CiKEAS Partai Amanat Nasional PERJANJIAN ARIAL 16
Partai Amanat Nasional Perjanjian Arial 16 Partai Amanat Nasional merapat ke kubu Yudhoyono. Amien Rais dituding mengkhianati kesepakatan. Sekali berarti, sudah itu mati (Chairil Anwar) KETUA Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir tentu tak lupa petikan sajak itu. Pertengahan tahun lalu ia menggunakan syair tersebut dalam billboard besar yang mempromosikan dirinya sebagai ketua partai. Pekan lalu isu ”kematian” itu santer terdengar: Soetrisno akan mundur dari kursi Ketua Umum PAN. ”Saya dengar begitu. Tapi saya sarankan agar ia tidak mengambil keputusan tersebut,” kata Abdillah Toha, anggota Majelis Pertimbangan Partai. Seperti Abdillah, Rabu pekan lalu, sejumlah pengurus PAN juga berkerumun di rumah Soetrisno di Pondok Indah, Jakarta Selatan, untuk membesarkan hati sang tuan rumah. Tampak hadir sejumlah pengurus pusat dan kader partai dari Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Utara. Soetrisno sendiri enggan berbicara kepada pers. ”Bapak masih ingin istirahat,” kata Sunan Hasan, Koordinator Media Center Soetrisno Bachir. Pangkal soalnya adalah Rapat Kerja Nasional PAN di Yogyakarta, Sabtu dua pekan lalu. Rapat itu melahirkan dua keputusan penting: PAN akan berkoalisi dengan Partai Demokrat dan menyorongkan Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono. Nama Ketua Umum Soetrisno Bachir yang akan mendampingi Prabowo Subianto dari Partai Gerindra tidak disebut sama sekali. Sejak awal, rapat yang digelar di Hotel Sheraton Yogyakarta itu penuh intrik. Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amien Rais, 65 tahun, dan Soetrisno Bachir, 52 tahun, beradu jurus. Amien mengusung ide koalisi PAN dengan Demokrat. Adapun Soetrisno ingin partainya bergandeng tangan dengan Gerindra. Soetrisno telah beberapa kali bertemu dengan Prabowo, dan Amien sudah pula menyambangi Yudhoyono. Sehari sebelum acara, Soetrisno mendatangi kediaman Amien di Perumahan Taman Gandaria, Jakarta Sela-tan. Tampak hadir mendampingi Ketua Umum: Sayuti Asyathri (ketua), Hakam Naja (ketua partai dan panitia pengarah rapat kerja nasional), dan Bambang Sudibyo (ketua dewan pakar). Misi mereka adalah meminta rapat kerja digelar di Hotel Sahid Jakarta. Selain itu, rapat diharapkan tidak mengambil keputusan koalisi. Soal tempat, kubu Soetrisno memilih Jakarta karena menganggap Yogya sebagai kawasan yang sudah ”dikuasai” Amien Rais. Sebaliknya, kubu Yogya menganggap Jakarta penuh ”amplop” yang bakal disebar pihak yang tak menginginkan PAN berkoalisi dengan Demokrat. Jalan tengah lalu ditawarkan Hakam Naja: rapat kerja pertama akan dilakukan di Yogyakarta, rapat berikutnya digelar di Jakarta seminggu kemudian. Baik Amien maupun Soetrisno diwajibkan hadir pada kedua acara.. Amien Rais tak berkeberatan. ”Setuju, setuju,” kata Amien seperti dikutip sumber Tempo yang hadir dalam pertemuan itu. Soetrisno juga mengangguk meski kubunya telah memesan tempat di Hotel Sahid dan telah mendatangkan sejumlah pengurus daerah. Seusai pertemuan, rombongan Soetrisno balik ke Pondok Indah. Agar rapat kerja nasional yang kedua tak ditelikung, kubu Soetrisno mengonsep draf kesepakatan yang rencananya akan diteken Amien dan Soetrisno. Ditulis dengan huruf Arial berukuran 16, draf itu berisi lima butir kesepakatan. Dua butir pertama bersifat normatif: kedua pihak sepakat menjaga integritas partai dan setiap keputusan akan didasari kesepakatan antara ketua umum dan ketua majelis pertimbangan. Tiga butir sisanya: rapat akan diambil tanpa voting, rapat akan digelar dua kali dan dihadiri Amien dan Soetrisno, serta rapat Yogyakarta tidak akan menyebut nama kader sebagai calon wakil presiden. Artinya, partai akan memberikan kesempatan kepada setiap kader untuk dipinang sebagai calon wakil presiden oleh calon presiden mana pun. Selepas salat magrib, Sayuti Asyathri, Hakam Naja, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Nasrullah, diutus untuk menemui Amien Rais. Di sana mereka sempat menunggu Amien yang sedang bersantap malam. Ditemani putranya, Hanafi Rais, Amien menemui ketiganya. Sayuti lantas membacakan satu per satu butir kesepakatan. Hakam dan Nasrullah lebih banyak diam. Ketika butir demi butir dibacakan, menurut sumber Tempo, Amien mengucap setuju. Sesaat kemudian, Sayuti mengeluarkan pulpen dari saku kemejanya. Amien terkejut, lalu mengambil pulpen itu. ”Apa kamu tidak percaya kepada saya?” kata Amien. Yang ditegur tertawa kecut dan bilang, ”Pulpen itu mau saya kasih ke Pak Amien.” Amien mengembalikan pulpen itu dan mengutip sepotong hadis: ”Wa kafa billahi syahida, wa kafa billahi kafila (cukup Allah sebagai saksi dan sebagai penjamin).” Suasana makin tak enak saat Amien menutup pertemuan. ”Pak Sayuti, lihat pintu itu? Silakan keluar.” Ketiga utusan segera angkat kaki. Ditanyai soal insiden ini, Sayuti tak membenarkan dan tak menyangkal. ”Saya tidak mau berkomentar mengenai persoalan internal
CiKEAS Perjalanan Yang Indah
Perjalanan Yang Indah By: agussyafii Pernahkah anda menikmati perjalanan yang indah bersama si buah hati dan anda menikmati disetiap langkahnya mengamati batu, bunga, daun, kambing, ayunan, monyet. Anak-anak mengarungi waktu dengan cara kita sebagai orang dewasa. Buat kita waktu berjalan begitu cepat seolah tanpa henti. Bahkan ada peribahasa, 'berhenti berarti mati' peribahasa menggambarkan orang dewasa hampir tidak mengenal kata berhenti sehinga seringkali kita lupa bagaimana menikmati keindahan yang berada disekeliling kita. Sementara waktu bagi anak-anak adalah ruang tanpa batas senantiasa baru, menyenangkan dan penuh kejutan. Itulah yang saya lakukan terkadang pagi atau sore, saya suka menikmati perjalanan yang indah bersama Hana. Pernah kami melewati pohon ada seekor monyet yang bergelantungan, Hana mengatakan, 'Ayah, lihat tuh ada temennya ayah..' Mendengar perkataan Hana rasa geli menahan tertawa tak bisa tertahankan. Perjalanan kami begitu indah. Berkeliling kampung seperti sedang keliling dunia bagi Hana. Bagi Hana setiap tindakan, setiap perilaku hadir dengan keindahan, Kita, orang tua seringkali menatap kehidupan dengan berbagai persepsi yang seringkali kita penuh ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan. Alangkah indahnya kita juga menerima keindahan sebagai anak-anak. Dengan demikian kita merasa nyaman dan yakin bahwa keindahan, cinta, kebahagiaan itu memang ada dan nyata sebagai bagian dari rasa syukur kehadirat Alloh SWT. 'Sungguh, bila engkau bersyukur, sungguh akan Kutambah nikmat untuk mu' (QS. Ibrahim : 14) Wassalam, agussyafii -- jangan lupa program 'Amalia Cinta Bumi (ACIBU) Minggu, tanggal 17 Mei 2009, di Rumah Amalia, Jl. Subagyo Blok ii 1, no.23 Komplek Peruri, RT 001 RW 09, Sudimara Timur, Ciledug. TNG. Program 'Amalia Cinta Bumi (ACIBU)' mengajak. 'Mari, hindari penggunaan kantong plastik berlebihan, bawalah kantong belanja sendiri. Sebab Kantong plastik jenis polimer sintetik sulit terurai- Bila dibakar, menimbulkan senyawa dioksin yang membahayakan- Proses produksinya menimbulkan efek berbahaya bagi lingkungan.' Mari kirimkan dukungan anda pada program 'Amalia Cinta Bumi' (ACIBU) melalui http://agussyafii.blogspot.com, http://id-id.facebook.com/people/Agus-Syafii-Muhamad/861635703 atau sms 087 8777 12431
CiKEAS Pergi ke Puncak ketika Musim Turis Timur Tengah Tiba (1)
http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?id=27731ses= 12 Mei 2009 11:32:12 Pergi ke Puncak ketika Musim Turis Timur Tengah Tiba (1) Ajak Calon Mempelai Pria Pilih Gula atau Kopi Mei hingga Agustus nanti, kawasan Puncak, Cisarua, Bogor, seperti biasa, memasuki masa banjir wisatawan asal Timur Tengah. Ada yang sekadar berlibur. Tapi, tak sedikit pula yang ingin menikahi wanita lokal meski hanya untuk sementara. AGUNG PUTU ISKANDAR, Bogor - RABU pagi itu (6/5) Suzuki APV berhenti di dekat Jembatan Cibeureum, kawasan Puncak, Cisarua, Bogor. Kedatangan mobil merah marun itu menarik perhatian para tukang ojek yang parkir di dekat jalan masuk ke kampung Gandamanah. Kaca tengah mobil itu lalu dibuka setengah. Dari jendela, tampak dua orang berambut dan berhidung khas Timur Tengah menoleh kiri kanan. Tak lama kemudian salah seorang tukang ojek mendatangi mereka. Setelah berbincang sebentar, kedua lelaki berusia 40-an tahun berpostur tinggi itu turun. Mereka lantas memasuki salah satu vila di pinggir jalan. ''Mereka sedang cari cewek (perempuan). Saya suruh mereka menunggu dulu,'' kata tukang ojek yang mengaku bernama Asep itu kepada Jawa Pos (Cenderawasih Pos Group). Asep lantas kembali ke pangkalan ojek tadi. Dia lantas berbincang sebentar kepada dua tukang ojek koleganya. Asep dan dua temannya lantas menggeber motornya. Masing-masing bagi tugas ke jalan menanjak menuju kampung Tugu Selatan, Gandamanah, dan Warung Kaleng. Transaksi kawin kontrak memang biasa dilakukan di pangkalan ojek. Banyak di antara pengojek itu yang saat banyak turis Timur Tengah tiba nyambi jadi calo. Mereka tersebar di beberapa pintu masuk kampung. Selain Gandamanah, mereka ada di kampung Warung Kaleng, Tugu Utara, dan Tugu Selatan. Hampir satu jam berburu, dua tukang ojek itu kembali. Salah seorang tukang ojek yang ke Warung Kaleng tiba lebih dulu. Wajahnya murung. Dia menggeleng. Wanita yang biasa kawin kontrak di Warung Kaleng sudah tidak ada. Tak lama kemudian, Asep yang ke Tugu Selatan pun tiba. Raut wajahnya hampir sama dengan tukang ojek sebelumnya. ''Payah, euy. Nggak ada barang,'' keluh Asep. Biasanya, kata lelaki asli Gandamanah itu, urusan itu bisa dia tangani sendiri. Tak perlu mengorder rekan tukang ojek lainnya. Dia sendiri sudah memiliki stok siapa saja yang bisa dikontrak. ''Sekarang, stok saya sudah banyak yang ditangkap polisi. Banyak yang dibawa ke Pasar Rebo (tempat panti sosial, Red.),'' keluhnya. Akhir-akhir ini, Polres Bogor memang sedang gencar-gencarnya melakukan razia. Apalagi menjelang pemilu legislatif dan pilpres. Hampir tiap hari mobil patroli memasuki kampung-kampung. Pada Maret lalu, misalnya, petugas berhasil menjaring sekitar 20 wanita pelaku kawin kontrak. Operasi itu membuat para pelaku kawin kontrak tiarap. Asep mengaku kesal dengan banyaknya razia. Sebab, itu membuat stok berkurang banyak. ''Sekarang ini yang minta banyak, tapi barangnya nggak ada. Padahal ini masih Mei, belum Juni dan Juli yang datang semakin banyak,'' keluhnya. Mulai Mei hingga Agustus ini, kawasan Puncak memang diserbu para pelancong dari Timur Tengah. Masyarakat sekitar menyebut empat bulan masa peak season putaran uang di Puncak itu sebagai''Musim Arab''. Yakni, musim turis dari negara-negara Arab memadati kawasan dataran tinggi berbukit itu. Mereka biasanya pulang saat menjelang bulan puasa. Namun, para pelancong itu tidak hanya dari Arab Saudi. Mereka juga datang dari negara-negara Timur Tengah lain seperti Kuwait, Iran, dan bahkan (di luar Timur Tengah) Pakistan. ''Tapi, semua orang di sini menyebutnya ya orang Arab gitu aja. Nggak peduli mereka dari mana,'' ujar bapak satu anak itu. Para turis Timur Tengah itu tinggal di villa-villa sekitar kawasan Puncak. Biasanya, turis domestik menyewa vila selama satu hingga tiga hari. Namun, para turis Timur Tengah itu menyewa vila dalam jangka panjang: tiga hingga empat bulan. Nah, di sela-sela tinggal di kawasan vila itulah, beberapa dari mereka ''mengisi'' waktu liburan dengan kawin kontrak. Untuk mencari calo kawin kontrak, tidak sulit. Kalau Anda bertampang ras kaukasoid atau sedikit berciri fisik Timut Tengah, Anda bahkan tak perlu bersusah-susah mencari mereka. Begitu menginjakkan kaki di bumi Puncak, beberapa calo akan mendekati Anda. Bahkan, beberapa calo yang sudah profesional kini jemput bola dengan menghadang para tamu sejak di bandara Soekarno-Hatta. Mereka cukup menghafal kata dalam bahasa Arab yang maknanya adalah Puncak: Jabal. Mendengar itu, turis itu biasanya langsung mengangguk dan mengikuti sang calo. Karena tak paham bahasa asing, para calo cukup menggunakan bahasa Tarzan untuk menawarkan kawin kontrak kepada mereka. Malah, para turis yang sudah tahunan mengunjungi Puncak, sudah biasa dengan bahasa Indonesia pasaran. ''Tapi orang yang seperti itu yang jarang ngasih uang lebih. Yang sering datang ke sini malah lebih pelit daripada yang baru pertama datang,'' ujar Asep.
CiKEAS Pergi ke Puncak ketika Musim Turis Timur Tengah Tiba (2)
http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?id=27752 13 Mei 2009 18:30:19 Pergi ke Puncak ketika Musim Turis Timur Tengah Tiba (2) Tunggu Suami Kontrak Balik karena Baru Dibayar Separo Meski diiming-imingi duit jutaan hingga puluhan juta rupiah, tak semua wanita di Cisarua, Bogor, mau dikawin kontrak oleh para turis asal Timur Tengah. Bahkan, seorang PSK (pekerja seks komersial) pun tak langsung mau ketika ditawari. AGUNG PUTU ISKANDAR, Bogor Namanya sebut saja Ani. Umurnya 25 tahun. Sehari-hari, dia adalah seorang PSK yang biasa mangkal di daerah Tugu Selatan, Cisarua. Kepada Jawa Pos ( Cenderawasih Pos Group) yang menemui di sebuah rumah biliar dan karaoke di daerah Cisarua, Ani mengaku sempat ditawari tetangganya untuk menjadi istri kontrakan seorang pria dari Timur Tengah. Aku nggak mau, Mas, katanya dengan intonasi sangat tegas. Mengapa tidak mau? Banyak nggak enaknya. Uang yang diterima nggak sebanding dengan risiko yang harus dihadapi, tuturnya. Apa yang dimaksud dengan risiko itu? Ani lantas menceritakan pengalamannya dicurhati beberapa temannya yang dikawin kontrak pria Timur Tengah. Mereka kebanyakan mengaku kewalahan dan kelelahan melayani pasangannya. Bahkan, ada di antaranya yang cerita sampai tersiksa lahir dan batin, paparnya. Ani menambahkan, kebanyakan wanita yang mau dikawin kontrak berumur 28-32 tahun. Kalau masih muda seperti saya, banyak yang nggak mau, ujarnya. Meski pekerjaanku menjual diri, aku kan juga harus pilih-pilih pasangan. Apa artinya dapat uang banyak kalau jadinya malah sakit semua. Apalagi sampai tersiksa batin, tegas ibu dua anak tersebut. Cecep, salah seorang calo, menambahkan, memang tak mudah mencari wanita yang mau dikawin kontrak. Mereka yang menjadi istri kontrakan turis Timur Tengah, lanjut dia, harus siap fisik dan mental. Para istri harus selalu bersedia kapan pun dibutuhkan. Sebab, gairah para turis ras kaukasoid itu tak mengenal ruang dan waktu. Sekali pengen, harus langsung dikabulkan saat itu juga. Berdasar pengalaman menjadi penjaga vila selama lima tahun, Cecep sering melihat para turis Timur Tengah itu memenuhi hasrat seksualnya di sembarang tempat. Pernah dia melihat mereka melakukannya di taman kompleks vila. Siang-siang lagi! Ya gituan, di depan umum. Tapi, bukan di depan umum di depan banyak orang. Di luar, tapi masih kompleks vila. Kami yang tahu ya ngelihat aja, ujarnya lantas tersenyum. Kalau di luar saja seperti itu, apalagi kalau di dalam kamar, imbuhnya. Selain itu, kata Cecep, wanita yang menjalani kawin kontrak harus siap atas segala konsekuensinya. Sering tidak ada yang mau memperistri wanita yang selesai menjalani kawin kontrak. Lelaki Cisarua telanjur menganggap, secara fisik, wanita yang selesai menjalani kawin kontrak sudah rusak. Kalau sudah gitu, siapa yang mau? katanya. Akibatnya, kata Cecep, banyak di antara mereka yang akhirnya benar-benar menjadi pelacur setelah menjadi istri kontrak. Pelacur eks kawin kontrak itu pun tak beroperasi di daerah sekitar Puncak. Mereka lebih memilih kawasan remang-remang lain di Cisarua. Kalaupun ada, citra wanita eks kawin kontrak dianggap jelek di dunia pelacuran Puncak. Pelacur seperti itu dianggap tak berkualitas dan sering mengecewakan pelanggan. Rabu malam lalu (6/5), Jawa Pos sempat membawa salah seorang wanita pelaku kawin kontrak ke sebuah vila untuk keperluan wawancara. Salah seorang penjaga vila yang juga mucikari sempat melihat wanita tersebut. Lelaki itu lantas mengirim SMS kepada Jawa Pos. Mas, bisa keluar sebentar? ungkap penjaga itu dalam pesan singkatnya. Saat ditemui, mucikari tersebut menyatakan bahwa kualitas wanita yang dibawa tidak bagus. Ngapain Mas? Dia sering mengecewakan pelanggan. Dia itu mah, bekas wanita kawin kontrak. Saya bisa carikan yang lebih bagus, katanya setengah berbisik. Dunia remang-remang juga penuh persaingan. Antara satu mucikari dengan yang lain merasa memiliki stok wanita lebih baik. Karena itu, begitu ada wanita eks kawin kontrak yang dibawa mucikari lainnya, hal tersebut menjadi bahan pergunjingan. Akibatnya, umumnya mucikari enggan menjadi mucikari para wanita eks kawin kontrak. Para pelaku kawin kontrak umumnya bukan penduduk asli Cisarua. Mereka biasanya berasal dari daerah lain di sekitar Bogor. Umumnya berasal dari daerah yang masih sejalur dengan kawasan Puncak. Di antaranya, Bandung dan Cianjur. Tapi, tidak semua wanita yang dikawin kontrak punya cerita menyedihkan. Salah satunya dialami Dewi, sebut saja namanya demikian. Ibu dua anak tersebut mengaku sudah dikontrak menjadi istri seorang pria asal Iran untuk jangka empat tahun. Nilai kontraknya mencapai Rp 70 juta. Baru dua tahun ini berjalan, ujar wanita 28 tahun yang tinggal di Gandamanah tersebut kepada Jawa Pos saat ditemui di sebuah vila di Kampung Tugu Selatan, Puncak, Cisarua, Bogor, Rabu pekan lalu (6/5). Dia lantas menceritakan, perkenalannya dengan pria asal Iran tersebut terjadi pada 2007. Namanya
CiKEAS Ekonomi Neoliberal Mengancam
Ekonomi Neoliberal Mengancam TOLAK BOEDIONO - Mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melakukan unjuk rasa di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/5). Mereka menolak Boediono tampil sebagai cawapres pendamping SBY dalam pilpres mendatang. (Suara Karya/Andry Bey) Rabu, 13 Mei 2009 JAKARTA (Suara Karya): Masa depan ekonomi nasional menjadi pertaruhan dengan tampilnya Boediono sebagai cawapres pendamping Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di arena pilpres mendatang. Sebab, Boediono dikenal sebagai figur penganut paham ekonomi neoliberal. Artinya, jika pasangan SBY-Boediono tampil sebagai pemenang pilpres, ekonomi nasional niscaya makin jauh dan makin dalam berorientasi neoliberal. Kenyataan itu merisaukan karena ekonomi liberal sangat pro pasar dan menafikan kebijakan-kebijakan pro rakyat. Demikian rangkuman pendapat ekonom Ichsanuddin Noorsy dan Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika terkait isu cawapres pendamping SBY yang hampir pasti merujuk pada sosok Boediono. Mereka dihubungi secara terpisah, kemarin, di Jakarta. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi juga turut menyoroti isu ini. Sementara itu, kemarin, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta. Mereka tegas menolak Boediono tampil sebagai cawapres. Mereka menilai, sebagai figur yang dikenal berpaham ekonomi neoliberal, Boediono sulit diharapkan bisa membawa perbaikan terhadap kehidupan ekonomi nasional. Menurut Ichsanuddin Noorsy, ekonomi nasional niscaya amburadul jika figur penganut paham ekonomi neoliberal seperti Boediono menempati posisi amat strategis dalam penentuan kebijakan-kebijakan pemerintah. Terlebih lagi SBY sendiri kemungkinan besar memberi keleluasaan bagi pendampingnya dalam menggariskan kebijakan di sektor ekonomi. Walhasil, jika SBY dan Boediono berduet sebagai capres dan cawapres--serta andai pasangan tersebut memenangi pilpres mendatang--kebijakan ekonomi nasional ke depan ini niscaya makin berorientasi neoliberal yang dikenal pro pasar. Pemerintah, kata Noorsy, sulit diharapkan menerapkan kebijakan-kebijakan pro rakyat. Yang diuntungkan oleh kebijakan-kebijakan berorientasi neoliberal bukan rakyat Indonesia, melainkan kepentingan dan kekuatan ekonomi asing, ujar Noorsy. Noorsy mengingatkan, selama ini saja hampir semua proyek besar di Indonesia dikuasai asing, sementara usaha yang dilakoni anak bangsa sulit sekali bisa berkembang. Itu terjadi karena kebijakan di sektor ekonomi nasional dikendalikan figur penganut ekonomi neoliberal di kabinet. Jadi, jika kepemimpinan nasional ini diduduki duet SBY-Boediono, jangan pernah berharap kehidupan ekonomi yang diamanatkan konstitusi bisa tegak, kata Noorsy. Menurut dia, dampak positif bagi dunia internasional akan lebih terlihat jika pasangan itu memimpin Indonesia. Pencabutan subsidi, perdagangan bebas yang aturannya diserahkan kepada pasar, serta tumbuhnya pasar uang dan pasar modern di Indonesia akan terjadi. Namun, bukan Indonesia yang akan menikmati hasil dari kebijakan yang terlihat positif tersebut, melainkan negara lain seperti Jepang dan Amerika Serikat. Pasar Indonesia akan dipenuhi oleh barang-barang dari luar negeri karena karakter perekonomian neoliberalisme yang dianut Boediono yang secara otomatis akan menggerus pelaku usaha dalam negeri karena akan kalah bersaing, baik dari segi kualitas maupun harga, ujar Noorsy. Hampir senada, Ahmad Erani Yustika menyatakan, duet capres-cawapres SBY-Boediono membuat roda ekonomi nasional sulit menjadi lebih baik dan menyejahterakan rakyat banyak. Saya meyakini pola ekonomi neoliberalisme yang dijalankan pemerintah selama empat setengah tahun terakhir akan berlanjut kalau saja duet SBY-Boediono tampil sebagai pemenang pilpres mendatang, ujarnya. Menurut Yustika, di bawah pemerintahan SBY-Boediono, pertumbuhan ekonomi nasional hampir pasti tidak berpijak pada sektor-sektor padat karya dan tradable seperti pertanian. Konsekuensinya, masyarakat miskin akan makin miskin dan kelompok kaya bertambah kaya, katanya. Di lain pihak, Sofjan Wanandi mengatakan, SBY dan Boediono tidak cocok berpasangan memimpin pemerintahan yang tengah menghadapi krisis global. Pasalnya, mereka berdua sama-sama lamban dalam mengambil keputusan maupun bertindak, di samping lembek dalam menghadapi tekanan asing. Yang diperlukan sekarang ini adalah pemimpin yang berani mengambil kebijakan terobosan di bidang ekonomi untuk menghadapi tekanan krisis, kata Sofjan. Menurut dia, saat dunia dihadapkan pada kesulitan akibat krisis global, Indonesia memerlukan duet pemimpin yang tangkas dan cepat dalam bertindak. Jika tidak, Indonesia niscaya ketinggalan dalam mengatasi krisis maupun dalam menyikapi perkembangan yang makin cepat. Boediono sendiri, menurut Sofjan, hanya teknokrat yang tidak
CiKEAS Fw: [cfbe] Siapa Bilang SBY Tak Gunakan Fasilitas Negara, Pejabat Negara Juga Dipakai
--- On Wed, 5/13/09, Habe Arifin habeari...@yahoo.com wrote: From: Habe Arifin habeari...@yahoo.com Subject: [cfbe] Siapa Bilang SBY Tak Gunakan Fasilitas Negara, Pejabat Negara Juga Dipakai To: jurnali...@yahoogroups.com Cc: c...@yahoogroups.com Date: Wednesday, May 13, 2009, 9:27 AM Siapa Bilang SBY Tak Gunakan Fasilitas Negara? SBY tak hanya menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. SBY bahkan menggunakan para pejabat negara untuk kepentingan pribadinya. Bukti paling aktual adalah SBY menggunakan Hatta Radjasa, Menteri Sekretaris Negara, untuk mematangkan koalisi dengan PDI Perjuangan. SBY juga menggunakan Hatta Radjasa untuk melakukan pertemuan dengan sejumlah partai koalisi Demokrat untuk menggodok nama Boediono bahkan mengumumkannya ke publik. SBY juga memfasilitasi pengunaan Wisma Negara (bukan wisma Cikeas) untuk meredam PPP, PAN, PKB dan PKS (tidak hadir) saat membahas nama Boediono yang ditentang oleh partai koalisi. SBY adalah ketua Dewan Penasihat Partai Demokrat. Hatta Radjasa adalah Wakil Ketua MPP Partai Amanat Nasional. Tak ada struktur komando antara Ketua Dewan Penasihat Demokrat dengan MPP PAN. Itu artinya, SBY menggunakan kewenangannya sebagai presiden untuk menggunakan pejabat negara (yang gajinya dibayar oleh rakyat) demi kepentingan pribadi: mencari cawapres, memperkuat koalisi Demokrat, meredam ancaman perpecahan sejumlah partai koalisi. Yang menjadi ironi adalah pernyataan-pernyata an Hatta Radjasa (juga sejumlah pejabat negara lainnya seperti Andi Mallarangeng) . Dalam setiap kesempatan Hatta mengaku sebagai utusan presiden. Utusan presiden untuk apa? Untuk melakukan komunikasi politik dengan Ibu Mega. Untuk menjalin koalisi, mematangkan nama cawapres SBY, dan sebagainya. Hatta juga selalu menyebut SBY sebagai presiden dalam urusan koalisi, cawapres, termasuk pertemuannya dengan PAN, PKB, dan PPP di Wisma Negara. Andi Mallarangeng bahkan selalu menyatakan urusan yang menentukan cawapres (SBY) itu merupakan hak presiden. Dalam menyusun kabinet, presiden memang memiliki hak untuk menentukan bawahannya. Tetapi, Presiden sama sekali tidak memiliki hak menentukan calon wakil presiden. Yang memiliki hak adalah calon presiden yang diusulkan partai. SBY hanyalah calon presiden yang diusulkan Demokrat. Ia sama sekali bukan presiden dalam konteks pilpres 2009, tetapi capres. statusnya sama dengan JK yang juga capres Golkar-Hanura. Jadi, siapa bilang SBY tak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi? Dulu, di era orde baru, korupsi dilakukan di bawah meja. Di era reformasi, meja-mejanya juga dikorupsi. Dulu di era orde baru banyak pejabat negara menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Di era SBY, pejabat negaranya juga dipakai untuk urusan keluarga sendiri, partai sendiri. salam hb [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Puan Bantah TK Sakit Gara-gara Duet Mega-Prabowo
Refleksi : Kalau Megawati pilih TK sebagai wakil presiden, TK tidak akan sakit.. Tetapi Mega mau yang lebih mudah dan kuat anunya, maka tentu saja membuat jantung TK berdebuk-debuk dan terpaksa haru dilarikan ke rumah sakit. http://pemilu.detiknews.com/read/2009/05/13/190835/1131007/700/puan-bantah-tk-sakit-gara-gara-duet-mega-prabowo Rabu, 13/05/2009 19:08 WIB Puan Bantah TK Sakit Gara-gara Duet Mega-Prabowo Anwar Khumaini - detikPemilu Jakarta - Konon sakitnya Taufiq Kiemas (TK) karena Megawati Soekarnoputri memilih Prabowo Subianto sebagai cawapres dalam Pilpres 2009. Namun hal itu dibantah Puan Maharani, putri TK dan Mega. Ah nggak bener itu, kata Puan di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/5/2009). Puan yang saat itu didampingi Pramono Anung mengatakan, hingga kini ayahnya masih menjalani pemeriksaan intensif tim dokter di RS MMC, Jakarta. Namun dia mengaku belum tahu persis apa sakit yang diderita ayahnya. Pak Taufiq kena apa, harus bagaimana dan harus berapa lama di rumah sakit kita belum tahu. Kita tunggu dulu hasil check-up, pungkasnya. Kini, Taufik dirawat di ruang 301 RS MMC di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Dikabarkan, TK mengalami serangan jantung sehingga harus dipasangi alat pacu jantung.
CiKEAS Dukung Puan Maharani for Presiden/Wapres
Semua usulan tergantung kepada Presiden SBY yang mempunyai hak prerogatif Mau koalisi entah jadi Wapres atau dikasih jabatan Menteri.. Keputusan mutlak ada pada presiden SBY sebagai pemimpin bangsa Indonesia _ Dari: putra wardana pwardana2...@yahoo.com Topik: Dukung Puan Maharani for Presiden/Wapres Kepada: undisclosed receptions Tanggal: Selasa, 12 Mei, 2009, 7:15 PM Dukung Puan Maharani sebagai Presiden atau Wakil Presiden Dalam situasi politik seperti ini, sebaiknya PDIP tahu diri dikitlah... Jangan mencalonkan Prabowo atau Megawati sebagai Presiden Karena jelas akan kalah.. Karena Presiden SBY adalah presiden yang dicintai rakyat Yang sedikit banyak bisa mengimbangi adalah Puan Maharani Karena dia adalah orang muda dan satu2nya kader Megawati dan satu2nya kader keluarga Bung Karno (BK) Yang berkualitas. .. Atau kita dukung langkah Bapak Taufik Keimas, yakni PDIP tidak usah mencalonkan seorang Presiden Apalagi mencalonkan Prabowo dari Gerindra, yang sangat tidak disukai Pak SBY.. Koalisi saja dengan Partai Demokrat... jelas dapat menteri Terhormat bukan langkah Bapak Taufik keimas ini... Dengan itu satu2nya kader muda yang berkualitas yang dipunyai oleh generasi penerus BK, yakni Puan Maharani bisa mendapat posisi salah satu menteri dan dengan itu selanjutnya bisa dipercaya sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan kedepan Atau Dukung Puan maharani sebagai Wakil Presiden berduet dengan Pak SBY Lebih bersih, Lebih baik, Lebih cepat - Yahoo! Mail: Kini tanpa iklan. Rasakan bedanya! http://id.mail.yahoo.com
CiKEAS (oot) What is your CONTRI to your COUNTRY?
What is your CONTRI to your COUNTRY? by Y.S. Aji Soedarsono 13 May 2009 Kira-kira tiga minggu yang lalu, di atas busway, saya berkenalan dengan seorang ibu yang luar biasa. Kami berkenalan dan langsung, tanpa saya tanya, dia menyatakan umurnya, padahal menurut ilmu sopan-santun, adalah bijaksana untuk tidak menanyakan umur kepada seorang lady. Dia menyatakan bahwa dia lahir tahun 40-an, berarti sudah berusia 60-an tahun. Rupanya, dia adalah sarjana teknik lulusan sebuah institusi terkenal di Bandung. Kemudian dia mengabdi di lembaga pemerintah yang mengurusi pengairan dll. Pada tahun 1980-an, dia mendapatkan beasiswa untuk mengambil gelar master di Delft, Belanda. Setelah lulus, kembali ke tanah air dan melanjutkan pengabdian di lembaga tempatnya bekerja dulu. Kini, dia sudah pensiun. Setelah ngobrol sana-sini, sayapun bertanya,Wah hebat ya bu.. kalau begitu sudah banyak ya buku dan tulisan ibu? Dengan serta-merta dia menjawab: .. jawabannya si ibu ada di: http://dreamsmarter.blogspot.com/ salam hangat aji http://www.DreamSMARTer.blogspot.com/
CiKEAS (Not) Summary Of Reference
End User Development Chanel : science General By now, most people have become familiar with the basic functionality and interfaces of computers. However, developing new or modified applications that effectively support users' goals still requires considerable expertise in programming that cannot be expected from most people. Thus, one fundamental challenge for the coming years is to develop environments that allow users who do not have background in programming to develop or modify their own applications, with the ultimate aim of empowering people to flexibly employ advanced information and communication technologies. The present book is an effort to make many important aspects of the international discussion on End-User Development (EUD) available to a broader audience. It provides a unique set of contributions from various research institutes in various countries addressing relevant issues and proposing original solutions. The editors hope that this broad look at the emerging paradigm of End-User Development leads you to appreciate its diversity and potential for the future. And we look forward to having you, the reader, the end-user of this book, contribute what you can to the field, whether it is working on a system for EUD, or simply achieving a better understanding of how EUD might fit into your work and your life Reframing Organizations: Artistry, Choice, and Leadership Chanel : Leadership In this third edition of their best-selling classic, authors Lee Bolman and Terrence Deal explain the powerful tool of reframing. The authors have distilled the organizational literature into a comprehensive approach for looking at situations from more than one angle. Their four frames view organizations as factories, families, jungles, and theaters or temples: *The Structural Frame: how to organize and structure groups and teams to get results *The Human Resource Frame: how to tailor organizations to satisfy human needs, improve human resource management, and build positive interpersonal and group dynamics...Read More Klik : Read More http://ariefbudi.wordpress.com http://jalanku.multiply.com http://teknofood.blogspot.com FaceBook : http://id-id.new.facebook.com/people/Arief-Budi-Setyawan/1663852032 ...Bila engkau penat menempuh jalan panjang, menanjak dan berliku.. dengan perlahan ataupun berlari, berhenti dan duduklah diam.. pandanglah ke atas.. 'Dia' sedang melukis pelangi untukmu.. Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/
CiKEAS Humanisme Human
Humanisme Human Manusia diciptakan dari tanah. Namun, hal itu bukan berarti ia mahluk rendah. Manusia masih mempunyai dimensi lain yang bukan tanah. Ia memiliki fitrah atau ruh yang langsung diberikan Tuhan (Al-Hijir, 19), (As Sajdah : 7, 8, 9); yang membuatnya menjadi mahluk paling mulia, lebih unggul dari binantang bahkan malaikat. Manusia adalah mahluk yang sadar (berpikir), baik tentang dirinya sendiri maupun lingkungannya. Tentang dirinya, maksudnya, manusia memiliki pengetahuan budaya dalam nisbatnya dengan dirinya; hal mana yang memungkinkan manusia mempelajari dirinya sebagai objek yang terpisahkan; menarik hubungan sebab akibat, menganalisa, mendefinisikan, menilai dan akhirnya mengubah dirinya sendiri. Sadar lingkungan, maksudnya, manusia mampu memahami alam luar, menemukan berbagai hal yang tersembunyi dari indera dan mampu menganalisa serta mencari sebab-sebab dalam setiap fakta, tanpa terpaku pada hal-hal yang bersifat inderawi. Di sini, manusia bahkan mampu menembus batas-batas indera dan merentangkan zamannya pada masa lalu dan masa yang akan datang; dua masa yang ia sendiri tidak ada didalamnya, serta mampu menggambarkan secara tepat, luas dan teliti tentang lingkungannya. Sebab itu, manusia selalu berteknologi. Ia tidak pernah menyerah atau hanya menerima apa yang ada, tetapi selalu berusaha mengubah menjadi bagaimana seharusnya. Manusia adalah satu-satunya mahluk yang mampu mengubah lingkungan, bukan sebaliknya. Ini salah satu cirinya yang menonjol. Pascal pernah menyatakan, “Manusia sebenarnya tidak pernah menjadi sesuatu yang lain kecuali seonggok daging yang tidak berarti. Sekadar virus kecil saja telah cukup untuk membunuhnya. Akan tetapi, bila semua mahluk di bumi menyerangnya, ia ternyata lebih perkasa dari mereka. Sebaliknya, bila alam ini diancam manusia, mereka tidak menyadarinya. Artinya, kesadaran --manusia—adalah essensi yang lebih tinggi ketimbang eksistensinya. Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina (QS. 77: 20) Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertangungjawaban)? Bukankah ia hanya setitik mani yang dipancarkan? (QS. 75 : 36 – 37) Manusia juga mahluk bermoral, sebab dalam dirinya memang terkandung unsur lain bukan tanah. Unsur tersebut tidak punya entitas dalam alam materi, sehingga tidak wujud dalam indera. Ia bukan realita. Ia termasuk kesempurnaanideal yang ada dalam diri manusia dan bersifat batiniyah, yang berhubungan dengan salah satu fenomena, cara kerja dan situasi yang dihadapi. Jelasnya, unsur ini berhubungan dengan sesuatu yang dikenal dengan nilai. Nilai memberikan kepada manusia kemerdekaan yang disertai dengan keutamaan essensial; kecintaan kepada sesuatu yang terbebas dari segala tendensi. Karena potensi itulah, manusia kemudian dipercaya mengemban amanat sebagai khalifah Tuhan di bumi. Ia diberi kebebasan sekaligus tanggung-jawab. Maksudnya, manusia diberi kebebasan untuk merencanakan, mengatur dan mengembangkan tata kehidupan di bumi sesuai dengan kehendaknya yang mandiri; namun di sisi lain juga dituntut untuk mampu mengembangkan dimensi-dimensi lain yang ada dalam dirinya, sehingga menemukan jati diri manusia yang sebenarnya. Dengan kata lain, manusia diberi kebebasan untuk bertindak, tetapi pada saat yang sama, ia juga harus mampu membuktikan bahwa dirinya benar-benar manusia, sosok mahluk yang mengenal moral dan mempunyai kesadaran, yang menyebabkan ia dipercaya sebagai wakil Tuhan. Untuk mencapai hal itu, tidak ada lain kecuali manusia harus mampu membawa dan menggunakan separoh dari dirinya yang berasal dari tanah, untuk mengembangkan bagian dirinya yang lain yang bersifat Ilahiyah. Manusia harus mampu membentuk moral dan pikirannya, karena dimensi inilah yang telah membedakan dia dari binatang. Caranya, dengan mendekatkan diri dengan Tuhan. Sebab, Dialah nilai-nilai luhur dan Yang Mutlak. Dialah yang telah meniupkan fitrah dalam diri manusia. Karena itulah, mengapa manusia kemudian harus beragama dan beribadah, berfikir, bertindak dan berkelakuan sesuai dengan ajaran-Nya. Sementara Tuhan senatiasa Mengatur alam semesta ini setiap detik, setiap saat yang “…. tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi….”. Detak jantung ini, siapa yang mengaturnya? Oksigen yang kita hirup, apakah kita pernah meminta? Semua diberikan dengan cuma-Cuma. Anehnya orang malu bicara tentang Tuhan, sedangkan kita juga lantang bicara korupsi, prostitusi dan ‘kursi’ dengan tanpa malu. Bukankah Tuhan “….mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka….” ? (QS. 2 : 255) Apakah tanpa agama manusia tidak bisa memiliki moral yang baik? Mungkin. Namun perlu diingat bahwa semua perbuatan, bahkan yang namanya pengorbanan diri, mempunyai dan perlu justifikasi. Di sini, justifikasi tidak mungkin selamanya berupa justifikasi natural dan rasional. Perlu justifikasi lain yang yang bersifat normative. Itulah norma-norma atau
CiKEAS Robbery at Madinah mall
Refleksi: Koq ada perampokan i Medinah. http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=122468d=13m=5y=2009pix=kingdom.jpgcategory=Kingdom Wednesday 13 May 2009 (18 Jumada al-Ula 1430) Robbery at Madinah mall Muhammad Abdullah | Arab News MADINAH: Police are investigating a robbery case in a shopping mall in Madinah where more than SR400,000 was stolen from an office safe. According to Madinah police spokesman Col. Abdul Muhsin Al-Radadi, investigators found no evidence of forced entry and that the crooks disabled the CCTV system before cracking the safe. Police suspect that one or more workers employed by the shopping center are involved, but after interrogating the men they were unable to narrow down on to anyone.
CiKEAS Dilema SBY Menggandeng Boediono
http://www.gatra.com/artikel.php?id=126022 Dilema SBY Menggandeng Boediono Susilo Bambang Yudhoyono bakal menggandeng Gubernur BI, Boediono, sebagai calon wakil presidennya. Boediono, 66 tahun, bukan orang luar bagi PDI Perjuangan. Dia Menteri Keuangan pada era pemerintahan Megawati. Hubungan Boediono dengan Megawati cukup dekat. Ketika dipinang SBY untuk menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (sebelum menjadi Gubernur BI), Boediono sowan dulu ke Megawati. ''Pak Boediono dan Bu Mega berteman baik,'' kata Tjahjo Kumolo, ketua Fraksi PDIP DPR RI. Boleh jadi, langsung atau tak langsung, Boediono menjadi peretas jalan bagi upaya rujuknya Demokrat dengan PDI Perjuangan, yang merupakan ''partai oposisi'' sejak 2004. Di pemerintahan SBY, Boediono cukup diberi peluang. Terbukti, ia dicalonkan sebagai Gubernur BI dan lolos. Namanya terus melesat dan masuk daftar 19 nama cawapres SBY. Sebagai orang non-partai, Boediono dinilai kelak tidak berpotensi ''merecoki'' kinerja presiden. Tanda-tanda Demokrat bakal berangkulan dengan PDI Perjuangan memang makin menguat. Menjelang pembatalan deklarasi cawapres SBY, Jumat malam pekan silam, tiga utusan PDI Perjuangan bertemu SBY. Mereka adalah Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Tjahjo Kumolo, dan Puan Maharani, putri sulung Megawati Soekarnoputri. Dalam kunjungan ke kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat kali ini, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa mengakui, kedatangannya dalam rangka upaya komunikasi politik yang sedang dibangun kedua kubu. ''Ada komunikasi yang sangat baik antara saya sebagai utusan Pak SBY untuk melakukan komunikasi politik dengan Pak Taufiq, Ibu Mega, dan Mas Pram, demi sesuatu yang besar buat bangsa dan negara,'' ujarnya. Hatta yang juga tokoh Partai Amanat Nasional (PAN) ini diterima Ketua Dewan Pertimbangan PDI Perjuangan Taufiq Kiemas dan Sekjen Pramono ''Pram'' Anung. Taufiq dan Pram mengutarakan hal senada. Apa isi pembicaraan dalam pertemuan tertutup itu? Ini yang belum dibuka kedua kubu. Partai papan tengah yang berkoalisi dengan Demokrat mengancam mencabut dukungan. Anis menyatakan kecewa lantaran kubu PKS hanya mendapat pemberitahuan dan tidak diajak bicara sama sekali soal itu. Apalagi, Boediono dinilai bukan pasangan ideal bagi SBY karena tidak punya basis massa dan tidak merepresentasikan figur Islam, seperti diharapkan massa pendukung partai papan tengah yang berasaskan Islam. Semasa Boediono menjadi pejabat, kebijakannya dinilai tidak pro-rakyat. PKS (10,54% kursi) bersama PPP (6,96%), PKB (4,64%), dan PAN (7,5%) adalah partai papan tengah berasaskan Islam yang berkoalisi dengan Demokrat. Partai-partai ini telah meminta SBY mengajak mereka bicara terkait cawapres yang akan diusung Demokrat. Para petinggi partai-partai itu telah pula mengusulkan cawapres dari masing-masing partai, tapi dicuekin SBY. Yang happy tentu saja kubu Partai Golkar dan Hanura. Adanya peluang memperoleh muntahan koalisi Demokrat itu disambut baik oleh pihak Golkar, yang resmi mengusung ketua umumnya, Jusuf Kalla (JK), berpasangan dengan Wiranto dari Partai Hanura sebagai capres-cawapres. ''Kami gembira jika mereka bergabung. Tentu lebih banyak lebih baik,'' kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Agung Laksono, kepada wartawan. Maklum, dengan perolehan muntahan koalisi tadi, posisi pasangan JK-Wiranto dengan slogan ''lebih cepat lebih baik'' praktis akan kuat dalam ajang pemilu presiden nanti. Jika ini yang terjadi, Ray Rangkuti memprediksi, pasangan JK-Wiranto akan lebih pede bertarung dengan SBY-Boediono, yang notabene kehilangan sebagian pendukungnya. Apakah koalisi Demokrat benar-benar akan pecah dan sebagian di antara partai koalisi itu bakal merapat ke JK-Wiranto? Taufik Alwie, Bernadetta Febriana, Hidayat Gunadi, Anthony, dan Sukmono Fajar Turido [Laporan Utama, Gatra Nomor 27 Beredar Kamis, 14 Mei 2009]
CiKEAS Penegasan PDI Perjuangan
Refleksi : Apa saja keistimewaan Megawati untuk dijadikan presiden NKRI berwibawa? http://www.gatra.com/artikel.php?id=126011 Penegasan PDI Perjuangan Mega Tetap Capres Jakarta, 13 Mei 2009 14:18 PDI Perjuangan tetap mendukung ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, sebagai calon presiden (capres) dalam pemilihan presiden (pilpres) 2009. Kalaupun kita ingin ketemu dengan partai lain, untuk berkoalisi terbatas mengenai capres dan cawapres, opsinya Mega tetap capres, kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, ketika memberikan keterangan pers di halaman kediaman Mega di Jl Teuku Umar, Jakarta, Rabu (13/5). Mengenai dukungan PDI Perjuangan terhadap Mega untuk tetap menjadi capres, Tjahjo menegaskan, PDI Perjuangan solid dalam pengambilan keputusan. Sementara, mengenai adanya kemungkinan koalisi antara PDI Perjuangan dan Gerindra, Tjahjo menjelaskan, hubungan komunikasi antara kedua partai tetap terjalin. Dengan Gerindra kami akan terus membangun komunikasi menyamakan visi dan persepsi yang ada, katanya, sebelum mengikuti rapat internal DPP PDI Perjuangan tersebut. Hingga saat ini, PDI Perjuangan tetap pada keputusan menunggu hasil akhir perhitungan suara pemilu legislatif oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah memperbaiki Daftar Pemilih Tetap menjelang pilpres 2009. Tunggu saja tanggal mainnya! tegasnya. Kan penutupan pendaftaran capres dan cawapres (calon wakil presiden) masih tanggal 16 Mei, demikian Tjahjo. [TMA, Ant]
CiKEAS Mega Tetap Capres
Refleksi : Apa saja keistimewaan Megawati untuk dijadikan presiden NKRI berwibawa? http://www.gatra.com/artikel.php?id=126011 Penegasan PDI Perjuangan Mega Tetap Capres Jakarta, 13 Mei 2009 14:18 PDI Perjuangan tetap mendukung ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, sebagai calon presiden (capres) dalam pemilihan presiden (pilpres) 2009. Kalaupun kita ingin ketemu dengan partai lain, untuk berkoalisi terbatas mengenai capres dan cawapres, opsinya Mega tetap capres, kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, ketika memberikan keterangan pers di halaman kediaman Mega di Jl Teuku Umar, Jakarta, Rabu (13/5). Mengenai dukungan PDI Perjuangan terhadap Mega untuk tetap menjadi capres, Tjahjo menegaskan, PDI Perjuangan solid dalam pengambilan keputusan. Sementara, mengenai adanya kemungkinan koalisi antara PDI Perjuangan dan Gerindra, Tjahjo menjelaskan, hubungan komunikasi antara kedua partai tetap terjalin. Dengan Gerindra kami akan terus membangun komunikasi menyamakan visi dan persepsi yang ada, katanya, sebelum mengikuti rapat internal DPP PDI Perjuangan tersebut. Hingga saat ini, PDI Perjuangan tetap pada keputusan menunggu hasil akhir perhitungan suara pemilu legislatif oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah memperbaiki Daftar Pemilih Tetap menjelang pilpres 2009. Tunggu saja tanggal mainnya! tegasnya. Kan penutupan pendaftaran capres dan cawapres (calon wakil presiden) masih tanggal 16 Mei, demikian Tjahjo. [TMA, Ant]
CiKEAS Commandos dropped into Taliban headquarters
http://www.dailytimes.com.pk/default.asp?page=2009\05\13\story_13-5-2009_pg1_6 Wednesday, May 13, 2009 Commandos dropped into Taliban headquarters * Helicopters fly troops into Peochar valley * ISPR says 751 Taliban, 29 soldiers killed so far * 30 Taliban killed in Lower Dir ISLAMABAD: In a major development in the military operation in Swat, army helicopters dropped soldiersinto the key Taliban stronghold of Peochar valley on Tuesday. Their mission is to conduct search and destroy operations, Major General Athar Abbas told a news conference. He said 751 Taliban and 29 soldiers have been killed in the operation in Dir, Buner and Swat so far. Troops had achieved considerable success in Swat, Shangla, Lower Dir and Buner, he said, adding that the Taliban were on the run after new recruits and criminal supporters had deserted them. A high value target, Ibne Aqil, who is the younger brother of Matta Taliban commander Ibne Amin, was also killed during the operation on Tuesday, he said. Troops have encircled Banai Baba and started a search operation. Four Taliban were killed in a gunfight in Imam Dheri. Meanwhile, 30 Taliban were killed when troops attacked their base in Gulabad area of Lower Dir, a private TV channel reported. sajjad malik/daily times monitor
CiKEAS Corruption Not Only Thing That Stinks in Court
http://www.thejakartaglobe.com/home/article/19708.html May 13, 2009 Nivell Rayda Corruption Not Only Thing That Stinks in Court The Anti-Corruption Court may be tough on the nation's corrupt elite, but there are certainly more than a few cracks in its structure. Though one could be forgiven for denying enemies of the state pleasant surroundings before they are jailed, judges, prosecutors, lawyers, court staff and observers who attend the trials are now turning their noses up at the appalling condition of the court on Jalan Rasuna Said in South Jakarta. People have long complained about the court's filthy condition, said Chandra Hamzah, the deputy for graft investigation and prosecutions at the Corruption Eradication Commission (KPK), on Wednesday. We want it to be more up to standard. We are working with the court to do something about it. The head of the court, Judge Andriani Nurdin, said they would prioritize the upgrading of the courtrooms themselves, the bathrooms, witness waiting room, suspect holding room and prosecutors and judges offices. We will have a brainstorming session [with the KPK next week] and by then we will know what to fix and how much we are planning to spend, the judge said. The well-respected court is visibly run down, with cracked windows, crumbling partition walls, peeling wallpaper and dirty ceilings lined with cobwebs. Only the two court rooms and judges quarters have proper lighting while the rest, like the entrance lobby, are gloomy and dim. The same cannot be said about the floors occupied by government workers, however, which are in much better shape. Most visitors have opted to stay away from the court's toilets, the stench being unbearable with barely working plumbing and very little cleaning and maintenance. I cannot even begin to describe the men's room, said Andi, a visitor who frequented the court accompanying one of the defendants. The floor is flooded with water, the bathroom has no door, the smell is unbelievable, cigarette butts clog the pipe, the walls are dirty. It's disgusting. Another visitor, Salim, said he preferred to go to a cleaner bathroom on the fourth floor. I had a traumatic experience when an old lady entered the men's room, he said. Salim was referring to a food vendor known to court staff as Emak, Indonesian for madam. Emak and her two assistants work at a stall on the second floor, next to the emergency stairs. Emak often uses the men's room to wash dishes - the only room which has running water share_google.gif
CiKEAS Some truths about Palestinian Christians
http://www.jpost.com/servlet/Satellite?cid=1242029511696pagename=JPost%2FJPArticle%2FShowFull May 12, 2009 22:50 | Updated May 13, 2009 21:28 Some truths about Palestinian Christians By SETH J. FRANTZMAN Palestinian and other Arab Christians are a perennial political football, especially with Pope Benedict XVI's visit to the Holy Land. Seen by some as the epitome of what happens to minorities under Islamist rule (when their shops are firebombed in Hamas-run Gaza), they are also continually used by the Western media to show how the Israeli security fence divides those in Bethlehem from Jerusalem. Even as their community shrinks they seem to get more and more attention. They were a centerpiece of Jimmy Carter's Palestine: Peace not Apartheid. Pope Benedict XVI gestures to worshippers as he leaves a mass in Manger Square, next to the Church of the Nativity, in Bethlehem, Wednesday. Photo: AP It is worthwhile therefore to consider a little about their recent history and dispel some of the myths that have grown up about them. A recent Time magazine article by Andrew Lee Butters notes that the creation of Israel has been a disaster for Christians in the Middle East. Many of the Palestinian refugees... were Christians. The flood of Palestinian refugees into Lebanon helped spark a civil war between Muslims and Christians there... the ongoing occupation of the West Bank [by Israel] is strangling the life out of those Christian communities that are left. The truth is quite different. There were roughly 150,000 Arab Christians in British mandatory Palestine on the eve of Israel's 1948 War of Independence. Some 75,685 fled the areas that became Israel, leaving 32,000 in Israel in 1949, mostly in Nazareth, some villages in the Galilee and in Haifa, Acre and Jaffa. Family reunification and repatriation programs brought their numbers to 39,000 by 1951. Most Christian refugees came from Jaffa, Haifa and West Jerusalem, and almost all of them fled before Israel declared independence in May 1948. In fact Ben-Gurion ordered the IDF to give special protection to Nazareth when it was seized on July 16: Those who penetrate into the city will fight valiantly against invaders and gangs wherever they resist; at the same time they will meticulously and conscientiously refrain from harming, despoiling or pillaging holy places. Christian villages in the Galilee, many of which are also shared with Druze, were given special protective treatment as well, and few were harmed by Israelis or abandoned by their Christian inhabitants. CHRISTIANS ACTUALLY benefited demographically from the creation of Israel, rising from 1 in 7 of the Arab population to 1 in 3 by the 1950s. Rather than being many of the refugees, they formed a small minority and fared much better than their Muslim counterparts. Most were middle class, educated and spoke foreign languages. Because of this, prominent Palestinian Christians such as the families of Edward Said and John Sanunu (Ronald Reagan's chief of staff) easily assimilated in the West. Their being overwhelmingly urban - in 1947 115,000 lived in towns and cities - made them both vulnerable during the war and also made it easier to flee the fighting. Christian communities suffered most in the West Bank, where Muslim refugees were cynically settled in their midst. Thus Ramallah was 90% Christian before the war and contained only 5,000 inhabitants, while Bethlehem was 80% Christian and had only 9,000 inhabitants. By 1967 there were 16,000 people in Bethlehem, of whom only 6,400 were Christian, and Ramallah is a large Muslim city today Lebanon was certainly harmed by the influx of Palestinian refugees, but its Christians were hurt primarily as a result of the 1970 Jordanian Civil War, after which Arafat's PLO created a state within a state in Lebanon and, in alliance with other Muslim militias, destabilized the country. Far from strangling the life out of Christian communities in the West Bank, where there are barely 50,000 Christians, access to Israel and its economy, education and medical facilities helped them. In contrast the Hamas victory in Gaza after the Israeli withdrawal hasn't made their life better. Compared to Christians in the Palestinian territories, the ones in Israel have flourished even though demographically they have declined to 2% of the population. THE OTHER SIDE of the story of Palestinian Christians is that they have had a long and hallowed role in Arab nationalism. Mathilda Moghannem, a Protestant Palestinian feminist, declared in January 1948 that Christians will become Muslims to defeat Zionism. George Habash, founder and leader of the communist terrorist PFLP, was a Christian, as was Yasser Arafat's wife. In the 1970s a Catholic Christian priest, Hilarion Carucci, was even convicted of running guns for the PLO. Palestinian Christians suffer periodic bouts of
CiKEAS Genetically modified food can lead to horrendous changes in human body
http://english.pravda.ru/topic/GM-59 Genetically modified food can lead to horrendous changes in human body Genetically modified food is connected with great economic concerns It is generally believed that rats, cockroaches and cyanobacteria can survive any biological catastrophe. But recently, researchers have once again stated that there is a delayed action poison which can slowly kill even enduring rodents. Leading expert of the Russian Academy of Sciences' Institute for higher nervous activity and neurophysiology, Doctor of Biology Irina Yermakova, conducted an experiment on rats. The rodents are traditionally used for important experiments as they have morphology and biochemistry resembling the human ones. The experimental rats were given food containing genetically modified components. The rats survived during the experiment but their conduct seriously changed: they became nervous, anxious and even aggressive for no reason at all. The researcher discovered abnormal pathologic changes in the liver and testicles of the rats. This is important that descendants of the experimental rats fed with GMF had really terrible problems. Alien components turned out to be lethal for little rats. Generally, all rats of one litter survive. But over 55 percent of experimental rats' babies were born dead or died soon after they came to the world. At that, their death was really agonizing, they were found with their intestines swollen. Other new-born rats had really weak health. At the same time, mothers did not reveal their motherly instinct actively. Similar experiments were conducted on other animals and fixed approximately the same results. So, the experiments reveal that transgenes are very poisonous for descendants and are in fact a delayed action biological weapon. There are opponents and supporters of genetically modified foodstuffs. At that, people need to know that transgenic products are very profitable. This in its turn means that genetically modified foodstuffs are connected with great economic concerns. Those who support cultivating of transgenic plants and production of products with genetically modified components say that these components proved to be safe as a result of large-scale researches. But the Greenpeace international non-governmental organization disagrees with these statements. Greenpeace states that research institutions that allegedly prove safety of genetically-modified components cannot provide accurate information about transgenes' safety and even debar people from getting acquainted with such information. There is still no reliable information proving the danger of transgenes for humans, but the tragedy of experimental rats is really alarming. Russians undoubtedly have the right to know if products contain genetically modified components and decide themselves if they will include them into the everyday ration or not. But it is important that unfair producers must not deceive customers about the content of their products. According to the recent data of the Russian Opinion Poll Center, over 95 percent of Russians prefer products free from transgenic components even when they cost more. Majority of parents are absolutely negative as concerning genetically modified components in baby and kids food. Today, Russia has no unified system of marking products containing genetically modified components. It means that even when producers claim they use no genetically modified components they may still do it and deceive customers. Greenpeace activists initiated an independent research aimed to find out if products marked as containing no transgenic components contain genetically modified components or not. In the framework of the research, experts studied sausage produced in large cities of Russia, crab sticks made in the Kaliningrad Region and China, potato mash and evaporated milk formulas produced by Russian subsidiaries of foreign companies. Out of the 42 tested products 18 proved to be containing no transgenic components, 6 products contained just hundredths of genetically modified components, and 10 products fixed not more than 1.33 percent of genetically modified components. But 6 sorts of sausage and crab sticks fixed too high content of transgenic components. Greenpeace reported the results of the experiment in the middle of October; it is not ruled out that the situation is that distressing in Russia in general. The results of the Greenpeace experiment seem to be today the only reliable guide for choosing safe products free from transgenes. Today, when Russian stores offer a great variety of products and Russians have a chance to choose, everyone should remember the fate of the experimental rats fed with transgenes and eat food which is safe for health
CiKEAS Susilo Bambang Yudhoyono running mate Boediono has Aussie links
http://www.theaustralian.news.com.au/story/0,25197,25475261-2703,00.html Susilo Bambang Yudhoyono running mate Boediono has Aussie links Stephen Fitzpatrick, Jakarta correspondent | May 14, 2009 Article from: The Australian THE man almost certain to become Indonesia's next vice-president, central bank chief Boediono, has a well-established history in Australia that will deepen relations between Canberra and Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono plans to announce tomorrow night the 66-year-old technocrat as his running mate for presidential polls in July. Dr Boediono, who spent his student years in Perth, Melbourne and Canberra in the 1960s and 70s, was a wonderful choice for the position despite being the world's most unlikely politician, close friend and fellow economist Hal Hill, from the Australian National University, said yesterday. It's important for what it says about SBY's strengths, the fact that he doesn't have to horse-trade so much, Professor Hill said, using Mr Yudhoyono's popular nickname. The key message is that SBY had a wide menu of choices, including figures such as (the former ruling Golkar party's) Akbar Tandjung, but he's gone with Boedi. Professor Hill said Dr Boediono, who has a reputation for incorruptibility, was important in Indonesian public life because he has held every significant economic post in the country and he's the only major one who straddles the Suharto to post-Suharto eras. He can talk on almost any economic issue and he will be listened to by any faction. He's technically proficient, he's never made a mistake, and he's one of the tiny number of Indonesian economists who are known internationally. After playing senior roles in the central bank, Bank Indonesia, during the final years of the Suharto government, Dr Boediono was planning minister under BJ Habibie from 1998 to 1999, finance minister under former president Megawati, and then elevated to the post of co-ordinating minister for the economy in 2005 by Mr Yudhoyono. He was made central bank governor a year ago, with equally capable fellow technocrat Sri Mulyani Indrawati stepping in to the economy role on his departure. That pair's reform-driven partnership is set to continue if, as seems apparent, Mr Yudhoyono and Dr Boediono win presidential elections set to begin with a first round of voting on July 8. The choice of Dr Boediono has shattered the Indonesian political establishment, cementing the President's reformist credentials at the same time as it leaves the various groups opposing Mr Yudhoyono's Democrat Party little room to move. Chief among these are the former ruling Golkar Party, which will stand Vice-President Jusuf Kalla as its candidate alongside retired general and head of the People's Conscience Party, Wiranto. Two other key players in the battle, the Indonesian Democratic Party for Struggle's Ms Megawati and retired general Prabowo Subianto, from the Greater Indonesia Movement, are each now mopping up coalition partners in an attempt to present a credible challenge to the Democrats by the time nominations close on Saturday. Likely coalition partners for Mr Yudhoyono's tilt at a second term in government were yesterday also in disarray over the announcement, claiming they would not support his party in the house unless they won concessions. Each of them had been hoping Mr Yudhoyono would select one of their own as his running mate. However, they might have to settle for the crumbs of a few minor cabinet posts, after the Democrats won more than 25 per cent of the vote in April's parliamentary elections. Political scientist Arbi Sanit, from the Indonesian Institute of Sciences, said the ascent of Dr Boediono to the presidential ticket demonstrated Dr Yudhoyono's long-term thinking and would help the country find a way out of the global crisis. Professor Hill said the appearance of such a prominent Australian alumnus at the top of the Indonesian political tree was a good omen for bilateral relations. Although his PhD was from the University of Pennsylvania, Dr Boediono spent a year of that period writing his thesis at the ANU, as well as gaining undergraduate and master's degrees in economics at the University of Western Australia and Monash University respectively, and working for some years in the late 1970s as a research assistant at the ANU. If things ever get a bit derailed, it means better access, for one, Professor Hill said. Australia is the biggest provider of offshore tertiary education to Indonesia, and we are now seeing the dividend of that.
CiKEAS Di Bawah Kuasa Orde Baru
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0905/13/opi01.html Di Bawah Kuasa Orde Baru Oleh Saidiman Robert A Dahl, ilmuwan politik terkemuka, pernah mengemukakan bahwa demokrasi yang selama ini kita saksikan bukanlah praktik demokrasi yang sebenarnya seperti yang selalu dibicarakan para pemikir dan filsuf. Praktik demokrasi yang ada saat ini, di mana pun, hanyalah poliarki. Poliarki, dalam definisi Dahl, adalah sebentuk sistem di mana kekuasaan publik selalu berputar di kalangan elite saja, tidak pernah benar-benar memberi kesempatan kepada semua orang untuk juga berkompetisi dalam perebutan kekuasaan bersama para elite. Sirkulasi kekuasaan yang hanya ada pada para elite itu disebabkan terutama hanya para elitelah yang memiliki sumber daya. Realitas politik yang terjadi di Indonesia sekarang ini kembali membuktikan teori Dahl tersebut. Wacana mengenai calon presiden dan wakil presiden tidak keluar dari lingkaran elite yang memang sejak awal dekat atau berada pada lingkaran kekuasaan. Bahkan, kandidat-kandidat presiden dan wakil presiden terkuat adalah anak-anak langsung dari para mantan penguasa. Megawati Soekarnoputri adalah anak mantan penguasa nomor satu negeri ini, Soekarno. Susilo Bambang Yudhoyono adalah anak dan menantu petinggi militer dan jenderal yang juga sangat berkuasa pada masa Orde Baru. Jusuf Kalla adalah anak juragan terkemuka yang mendominasi perniagaan di Indonesia Timur, Haji Kalla. Sultan Hamengku Buwono X adalah anak dari Raja Jawa Sultan Hamengku Buwono IX yang juga mantan wakil presiden. Prabowo Subianto adalah anak arsitek ekonomi Orde Baru, Soemitro Djojohadikusumo, dan mantan menantu Jenderal Besar Soeharto. Wiranto adalah mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hampir tidak ada nama baru dalam perebutan kursi nomor satu dan dua politik Indonesia. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Andi Faisal Bakti di Kabupaten Sengkang Sulawesi Selatan, Kekuasaan Keluarga di Wajo, Sulawesi Selatan (2007), menemukan bahwa perubahan sistem politik masyarakat Sengkang tidak mengubah struktur kekuasaan. Para raja dan keluarganya yang berkuasa pada masa kerajaan terus mewariskan kekuasaan itu di dalam masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. Sistem memang terus berubah, namun kekuasaan terus berputar di kalangan elite keluarga raja yang sejak dulu memang berkuasa. Penelitian itu memperlihatkan bahwa mulai dari bupati, Ketua DPRD, ketua-ketua instansi pemerintah, sampai para camat dan desa/kelurahan hampir semuanya adalah keluarga raja atau paling tidak mereka yang loyal terhadap struktur kekuasaan politik keturunan raja. Arena Para Mantan Penguasa Orba Fakta ini menjelaskan bahwa sesungguhnya pengaruh kekuasaan para raja dan keturunannya di pelbagai wilayah di Indonesia masih sangat dominan. Dominasi kekuasaan para raja itu dibaca dengan baik oleh elite semacam Susilo Bambang Yudhoyono yang mengumpulkan para raja Nusantara beberapa saat sebelum pemilu legislatif. Pencalonan diri Sultan Hamengku Buwono sebagai presiden sampai saat ini adalah salah satu ancaman serius Yudhoyono pada perebutan kursi nomor satu pada Pemilihan Umum Presiden 2009. Penjelasan utama yang bisa diberikan adalah bahwa penguasaan sumber daya menjadikan para elite terlalu susah untuk ditumbangkan. Yang paling mungkin dilakukan adalah pergantian sistem. Tetapi, kekuasaan akan tetap dan selalu berputar di lingkungan elite yang sebelumnya memang merupakan penguasa. Banyak aktivis yang menyesalkan capaian reformasi di mana para aktor kekuasaan Orde Baru kembali menjadi pemain-pemain utama dalam kancah politik nasional. Hampir tidak ada celah bagi kekuatan lain di luar kekuatan mantan pendukung Orde Baru yang sekarang bersaing memperebutkan kursi-kursi kekuasaan. Sejumlah mantan jenderal, yang pada masa Orde Baru merupakan pendukung utama jalannya kekuasaan tangan besi pemerintah, sekarang bersaing ketat memperebutkan posisi presiden dan wakil presiden. Tidak heran jika kemudian muncul sejumlah kesimpulan dengan nada menyesal bahwa reformasi bukan hanya mengembalikan kedaulatan rakyat, melainkan menciptakan arena bagi para mantan penguasa di masa Orde Baru untuk bersaing sendiri atas nama kedaulatan rakyat. Sekali lagi, yang paling mungkin menjelaskan fenomena ini adalah pada penguasaan sumber daya yang begitu besar dan tak mampu ditandingi sedikit pun oleh kekuatan politik alternatif di luar gerbong Orde Baru. Rakyat Tidak Diberi Pilihan Lain Pertanyaannya, di mana kekuatan reformasi yang dulu demikian gegap gempita menuntut perubahan? Amien Rais, yang disebut-sebut sebagai tokoh reformasi, tanpa tedeng aling-aling memberikan dukungan kepada Susilo Bambang Yudhoyono, salah satu jenderal Orde Baru. Amien Rais bahkan mendorong partainya, Partai Amanat Nasional (PAN), untuk bersekutu dengan partai besutan Yudhoyono, Demokrat. Anehnya, PAN adalah partai yang dilahirkan oleh para intelektual pro-reformasi. Tokoh gerakan pro-demokrasi di masa Orde
CiKEAS Demokrasi Indonesia Masih Bayi
http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2009/05/14/brk,20090514-176153,id.html Demokrasi Indonesia Masih Bayi Kamis, 14 Mei 2009 | 01:30 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta: Reformasi yang telah berjalan menuju 11 tahun, menurut budayawan Goenawan Muhammad, masih bayi untuk menjadi Demokrasi dan bukan oligarki. Dibandingkan Perancis, kita masih bayi, ungkap Goenawan Mohammad dalam peluncuran Buku Demokrasi dan Kekecewaan di Komunitas Salihara, Jakarta, Rabu Malam(13/5) Berbicara demokrasi, katanya, tanpa melibatkan minoritas tertindas sama saja tak memeliharanya. Demokrasi harus sensitif melihat yang lain, urai Goenawan. Ia memisalkan partai Islam yang mengusung demokrasi tapi melibaskan aliran sempalan, bisa dianggap tak layak menyandang demokrasi sebagai ideologinya. Komitmen dalam demokrasi, Goenawan melanjutkan, adalah perjuangan tanpa merusak yang sudah ada. Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara A. Setyo Wibowo mengingatkan demokrasi di Indonesia kini tak lebih dari oligarki (beberapa orang yang berkuasa). Reformasi yang berjalan, lanjutnya adalah oligarki semisal dinasti Gus Dur, Dinasti SBY, bahkan sekelompok orang pemilik badan-badan survei. Kaum ini selalu mengajari kita mengenai demokrasi, jelas Setyo Wibowo, dan persis itu yang harus dilawan. Perlawanan ini dengan dalih kesetaraan semua orang. Semua orang, wajib mengkritisi kebijakan yang dibuat, ujar Wibowo. Arianto A. Patunru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyarankan untuk percaya saja demokrasi yang masih bayi ini. Biarkan demokrasi bergerak, harapnya. Asalkan pergerakannya tidak terlalu liar. Tapi sayangnya,kata Arianto, masih jarang masyarakat yang percaya pada demokrasi tanpa menjadi fanatik. Ia mengingatkan, akibat kepercayaan yang berlebihan, maka kalau gagal, akan timbul kekecewaan besar. DIANING SARI
CiKEAS Re: Robbery at Madinah mall
Mending ke Vatikan, belum ada rampoknya. --- In CIKEAS@yahoogroups.com, sunny am...@... wrote: Refleksi: Koq ada perampokan i Medinah. http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=122468d=13m=5y=2009pix=kingdom.jpgcategory=Kingdom Wednesday 13 May 2009 (18 Jumada al-Ula 1430) Robbery at Madinah mall Muhammad Abdullah | Arab News MADINAH: Police are investigating a robbery case in a shopping mall in Madinah where more than SR400,000 was stolen from an office safe. According to Madinah police spokesman Col. Abdul Muhsin Al-Radadi, investigators found no evidence of forced entry and that the crooks disabled the CCTV system before cracking the safe. Police suspect that one or more workers employed by the shopping center are involved, but after interrogating the men they were unable to narrow down on to anyone.
CiKEAS Analis: Neoliberalisme Boediono purukkan bangsa
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_contenttask=viewid=87529Itemid=82 Analis: Neoliberalisme Boediono purukkan bangsa Wednesday, 13 May 2009 23:29 WIB FAZAR BAKTI WASPADA ONLINE JAKARTA - Terpilihnya Boediono sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan presiden (pilpres) Juli ini, tak pelak akan membuat SBY dan partainya di cap sebagai pengumbar tiket cawapres kepada semua partai politik peserta koalisi Cikeas. Tidak hanya itu, beberapa kalangan juga mengganggap SBY telah salah dalam memilih calon pendampingnya untuk lima tahun ke depan. Sebenarnya apa yang salah dengan sosok Boediono? Analis politik dari Universitas Indonesia (UI), Dadang Darmawan memberikan tanggapannya. Dengan pertimbangan dan kewenangan SBY yang memposisikan Boediono sebagai cawapresnya, maka akan ada harapan dan reaksi pasar pada elektabilitas pasar internasional yang menuju neoliberalisme mutlak papar Dadang. Kata dia, hal tersebut justru akan menimbulkan kecemasan akan nasib perekonomian Indonesia ke depannya. Ini membuat kita khawatir, kalau-kalau nanti di dalam pemerintahan tidak ada lagi keseimbangan, karena figur SBY-Boediono cenderung menganut paham ekonomi neoliberal, yang sangat bertentangan dengan paham ekonomi kerakyatan. Nanti malah-malah, bangsa kita yang akan terperosok karena paham ini jelas dosen ilmu politik ini. Ia menilai, hal itu juga yang menjadi penyebab banyaknya pihak yang kurang respect terhadap sosok Boediono. Boediono berasal dari kaum teknokrat, bukan politisi. Jadi ia tidak pernah berkeringat dalam kancah politik, sehingga kurang berpengalaman dalam 'lobi-lobi' di parlemen. Menurut Dadang, Boediono terlalu modern dan pandangannya akan banyak bertentangan dengan kalangan religius. Wajar jika kepemilihannya ramai-ramai ditentang oleh kalangan parpol ungkap Dadang. Dadang berharap, idealnya dalam pemerintahan yang akan dibangun kelak, ada keterwakilan umat religius dan nasionalis. Agar tidak menimbulkan kerawanan nantinya, kata dia malam ini kepada Waspada Online. printButton.pngemailButton.png
CiKEAS Politik Elitis dan Neofeodal
http://batampos.co.id/Opini/Opini/Politik_Elitis_dan_Neofeodal_.html Rabu, 13 Mei 2009 Politik Elitis dan Neofeodal Tomy Su Koordinator Masyarakat Pelangi Pecinta Indonesia, Tinggal di Perth, Australia Wacana publik pascapemilu 9 April 2009 bisa dikatakan lebih didominasi wacana koalisi antarparpol guna menentukan capres atau cawapres dalam pilpres yang digelar 8 Juli 2009 mendatang. Berbagai kemungkinan koalisi mengemuka pasca bercerainya Partai Demokrat yang mendukung SBY dengan Partai Golkar yang kini sudah menetapkan JK sebagai capres. Politik sebagai seni dari segala kemungkinan, seperti bunyi sebuah adagium, sedang kita saksikan hari-hari ini. Meski ada beragam kemungkinan, tujuan akhir politik tetaplah bagaimana bisa meraih kekuasaan. Menurut filsuf politik Alexander Moseley (2006), kekuasaan adalah tujuan utama tindakan politik. Kita akan melihat apakah SBY tetap keluar sebagai pemenang dalam kompetisi politik? Atau akan ada capres kuda hitam yang bisa menggusur SBY dari kursi RI 1? Memprihatinkan Namun, ada yang memprihatinkan dalam kancah perpolitikan nasional akhir-akhir ini. Setelah suara rakyat bisa mendongkrak atau mengatrol posisi partai atau caleg tertentu, kini tampak menonjol betapa praksis politik kita masih sangat bercorak elitis. Kehidupan dan masa depan bangsa seolah hanya diatur, dikelola, atau diserahkan kepada beberapa gelintir elite politik yang kebetulan parpolnya meraih suara signifikan. Parahnya lagi, fakta juga memperlihatkan terlalu bergantungnya partai politik kepada tokoh tertentu, yang jelas merupakan bentuk baru feodalisme (baca neofeodalisme). Neofeodalisme semacam ini jelas tidak bagus untuk perkembangan demokrasi dan masa depan politik nasional. Simak saja kemenangan Partai Demokrat yang jelas tidak bisa dipisahkan dari figur SBY. Mustahil Partai Demokrat mengalami kenaikan sampai 300 persen jika SBY tidak duduk sebagai ketua dewan pembinanya. Namun, bergantungnya parpol kepada tokoh itu bukan hanya terjadi pada Partai Demokrat. Simak, betapa PDIP masih amat bergantung kepada sosok Megawati, Hanura kepada Wiranto, dan Gerindra kepada Prabowo Subianto. Seorang teman Tionghoa yang nyaleg dan habis Rp 3 miliar juga berkisah, mekanisme suara terbanyak pun masih bisa disiasati dalam pemilu legisltatif 9 April silam. Suara caleg-caleg yang tidak dikehendaki maju ke Senayan bisa diberikan kepada caleg lain agar bisa lolos ke Senayan sesuai kebijakan dan ketentuan internal partai. Kalau dirunut, politik bergantung kepada tokoh itu memang punya akar dalam sejarah yang panjang. Sejak Orba, parpol-parpol mengalami pemandulan karena parpol selalu dicurigai penguasa. Kita tentu masih ingat bagaimana 10 parpol pada Pemilu 1971 harus disederhanakan (fusi) ke dalam tiga parpol. Jelas parpol yang masih amat bergantung kepada tokoh atau elite tertentu akan mengalami masalah regenerasi ke depan. Pasalnya, sangat mungkin terjadi ketika sang tokoh tiada, keberadaan dan keberlangsungan parpol juga berakhir dari panggung politik nasional. Di negara-negara maju seperti Australia, parpol modern dikelola dengan prinsip egalitarianisme sehingga kaderisasi terus dilakukan. Kebergantungan kepada figur sentral partai nyaris tidak ada. Bandingkan dengan mayoritas parpol di Indonesia yang lebih mengedepankan figur yang kuat untuk mendongkrak perolehan suara secara cepat. Birokrasi Corak elitis atau neofeodalistis itu, kalau mau dikaji, sebenarnya memang tidak hanya memonopoli kancah perpolitikan nasional atau kehidupan parpol semata. Corak demikian masih kuat mengakar di beragam bidang kehidupan kita. Simak saja di jajaran birokrasi kita, semakin tinggi jabatan seseorang, justru semakin kurang melayani publik. Hanya yang berpangkat rendah yang disuruh menemui rakyat jelata. Hanya rakyat yang tampak punya status sosial tinggi yang disambut dengan antusias. Dalam dunia pendidikan, kita pernah dibuat mengelus dada akan praktik jual beli ijazah atau gelar palsu, seperti pernah di-blow up koran ini beberapa waktu lalu. Kadang penulis mengelus dada setiap melihat pejabat tinggi, bahkan dari jajaran kepolisian, saat turun dari mobil atau ketika sedang mengadakan kunjungan kerja, masih harus dipayungi seperti seorang raja di masa silam. Parahnya lagi, dalam birokrasi yang bercorak elitis dan neofeodalis, stabilitas terwujud bukan karena sistem tersebut rasional, efisien, dan adil, tetapi lebih disebabkan oleh berbagai modus KKN yang merekatkan berbagai kelompok kepentingan di sekitarnya. Menurut Max Weber, fenomena semacam itu disebut patrimonialisme, yang setara dengan neofeodalisme. Bila praktik birokrasi masih bercorak demikian, bisa dijamin negara atau suatu bangsa akan sulit meraih kemajuan. Karena itu, di tengah beragam wacana politik yang berkembang saat ini, para elite politik kita
CiKEAS Kualitas Anggota DPRD Jabar Diragukan
Refleksi: Apakah kualitas DPRD di lain daerah lebih baik? http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=news.detailid=75032 Kualitas Anggota DPRD Jabar Diragukan Rabu, 13 Mei 2009 , 08:36:00 BANDUNG, (PRLM).- Kualitas anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Provinsi Jawa Barat periode 2009-2014 masih di bawah anggota DPRD periode 2005-2009. Pasalnya, banyak di antara mereka tidak memiliki pengalaman di bidang legislatif. Hal itu diungkapkan pengamat politik, Ibnu Samugyo kepada PRLM di Bandung, Rabu (13/5). Dengan pengalaman kerja yang minim tersebut, Ibnu meragukan anggota DPRD Provinsi Jabar yang baru tersebut akan mampu menciptakan produk legislatif yang lebih baik. Sementara, produk hasil anggota DPRD yang masa tugasnya akan segera berakhir ini, juga tidak terlalu luar biasa. Saya jelas meragukan kinerja mereka yang sudah lolos tersebut. Apakah mampu menghasilkan produk kebijakan yang menyejahterakan masyarakat bukan untuk kepentingan partai atau golongan, ujar dia. Oleh karena itu, kata dia, agar kerja dewan baru efektif, mereka perlu menginternalisasi isu-isu masyarakat ke dalam partai. Dengan demikian, pada saat bekerja nanti, mereka tahu apa yang harus dilakukan. Selama ini, Ibnu menilai, kinerja dewan tidak merepresentasikan kepentingan rakyat. Yang terjadi, anggota dewan justru terjerat untuk lebih mementingkan kepentingan mereka daripada masyarakat. Tidak heran, produk yang dihasilkan, baik itu soal anggaran maupun peraturan, hanya untuk menguntungkan partai politik. Meskipun terdapat sejumlah individu di parpol yang integritas dan kredibilitasnya baik, mereka ini pada akhirnya masuk sistem parpol yang sektarian. (A-133/A-26)***
CiKEAS Agama Hanyalah Kepercayaan Bukan Konsep dan Juga Bukan Idea !!!
Agama Hanyalah Kepercayaan Bukan Konsep dan Juga Bukan Idea !!! Konsep = Concept = buah pemikiran (idea) yang bisa dipahami secara umum karena object yang diungkapkannya berasal dari realitas atau bisa menjadi realitas. Idea = realitas yang dipahami melalui abstraksi Idea = juga buah pemikiran yang tersusun secara logis sehingga bisa menjelma menjadi realitas. Contohnya, Guru/dosen menjelaskan dan membuktikan kebenaran rumus Phytagoras mengenai properti dari segi tiga. Segitiga yang digambarkan dipapan tulis sebagai contoh bukanlah segitiga sebenarnya bukanlah realitas melainkan disebut sebagai idea atau merupakan abstraksi dari segitiga yang berasal dari concept bapak Phytagoras. Demikianlah jelas sekali, bahwa agama, kepercayaan, dongeng2an, tahyul2an, dan semuanya ini memang angan2, hampir sama dengan idea, hampir sama dengan concept bedanya cuma satu, kesemuanya ini bukan realitas sehingga tidak pernah dinamakan idea, dan sama sekali bukan concept. Pahamilah hal ini betul2 agar anda jangan tertipu oleh angan2 anda sendiri, tertipu oleh kepercayaan anda, tertipu oleh tahyul2, kesemuanya ini cuma merugikan anda sendiri karena cara berpikir anda akan mengalami stagnasi yang dijamin tidak bisa maju dan berkembang. abas_amin08 abas_amin08@ wrote: Dan malah lebih ngaco lagi; mending jadi orang yang dipandang rendah oleh AY daripada orang yang tanpa PRINSIP ! Nguler kambang ! Agama itu bukanlah prinsip tetapi kepercayaan. Prinsip itu adalah sebuah realitas yang dijadikan acuan untuk bertindak ataupun mengambil keputusan. Beda dengan agama, karena agama murni bukan realitas melainkan 100% murni hanyalah kepercayaan. Padahal kita samua sama2 mengetahuinya bahwa kepercayaan itu hanyalah angan2. Cobalah tanyakan kepada imam mesjid di cilacap, tanyakan apakah Nyai Loro Kidul itu betul2 ada di pantai cilacap sana??? Tentu oleh sang imam akan dijawab. itu khan hanya kepercayaan... Dari jawabannya itu pengertian apa yang bisa anda simpulkan arti daripada kepercayaan Kepercayaan itu artinya bohong2an, artinya angan2, artinya bukan sebenarnya ada, artinya cuma dongeng2 Demikianlah, hal yang sama bagi semua kepercayaan, selama namanya agama maka itu adalah kepercayaan bukan prinsip. Prinsip itu jelas sebuah realitas bukan sebuah kepercayaan, contohnya prinsip ajaran komunis adalah gotong royong, artinya realitas komunis dalam prakteknya harus gotong royong. Prinsip membuat kue, prinsip membuat kursi, kesemuanya itu bukan angan2, bukan kepercayaan tetapi realitas. Memang banyak umat Islam yang tersesat dengan pemahaman agamanya yang dianggapnya sebagai prinsip, sebagai konsep, padahal kepercayaan itu adalah angan2 yang tidak ada realitasnya. Sebaliknya Idea memang juga mulanya berupa angan2 tetapi karena ada realitasnya maka Idea itupun merupakan realitas bukan kepercayaan, bukan angan2 belaka. Sebaliknya, agama maupun kepercayaan sama sekali bukanlah Idea karena memang tidak ada realitasnya, memang tidak mungkin bisa jadi realitas, dan tidak pernah ada study maupun experiment yang berusaha menjadikan agama ini menjadi realitas. Ny. Muslim binti Muskitawati.
CiKEAS Dokumen asli BLBI hilang
Dokumen asli BLBI hilang Kejaksaan Anggap KPK Tak Sanggup Bongkar Kasus BLBI .. JAKARTA - Kejaksaan Agung menilai Komisi Pemberantasan Korupsi tak akan sanggup membongkar kembali kasus Kredit Likuiditas Bank Indonesia dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (KLBI/BLBI). Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy, dirinya bahkan pernah mendengar jika KPK tidak akan membongkar lagi kasus pengucuran kredit sebesar Rp 144 triliun pada 1998 itu. Marwan menuturkan, Ketua KPK Antasari Azhar dalam rapat koordinasi penanganan korupsi antara Kejaksaan, KPK, dan, Kepolisian RI di Markas Besar Polri beberapa waktu lalu pernah mengatakan kasus BLBI tak akan dibuka lagi demi memberi kepastian hukum. Pak Antasari hanya akan menjelaskan berapa uang negara yang diselamatkan, kata Marwan dalam rapat konsultasi kasus KLBI/BLBI antara Kejaksaan Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat di gedung MPR/DPR kemarin. KPK mengambil alih kasus BLBI sejak Kejaksaan tak lagi menangani kasus itu. Pada Oktober 2008, kedua lembaga bertemu dan melakukan gelar perkara. KPK pun membentuk empat tim untuk meneliti kasus BLBI yang ditangani Kejaksaan. Keempat tim masing-masing bertugas antara lain meneliti kasus yang telah diputus di pengadilan, kasus yang dihentikan karena diterbitkannya surat keterangan lunas, serta kasus yang dihentikan saat penyidikan. Dan tim terakhir meneliti kasus yang diserahkan ke Menteri Keuangan. Jaksa Agung Hendarman Supandji menambahkan, kendati KPK telah membentuk tim, hingga kini belum satu pun kasus yang dibongkar lagi oleh KPK. Menurut dia, siapa pun yang hendak membongkar kembali kasus BLBI pasti akan terbentur sejumlah aturan yang menjadi payung hukum penyelesaian utang BLBI di luar pengadilan. Misalnya, kata dia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, Ketetapan MPR Nomor X Tahun 2001, serta Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang dikenal sebagai Release and Discharge. Kalau mengejar dari sisi pidana kasus yang ditangani Kejaksaan, saya kira itu wasting time, ujarnya. Dalam kesempatan itu, DPR juga mempertanyakan dokumen asli kasus KLBI dan BLBI. Sebab, menurut Dradjad H. Wibowo, anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, beberapa pihak terkait saat ditanyai soal ini menjawab bahwa dokumen kasus BLBI telah hilang. Hendarman mengatakan lembaganya hanya menerima salinan dokumen KLBI/BLBI berupa fotokopi yang dilegalisasi untuk perkara yang maju ke persidangan. Saat dihubungi terpisah, KPK memastikan masih terus mencari unsur korupsi dalam kasus BLBI. Bahkan, jika Kejaksaan menghentikan penyelidikan BLBI, akan tetap kami lanjutkan, ujar Wakil Ketua KPK Bibit Samad. BLBI merupakan kasus yang kompleks dan terdiri atas banyak kasus. Karena itu, menurut Bibit, pencarian dugaan tindak pidana korupsi tersebut tidak dapat dihentikan begitu saja. Butuh proses panjang untuk kasus ini, ujar dia. ANTON SEPTIAN | FAMEGA SYAVIRA http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/05/14/Nasional/krn.20090514..165236.id.html DPR Pertanyakan Dokumen Asli Kasus BLBI, Presiden SBY Terimah Suap 100 Milyar May 13, 2009 SEKIAS INDONESIA- DPR mempertanyakan status dan keberadaan dokumen asli terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Padahal, dokumen itu diduga merupakan kunci penyelesaian kasus yang sudah merugikan negara hingga Rp700 triliun itu. “Ini memang saya melihat bahwa BLBI ini bukan hanya sejarah kelam kebijakan ekonomi melainkan juga sejarah kelam dokumentasi negara kita. Masak iya, semuanya angkat tangan ketika ditanya soal dokumen. Bagaimana sebuah kasus senilai ratusan triliun bisa menguap hanya karena dokumen fotocopy. Kejaksaan juga tidak bisa menuntut bila dokumennya fotocopy-an,” tukas anggota Tim Pengawas Penyelesaian Kasus KLBI dan BLBI dari Fraksi PAN, Dradjad Wibowo dalam rapat konsultasi antara tim dengan Jaksa Agung RI Hendarman Supandji di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (13/5). Ia menegaskan agar ke depan pemberian sanksi terhadap keteledoran pengelolaan dokumen negara harus diperberat. Sehingga, kasus serupa tidak akan terjadi dan tidak menjadi modus operandi pihak-pihak tertentu. Sementara itu Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan pihaknya tidak bisa mempidanakan suatu kebijakan, dalam hal ini penerbitan MSAA dan SKL. Kejaksaan hanya bisa mempidanakan bila diketahui ada delik penyuapan. “Kejaksaan sendiri kesulitan menelusuri delik suap itu karena ini adalah kebijakan. Terlebih kasus ini sudah lama terjadi dan tidak ada barang buktinya,” ungkap Hendarman. Ia menambahkan sesuai dengan jawaban Presiden tertanggal 1 April 2008 pada rapat interpelasi DPR mengenai kasus KLBI dan BLBI, Kejaksaan Agung telah menyerahkan penanganan delapan obligor yang belum membayar kepada Menteri Keuangan. Delapan obligor tersebut adalah, Bank Deka, Bank Central Dagang, Bank Centris, Bank Orien, Bank Dewan Rutji, Bank Arya Panduarta, Bank Pelita, dan Bank Aken. “Selanjutnya, yang berwenang untuk
CiKEAS Pergi ke Puncak ketika Musim Turis Timur Tengah Tiba (3-Habis)
http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?id=27802 14 Mei 2009 13:24:32 Pergi ke Puncak ketika Musim Turis Timur Tengah Tiba (3-Habis) Tergiur Rp 7 Juta Tiga Bulan, Lupa Suami Sah Menjadi istri kontrak turis Timur Tengah bisa untung, tapi bisa juga buntung. Jika sedang untung, si istri bisa sampai diboyong ke tanah Arab. AGUNG PUTU ISKANDAR, Bogor Di kalangan para turis Timur Tengah yang sedang berburu istri kontrak di Cisarua, Bogor, nama Asep cukup dikenal sebagai perantara alias makelar. Kebanyakan pria Timur Tengah itu sreg pada pilihan Asep. Sebab, dia tahu betul selera mereka. Menurut Asep, nasib wanita yang menjadi istri kontrak pria Timur Tengah, kalau tidak untung, ya buntung. Mereka yang beruntung mendapat suami kontrak baik hati bisa meraup banyak uang. Sebaliknya, mereka yang mendapat suami pelit hanya memperoleh uang dari nilai kontrak saja. Tak ada yang lain. Itu bergantung si wanitanya, kata Asep. Dia lantas menceritakan beberapa kiat yang dilakukan sejumlah istri kontrak agar suaminya mau mengeluarkan uang ekstra. Paling sering, mereka mengajak suaminya jalan-jalan ke mal, ungkapnya. Nah, saat jalan-jalan itulah, kata dia, para istri bisa bermanja kepada suaminya agar mau mengeluarkan uang untuk membelikan beragam barang yang diinginkan. Mulai baju hingga kebutuhan rumah tangga. Tak jarang, sang suami diajak jalan-jalan ke Taman Safari yang tak jauh dari vila tempat mereka tinggal. Turis Timur Tengah yang paling disukai untuk dijadikan suami kontrak adalah mereka yang baru pertama datang ke Cisarua. Sebab, biasanya mereka itu paling gampang mengeluarkan duit. Kalau sudah begitu, bukan hanya wanitanya yang untung, kami sebagai perantara juga kecipratan dapat uang, tuturnya. Mereka itu kalau bayar ojek bisa sampai Rp 100 ribu sekali jalan. Kalau pas naik angkot, bayarnya bisa sampai Rp 20 ribu. Mobil rental pun laris, ujar lelaki berambut gondrong dikucir tersebut. Kehadiran turis Timur Tengah memang menggairahkan roda perekonomian di kawasan Puncak. Karena menjadi destinasi rutin, sejumlah fasilitas wisata menjamur di kawasan Puncak. Di antaranya, rental mobil (mobil yang disewakan umumnya Suzuki APV dan sejenisnya), jasa penukaran uang asing, travel agent, hingga penatu. Semua penyedia jasa itu bahkan membuat papan nama dalam dua bahasa, yakni Arab dan Indonesia. Namun, kata bapak satu anak itu, umumnya turis Timur Tengah yang dermawan adalah mereka yang baru kali pertama menjalani kawin kontrak. Mereka yang berpengalaman dan makan asam garam Puncak justru lebih pelit. Nggak tahu apakah mereka tidak tahu atau karena memang baik mungkin ya, katanya. Mereka yang sudah sering ke Puncak biasanya malah pelit. Bahkan, pelitnya lebih dari orang-orang sini, tegasnya. Husin, calo lainnya, menuturkan, soal pelit atau dermawan sebenarnya bergantung kualitas istri kontrak. Istri yang benar-benar disukai suami akan benar-benar dimanja dengan fasilitas serta uang pemberian di luar nilai kontrak. Bahkan, istri yang berkesan di hati suami akan ikut diboyong ke tanah air sang suami. Dulu ada yang seperti itu. Setelah musim Arab selesai, dia dibawa ke Arab. Katanya sih si suaminya suka, makanya dibawa. Nah, karena itu, ada beberapa orang sini yang pengen diperistri orang Arab. Siapa tahu bisa dibawa ke sana, ungkapnya. Husin ragu wanita yang dibawa ke Arab itu akan benar-benar menjadi istri sah suaminya. Sebab, suami tersebut pasti memiliki istri sah di negaranya. Kalau kata tetangga sih, dia di sana dijadiin pembantu. Mungkin enakan gitu kali ya. Jadi, kalau istrinya pergi, bisa main sama pembantunya, ujarnya lantas tergelak. *** Namanya Ida, sebut saja demikian. Usianya sekitar 30 tahun. Wanita yang mengaku tinggal di Desa Gandamanah tersebut ditinggal suaminya bekerja di Malaysia sejak setahun lalu. Suami saya pamit kerja di sana dua tahun. Katanya pulang 2010, ujarnya. Awal 2008, Ida melihat banyak wanita di sekitar rumahnya yang menjalani kawin kontrak. Mereka, kata wanita berambut sebahu itu, terlihat hidup glamor karena menerima banyak uang. Iya kan kelihatan. Rambutnya dicat, terus ada yang bisa beli sepeda motor, ungkapnya. Salah seorang rekannya yang menjadi istri kontrak lantas menawari dirinya untuk menjadi istri kontrak. Awalnya Ida enggan. Namun, karena kiriman dari suami seret dan tak terlalu banyak, dia pun tergiur. Akhirnya, dia pun meneken kawin kontrak selama tiga bulan pada awal Mei lalu. Lumayan sih. Cuma tiga bulan bisa dapat Rp 7 juta. Kerja saja nggak bisa dapat segitu, ujarnya. Tampaknya, Ida pintar memanfaatkan situasi. Dia tak mau kalau hanya mendapat uang kontrak. Strategi meraup uang lebih banyak pun dia jalankan. Yakni, mengajak suaminya yang orang Kuwait itu berjalan-jalan. Mulai mal, pasar tradisional, hingga Taman Safari, Bogor. Bahkan, tak jarang dia minta uang saku harian. Biasanya sekali ngasih bisa sampai Rp 250 ribu. Lumayan kan, katanya lantas tersenyum. Dia pun minta dibelikan
CiKEAS Merebak, Isu Islam Abangan!
http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2009051406424416 amis, 14 Mei 2009 BURAS Merebak, Isu Islam Abangan! H. Bambang Eka Wijaya APA kabar Jakarta? tanya Umar saat menjemput Amir di bandara. Perubahan berjalan cepat, ya? Saking cepatnya perubahan, jadi pusing! jawab Amir. Apalagi setiap perubahan diiringi merebaknya isu! Seperti isu Islam abangan? timpal Umar. Dari mana kau tahu isu itu? kejar Amir. Aku saja dapat SMS tentang Islam abangan baru saat terakhir, dalam perjalanan ke Bandara Cengkareng! Kurasa aku terima SMS-nya pada waktu yang sama! sambut Umar. Ku-repply menanya apa itu Islam abangan! Jawabnya ini: Islam abangan, salat Jumat datangnya setelah khotib khotbah! Menyindir aku pula, kau! entak Amir. Memang begitu bunyi SMS-nya! timpal Umar. Sebenarnya isu Islam abangan itu dipicu apa? Dari ceplosan ucapan Fahri Hamzah dari PKS dan Amir Rais di televisi! jawab Amir. Dalam program dialog dengan Anas Urbaningrum, Firman Jaya Daeli dan Achmad Muzani, Fahri keceplos bicara sejuta kader PKS tak mau bergerak kalau pasti ditolak mayoritas umat akibat calonnya merah--bahasa Jawanya abang! Sedang Amien Rais menyatakan orang yang dibicarakan itu sejawat dekatnya di UGM sehingga tahu persis dia liberal! Jadi istilah merah dalam ucapan Fahri dan liberal dari Amien Rais itu diasumsikan Islam abangan oleh penyebar isu! sambut Umar. Itu jelas menzalimi tokoh yang dibicarakan! Seperti penzaliman pada Hidayat Nurwahid, disebut penganut Wahabi! Tapi dalam kasus penyebutannya sebagai Islam abangan, malah bisa menjadi nista membawa nikmat! Karena menurut Amri A. Fillah El Shirazy dalam weblog-nya, justru mayoritas umat Islam Indonesia adalah Islam abangan! tegas Amir. Artinya, makin santer isu abangan mengarah ke diri tokohnya, akan makin mantap pula pilihan mayoritas padanya! Isu pun membawa berkah terselubung! Cuma ada yang aneh! sela Umar. Istilah liberal yang disebut Amien Rais juga jadi Islam abangan! Mungkin oleh penyebar isu dinilai Islam abangan itu bebas dengan sinkretisme--mencampur budaya dalam agama, maka liberal yang juga terkenal sifat bebasnya, disamakan saja! Tapi penzaliman lewat isu-isu begitu merupakan sisi buruk politik di negeri kita! tukas Umar. Isu negatif untuk merusak lawan politik dalam pemilihan umum bukan cuma terjadi di sini! tegas Amir. Obama misalnya, diserang dengan video kegiatannya waktu mahasiswa dekat dengan seorang tokoh sosialis ekstrem, hingga lawan politiknya dalam kampanye terang-terangan berkata pada pendukungnya, apakah Anda semua rela negara kita jadi sosialis? Apa Islam abangan itu bukan aib? kejar Umar. Sama sekali bukan! tegas Amir. Itu istilah kajian ilmiah Clifford Geertz dalam bukunya The Religion of Jawa, yang membagi masyarakat Jawa dalam trikotomi, priayi, santri, dan abangan--semuanya pemeluk Islam! Malah Wikipedia membuat item Islam abangan di ensiklopedianya dengan mengutip dari buku Clifford Geertz itu! ** bening.gifburas.jpg
CiKEAS Pemilu Cacat dan Paradoks Demokrasi
http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009051407062954 Kamis, 14 Mei 2009 OPINI Pemilu Cacat dan Paradoks Demokrasi Thomas Koten Direktur Social Development Center PEMILU legislatif yang diselenggarakan 9 April lalu masih meninggalkan sejumlah cacat atau noda-noda hitam yang melekat pada wajah demokrasi Indonesia. Berbagai persoalan yang menodai wajah dan keagungan demokrasi muncrat bagaikan lelehan es krim. Aksi protes dan ungkapan kekecewaan publik pun masih mencuat ke permukaan. Sebab itu, kampiun demokrasi yang selalu percaya bahwa pemilu adalah sebuah kondisi demokrasi tempat rakyat mengekspresikan segala kebebasan, keinginan, dan aspirasi politiknya, meninggalkan segumpal pertanyaan paradoksal. Mengapa? Jika diselisik, memang Indonesia yang pascareformasi dipuji sebagai negara paling demokratis di dunia setelah Amerika Serikat dan India, ternyata dalam penyelenggaraan pemilunya bukan saja melahirkan emisi politik pemilu yang mengalirkan fulus, melainkan juga sistem dan kultur politik yang belum terkonsolidasi secara matang. Sebab, cacat pemilu, selain kasus daftar pemilih tetap (DPT) yang sangat menghebohkan dan menodai demokrasi, semua kelemahan pemilu umumnya merupakan cacat bawaan yang selalu terulang. Dari tahun ke tahun selalu gagal diantisipasi, direncanakan, dan diterjemahkan dalam konteks, realitas, dan harapan serta kepentingan hak politik rakyat. Indikasinya terlihat dalam berbagai kasus. Pertama, performa kinerja KPU yang masih jauh dari harapan politik. Lihat, dalam kasus pendistribusian logistik, data pemilih, hingga tinta pemilu yang di bawah kualitas menafikan semua presentasi kesiapan yang dibangun KPU. Kedua, dapat terlihat dari adanya manipulasi angka suara yang selalu terendus dari indikasi selisih rekapitulasi hasil pemungutan suara dalam pleno. Belum lagi politik uang yang selalu menjadi momok bagi pemilu dan demokrasi yang fair, jujur, bebas, dan bersih serta berwibawa. Padahal, pada aras yang sama banyak parpol dan para calegnya telah menunjukkan euforia atas kemenangan yang diraih pada pemilu legislatif tersebut. Paradoks Demokrasi? Berbagai kelemahan bawaan dalam penyelenggaraan pemilu, seperti yang terpaparkan di atas, sebenarnya tidak lebih dari terindikasinya pemilu yang tampaknya belum menjadi agenda besar bangsa yang mengekspektasikan kepartisipasian dan rendahnya tanggung jawab seluruh elemen kunci penyelenggaraan, dan masih rendahnya kedewasaan politik rakyat. Rendahnya tanggung jawab politik para penyelenggara negara dapat terlihat dari cuci tangannya para pihak yang berwewenang terhadap pemilu dan berbagai kasus penodaan demokrasi seperti kasus DPT. Dalam kasus ini, KPU yang kewenangannya turun dari konstitusi menolak untuk bertanggung jawab. Sementara itu, Departemen Dalam Negeri menimpakan tanggung jawab kepada KPU. Pada akhirnya, rakyat ditempatkan sebagai pihak yang ikut bersalah karena tidak mau berinisiatif mengecek daftar pemilih sementara (DPS) serta aktif mendaftarkan diri. Maka, rakyat pun hanya meratapi nasibnya yang selalu dibodohi dan tidak berdaya menghadapi tembok kekuasaan, termasuk pada saat pemilu yang sebenarnya merupakan momentum emas tempatnya mempertontonkan kedaulatan dan kesempatan dalam menentukan nasib para pemegang kekuasaan formal yang hendak didelegasikannya pada saat pemilu. Dengan demikian, pemilu pun tidak ubahnya proyek kekuasaan yang mungkin hanya sebuah pranata prosedural berdemokrasi yang selalu demi kepentingan elite dengan menyingkirkan kepentingan rakyat. Ironisnya, tatkala pemilu diyakini sebagai jalan populis menuju demokrasi yang menciptakan areal bagi kesejahteraan rakyat, bangsa ini masih tersangkut pada berbagai kelatahan politik permanen. Pertama, hanya menjadikan pemilu sebagai syarat semu-formalistik yang mempertontonkan kepada dunia internasional sebagai negara paling demokratis di dunia. Dan kedua, hanya menjadikan pemilu sebagai arena atau panggung pencarian-pemenuhan syahwat kekuasaan. Tantangan Demokrasi Beberapa keanehan yang menonjol atas sejumlah cacat pemilu dan paradoks demokrasi di atas, setidaknya telah mengisyaratkan tentang berbagai kepincangan dalam berdemokrasi kita, yang bukan saja belum menyentuh substansinya, melainkan juga belum meluluskan demokrasi formalistik. Misalnya, penyelenggaraan pemilu wujud demokrasi formal belum terkonsolidasi secara baik dan masih jauh dari sempurna alias penuh noda hitam. Kesempurnaan demokrasi, tulis Fareed Zakaria dalam The Future of Freedom; Illiberal Democracy at Home and Abroad, diukur dari keberhasilan negara dalam menyelenggarakan pemilu yang bebas, jujur, dan bersih, serta berhasil mempraktekkan demokrasi substantif dengan tidak mengabaikan aspirasi rakyat dan melanggar hak-hak sipil maupun politik warganya pascapemilu. Sebab, bagaimana mungkin dapat menjalankan
CiKEAS Taliban wants 'new world order'
http://english.aljazeera.net/news/asia/2009/05/200951318231992667.html UPDATED ON: Wednesday, May 13, 2009 22:56 Mecca time, 19:56 GMT Taliban wants 'new world order' Asif Ali Zardari, the Pakistani president, has said that his country's fight against the Taliban is not just a domestic battle but one that the whole world needs to be wary of. Speaking during a news conference in London with Gordon Brown, the British prime minister, Zardari said the Taliban are seeking to create a new world order and that more effort was needed by the international communty to defeat the fighters. Standing alongside Brown, Zardari said: It [the Taliban's cause] is a long-term endeavour and we are both united to fight against this endeavour which is challenging our way of life and wants to change the way of life of the world. The president's comments came as the Taliban in Pakistan warned politicians from the Swat valley that they and their families will be attacked unless they quit their posts in protest against the continuing army offensive in the troubled region. Brown, who promised $18m in humanitarian aid for civilians fleeing the fighting in Swat valley, said: We will help provide shelter, water, food and sanitation for those people who have been displaced as a result of these terrorist acts. But there's scope for us to do far more. We [Britain and Pakistan] need a more comprehensive approach and we need therefore a new concordat, spanning economic development, strengthening our institutions, improved security through deeper cooperation on both counter-terrorism and other issues. Politicians threatened Speaking to Al Jazeera earlier on Wednesday, Muslim Khan, a Pakistani Taliban spokesman, gave members of the national and regional assemblies a three-day deadline to denounce the military assault on Taliban fighters. The warning came hours after suspected Taliban fighters attacked Nato supply trucks at a transport terminal near the northwestern city of Peshawar, destroying eight vehicles. Imran Khan, Al Jazeera's correspondent reporting from Pakistan, said the warning signalled a dark turn in the unfolding events in Swat where the Pakistani army is battling Taliban fighters. They [the Taliban] can make these threats and people will take them very seriously, Khan said. Up to 15,000 Pakistani troops are engaged in the fight against about 4,000 Taliban-linked fighters in the Swat valley and surrounding areas of the North West Frontier Province (NWFP). Hundreds of thousands of civilians have fled from their homes in the northwest in an attempt to escape the clashes. Depot attack Wednesday's attack on the Nato depot destroyed two lorries containing food bound for Afghanistan under a trade pact between Islamabad and Kabul, as well as six empty vehicles. Mohammad Ehsanullah, a police officer, said: Around 40 to 50 armed militants attacked the depot before dawn... They lobbed several petrol bombs and fled. The attackers had already disappeared by the time police arrived at the scene. It took firefighters two hours to bring the fire under control. None of the containers holding Nato supplies stored at the terminal were damaged, Ghafoor Khan Afridi, a police official, said. Taliban fighters have on several occasions attacked vehicles carrying supplies for US and Nato-led troops in Afghanistan. Most of the supplies are usually shipped through Khyber, northwest Pakistan's tribal region. Hamid Karzai, the Afghan president, on Wednesday warned that the threat the fighters pose to both Afghanistan and Pakistan was very real. Terrorists and extremists are extending their reach in whole areas of our countries, Karzai told a regional economic conference in the Pakistani capital, Islamabad. Nato and US commanders have been looking for alternative supply routes in Pakistan recently, although they say that the attacks on supply convoys have not threatened their operations in Afghanistan.
CiKEAS Utang Dijadikan Senjata Saat Pemilu Oeh Menkeu, Padahal Prabowo Subianto Berulang Kali Menyinggung Soal Beban Berat Utang Indonesia
Utang Dijadikan Senjata Saat Pemilu Oeh Menkeu, Padahal Prabowo Subianto Berulang Kali Menyinggung Soal Beban Berat Utang Indonesia May 13, 2009 SEKILAS INDONESIA - Kendati dipersoalkan sejumlah kalangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakinkan tingkat rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) tidak mengkhawatirkan dibandingkan negara lain. Rasio utang masih lebih rendah dibanding Jepang yang mencapai 150 persen GDP,” kata Sri Mulyani di Komisi XI DPR, Rabu 13 Mei 2009. Saat ini, rasio utang RI hanya hanya 30 persen PDB, jauh lebih rendah dibanding 10 tahun lalu sebesar 70 persen PDB. Namun, Sri Mulyani menegaskan kendati tidak mengkhawatirkan, soal utang bisa menjadi bahan untuk dipersoalkan. “Apalagi saat pemilu sekarang ini, utang bisa digunakan sebagai senjata,” kata Sri Mulyani. Dalam berbagai kesempatan, calon Presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto berulang kali menyinggung dan mengkritik soal beban berat utang Indonesia. Jika terpilih menjadi presiden, dia pun berniat merestrukturisasi utang pemerintah. Sebagai pembanding, Sri Mulyani pun membandingkan utang yang dihimpun oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dengan pemerintahan Megawati. Dia kemudian mengutip data utang pemerintah pada 2008 yang mencapai US$ 149,47 miliar, 2004 US$ 139,86 miliar dan pada 2001 US$ 121,95 miliar. Artinya pada periode 2004-2008 penambahan utang US$ 8,61 miliar. “Itu jauh lebih rendah dibanding periode 2001-2004 yang perubahannya mencapai US$ 17,8 miliar,” ujarnya. Masa periode ini adalah pemerintahan di bawah Megawati Soekarnoputri. Saat itu, Menteri Keuangannya adalah Boediono yang sekarang digadang-gadang menjadi wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sri Mulyani menjelaskan jumlah utang ini tidak mengkhawatirkan jika dibandingkan dengan penambahan PDB Indonesia yang signifikan. Pada 2001 PDB Rp 1.646 triliun, pada 2004 PDB sebesar Rp 2.295, dan menjadi Rp 2.648 triliun pada saat ini. Itu sama saja dengan perusahaan. Kalau asetnya Rp 100 miliar dan utangnya Rp 70 miliar, maka omset perusahaan itu adalah bebannya lebih besar untuk membayar utang. Sedangkan, pemerintah Indonesia hanya 30 persen. Apalagi, kata Sri Mulyani, tingkat ketergantungan utang dari luar negeri hanya kurang dari 50 persen.(vv/Tammo) http://sekilasindonesia.com/2009/05/utang-dijadikan-senjata-saat-pemilu-oeh-menkeu-padahal-prabowo-subianto-berulang-kali-menyinggung-soal-beban-berat-utang-indonesia/
CiKEAS Fw: [ppiindia] Analis: Neoliberalisme Boediono purukkan bangsa
--- On Wed, 5/13/09, sunny am...@tele2.se wrote: From: sunny am...@tele2.se Subject: [ppiindia] Analis: Neoliberalisme Boediono purukkan bangsa To: undisclosed-recipi...@yahoo.com Date: Wednesday, May 13, 2009, 9:51 PM http://www.waspada. co.id/index. php?option= com_content task=view id=87529 Itemid=82 Analis: Neoliberalisme Boediono purukkan bangsa Wednesday, 13 May 2009 23:29 WIB FAZAR BAKTI WASPADA ONLINE JAKARTA - Terpilihnya Boediono sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan presiden (pilpres) Juli ini, tak pelak akan membuat SBY dan partainya di cap sebagai pengumbar tiket cawapres kepada semua partai politik peserta koalisi Cikeas. Tidak hanya itu, beberapa kalangan juga mengganggap SBY telah salah dalam memilih calon pendampingnya untuk lima tahun ke depan. Sebenarnya apa yang salah dengan sosok Boediono? Analis politik dari Universitas Indonesia (UI), Dadang Darmawan memberikan tanggapannya. Dengan pertimbangan dan kewenangan SBY yang memposisikan Boediono sebagai cawapresnya, maka akan ada harapan dan reaksi pasar pada elektabilitas pasar internasional yang menuju neoliberalisme mutlak papar Dadang. Kata dia, hal tersebut justru akan menimbulkan kecemasan akan nasib perekonomian Indonesia ke depannya. Ini membuat kita khawatir, kalau-kalau nanti di dalam pemerintahan tidak ada lagi keseimbangan, karena figur SBY-Boediono cenderung menganut paham ekonomi neoliberal, yang sangat bertentangan dengan paham ekonomi kerakyatan. Nanti malah-malah, bangsa kita yang akan terperosok karena paham ini jelas dosen ilmu politik ini. Ia menilai, hal itu juga yang menjadi penyebab banyaknya pihak yang kurang respect terhadap sosok Boediono. Boediono berasal dari kaum teknokrat, bukan politisi. Jadi ia tidak pernah berkeringat dalam kancah politik, sehingga kurang berpengalaman dalam 'lobi-lobi' di parlemen. Menurut Dadang, Boediono terlalu modern dan pandangannya akan banyak bertentangan dengan kalangan religius. Wajar jika kepemilihannya ramai-ramai ditentang oleh kalangan parpol ungkap Dadang. Dadang berharap, idealnya dalam pemerintahan yang akan dibangun kelak, ada keterwakilan umat religius dan nasionalis. Agar tidak menimbulkan kerawanan nantinya, kata dia malam ini kepada Waspada Online. [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS [.] Declaration on the Protection of Women and Children
Declaration on the Protection of Women and Children in Emergency and Armed Conflict Proclaimed by General Assembly resolution 3318(XXIX) of 14 December 1974 The General Assembly, Having considered the recommendation of the Economic and Social Council contained in its resolution 1861 (LVI) of 16 May 1974 Expressing its deep concern over the sufferings of women and children belonging to the civilian population who in periods of emergency and armed conflict in the struggle for peace, selfdetermination, national liberation and independence are too often the victims of inhuman acts and consequently suffer serious harm. Aware of the suffering of women and children in many areas of the world, especially in those areas subject to suppression, aggression, colonialism, racism, alien domination and foreign subjugation. Deeply concerned by the fact that, despite general and unequivocal condemnation, colonialism, racism and alien and foreign domination continue to subject many peoples under their yoke, cruelly suppressing the national liberation movements and inflicting heavy losses and incalculable sufferings on the populations under their domination, including women and children. Deploring the fact that grave attacks are still being made on fundamental freedoms and the dignity of the human person and that colonial and racist foreign domination Powers continue to violate international humanitarian law. Recalling the relevant provisions contained in the instruments of international humanitarian law relative to the protection of women and children in time of peace and war. Recalling, among other important documents, its resolutions 2444 (XXIII) of 19 December 1968, 2597 (XXIV) of 16 December 1969 and 2674 (XXV) and 2675 (XXV) of 9 December 1970, on respect for human rights and on basic principles for the protection of civilian populations in armed conflicts, as well as Economic and Social Council resolution 1515 (XLVIII) of 28 May 1970 in which the Council requested the General Assembly to consider the possibility of drafting a declaration on the protection of women and children in emergency or wartime. Conscious of its responsibility for the destiny of the rising generation and for the destiny of mothers, who play an important role in society, in the family and particularly in the upbringing of children. Bearing in mind the need to provide special protection of women and children belonging to the civilian population. Solemnly proclaims this Declaration on the Protection of Women and Children in Emergency and Armed Conflict and calls for the strict observance of the Declaration by all Member States: 1. Attacks and bombings on the civilian population, inflicting incalculable suffering, especially on women and children, who are the most vulnerable members of the population, shall be prohibited, and such acts shall be condemned. 2. The use of chemical and bacteriological weapons in the course of military operations constitutes one of the most flagrant violations of the Geneva Protocol of 1925, the Geneva Conventions of 1949 and the principles of international humanitarian law and inflicts heavy losses on civilian populations, including defenceless women and children, and shall be severely condemned. 3. All States shall abide fully by their obligations under the Geneva Protocol of 1925 and the Geneva Conventions of 1949, as well as other instruments of international law relative to respect for human rights in armed conflicts, which offer important guarantees for the protection of women and children. 4. All efforts shall be made by States involved in armed conflicts, military operations in foreign territories or military operations in territories still under colonial domination to spare women and children from the ravages of war. All the necessary steps shall be taken to ensure the prohibition of measures such as persecution, torture, punitive measures, degrading treatment and violence, particularly against that part of the civilian population that consists of women and children. 5. All forms of repression and cruel and inhuman treatment of women and children, including imprisonment, torture, shooting, mass arrests, collective punishment, destruction of dwellings and forcible eviction, committed by belligerents in the course of military operations or in occupied territories shall be considered criminal. 6. Women and children belonging to the civilian population and finding themselves in circumstances of emergency and armed conflict in the struggle for peace, self-determination, national liberation and independence, or who live in occupied territories, shall not be deprived of shelter, food, medical aid or other inalienable rights, in accordance with the provisions of the Universal Declaration of Human Rights, the International Covenant on Civil and Political Rights, the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, the Declaration of the Rights of the Child or other instruments of
CiKEAS Pemilu 2009 dan Stabilitas Demokrasi
= THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia. = [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration Pruralism Indonesia Quotient] Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. Pemilu 2009 dan Stabilitas Demokrasi Kamis, 14 Mei 2009 Oleh : Dimas Oky Nugroho Unggulnya Partai Demokrat dalam meraih suara pada pemilu legislatif menjadi fenomena sekaligus misteri dalam politik Indonesia kontemporer. Usianya yang baru tujuh tahun berhasil mengubah konstelasi politik nasional dan memunculkannya menjadi partai papan atas yang mampu menarik swing voters, membongkar “hukum besi” politik aliran dan berbagai klaim basis sosial tradisonal. Dalam partai yang sukses menyatukan berbagai lintas idiologi, prestasi Partai Demokrat (PD) ini mEngingatkan prestasi Golkar pada era Soeharto. Saat itu Golkar efektif menjadi partai beridiologi tengah atau, meminjam istilah Green Pedersen (2008), sebuah pivotal centrist party guna mendukung agenda pemerintah Orde Baru dalam stabilitas politik dan pembangunan. Namun, berbeda dengan Golkar yang memiliki idiologi dan sistem organisasi yang kokoh, kemenangan PD masih bersandar pada popularitas SBY. Kemampuan negara menjamin hak-hak dasar dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat seharusnya menjadi ukuran kemuliaan suatu rezim politik dari kegagalan Orde Baru, stabilitas politik dan pembangunan ekonomi yang ditopang sistimatika pembungkaman dan penebaran ketakutan hanya akan meremukkan bangsa ini dalam jebakan otoritarianisme. Namun, belajar dari kemandekan era transisi, kebebasan sipil saja tidak cukup. Dibutuhkan kehadiran negara yang stabil dan kuat, khususnya kuat dari tekanan kartel dan modal, sebagai prasyarat agar kesejahteraan sosial mampu diupayakan dan manfaatnya bisa dirasakan rakyat. Negara yang kuat adalah yang melindungi dan memajukan kepentingan nasional dan mampu mengamankan hak-hak dasar warga yang majemuk, baik hak politik, maupun hak ekonomi sosial budaya. Menyadari hal ini, kehadiran model partai tengah ala Golkar yang efektif mendukung agenda pemerintah sebenarnya masih dibutuhkan. Namun dalam lanskap multipartai, bentuknya diwujudkan dalam kekuatan koalisi parpol. Dari peta koalisi, sejauh ini PD berniat memimpin koalisi tengah. Pertanyaannya, tanpa dukungan partai “penguasa lama lapangan tengah” itu, mampukan koalisi sentral yang didesain SBY ini solid dan bertahan? Jangkar kestabilan Kehadiran sebuah koalisi partai beridiologi tengah yang reformis akan amat bermanfaat bagi stabilnya demokrasi sekalipun menjamin terwujudnya pemerintahan yang kuat. Mengutip Mietzner (2008), koalisi tengah berguna sebagai jangkar kestabilan politik sekaligus penghapus tajamnya politik idiologi dengan menarik ke tengah partai-partai yang ada di “kiri maupun kanan jalan” melalui koalisi. Namun, penulis memandang integrasi elite sebenarnya merupakan aspek yang lebih signifikan. Apalagi menimbang eksistensi aspek ideologi dalam tradisi politik Indonesia merupakan realitas sejarah sekaligus aset politik rakyat yang sulit dimusnahkan. Penelitian Higley dan kawan-kawan (1991) menunjukkan, demokrasi dapat stabil melalui struktur dan jejaring interaksi antar elite yang memungkinkan mereka mengakses sejumlah arena utama perumusan kebijakan. Dengan demikian, elite meski idiologi berbeda secara ekstrem, akan menjaga stabilitas politik dan demokrasi jika merasa system yang berlangsung mampu memberikan manfaat bersama. Pertemuan Amien Rais, tokoh Partai Amanat Nasional yang kritis terhadap pemerintahan SBY-JK, beberapa waktu lalu, merupakan contoh bagaimana perspektif integrasi elite bekerja. Keputusan Amien mendorong PAN berkoalisi dengan PD, the winning side, merupakan pilihan rasional yang memungkinkan PAN dengan segala kepentingannya terlibat dalam pemerintahan. Ketika elite mau mengompromikan perbedaan, lalu berhasil membangun jejaring politik dan komunikasi konsensual, sekalipun informal, di sanalah stabilitas demokrasi dan pemerintahan dapat dipertahankan. Menunggu Selanjutnya, politik menunggu ketulusan SBY dan kearifan Megawati dalam politik kontemporer untuk bersilaturahim dan membangun komunikasi. Peran sentral keduanya akan berdampak bagi stabilnya demokrasi Indonesia. Kita berdoa, di tikungan terakhir perjalanan politik mereka, para elite generasi transisi ini tulus bekerja keras demi kedaulatan dan kesejahteraan rakyat. Budi baik mereka akan dikenang sejarah dan menjadi inspirasi generasi politik selanjutnya. [Dimas Oky Nugroho Peneliti di Democracy an conflict Governance Institute Universitas Airlangga.] Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! Best Regards, Retno Kintoko The Flag Air minum COLDA -
CiKEAS Rumah Cinta
Rumah Cinta By: agussyafii 'kak Agus Syafii, Nanti malam saya mau ke rumah Amalia ya? Kangen nih ama adek-adek.' Kata Ika malam itu. Ika salah satu murid ngaji. Setelah lulus SMA, Ika mengelola warteg bersama ibu. Pernah Ika datang membawa peralatan sekolah untuk dibagikan kepada anak-anak Amalia. 'Di rumah Amalia saya menemukan cinta..' tuturnya. Rumah Amalia adalah rumah cinta. Rumah berkumpul untuk semua anak-anak. Anak-anak membutuhkan cinta. rumah Amalia sumber cinta bagi anak-anak. Setiap malam dirumah Amalia senantiasa hadir dengan warna. Dirumah Amalia tempat kami mendidik anak-anak untuk menjadi satu generasi yang memahami bahwa hidup itu indah dengan cinta. Cinta itu pemberian Alloh dan hanya untuk Alloh. Cinta sekaligus menjadi sebuah kekuatan kita dalam melakukan kebaikan. Salah satu perbuatan baik adalah membantu orang lain. Membantu dan menolong orang lain berarti melakukan sesuatu bagi sesama. Membantu orang lain merupakan satu cara paling effektif bagi anak-anak untuk menemukan cinta di dalam dirinya. Dengan membantu orang lain mereka belajar tentang fitrah dirinya dan hubungan sosial dengan orang lain. menolong orang lain akan membuat anak-anak merasa lebih berharga dan memiliki prestasi. Itulah yang dirasakan Ika, 'Di Rumah Amalia saya menemukan cinta.' --- 'Ya Alloh, Ya Rabb, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.' Wassalam, agussyafii -- jangan lupa program 'Amalia Cinta Bumi (ACIBU) Minggu, tanggal 17 Mei 2009, di Rumah Amalia, Jl. Subagyo Blok ii 1, no.23 Komplek Peruri, RT 001 RW 09, Sudimara Timur, Ciledug. TNG. Program 'Amalia Cinta Bumi (ACIBU)' mengajak. 'Mari, hindari penggunaan kantong plastik berlebihan, bawalah kantong belanja sendiri. Sebab Kantong plastik jenis polimer sintetik sulit terurai- Bila dibakar, menimbulkan senyawa dioksin yang membahayakan- Proses produksinya menimbulkan efek berbahaya bagi lingkungan.' Mari kirimkan dukungan anda pada program 'Amalia Cinta Bumi' (ACIBU) melalui http://agussyafii.blogspot.com, http://id-id.facebook.com/people/Agus-Syafii-Muhamad/861635703 atau sms 087 8777 12431