[balita-anda] Pendidikan Anak [2] : Membatasi gerakan anak

2000-05-17 Terurut Topik Rumadi Hartawan

Ibu mungkin memukul tangan si kecil yang memutar-mutar tombol radio.
Perbuatan anak ini bukan untuk merusak, tapi sebetulnya untuk memenuhi
keinginannya menyelidiki, menarik dan mendorong, mencoba-coba. 

"Membatasi gerakan anak antara umur 9 sampai 18 bulan bisa menghambat
perkembangannya, bahkan menurunkan tingkat kecerdasan yang akan dicapai",
tulis Dr. Joseph McVicker Hunt, profesor dalam psikologi di Universitas
Illinois.

Dari: 
Meningkatkan Kecerdasan Anak, Joan Beck, PT Pustaka Delapratasa, h. 4


 Pusing milih POP3 atau web mail? mail.telkom.net solusinya 
 Belanja Info  Keperluan Balita? Klik, http://www.balitanet.or.id
 Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]















[balita-anda] Pendidikan Anak [1] : Pengaruh Lingkungan

2000-05-15 Terurut Topik Rumadi Hartawan

Anak tidak memiliki taraf kecerdasan yang sudah terbentuk dan tidak juga
memiliki tempo perkembangan yang tidak bisa diubah. Lingkungan dapat
meningkatkan ataupun menurunkan taraf kecerdasan anak, terutama pada
masa-masa permulaan kehidupannya. 


Dari: Meningkatkan Kecerdasan Anak, Joan Beck, PT Pustaka Delapratasa, h. 14


 Pusing milih POP3 atau web mail? mail.telkom.net solusinya 
 Belanja Info  Keperluan Balita? Klik, http://www.balitanet.or.id
 Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]















[balita-anda] Zat Gizi Terpenting Pada Kehamilan

2000-04-06 Terurut Topik Rumadi Hartawan

http://www.satumed.com/isi_artikel/670.html

Senin, 03 April 2000 

Zat Gizi Terpenting Pada Kehamilan

Kebanyakan vitamin dan beberapa mineral memiliki peran penting dalam
perkembangan bayi anda dan kesehatan anda pada masa kehamilan. Berikut ini
adalah beberapa zat gizi terpenting yang dibutuhkan sebelum, saat, dan setelah
kehamilan bagi ibu dan anak, serta sumber-sumber makanan mereka:

Kalsium 
Fungsi: Memperkuat tulang, gigi; membantu pembekuan darah; membangun otot dan
tanggapan saraf.
Sumber: Susu, keju, yogurt, sayuran berdaun hijau, kerang, tiram, kacang mete,
kacang polong, tahu; ikan kaleng bertulang lunak seperti sarden, makarel, dan
salmon.

Tembaga 
Fungsi: Membantu penggunaan zat besi dalam tubuh; menolong metabolisme energi.
Sumber: Hati, hewan laut bercangkang, kacang-kacangan, polong-polongan, dan
air.

Asam Folat 
Fungsi: Diperlukan untuk memproduksi protein dan darah; fungsi
pertumbuhan/pembelahan sel; membantu pembentukan hemoglobin; sintesis ADN, ARN.
Sumber: Hati, telur, sayuran berdaun hijau, polong-polongan, gandum murni,
kacang-kacangan, buah-buahan, jus jeruk, dan sayuran.

Iodin 
Fungsi: Diperlukan untuk meningkatkan angka metabolisme basal ibu.
Sumber: Makanan laut dan garam iodin.

Besi 
Fungsi: Membawa oksigen dalam darah, mencegah anemia (pada ibu hamil);
meningkatkan kekebalan terhadap infeksi.
Sumber: Hati, daging, buah kering, gandum, polong-polongan, dan sayuran berdaun
hijau.

Magnesium 
Fungsi: Diperlukan untuk fungsi saraf dan otot; membantu tubuh memproses
karbohidrat.
Sumber: Polong-polongan, sereal gandum, susu, daging, dan sayuran berdaun
hijau.

Niasin 
Fungsi: Menyehatkan kulit, saraf, dan pencernaan; membantu tubuh menggunakan
karbohidrat.
Sumber: Daging, hati, unggas, ikan, dan sereal gandum.

Potasium 
Fungsi: Menjaga keseimbangan cairan dan tonus otot.
Sumber: Kentang, pisang, yogurt, dan kismis.

Fosfor 
Fungsi: Diperlukan untuk pembentukan kerangka dan gigi janin; meningkatkan
metabolisme fosfor dan kalsium ibu.
Sumber: Susu dan hasil susu, daging, unggas, ikan, cereal gandum dan
polong-polongan.

Riboflavin ( B2 ) 
Fungsi: Membantu tubuh melepaskan energi ke sel, mendukung kesehatan kulit dan
mata.
Sumber: susu, roti dan sereal gandum, hati, sayuran berdaun hijau.

Tiamin ( B1 ) 
Fungsi: Membantu tubuh mencerna karbohidrat; dibutuhkan untuk pekerjaan normal
sistem saraf.
Sumber: Roti dan sereal gandum, ikan, unggas, daging tanpa lemak, susu, dan
daging babi.

Seng 
Fungsi: Diperlukan untuk pembuatan insulin, membantu sintesis protein, ADN dan
ARN.
Sumber: Tiram, makanan laut, daging, hati, telur, gandum.

Vitamin A 
Fungsi: Diperlukan untuk perkembangan sel, pembentukan gigi dan pertumbuhan
tulang.
Sumber: Sayuran berdaun hijau, sayuran jingga-kuning seperti wortel, blewah,
susu murni.

Vitamin B6 
Fungsi: Membantu membentuk sel-sel darah merah; penting untuk proses
karbohidrat, lemak, lipid; membuat ADN.
Sumber: Daging, pisang, putih telur, gandum, dan polong-polongan.

Vitamin B12 
Fungsi: Diperlukan dalam pembentukan sel-sel darah merah dan membantu menjaga
sistem saraf.
Sumber: Hati, daging, ikan, susu. (Ini hanya ditemukan pada makanan hewani -
para vegetarian harus menggunakan suplemen.)

Vitamin C 
Fungsi: Mempercepat penyembuhan luka dan tulang; meningkatkan kekebalan
terhadap infeksi. Membantu membentuk jaringan ikat dalam jaringan penghubung;
membangun sel-sel yang kuat; membantu tubuh menggunakan zat besi, kalsium, dan
asam folat.
Sumber: Buah-buahan sitrus, brokoli, paprika hijau, strawberi, kubis, tomat,
melon, dan kentang.

Vitamin D 
Fungsi: Membantu tubuh menggunakan kalsium dan fosfor; dibutuhkan untuk tulang
dan gigi yang kuat.
Sumber: Susu tanpa lemak, sayuran berdaun hijau, putih telur, minyak ikan,
mentega, hati, dan sinar matahari pada kulit.

Vitamin E 
Fungsi: Mencegah anemia pada bayi prematur; penting sebagai antioksidan.
Sumber: Minyak sayur, sereal gandum, sayuran berdaun hijau.


Informasi yang ada di sini bukan sebagai pengganti anjuran dan terapi yang
diberikan oleh dokter, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
kondisi medis tertentu yang Anda perlukan. Sebaiknya Anda tetap
mengkonsultasikan masalah medis dengan dokter keluarga Anda.

 
 
Copyright © 1999-2000 satumed.com all rights reserved




[balita-anda] Hamil dan Anemia

1999-11-29 Terurut Topik Rumadi Hartawan

7 dari 10 Wanita Hamil Terkena Anemia

Dari : http://www.indomedia.com/intisari/1998/oktober/anemia.htm


Di Indonesia prevalensi anemia di kalangan pekerja memang masih tinggi.
Studi mengenai anemia pada pekerja wanita yang dilakukan di Jakarta,
Tangerang, Jambi, dan Kudus - Jawa Tengah membuktikan hal itu. Dilaporkan,
anemia menurunkan produktivitas 5 - 10% dan kapasitas kerjanya 6,5 jam per
minggu. Anemia yang menyebabkan turunnya daya tahan juga membuat penderita
rentan terhadap penyakit, sehingga frekuensi tidak masuk kerja meningkat.
Maka benarlah bila disimpulkan, anemia defisiensi zat besi sangat
mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Namun, menurut penelitian lain,
produktivitas dapat ditingkatkan sampai 10 - 20% setelah pekerja mendapat
suplemen zat besi.
 

Pembentuk sel darah merah
Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah
merah (hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena
kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat,
dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan
zat besi.
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap.
Awalnya, terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Bila belum juga
dipenuhi dengan masukan zat besi, lama-kelamaan timbul gejala anemia
disertai penurunan Hb.

Gejala awal anemia zat besi berupa badan lemah, lelah, kurang energi,
kurang nafsu makan, daya konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah
terinfeksi penyakit, stamina tubuh menurun, dan pandangan berkunang-kunang
- terutama bila bangkit dari duduk. Selain itu, wajah, selaput lendir
kelopak mata, bibir, dan kuku penderita tampak pucat. Kalau anemia sangat
berat, dapat berakibat penderita sesak napas, bahkan lemah jantung.

Zat besi yang terdapat dalam semua sel tubuh ini berperan penting dalam
berbagai reaksi biokimia, di antaranya memproduksi sel darah merah. Sel itu
sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Sedangkan oksigen penting dalam proses pembentukan energi agar
produktivitas kerja meningkat dan tubuh tidak cepat lelah.

Zat besi juga unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh, agar
kita tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar
Hb kurang dari 10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan
bakteri) yang rendah pula. 

Jumlah zat besi di dalam tubuh bervariasi menurut umur, jenis kelamin, dan
kondisi fisiologis tubuh. Pada orang dewasa sehat, jumlah zat besi
diperkirakan lebih dari 4.000 mg, dengan sekitar 2.500 mg ada dalam
hemoglobin. Di dalam tubuh sebagian zat besi (sekitar 1.000 mg) disimpan di
hati berbentuk ferritin. Saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup,
zat besi dari ferritin dikerahkan untuk memproduksi Hb.

Jumlah zat besi yang harus diserap tubuh setiap hari hanya 1 mg atau setara
dengan 10 - 20 mg zat besi yang terkandung dalam makanan. Zat besi pada
pangan hewani lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 - 30%, sedangkan dari
sumber nabati hanya 1 - 6%.

Wanita lebih rentan

Sebenarnya, tubuh punya mekanisme menjaga keseimbangan zat besi dan
mencegah berkembangnya kekurangan zat besi. Tubuh mampu mengatur penyerapan
zat besi sesuai kebutuhan tubuh dengan meningkatkan penyerapan pada kondisi
kekurangan dan menurunkan penyerapan saat kelebihan zat besi. 

Begitupun, anemia tetap bisa menyerang, bahkan siapa saja. Di antaranya
mereka yang karena aktif, amat sibuk, dan punya keterbatasan waktu, tidak
bisa mengikuti pola makan yang memenuhi kebutuhan akan zat besi.

Kemungkinan lain adalah meningkatnya kebutuhan karena kondisi fisiologis,
misalnya hamil, kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau
menstruasi, adanya penyakit kronis atau infeksi, misalnya infeksi cacing
tambang, malaria, tuberkulose atau TB (dulu dikenal sebagai TBC).

Mereka yang berdiet pun terbuka kemungkinan menderita anemia karena diet
yang berpantang telur, daging, hati, atau ikan. Padahal jenis pangan itu
sumber zat besi yang mudah diserap tubuh. Tak heran bila para vegetarian
cenderung mudah menderita anemia. Apalagi disertai kebiasaan tidak sarapan
atau frekuensi makan tidak teratur tanpa kualitas makanan seimbang.

Demikian pula pengidap gangguan penyerapan zat besi dalam usus. Ini bisa
terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat
seperti kopi, teh, atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang
cukup. 

Wanita, terutama, perlu memberi perhatian khusus pada anemia. Dimulai pada
saat remaja mengalami haid di masa pubertas. Di fase ini sangat diperlukan
zat gizi cukup seperti zat besi, vitamin A, dan kalsium. Sayangnya, akibat
menstruasi ia harus kehilangan zat besi hingga dua kali jumlah yang
dikeluarkan pria.

Pada wanita dewasa dengan berat badan 55 kg, zat besi yang keluar lewat
saluran pencernaan dan kulit atau kehilangan basal berjumlah 0,5 - 1,0 mg
per hari, atau umumnya sekitar 0,8 mg per hari. Sedangkan jumlah zat besi
yang hilang karena haid, pada 95% 

[balita-anda] Membangun Anak Berprestasi

1999-11-23 Terurut Topik Rumadi Hartawan

MEMBANGUN ANAK BERPRESTASI 

dari:
http://www.indomedia.com/intisari/1999/maret/prestasi.htm


Mendidik anak di zaman serba kompleks nilai macam sekarang memang
gampang-gampang susah. Ditangani dengan tangan besi, bisa-bisa ngambek.
Kalau serba boleh, anak jadi manja dan semau gue. Lewat disertasinya, Dr.
M. Enoch Markum membuktikan, pola asuh otoritatif sangat efektif untuk
menunjang anak berprestasi tinggi. Apa kelebihan pola asuh ini?
 
Sejak menikah, Anna (bukan nama sebenarnya) punya obsesi mempunyai anak
yang cerdas. Maka, ketika hamil, ia sangat memanjakan janin dalam
kandungannya. Setiap hari ia mengkonsumsi makanan bergizi, bervariasi, dan
seimbang plus melahap berbagai makanan tambahan.
Sementara itu Ibu Siska merasa cemas, anak perempuannya yang duduk di kelas
I SD sering kedodoran dan selalu mendapat angka merah untuk setiap mata
pelajaran ilmu pasti yang banyak dihantui murid itu. Maka ia pun
mendatangkan guru di rumah untuk memberikan pelajaran tambahan demi
mendongkrak nilai-nilai ilmu pasti anaknya yang hampir selalu jeblok.

Kedua ibu itu hanya sedikit contoh dari hampir setiap orang tua yang
memiliki keinginan dan harapan yang besar agar anak-anaknya tumbuh menjadi
anak cerdas dan berprestasi tinggi di sekolah. Dalam contoh, ibu yang satu
melakukan pendekatan dengan menekankan asupan gizi yang baik sejak dini.
Sedangkan ibu yang lain dengan menambah porsi belajar melalui pemberian
pelajaran tambahan.

Namun, hal yang juga patut dicatat, prestasi di sekolah, juga yang lebih
penting nantinya prestasi dalam karir ataupun dalam kehidupan
bermasyarakat, sangat tergantung pada bagaimana orang tua menerapkan pola
asuh yang tepat buat anak-anaknya.

Melalui disertasinya untuk meraih gelar doktor, M. Enoch Markum melakukan
studi tentang pola asuh pendukung prestasi tinggi. Atas dasar hasil studi
yang pernah dilakukan oleh D. Baumrind, staf pengajar pada Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia ini menggolongkan pola asuh anak menjadi
tiga: pola asuh otoriter, permisif, dan otoritatif.

Secara umum dalam pola asuh otoriter orang tua sangat menanamkan disiplin
dan menuntut prestasi tinggi pada anaknya. Hanya sayang orangtua tidak
memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapat, sekaligus
menomorduakan kebutuhan anak.

Kebalikan dari pola asuh otoriter adalah permisif. Dalam golongan ini orang
tua bersikap demokratis dan penuh kasih sayang. Namun, di sisi lain kendali
orang tua dan tuntutan berprestasi terhadap anak itu rendah. Anak dibiarkan
berbuat sesukanya tanpa beban kewajiban atau target apa pun.

Sementara itu pola asuh otoritatif muncul bila orang tua menerapkan kendali
yang tinggi pada anak. Ia pun menuntut prestasi tinggi, tapi dibarengi
sikap demokratis dan kasih sayang yang tinggi pula. Pola asuh model ini
kuat dalam kontrol dan pengawasan, tetapi tetap memberi tempat bagi
pendapat anak.

 
"Peran ibu amat besar," kata Dr. M. Enoch Markum
 
Untuk sampai pada kesimpulan akhir pola asuh mana yang paling efektif,
Enoch yang mantan ketua Jurusan Psikologi Sosial Fakultas Psikologi UI,
1984 - 1986, itu mengumpulkan subjek penelitian dan membaginya ke dalam dua
kategori. Kelompok pertama adalah mahasiswa berprestasi tinggi. Golongan
ini adalah mahasiswa yang dinyatakan sebagai juara I dan atau juara II
dalam pemilihan mahasiswa berprestasi utama tingkat nasional tahun 1996 dan
1997. Ia paling tidak duduk di semester VI dengan minimal indeks prestasi
kumulatif 2,75.

Kelompok kedua adalah mahasiswa berprestasi rendah. Di dalam kategori ini
adalah mahasiswa yang tercatat tidak mengikuti pemilihan mahasiswa
berprestasi utama tingkat perguruan tinggi, karena indeks prestasi
kumulatif mereka pada semester VI kurang atau sama dengan 2,00.

Hasil penelitian itu akhirnya ia tuangkan dalam disertasinya "Sifat
Sumberdaya Manusia Indonesia Penunjang Pembangunan; Suatu Studi Tentang
Prasyarat Sifat, Latar Belakang Keluarga dan Sekolah dari Individu
Berprestasi Tinggi". Suami dari Judiawati Markum ini akhirnya sampai pada
kesimpulan, pola asuh otoritatif yang dilakukan di rumah dan di sekolah
merupakan lahan subur bagi munculnya individu berprestasi.

Disertasi yang ia pertahankan dengan predikat cum laude di hadapan Senat
Guru Besar Universitas Indonesia pada Desember 1998 lalu itu juga
menyimpulkan, pola asuh otoritatif akan mendorong pembentukan sifat kerja
keras, disiplin, komitmen, prestatif, mandiri, dan realistis pada individu.
Sementara sifat yang paling besar kontribusinya bagi tinggi- rendahnya
prestasi adalah sifat disiplin.

Ruang tawar-menawar
Lalu, bagaimana menerapkan pola asuh yang prospektif itu? Menurut mantan
Direktur Kemahasiswaan Ditjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
ini, pola asuh otoritatif bisa dilakukan sejak dini. Misalnya saja dengan
memberi target belajar. Taruhlah dua atau tiga jam setiap hari. Kalau ini
sudah disepakati antara orang tua dan anak, maka penerapannya terserah pada
anak. Mau dihabiskan dua jam sekaligus atau dibagi dua menjadi