued and they who were left by 
the parents, husbands, wives as they imprisoned or killed. A poet questioning 
the generals about this country's slandered history. An eye-witness telling the 
lie behind Tarian Harum Bunga (The Nude Dance) ang Congkel Mata at Lubang 
Buaya. How deep a small girl's inner wound who was searching her father from 
one cell to another and had to watch prisoners being tortured till urinated ?

A woman's story who knew that her husband already arrested and she herself  was 
included in the list to be killed ran for life and her beloved child. Now she 
is a new human being. A confession from DN Aidit's son when he met Letjen Sarwo 
Edhi Wibowo and what was said in that event. And manymore.

 

PEREMPUAN YANG TERTUDUH

Bercerita tentang salah satu peristiwa yang terjadi dalam sejarah Indonesia, 
yang patut diteliti dari banyak hal, karena disitulah kita bisa melihat ada 
titik krisis dalam membangun Nation Building sebagai Indonesia.

Selama ini sejarah Indonesia banyak ditulis dari tokoh laki-laki dan saksi 
laki-laki. Sementara kita lihat banyak saksi perempuan yang juga banyak cerita 
dan tutur mengenai peristiwa dan kejadian pada waktu '65 khususnya, kalau kita 
bicara tentang '65 

THE ACCUSED WOMAN

Telling about the '65 Affair was an incident in Indonesia's history which 
supposedly to be researched properly from any aspects, as within the incident 
we could examine, there were crisis point in Nation Building as Indonesia.

So far, Indonesian story have been written by men and from men witnesses. While 
we could see, many women's witnesses who had many stories and narratives in 
regard the affair and incident '65, if we talk about the '65 Affair.

 

TUMBUH DALAM BADAI

Adalah kisah beberapa anak yang berjuang hidup dalam tekanan diskriminasi 
secara struktural karena orang tua mereka menjadi korban Tragedi Kemanusiaan 
1965/66. Mereka pantang menyerah, tumbuh dalam berbagai kondisi untuk bertahan 
hidup dan mengembangkan dirinya menjadi manusia baru.

Diantara mereka adalah Wangi Indria, dalang wayang kulit yang juga penari dan 
penyanyi di Indramayu. Dia anak salah seorang dalang wayang kulit yang pada 
zaman Orde Baru menjadi tahanan politik. Bondan Nusantara, anak Ibu Kadariah, 
seorang primadona ketoprak Jogja tahun 60-an, yang ditahan beberapa tahun. Juga 
muncul dua anak dari Bali, selain Nani Nurahman, seorang putri jendral Soetoyo 
yang diabadikan sebagai Pahlawan Revolusi. 

GROWING IN THE STORM 

Is about the struggle of those people whose their parents have been victims of 
the tragedy in 1965/66 and until today still experience discrimination from 
different sides.

However, they refuse to give up, in fact, they grow under these difficult 
circumstances and develop to new human beings.One of them is Wangi IndrIa, a 
Wayang Kulit puppeteer and also a dancer and singer from Indramayu. Her 
father, also a puppeteer, was a political prisoner during the New Order. Bondan 
Nusantara, the son of Ibu Kadariyah, a prima donna of Javanese theatre from 
Jogja in the 60's. Nani Nurahman the daughter of General Soetoyo, who will 
always be remembered as a national 

[ac-i] Martin Aleida dari TITIAN

2008-11-16 Terurut Topik putu oka sukanta
5. 

Mangku Mencari  Doa di  Daratan Jauh

Martin Aleida

 

MANGKU tak sudi mati di tanah tumpah darahnya, Bali. Tidak! Hidup terlalu 
menyesakkan, hingga dia bersumpah lebih baik mati di daratan yang jauh. Tak 
pernah dia bayangkan jasadnya akan diantar ke kayangan bersama api ngaben yang 
meliuk. Suatu kematian terhormat yang buatnya adalah angan-angan yang jauh 
panggang dari api. Tetapi, dia yakin, mati sekadar diantar selantun doa 
tentulah mungkin. Dan itu sudah jauh lebih mulia dibandingkan dengan kematian 
yang merenggut nyawa ayahnya. 

Orang tua itu dibunuh karena menerima tanah cuma-cuma dari organisasi tani yang 
dituduh merampas tanah tuan tanah dan membagi-bagikannya kepada petani tak 
bertanah seperti dia. Malang tak bisa ditampik. Huru-hara politik menggelegar. 
Bali berdarah. Hukum rimba direbut orang-orang yang dirasuki roh leak. Tuan 
tanah, yang menjadi korban landreform, melihat matahari baru menyingsing untuk 
memukul balik, merebut kembali tanah mereka.

Begitulah, suatu pagi, ayah Mangku diseret ke tepi lubang, tengkuknya dihantam 
linggis, dan bersama jasad petani senasib, dia ditimbuni di lubang besar itu, 
tanpa doa, konon pula airmata. 

Tanah ayahnya kembali kepada pemilik semula. Di tempat lain, dalam huru-hara 
paling bengis itu, anak-anak menyertai ayah mereka ke dalam lubang. Mangku 
mujur. Air mata kanak-kanaknya menyelamatkannya dari maut. Dan pemilik tanah 
membiarkan si kecil menempati gubuk orang tuanya. Dia bekerja sebagai pembantu 
di rumah tuan tanah itu.

**

Siang seterik ini, duduk beristirahat di lindung bayang sulur-sulur daun, 
Mangku menebarkan pandang ke daratan menghampar. Dia melihat bayang-bayang masa 
kecilnya, bermain di tegalan, sementara ayah dan ibunya menggarap lahan dengan 
gairah petani sejati. Bayang-bayang itu kemudian mengabur dalam benaknya dan 
menjadi kenangan hitam yang ingin dia tanam dalam-dalam. Selamanya. Dia mimpi 
tentang hari tuanya di daratan yang baru dan jauh, serta pulang ke kayangan 
dengan sebuah doa.

Mangku tak selesai sekolah dasar, tapi dia tahu ada daratan yang bernama 
Lampung, di mana orang Bali membangun hidup baru tanpa meninggalkan adat dan 
kebiasaan. Dia ingin mati di sana dengan diantar sebuah doa. Doa yang sederhana 
dari orang-orang Bali sejati.

Sejak lama dia pelan-pelan mengumpulkan keterangan tentang 
Sumatera, daratan yang menjadi kembang impiannya itu, termasuk peta jalan raya 
yang lumayan lengkap. Peta itu dia peroleh dari seorang teman, kernet bus jarak 
jauh. Dia juga menyimpan kliping berita dan artikel dari koran bekas yang dia 
pulung di pasar. Tetapi, peta itulah yang paling menyita minatnya. Saban malam, 
menjelang tidur, dia membentangkan penunjuk jalan itu di lantai, 
selebar-lebarnya. Seperti seekor semut dia menyusuri jalan darat yang 
menghubungkan tempat tinggalnya dengan tanah berbukit-bukit di Lampung. 
Menggunakan mistar, entah berapa kali sudah dia menarik garis lurus dari 
desanya ke pelabuhan Bakauheni. Seribu dua ratus kilometer! Ah.! Biasanya, dia 
lantas ditenggelamkan angan-angan penuh tanya, berapa lama jarak itu akan dia 
tempuh dengan merayap dari satu titik perhentian ke titik yang lain. 
Angan-angan yang biasanya berkesudahan dengan tidur yang lelap semalaman. 

Sering pula dia bayangkan betapa gentar hatinya nanti di atas ferry yang akan 
membawanya menyeberangi Selat Bali. Kemudian, seribu kilometer sesudah itu, dia 
akan menjelajah hamparan air yang memisahkan buntut Sumatera dengan pangkal 
Jawa. Hatinya gentar, karena yang akan dia arungi adalah anak samudera, bukan 
secercah air seluas kali di belakang rumah tuannya.

Tetapi, sebuah doa lebih dahsyat dari gelombang. Jarak daratan dan 
laut apalah artinya untuk tekad yang siap mati. Mangku berbulat hati untuk 
berangkat dengan bekal yang dia tabung bertahun-tahun: seekor anjing Kintamani 
jantan dan seekor kera. Jantan pula. Uang kontan ala kadarnya. Tas kulit 
imitasi, berisi dua pasang pakaian dan dua lembar sarung. Dua caping kepala. 
Dua pasang sandal jepit. 

**

Sebesar apa, setinggi mana pun dia menyundul langit, dalam 
kegelapan malam begini, Gunung Agung bukan apa-apa. Lereng, apalagi puncaknya, 
tak tampak. Gelap semesta. Selepas berdoa bagi keselamatan dirinya, dan kedua 
hewan sahabatnya, perlahan Mangku menguakkan pintu. Dia persilakan anjing 
Kintamani melangkahi bendul lebih dulu. Sesudah itu, barulah dia keluar 
menggendong kera, sementara tas jinjing menggantung di tangannya. Angin menyapu 
bahunya, juga punggung anjing dan kera yang menyertainya. 

Begitulah pengembaraan itu dimulai tanpa pamit kepada majikannya. Tidak kepada 
siapa pun. Ini bukan pelampiasan dendam terhadap tuan tanah yang telah merebut 
kembali tanah yang beberapa tahun dikuasai ayahnya. Tetapi, buat Mangku 
sendiri, yang ingin mati dengan terhormat, tidak enak rasanya tinggal di rumah 
tuan tanah itu. Sungguh tak enak! Rasanya seperti beribu pasang mata yang 
terus-menerus mengawasi kalau-kalau dia 

[ac-i] Linda Christanty: Sungai

2008-11-15 Terurut Topik putu oka sukanta
4.

S u n g a i

Linda Christanty

 

BELUM lama ini ia mendengar sungai itu akan ditimbun. Sebuah permukiman baru 
akan dibangun di atasnya. Pendayung rakit akan kehilangan pekerjaan. Air akan 
kehilangan salah satu alirannya. Banjir akan menggenangi lebih banyak daratan. 
Masa silamnya juga akan terkubur di bawah sana. 

 

Sungai itu mengalir di muka rumah masa kanak-kanaknya. Airnya tampak tenang 
kehijauan. Riak hanya muncul ketika rakit melaju. Tapi di musim hujan, air 
sungai keruh kecoklatan. Arus menderas. Gemuruhnya menembus dinding-dinding 
rumah yang terbuat dari anyaman bambu. 

 

Ia sering duduk di ambang pintu yang terbuka, menghadap ke arah sungai itu. 
Kaki-kakinya yang mungil menjejak tangga kayu yang hitam berlumut. Ia 
memandangi apa yang setiap hari hadir di saat ia terjaga maupun lelap, yang 
sama sekali tak menyuguhkan hal-hal ajaib dan luar biasa. 

 

Namun, ia senang dan takjub memandang wujud sungai di saat tenang maupun 
gelisah. Di musim kemarau, amis lumpur yang bangkit dan dibawa angin dari tubuh 
sungai itu terasa hangat di penciumannya. Ia jadi merindukan apa yang ia sama 
sekali tak tahu, ketika sesuatu yang sunyi di dalam dirinya tiba-tiba menjelma 
rasa sedih. 

 

Suatu hari, selagi ia menikmati pemandangan ini, Fatima mondar-mandir di 
belakangnya sambil menggendong Mina. Semula ia masih mendengar bujukan-bujukan 
manis Fatima agar putrinya segera tidur. Setelah itu senandung-senandung. 
Ketika rengek Mina tak lagi terdengar, Fatima mulai menghiburnya dengan dongeng 
dan cerita. Dan ia tak pernah bosan mendengar kisah yang sama. Ia memang tak 
punya hiburan lain.

 

Tiap pagi Fatima menyeberangi sungai ini dengan rakit sewaan. Ia mencuci 
pakaian para penghuni rumah-rumah besar di seberang sungai dan memperoleh upah 
setiap minggu. Kadangkala ia membantu memasak untuk pesta-pesta mereka dan 
membawa pulang sedikit makanan ke rumah. 

 

Sebelum bekerja, Fatima menitipkan ia dan Mina pada tetangga mereka, seorang 
perempuan paruh baya. Sebelah mata perempuan itu buta. Bola mata kirinya yang 
putih pernah mengejar-ngejarnya dalam mimpi. Namun, ia tak pernah menceritakan 
mimpi-mimpinya kepada Fatima. Ia merasa bersalah dan takut. Perempuan itu baik 
sekali, selalu memberi kue-kue yang dibelinya dari penjual keliling. Onde-onde, 
nagasari, atau kue lapis. Semua yang ia suka. 

 

Suatu kali perempuan itu memperlihatkan kepadanya sebilah keris yang sudah 
berkarat. Ini bekas-bekas darah. Peninggalan embah saya, untuk keselamatan. 
Dulu ia tentara Kerajaan Mataram, katanya, bangga, tertawa dan memamerkan 
gusinya yang merah karena gambir sirih. Sesudah itu, keris pun disimpan kembali 
di bawah kasur tipis, yang di atasnya Mina biasa tidur nyenyak setelah lelah 
mengobrak-abrik seisi kamar perempuan tersebut dengan riang. 

 

Ketika ia dewasa, ia menjadi iba kepada perempuan itu. Mataram yang 
dbayangkannya bukan masa silam yang menyenangkan. Salah seorang sultan bahkan 
membunuh musuhnya dengan cara mencekik si musuh sampai mati dengan tangannya 
sendiri. Dan kematian bisa datang dari perasaan curiga, bukan bukti-bukti. 

 

**

Saat ia belajar di sekolah dasar, tiap pagi ia dan Fatima berangkat bersama ke 
seberang sungai. Kadang-kadang, ia takut rakit terbalik dan seluruh penumpang 
di atasnya tenggelam. Di pagi hari rakit begitu sesak dari sisi ke sisi. 
Keteledoran kecil bisa menyebabkan malapetaka. Ia tak bisa berenang dan karena 
itu, ia sangat cemas. 

 

Dulu pernah ada rakit terbalik. Ia mengetahui kemalangan tadi dari cerita 
Fatima. Seorang nenek meninggal, karena tak bisa berenang. Orang-orang gagal 
menyelamatkan nenek itu, karena sungai begitu keruh dan arus begitu deras 
sehabis banjir. Berjam-jam kemudian seorang perenang hebat dari kampungnya 
berhasil menemukan tubuh nenek yang telah menggembung dan bersalut lumpur. 
Orang-orang membicarakan kecelakaan ini berhari-hari, lalu keadaan kembali 
seperti semula. Orang-orang mulai kurang berhati-hati. Rakit tetap penuh di 
pagi atau sore hari, di saat arus tenang maupun deras. 

 

Namun, selain rasa cemas yang kadang-kadang muncul, ia merasa senang meluncur 
di atas rakit. Seperti berada di atas sesuatu dan akan menaklukkan sesuatu. Di 
sekolah ia tak pernah diperlakukan ramah oleh teman-teman sekelasnya yang 
tinggal di rumah-rumah besar itu, tetapi di atas rakit ini ia mempunyai 
dunianya sendiri. Ia merasa seperti seorang laksmana yang memimpin sebuah 
armada dan pendayung rakit adalah salah satu prajuritnya. 

 

Sesekali Fatima pulang bersamanya bila pekerjaan tak banyak. Tapi di atas rakit 
mereka jarang bicara. Mereka jadi dua orang yang tak saling kenal. Fatima asyik 
melamun, sedangkan ia tertegun-tegun memandangi air.

 

Rakit menyibak air, sementara ikan sapu-sapu yang menguasai sungai tampak 
berenang-renang mengikuti rakit. Ia membayangkan dirinya sebagai seekor ikan. 
Berenang, 

[ac-i] Puisi dikutip dari SURAT BUNGA DARI UBUD

2008-11-11 Terurut Topik putu oka sukanta
SURAT BUNGA DARI UBUD, kumpulan puisi Putu Oka Sukanta, penerbit Koekoesan atas 
dukungan Institut Global Justice Jakarta. Diluncurkan tgl. 7 Nop. 2008, di 
Goethe Haus Jakarta.
Mulai hari ini akan disiarkan satu persatu puisi dari buku tsb.

 1. Surat Bunga dari Ubud

 

Tak ada perangko buat mengirim

kutempel bunga di pojok amplop

 

Yang terhormat Dunia

aku tumbuh warna-warni

dari darah pelukis yang dibantai

harumku seharum namanya

 

Ubud 13 Okt.2004

 

Flower letter from Ubud.

 

There is no stamp to  post it

Iuse a blossom on the envelope

 

Dear honourable world

I have grown many colours

From the blood of murdered artists

My fragrance is that of their names.

 

Flower

Translated by. Vern Cork


[ac-i] Untuk Mbak Rita Sri Hastuti

2008-11-11 Terurut Topik putu oka sukanta
Mba Rita, saya praktik di Jl. Balai Pustaka I/8 Rawamangun. Taman Sringanis di 
Bogor semakin banyak dimanfaatkan oleh berbagai kalangan. Saya senang. Mampir 
ya kalau sedang lewat di sekitar kami.

sampai jumpa
putu oka sukanta
  - Original Message -
  From: Rita Sri Hastuti
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
  Sent: Tuesday, November 11, 2008 11:28 PM
  Subject: Re: [ac-i] Salam kenal


Salam kenal juga. Apa kabar Dokar?  Mudah-mudahan masih ingat Rita Sri 
Hastuti ex-Majalah Zaman. Apa kabar Pak Putu? Praktik di mana sekarang? masih 
berkebun tanaman obat-obatan?

Jon Sigit dan Lidya, SD Tarki mana? saya Tarki Barito 

-Rita Sri Hastuti
Majalah MaestroNews

--- On Tue, 11/11/08, Jon Sigit [EMAIL PROTECTED] wrote:

  From: Jon Sigit [EMAIL PROTECTED]
  Subject: Re: [ac-i] Salam kenal
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
  Date: Tuesday, November 11, 2008, 2:42 PM


Ya, Lyd, gue Jon ex Tarqi 66. Lu kan Lydia CALEG Partai 
 ntar kalo jadi Senator inget AMPEjon ya .
selalu, sgt jon'66

08, lydia poetrie [EMAIL PROTECTED] com wrote:

  From: lydia poetrie [EMAIL PROTECTED] com
  Subject: Re: [ac-i] Salam kenal
  To: artculture-indonesi [EMAIL PROTECTED] com
  Date: Monday, November 10, 2008, 11:34 PM


Hello,
Salam kenal untuk mas Kartono, mas Putu.
Apa ini Jon ex Tarqis SD ?

Salam Budaya,
L.Poetrie

--- On Fri, 7/11/08, Jon Sigit [EMAIL PROTECTED] com 
wrote:

  From: Jon Sigit [EMAIL PROTECTED] com
  Subject: Re: [ac-i] Salam kenal
  To: artculture-indonesi [EMAIL PROTECTED] com
  Date: Friday, 7 November, 2008, 1:00 PM


Beda2 tipis lah, kan makin tuwa makin berminyak 
!

--- On Thu, 11/6/08, Kartono Mohamad [EMAIL 
PROTECTED] net.id wrote:

From: Kartono Mohamad [EMAIL PROTECTED] net.id
Subject: Re: [ac-i] Salam kenal
To: artculture-indonesi [EMAIL PROTECTED] com
Date: Thursday, November 6, 2008, 9:14 PM


14 hari lebih dulu atau belakangan?
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT


From: putu oka sukanta [EMAIL PROTECTED] 
net.id
Date: Fri, 7 Nov 2008 09:19:43 +0700
To: artculture-indonesi [EMAIL PROTECTED] com
Subject: Re: [ac-i] Salam kenal

selisih 14 hari sama saya pak.

salam
pos
- Original Message -
From: [EMAIL PROTECTED] net.id
To: artculture-indonesi [EMAIL PROTECTED] com
Sent: Sunday, November 02, 2008 8:29 AM
Subject: [ac-i] Salam kenal




Kartono Mohamad
Nama panggilan: Tono, Kartono, Dokar
Profesi: dokter

Tanggal lahir: 13 Juli 1939 (sudah tua kan?)

E-mail: [EMAIL PROTECTED] net.id






--
  New Email names for you!
  Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and 
@rocketmail.
  Hurry before someone else does!





   

[ac-i] Untuk Bung Teguh Ostenrik

2008-11-10 Terurut Topik putu oka sukanta
Bung Teguh yb,
Silakan datang ke praktik saya, nanti kita lihat bersama, apa yang bisa 
dilakukan untuk memperbaiki keluhan tsb.

Sampai jumpa dan salam
putu oka
  - Original Message -
  From: Teguh Ostenrik
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
  Sent: Sunday, November 09, 2008 9:32 PM
  Subject: Re: [ac-i] Salam kenal


  Hallo Bung Oka, setiap saya latihan Tai Chi, dan pas jurus nendang ke depan, 
kok tulang belakang saya bunyi klethek-klethek ya? Apakah masih bisa 
diperbaikin dengan kupunktur?
  Salam
  TO


  On 11/7/08 9:19 AM, putu oka sukanta [EMAIL PROTECTED] wrote:







selisih 14 hari sama saya pak.

salam
pos


  - Original Message -

  From:  [EMAIL PROTECTED]

  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com

  Sent: Sunday, November 02, 2008 8:29  AM

  Subject: [ac-i] Salam kenal







  Kartono Mohamad
  Nama panggilan: Tono, Kartono, Dokar
  Profesi: dokter

  Tanggal lahir: 13 Juli 1939 (sudah tua  kan?)

  E-mail: [EMAIL PROTECTED]








   

Re: [ac-i] Semarak KAMIS Delapanpuluhan di Angkringan YUK

2008-06-08 Terurut Topik putu oka sukanta
Salam kenal,
Saya membaca informasi Anda tentang Pemutaran film tahun delapan puluhan. 
Apakah Anda  berminat dengan film dokumenter? Saya dengan Lembvaga Kreatifitas 
Kemanusiaan memproduksi 3 film dokumenter dengan tema  Dampak Sosial Tragedi 
Kemanusiaan 1965/66.

Kalau berminat silakan kirim fax ke 021 47860766, kepada lembaga tsb diatas. 
Nanti saya sarankan supaya lembaga Anda mendapat kiriman  film-film tsb.

salam
putu oka sukanta.
  - Original Message - 
  From: Iwan Pribadi 
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com ; media jogja ; mediacare mediacare 
  Sent: Tuesday, June 03, 2008 7:40 PM
  Subject: [ac-i] Semarak KAMIS Delapanpuluhan di Angkringan YUK


  Bulan Juni 2008 ini, Angkringan YUK yang beralamat di Jl. Sawit Blok I No. 3 
Sawitsari, Condongcatur, Yogyakarta, akan mengadakan acara Semarak Kamis 
Delapanpuluhan, yang berisi pemutaran Film-film Tahun 80-an.

  Menampilkan :

  1. Gundala Putra Petir (Teddy Purba) 
   5 Juni 2008, jam 20:00 WIB 

  2. Sundel Bolong (Suzanna)
  12 Juni 2008, jam 20:00 WIB

  3. Surga Dunia di Pintu Neraka (Merriam Belina) 
  19 Juni 2008, jam 20:00 WIB

  4. Gita Cinta dari SMA (Rano Karno)
  26 Juni 2008, jam 20:00 WIB

  Mari-mari hadirilah berbondong-bondong...


  Angkringan YUK
  teh, hotspot, semuanya...!!!
  Jl. Sawit Blok I No. 3 Sawitsari
  Condongcatur Sleman
  DIY


   


--