CiKEAS Peresmian Posko Tim Advokasi Dana Rekostruksi

2007-09-17 Terurut Topik wahyudibaca
Peresmian Posko Tim Advokasi Dana Rekostruksi 

Dear All,

Salam kemanusian!

PERS RELEASE
PEMBUKAAN POSKO TIM ADVOKASI DANA REKONSTRUKSI 

Menindaklanjuti kerja-kerja advokasi terhadap korban bencana yang
korban pemotongan dana rekonstruksi (dakons) diberbagai daerah di 
DIY,
Forum Suara Korban Bencana bekerja sama dengan LBH Institute For
Migran Worker mendirikan Posko Tim Advokasi Dana Rekonstruiksi di
Dusun Pudak Desa Terbah Kecamatan Patuk Gunung Kidul. Posko ini
didirikan untuk menggali informasi dan data dari warga tentang
indikasi adanya tindak pemotongan dana rekonstruksi kepada para warga
yang menjadi korban bencana gempa yang melanda DIY-Jateng 27 Mei 
2006.

Dengan adanya posko tersebut diharapkan warga yang hendak menuntut
hak-haknya sebagai korban bencana yang sah untuk mendapatkan dana
rekonstruksi secara penuh berdasarkan ketentuan tetapi dipotong
sepihak oleh oknum tertentu. Posko tersebut juga digunakan sebagai
wahana pendidikan hukum bagi warga terutama dalam pemberantasan 
tindak
korupsi. Sebagai salah satu peran masyarakat dalam upaya memberantas
tindak korupsi maka keberadaan posko tersebut diharapkan dapat 
memberi
manfaat bagi pencerahan warga mengenai kesadaran hukum dalam
menyelesaikan segala persoalan hukum khususnya masalah pemberantasan
korupsi.

Acara pembukaan dilaksanakan pada hari Minggu 16 September 2007 di
dusun Pudak Desa Terbah Kecamatan Patuk Gunung Kidul. Acara dimulai
pada pukul 11.00 WIB diawali dengan sambutan oleh Ketua Tim Advokasi
Dana Rekonstruksi Sdr. Y.Budi Wibawa, yang menjelaskan dasar-dasar
pemikiran dan dasar hukum atas didirikannya posko tersebut. Sambutan
kedua diisi oleh Koordinator Forum Suara Korban Bencana Sdr. Aris
Sustiyono, yang menjelaskan bahwa upaya mendirikan Posko tersebut
adalah bagian dari langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah
pemotongan dana rekonstruksi secara hukum.

Langkah ini telah sejalan dengan apa yang sudah dilakukan oleh
LSM-LSM dalam melakukan kerja–kerja sosial dan kemanusian terhadap
warga. Upaya mendirikan posko tersebut juga sudah sejalan dengan
langkah yang ditempuh oleh DPRD Kabupaten Gunung Kidul yang telah
membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait dengan indikasi pemotongan
dana rekonstruksi. Sehingga diharapkan keberadaan posko tersebut juga
menjadi langkah sinergis yang dilaklukan semua pihak dalam
menyelesaikan masalah pemotongan dakons. Semua pihak telah melakukan
kerja-kerjanya sebagaimana peran dan tanggung jawab dalam
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi masyarakat khususnya
pemotongan dana rekonstruksi.

Sambuatan ketiga sekaligus membuka secara resmi Posko Tim Advokasi
dana Rekonstrusi oleh Ketua Komite Kemanusian Yogyakarta (KKY) dan
Ketua Pusat Studi Pengembangan Kawasan Pedesaan UGM Dr. Susetiawan
yang ditandai dengan memukul kethongan. Acara selanjutnya dialog
bersama warga yang hadir dalam acara tersebut (30 orang). Dalam 
dialog
tersebut warga berharap adanya posko tersebut dapat memberikan
dukungan moril yang riil bagi warga untuk berani mengungkapkan
fakta-fakta tentang indikasi pemotongan dakons. Karena diakuinya
sejauh ini warga bingung harus kemana mengadu dan menyelesaikan
masalah pemtongan dakons, karena warga mengalami kegelisahan dan
ketakutan atas tindak intimidasi yang dilakukan oleh orang-orang yang
diindikasikan terlibat dalam pemotongan dakons khususnya di Desa
Terbah Kecamatan Patuk Gunung Kidul.

Bagi masyarakat umum atau warga korban bencana yang menjadi korban
pemotongan dakons yang memiliki informasi penting mengenai indikasi
pemotongan dakons bisa langsung menghubungi Tim Advokasi Dana
Rekonstruksi kenomor telpon 0274-6608619 atau 081802748925.
Partisipasi masyarakat sangat berarti bagi tegaknya kebenaran dan
keadilan dalam masalah dana rekonstruksi. Kami berharap dukungan dari
semua pihak dalam melakukan kerja-kerja advokasi bagi warga korban
bencana yang menjadi korban pemotongan dakons untuk kembali
mendapatkan haknya.

Demikian pers release ini kami sampaikan, atas perhatian dan
kerjasamanya, kami ucapakan terima kasih.

Yogyakarta, 17 Sepetember 2007

ttd

Aris Sustiyono
Koord. Forum Suara
http://groups.yahoo.com/group/suarakorbanbencana



CiKEAS Pemerintah Desak Alkatiri Kosongkan Rumah Dinas

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
Pemerintah Desak Alkatiri Kosongkan Rumah Dinas
Senin, 17 September 2007 | 22:26 WIB 

TEMPO Interaktif, Dili: Pemerintah Timor Leste pimpinan Xanana Gusmao mendesak 
bekas perdana menteri Mari Alkatiri untuk segera mengosongkan rumah dinas yang 
kini masih didiaminya.

Saya memberikan waktu satu minggu kepada Alkatiri dan (bekas perdana menteri) 
Estanislau da Silva bersama bekas menteri lainya seperti Ana Pessoa untuk 
segera mengosongkan rumah pemerintah, karena anggota kabinet pemerintah Xanana 
membutuhkan tempat tinggal, kata Menteri Kehakiman Lucia Lobato hari ini. 

Sebagian besar anggota kabinet itu masih tinggal di tempat pengungsian karena 
rumah mereka dibakar pascakrisis tahun lalu dan sebagian lagi tinggal di luar 
kota Dili, kata Lucia.

Menteri Lucia mempertanyakan mengapa para mantan perdana menteri itu dapat 
mengikat kontrak dengan Kantor Tanah dan Bangunan, untuk menghuni rumah itu 
selama lima tahun.

Berdasarkan undang-undang, pemakaian rumah itu harus memakai surat resmi dari 
pemerintah dan pemerintah berhak penuh mencabut kontrak bila aset negara 
tersebut dibutuhkan.

Ketua Fraksi Fretilin di parlemen, Aniceto Guterres, mengatakan Alkatiri dan 
bekas menteri lainya sudah tidak berhak menghuni rumah itu, tapi pemerintah 
juga perlu memberikan waktu bagi mereka untuk mencari tempat tinggal.

Rumah Alkatiri sendiri dibakar saat terjadi kerusuhan pada Desember 2003 lalu. 
Sedangkan Estanislau da Silva dan mantan menteri administrasi negara Ana Pessoa 
tidak punya rumah sendiri di Dili.

JOSE SARITO AMARAL (


CiKEAS Employing Runaway Maids Is Big Business

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=101273d=17m=9y=2007pix=kingdom.jpgcategory=Kingdom

Monday, 17, September, 2007 (05, Ramadhan, 1428)


  Employing Runaway Maids Is Big Business
  Badea Abu Al-Naja, Arab News 


  MAKKAH, 17 September 2007 - With a high demand for maids during Ramadan, 
many people employ runaway maids and pay them extortionate salaries ranging 
from SR1,100 to SR1,500, instead of the standard SR600 to SR800 paid to legal 
maids working legally.

  Fahd Amash's wife is a teacher. The couple have five children. My wife 
is a teacher and our circumstance requires us to have more than one maid. 
However, the authorities say we're only allowed one. Before Ramadan I employed 
a legal maid, who ran away leaving us in a mess, said Amash.

  With Ramadan at hand, Amash decided to hire a runaway maid. We had to do 
things illegally in the end, he said. We contacted an Indonesian woman who 
provides people with illegal maids. She brought us a maid and said we had to 
pay her SR1,500 a month. She also said we had to give the maid a day off every 
10 days and that her work for the month would end on Ramadan 28 in order to 
give her a chance to perform Umrah, said Amash.

  Houaida Hassan, a Saudi housewife, is in the process of acquiring a legal 
maid from Indonesia. The maid is due to arrive after Ramadan but Houaida needs 
a maid during Ramadan and so resorted to employing an illegal maid as her 
friends do.

  My friends referred me to an Indonesian woman, who has a number of 
runaway maids and overstayers who don't speak Arabic. I was told to pay the 
maid SR900 a month, and that I was to give her a day off every 10 days and that 
during Ramadan I had to release her on the 28th. The broker also asked for a 
SR50 commission, she explained.

  I accepted the conditions and paid the broker SR50. A day later, the 
maid complained about the work and refused to stay. She asked me to take her 
back. I took her back and asked for another maid, said Houaida, adding that 
the broker asked for another SR50.

  The second maid did the same as the first - on the second day of Ramadan 
the maid started crying and said she didn't want to work. I took her back to 
the broker who said that she would find me another maid but that it would cost 
me another SR50 commission, said Houaida, adding that she felt the maids and 
the broker were playing a game and in the end, she decided to do without a maid 
instead of being taken advantage of.

  Majed Ali acquired a maid for his sick mother during Ramadan. The maid 
was to be paid a salary of SR1,500 and the broker asked for a SR150 
commission, said Majed. I accepted all the broker's conditions and took the 
maid to my mother. On the second day of Ramadan my mother called me to come 
quickly and when I got to her house, I found the maid screaming and yelling. 
She said she didn't want to work and wanted to be let go, he said. I told her 
to give me the SR150 that I paid the broker and that I would let her go. She 
screamed and threatened my mother. She wanted SR200 or she said she would cast 
a spell on my mother that would make her sick and bedridden for the rest of her 
life, he said, adding that his mother was frightened and asked him to give the 
woman what she wanted and let her go.

  An expatriate spoke to Arab News about how brokers manipulate people by 
planning with the maids to leave work after working for a day or two. People 
then end up going back to the broker to get another maid and pay additional 
commission. The broker in turn gives the maid a percent of profit, he said.

  Ayed ibn Taghalib Al-Luqmani, head of the Passport Department in Makkah, 
said: We have recently arrested a large number of illegal maids and the people 
who shelter them. It's a wonder that people recruit them and trust them with 
their children in spite of everything that we know about them. Many of them 
have infectious diseases and are known to be thieves.
 


CiKEAS Indonesian Embassy Denies Indonesian Worker Amputated in Saudi Arabia

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
Indonesian Embassy Denies Indonesian Worker Amputated in Saudi Arabia
Monday, 17 September, 2007 | 17:45 WIB 



TEMPO Interactive, Jakarta: Sukamto, the Indonesian Migrant Worker Attache at 
the Indonesian Embassy in El Riyadh, Saudi Arabia, has denied that an 
Indonesian worker there suffered violence.

Based on the investigation of Indonesian Embassy staff to the Riyadh Medical 
Center, he said, no Indonesian citizen was operated on or amputated within the 
last 35 days. 

No such thing happened. My staff has checked the database and asked about 
reports from Indonesian nurses who work there, he said when contacted by 
Tempo, Monday afternoon (17/9). 

Migrant Care's analyst, Wahyu Susilo, mentioned about an act of violence 
against an Indonesian worker in Saudi Arabia, yesterday. 

According to Wahyu, the worker was treated for two days in Riyadh Medical 
Center while in a coma. 

Two hands and one leg of the Indonesian worker, whose identity is not known 
yet, said Wahyu, were amputated because the wounds were decaying. 

Wahyu acknowledged receiving the report from an activist of Saudi National 
Human Rights, that the Indonesian worker had been tortured for a month.

Wahyu, when contacted by Tempo again, said he still maintained the information 
he received in the first place despite he has not had any further reports from 
his source in Saudi Arabia.

b Amandra Mustika Megarani 


CiKEAS European Court Upholds Microsoft Antitrust Fine

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2007/09/17/AR2007091700235_pf.html


European Court Upholds Microsoft Antitrust Fine

By Molly Moore
Washington Post Foreign Service
Monday, September 17, 2007; 10:34 AM



PARIS, Sept. 17 -- A European Union court Monday rejected Microsoft's appeal of 
a European antitrust order requiring it to share software information with 
rivals and pay a record $690 million in fines for quashing competition.

Consumer advocates and Microsoft officials said the ruling by the European 
Court of First Instance would have far-reaching implications for 
high-technology companies and other industries around the world.

European Competition Commissioner Neelie Kroes, who led the effort to force 
Microsoft to share technology rather than obligate consumers to buy only 
Microsoft software, said the decision set an important precedent in terms of 
the obligations of dominant companies to allow competition, in particular in 
high-tech industries.

Microsoft senior vice president and general counsel Brad Smith called the court 
ruling disappointing, but added that the software giant is committed to 
complying with every aspect of the decision.

The Luxembourg-based court wrote that it agreed with EU regulators who said 
Microsoft has abused its dominant position in the global software marketplace 
by stifling competition and undercutting innovation efforts by rivals, thus 
keeping prices excessively high.

Although Smith said the U.S.-based company has not decided whether to appeal 
the court decision, he appeared far more resigned and conciliatory toward 
European regulators than in the past when Microsoft accused them of trying to 
curb innovation by forcing the company to give up its technology secrets.

Smith said at a news conference in Brussels and carried on its Web site that 
the decision very clearly gives the commission quite broad power and quite 
broad discretion. Although the EU commission's demands cannot be enforced 
outside Europe, Smith said the implications of the case will affect our 
industry and every other industry in the world.

The case centered on the commission's 2004 ruling that Microsoft used its near 
monopoly on the Windows operating system for desktop computers to compel 
consumers to buy its other software, such as Media Player, which allows users 
to access video and audio via the Internet.

Commissioner Kroes said Microsoft's efforts hurt consumers and dampened 
innovation. She added that in a world where 95 percent of PCs run Windows, 
Microsoft's abuse of its dominant market position makes it difficult for 
computer users to share printers or documents unless they use Microsoft 
products. As a result, smaller companies found it virtually impossible to break 
into the market, she said.

Microsoft's Smith said that since the 2004 decision, Microsoft has entered 
license-sharing agreements with other companies. He added, however, that based 
on Monday's ruling, the company needs to do more.

The European case has been closely followed since it began in 1998, marking the 
efforts by regulators across the Atlantic there to more strictly control 
dominant businesses. Though similar in some ways to the antitrust case 
pursued against Microsoft by the U.S. Justice Department, the policy also has 
put Europe at odds with other American companies and some computer trade groups 
that who argue that European regulators are infringing on intellectual property 
rights and stifling innovation.

French officials, for example, have demanded that Apple Computer Corp. make the 
iPod's proprietary system more compatible with other music players, and German 
authorities have investigated some of Intel Corp.'s practices. Along with the 
original fine, Microsoft has been subject to hundreds of millions of dollars in 
other European levies for its failure to comply with the original ruling and 
provide the technical data other companies need to make their software work 
with Windows.

But the case has also served as a reminder of Microsoft's enduring market 
position even in the face of antitrust challenges. The company's operating 
system remains by far the most widespread in offices and homes around the 
world, despite efforts by competitors like Linux and IBM to create alternative 
computer operating platforms.

The company noted, for example, that it had been selling an alternative version 
of Windows without the Windows Media Player, as demanded by the European 
Commission, but few have been purchased.

To advocates of the tough European stance, however, it is Microsoft that has 
stifled alternatives from emerging.

Staff writer Howard Schneider contributed to this report from Washingt


CiKEAS Democracy under siege

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
http://weekly.ahram.org.eg/2007/862/op3.htm

13 - 19 September 2007
Issue No. 862
Published in Cairo by AL-AHRAM established in 1875

Democracy under siege
Until Arab regimes embody the people they purport to represent they will remain 
fearful of them, writes Ayman El-Amir* 



Democracy in the Arab world is in a bind. It is taking one step forward and two 
steps back. Although the silent majority is growing more active and 
increasingly restive, its yearning for democratic change has no sense of 
direction except, perhaps, the Islamist way. It has been tantalised by two 
examples of democratic and peaceful change, first in Mauritania and more 
recently in secular Turkey. However, it does not have the institutional power 
structure to emulate these experiences. For the past decade, conditioned 
political parties, opposition movements, factory workers and professional 
unions have staged demonstrations, protests and strikes, clashed with 
government troops and filed lawsuits in courts, but have been skilfully 
outmanoeuvred and contained by the regimes in power. Government-licensed 
political parties have little to no access to genuine power sharing leading to 
peaceful change.

The ruling elite, especially in impoverished Arab countries, has framed the 
challenge of the agitated masses as a showdown of physical power. In the uneven 
test of wills, the masses have no clubs, riot gear, electric shock batons, 
teargas canisters, rubber bullets or water canons. They only have the dubious 
power of the ballot box that, they claim, is often stuffed in favour of 
government-approved candidates. So their chances of promoting peaceful change 
through elections are virtually non-existent. In this confrontational 
environment the elite does condescendingly engage, from time to time, in 
selective discourse with the tame opposition while it reserves a great deal of 
ammunition for suppressing more powerful factions like the Muslim Brotherhood. 
Both the elite and the people invariably agree on the definition of endemic 
problems that plague beleaguered countries: poverty, unemployment, high-priced 
costs of living, epidemic-scale diseases, poor health services and quality of 
education, institutional corruption, political repression and the trampling of 
human rights. All agree on the need for reform but differ about the need for 
change. The elite is all for reform that would go only as far as maintaining 
the status quo. It has to secure its status, privileges and control and does 
not consider change, especially the rotation of power, as a legitimate choice 
of the people. Meanwhile, the people are caught between a rock and a hard 
place, between the vicious circle of polemics and the temptation of uprising.

Not all Arab countries share the same sense of helplessness, although they may 
share part of the political discontent. In Arab monarchies, rotation of power 
is not a matter for the people to decide. In the more affluent, oil- rich 
states the drive for democratic change is tempered by the de facto spread of 
oil wealth. In some monarchies, the exercise of liberal democracy is regarded 
as anathema in societies best controlled by traditional value systems. 
Self-inflicted wounds or simply distrust of the electoral system are sometimes 
part of the problem. It was quite an eye-opener that in parliamentary elections 
in Kuwait this summer not a single female candidate was elected in a country 
where eligible women voters represent 57 per cent of the electorate. 
Parliamentary elections in Morocco last week were marked by a historic low 
turnout (estimated at 37 per cent of the electorate) and a surprising tilt 
towards the conservative and waning Istiqlal Party as opposed to the rising 
Islamic-oriented Justice and Development Party. The final results gave the 
Istiqlal Party a majority of 52 seats over its rival that cried foul play. In 
Egypt, reports of heavy-handed police interference with the 2005 parliamentary 
elections marred the process and discredited the government's proclaimed agenda 
for reform.

It would seem that the concept and practice of liberal democracy in the Arab 
world is in tatters and that, in the prevailing turbulent political 
environment, the region is heading for the unknown. For one thing, the US has 
given democracy a bad name. By invading Iraq and instigating sectarian 
division, the Bush administration has etched on the table of history the 
indelible lesson of how to destroy a country in the name of democracy. The role 
model, if it ever was, has become disreputable. 

A case in point was demonstrated at a press conference in St Petersburg, where 
the G-8 leaders were holding their summit meeting in July 2006. US President 
George W Bush made yet another monumental gaffe by lecturing his host, 
President Vladimir Putin, about the virtues of democracy. Commenting on his 
pre- conference talks with 

CiKEAS Dongeng Nabi Nuh Bukanlah Sejarah Karena Dongeng Bukanlah Sejarah !!

2007-09-17 Terurut Topik Hafsah Salim
Dongeng Nabi Nuh Bukanlah Sejarah Karena Dongeng Bukanlah Sejarah !!

 dadearinto [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Peristiwa besar di zaman Nabi Nuh 
 Peristiwa besar di zaman Nabi Nuh tersebut adalah prasejarah yaitu
 kejadian yang tidak pernah tercatat semuanya telah berlangsung tanpa
 kabar.
 


Dongeng nabi Nuh itu bukanlah sejarah melainkan legende religious dari
Timur Tengah.

Sebaiknya anda sekolah disekolah formal jangan disekolah agama karena
akan merugikan anda sendiri kalo dalam test pengetahuan umum dongengan
nabi nuh ini anda anggap sejarah.

Catatan tentang dongeng2 nabi nuh hanya bisa anda temukan dalam
kepercayaan2 Timur Tengah seperti Islam, Kristen, Katolik, Yahudi, dll.

Dimasa lalu memang pernah terjadi banjir besar dibumi ini yang
disebabkan mencairnya es dikedua kutub bumi.  Mencairnya es ini
disebabkan terjadinya pergeseran sumbu bumi akibat adanya perubahan
gaya tarik bumi terhadap matahari akibat hilangnya atau musnahnya
planet lain dimana bumi menjadi bulannya.

Tapi, banjir besar akibat mencairnya es dikedua kutub bumi itu terjadi
lebih dari 200 milyard tahun yang lalu dimana bumi ini masih kosong
belum ada satupun manusia yang hidup kecuali dinosaurus.

Ny. Muslim binti Muskitawati.








CiKEAS Teori Tercipta Dari Adanya Fakta2 Bukan Sebaliknya !!!

2007-09-17 Terurut Topik Hafsah Salim
Teori Tercipta Dari Adanya Fakta2 Bukan Sebaliknya !!!

 rezameutia [EMAIL PROTECTED] wrote:
 If the facts don't fit the theory, change the facts.
 Albert Einstein



Einstein enggak pernah mengatakan begitu !!! Belajar teori Einstein
jangan dari AlQuran.. karena AlQuran hanyalah berisi angan2
orang2 Arab dizaman dulu.

Yang sebenarnya, Einstein menyatakan bahwa semua realitas yang
menyangkut kecepatan cahaya, maka semua teori tidak akan pernah bisa
digunakan karena tidak cocok dengan fakta2nya. Itulah sebabnya,
karena teori dan fakta nya tidak cocok, maka bukan faktanya yang harus
diubah melainkan harus menggunakan teori yang lain, yaitu teori Quantum.

Demikianlah, Einstein adalah seorang perintis teori Quantum yang
menekankan tentang adanya ketidak cocokan antara teori dan fakta pada
perhitungan kecepatan cahaya. Dalam hal ini teorinya yang tidak cocok
digunakan dan karenanya lahir teori2 baru mengenai quantum.

Teori2 quantum inilah yang melahirkan Solid state, IC, dll yang
digunakan disemua bidang teknologi yang kita gunakan sekarang ini.

Ny. Muslim binti Muskitawati.



CiKEAS Fwd: Butuh Darah A Plus

2007-09-17 Terurut Topik irwank
Maaf OOT.. sekedar meneruskan saja.. siapa tahu ada rekan yang bisa dan
mau membantu.. Silahkan hubungi langsung pada kontak di bawah..

Semoga info ini bermanfaat..

Wassalam,

Irwan.K

-- Forwarded message --
From: yayasan rahima [EMAIL PROTECTED]
Date: Sep 17, 2007 3:28 PM
Subject: Butuh Darah A Plus

Maaf ada seseorang yang membutuhkan bantuan :

*di rs harapan kita anak berusia 14 thn kena DB dan pendarahan lambung,
butuh donor darah A plus, siapa yg mau nyumbang hubungi Lisa hp
0811182033javascript:void(0)
*


CiKEAS 68. Spiritualitas, Penuntun Saya

2007-09-17 Terurut Topik Retno Kintoko
=
  Seri : Membangun Keluarga Indonesia  
  =
  [EQ]
   
   
  CHRISYE : SEBUAH MEMOAR MUSIKAL
  [Naga Legendaris INDONESIA]
  Oleh : Alberthiene Endah
   
   
  Bermimpilah,
  sebab harapan akan memberi hidup
   
  Berkaryalah,
  sebab seni akan memberi makna
   
  [Naga belajar . . . sampai menutup mata]
   
   
  68. Spiritualitas, Penuntun Saya
   
  Sekian puluh tahun menjalani profesi musikal, saya tak percaya bila pekerjaan 
ini akan bergulir tenang tanpa pegangan. Saya melewati metamorfosa dalam proses 
pendewasaan spiritual saya.
   
  Setelah menjadi seorang mualaf pada tahun 1982, proses pencarian saya terus 
berjalan. Saya sempat menjadi seseorang yang tidak patuh dengan kewajiban 
sholat lima waktu. Kemudian, waktu mengajarkan saya untuk melakukan kewajiban 
ibadah walaupun saya belum merasakan sentuhan yang dalam di batin saya.
   
  Namun, satu hal yang saya syukuri adalah kegigihan saya untuk melakukan 
pencarian. Saya terus belajar, berdiskusi dengan tokoh agama, dan melakukan 
sharing dengan sahabat dan sanak saudara. Ternyata, proses kehidupan adalah 
sekolah yang sangat efektif bagi manusia untuk memahami iman dan menghayatinya 
dengan pasti. Peristiwa jatuh-bangun dalam kehidupan membuat saya mencengkeram 
lebih kuat sesuatu yang setia menjaga saya. Tuhan.
   
  Tahun 90-an adalah masa-masa ketika penggodokan spiritualitas saya berjalan 
begitu hebatnya. Setelah konser tunggal perdana, saya merasakan sebuah 
keajaiban yang sungguh dahsyat. Saya seperti diangkat setinggi-tingginya oleh 
Tuhan, sekaligus disadarkan bahwa saya adalah manusia yang sungguh kecil. 
Justru di saat saya tengah disanjung dan dipuji, saya merasa tak berarti. 
Betapa luar biasanya cara Tuhan mendidik saya.
   
  Di dekade 90-an itu, saya lebih banyak meluangkan waktu untuk mendalami 
agama. Apalagi setelah saya bertemu tokoh agama terkenal dari Banjarmasin, K.H. 
Zaini Gani. Dalam sebuah khotbah akbarnya di Banjarmasin, ia dengan spontan 
menunjuk saya sebagai seseorang yang tengah digodok Tuhan. Kemudian saya juga 
mengenal dan dekat dengan Habib Abubakar Assegaff. 
   
  Segala proses pencarian saya pada kedalaman spiritual membuat saya makin 
merunduk, menyadari bahwa tiada lain yang lebih penting dilakukan manusia di 
dunia selain mempersiapkan diri menjadi manusia baik ketika hari akhir tiba.
   
  Buat saya, spiritualitas memberikan lebih dari sekadar memiliki agama karena 
spiritualitas memberikan rasa aman, tenteram, dan jalan. Saya merasakan hidup 
dan karier saya bergulir pada tujuan yang jelas berkat pendalaman spiritualitas 
yang saya jalani.
   
  [bersambung . . .]



  SONETA INDONESIA www.soneta.org

  Retno Kintoko Hp. 0818-942644
  Aminta Plaza Lt. 10
  Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
  Ph. 62 21-7511402-3 
   


   
-
Be a better Globetrotter. Get better travel answers from someone who knows.
Yahoo! Answers - Check it out.

CiKEAS Soeharto Dimenangkan

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
TEMPO
Edisi. 30/XXXVI/17 - 23 September 2007 

  Soeharto Dimenangkan 


KEMERDEKAAN pers di Indonesia kini kembali terancam. Ancaman ini bukan datang 
dari ujung laras bedil, melainkan dari ketukan palu hakim. Putusan Mahkamah 
Agung 13 September lalu, yang memenangkan gugatan Soeharto atas majalah Time, 
yang tak hanya menghukum media internasional itu meminta maaf di berbagai 
media, tapi juga membayar ganti rugi Rp 1 triliun, jelas berefek serupa dengan 
pembredelan. Apakah ini berarti cara pembekuan surat izin usaha penerbitan pers 
di masa Orde Baru akan muncul kembali dalam bentuk pembredelan secara perdata?


Pembredelan terhadap pers nasional telah dinyatakan Undang-Undang Nomor 40 
Tahun 1999 sebagai perbuatan melawan hukum. Mungkin karena Time pers asing, 
majelis hakim tak mengacu pada UU tentang Pers itu. Soal ini jelas dapat 
diperdebatkan, tapi ada undang-undang lain yang berasal dari dunia 
internasional yang ternyata ditabrak. Itulah UU Nomor 12 Tahun 2005 yang 
meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Pasal 19 
kovenan ini jelas-jelas tak memperbolehkan pembredelan terhadap pers kecuali 
menyangkut kepentingan keamanan negara dan ketertiban umum.


Artikel majalah Time tentang kekayaan Soeharto tak ada kaitannya dengan 
keamanan negara ataupun ketertiban umum di Indonesia. Kegiatan investigasi para 
wartawan media ini menelusuri harta mantan presiden itu bahkan selaras dengan 
semangat Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang 
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sebuah dokumen negara yang 
resmi menuliskan nama Soeharto di dalamnya.


Hasil penelusuran harta Soeharto di sebelas negara oleh para wartawan Time 
kemudian ditampilkan dalam laporan sepanjang 13 halaman. Penulisannya pun 
dilakukan sesuai dengan kaidah jurnalistik yang berlaku. Asas berimbang 
diterapkan dengan memuat keterangan para penasihat hukum Soeharto setelah usaha 
mewawancarai sang jenderal besar menemui jalan buntu. Upaya check and recheck 
pun dilakukan sampai empat bulan lamanya.


Hasilnya memang sebuah karya jurnalistik yang prima. Setelah membaca laporan 
itu, masyarakat Indonesia pun mengetahui lebih jelas di mana saja harta yang 
diduga milik keluarga Soeharto berada atau disembunyikan dan berapa perkiraan 
nilainya. Sayangnya, aparat hukum di masa pemerintahan Habibie tak langsung 
mengembangkan informasi ini sehingga sebagian besar aset di luar negeri itu pun 
kemudian mengalami pengalihan kepemilikan dan semakin sulit dilacak.


Akibatnya, hingga sekarang, belum sepeser pun harta keluarga Soeharto yang 
diduga hasil korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat dikembalikan ke kas negara. 
Ini menyedihkan mengingat negara berkembang seperti Nigeria berhasil meraih 
kembali sepertiga dari sekitar US$ 6 miliar yang dicuri mantan presiden Sani 
Abacha dan keluarganya. Pemerintah Filipina pun mendapatkan kembali sebagian 
hartanya yang sempat dijarah bekas presiden Marcos dan keluarganya.


Prestasi ini dicapai karena aparat hukum mereka giat menelusuri harta haram itu 
ke berbagai penjuru dunia. Mallam Nuhu Ribadu, Kepala Komisi Kejahatan Keuangan 
dan Ekonomi Nigeria, malah rajin berkampanye melobi negara maju agar membantu 
mengembalikan harta koruptor di negara berkembang yang disimpan di berbagai 
bank di negara mereka. Hasilnya cukup menggembirakan. Pembekuan uang Tommy 
Soeharto di Inggris dan uang E.C.W. Neloe di Swiss adalah contohnya. Selain 
itu, konvensi internasional antikorupsi disepakati di ajang Perserikatan 
Bangsa-Bangsa. Pemerintah RI termasuk yang cukup awal meratifikasinya.


Sayang sungguh sayang, semangat tinggi membebaskan negeri dari penyakit korupsi 
ini belum meresap ke sanubari semua hakim agung. Majelis hakim agung yang 
dipimpin Mayor Jenderal Purnawirawan German Hoediarto malah berpendapat 
martabat Soeharto sedemikian tingginya sehingga hasil investigasi Time dianggap 
sebagai pencemaran nama baik dan majalah berita ini diperintahkan meminta maaf 
serta membayar ganti rugi Rp 1 triliun. Padahal di negeri sekaya Jepang saja 
hukuman ganti rugi tertinggi untuk pencemaran nama hanya sekitar Rp 500 juta.


Ini jelas sebuah hukuman yang mencederai harkat bangsa dan rasa keadilan 
masyarakat, yang perlu segera dikoreksi. Upaya peninjauan kembali wajib 
dilakukan, antara lain dengan mengajukan bukti baru telah diratifikasinya 
Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik Internasional melalui UU Nomor 12 Tahun 
2005. Hak warga untuk mempunyai akses pada pers yang bebas dan aktif mengawasi 
kepentingan publik harus selalu terjaga.


Selain itu, pengertian harkat bangsa yang telah dibelokkan oleh keputusan 
bermasalah ini pun perlu dikoreksi. Bangsa yang bermartabat bukanlah bangsa 
yang tak bisa menerima kritik pers asing, melainkan justru yang sigap menghukum 
para pencuri uang rakyat dan selalu mengupayakan kembalinya dana itu ke kas 
negara. 


CiKEAS Tangisan Bayi Itu Isyaratkan Gempa

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
Refleksi: Dengan penemuan dari observasi ini, pemerintah  NKRI seharusnya 
memberikan  mobile phone untuk tiap wanita yang mempunyai bayi agar bisa  
langsung menelepon ke station TV atau radio  memberitahukan  akan terjadi gempa 
:-)) 


http://www.antara.co.id/arc/2007/9/17/tangisan-bayi-itu-isyaratkan-gempa/

17/09/07 14:37

Tangisan Bayi Itu Isyaratkan Gempa
Oleh Frislidia


Padang (ANTARA News) - Tak biasanya Zikiano Diofato (2 bulan) menangis dengan 
suara melengking berulang-ulang, terkadang ia terlihat begitu gelisah sehingga 
menarik perhatian anggota keluarga dan juga sejumlah tetangganya.

Murni (60 tahun), nenek Dio yang memiliki 15 cucu itu ikut membujuknya agar si 
bayi segera berhenti menangis, namun tetap saja tangis bayi mungil itu semakin 
keras.

Tari (23 tahun), ibu kandung Dio, menyatakan sempat bingung melihat kelakuan 
bayinya itu dan bertanya-tanya penyebabnya, soalnya ketika itu badan buah 
hatinya itu tidak panas, perutnya pun tidak kembung.

Cup-cup sayang ini ibu, bujuk Tari sambil menggendong anaknya ketika 
bercerita tentang ulah anaknya itu yang belakangan diyakini sebagai isyarat 
bakal terjadinya musibah besar di kampungnya.

Menurut tetangga Tari, Bariah (50 tahun), Dio menangis dua hari berturut-turut 
sebelum gempa beruntun mengguncang daerah itu. 

Kami juga heran, bayi lucu itu tidak seperti biasanya gelisah dan menangis 
dengan suara lengking, kata Bariah.

Saya sempat curiga, dan bertanya-tanya biasanya anak-anak lebih tahu tentang 
peristiwa yang bakal terjadi, katanya.

Tiba-tiba Rabu (12/9) sore itu warga yang bermukim di sepanjang jalan raya 
Padang-Bengkulu, 234 kilometer dari Lunang Pessel panik, ketika gempa 
berkekuatan 7,9 SR mengguncang kampungnya.

Semua warga berhamburan keluar rumah, dan hanya beberapa detik saja seluruh 
bangunan seketika hancur bahkan rata dengan tanah. 

Trauma masih menggigit mereka ketika esok paginya gempa kedua kembali 
mengejutkan.

Saya tidak bisa berbuat apa-apa gempa telah meluluhlantakkan semuanya, kaki 
ini terasa kaku dan tidak ada lagi yang tersisa, rumah kami hancur tidak bisa 
dihuni, kata Bariah berlinang air mata.

Anehnya ketika gempa itu terjadi Dio sama sekali tidak menangis, wajah bersih 
dan polos Dio tampak begitu tenang sehingga turut mendorong semua korban agar 
bersikap tabah.

Berkat ketenangan Dio, membuat Sukitan (70), kakek Dio, dan Sugiyono (26) makin 
terdorong sabar dan tabah menerima musibah tersebut.

Ketika melihat Dio tenang, tak pernah lagi gelisah dan menangis, kami justru 
ikut tenang dan tabah, kata Sugiyono sesekali menggendong anaknya itu dengan 
penuh kasih sayang.

Kini Dio dan pengungsi lainnya masih bertahan tidur di bawah tenda darurat 
karena rumahnya tidak bisa lagi dihuni.

Butuh Tenda

Korban gempa beruntun yang mengguncang Kabupaten Pessel, Sumatera Barat, itu 
kini membutuhkan sebanyak 2.000 unit tenda, selimut, tikar dan pakaian guna 
melindungi diri dari serangan penyakit.

Tenda yang sudah dibagikan dari Depsos Pesel dan Pemprov Sumbar sebanyak 300 
unit dan sisanya diupayakan pengungsi dari swadaya dan bantuan tetangga dan 
masyarakat kata Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abit.

Pascagempa beruntun, sebanyak 7.000 ribu kepala keluarga kehilangan tempat 
tinggal. 

Menurut Nasrul Abit tercatat 4.900 unit rumah, kantor dan bangunan fasilitas 
umum rusak dan pengungsi masih bertahan tidur di luar rumah atau di bawah tenda.

Kita menetapkan sebulan masa tanggap darurat dengan perpanjangan 17 hari, 
pengungsi tetap diimbau waspada terkait gempa susulan yang masih terjadi dan 
cukup berisiko untuk kembali ke rumah masing-masing, katanya.

Pengungsi disarankan tidur di bawah tenda darurat guna menekan korban jiwa.

Korban jiwa tidak ada pascagempa ini, yang meninggal seorang itu akibat 
serangan jantung bukan akibat gempa langsung, katanya.

Mengenai rumah korban yang membutuhkan perbaikan secepatnya, Nasrul mengaku 
bahwa karena mereka tidur di bawah tenda darurat maka membutuhkan selimut 
hangat, tikar, dan pakaian.

Nasrul Abit meminta pemerintah segera menyalurkan bantuan dalam bentuk uang 
tunai.

Kita lebih memilih bantuan uang tunai, bukan material bangunan agar masyarakat 
bisa langsung memanfaatkan uang tersebut untuk kebutuhan bahan bangunan 
rumahnya dan kebutuhan lainnya, katanya.

Pemerintah Kabupaten Pessel telah menyalurkan 27 ton beras untuk pengungsi dari 
100 ton plafon yang diberikan Pemrov Sumbar.

Kita baru menarik 50 ton beras di antaranya 27 ton sudah disalurkan, sisanya 
segera diminta lagi untuk segera didistribusikan bagi pengungsi, terutama pada 
daerah-daerah yang belum terjangkau, 
katanya.

Bantuan yang sudah mengalir di antaranya berupa tenda beras dan kain sarung 
dari Pemprov Sumbar, serta uang.

Bantuan uang dari Pemprov Sumbar digunakan untuk membeli sembako, belum untuk 
material bangunan, tambahnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar Rosnini Syafitri 
mengatakan, pihaknya sudah menyiagakan posko pelayanan kesehatan darurat dengan 

CiKEAS Polri Selidiki Penjualan 96 WNI ke Cina

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
http://www.gatra.com/artikel.php?id=107876


Perdagangan Manusia
Polri Selidiki Penjualan 96 WNI ke Cina

Jakarta, 18 September 2007 01:54
Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto menyatakan, Polri saat ini sedang menyelidiki 
kasus penemuan 96 wanita warga negara Indonesia (WNI) di kota Zhuhai, Cina yang 
diduga menjadi korban perdagangan orang.

Mereka mengikuti pelatihan di Balai Latihan milik A Tut, seorang WNI di kota 
Zhuhai, China, kata Sutanto, di hadapan Komisi III DPR, Jakarta, Senin (17/9).

Sutanto mengatakan, direncanakan, setelah selesai mengikuti pelatihan, para WNI 
ini agan dipekerjakan di Macau dan Hongkong.

Mereka diberangkatkan oleh Pemda dengan visa pelajar, biaya ditanggung Pemda 
yang mengirim, katanya.

Pemilik balai latihan itu akan menerima fee (bayaran) setelah mereka (para) WNI 
ini bekerja.

Penempatan kerja sepenuhnya oleh pemilik balai latihan kerja. Untuk itu, para 
TKI ini akan dipotong gajinya selama tujuh bulan, katanya.

Namun Sutanto tidak menyebutkan asal daerah dan Pemda yang mengirimkan sebab 
kasus ini masih dalam penyelidikan.

Pada kesempatan itu, Sutanto juga mengatakan, kasus perdagangan orang yang 
ditangani Polri pada tahun 2007 hingga September ini sebanyak 93 kasus atau 
naik tajam dibandingkan dengan tahun 2006 lalu yang mencapai 67 kasus.

Dari 67 kasus di tahun 2006, 37 kasus sudah tuntas di penyidikan sedangkan 
sisanya masih dalam proses.

Sedangkan di tahun 2007, dari 93 kasus, sebanyak 46 kasus ke kejaksaan 
sedangkan sisanya masih dalam pemberkasan.

Sejumlah kasus yang menonjol di tahun 2007 antara lain, kasus 48 mahasiswa asal 
Bandung yang dipekerjakan di Malaysia padahal mereka seharusnya kerja magang.

Kasus lain adalah pengiriman TKI ilegal ke Suriah, Yordania, Siprus secara 
ilegal.

Para tersangka ini sudah ditangkap oleh Mabes Polri. [EL, Ant] 



CiKEAS Ketika Wartawan Kepresidenan Lelah Menunggu Tanpa Berita

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
http://www.antara.co.id/arc/2007/9/18/ketika-wartawan-kepresidenan-lelah-menunggu-tanpa-berita/

18/09/07 01:11

Ketika Wartawan Kepresidenan Lelah Menunggu Tanpa Berita
Oleh Roike Sinaga


Padang (ANTARA News) - Sejumlah wartawan media cetak dan elektronik yang ikut 
mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meninjau korban gempa ke Bengkulu 
dan Sumatera Barat tampaknya tidak kuasa menahan rasa dongkol, terutama 
menyangkut jadwal yang tidak jelas.

Ketidakjelasan itu sudah terlihat sejak rombongan mau berangkat dari Jakarta 
melalui Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Senin pagi, yang jadwalnya molor 
dari pukul 07.00 WIB menjadi pukul 07.30 WIB.

Petugas jurnalistik yang dianggap bagian dari perangkat Kepresidenan memang 
kadang dihadapkan pada ketidakjelasan jadwal yang dikeluarkan Biro Pers dan 
Media Istana Kepresidenan.

Di satu sisi, wartawan selalu ditekankan harus tepat waktu, sesuai dengan 
jadwal yang ditetapkan, namun di sisi lain jadwal yang dikeluarkan terkadang 
kurang akurat, dan bahkan sering molor tanpa penjelasan.

Seorang wartawan LaTivi yang akan meliput kegiatan Presiden ke Bengkulu dan 
Sumatera Barat, misalnya, telah hadir di Pangkalan TNI AU, sejak pukul 04.50, 
meski jadwal keberangkatan pukul 07.00 WIB, yang disusul wartawan lainnya.

Presiden bersama rombongan termasuk wartawan menggunakan pesawat Kepresidenan 
akhirnya berangkat, walaupun waktunya molor setengah jam, dan tiba di Bandara 
Fatmawati Soekarno Bengkulu, sekitar pukul 09.00 WIB.

Kepala Negara yang didampingi Ibu Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri seperti 
Menteri PU Djoko Kirmanto, Menkes Siti Fadilah Supari, Panglima TNI Marsekal 
TNI Djoko Suyanto, dan Wakil Ketua DPD-RI Bambang Suroso, langsung meninjau 
Satkorlak Provinsi Bengkulu, guna mendengarkan paparan dari Gubernur Bengkulu 
Agusrin M Najamudin, sekaligus memberi bantuan secara simbolis kepada korban.

Satu jam kemudian, Presiden bersama rombongan berangkat menggunakan empat 
helikopter menuju Kabupaten Muko-Muko di Bengkulu Utara, yang dilanjutkan ke 
Kecamatan Lunang Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, dan setelah 
itu menggunakan kendaraan mobil ke Balai Salasa, Kecamatan Rana Pesisir.

Gempa teknonik berkekuatan 7,9 pada Skala Richter mengguncang Bengkulu dan 
Sumbar pada Rabu (12/9) pukul 18.10.23 WIB dan diikuti beberapa kali gempa 
susulan di beberapa daerah termasuk Padang, Sumatera Barat. 

Hingga Minggu pagi, korban meninggal akibat gempa tersebut tercatat 23 orang, 
88 orang luka-luka, baik luka berat atau ringan.

Para korban meninggal dunia itu tersebar di sejumlah lokasi yakni di Bengkulu 
Utara enam (6) orang, Padang (3), Bengkulu (2), di Mentawai (3), satu orang di 
Jambi, satu orang di Solok dan tujuh orang di Kabupaten Mukomuko. 

Selain itu, bencana alam tersebut juga memporakporandakan sejumlah rumah 
penduduk, lahan pertanian, dan berbagai fasilitas umum.

Dari sisi pemberitaan, melihat lokasi dan korban gempa merupakan suatu 
pengalaman berharga yang bagus diwartakan kepada masyarakat. Namun, dari empat 
helikopter yang tersedia, wartawan yang bisa ikut meliput hanya tiga media. 
Bahkan, wartawan ANTARA News yang sedianya sudah dijadwalkan ikut bersama 
rombongan, terpaksa tidak bisa ikut serta.

Seorang wartawan media televisi swasta yang tidak bersedia menyebutkan jati 
dirinya mengatakan, Percuma saja jauh-jauh dari Jakarta, kalau tidak bisa ikut 
meliput dari dekat.

Bahkan ia menengarai, ketidaksiapan Biro Pers menyediakan tempat bagi sejumlah 
wartawan karena banyak di antara rombongan yang ikut justru adalah orang-orang 
yang tidak jelas.

Wartawan yang tidak bisa berangkat dengan helikopter Kepresidenan, akhirnya 
berangkat ke Sumbar dari Bandara Fatmawati Bengkulu sekitar pukul 11.20 WIB, 
dan tiba di Bandara Minangkabau sekitar pukul 12.00 WIB. 

Setelah itu, wartawan kemudian digiring ke salah hotel di kawasan Jalan Gereja, 
di Kota Padang. Di sini, lagi-lagi jadwal tidak jelas.

Wartawan sempat istirahat sekitar satu setengah jam, untuk selanjutnya dengan 
menggunakan mobil menuju ke kediaman atau rumah dinas Bupati Painan, Kabupaten 
Pesisir, Sumbar.

Dalam suasana puasa, perjalanan dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam itu tentu 
menambah lelah.

Berharap dapat bertemu dengan Presiden untuk menanyakan ihwal kunjungan ke 
lokasi gempa, wartawan tetap antusias karena sejak siang hari wartawan tidak 
memperoleh berita yang akan dikirim ke redaksi masing-masing.

Menurut informasi dari Biro Pers Istana, Presiden akan memberikan keterangan 
pers sekitar pukul 21.00 WIB, di hadapan para bupati, walikota dan unsur 
Muspida se-Sumbar.

Wartawan yang sebelumnya sedikit mengumpat karena jadwal yang tidak jelas 
tersebut, sedikit banyak terobati setelah mendapat suguhan buka puasa di 
kediaman Bupati.

Sekitar pukul 21.15 WIB, raungan sirine rombongan Presiden memasuki halaman 
rumah dinas Bupati.

Wartawan yang sudah lelah menunggu, sedikit memancarkan wajah sumringah karena 
berharap dapat berita dari 

CiKEAS Beasiswa Studi di Eropa - PhD Website Information System

2007-09-17 Terurut Topik kabarindonesia
Beasiswa Studi di Eropa - PhD Website Information System

Koran Online KabarIndonesia menyajikan secara berkala berita-berita 
mengenai beasiswa yang diberikan oleh negara-negara Eropa, Australia 
maupun Amerika. Tertarik Klik Daftar Jadi Penulis di 
www.kabarindonesia.com

Oleh : Djoko Suryo 

15-Sep-2007, 19:56:42 WIB - [www.kabarindonesia.com]

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13dn=20070915193858

KabarIndonesia - Tawaran untuk mendapatkan beasiswa studi di Eropa - 
PhD Website Information System.

Apakah anda tertarik untuk bisa mendapatkan beasiswa studi di Eropa 
(Belgia) agar bisa meraih gelar PhD Website Information System? 

Koran Online KabarIndonesia

Anda bisa bekerja sambil kuliah di Eropa tepatnya di Belgia untuk 
mendapatkan gelar PhD dari Vrije Universiteit Brussel. Berita 
selengkapnya dalam bahasa Inggris bisa dibaca dibawah ini:
Author: Geert-Jan Houben [EMAIL PROTECTED]

Subject: PhD-positions in Web Information Systems at Vrije 
Universiteit Brussel

Body: The Vrije Universiteit Brussel is searching for candidates for
PhD-positions in Web Information Systems for a number of projects 
funded by different organizations, ranging from  the Brussels region 
to the EU. The candidates will work as members of  the WISE research 
group in the Computer Science department at the Vrije  Universiteit 
Brussel. WISE research is concentrated on advanced  technology for 
large-scale Web information systems, with topics that include but 
are not limited to: Web Engineering, design methodologies for Web 
information systems, data transformation, adaptation, Semantic Web 
technology and semantic interoperability.

The projects we are now hiring for differ in their specific 
requirements, and the participation of the new group members will 
depend on prior experience and skills. As an example, one project 
concerns variability in software-intensive product development and 
WISE will focus on modeling relevant aspects of configurability in a 
software product. 

Another project concerns semantic interoperability, in 
particular the large-scale, distributed sharing of user models for 
personalized Web applications. A third project concerns theory and 
tools for the optimization of storing and querying Semantic Web data 
in distributed systems.

Successful candidates should possess the following knowledge and 
skills:

- advanced information systems design  modeling

- (Semantic) Web technologies and languages

- good programming skills, ability to develop proof-of-concept tools

- basic software engineering methods and techniques

Knowledge in one or more of the following areas will be considered a 
plus:

- variability  configurability in software products

- Semantic Web languages, e.g. RDF(S)

- ontology-based reasoning techniques

- adaptation  personalization

- aspect-oriented software development

We invite candidates that are interested in these positions to 
contact prof.dr.ir. Geert-Jan Houben via email 
[EMAIL PROTECTED] mentioning Vacancies in the subject of 
the email and attaching a CV with relevant details on prior 
education, skills and experience.

Blog: http://pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/ 
Alamat ratron (surat elektronik): [EMAIL PROTECTED]
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera: 
http://kabarindonesia.com/  




CiKEAS Diskriminasi pada Warga Tionghoa Masih Terjadi

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
http://www.gatra.com/artikel.php?id=107846


Diskriminasi pada Warga Tionghoa Masih Terjadi


Pontianak, 17 September 2007 06:56
Praktik administrasi kependuduk masih sering menerapkan cara-cara lama yang 
diskriminatif terhadap masyarakat dari warga Tionghoa, walaupun praktik seperti 
itu semestinya sudah ditinggalkan, apalagi DPR dan pemerintah telah mengesahkan 
UU tentang Kewarganegaraan yang baru.

Saya tadi terima laporan mengenai praktik yang menyimpang.Tidak releven lagi 
jika ada aparat masih menanyakan Surat Bukti Kewarganegaraan RI (SBKRI), kata 
Ketua DPR Agung Laksono dalam dialog dengan masyarakat Tionghoa di Singkawang, 
Kalimantan Barat, akhir pekan lalu.

Masyarakat Tionghoa mempertanyakan masih adanya persyaratan SBKRI saat mengurus 
dokumen kependudukan, seperti KTP dan paspor di beberapa daerah.

Agung menyatakan prihatin masih adanya pratik penyimpangan seperti itu.

SBKRI sudah tak ada, sudah tidak diberlakukan lagi. Kalau ada pejabat yang 
masih menerapkan cara-cara lama berarti menyimpang dari UU itu, katanya.

Agung menyatakan tidak ada lagi diskriminasi dan jangan dibiarkan adanya 
penyimpangan terhadap UU tentang Kewarganegaraan.

Jangan ada lagi perlakukan perbedaan. Dimasa lalu banyak praktik penyimpangan. 
Sekarang ada perubahan, perlakuan harus sama terhadap semua masyarakat. Kita 
tak bicara masalah-masalah lama, tetapi bagaimana membangun negeri ini bersama 
ke depan, katanya.

Walikota Singkawang Awang Ishak menyatakan, untuk wilayah Singkawang, warga 
Tionghoa diperlakukan sama dengan warga lain. Sama sekali tidak ada perbedaan 
dan diskriminasi.

Tak ada perbedaan apa pun, bahkan di KTP tak ada keterangan apa pun. Tidak ada 
persyaratan apa pun, katanya.

Dia menyatakan, tak ada pungutan-pungutan yang membebani dan warga Tionghoa. 
Begitu juga tidak ada pungutan-pungutan dalam mengurus izin usaha. Kalau ada 
sesuai ketentuan resmi.

Kecuali warga Tionghoa mengurus izin melalui calo, katanya.

Mengenai masih adanya persyaratan SBKRI dalam mengurus dokumen kependudukan, 
walikota yang mencalonkan kembali dalam Pilkada 15 Nopember 2007 menjelaskan, 
untuk KTP tak ada persyaratan harus menyertakan SBKRI.

Kalau untuk wilayah Singkawang tak ada perbedaan, sama dengan warga lainnya. 
Kecuali untuk paspor di Imigrasi. Itu (Imigrasi) tidak di bawah instansi yang 
saya pimpin, katanya. [EL, Ant] 



CiKEAS Golkar Mau Menang Sendiri

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
Refleksi: Golkar menang,  banteng lesu yang berteduh dibawah beringing nan 
rindang pun bersyukur senang mega gembira..

http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Editorialid=142807

  Selasa, 18 September 2007


  Golkar Mau Menang Sendiri 




  KETUA Umum DPP Golkar M. Jusuf Kalla Jumat lalu (14 September 2007) 
menegaskan bahwa partainya tidak akan lagi menggunakan sistem konvensi untuk 
menjaring calon presiden (capres) 2009. 

  Ada dua argumentasi yang disodorkan Kalla tentang pandangannya meniadakan 
konvensi. Pertama, konvensi tidak diatur dalam AD/ART Golkar. Dalam AD/ART, 
capres Golkar hanya ditentukan melalui rapimnas (rapat pimpinan nasional). 

  Kedua, konvensi yang dilakukan Golkar untuk menjaring capres pada 2004 
terbukti gagal. Dalam hal ini, konvensi tidak menghasilkan calon yang berbobot. 
Wiranto yang lolos dalam konvensi Golkar bukan kader yang baik. Buktinya, dia 
kalah dalam pilpres. 

  Bahkan, kata Kalla, Salahuddin Wahid yang saat itu pemimpin partai lain 
bisa lolos konvensi untuk calon wakil presiden -berpasangan dengan Wiranto. 

  Argumentasi Kalla ini sepintas dapat dinalar. Juga dapat dipahami. 
Memang, untuk apa menyelenggarakan konvensi kalau kemudian yang menang orang 
lain. Bukan tokoh Golkar. Apalagi sistem konvensi itu jelas-jelas tidak ada 
dalam konstitusi Golkar. Bukankah tujuan partai adalah meraih kekuasaan bagi 
kader-kadernya sendiri? 

  Tetapi, argumentasi Kalla itu menjadi mentah manakala dipulangkan kepada 
situasi Golkar saat itu. Ketika dipimpin Akbar Tandjung saat itu, Golkar 
praktis tidak punya kader yang memiliki kapasitas untuk bertanding dengan 
kader parpol lain dalam pilpres. 

  Hanya sistem konvensi -yang membuka peluang tokoh nonstruktural Golkar 
serta tokoh nonkader Golkar- yang memungkinkan Golkar mendapatkan capres yang 
bisa bersaing dengan capres-capres parpol lain. 

  Golkar saat itu juga baru pulih dari demoralisasi politik yang menimpanya 
setelah dicaci maki sebagai parpol yang menjadi alat kekuasaan pemerintahan 
otoriter Orde Baru yang korup. Dengan konvensi, Golkar pelan-pelan meraih 
kembali legitimasi politiknya setelah hancur lebur bersamaan dengan runtuhnya 
rezim Orde Baru. 

  Kalau sekarang Kalla tidak butuh konvensi, itu berarti dia percaya diri 
berlebihan. Menganggap legitimasi Golkar telah pulih. Merasa bahwa rakyat sudah 
percaya lagi terhadap Golkar. 

  Golkar mulai cuek. Tidak butuh lagi dukungan moral tokoh nonkader dengan 
tidak membuka pintu menjadi capres atau cawapres Golkar melalui konvensi yang 
bersifat terbuka. Padahal, konvensilah salah satu yang menjadi media untuk 
meraih kembali legitimasi Golkar. 

  Dengan kata lain, dapatlah dianggap bahwa argumentasi Kalla -tentang 
tidak perlunya lagi konvensi untuk menjaring capres-cawapres- sebagai 
kembalinya watak asli Golkar. 

  Dalam hal ini, partai warisan rezim bertangan besi Orde Baru yang 
otoriter hanya mau jadi alat kekuasaan dan kendaraan politik para penguasa 
Golkar di jajaran DPP (Dewan Pimpinan Pusat) untuk merengkuh kekuasaan politik. 

  Dengan mengubur konvensi, Golkar kembali eksklusif. Tertutup bagi tokoh 
nonkader Golkar untuk meraih kekuasaan dengan menggunakan Golkar sebagai 
kendaraan dan mesin politiknya untuk memenangkan kontestasi politik.** 


 

 


CiKEAS SBY Tegur Gubernur Bengkulu

2007-09-17 Terurut Topik Sunny
http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utamaid=142816

Selasa, 18 September 2007

SBY Tegur Gubernur Bengkulu
Merasa Disuguhi Data Tak Valid 

 
Bengkulu,-  Raut muka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) langsung berubah 
begitu mendengar paparan Gubernur Bengkulu Agusrin M. Najamudin seputar musibah 
yang terjadi di provinsinya. Tujuh kali SBY harus menginterupsi paparan 
gubernur karena data yang ditampilkan dianggap kurang akurat. 

Rombongan SBY kemarin datang ke Bengkulu untuk meninjau dari dekat lokasi gempa 
dan perkembangan terakhir penanganan para korban. Presiden yang didampingi Ibu 
Negara Ny Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri mendarat di Bandara Fatmawati 
Soekarno, Bengkulu, sekitar pukul 08.40. Begitu tiba, SBY langsung menuju Posko 
Satkorlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) di halaman Kantor Gubernur 
Bengkulu. 

Di sinilah suasana tak enak bermula. Agusrin yang baru tiga hari berada di 
Bengkulu -setelah pulang dari Amerika Serikat- langsung memberikan paparan 
kepada SBY mengenai situasi pascagempa 12 September lalu. 

Menurut Agusrin, gempa berkekuatan 7,9 SR, 12 September lalu, menyebabkan 14 
orang meninggal, 12 luka berat, dan 26 luka ringan. ''Kalau dilihat dari jumlah 
korban, memang sedikit. Sepertinya tidak terlalu dahsyat gempa ini. Tapi kalau 
dilihat dari kerusakan yang terjadi, memang seperti aneh,'' katanya. 

Dia mengklaim, minimalnya korban itu disebabkan sosialisasi yang telah 
jauh-jauh hari dilakukan pihaknya kepada masyarakat tentang cara penyelamatan 
dari gempa. Kebetulan, kata Agusrin, gempa terjadi sore hari sehingga 
masyarakat cepat keluar dari rumah. 

Jumlah rumah yang rusak sangat banyak, mencapai 27.600. Rinciannya, 7.839 rusak 
total, 6.801 rusak berat, dan 13 ribu rusak ringan. Sekolah yang rusak mencapai 
885. Sedangkan kantor yang rusak 300. Dan masih banyak kerusakan lain yang 
dirinci Agusrin. 

Inilah interupsi pertama SBY kepada Agusrin. ''Ini data apa, sudah diverifikasi 
atau belum?'' tanya SBY dengan nada tegas. ''Ini data awal dari bupati,'' 
jawabnya. 

Agusrin memaparkan, kerusakan terparah terutama di Mukomuko dan Bengkulu Utara. 
''Meski demikian, kerugian belum bisa dikalkulasi,'' jelas ketua DPD I Partai 
Demokrat Bengkulu itu. 

Menurut dia, sebagian masyarakat, terutama anak-anak, masih trauma dan tidak 
mau tinggal di rumah. Ini menyebabkan kebutuhan tenda dan selimut sangat besar. 
Begitu juga dengan pakaian. Agusrin menyebut, kebutuhan pakaian dan selimut 
mencapai 83 ribu. 

Kembali SBY menyela. ''Kalau kebutuhan pakaian 83 ribu, asumsinya pakaian 
mereka sudah tidak ada lagi. Apakah selimut yang 83 ribu itu dihitung jumlah 
rumah korban dikalikan sekian penghuninya? Apakah ini jumlahnya atau memang 
dilihat yang dibutuhkan di lapangan?'' tanya SBY. 

Agusrin mulai gelagapan. ''Tentu tidak. Kita melihat apa yang dibutuhkan dan 
mana yang tidak. Ini sesuai dengan permintaan para bupati. Dan mana yang paling 
urgen kita lihat untuk disuplai,'' jelasnya. 

Saat Agusrin menyebut kebutuhan tenda regu untuk sekolah mencapai 6.000 unit 
lebih, SBY kembali menginterupsi. ''Pengalaman di Aceh, Jogja, kebutuhan tenda 
regu sekitar 600. Kalau seperti ini datanya tidak valid, susah,'' kata SBY. 

Kepada presiden, Agusrin yang tampak pucat itu berjanji akan memverifikasi data 
yang ada. ''Ini hanya data yang sekadar diajukan. Tentu tidak semuanya. Kalau 
memang berdasar hasil verifikasi tidak mungkin terpenuhi, kami tidak akan 
memenuhi,'' ujarnya. 

Agusrin juga mengeluh kesulitan mengidentifikasi dan membagi sembako. Ini 
karena sejumlah pejabat di tingkat kecamatan dan desa juga ikut mengungsi. ''Di 
Mukomuko, termasuk bupati dan camat ikut mengungsi karena situasinya sangat 
menakutkan,'' terangnya. Selain itu, medan yang sangat berat dan sulit 
terjangkau serta keterbatasan jalan darat yang cukup panjang membuat suplai 
bantuan terlambat. 



Tidak Tidur Tujuh Malam 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta semua pemimpin, baik di level 
gubernur hingga kepala desa di Bengkulu, turun ke lapangan. Saya tidak bisa 
menerima alasan, justru pada saat genting, pemimpin tidak menjalankan tugas 
kepemimpinannya, kata SBY dalam sambutannya di Posko Satkorlak Penanggulangan 
Bencana dan Pengungsi (PBP) di halaman Kantor Gubernur Bengkulu kemarin. 

Pernyataan SBY tersebut sekaligus menyindir Agusrin yang saat gempa terjadi 
berada di Amerika Serikat (AS). Gubernur yang dicalonkan PKS itu berada di AS 
sejak 23 Agustus dan dijadwalkan pulang 25 September. Begitu gempa melanda 
Bengkulu, Agusrin pulang lebih awal dan tiba di Bengkulu pada 14 September. 

Selain itu, SBY menyindir Bupati Mentawai Edison Saleleubaja yang sampai saat 
ini masih berada di Jakarta karena libur awal puasa. Padahal, pada rapat 
kabinet terbatas di Halim Perdanakusuma 13 September lalu SBY sudah mengimbau 
semua kepala daerah yang berada di luar kota maupun luar negeri agar segera 
pulang untuk memimpin kegiatan tanggap darurat. 

Menurut SBY,