Re: [balita-anda] Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya?

2009-02-04 Terurut Topik Icho Ahmad
Terima kasih artikelnya... sangat bermanfaat.
SOL


On 2/5/09, Any Puspita any...@yahoo.com wrote:

 Artikel ini bagus untuk dibaca
 Buat masukan kita untuk dalam mendidik anak
 Semoga bermanfaat ya...

 Any
 kamarcantiknabila.blogspot.com

 Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya?  Jarak Itu Adanya di
 Dalam
 Kalau melihat ke teorinya, jika kita ingin mengajarkan anak tentang
 sesuatu yang baik, maka kita tidak bisa hanya mengajarkan tindakannya
 dengan menyuruh si anak untuk menghafalkan tip-tip singkat. Yang perlu
 diajari bukan tindakannya, melainkan orangnya. Kalau orang yang kita
 ajari, maka tindakan itu akan ia ciptakan sendiri berdasarkan keadaan
 tertentu yang ia alami. Mengajari orang inilah yang disebut education
 (pendidikan) . Pendidikan, karena itu, mahal nilainya.

 Tetapi, kata berbagai teori juga, jika kita menghukum anak (termasuk
 memarahi), maka janganlah yang dihukum itu orangnya. Cukuplah kita
 menghukum tindakannya saja. Kenapa dan untuk apa kita hanya perlu
 mengukum tindakannya saja, ini semua sudah sering dibahas di sini dan
 di lain tempat. Yang akan kita bahas di sini adalah, bagaimana
 membedakan antara memarahi orangnya atau memarahi tindakannya.

 Orangtua A tidak sabar melihat anaknya keasyikan nonton program
 kesayangannya di televisi. Tanpa bertanya, televisi itu langsung
 dimatikan. Kepada si anak, orangtua ini mengatakan: Hei, ini jam
 berapa? Bukankah kamu ada PR? Kenapa kamu nonton aja? Ayo belajar!
 Karena si anak tidak bisa terima diperlakukan seperti itu, anak
 langsung ke luar menuju kamar lain dengan membanting pintu.

 Melihat perilaku anak yang seperti itu, si orangtua makin terbakar,
 panas, panas, dan panas. Terjadilah percekcokan mulut. Si anak ngambek
 tidak mau belajar. Orangtua yang kesal akhirnya ngomel merembet
 kemana-mana hingga sampai pada ucapan, misalnya begini: dasar anak
 nakal, bandel, suka ngelawan orangtua, anak bodoh, dan lain-lain.
 Meskipun televisi sudah dimatikan, tetapi belajar urung dikerjakan.

 Masalah yang sama dialami oleh orangtua B. Sama-sama jengkel juga
 melihat si anak yang sudah mulai maniak menonton acara televisi pada
 jam-jam yang mestinya dia harus belajar. Bedanya, orangtua B ini
 mengajarkan tawaran dulu. Kapan mau belajar? Karena si anak sedang
 keasyikan, acuh saja dia. Si ayah masih menawarkan kesepakatan lagi.
 Mana yang akan dipilih: TV ini dimatikan ayah atau belajar dulu, baru
 nanti nonton lagi.

 Karena merasa risih keasyikannya diganggu ayahnya, si anak keluar
 membanting pintu juga. Sambil kesal si anak mengatakan: Ya udah
 matiin aja tivinya. Emang gue pikiran. Si ayah menghindari
 konfrontasi mulut secara langsung. Setelah mematikan televisi, si ayah
 kembali ke aktivitasnya dan memanggil ibunya agar mendampingi atau
 membujuk anak agar belajar. Si Ibu yang saat itu posisinya netral
 lebih mudah mengarahkan anak. Tindakan belajar akhirnya tercapai
 dengan mematikan televisi dan berkat bantuan ibu.

 Dari dua contoh di atas, apa yang membedakan antara orangtua yang
 marah ke orangnya dan yang marah ke tindakannya? Memang, dalam praktek
 nyatanya, yang terjadi pasti tidak sesimpel seperti itu. Cuma, pasti
 ada benang merah yang akhirnya membedakan antara orangtua yang
 marahnya merempet kemana-mana sehingga targetnya tidak tercapai dan
 orangtua yang focused on action and target, dengan berbabagai cara
 yang mungkin.

 Secara teori, memang tidak sulit untuk membedakan antara marah pada
 orangnya dan marah pada tindakannya. Tetapi dalam prakteknya, mungkin
 hanya sedikit orang yang berani mengatakan bahwa itu bisa dilakukan
 setelah latihan yang tidak sebentar. Kenapa tidak mudah? Alasannya
 adalah, pertama, perbedaan orang dan tindakan itu tidak kelihatan
 fisiknya, secara as it is. Kalau kita melihat si anak tidak mau
 belajar, maka secara fisiknya yang kita lihat adalah orangnya dan
 tindakannya menyatu.

 Kedua, perbedaan itu adannya bukan pada apa yang kita lihat di luar
 diri kita, melainkan pada apa yang kita ciptakan di dalam diri kita.
 Jika saat itu kita sedang 'terbawa emosi', kemungkinan besar kita lupa
 menciptakan perbedaan itu. Faktor lupa itulah yang memberikan
 kontribusi besar pada munculnya temuan bahwa ternyata kekerasaan pada
 anak itu sebagian besarnya dilakukan oleh orangtuanya sendiri.

 Kemarahan yang positif adalah kemarahan yang kita ketahui
 (well-controlled) sebabnya, sasaranya, tujuannya, kapan mulainya dan
 kapan berhentinya. 

 Beberapa Alat Bantu
 Memang tidak ada orangtua yang sempurna atau tak pernah tersandung
 ketika menjalankan fungsi-fungsi parenting. Karena itu, sumber yang
 paling bagus untuk memperbaiki kemampuan parenting kita adalah
 memperbaiki kesalahan atau belajar dari kesalahan orang lain. Di bawah
 ini ada beberapa alat bantu (tool) yang bisa kita gunakan untuk
 memperbaiki itu bagi yang belum terlatih membedakan orang dan tindakan:

 Pertama, memiliki target riil dan spesifik. Supaya target itu dipahami
 bersama, memang harus ada kesepakatan dulu atau 

RE: [balita-anda] Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya?

2009-02-04 Terurut Topik Rachmawati Krisdjoko
Iya setuju. Membuat kita sebagai orang tua tetep belajar bagaimanan mendidik
anak jadi gak hanya anak aja yang disuruh belajar ya.

Rachma

-Original Message-
From: Icho Ahmad [mailto:icho2...@gmail.com] 
Sent: 05 Februari 2009 9:05
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: Re: [balita-anda] Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya?

Terima kasih artikelnya... sangat bermanfaat.
SOL


On 2/5/09, Any Puspita any...@yahoo.com wrote:

 Artikel ini bagus untuk dibaca
 Buat masukan kita untuk dalam mendidik anak
 Semoga bermanfaat ya...

 Any
 kamarcantiknabila.blogspot.com

 Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya?  Jarak Itu Adanya di
 Dalam
 Kalau melihat ke teorinya, jika kita ingin mengajarkan anak tentang
 sesuatu yang baik, maka kita tidak bisa hanya mengajarkan tindakannya
 dengan menyuruh si anak untuk menghafalkan tip-tip singkat. Yang perlu
 diajari bukan tindakannya, melainkan orangnya. Kalau orang yang kita
 ajari, maka tindakan itu akan ia ciptakan sendiri berdasarkan keadaan
 tertentu yang ia alami. Mengajari orang inilah yang disebut education
 (pendidikan) . Pendidikan, karena itu, mahal nilainya.

 Tetapi, kata berbagai teori juga, jika kita menghukum anak (termasuk
 memarahi), maka janganlah yang dihukum itu orangnya. Cukuplah kita
 menghukum tindakannya saja. Kenapa dan untuk apa kita hanya perlu
 mengukum tindakannya saja, ini semua sudah sering dibahas di sini dan
 di lain tempat. Yang akan kita bahas di sini adalah, bagaimana
 membedakan antara memarahi orangnya atau memarahi tindakannya.

 Orangtua A tidak sabar melihat anaknya keasyikan nonton program
 kesayangannya di televisi. Tanpa bertanya, televisi itu langsung
 dimatikan. Kepada si anak, orangtua ini mengatakan: Hei, ini jam
 berapa? Bukankah kamu ada PR? Kenapa kamu nonton aja? Ayo belajar!
 Karena si anak tidak bisa terima diperlakukan seperti itu, anak
 langsung ke luar menuju kamar lain dengan membanting pintu.

 Melihat perilaku anak yang seperti itu, si orangtua makin terbakar,
 panas, panas, dan panas. Terjadilah percekcokan mulut. Si anak ngambek
 tidak mau belajar. Orangtua yang kesal akhirnya ngomel merembet
 kemana-mana hingga sampai pada ucapan, misalnya begini: dasar anak
 nakal, bandel, suka ngelawan orangtua, anak bodoh, dan lain-lain.
 Meskipun televisi sudah dimatikan, tetapi belajar urung dikerjakan.

 Masalah yang sama dialami oleh orangtua B. Sama-sama jengkel juga
 melihat si anak yang sudah mulai maniak menonton acara televisi pada
 jam-jam yang mestinya dia harus belajar. Bedanya, orangtua B ini
 mengajarkan tawaran dulu. Kapan mau belajar? Karena si anak sedang
 keasyikan, acuh saja dia. Si ayah masih menawarkan kesepakatan lagi.
 Mana yang akan dipilih: TV ini dimatikan ayah atau belajar dulu, baru
 nanti nonton lagi.

 Karena merasa risih keasyikannya diganggu ayahnya, si anak keluar
 membanting pintu juga. Sambil kesal si anak mengatakan: Ya udah
 matiin aja tivinya. Emang gue pikiran. Si ayah menghindari
 konfrontasi mulut secara langsung. Setelah mematikan televisi, si ayah
 kembali ke aktivitasnya dan memanggil ibunya agar mendampingi atau
 membujuk anak agar belajar. Si Ibu yang saat itu posisinya netral
 lebih mudah mengarahkan anak. Tindakan belajar akhirnya tercapai
 dengan mematikan televisi dan berkat bantuan ibu.

 Dari dua contoh di atas, apa yang membedakan antara orangtua yang
 marah ke orangnya dan yang marah ke tindakannya? Memang, dalam praktek
 nyatanya, yang terjadi pasti tidak sesimpel seperti itu. Cuma, pasti
 ada benang merah yang akhirnya membedakan antara orangtua yang
 marahnya merempet kemana-mana sehingga targetnya tidak tercapai dan
 orangtua yang focused on action and target, dengan berbabagai cara
 yang mungkin.

 Secara teori, memang tidak sulit untuk membedakan antara marah pada
 orangnya dan marah pada tindakannya. Tetapi dalam prakteknya, mungkin
 hanya sedikit orang yang berani mengatakan bahwa itu bisa dilakukan
 setelah latihan yang tidak sebentar. Kenapa tidak mudah? Alasannya
 adalah, pertama, perbedaan orang dan tindakan itu tidak kelihatan
 fisiknya, secara as it is. Kalau kita melihat si anak tidak mau
 belajar, maka secara fisiknya yang kita lihat adalah orangnya dan
 tindakannya menyatu.

 Kedua, perbedaan itu adannya bukan pada apa yang kita lihat di luar
 diri kita, melainkan pada apa yang kita ciptakan di dalam diri kita.
 Jika saat itu kita sedang 'terbawa emosi', kemungkinan besar kita lupa
 menciptakan perbedaan itu. Faktor lupa itulah yang memberikan
 kontribusi besar pada munculnya temuan bahwa ternyata kekerasaan pada
 anak itu sebagian besarnya dilakukan oleh orangtuanya sendiri.

 Kemarahan yang positif adalah kemarahan yang kita ketahui
 (well-controlled) sebabnya, sasaranya, tujuannya, kapan mulainya dan
 kapan berhentinya. 

 Beberapa Alat Bantu
 Memang tidak ada orangtua yang sempurna atau tak pernah tersandung
 ketika menjalankan fungsi-fungsi parenting. Karena itu, sumber yang
 paling bagus untuk memperbaiki kemampuan

RE: [balita-anda] Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya?

2009-02-04 Terurut Topik fithri Purwanti Devi
kalau Ibu yang saat itu posisinya netral lebih mudah mengarahkan
anaknya, apa besar kemungkinan ayahnya nanti akan di musuhi dan selalu
berpihak pada ibunya?? ...

cerita laen, swkt sy naik angkot utk jemput anak, didlm ada anak nangis
dan kaya'nya tuh anak abiss d pukul ma' ibunya gara2 anaknya tidak bisa
diam (mau nya berdiri  tdk mau duduk) d angkot tsb, duhh miriss rasanya
... sepanjang jln, ibu itu ngoceh tuk diamin anak tsb, (yaa... ndak
mungkinlah wong abis d pukul kan sakit malah d suruh diam dlm hatiku),
ibunya bilang nanti d tangkap poloisi lah, anak nggak mau nutut lah,
nanti telpon bapak biar diiket, dipukulin, masih mending di pukul ibu
daripada dipukul bapak (aku pikir kasihan amat nih anak ..), gerah
anaknya dibilang begitu malah bantah bilang ibu suka bohong lah, suka
mukuli lah, ndak sayang ama anak, biarin aja d tangkap polisi, biarin
aja mati (perasaan anak keluar semuaa yang secara tidak langsung
mengkondisikan kehhidupannya sehari-hari di rumah dan akhirnya di dengar
orang yang ada di dalam angkot), duhhh sy mah darii sejak naik hingga
mau turun tuh dah nahan tangis dan geregetan aja, sy berpikir mudah2an
sy diberi kesabaran luas dalam mendidik dan membesarkan anak.


mudah-mudahan dapat diambil sebagai pelajaran bagi kita semua.

-Original Message-
From: Any Puspita [mailto:any...@yahoo.com] 
Sent: Thursday, February 05, 2009 8:14 AM
To: beingmom; BIB; balitacer...@yahoogroups.com; balita-anda; bayi kita
Subject: [balita-anda] Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya?

Ada artikel bagus dan layak dibaca nih untuk para ortu dari milis
sebelahSemoga bermanfaat

Any
kamarcantiknabila.blogspot.com



Orangtua A tidak sabar melihat anaknya keasyikan nonton program
kesayangannya di televisi. Tanpa bertanya, televisi itu langsung
dimatikan. Kepada si anak, orangtua ini mengatakan: Hei, ini jam
berapa? Bukankah kamu ada PR? Kenapa kamu nonton aja? Ayo belajar!
Karena si anak tidak bisa terima diperlakukan seperti itu, anak
langsung ke luar menuju kamar lain dengan membanting pintu.

Melihat perilaku anak yang seperti itu, si orangtua makin terbakar,
panas, panas, dan panas. Terjadilah percekcokan mulut. Si anak ngambek
tidak mau belajar. Orangtua yang kesal akhirnya ngomel merembet
kemana-mana hingga sampai pada ucapan, misalnya begini: dasar anak
nakal, bandel, suka ngelawan orangtua, anak bodoh, dan lain-lain.
Meskipun televisi sudah dimatikan, tetapi belajar urung dikerjakan.

Masalah yang sama dialami oleh orangtua B. Sama-sama jengkel juga
melihat si anak yang sudah mulai maniak menonton acara televisi pada
jam-jam yang mestinya dia harus belajar. Bedanya, orangtua B ini
mengajarkan tawaran dulu. Kapan mau belajar? Karena si anak sedang
keasyikan, acuh saja dia. Si ayah masih menawarkan kesepakatan lagi.
Mana yang akan dipilih: TV ini dimatikan ayah atau belajar dulu, baru
nanti nonton lagi.

Karena merasa risih keasyikannya diganggu ayahnya, si anak keluar
membanting pintu juga. Sambil kesal si anak mengatakan: Ya udah
matiin aja tivinya. Emang gue pikiran. Si ayah menghindari
konfrontasi mulut secara langsung. Setelah mematikan televisi, si ayah
kembali ke aktivitasnya dan memanggil ibunya agar mendampingi atau
membujuk anak agar belajar. Si Ibu yang saat itu posisinya netral
lebih mudah mengarahkan anak. Tindakan belajar akhirnya tercapai
dengan mematikan televisi dan berkat bantuan ibu.


--
Info tanaman hias: http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: peraturan_mi...@balita-anda.com
menghubungi admin, email ke: balita-anda-ow...@balita-anda.com



Re: [balita-anda] Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya?

2009-02-04 Terurut Topik yesi warrie
TFS...

memang sebagai anak kita ada kewajiban terhadap Ortu, demikian juga Ortu
mempunyai kewajiban kepada anak.

memang ya gak tega lihat seperti itu, namun hal tsb menjadi peringatan
buat kita utk melakukan yg terbaik buat buah hati kita.

Dan kita mendoakan agak si anak tadi (gedenya) bisa mengambil hikmah dari
perlakuan ibunya, dan si ibu juga disadarkan bahwa perilaku blio kurang
tepat.

soalnya susah juga, himpitan ekonomi juga membuat orang jadi emosional
juga...

2009/2/5 fithri Purwanti Devi fithr...@lemigas.esdm.go.id

 kalau Ibu yang saat itu posisinya netral lebih mudah mengarahkan
 anaknya, apa besar kemungkinan ayahnya nanti akan di musuhi dan selalu
 berpihak pada ibunya?? ...

 cerita laen, swkt sy naik angkot utk jemput anak, didlm ada anak nangis
 dan kaya'nya tuh anak abiss d pukul ma' ibunya gara2 anaknya tidak bisa
 diam (mau nya berdiri  tdk mau duduk) d angkot tsb, duhh miriss rasanya
 ... sepanjang jln, ibu itu ngoceh tuk diamin anak tsb, (yaa... ndak
 mungkinlah wong abis d pukul kan sakit malah d suruh diam dlm hatiku),
 ibunya bilang nanti d tangkap poloisi lah, anak nggak mau nutut lah,
 nanti telpon bapak biar diiket, dipukulin, masih mending di pukul ibu
 daripada dipukul bapak (aku pikir kasihan amat nih anak ..), gerah
 anaknya dibilang begitu malah bantah bilang ibu suka bohong lah, suka
 mukuli lah, ndak sayang ama anak, biarin aja d tangkap polisi, biarin
 aja mati (perasaan anak keluar semuaa yang secara tidak langsung
 mengkondisikan kehhidupannya sehari-hari di rumah dan akhirnya di dengar
 orang yang ada di dalam angkot), duhhh sy mah darii sejak naik hingga
 mau turun tuh dah nahan tangis dan geregetan aja, sy berpikir mudah2an
 sy diberi kesabaran luas dalam mendidik dan membesarkan anak.


 mudah-mudahan dapat diambil sebagai pelajaran bagi kita semua.

 -Original Message-
 From: Any Puspita [mailto:any...@yahoo.com]
 Sent: Thursday, February 05, 2009 8:14 AM
 To: beingmom; BIB; balitacer...@yahoogroups.com; balita-anda; bayi kita
 Subject: [balita-anda] Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya?

 Ada artikel bagus dan layak dibaca nih untuk para ortu dari milis
 sebelahSemoga bermanfaat

 Any
 kamarcantiknabila.blogspot.com



 Orangtua A tidak sabar melihat anaknya keasyikan nonton program
 kesayangannya di televisi. Tanpa bertanya, televisi itu langsung
 dimatikan. Kepada si anak, orangtua ini mengatakan: Hei, ini jam
 berapa? Bukankah kamu ada PR? Kenapa kamu nonton aja? Ayo belajar!
 Karena si anak tidak bisa terima diperlakukan seperti itu, anak
 langsung ke luar menuju kamar lain dengan membanting pintu.

 Melihat perilaku anak yang seperti itu, si orangtua makin terbakar,
 panas, panas, dan panas. Terjadilah percekcokan mulut. Si anak ngambek
 tidak mau belajar. Orangtua yang kesal akhirnya ngomel merembet
 kemana-mana hingga sampai pada ucapan, misalnya begini: dasar anak
 nakal, bandel, suka ngelawan orangtua, anak bodoh, dan lain-lain.
 Meskipun televisi sudah dimatikan, tetapi belajar urung dikerjakan.

 Masalah yang sama dialami oleh orangtua B. Sama-sama jengkel juga
 melihat si anak yang sudah mulai maniak menonton acara televisi pada
 jam-jam yang mestinya dia harus belajar. Bedanya, orangtua B ini
 mengajarkan tawaran dulu. Kapan mau belajar? Karena si anak sedang
 keasyikan, acuh saja dia. Si ayah masih menawarkan kesepakatan lagi.
 Mana yang akan dipilih: TV ini dimatikan ayah atau belajar dulu, baru
 nanti nonton lagi.

 Karena merasa risih keasyikannya diganggu ayahnya, si anak keluar
 membanting pintu juga. Sambil kesal si anak mengatakan: Ya udah
 matiin aja tivinya. Emang gue pikiran. Si ayah menghindari
 konfrontasi mulut secara langsung. Setelah mematikan televisi, si ayah
 kembali ke aktivitasnya dan memanggil ibunya agar mendampingi atau
 membujuk anak agar belajar. Si Ibu yang saat itu posisinya netral
 lebih mudah mengarahkan anak. Tindakan belajar akhirnya tercapai
 dengan mematikan televisi dan berkat bantuan ibu.


  --
 Info tanaman hias: http://www.toekangkeboen.com
 Info balita: http://www.balita-anda.com
 Peraturan milis, email ke: peraturan_mi...@balita-anda.com
 menghubungi admin, email ke: balita-anda-ow...@balita-anda.com