CiKEAS Soelaiman, Inovator Bocah Ndeso
= = = = = THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pluralisme Indonesia. = = = = = [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration Pluralism Indonesia Quotient] Menyambut TAHUN BARU 2010 dengan semangat produktifitas energi lestari. Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. Soelaiman, Inovator Bocah Ndeso Senin, 18 Januari 2010 | 02:27 WIB Oleh : NAWA TUNGGAL Di desa ia merasa menemukan segalanya. Dia adalah Soelaiman Budi Sunarto, penggiat produksi energi alternatif berupa produk bioetanol. Produk itu dia sebut sebagai barang lama karena lebih dari 700 tahun silam sudah dikenalkan para prajurit Kubilai Khan tatkala menyerang Kerajaan Singosari di Jawa Timur. Masyarakat Jawa kemudian mengenalnya sebagai ciu. Budi sedikitnya menggarap 20 teknik rekayasa untuk berbagai keperluan di Desa Doplang, Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah. Di daerah lereng Gunung Lawu itu ia meraih obsesi: di desa turut membangun bangsa, mengolah apa pun menjadi apa saja yang bermanfaat. Sejak 1998, Budi, panggilannya, memutuskan tidak lagi menjadi karyawan di Jakarta ataupun di Kota Semarang. Ia mendirikan Koperasi Serba Usaha Agro Makmur di Desa Doplang. Salah satunya memproduksi bioetanol dari singkong dan dipasarkan sebagai pengganti bensin. Tidak hanya bahan baku bioetanol, Budi juga merancang teknologi kompor sederhana berbahan bakar hemat etanol. Kompor yang banyak diminati masyarakat itu disingkatnya menjadi kompor ”bahenol”. Kompor berapi biru yang lebih cepat panas, tidak berasap, dan tidak membakar medianya. Budi pun mengembangkan produksi bahan bakar gas metana dari biogas. Dia merancang albakos, singkatan dari alat biogas konsumsi sampah. Ukuran tinggi albakos 95 sentimeter, bagian tabung berdiameter 50 sentimeter, dan berbobot 60 kilogram. Alat ini mampu menampung enam kilogram sampah organik kering, seperti ranting, dedaunan, limbah pertanian, dan limbah perkebunan. Dengan albakos, sampah diubah menjadi gas metana untuk menyalakan kompor atau generator listrik berkapasitas 1.000 watt atau bisa digunakan selama sekitar dua jam. Budi juga mengembangkan teknologi budidaya jamur. Suatu ketika ia dijuluki ”Raja Polibag” karena keberhasilannya membuat komposisi isi polybag yang mampu meningkatkan produksi jamur tiram dan kuping secara drastis. Pesanan ribuan polybag siap pakai pun berdatangan setiap hari. Pria ini juga memproduksi cairan mikroorganisme katalis atau pemercepat proses pelapukan sampah organik. Ia juga mengembangkan pupuk cair organik. Tetapi, energi alternatif paling menarik baginya. Alasan Budi, itu sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Hingga yang terbaru atau paling akhir, pada pengujung tahun 2009 ia berhasil menginovasi elpiji untuk mengganti bensin sebagai bahan bakar sepeda motor. ”Entah di desa atau di kota, hampir setiap keluarga memiliki sepeda motor. Elpiji lebih murah dan bisa menggantikan bensin sebagai bahan bakar motor,” kata Budi. Sepeda motor berbahan bakar elpiji itu sudah diuji coba di hadapan warga dan perangkat Desa Doplang. Elpiji terbukti mampu menjalankan mesin sepeda motor hingga jarak tempuh yang relatif cukup jauh. Untuk jarak sekitar 200 kilometer, dengan beban penumpang 60 kilogram, digunakan satu kilogram elpiji. Tabung elpiji dengan ukuran tiga kilogram itu diikatkan pada bagian belakang jok motor. ”Nantinya akan lebih rapi kalau tabung itu disimpan pada boks di belakang jok,” ujar Budi. Kepala Balai Besar Teknologi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi (BPPT) Mohammad Oktaufik, ketika dimintai pendapat tentang temuan Budi itu, mengatakan, ”Secara teori itu bisa. Teknologi bahan bakar gas ini tidak dikembangkan sebelumnya karena kendala pada distribusi yang lebih rumit dibandingkan pada distribusi bahan bakar cair.” Tak pedulikan paten Layaknya inovator lainnya, karya Budi di Desa Doplang mendapatkan beberapa penghargaan. Anehnya, Budi seolah tidak peduli untuk mendapatkan hak paten bagi setiap karyanya. Ia menyebut dirinya sebagai inovator bocah ndeso yang tak mampu membiayai paten dari setiap inovasinya. Biaya resmi paten mungkin tidak mahal. Tetapi, untuk proses mengurusnya, biayanya bisa berkali-kali lipat mahalnya. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa pemerintah selama ini juga relatif belum beres mengurus paten dengan baik dan cepat. Maka, ia memilih berusaha menemukan hal-hal baru. Di Koperasi Serba Usaha Agro Makmur Desa Doplang, Budi juga mengumpulkan anak-anak muda untuk dididik usaha kemandirian dengan sumber daya alam dari desa. Para peserta didik setiap pagi diwajibkan menampung air seninya untuk pembuatan pupuk ion tersebut. Istilah ”200 watt” dimaksudkan cairan pupuk itu mampu menjadi penghantar listrik yang baik. Uji cobanya dengan mengalirkan listrik
CiKEAS Ini saja belum beres koq mau ngobok ngobok yang lain.................................
Bahan-bahan dari berbagai sumber yang membuktikan bahwa Soeharto memang tidak layak dipahlawankan: Kalau Soeharto bukan penjahat tidak akan ada korban jiwa manusia satu juta lebih dan ratus ribu dipenjarakan untuk bertahun-tahun tanpa proses hukum di pulau buru dan lain-lain. Kalau Soeharto bukan penjahat maka tidak akan ada pembunuhan di Timor Timur (Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius dll) , pembunuhan di Aceh dll Kalau Soeharto bukan penjahat tidak terjadi kerugian pada Pertamina disaat perusahaan minyak dan gas di dunia memetik laba berlipat ganda atau paling tidak ada pertanggungan jawab terhadap kerugian tsb. Kalau Soeharto bukan penjahat lingkungan keadaan hutan Indonesia tidak separah sekarang, dan tidak ada raja-raja kayu yang sembarangan membabat hutan. Kalau Soeharto bukan penjahat tidak akan diturunkan dari tahtanya oleh demonstrasi mahasiswa Indonesia. Kejahatan di zaman Soeharto: - Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah - Pelarangan demo mahasiswa - Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993 - Pembunuhan Misterius di Indonesia - Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta - Kasus tanah Kedung Ombo - Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf - Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari - Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto selengkapnya: 1965 Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat. Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia . Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini. 1966 Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara. Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember. Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember. 1967 Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah. April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta . Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang. 1969 Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana . Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan. Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua. Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik. 1970 Pelarangan demo mahasiswa. Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar. Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru. Larangan penyebaran ajaran Bung Karno. 1971 Usaha peleburan partai- partai. Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar. Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak. Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan. 1972 Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung. 1973 Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung . 1974 Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh. Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar Lubis. 1975 Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur. Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius. 1977 Tuduhan subversi terhadap Suwito. Kasus tanah Siria- ria. Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim. Kasus subversi komando Jihad. 1978 Pelarangan penggunaan karakter-karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia. Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi. Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peritiwa di atas. 1980 Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang , Pekalongan dan Kudus. Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri. 1981 Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini. 1982 Kasus Tanah Rawa Bilal. Kasus Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata Borobudur
CiKEAS Urus yang ini dululah baru yang lain
Bahan-bahan dari berbagai sumber yang membuktikan bahwa Soeharto memang tidak layak dipahlawankan: Kalau Soeharto bukan penjahat tidak akan ada korban jiwa manusia satu juta lebih dan ratus ribu dipenjarakan untuk bertahun-tahun tanpa proses hukum di pulau buru dan lain-lain. Kalau Soeharto bukan penjahat maka tidak akan ada pembunuhan di Timor Timur (Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius dll) , pembunuhan di Aceh dll Kalau Soeharto bukan penjahat tidak terjadi kerugian pada Pertamina disaat perusahaan minyak dan gas di dunia memetik laba berlipat ganda atau paling tidak ada pertanggungan jawab terhadap kerugian tsb. Kalau Soeharto bukan penjahat lingkungan keadaan hutan Indonesia tidak separah sekarang, dan tidak ada raja-raja kayu yang sembarangan membabat hutan. Kalau Soeharto bukan penjahat tidak akan diturunkan dari tahtanya oleh demonstrasi mahasiswa Indonesia. Kejahatan di zaman Soeharto: - Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah - Pelarangan demo mahasiswa - Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993 - Pembunuhan Misterius di Indonesia - Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta - Kasus tanah Kedung Ombo - Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf - Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari - Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto selengkapnya: 1965 Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat. Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia . Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini. 1966 Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara. Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember. Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember. 1967 Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah. April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta . Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang. 1969 Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana . Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan. Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua. Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik. 1970 Pelarangan demo mahasiswa. Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar. Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru. Larangan penyebaran ajaran Bung Karno. 1971 Usaha peleburan partai- partai. Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar. Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak. Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan. 1972 Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung. 1973 Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung . 1974 Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh. Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar Lubis. 1975 Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur. Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius. 1977 Tuduhan subversi terhadap Suwito. Kasus tanah Siria- ria. Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim. Kasus subversi komando Jihad. 1978 Pelarangan penggunaan karakter-karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia. Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi. Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peritiwa di atas. 1980 Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang , Pekalongan dan Kudus. Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri. 1981 Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini. 1982 Kasus Tanah Rawa Bilal. Kasus Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata Borobudur
CiKEAS Berita kepada kawan
Netters: Untuk sedikit relax dari Bank Century yang masalahnya akan menghilang tanpa kejelasan apapun, maka sebagai penghibur dengarlah lagu. http://www.youtube.com/watch?v=KAaFPPTSvhYfeature=related
CiKEAS Konflik Antarumat Beragama di Nigeria, 10 Tewas
Refleksi: Singapura amati Malaysia, lantas Indonesia bagaimana? Tenang-tenang saja sambil menunggu giliran? http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=Newsid=13129 2010-01-18 Konflik Antarumat Beragama di Nigeria, 10 Tewas Singapura Amati Malaysia AP Gerbang gereja St Elizabeth di Kota Tinggi, Negara Bagian Johor, Malaysia diciprati warna merah sebagai reaksi atas penggunaan kata Allah oleh umat non-Muslim, akhir pekan lalu. [SINGAPURA] Pemerintah Singapura mengamati secara serius situasi yang terjadi di Malaysia, terkait serangan terhadap gereja dan kuil umat Sikh di sana. Diharapkan, apa yang terjadi di Malaysia itu tidak terjadi di Singapura. Wakil Perdana Menteri yang juga Menteri Dalam Negeri Singapura Wong Kan Seng, Minggu (17/1) mengatakan, situasi di Malaysia juga memberi pelajaran kepada rakyat Singapura supaya tidak mengganggu kehidupan antaretnis dan agama. Dia menekankan bahwa rakyat Singapura harus terus tetap tenang dan menjaga keharmonisan serta tidak terpengaruh oleh apa yang terjadi di Malaysia. Sangat dapat dimengerti kalau rakyat Singapura memberi perhatian tentang perkembangan di negara tetangganya, tetapi rakyat kami sudah bereaksi dengan tenang. Kami harus terus melakukan hal seperti itu, ujarnya, Senin (18/1). Pernyataan Wong itu merupakan yang pertama dari Pemerintah Singapura tentang ketegangan hubungan antaragama di Malaysia setelah Pengadilan Tinggi membolehkan Koran Katolik, The Herald, menggunakan kata Allah untuk mengacu kepada Tuhannya orang Kristen. Sementara itu, dari Kuala Lumpur dilaporkan, satu lagi gereja diserang oleh kelompok pengacau Malaysia. Dengan demikian, sudah 11 gereja yang diserang kelompok Muslim di negeri itu setelah putusan pengadilan tinggi yang membolehkan kelompok non-Muslim menggunakan kata Allah. Gereja yang diserang itu adalah Gereja Pendoa Rahmat Dunia yang terletak di bagian selatan Negara Bagian Negeri Sembilan di Semenanjung Malaysia. Gereja itu dilempari benda-benda pada Jumat (15/1) malam hingga kaca jendelanya pecah. Saya kira ini bagian dari serangan terhadap gereja-gereja di seluruh negeri. Beberapa orang menggunakan tongkat besi memukul hingga memecahkan kaca jendela. Tetapi, kami tidak memusuhi siapa pun, kata Juru Bicara Gereja itu, David Raju. Konflik di Nigeria Sementara itu di Nigeria, pecah konflik antarumat beragama Kristen dengan Muslim di Kota Jos, sebelah utara negara Afrika itu. Konflik tersebut sedikitnya menewaskan 10 orang demikian data yang dikumpulkan hingga kemarin. Pejabat setempat menetapkan jam malam dari pukul 18.00 hingga pukul 06.00 pagi di kota itu, menyusul kekerasan yang terjadi kemarin pagi itu. Polisi dan tentara datang ke lokasi kejadian setelah gereja, masjid dan gedung-gedung lainnya hangus terbakar. Para saksi mata mengatakan, mereka melihat paling sedikit 10 jenazah di dalam masjid, semuanya meninggal karena luka tembak. Sementara itu, yang lain mengatakan, mereka juga melihat jenazah di jalan-jalan. Tetapi, kepolisian menolak memberi komentar tentang jumlah korban meninggal dan korban luka-luka dalam insiden tersebut. Konflik itu bermula ketika pemuda-pemuda Kristen memprotes pembangunan sebuah masjid di Distrik Nassarawa Gwom yang mayoritas warganya beragama Kristen oleh seorang Muslim kaya. Di distrik itu, rumah-rumah dan kendaraan terbakar. [AP/AFP/A-21]
CiKEAS Pansus Century, Kuda Perang atau Keledai?
http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=newsdetail=trueid=13145 2010-01-18 Pansus Century, Kuda Perang atau Keledai? Toto Sugiarto Publik berharap proses dalam Pansus Hak Angket Century menjadi arena peperangan menumpas korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Harapannya, anggota Pansus memiliki semangat membara, berperang melawan perilaku merugikan negara, sehingga berproses seperti larinya kuda perang yang mengeluarkan api dari gesekan telapak kakinya, dan menghamburkan debu dari derap langkahnya yang gesit. Apakah analogi tersebut telah tergambar dalam langkah-langkah Pansus yang hampir sampai pada puncaknya tersebut? Dipanggilnya Pimpinan PPATK, Pimpinan BPK, Wakil Presiden Boediono dan mantan pimpinan BI lainnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta Raden Pardede, memperlihatkan proses telah berjalan. Secara prosedural, telah terjadi tanya-jawab antara anggota Pansus dan pihak-pihak yang diselidiki. Namun, apakah peperangan telah terjadi? Apakah proses yang terlihat seperti panggung drama yang mungkin tanpa skrip ini telah mengarah pada tujuan yang diharapkan, yaitu membongkar korupsi, kejahatan perbankan, dan penyalahgunaan wewenang? Adalah wajar jika publik membuncahi pansus dengan impian indah, karena selain memegang kekuasaan dan kewenangan luar biasa besar, langkah mereka tidak dimulai dari titik nol. BPK telah terang benderang mengindikasikan terjadinya korupsi, penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran aturan dalam penanganan Bank Century. Bagi BPK, kejanggalan telah terlihat sejak embrio Bank Century. Bank Indonesia terkesan memperlakukan secara khusus embrio yang cacat tersebut. Perubahan peraturan BI dari PBI No 10/26/PBI/2008 menjadi PBI No 10/30/ PBI/2008 yang mengubah persyaratan bank yang mengajukan permohonan FPJP yang sebelumnya wajib memiliki CAR minimum 8% menjadi hanya CAR positif, mengesankan adanya upaya BI memuluskan Bank Century tetap mendapat kucuran dana. Meski dikatakan Wapres Boediono bahwa PBI itu berlaku umum, namun momentumnya jelas, kebijakan tersebut diarahkan untuk menyelamatkan bank dengan asset di bawah satu persen dari asset seluruh bank di Indonesia tersebut. Keputusan dampak sistemik sehingga bank century mendapat dana penyertaan modal sementara (PMS) yang mencapai Rp 6,7 triliun, Keputusan KSSK lemah, karena hanya berdasar pada analisa kualitatif dampak psikologi pasar. Karena berangkat dari indikasi pelanggaran yang terang-benderang, hampir mustahil keputusan akhir Pansus akan berupa tidak terbuktinya berbagai pelanggaran tersebut. Langkah Pansus Beberapa langkah Pansus Century dapat dikatakan sebagai langkah yang berhasil. Pansus berhasil membuka beberapa hal yang sebelumnya berupa misteri. Keterangan Ketua BPK yang menjelaskan bahwa Bank Century cacat sejak lahir, telah menyibak misteri terluar. Ketika rapat dengan Burhanuddin Abdullah, terungkap tentang dampak sistemik. Burhanuddin menjelaskan bahwa terdapat 15 buah bank berdampak sistemik dan Century tidak termasuk di dalamnya. Akhirnya, keterangan Jusuf Kalla mematahkan premis bahwa Bank Century adalah bank berdampak sistemik yang selalu digembar-gemborkan oleh Warpes Boediono dan Menkeu Sri Mulyani. Pandangan Jusuf Kalla, yang didahului pandangan Burhanuddin Abdullah, persis menempatkan kebijakan yang telah diambil KSSK, yaitu melakukan bailout, sebagai kebijakan yang salah dan merugikan keuangan negara. Di balik keberhasilan tersebut, kinerja Pansus jauh dari optimal. Dalam setiap rapat, pertanyaan-pertanyaan anggota Pansus secara umum terkesan tidak tajam. Anggota Pansus terkesan tidak berminat mengejar keterangan pihak-pihak yang sedang diselidiki, banyak pertanyaan hanya datar saja. Ketika Wapres Boediono mengatakan bahwa PBI yang telah berubah itu berlaku untuk semua bank, tidak ada pertanyaan lanjutan yang menegaskan bahwa dari sisi momentum, meskipun perubahan PBI berlaku untuk semua, namun, kebijakan tersebut ditujukan untuk membuat Bank Century dapat menerima FPJP. Derap langkah yang tidak menimbulkan api mencerminkan semangat yang tidak optimal untuk memenangkan peperangan. Setiap langkah terlihat dibuat sedemikian rupa sehingga harmoni tetap tercipta. Ketika pertanyaan agak keras dilancarkan salah seorang anggota Pansus, seperti terhadap Sri Mulyani, anggota Pansus lain langsung meredam. Alih-alih seperti pasukan perang yang siap mengalahkan musuh, anggota Pansus lebih terlihat seperti sekelompok penari yang sedang menarikan tarian yang lemah-lembut. Agresif dan keras hanya terlihat di berapa bagian tarian. Fenomena lain yang muncul dari langkah-langkah Pansus adalah kesia-siaan. Imbauan agar Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani non-aktif adalah tindakan yang tidak ada gunanya. Alih-alih positif bagi pencapaian tujuan, malah melebarkan dan mengaburkan fokus perhatian. Jika dipakai analogi, Kuda perang atau keledaikah yang diperankan Pansus di panggung drama politik
CiKEAS Islamic Games Called Off
http://thejakartaglobe.com/sports/islamic-games-called-off/353458 January 18, 2010 Ami Afriatni Islamic Games Called Off A dispute over writing on winners' medals saw the second edition of the Islamic Solidarity Games cancelled, a move which could come back to hurt Indonesia at this year's Asian Games. The Riyadh-based Islamic Solidarity Federation (ISF) on Sunday called off the games, scheduled for Tehran in April, because Iran used the term Persian Gulf on the medals. The games were one of a few opportunities for Indonesian athletes to prepare for November's Asian Games in Guangzhou, China. It is such a shame the games were cancelled again, because it is one of our main tryouts before the Guangzhou games, said Sony Kasiran, the head of athletes' development for the Indonesian Weightlifting and Bodybuilding Association (Pabbsi). Our lifters had the potential to raise our flag at the games because our toughest rivals such as China, Vietnam and Eastern European countries were likely to be absent from the games. Iran was scheduled to host the Islamic Solidarity Games from April 16-25 after the planned date of October 2009 was pushed back due to fears over an H1N1 flu outbreak. The games, which first took place in 2005 at Jeddah, Saudi Arabia, were established to strengthen ties among the 57 nations of the Organization of the Islamic Conference. The ISF, after an emergency board meeting, said Iran's organizing committee unilaterally took some decisions without asking the federation by writing some slogans on the medals and pamphlets of the games. Arab countries reportedly insisted on using the term Arabian Gulf or simply the Gulf. Pabbsi had prepared three lifters - Jadi Setiadi, Eko Yuli Irawan and Triyatno - to compete in Tehran. All three were gold medal winners at the 2009 Southeast Asian Games. To maintain preparations for the Asian Games, Sony said Pabbsi must find another competition. Triyatno joined in the voices decrying the cancellation. They postponed it from October last year to April this year. That disturbed our training programs enough. Now they cancelled it, the only competition where I could find out about the progress of my opponents before the Asian Games, the 22-year-old said. I've competed at the SEA Games, Asian Games and Olympics. I'm still curious about competing in the Islamic Solidarity Games. It was supposed to be my first time. Preparations for the Asian Games go on, Triyatno said. Together with Eko, he returned to training at the Pabbsi camp in Balikpapan, East Kalimantan, following a two-week break to rest after the completion of the SEA Games. I've reached about 80 percent of my total lifts made in Laos so far. We're still in recovery, he said. The Indonesian Taekwondo Association (PBTI) also railed against the decision, claiming the move hurt athletes' training program and competition schedule. We put the Islamic Solidarity Games in our annual competition calendar, and maybe the federations of other countries have done the same. Because the games were to be held in April, they fit the athletes' training schedule. It could've been a good tryout before the Asian Games, PBTI secretary general Wahyu Hagono said. The dispute [between Iran and Arabic countries] should not be a disadvantage to the other participating countries. Like Pabbsi, the PBTI had three athletes prepared to compete in Iran but must now find another warm-up event. Related articles Indonesia Focusing on Other Events as Iran Cancels Islamic Games 8:32 PM 01/09/2009 Indonesian Lifters Look to Muscle Up for Games in Tehran 8:43 PM 28/08/2009
CiKEAS Aceh Rape Shows Danger of Shariah Law
http://thejakartaglobe.com/opinion/aceh-rape-shows-danger-of-shariah-law/353448 January 18, 2010 Bramantyo Prijosusilo Aceh Rape Shows Danger of Shariah Law The recent rape of a female university student by three members of Aceh's Shariah Police should serve as a warning to all those who would like to see Shariah law imposed in Indonesia. When the authorities have the right and power to judge people according to their interpretations of Allah's law, Allah stands robbed of His rights. Using religious texts that can baffle the layman, scholars often create confusion, mixing that which is clearly evil with the purely good. This practice amounts to a spiritual bullying to create fear among believers and accumulate power. Murder, suicide and violent public punishments - caning, mutilation, public hangings and stoning - are repulsive to most of us, but through the words of scholars they can be twisted into expressions of faith and the love of God. We witness this twisting of values in every society that tries to implement Shariah law: People commit inhumane acts in the belief that they are carrying out God's will. State Shariah law grants scholars of Islam a power similar to that wielded by the church in Europe's Dark Ages - and it conceals the fact that in Islam there is not meant to be a priesthood or clergy. According to the Koran, all of us, Muslims and non-Muslims alike, are equal before God, who judges us only by our faith, not by our knowledge of religion or our analytical intelligence or by anything else. Everyone is encouraged to stand, bow, kneel and prostrate before God five times a day without any barrier or intermediary. There were no Islamic scholars or Shariah law in the time of the Prophet Muhammad. Everyone was free to embrace Islam according to their individual capacity, and the prophet passed judgment on issues as they arose, employing revealed verses, common sense and the traditions and sense of justice of the people he was working with. In this light, Shariah law is an invention and an innovation within Islam that often has more to do with the prejudices and politics of a given time than it does with the substance of the Koran. Sadly, this has for some time been conveniently overlooked in many of the world's Muslim communities, especially since the strict Wahabi interpretation took over the birthplace of Islam and subsequently discovered the petrodollar. The kind of rape by men in authority in Aceh is not uncommon in communities that employ Shariah law. In Indonesia, it is not uncommon for a migrant worker to return home from working as a maid in Saudi Arabia only to give birth to an Arab-looking baby. If a maid is raped by her boss in Saudi Arabia the best thing she can hope for is to get home alive, because under that nation's form of Shariah law, she could be sentenced to death for adultery. In the light of atrocities committed in the name of God under Shariah law, it is curious that many Muslim communities, including here in Indonesia, support the idea. One might imagine that the rape in Aceh would put us off the idea, but unfortunately this is probably not going to happen. Although Islamists are a minority in Indonesia, they are a vocal and militant group. Islamists the world over have a habit of condemning secular law as being the cause of all evil in society; but notice that when bad things happen in Muslim communities, Shariah law never gets blamed. Many people continue to blindly believe that if Shariah were the norm throughout the world, mankind's ills would be cured. This is why it is important that the media and scholars take cases like the recent Aceh rape and employ them as illustrations of how the absolute moral and legal power that Shariah law gives authorities is corrupted and abused. Muslims need not be apologetic and pretend that it is the people implementing Shariah law who are at fault rather than the law itself. Shariah is a man-made concept, and compared to current secular law, Shariah is positively barbaric, particularly its criminal code. The idea of four male witnesses proving adultery, for example, is laughable - all the more true when we set it side by side with modern forensic science. With Aceh's Islamists proposing that adulterers be punished by stoning, one hopes that the Aceh rape case will cause lawmakers there to step back and think about what they are dragging their people into. Authorities in Aceh and elsewhere should be careful to avoid usurping the rights of God for themselves. If this is allowed to continue, the stage will be set for the root of all evil to take hold: corruption of the heart. And corrupted hearts can no longer differentiate right from wrong or good from evil. Bramantyo Prijosusilo is an artist, poet and organic farmer in Ngawi, East Java.
Re: CiKEAS Belum Ada Islam Yang Membantu Bencana Haiti !!!
yuuuppp setuju banget ... sebagai sesama manusia kita harus saling ngebantu ... ga peduli dr agama manapun ... :-) --- On Sat, 1/16/10, muskitawati muskitaw...@yahoo.com wrote: From: muskitawati muskitaw...@yahoo.com Subject: CiKEAS Belum Ada Islam Yang Membantu Bencana Haiti !!! To: CIKEAS@yahoogroups.com Date: Saturday, January 16, 2010, 8:49 AM Belum Ada Islam Yang Membantu Bencana Haiti !!! Seluruh negara2 didunia sekarang bersatu padu mengirim atau memberi bantuan kepada para korban bencana gempa di-Haiti, tapi yang paling menonjol disini, ternyata belum ada satupun negara Islam atau organisasi Islam yang tersentuh kemanusiaannya untuk juga memberi atau mengirim bantuan ala kadarnya. Israel adalah negara pertama yang memberi bantuan kilat dihari pertama sejumlah lebih dari 30 juta dollar ke Haiti ditambah lagi tenaga dokter, engineer, dan alat2 berat untuk menolong korban2 yang terperangkap runtuhan gedung2 beton. Barulah kemudian disusul oleh Amerika yang mengirimkan pasukan angkatan laut dan angkatan daratnya yang mendarat dengan segala kebutuhan berupa peralatan untuk menyingkirkan reruntuhan dan mendeteksi lokasi para korban yang masih hidup. Anjing2 pelacak dari Amerika, Inggris, Perancis dan negara2 lainnya dikerahkan segera setelah terjadinya bencana ini. Di Indonesia sendiri memang ada kegiatan pengumpulan sumbangan atas nama bencana Haiti, tapi belum terdengar ada sumbangan yang dikirimkan, mungkin nasib sumbangan itu akan sama seperti nasibnya bail-out bank Century. Semoga umat Islam beserta organisasi2 Islam di Indonesia juga tersentuh untuk mengirimkan bantuannya, apalagi 35% penduduk Haiti adalah beragama Islam. Padahal apapun agamanya, kita sebagai umat Islam tidak boleh membedakannya tetapi harus menolong tanpa perlu tanya apa agamanya. Ny. Muslim binti Muskitawati.
CiKEAS Persian ambitions
http://weekly.ahram.org.eg/2010/981/op5.htm 14 - 20 January 2010 Issue No. 981 Published in Cairo by AL-AHRAM established in 1875 In Focus: Persian ambitions Deceived by its anti-imperial slogans, many Arabs do not understand the threat that Iran truly poses, writes Galal Nassar The Arabs are still vulnerable to big words and grand ideologies. They are still thinking with their hearts, not their brains. This is something that political regimes seem to understand. Certain regimes sense the weakness of the masses and use it for their own sake. Instead of changing the current culture and adopting a stance of rationalism, regimes often decide to reinforce current illusions. This is a sign of weakness. Regimes that emphasise doctrine at the expense of reason are usually ones who cannot win fairly at the ballot box. It is easy to turn everything into ideology. It is easy to use big words. Look at nationalism, pan-Arabism and Islam. All have turned into ideologies. All have been taken out of context, detached from reality, and then used to reinforce prejudice and sedition. Even democracy often masquerades as an ideology. There are people who have turned democracy into empty slogans, robbing it of all meaning. One country that is big on ideology is Iran. Iran is combining its penchant for religion with a penchant for nuclear power. The two have become a double-edged sword in its quest for dominance. The Iranians are talking all the time about the missiles they have and the centrifuges they are developing. They have reached the point where nuclear power becomes a rallying point of ideology. This tendency to boast about nuclear capabilities is growing all the time, and reflects the increasing insecurity of the state. Faced with political turmoil and economic hardship, the Iranian regime is under intense domestic pressure. This is why the bragging has become more pitched of late. When Khomeini led the 1979 revolution that brought down the shah regime, many Arabs sympathised with the new regime. They liked its anti-imperialist and anti- Zionist slogans, and were pleased to see the Israeli embassy in Tehran become the Palestinian embassy. Besides, the shah's regime was generally seen as corrupt and a Western puppet. Back then, no one thought of the Islamic revolution as a Persian-Shia expansionary ploy. Arab regimes were quite self-confident at the time of the Iranian revolution. This is why they didn't regard it with suspicion. And Gulf states, secure in their close ties with the West, didn't see the Iranian revolution as a major threat. Arab countries have a tradition of sectarian coexistence. At times, coexistence is -- be it an involuntary affair -- enforced by despotic regimes. At other times, it is a natural reflection of decades of religious tolerance and of common struggle against foreign occupation. So when the Iranian revolution broke out, many Arabs saw it as a quest for liberation rather than a chauvinistic Persian-Shia movement. In its early days, the Iranian revolution gained the sympathy of a large section of Arab and Islamic nations, including Sunnis. One reason for this sympathy is that many nations in this region share a grudge against the West in general and Zionism in particular. Iraqi president Saddam Hussein warned repeatedly of the expansionist goals of Iran and its use of religion as a weapon. But his warnings went unheeded. Arab intellectuals maintained their sympathy with Iran. Many thought that Gulf states who sided with Saddam against Iran were acting as lackeys of the West. Many assumed that Saddam was exaggerating the Iranian threat. It took three wars in the Gulf for the Arabs to start recognising the true face of the Iranian regime, a regime that mainly wants to restore the glory of a Persian empire; a regime that talks religion but is trying to grab the land of its neighbours. Iran is refusing to let go of the three UAE islands -- Lesser Tunb, Greater Tunb, and Abu Moussa -- that it occupies. It calls the Gulf Persian and is resentful when we refer to it as Arab or even Islamic. It is trying to turn Shias in various Arab countries against their governments. Under the banner of Islam, Iran provided financial, military, and media assistance to Arab opposition groups from Palestine to Yemen. Tehran helped the US -- the country it once labelled the Great Satan -- destroy Iraq, undermine its territorial integrity, and wreck its sovereignty. And it tried to destroy the national fabric of Bahrain and other Gulf states. Iran's hostility to pan-Arabism can be detected in its verbal bravado, its pledge to fight against colonialism, its promise to destroy Israel, and boasting about its nuclear capabilities and long-range missiles. It is not that Iran doesn't have the right to own nuclear technology. Iran has every right to seek power in any
CiKEAS The curse of Muslim lands
http://weekly.ahram.org.eg/2010/981/op8.htm 14 - 20 January 2010 Issue No. 981 Published in Cairo by AL-AHRAM established in 1875 The curse of Muslim lands Too much innocent blood has been spilled in the name of Islam. It is time the madness came to an end, writes Aijaz Zaka Syed* Terrorism, they say, is the weapon of the weak. But in our case it has become the weapon against the weak. The use of suicide is not something invented by Muslims. It's perhaps as old as homicide. Japan's harakiri comes to mind. But perhaps no people have suffered from it, and because of it, as much as Muslims have in recent years. So what drives a suicide bomber? And what kind of cause, however noble, makes you kill innocent people peacefully going about their day-to-day business -- people who haven't harmed anyone and pose no threat to anyone? And how can these faceless men, whatever their motives, ever think they would be forgiven, let alone rewarded, in the next life for their despicable acts against the defenceless? Is this what Islam really preaches and stands for? If not -- as we all know it doesn't -- why aren't our religious scholars, leaders and wise men raising a storm and doing more to stop these mad men bent on tarnishing the image of a noble faith and its billion plus followers? I have struggled with these questions every time innocent people are killed in a terror attack or suicide bombing. And these questions have been troubling me again since the mind- numbing attacks on a Muharram procession in Karachi and a volleyball match in Pakistan's north last week. The unparalleled scale of the attack on the Ashura procession in Karachi -- Pakistan's financial/commercial capital and political nerve centre -- has shaken a country that has long been used to daily mayhem of this kind. Nearly 50 people were killed and 500 injured in the Karachi attack. But more than the loss of lives, it is the devastation wreaked on the country's biggest city that day that will haunt Pakistan for a long time to come. Thousands of businesses, shops and commercial establishments were destroyed in no time, incurring losses worth billions of dollars. And the attack on the heavily attended volleyball match in the troubled Northwest killed 75 villagers, and left scores maimed. None of those watching the match or attending the Muharram procession had anything to do with the Western wars in Afghanistan-Pakistan or Iraq. They had no sympathy or affiliation whatsoever with the United States and the West. Then why have they been targeted? More importantly, what have the planners and perpetrators of these devastating attacks against unsuspecting bystanders achieved? But whoever said there is any higher purpose or noble objective behind all this madness? There's no method in the madness. This is an all-consuming monster that does not distinguish between friends and foes. In fact, paradoxical as it may sound, more Muslims than non-Muslims have been killed in macabre attacks carried out in the name of Islam. As regular readers would know, this humble hack has been doing his bit -- for what it's worth -- to question, critique and confront the big powers have been playing in the Middle East and Arab/Muslim world for centuries, and has gone to great lengths to point out repeatedly why US and Western policies are to blame for much of the mess you see in the Muslim world today, from Palestine to Pakistan. I have also religiously underscored the fact that groups like Al-Qaeda have been birthed and fuelled by Western double standards and unjust, callous policies in the Muslim world. And that even in the face of increasing threats from extremist groups and evidence of a clear link between cause and effect, the West has tenaciously refused to address, review and change its fundamental policies in the greater Middle East region. But that's another story altogether. Western actions cannot be an excuse for the kind of extremist violence that is being visited on Pakistan, Afghanistan, Iraq and elsewhere. Why are innocent people -- almost all of them Muslims -- being made to pay for Western policies and sins? And how does it help the cause of these so-called defenders of Islam when they target innocent Muslims, and non-Muslims for that matter? This death cult is the ultimate injustice and calumny against a faith that celebrates peace, reason, moderation and justice in all spheres. Why, Islam literally means peace! So what kind of Islam do these lunatics think they believe in when they send young, impressionable 13-year-olds who haven't even experienced what life is to die? The Karachi attack and the terror strike on the volleyball match are only the most recent instances of crimes committed in the name of a great faith. Pakistan's recent history, and that of the Middle East, is replete with such vile and craven
CiKEAS Chinese hackers targeted me: NSA
http://www.hindustantimes.com/Chinese-hackers-targeted-me-NSA/H1-Article1-499115.aspx Chinese hackers targeted me: NSA HT Correspondent, Hindustan Times Email Author New Delhi, January 19, 2010 First Published: 00:06 IST(19/1/2010) Last Updated: 00:14 IST(19/1/2010) The National Security Advisor's office was the target of Chinese hackers, said M.K. Narayanan in an interview to The Times of London. People seem to be fairly sure it was the Chinese, he said. The attempted hacking took place on December 15, the same day US companies such as Google reported sustained cyberattacks from China. Narayanan said various government departments received emails with a PDF attachment containing a so-called Trojan virus. Opening the PDF file would have allowed a hacker to remotely access the computer and download files. This was not the first instance of an attempt to hack into our computers, Narayanan said. It is difficult to find the exact source but [China] is the main suspicion. It seems well founded. He added India was cooperating with the US to bolster its cyber defences. Chinese hackers, who are widely believed to be working on behalf of Beijing, have a record of carrying out repeated attacks against governments around the world including the US, Taiwan, Japan and Ger-many. China seems to see this as a means to test its cyberattack capabilities. The December 15 attacks led Google to issue a warning that it would shut down its Chinese operations. Beijing has publicly denied any role in the December attacks. Hacking in whatever form is prohibited by law in China, said Jiang Yu, a Foreign Ministry spokeswoman. Narayanan told The Times that while he expected China to be an increasing security priority, the main threat for India still came from Pakistan-based militants. with agency inputs
CiKEAS Iranian Democracy in Iraq!
http://www.aawsat.com/english/news.asp?section=2id=19560 Iranian Democracy in Iraq! 18/01/2010 By Tariq Alhomayed It seems that the process of democratization in Iraq is evolving quickly; however, without doubt, it is evolving in the wrong direction. What does it mean when the Debathification commission, or what is now known as the Justice and Accountability Commission, is trying to break up all Iraqi political blocs that disagree with the Iranian program in Iraq, or oppose Tehran's allies in Iraq who have power and authority, before the upcoming Iraqi elections? The accusation that is always on hand is affiliation to the Baath party or sympathizing with it, call it what you like. Or [the commission just] carries out arrests and raids [against them]. After head of the National Dialogue Front Saleh al Mutlak and his bloc was targeted and banned from taking part in the forthcoming Iraqi elections on the pretext of sympathizing with the Baathists, (and this was said to be based on a joke between Mutlak and someone else), around 500 Iraqi figures were also banned [from participating in the forthcoming elections] including the Iraqi Defense Minister Abdul Qader Obaidi. Dr. Iyad Allawi considers this political, and expansion of the circle of revenge, as this will lead to a state of chaos, not a state of law. Therefore, when we say that the process of democratization in Iraq is evolving quickly but in the wrong direction [it is because] it is clear to us today that the Debathification commission, or the Justice and Accountability Commission, has come to resemble Iran's Guardian Council, which approves who is eligible to run in Iranian presidential elections. The difference is that the Iranian Guardian Council says whose nomination it accepts on an individual basis, whereas the Iraqi Commission is more comprehensive as its task is to tighten the grip on political blocs as well as on Iraqi political figures. It would have been easier for the Debathification commission, or whatever it's called, to say who can run in the upcoming elections instead of [letting] the list of banned [candidates] accused of being affiliated or sympathizing with the Baathists in Iraq reach a number that may exceed thousands. This is not sarcasm but the truth. The ongoing process of banning Iraqi entities and figures has become barefaced political maneuvering, and widening of the circle of revenge and deepening the authority of a group at the expense of all Iraqi components in the name of democratization. This kind of democracy only resembles the kind of distorted democracy that we are seeing in Iran; the results of which have led to oppression of the people, killing and imprisonment of women not to mention men and youth, and the accusation of being an agent for Israel and the West that is cast against anyone who challenges the authority. [They are also accused of] being against God and religion if they go against the instruction of the Supreme Guide to the extent that in Iran it is now against the law to use mobile phones or email to demonstrate opposition against Ahmedinejad's regime. The difference between the Guardian Council and the Justice and Accountability Commission, which is entrusted with uprooting Baathism, is that the latter wants to learn from the mistakes made in Iran by carrying out pre-emptive operations before the upcoming Iraqi elections to hunt down those who oppose Iran's influential allies in Iraq today before they succeed at the ballot box, which would make the process of removing them more difficult. Otherwise, Iran's allies in Iraq would be forced to pursue their opponents on the streets just as the Mullahs are doing today to the opposition in Iran.
CiKEAS Pasuruan Paling Korup : Jumlah Korupsi Kasda Bengkak Jadi Rp 154 Miliar
Pasuruan Paling Korup : Jumlah Korupsi Kasda Bengkak Jadi Rp 154 Miliar Kejaksaan Tak Akan Istimewakan Bupati Dade Angga, Jumlah Korupsi Kasda Bengkak Jadi Rp 154 Miliar Kasus korupsi kasda yang diduga melibatkan Bupati Pasruan Dade Angga terus menjadi gunjingan masyarakat setempat. Apalagi, ada temuan baru bahwa nilai kerugian Negara membengkak dari Rp 74 miliar menjadi Rp 154 miliar. Jika nilai korupsi itu dirangking dari sisi dugaan keterlibatan kepala daerah (bupati/walikota) di Jawa Timur, maka Kabupaten Pasuruan terlihat paling tinggi alias paling korup. Data yang diperoleh dari Kejaksaan dan Pengadilan, 12 kepala daerah terlibat korupsi. 8 kepala daerah di antaranya telah divonis, sedang 4 lainnya masih proses penyidikan. Dari jumlah itu kasus korupsi kasda Kab. Pasuruan terlihat paling tinggi dari sisi nilainya, yakni Rp 154 miliar. Sedang terendah kasus dugaan korupsi bantuan hukum dengan tersangka Bupati Lumajang Sjahrasad Masdar. Kasus ini terjadi saat Masdar masih menjabat Pjs Bupati Jember. Nilai kerugian Negara hanya Rp 450 juta. (Selengkapnya Lihat Grafis: Bupati dan Mantan Bupati di Jatim Terjerat Korupsi) Yacobus Willianto SH, aktivis dan advokat asal Pasuruan yang gencar membongkar kasus korupsi kasda mengungkapkan kasus korupsi Kasda Pasuruan tahun 2001-2003, bukan hanya Rp 74 miliar, namun Rp 154 miliar. Ia menjelaskan jumlah tersebut berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang awalnya jumlah kerugian negara Rp 74 miliar. Namun akhirnya bertambah menjadi Rp 154 miliar. “ Hal itu berdasarkan audit BPK, awalnya memang Rp 74 miliar, namun setelah dilakukan audit ulang ternyata jumlah kerugian membengkak menjadi Rp 154 miliar,” ujar Willianto kepada Surabaya Pagi, Senin (18/1). Jumlah tersebut, lanjut Willianto, merupakan jumlah total dari uang pokok Kasda dengan bunga bank dari Bukopin. Di bank inilah Dade Angga memerintahkan uang Kasda tersebut dialihkan dari kasda yang tersimpan di Bank Jatim. Kepastian peningkatan jumlah kerugian negara tersebut, kata Willianto, juga diperkuat oleh pernyataan asisten pidana khusus (Aspidsus) Kejati Jatim yang saat itu menjabat sebagai Direktur Penyidikan di Kejaksaan Agung, M Anwar. “ Saat itu saya tanyakan ke pak Anwar yang saat itu menjabat sebagai Direktur Penyidikan di Kejaksaan Agung dan memang jumlah kerugiam negara bukan hanya Rp 74 miliar, tapi Rp 154 miliar,” tambahnya. Sementara Aspidsus M. Anwar ketika dikonfirmasi menyatakan bahwa kasus ini memerlukan penjelasan secara detail, untuk itu ia berjanji akan menjelaskan secara detailnya kasus ini. “Besok saja saya jelaskan, kasus ini ceritanya panjang,” tukasnya. Pemeriksaan Belum Jelas Mengenai follow up setelah turunnya izin pemeriksaan Bupati Dade Angga, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bangil M Sjafarudin Majid belum berani banyak komentar. Sebab, menurutnya, hingga kini pihaknya belum diberi tahu oleh Kejagung mengenai surat izin dari presiden tersebut. “Tim Kasda ini diketuai oleh Kejagung. Mengenai surat izin presiden yang ada di tangan Jampidsus (Marwan Effendi) pun kami juga tidak tahu, karena belum ada pemberitahuan,” tutur Sjafarudin Majid dikonfirmasi di ruang kerjanya, sore kemarin. Jika diserahi Kejagung, lanjut Majid, pihaknya siap memeriksa Bupati Dade Angga. “Seandainya bupati akan diperiksa di Kejaksaan Bangil, kami akan bertindak professional. Meski dia (Dade Angga, red) bupati tidak akan ada pengistimewaan saat pemeriksaan nanti,” tegas Majid. Sayangnya, Jampidsus Kejagung Marwan Effendi yang dikonfirmasi mengenai rencana pemeriksaan Dade Angga pasca turunnya izin presiden, tidak ada jawaban saat ponselnya dihubungi, tadi malam. Sebelumnya, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) jawa Timur ini mengaku bahwa izin pemeriksaan Bupati Dade Anggar baru turun seminggu lalu. “Izinnya baru turun satu minggu lalu. Sabar dulu lah tunggu prosesnya,” ucap Marwan. Seperti diberitakan, Kejaksaan telah menerbitkan surat perintah (sprint) penyidikan kasus kasda ini, yang menyebut Dade Angga sebagai tersangka. Sprint ini bernomor 48/Fd.1/09/2008 tertanggal 19 September 2008 yang ditandatangani M. Fasela SH, jaksa utama muda Kejaksaan Agung (Kejagung). Isinya, dalam kasus kebocoran dana kasda Kabupaten Pasuruan, ada keterlibatan pihak lain sebagai tersangka. Yakni, Dade Angga. Bupati yang diusung dari Partai Golkar dan PDIP ini diduga terlibat dalam kasus korupsi kasda, berdasar laporan hasil penyidikan sebelumnya, yang menyeret dua pejabat Pemkab Pasuruan. Dade Angga dijadikan tersangka karena dianggap yang menginstruksikan pemindahan rekening kasda ke Bank Bukopin dalam bentuk DOC (Deposit On Call) yang berbuntut kebocoran kasda. Dalam kasus ini dua pejabat Pemkab Pasuruan, yakni Indra Kusuma (Kabag Keuangan 2001-2006) dan Ec. Totok Setyo Susilo (Kabag Keuangan 2006-2008) telah dijebloskan ke penjara. Indra Kusuma divonis 15 tahun penjara, sedang Totok diganjar 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasuruan. Dewan
CiKEAS LOWONGAN SEGERA !!!
Kami sebuah event organizer yang berlokasi di daerah Jakarta Timur, membutuhkan tenaga : Promotion staf , syarat-syarat : - Wanita, Usia Max 30 tahun - di utamakan single - min D3 - domisili disekitar jakarta timur, - mendapatkan gaji pokok+uang makan+transport + komisi yang menarik segera kirimkan ke : event...@gmail.com cantumkan di judul Email : Aplication Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer
CiKEAS Menimbun Lubang - Tahun Biodiversitas
= = = = = THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pluralisme Indonesia. = = = = = [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration Pluralism Indonesia Quotient] Menyambut TAHUN BARU 2010 dengan semangat produktifitas dan energi lestari. Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. ANALISIS POLITIK Menimbun Lubang Selasa, 19 Januari 2010 | 02:53 WIB Oleh : Sukardi Rinakit Demi masa, peserta seminar itu sekali lagi bertanya mengenai prediksi saya untuk tahun 2010. Dengan tegas penulis mengatakan, optimistis. Meski situasi politik sedikit memanas karena kasus Bank Century, perlakuan istimewa kepada Artalyta Suryani, dan pernyataan Presiden untuk melakukan evaluasi koalisi partai, tetapi secara hipotesis semua itu tidak akan mengganggu ranah ekonomi. Banyak pihak percaya tahun ini ekonomi akan tumbuh lebih baik daripada tahun sebelumnya. Situasi itu diduga akan berlaku hingga lima tahun mendatang. Penulis jauh-jauh hari menyatakan, jika pemerintah tidur saja, kinerja ekonomi akan sama dengan periode tahun 2004-2009. Jika pemerintah tidak tidur dan bekerja ala kadarnya, keadaan akan lebih baik dibandingkan dengan lima tahun lalu. Keadaan akan mengalami lompatan signifikan, bahkan akan mengejar Bric (Brasil, India, dan China), jika Presiden melakukan resume power dan berani keluar dari kerangkeng rasa aman dan pencitraannya. Pendeknya, pintu peluang bagi Indonesia untuk merangsek maju terbuka lebar. Namun, sekali lagi, pemerintah terjebak pada pencitraan semu. Belum apa-apa, pemerintah sudah mengklaim program 100 harinya sukses hampir 100 persen. Ini seperti mimpi yang tidak bisa dikonfirmasi. Ini justru menimbulkan pesimisme publik. Jangan heran, jika secara diam-diam rakyat yang melek politik mencemooh pernyataan itu. Menyimak keadaan itu, penulis teringat Johann Christoph Friedrich von Schiller. Ia pernah menyatakan, Eine grosse Epochas Jahrhundert geboren, Aber der grosse Moment findet ein kleines Geschlecht (Abadnya abad besar yang melahirkan zaman besar, tetapi momen sebesar ini hanya mendapatkan manusia kerdil). Sejujurnya, kita tidak memiliki pemimpin berkarakter kuat sekarang ini. Padahal, tatanan dunia bergerak semakin cepat, ekstrem, dan penuh risiko. Menjadi orang Sejak awal saya sudah mengkritisi program 100 hari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Prioritasnya terlalu banyak, mencakup 15 program, mulai dari pertahanan, penegakan hukum, reformasi birokrasi, dan lain-lain. Karena tak ada program yang dijadikan maskot, keberhasilannya menjadi sulit diukur. Semua abu-abu. Idealnya, pemerintah memilih tiga program saja sebagai panglima, yaitu mencabut peraturan perundang-undangan yang membatasi pendirian tempat ibadah, menciptakan sejuta lapangan kerja melalui program padat karya, serta membangun laboratorium modern untuk mengembangkan nanoteknologi, bioteknologi, neurosains, dan teknologi informasi. Program lain, meski tetap dijalankan, tidak perlu dikibar-kibarkan seperti ketiga maskot itu. Dengan demikian, realisasi program itu bisa diukur langsung oleh publik. Jika program pertama dan kedua berhasil, optimisme rakyat pasti meningkat. Perasaan satu bangsa dipastikan menghebat. Semua akan merasa tidak sia-sia menjadi warga negara Republik Indonesia. Akan tetapi, dengan klaim sepihak dari pemerintah, optimisme publik menjadi kempis kembali. Suka atau tidak, sikap pemerintah yang gampang mengklaim kesuksesan tanpa menyodorkan bukti memadai adalah cermin bening dari karakter kepemimpinan yang lemah jika tidak boleh disebut kerdil seperti kata Von Schiller. Sebab itu, jika kepada mereka ditanyakan apa cita-citanya dulu, mereka pasti menjawab, ”Mau jadi orang.” Maksudnya, menjadi pejabat. Mereka tak pernah bercita-cita mengentaskan rakyat dari kemiskinan, mencerdaskan bangsa melalui pendidikan, membuka lapangan kerja, dan lain-lain. Tak mengherankan, setelah menjadi ”orang”, mereka tidak bekerja keras untuk rakyat. Cita-citanya memang hanya menjadi pejabat. Cita-cita itu telah terwujud kini. Dalam perspektif budaya politik, pemimpin seperti itu telah gagal membentuk dirinya menjadi figur berkarakter kuat yang mampu mapras barang kang mbrenjul (meratakan sesuatu yang menonjol). Mereka bisa saja mengabaikan praktik ketidakadilan asal posisi politik dan sumber ekonominya aman. Mencoba menimbun Oleh karena tidak bisa tegak sebagai pemimpin yang berani mapras barang kang mbrenjul, mereka pun tidak akan mati-matian ngurug barang kang ledhok (menutup sesuatu yang berlubang). Pembelaan kepada yang lemah, miskin, tidak berpendidikan bukan merupakan ledakan energi pengabdian mereka. Petani, nelayan, dan buruh terpinggirkan begitu saja. Tidak mengherankan jika akhir-akhir ini gelombang demonstrasi mahasiswa dan aktivis bangkit lagi.
CiKEAS [Konsultasi Hukum Gratis] prosedur untuk mengajukan tuntutan perdata ke penga...
Bapak yth Sebelumnya saya perkanalkan diri, nama saya Hi, ingin menanyakan masalah hukum perdata, begini ceritanya : Saya ada toko dan menjual barang ke sebuah perusahaan, dari awal pembayaran perusahaan nya sudah bermasalah dan bayarnya cicil dari semua hutang yang sudah jatuh tempo. Saat ini tunggakan hutang yang jatuh tempo sudah 6 bulan dan terakhir pembayaran cicilan 2 - 3 bulan yang lalu. Saya ingin menuntut ke pengadilan supaya piutang saya bisa di bayar kalau tidak sanggup mungkin bisa sita asset. Saya mendapat kabar bahwa perusahaan tsb masih sanggup melakukan transaksi pembelian sampai ratusan juta, tetapi setiap kami menagih ke sana selalu mengelak dan di janji kosong terus. Yang mau saya tanyakan : 1. Bagaimana prosedur untuk mengajukan tuntutan perdata ke pengadilan? 2. Apakah dengan menuntut secara perdata bisa menjamin nanti piutang saya bisa di tagih ? 3. Toko saya belum mempunyai SIUP apakah nanti bisa bermasalah kalau saya sampai membawa masalah ini ke pengadilan? 4. Perkiraan biaya yang harus saya keluar kan untuk proses di pengadilan berapa ? Demikian pertanyaan saya. Terima kasih banyak atas jawabannya. JAWAB : Singkatnya, untuk mengajukan tuntutan perdata ke pengadilan adalah sbb : 1) Gugatan diajukan oleh Penggugat atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. 2) Dalam hal kediaman ter gugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Jadi, intinya sebelum mengajukan gugatan/ tuntutan, anda harus tahu terlebih dahulu siapa, bagaimana dan dimana keberadaan pihak yang akan menjadi tergugat. Sepanjang keputusan perdata tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap, pastinya putusan tersebut dapat dilaksanakan dan anda akan mendapat hak-hak yang seharusnya anda dapatkan secara hukum. Namun perlu di ingat, dalam perkara perdata banyak teknis yang harus anda perhatikan agar kelak pelaksanaan putusan tersebut tidak sia-sia, untuk itu, sebaiknya sebelum mengajukan gugatan kiranya anda dapat mengetahui terlebih dahulu asset-asset milik tergugat untuk diletakkan sita jaminan. Hal ini perlu, mengingat dalam putusan perdata tidak memiliki eksekusi badan seperti putusan pidana. SIUP adalah perizinan teknis suatu badan usaha bukan suatu penetapan hukum karenanya jika usaha anda tidak memilikinya, itu bukan halangan anda menuntut hak anda secara hukum. Perkiraan biaya perkara, tergantung pada upaya teknis gugatan yang anda lakukan. Misal, apakah anda melakukan pengurusan perkara itu melalui jasa Advokat atau tidak, mengajukan permohonan sita jaminan atau tidak, dsb . lebih lengkapnya silahkan anda pertanyakan ke Pengadilan terdekat di kota anda. -- Posting oleh NM. WAHYU KUNCORO, SH ke Konsultasi Hukum Gratis pada 1/18/2010 09:59:00 PM