Re: [balita-anda] Pengalaman dengan IUFD , re : Operasi SC
Buat mbak Inka... Saya terharu banget membaca "kisah duka" nya mbak... Saya ikut berdoa semoga mbak dan keluarga dapat melampaui cobaan yang diberikan Allah kepada mbak sekeluarga, dan saya juga percaya, hal yang terbaik telah dipilihkan olehNya untuk hambanya yang bertawakal. Semoga juga buah hati yang sekarang tak kurang satu hal apapun dan mudah dalam melahirkannyaAmien ya rabbal alamin... Wassalam, Mamanya Pepi Inka wrote: > terima kasih buat mbak Asrita dan mama Ticia atas infonya tentang operasi SC. > > berhubung mama Ticia minta diceritakan kisah SC yang pertama, okelah aku ceritain >'kisah' nya, tapi panjang lhonggak apa-apa ? > saya berharap semoga cerita yang panjang ini nggak cuma panjang tok, tapi juga bisa >diambil 'isinya'. > > Pada kehamilan pertama saya dulu didapati adanya kista di ova kiri yang menurut >DSOG saya saat itu tidak berbahaya. Memang menurut pengalaman teman-teman ataupun >info yang saya dapat di buku ataupun majalah, kista pada umumnya tidak akan >membahayakan kehamilan dan adakalanya akan menghilang seiring dengan bertambahnya >usia kehamilan atau keluar bersama bayi pada saat kelahiran. Untuk sementara hal itu >membuat saya tenang. Namun menjelang bulan kelima kehamilan saya merasakan sakit yang >amat sangat di bagian bawah perut yang membuat saya sulit berjalan bahkan merubah >posisi duduk selama bekerja di kantor. Dan itu saya alami selama satu bulan lebih. >Sakit yang luar biasa itu dibarengi juga dengan demam dan frekuensi BAK yang sering >untuk ukuran usia kehamilan saat itu. DSOG saya memberikan 2 jenis antibiotik dan >mengatakan 'tidak apa-apa'. Saya juga berfikir "ah nggak apa-apa" soalnya saat itu ( >dan untuk seterusnya ) tidak ada perdarahan sedikitpun. Akhirnya dalam kondisi yang - >kalau saya pikir sekarang - sangat payah itu saya putuskan untuk tetap bekerja. >Sampai suatu hari teman kantor saya 'gregetan' melihat saya yang 'sok kuat' terus >ngantor dengan kondisi yang amburadul dan menyarankan saya untuk check ke lab dan >ambil cuti sampai sembuh. Hasil lab kami berikan kepada DSOG berikut hasil USG ( >inisiatif kami sendiri untuk USG di lab ) yang menunjukan bahwa saya menderita >infeksi kandung kemih akut dan kista sudah membesar hingga lima kali lipat dari >sebelumnya. Kembali saya diberi antibiotik dosis tinggi dan hasilnya saya 'sembuh'. > > Sampai pada suatu hari saya rasakan kok janin saya tidak bergerak lagi. > Kami sempat menunggu selama satu hari hingga keesokannya insting keibuan saya >mengatakan ada yang nggak beres, kami 'lari' ke rumah sakit dan dari hasil USG >terakhir dinyatakan bayi saya sudah 'tidak ada', waaahhhlangit rasanya runtuh >seketika. > Saat itu saya masih tenang antara percaya dan tidak, namun sesampainya dirumah kami >berdua bertangisan ( saya sempat bingung kok suami saya bisa menangis sehisteris itu >). Mungkin karena dia laki-laki sehingga untuk kemudian dan seterusnya dia bisa >kembali tenang dan 'menerima' apa yang terjadi bahkan dia mengajak saya berdoa untuk >'berterima kasih'. Sementara saya membutuhkan waktu satu bulan lebih untuk benar2 >bisa melihat bayi yang saya temui, ibu hamil atau melewati counter pakaian bayi >tanpa harus menangis. Saat itu juga saya unsub dari milis BA karena nggak tahan >dengan sharing antara anggota milis mengenai buah hati mereka. Saya terus bertanya >kenapa harus kami yang mengalami ini, padahal kami merasa sudah memberikan yang >terbaik bagi bayi saya selama dia dalam kandungan. Kenapa juga harus kami sementara >pasangan lain bisa 'bertemu' dengan buah hati yang mereka tunggu tanpa halangan >apapun. > But, we have to face the reality anyway. > > Orangtua kami berdua datang menjemput dan membawa saya untuk 'melahirkan' di >Jakarta karena mereka tinggal di sana, dengan harapan saya 'aman' dan 'tenang' berada >dekat mereka dan saya sempat 'membawa' bayi saya yang sudah tidak ada itu selama >empat hari hingga tiba saat untuk 'dilahirkan'. Kenapa tidak langsung dikeluarkan ? >Menurut 3 DSOG yang saya mintai pendapat mereka mengatakan 'tidak berbahaya', >sementara orang tua kami stress setengah mati karena mereka berfikir itu akan >membahayakan jiwa saya. > > Mulanya saya ingin 'melahirkan' secara normal namun mengingat placenta sudah menutup >jalan lahir akhirnya dilakukan SC sekalian untuk mengambil kista saya yang ternyata >sudah sebesar kepalan tangan Ade Rai ( gede banget pokoknya ) . > Eh...cerita belum habis, ternyata saat perut saya 'dibongkar' , si kista - yang >ditemukan melekat pada organ disekitarnya dan pecah pada saat diangkat - sudah >terinfeksi. Kista yang belakangan ( setelah PA ) diketahui sebagai kista >endometriosis yang seharusnya berisi cairan coklat, ternyata sudah berubah warna >menjadi hijau kekuningan. Akibatnya terpaksa dilakukan ovarektomi ( ?), ova kiri saya >diangkat untuk mencegah menyebarnya infeksi tsb. > Waduh, apalagi ini ? Ini berarti saya tinggal punya satu ova dan kemungkinan untuk
Re:[balita-anda] Pengalaman dengan IUFD , re : Operasi SC
Duh Mbak Inka, aku turut sedih lho, sampe engga enak hati udah minta diceritain, jadi membuka kenangan pahit Mbak Inka deh. Maaf ya. Aku bisa ngebayang rasanya seperti apa dulu yang Mbak lalui. Aku salut sama Mbak dan suami, aku engga tau apa aku bisa sekuat itu kalo aku sendiri yang ngalamin. Tapi aku setuju lho Mbak, Tuhan memberi yang terbaik pada waktunya sesuai dengan rencanaNya. Aku turut berdoa agar Tuhan selalu menguatkan Mbak dan juga memelihara si kecil hingga lahir dalam keadaan sehat. Kabar-kabari ya Mbak oya, udah keliatan laki atau perempuan ?... Salam, Mama Ticia >> Pusing milih POP3 atau web mail? mail.telkom.net solusinya << >> Belanja Info & Keperluan Balita? Klik, http://www.balitanet.or.id >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED] Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Re: [balita-anda] Pengalaman dengan IUFD , re : Operasi SC
Assalamualaikum, Adh mabk terharu banget deh bacanya, tapi alhamdulillah mbak kuat menghadapiya. Mudah2an Allah kali ini memberikan kesempatan yang terbaik untuk mbak dan suami, Insya Allah. Amien... Wassalam "Inka" <[EMAIL PROTECTED]To: <[EMAIL PROTECTED]> in.net.id> cc: Subject: [balita-anda] Pengalaman dengan IUFD 05/16/00 01:47 , re : Operasi SC PM Please respond to balita-anda terima kasih buat mbak Asrita dan mama Ticia atas infonya tentang operasi SC. berhubung mama Ticia minta diceritakan kisah SC yang pertama, okelah aku ceritain 'kisah' nya, tapi panjang lhonggak apa-apa ? saya berharap semoga cerita yang panjang ini nggak cuma panjang tok, tapi juga bisa diambil 'isinya'. Pada kehamilan pertama saya dulu didapati adanya kista di ova kiri yang menurut DSOG saya saat itu tidak berbahaya. Memang menurut pengalaman teman-teman ataupun info yang saya dapat di buku ataupun majalah, kista pada umumnya tidak akan membahayakan kehamilan dan adakalanya akan menghilang seiring dengan bertambahnya usia kehamilan atau keluar bersama bayi pada saat kelahiran. Untuk sementara hal itu membuat saya tenang. Namun menjelang bulan kelima kehamilan saya merasakan sakit yang amat sangat di bagian bawah perut yang membuat saya sulit berjalan bahkan merubah posisi duduk selama bekerja di kantor. Dan itu saya alami selama satu bulan lebih. Sakit yang luar biasa itu dibarengi juga dengan demam dan frekuensi BAK yang sering untuk ukuran usia kehamilan saat itu. DSOG saya memberikan 2 jenis antibiotik dan mengatakan 'tidak apa-apa'. Saya juga berfikir "ah nggak apa-apa" soalnya saat itu ( dan untuk seterusnya ) tidak ada perdarahan sedikitpun. Akhirnya dalam kondisi yang - kalau saya pikir sekarang - sangat payah itu saya putuskan untuk tetap bekerja. Sampai suatu hari teman kantor saya 'gregetan' melihat saya yang 'sok kuat' terus ngantor dengan kondisi yang amburadul dan menyarankan saya untuk check ke lab dan ambil cuti sampai sembuh. Hasil lab kami berikan kepada DSOG berikut hasil USG ( inisiatif kami sendiri untuk USG di lab ) yang menunjukan bahwa saya menderita infeksi kandung kemih akut dan kista sudah membesar hingga lima kali lipat dari sebelumnya. Kembali saya diberi antibiotik dosis tinggi dan hasilnya saya 'sembuh'. Sampai pada suatu hari saya rasakan kok janin saya tidak bergerak lagi. Kami sempat menunggu selama satu hari hingga keesokannya insting keibuan saya mengatakan ada yang nggak beres, kami 'lari' ke rumah sakit dan dari hasil USG terakhir dinyatakan bayi saya sudah 'tidak ada', waaahhhlangit rasanya runtuh seketika. Saat itu saya masih tenang antara percaya dan tidak, namun sesampainya dirumah kami berdua bertangisan ( saya sempat bingung kok suami saya bisa menangis sehisteris itu ). Mungkin karena dia laki-laki sehingga untuk kemudian dan seterusnya dia bisa kembali tenang dan 'menerima' apa yang terjadi bahkan dia mengajak saya berdoa untuk 'berterima kasih'. Sementara saya membutuhkan waktu satu bulan lebih untuk benar2 bisa melihat bayi yang saya temui, ibu hamil atau melewati counter pakaian bayi tanpa harus menangis. Saat itu juga saya unsub dari milis BA karena nggak tahan dengan sharing antara anggota milis mengenai buah hati mereka. Saya terus bertanya kenapa harus kami yang mengalami ini, padahal kami merasa sudah memberikan yang terbaik bagi bayi saya selama dia dalam kandungan. Kenapa juga harus kami sementara pasangan lain bisa 'bertemu' dengan buah hati yang mereka tunggu tanpa halangan apapun. But, we have to face the reality anyway. Orangtua kami berdua datang menjemput dan membawa saya untuk 'melahirkan' di Jakarta karena mereka tinggal di sana, dengan harapan saya 'aman' dan 'tenang' berada dekat mereka dan saya sempat 'membawa' bayi saya yang sudah tidak ada itu selama empat hari hingga tiba saat untuk 'dilahirkan'. Kenapa tidak langsung dikeluarkan ? Menurut 3 DSOG yang saya mintai pendapat mereka mengatakan 'tidak berbahaya', sementara orang tua kami stress setengah mati karena mereka berfikir itu akan membahayakan jiwa saya. Mulanya saya ingin 'melahirkan' secara normal namun men
[balita-anda] Pengalaman dengan IUFD , re : Operasi SC
terima kasih buat mbak Asrita dan mama Ticia atas infonya tentang operasi SC. berhubung mama Ticia minta diceritakan kisah SC yang pertama, okelah aku ceritain 'kisah' nya, tapi panjang lhonggak apa-apa ? saya berharap semoga cerita yang panjang ini nggak cuma panjang tok, tapi juga bisa diambil 'isinya'. Pada kehamilan pertama saya dulu didapati adanya kista di ova kiri yang menurut DSOG saya saat itu tidak berbahaya. Memang menurut pengalaman teman-teman ataupun info yang saya dapat di buku ataupun majalah, kista pada umumnya tidak akan membahayakan kehamilan dan adakalanya akan menghilang seiring dengan bertambahnya usia kehamilan atau keluar bersama bayi pada saat kelahiran. Untuk sementara hal itu membuat saya tenang. Namun menjelang bulan kelima kehamilan saya merasakan sakit yang amat sangat di bagian bawah perut yang membuat saya sulit berjalan bahkan merubah posisi duduk selama bekerja di kantor. Dan itu saya alami selama satu bulan lebih. Sakit yang luar biasa itu dibarengi juga dengan demam dan frekuensi BAK yang sering untuk ukuran usia kehamilan saat itu. DSOG saya memberikan 2 jenis antibiotik dan mengatakan 'tidak apa-apa'. Saya juga berfikir "ah nggak apa-apa" soalnya saat itu ( dan untuk seterusnya ) tidak ada perdarahan sedikitpun. Akhirnya dalam kondisi yang - kalau saya pikir sekarang - sangat payah itu saya putuskan untuk tetap bekerja. Sampai suatu hari teman kantor saya 'gregetan' melihat saya yang 'sok kuat' terus ngantor dengan kondisi yang amburadul dan menyarankan saya untuk check ke lab dan ambil cuti sampai sembuh. Hasil lab kami berikan kepada DSOG berikut hasil USG ( inisiatif kami sendiri untuk USG di lab ) yang menunjukan bahwa saya menderita infeksi kandung kemih akut dan kista sudah membesar hingga lima kali lipat dari sebelumnya. Kembali saya diberi antibiotik dosis tinggi dan hasilnya saya 'sembuh'. Sampai pada suatu hari saya rasakan kok janin saya tidak bergerak lagi. Kami sempat menunggu selama satu hari hingga keesokannya insting keibuan saya mengatakan ada yang nggak beres, kami 'lari' ke rumah sakit dan dari hasil USG terakhir dinyatakan bayi saya sudah 'tidak ada', waaahhhlangit rasanya runtuh seketika. Saat itu saya masih tenang antara percaya dan tidak, namun sesampainya dirumah kami berdua bertangisan ( saya sempat bingung kok suami saya bisa menangis sehisteris itu ). Mungkin karena dia laki-laki sehingga untuk kemudian dan seterusnya dia bisa kembali tenang dan 'menerima' apa yang terjadi bahkan dia mengajak saya berdoa untuk 'berterima kasih'. Sementara saya membutuhkan waktu satu bulan lebih untuk benar2 bisa melihat bayi yang saya temui, ibu hamil atau melewati counter pakaian bayi tanpa harus menangis. Saat itu juga saya unsub dari milis BA karena nggak tahan dengan sharing antara anggota milis mengenai buah hati mereka. Saya terus bertanya kenapa harus kami yang mengalami ini, padahal kami merasa sudah memberikan yang terbaik bagi bayi saya selama dia dalam kandungan. Kenapa juga harus kami sementara pasangan lain bisa 'bertemu' dengan buah hati yang mereka tunggu tanpa halangan apapun. But, we have to face the reality anyway. Orangtua kami berdua datang menjemput dan membawa saya untuk 'melahirkan' di Jakarta karena mereka tinggal di sana, dengan harapan saya 'aman' dan 'tenang' berada dekat mereka dan saya sempat 'membawa' bayi saya yang sudah tidak ada itu selama empat hari hingga tiba saat untuk 'dilahirkan'. Kenapa tidak langsung dikeluarkan ? Menurut 3 DSOG yang saya mintai pendapat mereka mengatakan 'tidak berbahaya', sementara orang tua kami stress setengah mati karena mereka berfikir itu akan membahayakan jiwa saya. Mulanya saya ingin 'melahirkan' secara normal namun mengingat placenta sudah menutup jalan lahir akhirnya dilakukan SC sekalian untuk mengambil kista saya yang ternyata sudah sebesar kepalan tangan Ade Rai ( gede banget pokoknya ) . Eh...cerita belum habis, ternyata saat perut saya 'dibongkar' , si kista - yang ditemukan melekat pada organ disekitarnya dan pecah pada saat diangkat - sudah terinfeksi. Kista yang belakangan ( setelah PA ) diketahui sebagai kista endometriosis yang seharusnya berisi cairan coklat, ternyata sudah berubah warna menjadi hijau kekuningan. Akibatnya terpaksa dilakukan ovarektomi ( ?), ova kiri saya diangkat untuk mencegah menyebarnya infeksi tsb. Waduh, apalagi ini ? Ini berarti saya tinggal punya satu ova dan kemungkinan untuk hamil kembali berkurang 50 %. Jadilah saya saat itu benar-benar 'hancur lebur'. Sakit akibat operasi terasa 10 x lebih sakit dan penyembuhan membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga saya sempat berganti teman sekamar sebanyak lima kali dan sebanyak itu pula saya harus kembali 'membuka luka' bercerita pada saat mereka bertanya "lho, tidak menyusui Bu?" Dan selama itu pula saya harus mendengar dan menyaksikan kebahagiaan pasangan ayah ibu yang bertemu dengan buah hati mereka, sementara saya dan suami hanya