Re: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress
Seingat saya, di dalam UNCLOS juga tertulis, koq, bahwa base-line harus berupa natural feature/land-mark, bukan man-made feature/landmark. Tidak seperti Pak Made Arsana yg kuatir, saya yakin technical experts involved in the negotiation have been aware of this matter. Sejak 2003 (4 tahun yang lalu) ketika saya mewakili IAGI bicara di rapat2 khusus Dewan Maritim menyangkut soal batas Singapore-Indonesia dalam kaitan dg penambangan pasir di Riau BTW, saya melihat para ahli teknis dari Bakosurtanal, Dishidros, BPPT, DepLu dll sudah sangat aware dengan masalah tersebut. Meskipun demikian salut juga buat usaha Pak Made Arsana yang melemparkan isu tersebut di media, supaya tetap membuat para ahli tersebut terjaga. Thx untuk RDP yang posting beritanya Salam adb - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, April 05, 2007 4:58 PM Subject: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress Singapore berjanji tidak mengunakan reclaimed shoreline sebagai batas claim... CATET dulu ... Nah yang harus diperhatikan, peta yang mana (kapan) yang akan dipakainya ? rdp == Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress Opinion and Editorial - April 05, 2007 I Made Andi Arsana, Wollongong, Australia Indonesia and Singapore have been recently conducting serious talks concerning their pending maritime boundary delimitation. The third round of negotiations ended on March 29, with both delegations declaring the discussions friendly and fruitful. Apart from formal negotiations that have been conducted by Indonesia and Singapore regarding their maritime boundaries, Singapore, on the other hand, has been actively reclaiming its shoreline. With regard to this reclamation, there is a serious concern among people in Indonesia that Singapore will use the reclaimed shoreline to decide its borders. As I wrote in the Feb. 28, 2007, edition of The Jakarta Post, the concern makes sense as such practices might be possible for Singapore, in reference to the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). It is also supported by the statement in the Manual on the Technical Aspects of the UNCLOS (TALOS). Several similar articles have been published, including one in The Strait Times on March 17, 2007, titled Jakarta fears S'pore will use reclaimed shoreline to decide border. After the third round of negotiations were completed in Singapore, the said worry for the Indonesian side should now be unnecessary. It has been clearly asserted by Singaporean Minister for Foreign Affairs George Yeo that its land reclamation works are conducted within Singapore's territorial waters. According to a spokesman, Singapore has stated that land reclamations would not be a factor in ongoing maritime boundary negotiations with Indonesia. This statement was made when Yeo spoke in Parliament on Feb. 12, 2007. Provided that Singapore is consistent with said statement, it shows significant progress regarding the negotiations, at least from the Indonesian perspective. The two neighboring states can now move onto other essential issues to finalize the pending 1973 agreement. As mentioned in their joint press release, the two states have agreed on several technical issues for the delimitation of boundaries. This should have been a productive achievement reached by the two delegations. In addition, the joint statement said that the two sides also presented their views on the principles of delimitation to be used in territorial sea boundary delimitation. However, it was not clearly mentioned whether the views included technical aspects and options for boundary lines to the west and east of the existing 1973 boundary line. After observing the latest development in the Indonesia-Singapore negotiations, there are at least two other issues to be considered. The first issue regards the statement that Singaporean land reclamation will have nothing to do with the ongoing negotiations. It is worth recalling the principle of maritime boundary delimitation that the construction of boundary line will involve the existence of a baseline. In this regard, the change of the baseline will definitely cause impact on maritime boundary delimitation. On the other hand, reclamation can be viewed as an action that could possibly change the baselines. If it is confirmed that the reclamation will not affect the delimitation of maritime boundaries, this means that the delimitation will consider Singapore's original coastline prior to reclamation. This should be treated as an important note to both Indonesia and Singapore as it will consequently influence technical aspects to consider. This, in particular, includes the identification of geographical features depicted on a nautical
Re: [iagi-net-l] Kualitas batubara dan Patahan
Urun rembug juga untuk menambah rujukan: 15 tahun yang lalu (1992-1993) 2 orang bimbingan saya (Hendro Hari Santoso dan Ricky) dalam penelitian skripsi S-1-nya di ITB juga menemukan peningkatan nilai VR dari batubara-batubara di permukaan yang posisi singkapannya makin mendekati garis patahan naik Separi yang membatasi Separi antiklin dengan sinklin di sebelah baratnya. Daerah Separi ada di Cekungan Kutai, antiklinnya merupakan bagian dari Samarinda Antiklinorium, posisinya ada di sebelah utara Samarinda. Meskipun fakta permukaan dan pengukuran laboratorium menunjukkan hubungan kualitas (kematangan) batubara dengan patahan, dalam hal Separi Coal ini -waktu itu- saya masih meragukannya, karena ternyata ada kontrol lain: yaitu posisi stratigrafi dari perconto-perconto yang diambil melintasi antiklin, memotong patahan, terus dilanjutkan ke sinklin di baratnya: membentuk kolom stratigrafi dari muda (di sayap timur antiklin Separi)-ke-tua (di antiklin Separi di sekitar patahan), sehingga mungkin saja peningkatan kematangan di sekitar patahan (yang juga di sekitar antiklin) diakibatkan oleh perbedaan umur lapisan (muda-ke-tua). Nampaknya semua pembahasan tentang peningkatan kwalitas batubara di sekitar patahan yang saya amati dalam posting-posting sebelum ini mengasumsikan bahwa lapisan batubaranya melampar horisontal kemudian di salah satu sisi dicegat oleh patahan, sehingga faktor umur relatif dari perconto satu dengan yang lainnya dianggap konstan. Untuk bisa mengakses data dan analisis skripsi HHS dan Ricky diatas, bisa hubungi perpustakaan / repository skripsi di Geologi ITB. Mungkin juga bimbingan mas Hendra Amijaya memerlukannya untuk rujukan. Salam ADB - Original Message - From: hendra amijaya To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Saturday, April 07, 2007 11:48 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Kualitas batubara dan Patahan Urun rembug Pak Yudi, setahu saya memang struktur geologi (post depositional) bisa mempengaruhi kualitas batubara seperti yang pak Yudi sampaikan. Tapi ini saya rasa sifatnya kasus per kasus. Tidak semua seam batubara yang kena struktur kemudian kualitasnya berubah. Kebetulan juga ada bimbingan saya di S1 Geologi UGM yang skripsinya membahas hal ini (masih berjalan, belum selesai, lokasi juga di Kalimantan). Hasil pemetaan kualitas bb yang dia lakukan menunjukkan adanya perubahan kualitas pada posisi-posisi yang sama dengan posisi patahan di lokasi tersebut (mungkin kasusnya sama dengan yang Pak Yudi temukan) Perubahan kualitas seperti nilai kalori yang meninggi , setidaknya bisa dipengaruhi oleh : - Intensitas temperatur pressure yang meninggi di zona patahan (yang ini sudah jelas...) - Jangan lupa ada pula kemungkinan terjadinya groundwater circulation di zona patahan tersebut. Groundwaternya bisa bertindak sebagai sarana heat transfer dari bawah ke atas. Jadi penambahan temperaturnya karena zona tersebut secara rutin dipanasi oleh panas yang dibawa oleh sirkulasi air. Apalagi kalau di daerah tersebut (atau secara regional) ada ditemukan intrusi-intrusi atau bahkan ada tubuh batuan beku di bawahnya. Walaupun batuan bekunya tidak menyentuh atau sangat berjauhan tapi panasnya ditransfer oleh si air. Akhirnya ya mirip-mirip kalau kena panas intrusi tapi intensitasnya tentunya tidak terlalu tinggi. Sekedar ide pak, moga-moga bisa jadi bahan diskusi yang menarik. Nuwun, Hendra Wahyudi Adhiutomo Sri Wijono [EMAIL PROTECTED] wrote: Terpatahkan maksudnyatrendnya berubah meninggi. Begitu. exp: dari isoquality 5800setelah kena sesar jadi 6100. Yang didiskusikan apa iya...berpengaruh? Nuwun... -- Respecfully yours, Wahyudi Adhiutomo Mobile: +62812 15 91630 Email: [EMAIL PROTECTED] Planning and Development Department PT. Borneo Indobara Satui Site, South Kalimantan Jl. Propinsi Km. 167 Satui, South Kalimantan Fax: +62512 61557 Phone: +62512 2707547 Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi -
[iagi-net-l] Mahasiswa Kebumian (Pecinta Alam): Ujung Tombak Jalan-Jalan Sosialisasi == Re: [iagi-net-l] Re: MAS TANYA PATAHAN SEMANGKO
Soal sosialisasi mitigasi bencana pasca gempa SumBar (untuk menghindari korban - ekses dalam kejadian2 pasca-gempa), saya sangat yakin Pak Ade (IAGI Padang, Distam) dan Pak Badrul (HAGI Padang, Unand) sudah berusaha sekuat tenaga, mengorbankan waktu-pikiran (dan bahkan dana pribadi) untuk melakukannya, termasuk dengan jalan-jalan seperti yang dimaksudkan oleh mas RDP. Tetapi kita semua juga tahu bahwa jumlah, tenaga, pikiran dan terutama waktu para ahli geologi-geofisik (baca: anggota IAGI maupun HAGI), sangat-sangatlah terbatas. Banyak diantara kita yang tidak bekerja di domain kebencanaan tersebut. Apa kata bozz di kumpeni/instansi kalau kita sering-sering voluneering jalan-jalan untuk nyambangi masyarakat yang perlu penjelasan, ketenangan psikis, dan keyakinan bahwa mereka harus pindah (walau untuk sementara) dari zona-zona rawan pasca gempa atau bahkan zona-zona rawan pre-syn-pasca gempa (rawan forever). Termasuk -mungkin- kawan-kawan IAGI-HAGI di SumBar. Mereka pasti sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya: manajemen kerja / concern sosial kita masih belum terbentuk bagus. Tidak mungkinlah kita para ahli geologi-geofisik ini bisa bekerja full-time melakukan sosialisasi-sosialisasi tersebut. Apalagi kalau kita bicara soal volunteering dengan network kawan-kawan IAGI-HAGI dari daerah lain dan (terutama) dari pusat (JKT-BDG-YK). Selain komunikasi antar kita lewat dunia email seringkali hanya sebatas wacana, analisis, dan saling-tukar-pengalaman (belaka) == jarang yang pasti-pasti untuk mengorganisasikan suatu kerja nyata === , juga sistim tanggap-sosial organisasi keprofesian kita (IAGI-HAGI) nampaknya sedang tidak sigap. Dalam kaitan dg permasalahan tbs, saya mengusulkan kepada kawan-kawan PP-IAGI, PengDa2 IAGI, maupun Pengurus HAGI, untuk secara serius mengorganisasikan mobilisasi rekan-rekan mahasiswa kebumian (fisika, geofisika, geologi, geodesi, geografi) sebagai ujung-tombak sosialisasi-sosialisasi tersebut dalam arti yang sebenar-benarnya (bukan hanya wacana, diskusi, dan perencanaan diatas kertas dan rapat-rapat tanpa follow-up). Kenapa mahasiswa? Dari dulu (waktu kita masih mahasiswa) sampai sekarang mahasiswa adalah posisi yang relatif sedikit beban dibandingkan dengan kita-kita yang sudah banyak beban. Waktu ekstra untuk berkegiatan kemahasiswaan maupun (seringkali) untuk diskusi-diskusi, bersosialisasi, pacaran, bahkan demonstrasi-demonstrasi relatif lebih banyak daripada para ahli yang sudah bekerja. Walaupun seringkali kita mendengar dari waktu ke waktu bahwa mahasiswa kita dituntut untuk sekolah cepat, tepat-waktu, gak neko-neko, dsb, terutama dengan beban kredit yang banyak(??) dan regulasi yang makin ketat (DO, skors dsb) dan tuntutan untuk keep-up dengan kebutuhan industri lewat interaksi dg orang2 industri dan teknologinya (diluar kuliah resmi),. tetap saja masih ada waktu ekstra buat mereka untuk berkegiatan kemahasiswaan dsb. Masih banyak calon-calon pengganti kita yang concern, militan, dan mau bekerja untuk kepentingan organisasinya, berlatih, berinteraksi, diluar program-program resmi perkuliahan. Yang mereka butuhkan adalah fasilitasi, sedikit training-kursus ttg hal-hal advanced di khasanah mitigasi (yang dasar2 sdh mereka kuasai), dan dukungan network, pembiayaan (yang sangat-sangat minimal dibandingkan dengan kalo kita turun sendiri), dan kadang-kadang sekali-dua-kali kita-kita yang sudah ahli' dan pengen ikutan jalan2 (dan waktu memungkinkan) bisa turun bersama mereka di kampung-kampung, desa-desa, daerah2 yang memerlukan sosialisasi tersebut. Menurut catatan saya ada 11 Perguruan Tinggi punya Jurusan Geologi, empat angkatan yang masih aktif jumlahnya bervariasi antara 4x30=120 s/d 4x150=160 per perguruan tinggi. Jadi antara 1320 s/d 1760 mahasiswa geologi aktif calon-calon penerus kita sedang belajar geologi di PT-PT kita. Taruhlah 20% saja yang punya minat dalam program kemahasiswaan-keprofesian-pengabdian masyarakat seperti ini; kita sudah punya 264 s/d 352 mahasiswa yang bila dibagi di 12 Pengda IAGI maka rata2 tiap Pengda bisa mendapatkan bantuan dari minimal 22 mahasiswa. Jumlah yang cukup banyak untuk secara bergantian, bergilir (menyesuaikan dengan jadwal kuliah, ujian dsb) mempelopori jalan-jalan sosialisasi ke daerah2 yang sudah dan akan terkena bencana. Belum lagi kalau kita hitung potensi dari mahasiswa2 Fisika, Geofisika, Geodesi, Geografi,... kemungkinan angka tersebut akan dapat berlipat tiga kali. Kenapa sebenar-benarnya? Karena saya melihat dan merasakan selama ini organisasi profesi kebumian kita (IAGI, HAGI, IATMI, dsb) masih sibuk dengan urusan yang belum benar-benar menyentuh langsung ke bawah (ke masyarakat langsung). Yang tidak langsung sich banyak: berkiprah di profesi masing-masing demi menyumbang devisa negara, meningkatkan wacana pengetahuan anggota, dsb dsb. Usaha-usaha untuk bersinergi dengan potensi kekuatan yang namanya mahasiswa belum pernah benar-benar
Re: [iagi-net-l] Fwd: [IndoEnergy] EXXON MINTA PENANGGUHAN PENERAPAN DMO HOLIDAY
numpang tanya minyak yang masuk DMO itu bukan berarti minyaknya dikasih ke pemerintah kan? masih dibeli pemerintah walaupun dengan harga yang tidak sesuai pasar international. jadi bukan sesuatu yang diberikan begitu saja ke pemerintah. nah kalau benar begitu, berapa sih beda harga DMO dengan harga market intenational. biasanya berapa persen?. ada yang tahu nggak? fbs - Original Message From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, April 5, 2007 8:56:36 AM Subject: [iagi-net-l] Fwd: [IndoEnergy] EXXON MINTA PENANGGUHAN PENERAPAN DMO HOLIDAY Dari diskusi di milist sebelah. Mungkin ada yg penasaran berapa kira-kira nilai yang ditawar dalam penangguhan DMO ini. Seorang kawan di sebelah milist ini menghitungnya. RDP -- Forwarded message -- From: Johand Dimalouw [EMAIL PROTECTED] Date: Apr 4, 2007 11:45 AM Subject: Re: [IndoEnergy] EXXON MINTA PENANGGUHAN PENERAPAN DMO HOLIDAY To: [EMAIL PROTECTED] Rekan Sulis yth, Terima kasih informasinya. Mungkin saja benar begitu, karena saya tidak mengikuti secara ditel PSC Cepu itu, di mana pembagiannya 85/15 (85% untuk NKRI dan 15% untuk kontraktor PSC CEPU (yaitu EXXON dan para Mitra Usahanya (terdiri dari EXXON = 6,75%, Pertamina = 6,75%, serta Pemda Bojonegoro dan Blora = 1,5%). Prinsip yang terkandung dalam kontrak PSC secara umum yang saya ketahui (maaf, saya tidak tahu secara kusus kontrak PSC CEPU), adalah bahwa: Dari 100% GP (Gross Prduction) itu pertama dipotong dulu 25% DMO untuk NKRI. isa GP (100-25)$ = 75% kemudian baru dipotong untuk CR = Cost Recovery (terdiri dari Operation Cost dan Depresiasi Capital Investments untuk explorasi dan exploitasi). Saya tidak tahu besarannya jadi kita misalkan saja dalam hitungan. Kemudian sisanya yaitu GP-(DMO + CR) dibagi (dan setelah diperhitungkan pajak), jadinya 85/15 atau 85% untk NKRI dan 15% Kontraktor PSC CEPU, yaitu EXXON dan Para Mitra Usahanya. Hitungan ulangnya sebagai berikut: Misalkan produksi PSC CEPU 100.000 BPD, Harga pasar $60/bbls, biaya Operasi = $ 7/bbls, Cost Rrecovery (untuk biaya Explorasi dan Capital investment sesuai hitungan depresiasi untuk tahun ybs) = $20/bbls dan rumus bagi hasil adalah 85/15 ( 85% untuk NKRI dan 15% untuk PSC CEPU). Untuk kasus DMO ditangguhkan maka minyak yang diproduksi setiap hari itu bernilai $6.000.000, diambil untuk Cost Recovery ($7/bbls + $ 20/bbls) x 100.000 = $ 2.700.000 per hari untuk PSC CEPU. Sisa minyak bernilai $ 3.300.000 itu dibagi sesuai rumusan PSC, maka PSC CEPU mendapat bagi hasil sebesar $495.000 per hari. Total untuk PSC CEPU = $ 3.195.000 per hari dan untuk NKRI $ 2.805.000 per hari. Untuk kasus DMO berlaku seperti biasa, maka nilai minyak yang diproduksi setiap hari itu dipotong 25% DMO berniali 25.000 x $ 60/bbls = $1.500.000 per hari untuk NKRI. Sisanya sebesar 75% bernilai = 75.000 x $ 60/bbls = $ 4.500.000 per hari, dipotong Cost Recovery untuk PSC CEPU (dianggap tetap sama) = $ 2,700.000 per hari. Nilai sisa minyak yang akan dibagi sebagai keuntungan usaha adalah $ 4.500.000 - 2.700.000 = $ 1.800.000. PSC CEPU mendapat 15% = $270.000 per hari dan NKRI dapat bagian 85% = $ 1.530.000 per hari. Jadi total untuk PSC CEPU adalah $ 2.970.000 per hari dan total untuk NKRI adalah 3.030.000 per hari. Kesimpulannya adalah bahwa: DMO adalah komponen kontrak PSC yang menguntungkan NKRI dan menjamin hasil untuk NKRI karena diambil 25% terlebih dahulu untuk kepentingan Nasional. Bisa saja terjadi ditahap awal produksi komponen CR(Cost Recovery) sangat besar disebabkan oleh hasil hitungan Deprisiasi Investasi sehingga Kontraktor yang dapat bagian besar, tapi dengan DMO, NKRI tetap minimal dapat 25% khan. Besarnya investasi, bagian Cost recovery dan bagi hasil untuk EXXON itu terpulang kepada perjanjian kerjasama EXXON dan Mitra Usahanya Begitulah kira-kira fungsi DMO dalam konsep PSC, sehingga sangat disayangkan bila Pengurus (Pemerintah dan DPR) NKRI menyetujui usulan penundaan DMO oelh Kontraktor PSC CEPU (EXXON dkk). Terima kasih JD - Original Message From: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, April 4, 2007 7:56:00 AM Subject: Re: [IndoEnergy] EXXON MINTA PENANGGUHAN PENERAPAN DMO HOLIDAY Mungkin banyak yang nggak tahu bahwa banyak koran menulis bahwa bagian nya itu hanya 6.75%. Pertamina 6.75%, Pemda Bojonegoro dan Blora total dapat 1.5%, Pemerintah 85%. Tolong dihitung, enuak banget apa nggak ? Wah berart EXXON mengajukan usul yang merugikan donk. Udah splitnya bagus banget 20-80 masih minta DMO Holiday lagi weleh-weleh ... dikeki ati ngrogoh rempelo kiyi ! rdp Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali
Re: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress
Ada tambahan dibawah ini dari Prof Jacub Rais yang menyebutkan batas tersebut adalah batas rendah, bukan batas terendah. UN tidak peduli apakah itu LAT. Yang penting bagi UN adalah asalkan tidak ada yg terinjak kakinya. Buat kita (Indonesia) pasti akan keinjak ... bukan hanya nginjek kaki, tetapi nginjek muka. Karena kita menakan dirinya negeri maritim, jadi soal maritim harus tegas dan jelas. Selain itu tentunya HARUS ada kesepakatan bersama dan yang penting buat kita saat ini secara definitif, dimana koordinat batas-batas itu saat ini ditentukan, apapun metode, aturan dan kesepakatan yang dipakainya. rdp On 4/8/07, Jacub Rais [EMAIL PROTECTED] wrote: Jakarta 8 Pril 2007 Pak Andi Arsana dan Pak Parluhutan. Dalam UNCLOS disebut low waterline, bukan the lowest low waterline. Dalam bahasa Indon seharusnya garis air rendah bukan garis air terentah sehingga ada yang usul pakai LAT (pak Klaas yang pernah menyampaikannya ini). LAT saya katakan harus ditentukan melalui pengamatn pasut selama 18,7 tahun, satu periode nutation. Ini terlalu lama. Ini juga saya tidak setuju. Dalam praktek di lapangan kita lihat air rendah bervariasi tiap detik karena air tiap diam dan tergantung pada tempat dimana anda berdiri. . Saya pilih air terendah dalam satu hari. Saya pernah usulkan di ITB tempoh haris agar coba hitung dampaknya terhadap koordinat titik batas yang dihitung dari berbagai macam variasi muka air laut di pulau Jawa dan juga muka air yang extreem di Papua bagian selatan, antar berbagai pasut rendah.. Dampaknya hanya pada koordinat second. Kalau 1 second di ekuator = 30 meter, maka 20 second baru 60 m. Kalau anda plot diatas peta 1:50.000 maka 1 mm dipeta adalah 50 meter maka haslnya tidak signifikan. Kemudian hari ketika pada tahun 2004 kebetulan Kepala BAKO, pak Matindas, bersama pak Klaas dan saya di New York, menghadiri pertemuan UN Group of Experts on Geographical Names, kami bertiga mengadakan pertemuan dengan Komisi UNCLOS 1982 di New York. Ketika kami tanya mengenai low waterline apakah harus LAT. Mereka mengatakan PBB tidak care apakah low water line atau the lowest low water line,karena penentuan titik dasar adalah unilateral, dan PBB tidak memeriksa bagaimana titik dasar ini ditetapkan oleh suatu negara, kecuali jika anda menginjak kaki orang lain artinya berbenturan dengan garis batas teritorial negara lain. Jadi mengapa kita mesti susah-susah menentukan titik dasar karena makin lama kita mengamati akan makin mahal karena garis batas harus segara ditentukan, apalagi untuk garis batas kewenangan laut daerah (provinsi, kabupaten/kota). Dalam praktek, saya tetapkan garis air terendah dalam satu hari, sebagai low water line. Salam, Jacub Rais On 4/8/07, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: Seingat saya, di dalam UNCLOS juga tertulis, koq, bahwa base-line harus berupa natural feature/land-mark, bukan man-made feature/landmark. Tidak seperti Pak Made Arsana yg kuatir, saya yakin technical experts involved in the negotiation have been aware of this matter. Sejak 2003 (4 tahun yang lalu) ketika saya mewakili IAGI bicara di rapat2 khusus Dewan Maritim menyangkut soal batas Singapore-Indonesia dalam kaitan dg penambangan pasir di Riau BTW, saya melihat para ahli teknis dari Bakosurtanal, Dishidros, BPPT, DepLu dll sudah sangat aware dengan masalah tersebut. Meskipun demikian salut juga buat usaha Pak Made Arsana yang melemparkan isu tersebut di media, supaya tetap membuat para ahli tersebut terjaga. Thx untuk RDP yang posting beritanya Salam adb - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, April 05, 2007 4:58 PM Subject: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress Singapore berjanji tidak mengunakan reclaimed shoreline sebagai batas claim... CATET dulu ... Nah yang harus diperhatikan, peta yang mana (kapan) yang akan dipakainya ? rdp == Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress Opinion and Editorial - April 05, 2007 I Made Andi Arsana, Wollongong, Australia Indonesia and Singapore have been recently conducting serious talks concerning their pending maritime boundary delimitation. The third round of negotiations ended on March 29, with both delegations declaring the discussions friendly and fruitful. Apart from formal negotiations that have been conducted by Indonesia and Singapore regarding their maritime boundaries, Singapore, on the other hand, has been actively reclaiming its shoreline. With regard to this reclamation, there is a serious concern among people in Indonesia that Singapore will use the reclaimed shoreline to decide its borders. As I wrote in the Feb. 28, 2007, edition of The Jakarta Post, the concern makes sense as such practices might be possible for Singapore, in
Re: [iagi-net-l] Kualitas batubara dan Patahan
Coba kalau pakai logika gini patahan menunjukkan bahwa stress (tekanan) pada batuan sudah berubah menjadi strain yang berupa patahan ... atau patahan merupakan release jadi strain Lah mengapa pematangan lebih besar pada zona patahan ? Kalau hanya berdasarkan pengamatan kualitas (CV) dan reflektansi vitrinit, rasanya susah untuk membedakan apakah faktor tekanan, pemanasan, atau fluid flow yang menjadi penyebab utama kenaikan kematangan batubara di suatu zona patahan. Bisa juga kombinasi diantara faktor2 tsb. Untuk tahu lebih detil, mestinya harus dilakukan studi mikrostruktur atau mikrofasies pada sampel batubaranya sendiri. Barangkali Pak Hendra A. atau rekan lain bisa sharing pengalamannya untuk masalah ini. Saya kebetulan juga lagi mengamati mikrostruktur batubara dari X-ray CT scan image dan akan menghubungkannya dengan beberapa parameter kualitas batubara. Mudah2an dalam 1-2 bulan mendatang akan ketahuan hasilnya... :) Salam, Nur H. Sucker-punch spam with award-winning protection. Try the free Yahoo! Mail Beta. http://advision.webevents.yahoo.com/mailbeta/features_spam.html Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi -
[iagi-net-l] Cari alamat Fiona Goodfellow
Teman-teman, Apakah ada yang tahu alamatnya Fiona Goodfellow, Geophys ? Thanks. Iman
Re: [iagi-net-l] Kualitas batubara ?
Pak Yo ysh, Kualitas batubara dalam pengertian aplikasi sehari-hari menurut yg saya tahu adl spesifikasi berdasarkan kegunaannya, dalam hal ini ada 2 jenis yang utama yakni: - dibakar (combustion) utk menghasilkan energi kalor (pembangkit listrik, kiln industri semen), umum dikenal sbg batubara uap/panas (thermal/steam coal) - penghasil karbon (C) dlm proses peleburan baja, karbonisasi, industri kimia, dll, umum dikenal sbg batubara kokas/metalurgi (metallurgical/coking coal). Kualitas disusun berdasarkan hasil uji (test) atau analisa yang sebagian sdh Bapak tuliskan dibawah. Maaf kalau Bapak sdh tahu namun dalam penyelidikan batubara, ada 4 jenis uji utk menghasilkan analisa yg meyeluruh dlm menentukan tahapan penyelidikan selanjutnya, yakni: - uji fisika (non-destruktif, analisa ukuran, uji tumbler, berat jenis relatif, berat jenis tumpukan, hgi, abrasi, shatter/stabilitas ukuran, kapasitas simpan air, float/sink, froth floatasi, dll) - uji kimia (proksimat, ultimat, sulfur, klorin, unsur jejak, nilai panas, karbonisasi) - uji sifat kokas (csn, tipe gray-king, dilatometer, dll) - uji petrografi (analisa jenis maseral, analisa mikro ukuran maseral, vitrinite reflectance, dll) Disamping itu, ada uji lain yang khusus dilakukan pada abu sisa pembakaran batubara seperti AFT analisa abu. Pada greenfield/grassroot exploration umum juga dilakukan penanggalan melalui analisa polen pada top/bottom lapisan batubara untuk penentuan umur. Dari karakter-karakter di atas biasanya pasar menentukan kualitas sesuai dengan kegunaannya. Misalnya utk proses karbonisasi, kualitas batubara yang dicari adalah yang memiliki nilai csn minimum 6 dsbg. Kalau saya lihat jenis uji di industri batubara cukup banyak, lebih banyak dari iron ore misalnya atau bauxite. As coal is not an organic black rock only, hex3. Demikian sekedar sharing. Salam, Noel On 4/9/07, Yo Sumartojo [EMAIL PROTECTED] wrote: Rekan-rekan geologiawan, Seperti yang diketahui oleh banyak rekan-rekan geologiawan di Indonesia, sebenarnya ada beberapa arti kualitas batubara. 1. Nilai kalori 2. Analisa ultimate 3. Analisa proximate 4. Grindability index 5. Ash fusion Apalagi dalam penggunaan batubara sebagai bahan bakar, kualitas batubara juga dipengaruhi oleh kadar elemen jejak (trace elements), karena inipun mempunyai dampak pada proses pembakaran dan lingkungan. Diluar itu, kualitas batubara, terutama kualitas organiknya sangat dipengaruhi oleh struktur tektonik (apakah lipatan atau patahan), karena kepekaan senyawa organik oleh perubahan temperatur dan tekanan. Beberapa tahun yang lalu ada kerja-sama antara Direktorat Geologi (Dr. Hadianto) dan Jawatan Geologi Amerika Serikat ( Dr. Robert Finkelman dari USGS) untuk menyelidiki kualitas batubara Indonesia. Sayang, tidak ada kelanjutannya! Rencananya, hasil kerja sama tadi akan dimuat dalam database World Quality of Coals. Yang di A.S., sudah ada contohnya: http://energy.er.usgs.gov/products/databases/CoalQual/Docs/techinfo.pdf Unjuk rembug ini hanyalah keinginan saya untuk ikutan bertukar pikiran dalam masalah geologi. salam, Jojok (Yo) sumartojo Marietta, Georgia, USA Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - -- Noel Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1:
Re: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress
Ndang Pertanyaan bodoh : Bagaimana membedakan antara natural dan artificial feature/landmark , kalau itu sudah jadi dalam waktu yang lama dan diakui sebagai natural oleh negara tsb ? Si-Abah __ Seingat saya, di dalam UNCLOS juga tertulis, koq, bahwa base-line harus berupa natural feature/land-mark, bukan man-made feature/landmark. Tidak seperti Pak Made Arsana yg kuatir, saya yakin technical experts involved in the negotiation have been aware of this matter. Sejak 2003 (4 tahun yang lalu) ketika saya mewakili IAGI bicara di rapat2 khusus Dewan Maritim menyangkut soal batas Singapore-Indonesia dalam kaitan dg penambangan pasir di Riau BTW, saya melihat para ahli teknis dari Bakosurtanal, Dishidros, BPPT, DepLu dll sudah sangat aware dengan masalah tersebut. Meskipun demikian salut juga buat usaha Pak Made Arsana yang melemparkan isu tersebut di media, supaya tetap membuat para ahli tersebut terjaga. Thx untuk RDP yang posting beritanya Salam adb - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, April 05, 2007 4:58 PM Subject: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress Singapore berjanji tidak mengunakan reclaimed shoreline sebagai batas claim... CATET dulu ... Nah yang harus diperhatikan, peta yang mana (kapan) yang akan dipakainya ? rdp == Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress Opinion and Editorial - April 05, 2007 I Made Andi Arsana, Wollongong, Australia Indonesia and Singapore have been recently conducting serious talks concerning their pending maritime boundary delimitation. The third round of negotiations ended on March 29, with both delegations declaring the discussions friendly and fruitful. Apart from formal negotiations that have been conducted by Indonesia and Singapore regarding their maritime boundaries, Singapore, on the other hand, has been actively reclaiming its shoreline. With regard to this reclamation, there is a serious concern among people in Indonesia that Singapore will use the reclaimed shoreline to decide its borders. As I wrote in the Feb. 28, 2007, edition of The Jakarta Post, the concern makes sense as such practices might be possible for Singapore, in reference to the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). It is also supported by the statement in the Manual on the Technical Aspects of the UNCLOS (TALOS). Several similar articles have been published, including one in The Strait Times on March 17, 2007, titled Jakarta fears S'pore will use reclaimed shoreline to decide border. After the third round of negotiations were completed in Singapore, the said worry for the Indonesian side should now be unnecessary. It has been clearly asserted by Singaporean Minister for Foreign Affairs George Yeo that its land reclamation works are conducted within Singapore's territorial waters. According to a spokesman, Singapore has stated that land reclamations would not be a factor in ongoing maritime boundary negotiations with Indonesia. This statement was made when Yeo spoke in Parliament on Feb. 12, 2007. Provided that Singapore is consistent with said statement, it shows significant progress regarding the negotiations, at least from the Indonesian perspective. The two neighboring states can now move onto other essential issues to finalize the pending 1973 agreement. As mentioned in their joint press release, the two states have agreed on several technical issues for the delimitation of boundaries. This should have been a productive achievement reached by the two delegations. In addition, the joint statement said that the two sides also presented their views on the principles of delimitation to be used in territorial sea boundary delimitation. However, it was not clearly mentioned whether the views included technical aspects and options for boundary lines to the west and east of the existing 1973 boundary line. After observing the latest development in the Indonesia-Singapore negotiations, there are at least two other issues to be considered. The first issue regards the statement that Singaporean land reclamation will have nothing to do with the ongoing negotiations. It is worth recalling the principle of maritime boundary delimitation that the construction of boundary line will involve the existence of a baseline. In this regard, the change of the baseline will definitely cause impact on maritime boundary delimitation. On the other hand, reclamation can be viewed as an action that could possibly change the baselines. If it is confirmed that the reclamation will not affect the delimitation of maritime boundaries, this means that the delimitation will