[balita-anda] Pendidikan Anak [2] : Membatasi gerakan anak
Ibu mungkin memukul tangan si kecil yang memutar-mutar tombol radio. Perbuatan anak ini bukan untuk merusak, tapi sebetulnya untuk memenuhi keinginannya menyelidiki, menarik dan mendorong, mencoba-coba. "Membatasi gerakan anak antara umur 9 sampai 18 bulan bisa menghambat perkembangannya, bahkan menurunkan tingkat kecerdasan yang akan dicapai", tulis Dr. Joseph McVicker Hunt, profesor dalam psikologi di Universitas Illinois. Dari: Meningkatkan Kecerdasan Anak, Joan Beck, PT Pustaka Delapratasa, h. 4 Pusing milih POP3 atau web mail? mail.telkom.net solusinya Belanja Info Keperluan Balita? Klik, http://www.balitanet.or.id Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED] Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
[balita-anda] Pendidikan Anak [1] : Pengaruh Lingkungan
Anak tidak memiliki taraf kecerdasan yang sudah terbentuk dan tidak juga memiliki tempo perkembangan yang tidak bisa diubah. Lingkungan dapat meningkatkan ataupun menurunkan taraf kecerdasan anak, terutama pada masa-masa permulaan kehidupannya. Dari: Meningkatkan Kecerdasan Anak, Joan Beck, PT Pustaka Delapratasa, h. 14 Pusing milih POP3 atau web mail? mail.telkom.net solusinya Belanja Info Keperluan Balita? Klik, http://www.balitanet.or.id Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED] Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
[balita-anda] Zat Gizi Terpenting Pada Kehamilan
http://www.satumed.com/isi_artikel/670.html Senin, 03 April 2000 Zat Gizi Terpenting Pada Kehamilan Kebanyakan vitamin dan beberapa mineral memiliki peran penting dalam perkembangan bayi anda dan kesehatan anda pada masa kehamilan. Berikut ini adalah beberapa zat gizi terpenting yang dibutuhkan sebelum, saat, dan setelah kehamilan bagi ibu dan anak, serta sumber-sumber makanan mereka: Kalsium Fungsi: Memperkuat tulang, gigi; membantu pembekuan darah; membangun otot dan tanggapan saraf. Sumber: Susu, keju, yogurt, sayuran berdaun hijau, kerang, tiram, kacang mete, kacang polong, tahu; ikan kaleng bertulang lunak seperti sarden, makarel, dan salmon. Tembaga Fungsi: Membantu penggunaan zat besi dalam tubuh; menolong metabolisme energi. Sumber: Hati, hewan laut bercangkang, kacang-kacangan, polong-polongan, dan air. Asam Folat Fungsi: Diperlukan untuk memproduksi protein dan darah; fungsi pertumbuhan/pembelahan sel; membantu pembentukan hemoglobin; sintesis ADN, ARN. Sumber: Hati, telur, sayuran berdaun hijau, polong-polongan, gandum murni, kacang-kacangan, buah-buahan, jus jeruk, dan sayuran. Iodin Fungsi: Diperlukan untuk meningkatkan angka metabolisme basal ibu. Sumber: Makanan laut dan garam iodin. Besi Fungsi: Membawa oksigen dalam darah, mencegah anemia (pada ibu hamil); meningkatkan kekebalan terhadap infeksi. Sumber: Hati, daging, buah kering, gandum, polong-polongan, dan sayuran berdaun hijau. Magnesium Fungsi: Diperlukan untuk fungsi saraf dan otot; membantu tubuh memproses karbohidrat. Sumber: Polong-polongan, sereal gandum, susu, daging, dan sayuran berdaun hijau. Niasin Fungsi: Menyehatkan kulit, saraf, dan pencernaan; membantu tubuh menggunakan karbohidrat. Sumber: Daging, hati, unggas, ikan, dan sereal gandum. Potasium Fungsi: Menjaga keseimbangan cairan dan tonus otot. Sumber: Kentang, pisang, yogurt, dan kismis. Fosfor Fungsi: Diperlukan untuk pembentukan kerangka dan gigi janin; meningkatkan metabolisme fosfor dan kalsium ibu. Sumber: Susu dan hasil susu, daging, unggas, ikan, cereal gandum dan polong-polongan. Riboflavin ( B2 ) Fungsi: Membantu tubuh melepaskan energi ke sel, mendukung kesehatan kulit dan mata. Sumber: susu, roti dan sereal gandum, hati, sayuran berdaun hijau. Tiamin ( B1 ) Fungsi: Membantu tubuh mencerna karbohidrat; dibutuhkan untuk pekerjaan normal sistem saraf. Sumber: Roti dan sereal gandum, ikan, unggas, daging tanpa lemak, susu, dan daging babi. Seng Fungsi: Diperlukan untuk pembuatan insulin, membantu sintesis protein, ADN dan ARN. Sumber: Tiram, makanan laut, daging, hati, telur, gandum. Vitamin A Fungsi: Diperlukan untuk perkembangan sel, pembentukan gigi dan pertumbuhan tulang. Sumber: Sayuran berdaun hijau, sayuran jingga-kuning seperti wortel, blewah, susu murni. Vitamin B6 Fungsi: Membantu membentuk sel-sel darah merah; penting untuk proses karbohidrat, lemak, lipid; membuat ADN. Sumber: Daging, pisang, putih telur, gandum, dan polong-polongan. Vitamin B12 Fungsi: Diperlukan dalam pembentukan sel-sel darah merah dan membantu menjaga sistem saraf. Sumber: Hati, daging, ikan, susu. (Ini hanya ditemukan pada makanan hewani - para vegetarian harus menggunakan suplemen.) Vitamin C Fungsi: Mempercepat penyembuhan luka dan tulang; meningkatkan kekebalan terhadap infeksi. Membantu membentuk jaringan ikat dalam jaringan penghubung; membangun sel-sel yang kuat; membantu tubuh menggunakan zat besi, kalsium, dan asam folat. Sumber: Buah-buahan sitrus, brokoli, paprika hijau, strawberi, kubis, tomat, melon, dan kentang. Vitamin D Fungsi: Membantu tubuh menggunakan kalsium dan fosfor; dibutuhkan untuk tulang dan gigi yang kuat. Sumber: Susu tanpa lemak, sayuran berdaun hijau, putih telur, minyak ikan, mentega, hati, dan sinar matahari pada kulit. Vitamin E Fungsi: Mencegah anemia pada bayi prematur; penting sebagai antioksidan. Sumber: Minyak sayur, sereal gandum, sayuran berdaun hijau. Informasi yang ada di sini bukan sebagai pengganti anjuran dan terapi yang diberikan oleh dokter, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai kondisi medis tertentu yang Anda perlukan. Sebaiknya Anda tetap mengkonsultasikan masalah medis dengan dokter keluarga Anda. Copyright © 1999-2000 satumed.com all rights reserved
[balita-anda] Hamil dan Anemia
7 dari 10 Wanita Hamil Terkena Anemia Dari : http://www.indomedia.com/intisari/1998/oktober/anemia.htm Di Indonesia prevalensi anemia di kalangan pekerja memang masih tinggi. Studi mengenai anemia pada pekerja wanita yang dilakukan di Jakarta, Tangerang, Jambi, dan Kudus - Jawa Tengah membuktikan hal itu. Dilaporkan, anemia menurunkan produktivitas 5 - 10% dan kapasitas kerjanya 6,5 jam per minggu. Anemia yang menyebabkan turunnya daya tahan juga membuat penderita rentan terhadap penyakit, sehingga frekuensi tidak masuk kerja meningkat. Maka benarlah bila disimpulkan, anemia defisiensi zat besi sangat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Namun, menurut penelitian lain, produktivitas dapat ditingkatkan sampai 10 - 20% setelah pekerja mendapat suplemen zat besi. Pembentuk sel darah merah Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi. Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya, terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Bila belum juga dipenuhi dengan masukan zat besi, lama-kelamaan timbul gejala anemia disertai penurunan Hb. Gejala awal anemia zat besi berupa badan lemah, lelah, kurang energi, kurang nafsu makan, daya konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah terinfeksi penyakit, stamina tubuh menurun, dan pandangan berkunang-kunang - terutama bila bangkit dari duduk. Selain itu, wajah, selaput lendir kelopak mata, bibir, dan kuku penderita tampak pucat. Kalau anemia sangat berat, dapat berakibat penderita sesak napas, bahkan lemah jantung. Zat besi yang terdapat dalam semua sel tubuh ini berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, di antaranya memproduksi sel darah merah. Sel itu sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Sedangkan oksigen penting dalam proses pembentukan energi agar produktivitas kerja meningkat dan tubuh tidak cepat lelah. Zat besi juga unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh, agar kita tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar Hb kurang dari 10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri) yang rendah pula. Jumlah zat besi di dalam tubuh bervariasi menurut umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tubuh. Pada orang dewasa sehat, jumlah zat besi diperkirakan lebih dari 4.000 mg, dengan sekitar 2.500 mg ada dalam hemoglobin. Di dalam tubuh sebagian zat besi (sekitar 1.000 mg) disimpan di hati berbentuk ferritin. Saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, zat besi dari ferritin dikerahkan untuk memproduksi Hb. Jumlah zat besi yang harus diserap tubuh setiap hari hanya 1 mg atau setara dengan 10 - 20 mg zat besi yang terkandung dalam makanan. Zat besi pada pangan hewani lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 - 30%, sedangkan dari sumber nabati hanya 1 - 6%. Wanita lebih rentan Sebenarnya, tubuh punya mekanisme menjaga keseimbangan zat besi dan mencegah berkembangnya kekurangan zat besi. Tubuh mampu mengatur penyerapan zat besi sesuai kebutuhan tubuh dengan meningkatkan penyerapan pada kondisi kekurangan dan menurunkan penyerapan saat kelebihan zat besi. Begitupun, anemia tetap bisa menyerang, bahkan siapa saja. Di antaranya mereka yang karena aktif, amat sibuk, dan punya keterbatasan waktu, tidak bisa mengikuti pola makan yang memenuhi kebutuhan akan zat besi. Kemungkinan lain adalah meningkatnya kebutuhan karena kondisi fisiologis, misalnya hamil, kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau menstruasi, adanya penyakit kronis atau infeksi, misalnya infeksi cacing tambang, malaria, tuberkulose atau TB (dulu dikenal sebagai TBC). Mereka yang berdiet pun terbuka kemungkinan menderita anemia karena diet yang berpantang telur, daging, hati, atau ikan. Padahal jenis pangan itu sumber zat besi yang mudah diserap tubuh. Tak heran bila para vegetarian cenderung mudah menderita anemia. Apalagi disertai kebiasaan tidak sarapan atau frekuensi makan tidak teratur tanpa kualitas makanan seimbang. Demikian pula pengidap gangguan penyerapan zat besi dalam usus. Ini bisa terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi, teh, atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup. Wanita, terutama, perlu memberi perhatian khusus pada anemia. Dimulai pada saat remaja mengalami haid di masa pubertas. Di fase ini sangat diperlukan zat gizi cukup seperti zat besi, vitamin A, dan kalsium. Sayangnya, akibat menstruasi ia harus kehilangan zat besi hingga dua kali jumlah yang dikeluarkan pria. Pada wanita dewasa dengan berat badan 55 kg, zat besi yang keluar lewat saluran pencernaan dan kulit atau kehilangan basal berjumlah 0,5 - 1,0 mg per hari, atau umumnya sekitar 0,8 mg per hari. Sedangkan jumlah zat besi yang hilang karena haid, pada 95%
[balita-anda] Membangun Anak Berprestasi
MEMBANGUN ANAK BERPRESTASI dari: http://www.indomedia.com/intisari/1999/maret/prestasi.htm Mendidik anak di zaman serba kompleks nilai macam sekarang memang gampang-gampang susah. Ditangani dengan tangan besi, bisa-bisa ngambek. Kalau serba boleh, anak jadi manja dan semau gue. Lewat disertasinya, Dr. M. Enoch Markum membuktikan, pola asuh otoritatif sangat efektif untuk menunjang anak berprestasi tinggi. Apa kelebihan pola asuh ini? Sejak menikah, Anna (bukan nama sebenarnya) punya obsesi mempunyai anak yang cerdas. Maka, ketika hamil, ia sangat memanjakan janin dalam kandungannya. Setiap hari ia mengkonsumsi makanan bergizi, bervariasi, dan seimbang plus melahap berbagai makanan tambahan. Sementara itu Ibu Siska merasa cemas, anak perempuannya yang duduk di kelas I SD sering kedodoran dan selalu mendapat angka merah untuk setiap mata pelajaran ilmu pasti yang banyak dihantui murid itu. Maka ia pun mendatangkan guru di rumah untuk memberikan pelajaran tambahan demi mendongkrak nilai-nilai ilmu pasti anaknya yang hampir selalu jeblok. Kedua ibu itu hanya sedikit contoh dari hampir setiap orang tua yang memiliki keinginan dan harapan yang besar agar anak-anaknya tumbuh menjadi anak cerdas dan berprestasi tinggi di sekolah. Dalam contoh, ibu yang satu melakukan pendekatan dengan menekankan asupan gizi yang baik sejak dini. Sedangkan ibu yang lain dengan menambah porsi belajar melalui pemberian pelajaran tambahan. Namun, hal yang juga patut dicatat, prestasi di sekolah, juga yang lebih penting nantinya prestasi dalam karir ataupun dalam kehidupan bermasyarakat, sangat tergantung pada bagaimana orang tua menerapkan pola asuh yang tepat buat anak-anaknya. Melalui disertasinya untuk meraih gelar doktor, M. Enoch Markum melakukan studi tentang pola asuh pendukung prestasi tinggi. Atas dasar hasil studi yang pernah dilakukan oleh D. Baumrind, staf pengajar pada Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini menggolongkan pola asuh anak menjadi tiga: pola asuh otoriter, permisif, dan otoritatif. Secara umum dalam pola asuh otoriter orang tua sangat menanamkan disiplin dan menuntut prestasi tinggi pada anaknya. Hanya sayang orangtua tidak memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapat, sekaligus menomorduakan kebutuhan anak. Kebalikan dari pola asuh otoriter adalah permisif. Dalam golongan ini orang tua bersikap demokratis dan penuh kasih sayang. Namun, di sisi lain kendali orang tua dan tuntutan berprestasi terhadap anak itu rendah. Anak dibiarkan berbuat sesukanya tanpa beban kewajiban atau target apa pun. Sementara itu pola asuh otoritatif muncul bila orang tua menerapkan kendali yang tinggi pada anak. Ia pun menuntut prestasi tinggi, tapi dibarengi sikap demokratis dan kasih sayang yang tinggi pula. Pola asuh model ini kuat dalam kontrol dan pengawasan, tetapi tetap memberi tempat bagi pendapat anak. "Peran ibu amat besar," kata Dr. M. Enoch Markum Untuk sampai pada kesimpulan akhir pola asuh mana yang paling efektif, Enoch yang mantan ketua Jurusan Psikologi Sosial Fakultas Psikologi UI, 1984 - 1986, itu mengumpulkan subjek penelitian dan membaginya ke dalam dua kategori. Kelompok pertama adalah mahasiswa berprestasi tinggi. Golongan ini adalah mahasiswa yang dinyatakan sebagai juara I dan atau juara II dalam pemilihan mahasiswa berprestasi utama tingkat nasional tahun 1996 dan 1997. Ia paling tidak duduk di semester VI dengan minimal indeks prestasi kumulatif 2,75. Kelompok kedua adalah mahasiswa berprestasi rendah. Di dalam kategori ini adalah mahasiswa yang tercatat tidak mengikuti pemilihan mahasiswa berprestasi utama tingkat perguruan tinggi, karena indeks prestasi kumulatif mereka pada semester VI kurang atau sama dengan 2,00. Hasil penelitian itu akhirnya ia tuangkan dalam disertasinya "Sifat Sumberdaya Manusia Indonesia Penunjang Pembangunan; Suatu Studi Tentang Prasyarat Sifat, Latar Belakang Keluarga dan Sekolah dari Individu Berprestasi Tinggi". Suami dari Judiawati Markum ini akhirnya sampai pada kesimpulan, pola asuh otoritatif yang dilakukan di rumah dan di sekolah merupakan lahan subur bagi munculnya individu berprestasi. Disertasi yang ia pertahankan dengan predikat cum laude di hadapan Senat Guru Besar Universitas Indonesia pada Desember 1998 lalu itu juga menyimpulkan, pola asuh otoritatif akan mendorong pembentukan sifat kerja keras, disiplin, komitmen, prestatif, mandiri, dan realistis pada individu. Sementara sifat yang paling besar kontribusinya bagi tinggi- rendahnya prestasi adalah sifat disiplin. Ruang tawar-menawar Lalu, bagaimana menerapkan pola asuh yang prospektif itu? Menurut mantan Direktur Kemahasiswaan Ditjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ini, pola asuh otoritatif bisa dilakukan sejak dini. Misalnya saja dengan memberi target belajar. Taruhlah dua atau tiga jam setiap hari. Kalau ini sudah disepakati antara orang tua dan anak, maka penerapannya terserah pada anak. Mau dihabiskan dua jam sekaligus atau dibagi dua menjadi