RE: [balita-anda] belum ada judul
Ayahnya Irfan, nama sebenernya siapa sih ? Boleh tauk nggak ? -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, November 16, 2005 12:59 PM To: depokmilis Cc: balita-anda@balita-anda.com Subject: [balita-anda] belum ada judul "Siapa suruh punya anak banyak?". Mungkin sama-sama kita pernah dengar pertanyaan dan ungkapan di atas tiap kali ada di sekitar kita yang kebetulan diberikan rezeki anak banyak, walaupun ekonomi keluarganya pas-pasan, bahkan cenderung berkekurangan. Salah seorang mantan bos saya di kantor , yang bersuamikan seorang ekspat malah sampai sekarang tidak mau punya anak. Bayangkan, tidak mau, bukannya belum. Alasannya sepele, "ngeri gue ngebayangin punya anak.., melahirkannya aja kayaknya gue gak sanggup..., wuiih...," begitu komentarnya tiap kali ada anak buahnya, atau rekan kantornya yang baru saja melahirkan. Saya juga suka 'miris' kalau dengar orang bilang, "Waduh.., gimana ya. Punya anak satu aja deh. Satu aja buat biaya pendidikannya ketar-ketir, gimana dua.., tiga...ga sanggup deh." Banyak anak banyak rezeki mungkin memang sebuah ungkapan yang sudah banyak ditinggalkan oleh sebagian besar dari kita. Tapi bukan berarti juga terus jadi muncul ungkapan banyak anak seret rezeki, atau banyak anak susah cari rezekinya Hak semua orang untuk berkata apa saja. Hak semua orang juga untuk menentukan yang terbaik bagi diri dan keluarganya. Tapi kewajiban setiap orang juga untuk tidak mendahului yang maha mendahului. Kembali ke keluarga yang memiiki anak banyak dan hidup serba kekurangan tersebut di atas. Kebetulan tidak jauh dari rumah saya ada sebuah keluarga seperti itu. Anaknya sekarang sudah lima. Tiga laki-laki, dua perempuan. Yang pertama masih duduk di kelas 3 SD. Anak nomer 3 umurnya 5 tahun,keempat 2.5 tahun, dan yang kelima 12 bulan. Allah memang maha adil. Kelima anaknya jarang sekali sakit. Salah seorang anaknya bahkan mendapat julukan 'Anak Seribu Pulau' ."Kalau tiap anak di sini seperti mereka, pasti Hermina bakalan bangkrut..," demikian canda salah seorang tetangganya yang begitu kagum dengan 'tingkat kesehatan' kelima anak tersebut. Pernah suatu waktu istri saya menawarkan bantuan susu formula untuk anaknya yang kelima, tapi sang ibu menolak dengan alasan tidak sanggup untuk membeli susu formula selanjutnya kalau bayinya nanti 'ketagihan'. "Cukuplah ASI saja buat anak saya," demikian ucapnya. . Punya anak satu, dua, tiga, empat , dan seterusnya mungkin memang pilihan. Tapi pilihan di atas segala pilihan adalah apa yang kita dapatkan saat ini, plus segala ikhtiar yang sungguh-sungguh untuk menyempurnakannya, tanpa sekali-sekali bersyakwasangka dengan apa yang diikhtiarkan oleh orang lain. Newland 161105
[balita-anda] belum ada judul
"Siapa suruh punya anak banyak?". Mungkin sama-sama kita pernah dengar pertanyaan dan ungkapan di atas tiap kali ada di sekitar kita yang kebetulan diberikan rezeki anak banyak, walaupun ekonomi keluarganya pas-pasan, bahkan cenderung berkekurangan. Salah seorang mantan bos saya di kantor , yang bersuamikan seorang ekspat malah sampai sekarang tidak mau punya anak. Bayangkan, tidak mau, bukannya belum. Alasannya sepele, "ngeri gue ngebayangin punya anak.., melahirkannya aja kayaknya gue gak sanggup..., wuiih...," begitu komentarnya tiap kali ada anak buahnya, atau rekan kantornya yang baru saja melahirkan. Saya juga suka 'miris' kalau dengar orang bilang, "Waduh.., gimana ya. Punya anak satu aja deh. Satu aja buat biaya pendidikannya ketar-ketir, gimana dua.., tiga...ga sanggup deh." Banyak anak banyak rezeki mungkin memang sebuah ungkapan yang sudah banyak ditinggalkan oleh sebagian besar dari kita. Tapi bukan berarti juga terus jadi muncul ungkapan banyak anak seret rezeki, atau banyak anak susah cari rezekinya Hak semua orang untuk berkata apa saja. Hak semua orang juga untuk menentukan yang terbaik bagi diri dan keluarganya. Tapi kewajiban setiap orang juga untuk tidak mendahului yang maha mendahului. Kembali ke keluarga yang memiiki anak banyak dan hidup serba kekurangan tersebut di atas. Kebetulan tidak jauh dari rumah saya ada sebuah keluarga seperti itu. Anaknya sekarang sudah lima. Tiga laki-laki, dua perempuan. Yang pertama masih duduk di kelas 3 SD. Anak nomer 3 umurnya 5 tahun,keempat 2.5 tahun, dan yang kelima 12 bulan. Allah memang maha adil. Kelima anaknya jarang sekali sakit. Salah seorang anaknya bahkan mendapat julukan 'Anak Seribu Pulau' ."Kalau tiap anak di sini seperti mereka, pasti Hermina bakalan bangkrut..," demikian canda salah seorang tetangganya yang begitu kagum dengan 'tingkat kesehatan' kelima anak tersebut. Pernah suatu waktu istri saya menawarkan bantuan susu formula untuk anaknya yang kelima, tapi sang ibu menolak dengan alasan tidak sanggup untuk membeli susu formula selanjutnya kalau bayinya nanti 'ketagihan'. "Cukuplah ASI saja buat anak saya," demikian ucapnya. . Punya anak satu, dua, tiga, empat , dan seterusnya mungkin memang pilihan. Tapi pilihan di atas segala pilihan adalah apa yang kita dapatkan saat ini, plus segala ikhtiar yang sungguh-sungguh untuk menyempurnakannya, tanpa sekali-sekali bersyakwasangka dengan apa yang diikhtiarkan oleh orang lain. Newland 161105
Re: [balita-anda] belum ada judul
Kehilangan Buah Hati tercinta memang suatu peristiwa yang paling menyedihkan, tapi Pak, masihkah Bapak percaya,bahwa suatu peristiwa sedih/kegagalan adalah suatu kebahagiaan yang tertunda ? Adik ipar saya baru +/- dua bulan yll mengalami hal yang hampir sama dengan Bapak, Anak pertamanya,satu-satunya LAKI-LAKI (usia 6,5 tahun) meninggal setelah 1 minggu koma dengan diagnosa "VIRUS UNKNOWN", mereka mempunyai tiga orang anak, akan tetapi anak yang meninggal ini diakui oleh semua orang termasuk anak yang cukup SUPER baik dari segi Physik maupun intelektualitas. Sangat tampan, pinter di sekolah, supel & pandai bergaul baik kepada teman sebayanya atau kepada orang dewasa sampai Monsinyur Bogor adalah sahabatnya dan sangat peduli dengan orang-orang miskin, dia sangat peduli dengan orang miskin, sering dia bagi-bagikan pakaian bekasnya kepada anak-anak jalanan di lampu merah dan dia lakukan sendiri. Untuk anak seusia dia memang boleh dikatakan SUPER sayang usianya sangat pendek, hanya karena demam dan proses yang sangat cepat, timbul kejang dan koma selama 7 hari tanpa diawali sakit yang serius . dan tidak terlambat di bawah ke RS Bisa dibayangkan bagaimana hancurnya hati kedua orang tua anak tsb, dua adiknya yang perempuan memang jauh berbeda dari segi intelektualitas dari kakaknya tsb, cuma wajah yang sangat mirip dan ibu anak tsb sudah menjalani proses sterilisasi setelah kelahiran anak ke-3. Saat ini semangat hidup ke dua orang tuanya masih ada karena dua buah hatinya tsb, mereka sadar mereka masih diperlukan, mungkin boleh saya kasih saran ada baiknya Bapak dan Ibu meneruskan planning punya anak laki apalagi kalau usia masih memungkinkan, mungkin kejadian yang dialami bisa menjadikan pengalaman yang sangat berharga untuk menciptakan kehamilan yang sehat dan aman. Saya sadar sepenuhnya jika bukan yang mengalaminya mungkin lebih mudah untuk bicara, semoga Bapak berkenan . Salam, Mama Domi. -Original Message- From: Fanani, Mr. M. Firdaus [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, May 17, 2004 12:39 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] belum ada judul Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan saya hingga saat ini. Sejak wafatnya buah hati tercinta 5 bulan yg lalu karena sakit/kelainan yg dibawa sejak lahir, saya seperti trauma untuk punya momongan lagi. Trauma bila melihat berita di TV atau koran tentang anak sakit ini & itu, mengantar istri ke bidan untuk berKB, mengendong ponakan sendiri, apalagi bila tanpa sengaja kami sekedar lewat di depan RS tempat almarhum dulu menghabiskan sisa hidupnya. Tanpa sadar hati saya akan langsung bergejolak dan bayang2 akan wajah almarhum langsung hadir di kepala disertai perasaan hancur akan rasa bersalah, merasa bodoh, serta rasa menyesal yang terus menerus menghantui. Semua yg terlibat secara langsung atau tidak selama almarhum dirawat seolah2 menjadi musuh saya. Saya seperti menyimpan dendam. Kepada orang2 di kantor, di rumah bahkan dendam kepada diri sendiri. Saya menyimpan dendam pada orang2 di kantor yg saya anggap tidak punya toleransi karena komplain meskipun tidak secara langsung akibat seringnya saya ijin cuti untuk sekedar menemani atau mengantar berobat, dirawat hingga akhirnya sekarat di RS. Dendam kpd orang rumah termasuk istri yg saya anggap kurang perhatian pd penderitaan anak saya, dendam kepada diri sendiri karena ketololan dan kebodohan saya tidak memeriksakan awal kehamilan istri pada dokter kandungan. Serta ketololan2 lain dari saya yg serasa terus menghimpit dada, ditambah masalah ekonomi yg juga terus mengganggu. Tapi sering pula muncul rasa iri bila melihat orang berjalan2 di mal dengan bahagia menggendong buah hati mereka yg sehat dan lucu, rasa ingin segera punya anak lagi langsung timbul. Perasaan2 yg bertentangan ini terus menghantui saya hingga saat ini. Bahkan sampai saat ini saya masih sering membeli mainan seolah2 almarhum masih ada, bila ada yg bertanya saya katakan untuk momongan yg baru nanti. Kadang saya juga berharap kelak punya anak laki2 lagi yg kalo bisa berwajah sama dengan mendiang anak saya, tapi lebih sehat dari almarhum. Agar bisa mengobati rindu saya kepada almarhum. Hal itu terus saya ungkapkan dalam do'a2 saya dengan harapan dikabulkan oleh Allah. Saya juga bersyukur karena masih bisa mengontrol diri dan tidak bertindak yang irrasional. Saya menulis ini ke milis bukan untuk mendapat belas kasihan apalagi pujian dari moms n dads sekalian, melainkan sekedar curhat yg mungkin bisa jadi pelajaran, terutama buat diri saya sendiri dan paling tidak mengurangi beban perasaan saya karena sejujurnya saya seperti kehilangan orang untuk berbagi. salam, - Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ Info balita, http://www.balita-anda.com Stop berlangganan, e-mai
Re: [balita-anda] belum ada judul
Pak Firdaus, Saya juga turut berduka Pak, seperti yang mami Anargya bicarakan sebelumnya, memang Tuhan yang menentukan. Saat ini saya tahu Bapak pasti bercampur2 perasaannya, kesal, benci, merasa sendiri bodoh, tak berdaya, trauma dll. Saya kebetulan pernah mengalami kehilangan 2 ponakan juga. Yg 1 karena kelalaian maminya saat pindah2an barang, saat itu masih dalam kandungan, nggak sengaja perutnya kepentok kek laci, akibatnya anaknya lahir tanpa batok kepala < apa yang istilahnya >, kita cuma sempat melihat anaknya nangis 5 menit, terus meninggal. Tapi akhirnya semuanya berlalu juga, sekarang punya ada 3. Yg 1, tinggal 1 minggu lagi adalah waktu untuk melahirkan, kakak saya control ke dokter, tak tahunya janinnya sudah meninggal didalam tanpa tahu apa sebabnya. Saat itu sekeluarga kita shock, tidak tahu apa yang terjadi. Kakak ipar saya < laki> udah kek orang gila, teriak2, marah2, stress, nangis. Marahin istrinya masak anak gak ada gerakan tidak tahu dll. Hampir terjadi perceraian dll. Tapi untungnya Tuhan itu baik, dengan berlalunya waktu namun tidak lama, mereka mulai dipulihkan, bisa saling mengampuni akan kelalaian masing2, walaupun trauma itu masih ada. 4-6 bulan kemudian kakak saya hamil lagi, kali ini mereka memang extra hati2, supaya kejadian yang sama tidak terulang lagi. Puji Tuhan, akhirnya mereka saat ini sudah punya 2 anak. Saat2 ini adalah masa2 tersulit bagi Pak Firdaus maupun istri Bapak, saya sangat yakin dia juga merasakan apa yang Bapak rasakan. tapi biarlah semuanya berlalu, toh life is still going on, hadapilah dengan saling mengasihi lebih baik daripada saling menyalahkan. Setelah semuanya berjalan normal lagi, mudah2an dikarunia anak lagi sama Tuhan. Semoga tabah menghadapi semuanya, dan jangan lupa sering2lah berdoa minta kekuatan dari Tuhan, kalau mengandalkan manusia memang sangat beratTuhan memberkati, Susan - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Re: [balita-anda] belum ada judul
Pak Firdaus Tulus saya sekeluarga berdoa untuk kebahagiaan bapak sekeluarga, semoga Tuhan selalu memberikan bapak sekeluarga kedamaian hati dan kejernihan pikiran... Salam, -Md- - Original Message - From: "Fanani, Mr. M. Firdaus" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Monday, May 17, 2004 12:38 PM Subject: [balita-anda] belum ada judul > Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan saya hingga saat > ini. Sejak wafatnya buah hati tercinta 5 bulan yg lalu karena sakit/kelainan > yg dibawa sejak lahir, saya seperti trauma untuk punya momongan lagi. Trauma > bila melihat berita di TV atau koran tentang anak sakit ini & itu, mengantar > istri ke bidan untuk berKB, mengendong ponakan sendiri, apalagi bila tanpa > sengaja kami sekedar lewat di depan RS tempat almarhum dulu menghabiskan > sisa hidupnya. Tanpa sadar hati saya akan langsung bergejolak dan bayang2 > akan wajah almarhum langsung hadir di kepala disertai perasaan hancur akan > rasa bersalah, merasa bodoh, serta rasa menyesal yang terus menerus > menghantui. Semua yg terlibat secara langsung atau tidak selama almarhum > dirawat seolah2 menjadi musuh saya. Saya seperti menyimpan dendam. Kepada > orang2 di kantor, di rumah bahkan dendam kepada diri sendiri. Saya menyimpan > dendam pada orang2 di kantor yg saya anggap tidak punya toleransi karena > komplain meskipun tidak secara langsung akibat seringnya saya ijin cuti > untuk sekedar menemani atau mengantar berobat, dirawat hingga akhirnya > sekarat di RS. Dendam kpd orang rumah termasuk istri yg saya anggap kurang > perhatian pd penderitaan anak saya, dendam kepada diri sendiri karena > ketololan dan kebodohan saya tidak memeriksakan awal kehamilan istri pada > dokter kandungan. Serta ketololan2 lain dari saya yg serasa terus menghimpit > dada, ditambah masalah ekonomi yg juga terus mengganggu. Tapi sering pula > muncul rasa iri bila melihat orang berjalan2 di mal dengan bahagia > menggendong buah hati mereka yg sehat dan lucu, rasa ingin segera punya anak > lagi langsung timbul. Perasaan2 yg bertentangan ini terus menghantui saya > hingga saat ini. Bahkan sampai saat ini saya masih sering membeli mainan > seolah2 almarhum masih ada, bila ada yg bertanya saya katakan untuk momongan > yg baru nanti. Kadang saya juga berharap kelak punya anak laki2 lagi yg kalo > bisa berwajah sama dengan mendiang anak saya, tapi lebih sehat dari > almarhum. Agar bisa mengobati rindu saya kepada almarhum. Hal itu terus saya > ungkapkan dalam do'a2 saya dengan harapan dikabulkan oleh Allah. Saya juga > bersyukur karena masih bisa mengontrol diri dan tidak bertindak yang > irrasional. > > Saya menulis ini ke milis bukan untuk mendapat belas kasihan apalagi pujian > dari moms n dads sekalian, melainkan sekedar curhat yg mungkin bisa jadi > pelajaran, terutama buat diri saya sendiri dan paling tidak mengurangi beban > perasaan saya karena sejujurnya saya seperti kehilangan orang untuk berbagi. > > salam, > > - > >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ > >> Info balita, http://www.balita-anda.com > >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] > - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Re: [balita-anda] belum ada judul
pak firdaus yang sabar dan tawakkal yah meskipun saya tidak mengalami kejadian seperti bapak dan semoga tidak terjadi pada saya atau pun yang lain...amiin tapi saya juga punya pengalaman dimana keponakan saya yang baru berusia 6 bulan juga harus dipanggil ke hadapan-Nya, usianya tidak beda dengan anak saya, dibesarkan bersama anak saya karena memang rumah saya dan kakak ipar saya bersebelahan. Hampir 2 bulan dalam perawatan, sudah berobat medis ataupun tradisional tapi ternyata tidak memberi hasil apapun, sampai akhirnya setelah kedua orang tuanya mengikhlaskan segalanya, Shifa yang cantik pun pergi menghadap-Nya, jangankan kedua orang tuanya, saya saja yang jadi tantenya hancur lebur rasanya hati ini, karena Shifa harus pergi secepat itu.tapi Tuhan sudah menakdirkan begitu pak sekarang sudah hampir 1 tahun kepergian Shifa dan selama itu kedua orang tuanya tidak merasa dendam atau apapun kepada siapapun karena mereka sudah ikhlas Pak, dan sampai saat ini mereka juga menjalani kehidupan seperti biasa, cukup sedih sesaat pak, jangan ditangisi terus yah, kasihan nanti, biarkan bayi-2 mungil itu hidup di alamnya sana, mereka akan menjadi tabungan akhirat bagi kedua orang tuanya, tenang dan sabar dan mencoba kembali ya Pak, Tuhan pasti akan mengabulkan..Amiin maaf jadi ikut cerita, karena apa yg bapak rasakan dan alami pun sama, seperti trauma melihat anak-2 bayi yg terlantar atau sedang di rawat di rumah sakit, saya pun begitu, saya gak tega dan saya gak mau anak saya terlantar ataupun harus dirawat di rs, saya akan berusaha agar anak saya sehat jasmani dan rohani nyaberjuang ya Pak... kami doakan dari kejauhan..Amiin - Original Message - From: "Fanani, Mr. M. Firdaus" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Monday, May 17, 2004 12:38 PM Subject: [balita-anda] belum ada judul > Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan saya hingga saat > ini. Sejak wafatnya buah hati tercinta 5 bulan yg lalu karena sakit/kelainan > yg dibawa sejak lahir, saya seperti trauma untuk punya momongan lagi. Trauma > bila melihat berita di TV atau koran tentang anak sakit ini & itu, mengantar > istri ke bidan untuk berKB, mengendong ponakan sendiri, apalagi bila tanpa > sengaja kami sekedar lewat di depan RS tempat almarhum dulu menghabiskan > sisa hidupnya. Tanpa sadar hati saya akan langsung bergejolak dan bayang2 > akan wajah almarhum langsung hadir di kepala disertai perasaan hancur akan > rasa bersalah, merasa bodoh, serta rasa menyesal yang terus menerus > menghantui. Semua yg terlibat secara langsung atau tidak selama almarhum > dirawat seolah2 menjadi musuh saya. Saya seperti menyimpan dendam. Kepada > orang2 di kantor, di rumah bahkan dendam kepada diri sendiri. Saya menyimpan > dendam pada orang2 di kantor yg saya anggap tidak punya toleransi karena > komplain meskipun tidak secara langsung akibat seringnya saya ijin cuti > untuk sekedar menemani atau mengantar berobat, dirawat hingga akhirnya > sekarat di RS. Dendam kpd orang rumah termasuk istri yg saya anggap kurang > perhatian pd penderitaan anak saya, dendam kepada diri sendiri karena > ketololan dan kebodohan saya tidak memeriksakan awal kehamilan istri pada > dokter kandungan. Serta ketololan2 lain dari saya yg serasa terus menghimpit > dada, ditambah masalah ekonomi yg juga terus mengganggu. Tapi sering pula > muncul rasa iri bila melihat orang berjalan2 di mal dengan bahagia > menggendong buah hati mereka yg sehat dan lucu, rasa ingin segera punya anak > lagi langsung timbul. Perasaan2 yg bertentangan ini terus menghantui saya > hingga saat ini. Bahkan sampai saat ini saya masih sering membeli mainan > seolah2 almarhum masih ada, bila ada yg bertanya saya katakan untuk momongan > yg baru nanti. Kadang saya juga berharap kelak punya anak laki2 lagi yg kalo > bisa berwajah sama dengan mendiang anak saya, tapi lebih sehat dari > almarhum. Agar bisa mengobati rindu saya kepada almarhum. Hal itu terus saya > ungkapkan dalam do'a2 saya dengan harapan dikabulkan oleh Allah. Saya juga > bersyukur karena masih bisa mengontrol diri dan tidak bertindak yang > irrasional. > > Saya menulis ini ke milis bukan untuk mendapat belas kasihan apalagi pujian > dari moms n dads sekalian, melainkan sekedar curhat yg mungkin bisa jadi > pelajaran, terutama buat diri saya sendiri dan paling tidak mengurangi beban > perasaan saya karena sejujurnya saya seperti kehilangan orang untuk berbagi. > > salam, > > - > >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ > >> Info balita, http://www.balita-anda.com > >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] > > > - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Re: [balita-anda] belum ada judul
Buat Pak Firdaus... "Tawakal dan berusaha yakin bahwa semua itu adalah yang terbaik buat ananda tercinta. Biarkan ananda menjadi bunga surga yang kelak akan menemani ayah bundanya di kehidupan abadi..." Segala yang telah terjadi, jadikan pelajaran, dari program pra-kehamilan, masa kehamilan, sampai menjaga ananda nanti. Tapi boleh gak sedikit kasih saran, mohon jangan minta pada Allah wajah dan sifat yang sama dengan almarhum..., karena seandainya Pak Firdaus dan istri tidak diberikan sesuai dengan keinginan Bapak, mungkin akan timbul kekecewaan lain... jadi... serahkanlah semuanya pada Allah... Menurut saya, biarkanlah almarhumah hidup dalam kenangan Bapak dan keluarga dan jangan terlalu dipikirkan dalam2 karena mungkin akan berakibat psikologis pada istri Pak Firdaus, yang nantinya bisa berakibat pada kehamilan selanjutnya.. Mungkin memang gampang berbicara, tapi susah dilaksanakan. Arie tahu perasaan Bapak, karena arie pun, yang waktu itu kehilangan janin yang masih di kandungan 3 bulan, sedihnya berkepanjangan... apalagi yang sudah kelihatan di depan mata... Tapi.. bangkit ya...!! Wassalam, Bunda Ara dan Aka Need a new email address that people can remember Check out the new EudoraMail at http://www.eudoramail.com - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
RE: [balita-anda] belum ada judul
pak,,, gak perlu disesali dgn apa yang udah terjadi dan bapak tidak perlu menyalahkan siapa-siapa termasuk istri dan diri bapak sendiri. bercerminlah terhadap masa lalu utk memperbaikinya di masa mendatang. bersikap arif dan bijaksanalah dalam berbuat terlebih terhadap kenyataan pahit yang pernah bapak alami. semua orang di dunia ini pasti pernah dicoba oleh Allah Swt. tidak hanya dengan cobaan yg sifatnya menyedihkan/menyulitkan tapi cobaan itu sendiri juga bisa berupa kesenangan dan kegembiraan. Bersabar dan tegakkanlah Sholat agar hati Bapak bisa lebih tenang dan jangan lupa sering basahi bibir dengan Kalam Ilahi agar rasa bersalah yg terus menghantui bisa hilang serta tawakkal kpd Allah terhadap semua Qudrat dan IradatNya pak agar hati Bapak lebih ridho dalam menerima semua kenyataan hidup ini. Jangan bersedih pak bapak dan keluarga sudah punya investasi kelak di akhiratalmarhum bisa jadi syafaat bagi bapak dan keluarga sebanyak 60 orang pakInsyallah maaf paksekedar sharing pendapat. maaf kalo tidak berkenan. wslm alam -Original Message- From: Fanani, Mr. M. Firdaus [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, May 17, 2004 12:39 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] belum ada judul Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan saya hingga saat ini. Sejak wafatnya buah hati tercinta 5 bulan yg lalu karena sakit/kelainan yg dibawa sejak lahir, saya seperti trauma untuk punya momongan lagi. Trauma bila melihat berita di TV atau koran tentang anak sakit ini & itu, mengantar istri ke bidan untuk berKB, mengendong ponakan sendiri, apalagi bila tanpa sengaja kami sekedar lewat di depan RS tempat almarhum dulu menghabiskan sisa hidupnya. Tanpa sadar hati saya akan langsung bergejolak dan bayang2 akan wajah almarhum langsung hadir di kepala disertai perasaan hancur akan rasa bersalah, merasa bodoh, serta rasa menyesal yang terus menerus menghantui. Semua yg terlibat secara langsung atau tidak selama almarhum dirawat seolah2 menjadi musuh saya. Saya seperti menyimpan dendam. Kepada orang2 di kantor, di rumah bahkan dendam kepada diri sendiri. Saya menyimpan dendam pada orang2 di kantor yg saya anggap tidak punya toleransi karena komplain meskipun tidak secara langsung akibat seringnya saya ijin cuti untuk sekedar menemani atau mengantar berobat, dirawat hingga akhirnya sekarat di RS. Dendam kpd orang rumah termasuk istri yg saya anggap kurang perhatian pd penderitaan anak saya, dendam kepada diri sendiri karena ketololan dan kebodohan saya tidak memeriksakan awal kehamilan istri pada dokter kandungan. Serta ketololan2 lain dari saya yg serasa terus menghimpit dada, ditambah masalah ekonomi yg juga terus mengganggu. Tapi sering pula muncul rasa iri bila melihat orang berjalan2 di mal dengan bahagia menggendong buah hati mereka yg sehat dan lucu, rasa ingin segera punya anak lagi langsung timbul. Perasaan2 yg bertentangan ini terus menghantui saya hingga saat ini. Bahkan sampai saat ini saya masih sering membeli mainan seolah2 almarhum masih ada, bila ada yg bertanya saya katakan untuk momongan yg baru nanti. Kadang saya juga berharap kelak punya anak laki2 lagi yg kalo bisa berwajah sama dengan mendiang anak saya, tapi lebih sehat dari almarhum. Agar bisa mengobati rindu saya kepada almarhum. Hal itu terus saya ungkapkan dalam do'a2 saya dengan harapan dikabulkan oleh Allah. Saya juga bersyukur karena masih bisa mengontrol diri dan tidak bertindak yang irrasional. Saya menulis ini ke milis bukan untuk mendapat belas kasihan apalagi pujian dari moms n dads sekalian, melainkan sekedar curhat yg mungkin bisa jadi pelajaran, terutama buat diri saya sendiri dan paling tidak mengurangi beban perasaan saya karena sejujurnya saya seperti kehilangan orang untuk berbagi. salam, - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] This communication is for use by the intended recipient and contains information that may be privileged, confidential or copyrighted under applicable law. If you are not the intended recipient, you are hereby formally notified that any use, copying or distribution of this e-mail, in whole or in part, is strictly prohibited. Please notify the sender by return e-mail and delete this e-mail from your system. Unless explicitly and conspicuously designated as "E-Contract Intended", this e-mail does not constitute a contract offer, a contract amendment, or an acceptance of a contract offer. This e-mail does not constitute a consent to the use of sender's contact information for direct marketing purposes or for transfers of data to third parties. Francais Deutsch Italiano Espanol Portugues Japanese Chinese Korean http:/
RE: [balita-anda] belum ada judul
Pak Firdaus, saya berterima kasih karena bapak mau membagikan pengalamannya kepada kami. Sebuah pengalaman yang sangat berharga. Memang kalo kita emosinya lagi normal dan rasional mudah untuk memikirkan segala sesuatu dengan jernih, tapi di kala susah dengan segala emosinya, terasa sulit untuk berpikir secara tepat. Hanya satu yang saya pegang pak di kala saya mengalami kesulitan yaitu karpet. Karpet itu bawahnya ruwet pak, benangnya muter sana muter sini, masuk sana masuk sini. Tapi apa dibaliknya? sebuah lukisan yang indah pak. Jadi walaupun hidup ini terasa susah,susah dan susah,asalkan kita terus berjuang saya tetap yakin akan indah pada akhirnya Salam Tri -Original Message- From: Fanani, Mr. M. Firdaus [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, May 17, 2004 12:39 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] belum ada judul Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan saya hingga saat ini. Sejak wafatnya buah hati tercinta 5 bulan yg lalu karena sakit/kelainan yg dibawa sejak lahir, saya seperti trauma untuk punya momongan lagi. Trauma bila melihat berita di TV atau koran tentang anak sakit ini & itu, mengantar istri ke bidan untuk berKB, mengendong ponakan sendiri, apalagi bila tanpa sengaja kami sekedar lewat di depan RS tempat almarhum dulu menghabiskan sisa hidupnya. Tanpa sadar hati saya akan langsung bergejolak dan bayang2 akan wajah almarhum langsung hadir di kepala disertai perasaan hancur akan rasa bersalah, merasa bodoh, serta rasa menyesal yang terus menerus menghantui. Semua yg terlibat secara langsung atau tidak selama almarhum dirawat seolah2 menjadi musuh saya. Saya seperti menyimpan dendam. Kepada orang2 di kantor, di rumah bahkan dendam kepada diri sendiri. Saya menyimpan dendam pada orang2 di kantor yg saya anggap tidak punya toleransi karena komplain meskipun tidak secara langsung akibat seringnya saya ijin cuti untuk sekedar menemani atau mengantar berobat, dirawat hingga akhirnya sekarat di RS. Dendam kpd orang rumah termasuk istri yg saya anggap kurang perhatian pd penderitaan anak saya, dendam kepada diri sendiri karena ketololan dan kebodohan saya tidak memeriksakan awal kehamilan istri pada dokter kandungan. Serta ketololan2 lain dari saya yg serasa terus menghimpit dada, ditambah masalah ekonomi yg juga terus mengganggu. Tapi sering pula muncul rasa iri bila melihat orang berjalan2 di mal dengan bahagia menggendong buah hati mereka yg sehat dan lucu, rasa ingin segera punya anak lagi langsung timbul. Perasaan2 yg bertentangan ini terus menghantui saya hingga saat ini. Bahkan sampai saat ini saya masih sering membeli mainan seolah2 almarhum masih ada, bila ada yg bertanya saya katakan untuk momongan yg baru nanti. Kadang saya juga berharap kelak punya anak laki2 lagi yg kalo bisa berwajah sama dengan mendiang anak saya, tapi lebih sehat dari almarhum. Agar bisa mengobati rindu saya kepada almarhum. Hal itu terus saya ungkapkan dalam do'a2 saya dengan harapan dikabulkan oleh Allah. Saya juga bersyukur karena masih bisa mengontrol diri dan tidak bertindak yang irrasional. Saya menulis ini ke milis bukan untuk mendapat belas kasihan apalagi pujian dari moms n dads sekalian, melainkan sekedar curhat yg mungkin bisa jadi pelajaran, terutama buat diri saya sendiri dan paling tidak mengurangi beban perasaan saya karena sejujurnya saya seperti kehilangan orang untuk berbagi. salam, - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Re: [balita-anda] belum ada judul - MENERIMA DENGAN SABAR DAN IHKHLAS
Pak, Disatu buku yang pernah saya baca, memang perasaan-perasaan seperti ini yang dapat di alami oleh orang tua yang kehilangan buah hatinya. Entah itu dalam usia kecil ato usia dewasa, tetapi reaksi hebat yang memang sering terjadi adalah apabila mereka kehilangan buah hati dalam usia kecil. Pak, mungkin yang harus bapak dan ibu lakukan adalah MENERIMA dengan sabar & ikhlas bahwa almarhum meninggal adalah kehendak YANG DIATAS. Karena sebagai orang yang beragama mereka adalah titipan yang kapan saja bisa DIA ambil. Hilangkan perasaan bersalah dan dendam yang selama ini bapak rasakan, karena tidak akan ada akhirnya malah akan memperpanjang penyesalan . Almarhum Insya Allah akan menjadi tabungan buat bapak dan ibu nantinya. Mulailah dengan menjalani hidup yang sehat sehingga anak yang kelak lahir menjadi anak yang sehat. Apabila almarhum meninggal karena adanya kelainan bawaan lahir, coba cari tau apakah kalo ibu melahirkan lagi kelainan bawaan itu akan terjadi lagi . Cari tau cara penanganannya. Sehingga kesalahan tidak terulang lagi. Mungkin dengan usaha untuk menggantikan almarhum kerinduan bapak dan ibu bisa terobati. Yakinlah bahwa apapun yang terjadi dengan kita semata-mata hanya Allah yang Maha Tahu. Kita hanya harus tawakal dan berserah diri untuk menerima. DIA tidak akan memberikan umatnya cobaan kalau umatnya tidak sanggup untuk menerimanya. Kalau perasaan-perasaan itu susah sekali untuk dihilangkan dan mengganggu kehidupan sosial bapak, mungkin tidak ada salahnya bapak datang ke seorang psikolog dan mulai minta bantuan. Maaf kalo pendapat saya ini tidak berkenan dan saya menambah sedikit judul subject diatas. Thank you and regards, Ella email address: [EMAIL PROTECTED] - Original Message - From: "Fanani, Mr. M. Firdaus" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Monday, May 17, 2004 12:38 PM Subject: [balita-anda] belum ada judul > Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan saya hingga saat > ini. Sejak wafatnya buah hati tercinta 5 bulan yg lalu karena sakit/kelainan > yg dibawa sejak lahir, saya seperti trauma untuk punya momongan lagi. Trauma > bila melihat berita di TV atau koran tentang anak sakit ini & itu, mengantar > istri ke bidan untuk berKB, mengendong ponakan sendiri, apalagi bila tanpa > sengaja kami sekedar lewat di depan RS tempat almarhum dulu menghabiskan > sisa hidupnya. Tanpa sadar hati saya akan langsung bergejolak dan bayang2 > akan wajah almarhum langsung hadir di kepala disertai perasaan hancur akan > rasa bersalah, merasa bodoh, serta rasa menyesal yang terus menerus > menghantui. Semua yg terlibat secara langsung atau tidak selama almarhum > dirawat seolah2 menjadi musuh saya. Saya seperti menyimpan dendam. Kepada > orang2 di kantor, di rumah bahkan dendam kepada diri sendiri. Saya menyimpan > dendam pada orang2 di kantor yg saya anggap tidak punya toleransi karena > komplain meskipun tidak secara langsung akibat seringnya saya ijin cuti > untuk sekedar menemani atau mengantar berobat, dirawat hingga akhirnya > sekarat di RS. Dendam kpd orang rumah termasuk istri yg saya anggap kurang > perhatian pd penderitaan anak saya, dendam kepada diri sendiri karena > ketololan dan kebodohan saya tidak memeriksakan awal kehamilan istri pada > dokter kandungan. Serta ketololan2 lain dari saya yg serasa terus menghimpit > dada, ditambah masalah ekonomi yg juga terus mengganggu. Tapi sering pula > muncul rasa iri bila melihat orang berjalan2 di mal dengan bahagia > menggendong buah hati mereka yg sehat dan lucu, rasa ingin segera punya anak > lagi langsung timbul. Perasaan2 yg bertentangan ini terus menghantui saya > hingga saat ini. Bahkan sampai saat ini saya masih sering membeli mainan > seolah2 almarhum masih ada, bila ada yg bertanya saya katakan untuk momongan > yg baru nanti. Kadang saya juga berharap kelak punya anak laki2 lagi yg kalo > bisa berwajah sama dengan mendiang anak saya, tapi lebih sehat dari > almarhum. Agar bisa mengobati rindu saya kepada almarhum. Hal itu terus saya > ungkapkan dalam do'a2 saya dengan harapan dikabulkan oleh Allah. Saya juga > bersyukur karena masih bisa mengontrol diri dan tidak bertindak yang > irrasional. > > Saya menulis ini ke milis bukan untuk mendapat belas kasihan apalagi pujian > dari moms n dads sekalian, melainkan sekedar curhat yg mungkin bisa jadi > pelajaran, terutama buat diri saya sendiri dan paling tidak mengurangi beban > perasaan saya karena sejujurnya saya seperti kehilangan orang untuk berbagi. > > salam, > > - > >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ > >> Info balita, http://www.balita-anda.com > >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] > > - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
RE: [balita-anda] belum ada judul
Pak Firdaus, saya turut prihatin mendengar cerita Pak Firdaus, mungkin harus tabah dan banyak berdoa serta bersabar Pak. Percayalah kepadaNya Pak, jangan lari ke jalan lainnya, saya yakin kalau memang Pak Firdaus dan istri sudah saatnya kelak akan diberikan Tuhan anak pengganti yang hilang. Tetap berdoa dan berusaha, jangan pernah putus asa Pak. Rgrds, Lilis -Original Message- From: ayahnya irfan [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: 17 Mei 2004 13:05 To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [balita-anda] belum ada judul Amien., Maaf kalau tidak keberatan, bisa disharing pak Firdaus gimana kejadiannya spy kita para ortu bisa belajar dari pengalaman bapak. Kalau ada yg keberatan lewat jalur milis, pls japri aja pak ke imel saya. rgrd -Original Message- From: Auliya Syafril <[EMAIL PROTECTED]> To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> Date: Monday, May 17, 2004 12:51 PM Subject: RE: [balita-anda] belum ada judul >Pak...saya ga tau mau ngomong apa selain sabarlah... Dibalik itu semua >ada kebahagian yg sedang direncakan Allah untuk bapak... Secara tidak >sadar air mata saya mengalir ketika baca email bapak ini > >__ >Aya Syafril >Office Coordinator >ANTS & TACTICAL Indonesia > > >-Original Message- >From: Fanani, Mr. M. Firdaus [mailto:[EMAIL PROTECTED] >Sent: Monday, May 17, 2004 12:39 PM >To: [EMAIL PROTECTED] >Subject: [balita-anda] belum ada judul > > >Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan saya hingga >saat ini. Sejak wafatnya buah hati tercinta 5 bulan yg lalu karena >sakit/kelainan yg dibawa sejak lahir, saya seperti trauma untuk punya >momongan lagi. Trauma bila melihat berita di TV atau koran tentang anak >s > > > >- >>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >>> Info balita, http://www.balita-anda.com >>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] > - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Re: [balita-anda] belum ada judul
Amien., Maaf kalau tidak keberatan, bisa disharing pak Firdaus gimana kejadiannya spy kita para ortu bisa belajar dari pengalaman bapak. Kalau ada yg keberatan lewat jalur milis, pls japri aja pak ke imel saya. rgrd -Original Message- From: Auliya Syafril <[EMAIL PROTECTED]> To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> Date: Monday, May 17, 2004 12:51 PM Subject: RE: [balita-anda] belum ada judul >Pak...saya ga tau mau ngomong apa selain sabarlah... Dibalik itu semua >ada kebahagian yg sedang direncakan Allah untuk bapak... Secara tidak >sadar air mata saya mengalir ketika baca email bapak ini > >__ >Aya Syafril >Office Coordinator >ANTS & TACTICAL Indonesia > > >-Original Message- >From: Fanani, Mr. M. Firdaus [mailto:[EMAIL PROTECTED] >Sent: Monday, May 17, 2004 12:39 PM >To: [EMAIL PROTECTED] >Subject: [balita-anda] belum ada judul > > >Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan saya hingga >saat ini. Sejak wafatnya buah hati tercinta 5 bulan yg lalu karena >sakit/kelainan yg dibawa sejak lahir, saya seperti trauma untuk punya >momongan lagi. Trauma bila melihat berita di TV atau koran tentang anak >s > > > >- >>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >>> Info balita, http://www.balita-anda.com >>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] > - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
RE: [balita-anda] belum ada judul
Pak...saya ga tau mau ngomong apa selain sabarlah... Dibalik itu semua ada kebahagian yg sedang direncakan Allah untuk bapak... Secara tidak sadar air mata saya mengalir ketika baca email bapak ini __ Aya Syafril Office Coordinator ANTS & TACTICAL Indonesia -Original Message- From: Fanani, Mr. M. Firdaus [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, May 17, 2004 12:39 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] belum ada judul Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan saya hingga saat ini. Sejak wafatnya buah hati tercinta 5 bulan yg lalu karena sakit/kelainan yg dibawa sejak lahir, saya seperti trauma untuk punya momongan lagi. Trauma bila melihat berita di TV atau koran tentang anak sakit ini & itu, mengantar istri ke bidan untuk berKB, mengendong ponakan sendiri, apalagi bila tanpa sengaja kami sekedar lewat di depan RS tempat almarhum dulu menghabiskan sisa hidupnya. Tanpa sadar hati saya akan langsung bergejolak dan bayang2 akan wajah almarhum langsung hadir di kepala disertai perasaan hancur akan rasa bersalah, merasa bodoh, serta rasa menyesal yang terus menerus menghantui. Semua yg terlibat secara langsung atau tidak selama almarhum dirawat seolah2 menjadi musuh saya. Saya seperti menyimpan dendam. Kepada orang2 di kantor, di rumah bahkan dendam kepada diri sendiri. Saya menyimpan dendam pada orang2 di kantor yg saya anggap tidak punya toleransi karena komplain meskipun tidak secara langsung akibat seringnya saya ijin cuti untuk sekedar menemani atau mengantar berobat, dirawat hingga akhirnya sekarat di RS. Dendam kpd orang rumah termasuk istri yg saya anggap kurang perhatian pd penderitaan anak saya, dendam kepada diri sendiri karena ketololan dan kebodohan saya tidak memeriksakan awal kehamilan istri pada dokter kandungan. Serta ketololan2 lain dari saya yg serasa terus menghimpit dada, ditambah masalah ekonomi yg juga terus mengganggu. Tapi sering pula muncul rasa iri bila melihat orang berjalan2 di mal dengan bahagia menggendong buah hati mereka yg sehat dan lucu, rasa ingin segera punya anak lagi langsung timbul. Perasaan2 yg bertentangan ini terus menghantui saya hingga saat ini. Bahkan sampai saat ini saya masih sering membeli mainan seolah2 almarhum masih ada, bila ada yg bertanya saya katakan untuk momongan yg baru nanti. Kadang saya juga berharap kelak punya anak laki2 lagi yg kalo bisa berwajah sama dengan mendiang anak saya, tapi lebih sehat dari almarhum. Agar bisa mengobati rindu saya kepada almarhum. Hal itu terus saya ungkapkan dalam do'a2 saya dengan harapan dikabulkan oleh Allah. Saya juga bersyukur karena masih bisa mengontrol diri dan tidak bertindak yang irrasional. Saya menulis ini ke milis bukan untuk mendapat belas kasihan apalagi pujian dari moms n dads sekalian, melainkan sekedar curhat yg mungkin bisa jadi pelajaran, terutama buat diri saya sendiri dan paling tidak mengurangi beban perasaan saya karena sejujurnya saya seperti kehilangan orang untuk berbagi. salam, - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com Stop berlangganan, e-mail ke: >> [EMAIL PROTECTED] - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
[balita-anda] belum ada judul
Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan saya hingga saat ini. Sejak wafatnya buah hati tercinta 5 bulan yg lalu karena sakit/kelainan yg dibawa sejak lahir, saya seperti trauma untuk punya momongan lagi. Trauma bila melihat berita di TV atau koran tentang anak sakit ini & itu, mengantar istri ke bidan untuk berKB, mengendong ponakan sendiri, apalagi bila tanpa sengaja kami sekedar lewat di depan RS tempat almarhum dulu menghabiskan sisa hidupnya. Tanpa sadar hati saya akan langsung bergejolak dan bayang2 akan wajah almarhum langsung hadir di kepala disertai perasaan hancur akan rasa bersalah, merasa bodoh, serta rasa menyesal yang terus menerus menghantui. Semua yg terlibat secara langsung atau tidak selama almarhum dirawat seolah2 menjadi musuh saya. Saya seperti menyimpan dendam. Kepada orang2 di kantor, di rumah bahkan dendam kepada diri sendiri. Saya menyimpan dendam pada orang2 di kantor yg saya anggap tidak punya toleransi karena komplain meskipun tidak secara langsung akibat seringnya saya ijin cuti untuk sekedar menemani atau mengantar berobat, dirawat hingga akhirnya sekarat di RS. Dendam kpd orang rumah termasuk istri yg saya anggap kurang perhatian pd penderitaan anak saya, dendam kepada diri sendiri karena ketololan dan kebodohan saya tidak memeriksakan awal kehamilan istri pada dokter kandungan. Serta ketololan2 lain dari saya yg serasa terus menghimpit dada, ditambah masalah ekonomi yg juga terus mengganggu. Tapi sering pula muncul rasa iri bila melihat orang berjalan2 di mal dengan bahagia menggendong buah hati mereka yg sehat dan lucu, rasa ingin segera punya anak lagi langsung timbul. Perasaan2 yg bertentangan ini terus menghantui saya hingga saat ini. Bahkan sampai saat ini saya masih sering membeli mainan seolah2 almarhum masih ada, bila ada yg bertanya saya katakan untuk momongan yg baru nanti. Kadang saya juga berharap kelak punya anak laki2 lagi yg kalo bisa berwajah sama dengan mendiang anak saya, tapi lebih sehat dari almarhum. Agar bisa mengobati rindu saya kepada almarhum. Hal itu terus saya ungkapkan dalam do'a2 saya dengan harapan dikabulkan oleh Allah. Saya juga bersyukur karena masih bisa mengontrol diri dan tidak bertindak yang irrasional. Saya menulis ini ke milis bukan untuk mendapat belas kasihan apalagi pujian dari moms n dads sekalian, melainkan sekedar curhat yg mungkin bisa jadi pelajaran, terutama buat diri saya sendiri dan paling tidak mengurangi beban perasaan saya karena sejujurnya saya seperti kehilangan orang untuk berbagi. salam, - >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]