Re: [budaya_tionghua] Numpang tanya,....
Aris Heng, alamat milis http://www.budaya- tionghoa. org/ sudah pianhua menjadi http://www.budaya-tionghoa.net seperti terlihat di footer message forum ini. salam, KH --- On Mon, 10/20/08, kribo1 <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: kribo1 <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [budaya_tionghua] Numpang tanya, To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, October 20, 2008, 10:52 AM Maaf, mau numpang tanya pada moderator, atau ABS-heng dan teman-teman yang aktif di forum ini, apa yang terjadi dengan situs http://www.budaya- tionghoa. org/ ya? Malam ini saya coba lihat ke sana, koq ketemu situs urusan gigi berbahasa Jerman? Salam, Aris Tanone/ __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
Re: [budaya_tionghua] Bung Dari Mana? (Was: Peran Guru dan Suhu.)
Bung berasal dari bahsa Belanda "Broer" yang artinya kakak (untuk laki-laki; untuk perempuan "Zus") . Kata Bung untuk panggilan kakak banyak digunakan di Indonesia Timur (Ambon, Maluku). --- On Sat, 10/18/08, Ophoeng <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Ophoeng <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [budaya_tionghua] Bung Dari Mana? (Was: Peran Guru dan Suhu.) To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Saturday, October 18, 2008, 5:50 PM Bung Fy Zhou dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe masuk ke panggilan 'bung' nih. Kalau tak salah, ini panggilan populer pada masa-masa 'revolusi 45 dulu. Ada Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, Bung Adam (Malik), Bung Tomo, tapi ndak pas kayaknya untuk Bung Harto, Bung Hamengku (Buwono IX) atau Bung Ali (Sadikin), Bung Cokro(pranolo) , Bung Yos. Untuk gubernur Jakarta, populer dengan sebutan 'Bang'. Tapi juga kayak- nya ndak semua gubernur Jakarta pas dipasangi 'Bang'. Kalau tak salah di- mulai dari Bang Ali (Sadikin), sebagai penghormatan masyarakat Betawi, Jakarta, atas sukses Bang Ali membenahi Jakarta pada waktu itu. Kemudi- an, para penggantinya coba juga diberi gelar yang sama, namun jarang ada yang pas dan kemudian menjadi sebutan populer. Terasa agak dipak- sakan. Sebab memang susah membandingkan sesuatu yang sudah baik dan hampir dianggap sempurna. Ada sebutan lain yang bertujuan meng- hormat juga, yakni 'babe'. kalau tak salah ini untuk Babe Nolly aka Pak Tjokropranolo. Tapi, 'bung' itu kayaknya identik dengan panggilan 'kamrad', rekan, yang justru tidak mau ada pembedaan usia dan tingkatan generasi. Sebagai se- butan panggilan yang sederajat, netral. Juga tidak memandang asal-usul, untuk menggantikan panggila yang bersifat kedaerahan (bang, mas, pak). Jadi, kalau ada tambahan 'de' untuk 'gede' (besar, lebih tua, maksudnya), mungkin justru akan merancukan makna tujuan semula dalam memben- tuk sebutan 'bung' ini. Sila baca di sini: http://www.geocitie s.com/rainforest wind/indonesianh istory.htm Bung Karno kalau tak salah dijuluki juga Bung Besar, sementara sang per- dana menterinya disebut Bung Kecil yakni Bung Sjahrir. Bung Karno dise- but Bung Besar, mestinya sebagai penghormatan, seperti Pak Katua (di Me- dan) atau Bapak Boot (di Timtim). Bung Kecil untuk Bung Sjahrir, sebagai panggilan akrab di kalangan dekat teman seperjuangan, kebetulan juga mungkin karena perawakan Bung Sjahrir memang pendek dan kecil. Sila baca di sini: http://blitar. blogspot. com/2007/ 07/bung-besar- ideolog-yang- kesepian. html http://www.suarapem baruan.com/ News/2008/ 10/17/Editor/ edit01.htm http://www.forum. indramayu- cc.org/index. php?topic= 43.0 Pernah ada yang mengusulkan panggilan 'Bing' untuk gender perempuan. jadi, bung berpasangan padu padan dengan bing. Tapi kayaknya kurang bisa diterima oleh orang banyak, tidak populer maka hilang begitu saja. Jadi, kalau sudah menyebut 'bung', mungkin memang tidak usah diberi pembedaan lagi antara 'bungde' atau 'bunglik', beda dengan Pakde atau Paklik sebagai padanan Twaku dan Engku, Twapek dan Encek. Begitu saja sih ya, kira-kira. Kalau ada yang salah, tolong dikoreksi dan sila tambahkan kalu kurang. Salam makan enak & sehat selalu, Ophoeng BSD City, Tangerang PS: "Bung Dari Mana?" - ungkapan dalam satu pidato Bung Karno pada Kongres ke VIII Baperki di Gelora Bung Karno, 14 Maret 1963. Dalam pidato tsb. BK tidak mau mengakui istilah 'suku minoritas', sebab kalau ada minoritas tentu ada mayoritas, dan mayoritas cenderung mengeks- ploitir minoritas, minoritas bisa merasa 'tertindas' oleh mayoritas. Sila lihat di sini: http://kepustakaan- presiden.pnri. go.id/uploaded_ files/pdf/ speeches_ clipping/ normal/soekarno1 1.pdf --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Fy Zhou <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Bung Opheng, Bang memang kesannya sangat betawi , mengapa tak Bungde saja? lebih netral, Bung Karno yang Jawa juga senang dipanggil bung Bungde Karno gitu... __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
[budaya_tionghua] Numpang tanya,....
Maaf, mau numpang tanya pada moderator, atau ABS-heng dan teman-teman yang aktif di forum ini, apa yang terjadi dengan situs http://www.budaya-tionghoa.org/ ya? Malam ini saya coba lihat ke sana, koq ketemu situs urusan gigi berbahasa Jerman? Salam, Aris Tanone/
Re: Sama-sama U Hauw (Re: [budaya_tionghua] Re: Si Put On (djangan asal pasang omong), jawaban dari Liang U)
Akhmad heng, Terima kasih banyak atas penjelasan anda, memang saya juga sebetulnya kebingungan koq hanya mencuplik kalimat teman untuk membawa ke arah berita tentang Chiyou, langsung mendapat tanggapan keras dengan kata-kata: "Jangan asal ngomong".Tentang Put On saya sering membacanya ketika masih muda, tapi karena saya tak baca semua, maka saya sih tak dapat memberi komentar,saya membaca hanya untuk ikut tertawa, karena biasanya lucu. Tentang Chiyou juga baru tahu hal yang saya lihat di TV, saya kan terus terang juga, saya baru tahu. Cuma dari situ kelihatan hal yang luar biasa, menjaga kuburan ribuan tahun, tentu ada sejarahnya yang menarik. Saya serahkan kepada para ahli di Tiongkok, saya juga sebutkan karena melihat beritanya terlambat, saya tak tahu nama propinsi dan kampung kuburan Chiyou. Lalu saya lanjutkan pengalaman ke makam barat dinasti Qing ternyata ada hal yang sama, meskipun belum ribuan tahun, tapi sejak Republik Tiongkok berdiri, sebelumnya menjaga di gaji, tapi setelah itu siapa yang mau menggaji? Ini juga bukan menunjukkan saya ahli, makanya saya sebut tempatnya Qing Xi Ling, di kabupaten Yi Xian, propinsi Hebei, mudah-mudahan ada teman yang senang sejarah kalau ke sana nanti memberi keterangan yang lebih jelas, kita bicara dari segi budaya terutama u hauw. Saya tak tahu kalau di belakang itu ada persaingan, karena sdr. Hoedjin Tjambuk Berduri ini menggunakan nama samaran, tidak seperti kita terang-terangan nama asli alamat asli, siapapun yang datang ke rumah kita sambut baik. Sudah ada beberapa teman yang mampir ke rumah. Kita berani demikian kan karena kita merasa tak punya dosa terhadap siapapun. Tak punya dosa tak berarti tak punya pendirian tentunya. Sekali lagi terima kasih atas bantuan anda mengklirkan masalah, kalau masalah ada dendam turunan, saya tak ikut campur, itu urusan ybs. Maaf juga pada sdr. Hoedjin cambuk berduri, saya tetap saya dicap"asal ngomong atau tidak , saya tak akan beubah. Mengenai uhauw menurut saya, ada batasnya, karena disamping uhauw kitapun harus melihat masyarakat. Tjin Kue misalnya yang memfitnah Gak Hui, kalau anaknya hanya uhauw ia akan memusuhi anak Gak Hui bahkan melawan semua masyarakat, yang kebanyakan membenarkan Gak Hui, kalau demikian uhauw menjadi negatif. Dalam cerita silat banyak hal demikian, tapi akhirnya oleh pengarang diarahkan ke arah yang baik, yaitu harus membela "kebenaran", uhauw jangan diartikan dalam arti yang sempit. Dalam hal ini Akhmad Heng pasti mengetahui lebih jelas, dalam masalah cerita silat, saya yang Tionghoa bukan apa-apanya dibanding anda. Kiongchiu Liang U --- On Sun, 10/19/08, Akhmad Bukhari Saleh <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Akhmad Bukhari Saleh <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Sama-sama U Hauw (Re: [budaya_tionghua] Re: Si Put On (djangan asal pasang omong), jawaban dari Liang U) To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Sunday, October 19, 2008, 1:39 PM Soalnya bukan di situ Liang-heng. Tetapi soal sama-sama u hauw... Put On adalah karya yang mengemuka dari Kho Wan Gie. Dan kemarin-kemarin ini di milis ini karya sastra tersebt sempat dipuji-puji banyak orang. Termasuk orang juga jadi memuji-muji Kho Wan Gie, sebagai penciptanya. Tetapi dalam sejarah perseteruan sesama Tionghoa Indonesia hampir seratus tahun yang lalu, Kho Wan Gie ini ada bentrok dengan Kwee Kek Beng, yang sesama tokoh jurnalistik tionghoa Indonesia masa lalu. Hoedjin Tjambuk Berduri adalah seorang turunan Kwee Kek Beng. Nah, sebagai tionghoa yang baik, seperti Liang-heng bilang, dia tentu harus hormati leluhurnya setinggi-tingginya. Karena itulah dalam postingnya itu dia sudah tunjukkan kurang senangnya yang seteru leluhurnya itu dipuji-puji di milis ini dengan cara yang menurutnya berlebihan. Begitu pula dia menilai berlebihan tentang pujian orang pada tokoh Put On, karya seteru leluhurnya itu. Jadi sebetulnya sama-sama bicara dari halnya menghormati leluhur. Lantas jadi bentrok. Tapi maaf, sebagai non-tionghoa saya memang mendapat kesan, baik dari cerita fiksi maupun di sejarah nyata, termasuk di milis ini, bahwa gara-gara masing-masing orang menerapkan u hauw, ini lantas menjadi asal-muasal banyak bentrok dan perseteruan sesama tionghoa tentang masa lalu mereka, yang turun-temurun tidak habis-habisnya. Apa betul demikian ya? Mudah-mudahan salah... Apa ini perwujudan budaya tionghoa ya? Mudah-mudahan bukan... Wasalam. = - Original Message - From: liang u To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, October 19, 2008 2:12 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Si Put On (djangan asal pasang omong), jawaban dari Liang U Bapak atau Ibu Hoedjin yang baik. Terima kasih atas komentarnya, saya tak membahas Put On, sebab saya memang tidak banyak mempelajari tentang Put On. Tapi ada teman yang mengatakan bahwa Put On tak sakit hati dimaki ibunya sebagai anak sambel. Yang saya bahas adalah dalam budaya Tionghoa perh
Re: [budaya_tionghua] Re: Pelajar kita
Dear Anton W, Yg sy posting ,ya begitulah yg terjadi,kalau ada yg sebaliknya bisa aja terjadi,tapi kan bisa diiutng jari,kalau org Sg,yg pindah ke Ausi emang byk selain khawatir anak stress,jg sudh bosan dg biaya idup yg tinggi,lagian rumah di Ausi ukurannya lebih besar harga relatif murah bagi Singaporean,. Soal org Indo yg kirim anak ke sini cuma les musik ,apakah murang modal sy kurang tau? kalau sy hanya ingin anak sy punya keterampilan lain selain akademik,dikasih les byk2 ternyata tdk bawa perubahan ,malah mereka kelihatan lelah,ya stop aja,suruh belajr sendiri sampe kapan mau tergantung org,gimana kalau sesuatu yg buruk terjadi,pd ortu,kemudian anak2 tdk mandiri,itu yg menjd pertimbangan,kalau untuk urusan bisa ngirit tdk ngelesin anak,blm terpikir,biar kurang modal juga pasti bisa tekan pengeluran yg lain. Byk kasus seperti anak teman anak,memang byk terjadi ,entah itu singaporean atau org Indo yg sekolah disini,awalnya ogah2an,waktu dikeals primary 6 mereka emang hrs berusha keras soalnya buat ujian kelulusan (ebatanas). Ada jg kasus yg awalnya jago banget,yg bikin ortu bangga selangit(terutama mamanya) tiba2 waktu college jeblok,nilai ujian kelulusan tdk memenuhi standard ambil jurusan kedocteran di sini,tapi kadang masih bisa ambil di negara lain. Ini yg bisa sy jawab dulu,lagi ada urusan,kalau ada yg mau ditanya lagi,kalau ada waktu dan sy ngerti akan berusha dijawab . --- On Mon, 20/10/08, Anton Widjaja <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Anton Widjaja <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [budaya_tionghua] Re: Pelajar kita To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, 20 October, 2008, 12:46 AM --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, melani chia wrote: > > Anda salah pak Anton,justruh org Singapore KIAÂ SU (takut kalah) > yg namanya primary SD,kalau mau nurutin kemauan ortu,selain > disekolah ada CCA,ada remedial class,ntar dirumah les,kadang > ada yg ke centre, week end les music,anak saya les piano+ biola > sabtu kegereja,pulang sekolah sudah jam 5 sore,..baru 6 bln ini sy stop > saya yg ngaterin aja ngak kuat,jd saya mikir lagi kasian anak saya,.. ___ Saya dengar cerita kalau orang tua Indonesia ingin anaknya santai dia kirim anak ke Singapore. Tetapi kalau orang tua Singapore ingin anak santai dia kirim ke Australia. Entah benar atau tidak. Yang pasti beberapa orang yang saya kenal mengirim anaknya ke Singapore setamat SD cuma memberi anaknya les musik, apa karena kurang modal ? Tampaknya anak kakak ipar saya di Singapore sangat beruntung kalau dengar ceritera anda. Anak hanya ikut les musik. Pada kelas 1 hingga 5 prestasi termasuk peringkat bawah tetapi ketika kelas 6 dia bilang ingin jadi juara kelas dan terjadilah. Untuk prestasi itu si bapak cuma komentar 'berapa orang tua yang jadi stress gara gara dia'. Saya pikir apakah wajar seorang anak SD bangun jam 5.30 mandi, darapan berangkat sekolah, keluar kelas jam 1.00 makan siang di mobil sambil bikin PR langsung les ABC pulang sampai di rumah jam 18.00 atau kalau sudah SMP pulang jam 22.00 Kelihatannya anak tersebut sibuknya melebihi orang tuanya. Saya pikir apa baik bagi perkembangan psikologi dan EQ ? Lebih celaka lagi anak teman saya di Pluit yang dimata matai orang tua murid lain. Prestasi sebagai 3 besar di kelas membuat seorang ibu penasaran. Memata matai ke rumah apa kegiatan anak tsb. Kebetulan saya sedang mampir ke rumah anak tsb. Dia tanya ke pembantu 'kok X main di jalanan , nggak les. Si pembantu jawab 'ngga ada les apa apa kok'. Si nyonya penasaran 'jadi siapa yang ngajar' Si pembantu jawab 'ibunya, kalau nggak sempet saya saja yang ngajar'. Ini terjadi ketika anak tersebut kelasa 1 SD. Sempat juga anak tersebut dapat ancaman dari temannya yang rajin les 'jangan coba coba dapat nilai lebih bagus dari saya ! nanti saya hajar!' Salam, Anton W Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
[budaya_tionghua] RAHASIA DAYA SEXSUALITAS KAISAR
Kalau kita lihat film2 silat tiongkok ,seorang Kaisar biasanya mempunyai Permaisuri 1 org tapi selirnya buanyak sekali (bahkan ada yang sampai ratusan), Nah yang menggelitik hati saya ,apakah rahasia kekuatan daya seksualitas Sang Kaisar tsb karena setiap malam harus lembur beberapa kali. Mungkin dari teman2 dapat sharing atau menemukan rahasianya ,mana tahu dapat berguna juga untuk teman2 milis yang lain, meski tidak dipakai utk cari selir baru. He he he salam awen __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
RE: [budaya_tionghua] Re: Dream of The Red Chamber = Hung Lou Mung? (Was:Sastra Sudah Kehilangan 'Su'nya?)
Enggak tah Apa tuh artinya ungkapan "patah punggung"??? kecapean sampai punggungnya patah? padanannya dalam ungkapan bahasa Inggris, barangkali "break a leg" kali ya, kalau belum sampai patah kaki, belum mati matian usahanya, hehehehe. Kalau di Indonesia ada ungkapan "patah arang", dulu gue bingung, arang khan kecil kecil, memangnya masih bisa patah patah? -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Fy Zhou Sent: Saturday, October 18, 2008 1:58 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Dream of The Red Chamber = Hung Lou Mung? (Was:Sastra Sudah Kehilangan 'Su'nya?) Bahasa mandarin juga kaya dng ungkapan kok, malah tak terbatas kalangan berpendidikan. memang ungkapan di kalangan terdidik jauh lebih kaya, banyak ungkapan yang berasal dari kisah sejarah dan sastra klasik. dan sampai hari ini, mereka tak henti mencipta ungkapan baru, bahkan tak segan menggali dari budaya luar, contohnya, banyak blocker mandarin yang membahas "fenomena patah punggung dalam film Red Cliff ", coba para anggota di sini tahu tidak artinya ungkapan "patah punggung" ini? ZFy - Original Message From: danarhadi2000 <[EMAIL PROTECTED]> To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, October 18, 2008 1:00:40 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: Dream of The Red Chamber = Hung Lou Mung? (Was:Sastra Sudah Kehilangan 'Su'nya?) --- In HYPERLINK "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"; \nbudaya_tionghua@ yahoogroups. com, "Edith Koesoemawiria" <[EMAIL PROTECTED] .> wrote: > > Saya kira terjemahan juga sulit, karena setiap generasi pembaca punya kebiasaan > berbahasa yang beda. Ini sedikit bisa diatasi kalau kita punya bayangan persis siapa > yang dituju ketika menerjemahkan, atau bertemu muka. tapi kalau dalam tulisan rasanya > ini sangat susah. Lucunya kalau kita membaca dalam bahasa asli, perbedaan itu > bisa lebih diterima daripada kalau sudah diterjemahkan. > > Belum lagi kalau sudah urusan imagery, gimana cari padanannya? Misalnya di bahasa > Inggris orang suka bilang apa ya... throw in the towel, kalau sudah angkat tangan, > karena putus asa tak mendapat jalan keluar. Mungkin sulit juga kalau di bahasa > indonesiakan menjadi "melemparkan handuknya". Di pihak lain, meski aneh bagi saya, > bisa juga istilah lempar handuk sudah sangat lumrah bagi anak muda sekarang? Dan saya > ketakutan hanya karena melihat bayangan:-) > > *** Perumpamaan "lempar handuk" ada dalam hampir semua bahasa Barat, dalam bahasa Jerman disebut: "das Handtuch werfen", maknanya menyerah dalam mengupayakan sesuatu (sebelum berhasil). Ungkapan yang artinya mirip dalam bahasa Jerman, adalah "die Flinte ins Korn werfen", dalam bahasa ungkapan bahasa Inggris: "to throw the helve after the hatchet". Ini semua UNGKAPAN, dan TIDAK BOLEH diterjemahkan secara harfiah! Berbeda dengan di Indonesia, dan kebanyakan negara Asia, di Barat, setahunya saya yang saya alami puluhan tahun, di Jerman, Austria, Inggris dan US, cara manusia berbahasa, terutama di level masyarakat menengah keatas, BANYAK menggunakan ungkapan. Di Indonesia, manusia 100% menggunakan istilah harfiah. Di Jerman, misalnya teman teman sekantor atau sahabat pribadi berkata: "eh kau mau mengolok-olok aku ya?" dengan:" Hey, willst du mich den Baeren aufbinden", yang arti harfiahnya "kau mau melepaskan beruang dariku". Banyak sekali ungkapan yang artinya mirip, seperti "willst du mich in den April schicken?", yang bahasa Inggrisnya " to play an April Fool's joke ". Harfiah: "Mengirim ke (bulan) April. Bila kita bergaul kedalam kelompok masyarakat yang berpendidikan tinggi disana, maka jangan kaget, kalau kita dalam percakapan se-hari hari dikonfrontir ratusan ungkapan. Di Indonesia, cara pemakaian bahasa kita sangat datar, plain. Lihat saja kalimat " Eh kayaknya mau hujan nih". Mau? siapa yang mau? Seharusnya: "ini tampak akan hujan". Kembali ke topic diatas, para penterjemah yang unggul harus MAMPU mentransfer ungkapan ungkapan itu kebahasa yang dimaksud. Buku buku terjemahan dimasa tahun 50an, misalnya "Tiga Panglima Perang" (Les Trois Mousquetaires, novel dari Alexandre Dumas), malah banyak menggunakan ungkapan Melayu sebagai saduran ungkapan asli. Hebat sekali! Sastra Poedjangga Baroe juga masih banyak mengandung ungkapan (Malayu). Di beberapa media yang serious, kadang kadang sekali, saya jumpai kalimat: "ah itu masih jauh panggang dari api". Dalam bahasa se-hari hari, kalau tak paham makna ungkapan, kita dapat menjadi binggung. Misalnya di Jerman atau Austria kita katakan" Oh er ist so blau", artinya "ia sangat mabuk" (arti harfiah " dia sangat biru". Di US kalau orang katakan "I am so blue", berarti " aku sangat sedih". Sebelum kita 100% menguasai bahasa yang akan dialihbahasakan, kita jangan dahulu mulai menterjemahkan. Memahami bahasa bukan bahasa induk mengharuskan kita memahami seluruh ALAM PIKIRAN dalam bahasa penutur. N
[budaya_tionghua] Generasi Muda Khonghucu Merasa Bertanggugnjawab
Harian Komentar 20 Oktober 2008 Kejar ketertinggalan akibat dimarjinalkan Generasi Muda Khonghucu Merasa Bertanggugnjawab Manado, KOMENTAR Dengan dipulihkannya hak-hak sipil umat Konghucu, banyak hal yang harus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan akibat kurang lebih 30 tahun dimarginalkan karena situasi politik. Karena itulah sudah menjadi tanggungjawab generasi muda Khonghucu untuk mensosialisasikan tentang Khonghucu itu sendiri. Hal tersebut dijelaskan Ketua Panitia Seminar Agama Khonghucu dan Klenteng, Lelly Tooy, Minggu (19/10) di Hotel Grend Garden Manado. Hadir dalam seminar tersebut, Kakanwil Depag Sulut yang diwakili Kabid Urusan Agama Kristen Dra Josephien Sumampow MTh, Ketua FKUB Sulut Ir Suryono MT, pimpinan Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) se-Sulut, Komda MATAKIN Sulut Ws Dra Hanny Kilapong SE dan ratusan umat Khonghucu. "Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap agama Khonghucu dalam berbagai aspek, tempat ibadah umat Khonghucu diantaranya Klenteng, Para Shen Ming/Roh Suci, diselenggarakannya kegiatan ini juga untuk meningkatkan kerukunan yang sudah terjalin baik di antara sesama pemeluk agama di Sulut," jelasnya. Sementara itu Ketua Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Manado Js Auw Sanny Tooy yang didampingi sekretaris umumnya Js Sofyan Yosadi SH, mengatakan, kegiatan seperti ini sangat baik dan perlu mendapat dukungan dari semua kalangan dilingkungan agama Khonghucu. Apalagi yang dibicarakan tentang apa dan bagaimana Khonghucu dan Klenteng. "Dimana secara legal formal Peraturan Pemerintah nomor 55/2007 menyatakan tempat ibadah umat Khonghucu dengan segala persembahyangan lainnya. Apalagi pembicaraan ini tidak membicarakan tentang tempat ibadah orang lain, hanya terfokus pada tempat ibadah umat Khonghucu," katanya.(lex
[budaya_tionghua] OOT: Re: Akhirnya anggota parlemen Belanda bertemu dengan korban pembantaian di Rawagede
PERISTIWA BERSEJARAH!!! Akhirnya anggota parlemen Belanda bertemu dengan korban pembantaian di Rawagede. Pada hari kedatangan delegasi parlemen Belanda di Jakarta, Minggu, 12 Oktober 2008, Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Batara R Hutagalung bersama Sekretaris KUKB, Dian Purwanto, menemui Harry van Bommel, anggota parlemen dari fraksi Partai Sosialis, partai oposisi terbesar di parlemen Belanda, di Hotel JW Marriott, tempat delegasi parlemen Belanda menginap. Tujuan kunjungan delegasi parlemen Belanda ke Indonesia setiap tahun, selain memantau proyek-proyek yang didanai oleh Belanda, mereka juga “memantau” dan “mengawasi” kondisi HAM di Indonesia. Fokus mereka selalu pelanggaran HAM di Aceh, Maluku dan Papua. Dahulu sebelum merdeka, juga Timor Timur. Sebagaimana diberitakan oleh pers di Indonesia, kunjungan delegasi parlemen Belanda kali ini juga “memantau” kondisi HAM di Indonesia. Dalam pertemuan dengan Wapres Jusuf Kalla, ketua delegasi HJ Ormel menyampaikan bahwa mereka “mengkhawatirkan” kasus HAM di Indonesia, terutama di Maluku dan Papua. (lihat Kompas, 17.10.2008). Dengan latar belakang ini, KUKB mengusulkan agar delegasi parlemen Belanda juga mengunjungi desa Rawagede, yang letaknya hanya sekitar 80 km dari Jakarta. Sebagaimana kini telah diketahui oleh banyak orang Belanda, pada 9 Desember 1947, tentara Belanda membantai 431 penduduk desa Rawagede, tanpa proses, tuntutan, pembelaan, dsb. Hal ini bukan hanya merupakan pelanggaran HAM berat, melainkan kejahatan perang, karena yang dibantai adalah penduduk sipil, non-combatant, dan jelas melanggar konvensi Jenewa. KUKB memberikan pilihan, apabila delegasi menyatakan bahwa acara mereka sangat padat dan waktu mereka sempit, KUKB menawarkan untuk mendatangkan para janda dari Rawagede ke Jakarta dan bertemu dengan mereka di Hotel tempat mereka menginap. Pada hari Senin, 13 Oktober, Harry van Bommel membawakan usulan KUKB ke rapat delegasi parlemen Belanda. Ternyata mayoritas delegasi menolak kedua usulan tersebut. Pada hari Selasa, 14 Oktober, Harry van Bommel dan KUKB menggelar jumpa pers bersama (joint press meeting), yang juga dihadiri oleh koresponden harian Belanda terkemuka, NRC Handelsblad. Sebelumnya, koresponden NRC Handelsblad, Elske Schouten, telah mewawancarai Ketua KUKB melalui telepon, dan pada hari itu juga, diberitakan di Belanda. (lihat berita di bawah ini). Harry van Bommel menyampaikan kekecewaan dan kesedihannya, atas keputusan mayoritas rekan-rekannya. Batara Hutagalung menyatakan, dengan demikian terbukti, bahwa sebagian besar anggota parlemen Belanda buta sebelah mata. Mereka hanya mau mengawasi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh orang Indonesia terhadap orang Indonesia sendiri, namun menolak untuk membicarakan kejahatan perang yang telah dilakukan oleh tentara Belanda terhadap orang Indonesia di Indonesia. NRC Handelsblad mengutip ucapan Batara Hutagalung dalam beritanya pada hari itu juga, 14 Oktober. (lihat berita Handelsblad di bawah ini). Hampir seluruh media di Belanda memberitakan penolakan delegasi parlemen Belanda untuk bertemu dengan para janda dan keluarga korban pembantaian di Rawagede. KUKB kemudian mengusulkan kepada Harry van Bommel, apabila dia satu-satunya yang bersedia untuk bertemu dengan keluarga korban Rawagede dan waktunya sempit, KUKB akan menghadirkan beberapa janda dari Rawagede, untuk bertemu dengannya di Hotel Marriott, tempat dia menginap. Pada 18 Oktober 2008 pukul 16.30, Harry van Bommel mengirim SMS kepada Batara Hutagalung, bahwa selain dirinya, seorang anggota delegasi yang lain, Joël S. Voordewind dari Partai Uni Kristen juga bersedia menerima kunjungan para janda dari Rawagede pada hari Minggu jam 14.00 di Hotel Marriott. . Dalam waktu singkat, KUKB mengorganisir pertemuan di Lounge Hotel Marriott.pada hari Minggu, 19 Oktober yang dimulai tepat pukul 14.00 sesuai rencana. Dari Rawagede hadir Sa’ih, 86 tahun, orang terakhir yang selamat dari pembantaian di Rawagede. Dia kena tembak dua kali, tetapi dia hanya terluka, namun ayahnya yang berdiri di sampingnya, mati ditembak. Selain itu hadir dua orang janda korban yaitu Wanti, 84 tahun, Wisah, 81 tahun dan hadir juga Sukarman, Ketua Yayasan Rawagede. Dari delegasi parlemen Belanda, di luar dugaan, selain Harry van Bommel dan Joël Voordewind, juga hadir Harm Evert Waalkens dari Partai Buruh (PvdA). Yang istimewa dalam hal ini adalah, Partai Uni Kristen dan Partai Buruh, merupakan partai koalisi di pemerintahan Belanda. Oleh karena itu, van Bommel menyatakan bahwa pertemuan ini mempunyai bobot yang besar. Dari KUKB hadir Batara Hutagalung, Ketua KUKB dan Purwanto, Sekretaris KUKB. Pers yang meliput adalah TVRI, tvOne, RRI, Detikcom dan koresponden dari harian Belanda NRC Handelsblad. Jawa Pos dan Rakyat Merdeka meminta keterangan melalui telepon dan email. Joël Voordewind dan Harm Waalkens hadir selama sekitar 1 jam, sampai pukul 15.00. Pertemuan dengan Ha
[budaya_tionghua] Re: Pelajar kita
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, melani chia <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Anda salah pak Anton,justruh org Singapore KIAÂ SU (takut kalah) > yg namanya primary SD,kalau mau nurutin kemauan ortu,selain > disekolah ada CCA,ada remedial class,ntar dirumah les,kadang > ada yg ke centre, week end les music,anak saya les piano+ biola > sabtu kegereja,pulang sekolah sudah jam 5 sore,..baru 6 bln ini sy stop > saya yg ngaterin aja ngak kuat,jd saya mikir lagi kasian anak saya,.. ___ Saya dengar cerita kalau orang tua Indonesia ingin anaknya santai dia kirim anak ke Singapore. Tetapi kalau orang tua Singapore ingin anak santai dia kirim ke Australia. Entah benar atau tidak. Yang pasti beberapa orang yang saya kenal mengirim anaknya ke Singapore setamat SD cuma memberi anaknya les musik, apa karena kurang modal ? Tampaknya anak kakak ipar saya di Singapore sangat beruntung kalau dengar ceritera anda. Anak hanya ikut les musik. Pada kelas 1 hingga 5 prestasi termasuk peringkat bawah tetapi ketika kelas 6 dia bilang ingin jadi juara kelas dan terjadilah. Untuk prestasi itu si bapak cuma komentar 'berapa orang tua yang jadi stress gara gara dia'. Saya pikir apakah wajar seorang anak SD bangun jam 5.30 mandi, darapan berangkat sekolah, keluar kelas jam 1.00 makan siang di mobil sambil bikin PR langsung les ABC pulang sampai di rumah jam 18.00 atau kalau sudah SMP pulang jam 22.00 Kelihatannya anak tersebut sibuknya melebihi orang tuanya. Saya pikir apa baik bagi perkembangan psikologi dan EQ ? Lebih celaka lagi anak teman saya di Pluit yang dimata matai orang tua murid lain. Prestasi sebagai 3 besar di kelas membuat seorang ibu penasaran. Memata matai ke rumah apa kegiatan anak tsb. Kebetulan saya sedang mampir ke rumah anak tsb. Dia tanya ke pembantu 'kok X main di jalanan , nggak les. Si pembantu jawab 'ngga ada les apa apa kok'. Si nyonya penasaran 'jadi siapa yang ngajar' Si pembantu jawab 'ibunya, kalau nggak sempet saya saja yang ngajar'. Ini terjadi ketika anak tersebut kelasa 1 SD. Sempat juga anak tersebut dapat ancaman dari temannya yang rajin les 'jangan coba coba dapat nilai lebih bagus dari saya ! nanti saya hajar!' Salam, Anton W
[budaya_tionghua] Sama-sama U Hauw (Astaga djadi Rantjoe)
Astaga toean ABS saja boekan toeroenan sapa2 (karena saja tida peladjari lebih dalem). Boekan soal Poedji memoedji tjoema saja maoe kataken ada baeknja kita dapet dari berbage soember dimana mesti ada kesamaan soal jang belon tentoe ada baeknja di pinggirken doeloe. Soal siaseng Liang hm. saja sementara pertjaja apa jang ia bitjaraken soal Hauw, bisa djadi ia ada satoe anak jang oehaoew, hanja soal Tiongkok ia ik rasa banjak taoe, sedeng Put On ada satoe Hoakiuw Toelen (entah berapa tetes darah indramajoe jang mengalir dalem toeboeh Kho Wan Gie. Kho Wan Gie ik belon pernah taoe kalo ia ada bermoesoehan dengen Kwee Kek Beng, tjoema jang ik taoe Kwee Kek Beng kerap berseteroe salah satoenja dengen Kwee tek hoay (PANORAMA) saja tida heran kalo Sin po banjak moesoehnja (lawong koran besar). toean ABS tjoba batja pelan2 posting milis saja jang berdjoedoel Si Put On, ik jakin nanti jij aken paham apa jang ik poenja pendapetan. Salam hanget dari Hoedjin > Soalnya bukan di situ Liang-heng. > Tetapi soal sama-sama u hauw... > > Put On adalah karya yang mengemuka dari Kho Wan Gie. Dan kemarin-kemarin ini di milis ini karya sastra tersebt sempat dipuji-puji banyak orang. Termasuk orang juga jadi memuji-muji Kho Wan Gie, sebagai penciptanya. > > Tetapi dalam sejarah perseteruan sesama Tionghoa Indonesia hampir seratus tahun yang lalu, Kho Wan Gie ini ada bentrok dengan Kwee Kek Beng, yang sesama tokoh jurnalistik tionghoa Indonesia masa lalu. . >
[budaya_tionghua] Re: Kita Semua Keturunan Imigran
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "HKSIS" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > SUARA PEMBARUAN DAILY > > > > > Kita Semua Keturunan Imigran > > > Andar Ismail > > ejarah keselamatan terbentang sepanjang Kitab Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru; berawal dari Abraham, nenek moyang bangsa Israel, sekitar tahun 2000 SM. Jadi, sudah empat ribu tahun yang lalu. Lama sekali. Memang lama menurut ukuran umur kita, tetapi dari sudut sejarah umat manusia, itu baru-baru saja. > *** Ini ada tulisan yang menarik mengenai asal usul kita: Mengorek Asal-usul Bahasa Indonesia Oleh Dewanti Lestari Jakarta, (ANTARA News) - Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tanggal bersejarah bagi bahasa Indonesia yang saat itu diresmikan menjadi bahasa negara dan menjadi bahasa persatuan dari sekian ratus bahasa daerah. Namun seperti apakah yang dinamakan bahasa Indonesia itu? Orang mengenalnya sebagai bahasa Melayu yang dimodifikasi, lalu dicampur dengan bahasa-bahasa serapan dari berbagai daerah dan dari bahasa asing, kemudian dibakukan. Dari manakah asal-usul bahasa Melayu itu? Apakah bahasa itu hanya dituturkan oleh etnis Melayu sejak berabad-abad lalu? Padahal etnis Melayu sendiri hanya sebagian kecil saja dari ratusan etnis di nusantara? Arkeolog Harry Truman Simanjuntak mengatakan, bahasa Melayu dan ratusan bahasa daerah lainnya di nusantara sebenarnya berakar dari bahasa Austronesia yang mulai muncul sekitar 6.000-10.000 tahun lalu. Penyebaran penutur bahasa Austronesia, ujar Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) itu, merupakan fenomena besar dalam sejarah umat manusia karena sebagai suatu rumpun bahasa, Austronesia merupakan yang terbesar di dunia, meliputi 1.200 bahasa dan dituturkan oleh hampir 300 juta populasi. Masyarakat penuturnya tersebar luas di wilayah sepanjang 15 ribu km meliputi lebih dari separuh bola bumi, yaitu dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di ujung timur, dari Taiwan-Mikronesia di utara hingga Selandia Baru di selatan. "Out of Taiwan" Mengenai asal-usul penutur Austronesia, Harry mengatakan, ada beberapa hipotesa. Yang paling umum adalah hipotesa bahwa asal leluhur penutur Austronesia adalah Formosa (Taiwan) atau model "Out of Taiwan". Arkeolog lainnya Daud A Tanudirjo menyebutkan, Robert Blust adalah pakar linguistik yang paling lantang menyuarakan pendapat bahwa asal- ususl penutur Austronesia adalah Taiwan. Sejak 1970-an Blust telah mencoba merekonstruksi silsilah dan pengelompokan bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia misalnya kosakata protobahasa Austronesia yang berkaitan dengan flora dan fauna serta gejala alam lain, kata Daud. "Ia juga menawarkan rekonstruksi pohon kekerabatan rumpun bahasa Austronesia dan perkiraan waktu pencabangannya mulai dari Proto- Austronesia hingga Proto-Oseania," katanya. Para leluhur ini, diungkapkan Daud, awalnya berasal dari Cina Selatan yang bermigrasi ke Taiwan pada 5.000-4.000 SM, namun akar bahasa Austronesia baru muncul beberapa abad kemudian di Taiwan. Kosakata yang dapat direkonstruksi dari bahasa awal Austronesia yang dapat dilacak antara lain : rumah tinggal, busur, memanah, tali, jarum, tenun, mabuk, berburu, kano, babi, anjing, beras, batu giling, kebun, tebu, gabah, nasi, menampi, jerami, hingga mengasap. Para petani purba di Taiwan ini berkembang cepat dan lalu terpecah- pecah menjadi kelompok-kelompok yang hidup terpisah dan bahasanya menjadi berbeda-beda dengan setidaknya kini ada sembilan bahasa yang teridentifikasi sebagai bahasa formosa. Bermigrasi Migrasi leluhur dari Taiwan ke Filipina mulai terjadi pada 4.500- 3.000 SM. Leluhur ini adalah salah satu dari kelompok yang memisahkan diri. Mereka bermigrasi ke selatan menuju Kepulauan Filipina bagian utara yang kemudian memunculkan cabang bahasa baru yakni Proto-Malayo- Polinesia (PMP). Tahap berikutnya, ujar Daud, terjadi pada 3.500-2.000 SM di mana masyarakat penutur bahasa PMP yang awalnya tinggal di Filipina Utara mulai bermigrasi ke selatan melalui Filipina Selatan menuju Kalimantan dan Sulawesi serta ke arah tenggara menuju Maluku Utara. Proses migrasi ini membuat bahasa PMP bercabang menjadi bahasa Proto Malayo Polinesia Barat (PWMP) di kepulauan Indonesia bagian barat dan Proto Malayo Polinesia Tengah-Timur (PCEMP) yang berpusat di Maluku Utara. "Rupanya ketika bermigrasi ke arah tenggara penanaman padi mulai ditinggalkan karena tidak sesuai dengan lingkungannya. Mereka mulai memanfaatkan tanaman keladi dan umbi-umbian lain serta buah-buahan," katanya. Namun pada 3.000-2.000 SM leluhur yang ada di Maluku Utara bermigrasi ke selatan dan timur. Hanya dalam waktu singkat migrasi dari Maluku Utara mencapai Nusa Tenggara sekitar 2.000 SM yang kemudian memunculkan bahasa Proto Malayo Polinesia Tengah (PCMP). Demikian pula migrasi ke timur yang mencapai pantai utara Papua Barat dan melahirkan bahasa-bahasa Proto Malayo-Polin
Sama-sama U Hauw (Re: [budaya_tionghua] Re: Si Put On (djangan asal pasang omong), jawaban dari Liang U)
Soalnya bukan di situ Liang-heng. Tetapi soal sama-sama u hauw... Put On adalah karya yang mengemuka dari Kho Wan Gie. Dan kemarin-kemarin ini di milis ini karya sastra tersebt sempat dipuji-puji banyak orang. Termasuk orang juga jadi memuji-muji Kho Wan Gie, sebagai penciptanya. Tetapi dalam sejarah perseteruan sesama Tionghoa Indonesia hampir seratus tahun yang lalu, Kho Wan Gie ini ada bentrok dengan Kwee Kek Beng, yang sesama tokoh jurnalistik tionghoa Indonesia masa lalu. Hoedjin Tjambuk Berduri adalah seorang turunan Kwee Kek Beng. Nah, sebagai tionghoa yang baik, seperti Liang-heng bilang, dia tentu harus hormati leluhurnya setinggi-tingginya. Karena itulah dalam postingnya itu dia sudah tunjukkan kurang senangnya yang seteru leluhurnya itu dipuji-puji di milis ini dengan cara yang menurutnya berlebihan. Begitu pula dia menilai berlebihan tentang pujian orang pada tokoh Put On, karya seteru leluhurnya itu. Jadi sebetulnya sama-sama bicara dari halnya menghormati leluhur. Lantas jadi bentrok. Tapi maaf, sebagai non-tionghoa saya memang mendapat kesan, baik dari cerita fiksi maupun di sejarah nyata, termasuk di milis ini, bahwa gara-gara masing-masing orang menerapkan u hauw, ini lantas menjadi asal-muasal banyak bentrok dan perseteruan sesama tionghoa tentang masa lalu mereka, yang turun-temurun tidak habis-habisnya. Apa betul demikian ya? Mudah-mudahan salah... Apa ini perwujudan budaya tionghoa ya? Mudah-mudahan bukan... Wasalam. = - Original Message - From: liang u To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, October 19, 2008 2:12 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Si Put On (djangan asal pasang omong), jawaban dari Liang U Bapak atau Ibu Hoedjin yang baik. Terima kasih atas komentarnya, saya tak membahas Put On, sebab saya memang tidak banyak mempelajari tentang Put On. Tapi ada teman yang mengatakan bahwa Put On tak sakit hati dimaki ibunya sebagai anak sambel. Yang saya bahas adalah dalam budaya Tionghoa perhormatan kepada leluhur itu demikian kuatnya, sehingga bisa terjadi hal yang dalam benak kita tak pernah terpkirkan, yaitu menjaga makam leluhur sampai ratusan bahkan ribuan tahun. Saya beri contoh: 1. Makam kaisar di Qing Xi Ling, mulai dari Kaisar Yongzheng, dan beberapa kaisar selanjutnya, meskipun sebagian tidak di situ tapi Qing Dong Ling yang kabarnya di Tangshan. Makam itu masih terus di jaga sampai sekarang. Zaman dinasti Qing penjaga jelas masih di gaji, dan sekarang digaji lagi. Tak aneh orang mau menunggu. Tapi dalam periode di luar itu, hampir seratus tahun dijaga oleh penjaga yang tak mendapat gaji, mereka mau menjaga dengan sukarela hanya karena leluhurnya. 2. Yang lebih mengejutkan, Chiyou tokoh dalam zaman peralihan dari zaman tiga kaisar (san huang) sampai zaman lima raja (wu di), kuburannya masih dijaga oleh keturunannnya sampai saat ini, tanpa gaji! Ini tema yang saya tonjolkan, tolong anda baca lagi dan saya sudah katakan, selanjutnya saya serahkan kepada para ahli untuk membahasnya lebih lanjut. Saya bukan ahli dalam hal ini saya cuma terkejut mengetahui ini, makanya saya ingin mencoba mempelajari melalui internet, karena tidak tahu kapan punya kesempatan ke sana lagi. Untuk yang tertarik, sudah saya katakan, tempatnya untuk contoh pertama adalah di propinsi Hebei kabupaten Yi (Yi Xian), di sana tinggal tanya Qing Xi Ling orang akan tahu, saya dengan tulus katakan, saya sendiri baru mendengar bahwa di situ letaknya Qing Xi Ling waktu dibawa kesana , kalau saya tahu sebelumnya, tentu saya mengatur waktu perjalanan untuk mampir di sana barang satu dua hari. Yongzheng (Yong Ceng) adalah kaisar yang kontraversial, dalam cerita silat digambarkan sebagai kaisar yang paling kejam, bahkan zaman dia katanya ada xuedizi (hiattekcu), yaitu alat seperti topi yang dilempar, dan kalau masuk ke kepala orang , langsung pisau sekelilingnya keluar dan kepala orangpun jatuh. Ini menurut cerita silat. Menurut para ahli sejarah, Yong Ceng adalah kaisar yang tegas dan bersih, ia memerintah dengan tangan besi sehingga negara aman dan tenteram. Para ahli berpendapat pada masa pemerintahan Shunzhi (Sun Ti) yang sebentar saja, Kangxi (Kong Hi), Yongzheng (Yong Ceng) dan Qianlong masa muda (Kian Liong) , Tiongkok merupakan salah satu bahkan mungkin yang termakmur di dunia. Kaisar Kangxi dianggap kaisar paling berhasil dalam sejarah Tiongkok selain Li Shimin (Li Si Bin), kaisar kedua dinasti Tang (Tong). Hanya karena Kangxi orang Mancu, dulu orang banyak kurang menghargainya, karena menganggap Tiongkok dijajah. Sedang sekarang oang Mancu itu salah satu bangsa dalam keluarga besar Tionghua Bincok atau Zhonghua Minzu. Jadi zaman dinasti Qing, Tiongkok tidak dijajah, hanya di pemerintahan dikuasai minoritas bukan mayoritas Han. Chiyou adalah tokoh pada zaman pra-sejarah. Ada para ahli yang mengang
Re: [budaya_tionghua] Pelajar kita
Anda salah pak Anton,justruh org Singapore KIA SU (takut kalah) yg namanya primary SD,kalau mau nurutin kemauan ortu,selain disekolah ada CCA,ada remedial class,ntar dirumah les,kadang ada yg ke centre, week end les music,anak saya les piano+ biola sabtu kegereja,pulang sekolah sudah jam 5 sore,..baru 6 bln ini sy stop saya yg ngaterin aja ngak kuat,jd saya mikir lagi kasian anak saya,.. tdk byk kemajuan les kebykan,anak sy jenuh,jd sy suruh belajar kerjain PR sendiri,kalau musik masih terus. Nah bagaimana dg yg tingakt SMP,dan college,..tutor piano anak saya selain ngajar musik jga ngajar les pelajaran,muridnya tetangga dia, pulang sekolah sudah malam,masih les lagi selesai jam 12 am,jam 5 pagi kudu bangun buat pergi sekolah, mereka mengejar ini krn persyaratan masuk Junior college sangat berat kalau tdk memenuhi standard biasanya harus menempuh SMP yg 5 th,kalau nilai tinggi boleh ke Junior college,kalau ngak ya ke polytehnik,jd jalurnya agak lama baru bisa ke Univ,itu pun kalau kemampuan memnuhi,kalau tdk, tdk bisa kuliah di Univ lokal,biasanya mereka memilih ke luar negri kuliah,tingkat stress anak2 sini dan ortu sangat tinggi. --- On Sat, 18/10/08, Anton Widjaja <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Anton Widjaja <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [budaya_tionghua] Pelajar kita To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Saturday, 18 October, 2008, 2:19 PM Pagi ini saya pergi kesekolah anak mengambil rapor mid semester pertama. DAri perbincangan saya dengan beberapa orang tua murid yang kebetulan Tionghoa baik di Jakarta maupun luar kota seperti di St Maria, Cirebon saya tahu bahwa banyak sekali pelajar Tionghoa yang berangkat ke sekolah sebelum jam 7.30 dan pulang ke rumah setelah matahari tenggelam. Bahkan ada yang masih berangkat les lagi pada pukul 8 malam. Kegiatan pelajar umumnya bersekolah, ex school, les pelajaran tambahan baik di sekolah maupun di luar sekolah, les lain lain seperti piano, balet, catur, selain itu juga les bahasa asing tambahan seperti bahasa Jerman dll. Sementara di sekolah sudah ada pelajaran bahasa Inggris dan mandarin. Kegiatan yang sangat padat bahkan melebihi kesibukan orang tuanya ini tidak terjadi di Singapura misalnya. Apakah kegiatan anak seperti ini sudah menjadi pola umum dikalangan Tionghoa dan apakan memang berdampak positif pada masa depan anak ? Atau justru merusak kemmpuan EQ mereka. Salam, Anton W Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
Re: [budaya_tionghua] Re: Si Put On (djangan asal pasang omong), jawaban dari Liang U
Bapak atau Ibu Hoedjin yang baik. Terima kasih atas komentarnya, saya tak membahas Put On, sebab saya memang tidak banyak mempelajari tentang Put On. Tapi ada teman yang mengatakan bahwa Put On tak sakit hati dimaki ibunya sebagai anak sambel. Yang saya bahas adalah dalam budaya Tionghoa perhormatan kepada leluhur itu demikian kuatnya, sehingga bisa terjadi hal yang dalam benak kita tak pernah terpkirkan, yaitu menjaga makam leluhur sampai ratusan bahkan ribuan tahun. Saya beri contoh: 1. Makam kaisar di Qing Xi Ling, mulai dari Kaisar Yongzheng, dan beberapa kaisar selanjutnya, meskipun sebagian tidak di situ tapi Qing Dong Ling yang kabarnya di Tangshan. Makam itu masih terus di jaga sampai sekarang. Zaman dinasti Qing penjaga jelas masih di gaji, dan sekarang digaji lagi. Tak aneh orang mau menunggu. Tapi dalam periode di luar itu, hampir seratus tahun dijaga oleh penjaga yang tak mendapat gaji, mereka mau menjaga dengan sukarela hanya karena leluhurnya. 2. Yang lebih mengejutkan, Chiyou tokoh dalam zaman peralihan dari zaman tiga kaisar (san huang) sampai zaman lima raja (wu di), kuburannya masih dijaga oleh keturunannnya sampai saat ini, tanpa gaji! Ini tema yang saya tonjolkan, tolong anda baca lagi dan saya sudah katakan, selanjutnya saya serahkan kepada para ahli untuk membahasnya lebih lanjut. Saya bukan ahli dalam hal ini saya cuma terkejut mengetahui ini, makanya saya ingin mencoba mempelajari melalui internet, karena tidak tahu kapan punya kesempatan ke sana lagi. Untuk yang tertarik, sudah saya katakan, tempatnya untuk contoh pertama adalah di propinsi Hebei kabupaten Yi (Yi Xian), di sana tinggal tanya Qing Xi Ling orang akan tahu, saya dengan tulus katakan, saya sendiri baru mendengar bahwa di situ letaknya Qing Xi Ling waktu dibawa kesana , kalau saya tahu sebelumnya, tentu saya mengatur waktu perjalanan untuk mampir di sana barang satu dua hari. Yongzheng (Yong Ceng) adalah kaisar yang kontraversial, dalam cerita silat digambarkan sebagai kaisar yang paling kejam, bahkan zaman dia katanya ada xuedizi (hiattekcu), yaitu alat seperti topi yang dilempar, dan kalau masuk ke kepala orang , langsung pisau sekelilingnya keluar dan kepala orangpun jatuh. Ini menurut cerita silat. Menurut para ahli sejarah, Yong Ceng adalah kaisar yang tegas dan bersih, ia memerintah dengan tangan besi sehingga negara aman dan tenteram. Para ahli berpendapat pada masa pemerintahan Shunzhi (Sun Ti) yang sebentar saja, Kangxi (Kong Hi), Yongzheng (Yong Ceng) dan Qianlong masa muda (Kian Liong) , Tiongkok merupakan salah satu bahkan mungkin yang termakmur di dunia. Kaisar Kangxi dianggap kaisar paling berhasil dalam sejarah Tiongkok selain Li Shimin (Li Si Bin), kaisar kedua dinasti Tang (Tong). Hanya karena Kangxi orang Mancu, dulu orang banyak kurang menghargainya, karena menganggap Tiongkok dijajah. Sedang sekarang oang Mancu itu salah satu bangsa dalam keluarga besar Tionghua Bincok atau Zhonghua Minzu. Jadi zaman dinasti Qing, Tiongkok tidak dijajah, hanya di pemerintahan dikuasai minoritas bukan mayoritas Han. Chiyou adalah tokoh pada zaman pra-sejarah. Ada para ahli yang menganggap ia leluhur orang Baiyue, bukan leluhur orang Han. Tapi ada para ahli ada yang mengatakan Chiyou adalah cucu dari Yandi, kalau Yandi dan Huangdi adalah leluhur orang Tionghoa, Chiyoupun adalah leluhur orang Tionghoa. Memang semua itu masih dalam perdebatan para ahli di Tiongkok masa ini. Mengenai Chiyou kejam, itupun disangsikan. Dalam peribahasa Tionghoa ada yang berbunyi: Dalam perebutan kekuasaan, yang menang akan menjadi hero, dan yang kalah akan menjadi penghianat/penjahat, tanpa perduli apa yang menjadi sebab perebutan kekuasaan itu. Jadi sulit mengatakan Huangdi pahlawan, Chiyou penghianat yang kejam, sebab penyebab perang mungkin hanya perebutan wilayah. Meskipun demikian para ahli sejarah sekarang menyebut: Yandi, Huangdi dan Chiyou adalah tiga orang leluhur Tionghua bincok. Tionghoa bincok meliputi 56 bangsa/etnis yang ada di Tiongkok sekarang, juga keturunan 56 etnis ini yang ada di luar negeri. Ini masalah yang saya tonjolkan, sekali lagi karena saya bukan ahli, tolong teman yang lain membantu melengkapi. Milis ini milis Budaya dan Sejarah Tiongkok/Tionghoa, jadi saya tidak menyalahi tujuan milis. Meskipun saya tak tahu banyak, menurut saya Put On itu termasuk budaya, semua karya sastra yang sehat, yang meresap di hati masyarakat adalah budaya. Sebab seperti anda katakan Put On itu mencerminkan kehidupan penduduk Tionghoa di Indonesia pada zamannya. Mungkin saya salah, tapi itu pengertian saya, saya tak mau berdebat tentang Put On, saya tidak mempelajarinya, anda benar saya hanya membaca sekilas Put On, tapi tolong andapun jangan membaca sekilas tulisan saya tentang Chiyu dan Qing Xi Ling yang hanya menyinggung Put On sebagai prologue. Biar bagaimanapun saya ucapakan terima kasih atas komentar anda, tapi saya kira jangan kita perpanjang masalah ini,