Re: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress

2007-04-08 Terurut Topik abachtiar
Seingat saya, di dalam UNCLOS juga tertulis, koq, bahwa base-line
harus berupa natural feature/land-mark, bukan man-made
feature/landmark. Tidak seperti Pak Made Arsana yg kuatir, saya yakin
technical experts involved in the negotiation have been aware of this
matter. Sejak 2003 (4 tahun yang lalu) ketika saya mewakili IAGI bicara
di rapat2 khusus Dewan Maritim
menyangkut soal batas Singapore-Indonesia dalam kaitan dg penambangan
pasir di Riau BTW, saya melihat para ahli teknis dari Bakosurtanal,
Dishidros, BPPT, DepLu dll sudah sangat aware dengan masalah tersebut.
Meskipun demikian salut juga buat usaha Pak Made Arsana yang melemparkan
isu tersebut di media, supaya tetap membuat para ahli tersebut terjaga.

Thx untuk RDP yang posting beritanya

Salam

adb

- Original Message -
From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id; Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
[EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, April 05, 2007 4:58 PM
Subject: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making
progress


 Singapore berjanji tidak mengunakan reclaimed shoreline sebagai
 batas claim... CATET dulu ...
 Nah yang harus diperhatikan, peta yang mana (kapan) yang akan dipakainya ?

 rdp
 ==
 Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress

 Opinion and Editorial - April 05, 2007

 I Made Andi Arsana, Wollongong, Australia

 Indonesia and Singapore have been recently conducting serious talks
 concerning their pending maritime boundary delimitation. The third
 round of negotiations ended on March 29, with both delegations
 declaring the discussions friendly and fruitful.

 Apart from formal negotiations that have been conducted by Indonesia
 and Singapore regarding their maritime boundaries, Singapore, on the
 other hand, has been actively reclaiming its shoreline. With regard to
 this reclamation, there is a serious concern among people in Indonesia
 that Singapore will use the reclaimed shoreline to decide its borders.
 As I wrote in the Feb. 28, 2007, edition of The Jakarta Post, the
 concern makes sense as such practices might be possible for Singapore,
 in reference to the United Nations Convention on the Law of the Sea
 (UNCLOS). It is also supported by the statement in the Manual on the
 Technical Aspects of the UNCLOS (TALOS).

 Several similar articles have been published, including one in The
 Strait Times on March 17, 2007, titled Jakarta fears S'pore will use
 reclaimed shoreline to decide border.

 After the third round of negotiations were completed in Singapore, the
 said worry for the Indonesian side should now be unnecessary. It has
 been clearly asserted by Singaporean Minister for Foreign Affairs
 George Yeo that its land reclamation works are conducted within
 Singapore's territorial waters. According to a spokesman, Singapore
 has stated that land reclamations would not be a factor in ongoing
 maritime boundary negotiations with Indonesia. This statement was
 made when Yeo spoke in Parliament on Feb. 12, 2007.

 Provided that Singapore is consistent with said statement, it shows
 significant progress regarding the negotiations, at least from the
 Indonesian perspective. The two neighboring states can now move onto
 other essential issues to finalize the pending 1973 agreement. As
 mentioned in their joint press release, the two states have agreed on
 several technical issues for the delimitation of boundaries. This
 should have been a productive achievement reached by the two
 delegations.

 In addition, the joint statement said that the two sides also
 presented their views on the principles of delimitation to be used in
 territorial sea boundary delimitation. However, it was not clearly
 mentioned whether the views included technical aspects and options for
 boundary lines to the west and east of the existing 1973 boundary
 line.

 After observing the latest development in the Indonesia-Singapore
 negotiations, there are at least two other issues to be considered.
 The first issue regards the statement that Singaporean land
 reclamation will have nothing to do with the ongoing negotiations. It
 is worth recalling the principle of maritime boundary delimitation
 that the construction of boundary line will involve the existence of a
 baseline. In this regard, the change of the baseline will definitely
 cause impact on maritime boundary delimitation.

 On the other hand, reclamation can be viewed as an action that could
 possibly change the baselines. If it is confirmed that the reclamation
 will not affect the delimitation of maritime boundaries, this means
 that the delimitation will consider Singapore's original coastline
 prior to reclamation. This should be treated as an important note to
 both Indonesia and Singapore as it will consequently influence
 technical aspects to consider. This, in particular, includes the
 identification of geographical features depicted on a nautical 

Re: [iagi-net-l] Kualitas batubara dan Patahan

2007-04-08 Terurut Topik abachtiar
Urun rembug juga untuk menambah rujukan:

15 tahun yang lalu (1992-1993) 2 orang bimbingan saya (Hendro Hari Santoso
dan Ricky) dalam penelitian skripsi S-1-nya di ITB juga menemukan
peningkatan nilai VR dari batubara-batubara di permukaan yang posisi
singkapannya makin mendekati garis patahan naik Separi yang membatasi
Separi antiklin dengan sinklin di sebelah baratnya. Daerah Separi ada di
Cekungan Kutai, antiklinnya merupakan bagian dari Samarinda Antiklinorium,
posisinya ada di sebelah utara Samarinda. Meskipun fakta permukaan dan
pengukuran laboratorium menunjukkan hubungan kualitas (kematangan)
batubara dengan patahan, dalam hal Separi Coal ini -waktu itu- saya masih
meragukannya, karena ternyata ada kontrol lain: yaitu posisi stratigrafi
dari perconto-perconto yang diambil melintasi antiklin, memotong patahan,
terus dilanjutkan ke sinklin di baratnya: membentuk kolom stratigrafi dari
muda (di sayap timur antiklin Separi)-ke-tua (di antiklin Separi di
sekitar patahan), sehingga mungkin saja peningkatan kematangan di sekitar
patahan (yang juga di sekitar antiklin) diakibatkan oleh perbedaan umur
lapisan (muda-ke-tua). Nampaknya semua pembahasan tentang peningkatan
kwalitas batubara di sekitar patahan yang saya amati dalam posting-posting
sebelum ini mengasumsikan bahwa lapisan batubaranya melampar horisontal
kemudian di salah satu sisi dicegat oleh patahan, sehingga faktor umur
relatif dari perconto satu dengan yang lainnya dianggap konstan. Untuk
bisa mengakses data dan analisis skripsi HHS dan Ricky diatas, bisa
hubungi perpustakaan / repository skripsi di Geologi ITB. Mungkin juga
bimbingan mas Hendra Amijaya memerlukannya untuk rujukan.

Salam

ADB
- Original Message -
From: hendra amijaya
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Saturday, April 07, 2007 11:48 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Kualitas batubara dan Patahan


Urun rembug Pak Yudi,
setahu saya memang struktur geologi (post depositional) bisa mempengaruhi
kualitas batubara seperti yang pak Yudi sampaikan. Tapi ini saya rasa
sifatnya kasus per kasus. Tidak semua seam batubara yang kena struktur
kemudian kualitasnya berubah.
Kebetulan juga ada bimbingan saya di S1 Geologi UGM yang skripsinya
membahas hal ini (masih berjalan, belum selesai, lokasi juga di
Kalimantan). Hasil pemetaan kualitas bb yang dia lakukan menunjukkan
adanya perubahan kualitas pada posisi-posisi yang sama dengan posisi
patahan di lokasi tersebut (mungkin kasusnya sama dengan yang Pak Yudi
temukan)
Perubahan kualitas seperti nilai kalori yang meninggi , setidaknya bisa
dipengaruhi oleh :
- Intensitas temperatur  pressure yang meninggi di zona patahan (yang ini
sudah jelas...)
- Jangan lupa ada pula kemungkinan terjadinya groundwater circulation di
zona patahan tersebut. Groundwaternya bisa bertindak sebagai sarana heat
transfer dari bawah ke atas. Jadi penambahan temperaturnya karena zona
tersebut secara rutin dipanasi oleh panas yang dibawa oleh sirkulasi air.
Apalagi kalau di daerah tersebut (atau secara regional) ada ditemukan
intrusi-intrusi atau bahkan ada tubuh batuan beku di bawahnya. Walaupun
batuan bekunya tidak menyentuh atau sangat berjauhan tapi panasnya
ditransfer oleh si air. Akhirnya ya mirip-mirip kalau kena panas intrusi
tapi intensitasnya tentunya tidak terlalu tinggi.
Sekedar ide pak, moga-moga bisa jadi bahan diskusi yang menarik.
Nuwun,
Hendra




Wahyudi Adhiutomo Sri Wijono [EMAIL PROTECTED] wrote:
Terpatahkan maksudnyatrendnya berubah meninggi. Begitu. exp: dari
isoquality 5800setelah kena sesar jadi 6100. Yang didiskusikan apa
iya...berpengaruh?
Nuwun...




-- 
Respecfully yours,

Wahyudi Adhiutomo
Mobile:   +62812 15 91630
Email: [EMAIL PROTECTED]

Planning and Development Department
PT. Borneo Indobara
Satui Site, South Kalimantan
Jl. Propinsi Km. 167
Satui, South Kalimantan
Fax: +62512 61557
Phone: +62512 2707547


Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



[iagi-net-l] Mahasiswa Kebumian (Pecinta Alam): Ujung Tombak Jalan-Jalan Sosialisasi == Re: [iagi-net-l] Re: MAS TANYA PATAHAN SEMANGKO

2007-04-08 Terurut Topik Andang Bachtiar
Soal sosialisasi mitigasi bencana pasca gempa SumBar (untuk menghindari 
korban - ekses dalam kejadian2 pasca-gempa), saya sangat yakin Pak Ade (IAGI 
Padang, Distam) dan Pak Badrul (HAGI Padang, Unand) sudah berusaha sekuat 
tenaga, mengorbankan waktu-pikiran (dan bahkan dana pribadi) untuk 
melakukannya, termasuk dengan jalan-jalan seperti yang dimaksudkan oleh 
mas RDP. Tetapi kita semua juga tahu bahwa jumlah, tenaga, pikiran dan 
terutama waktu para ahli geologi-geofisik (baca: anggota IAGI maupun 
HAGI), sangat-sangatlah terbatas. Banyak diantara kita yang tidak bekerja di 
domain kebencanaan tersebut. Apa kata bozz di kumpeni/instansi kalau kita 
sering-sering voluneering jalan-jalan untuk nyambangi masyarakat yang perlu 
penjelasan, ketenangan psikis, dan keyakinan bahwa mereka harus pindah 
(walau untuk sementara) dari zona-zona rawan pasca gempa atau bahkan 
zona-zona rawan pre-syn-pasca gempa (rawan forever). Termasuk -mungkin- 
kawan-kawan IAGI-HAGI di SumBar. Mereka pasti sudah berusaha semaksimal 
mungkin. Tapi apa daya: manajemen kerja / concern sosial kita masih belum 
terbentuk bagus. Tidak mungkinlah kita para ahli geologi-geofisik ini bisa 
bekerja full-time melakukan sosialisasi-sosialisasi tersebut. Apalagi kalau 
kita bicara soal volunteering dengan network kawan-kawan IAGI-HAGI dari 
daerah lain dan (terutama) dari pusat (JKT-BDG-YK). Selain komunikasi antar 
kita lewat dunia email seringkali hanya sebatas wacana, analisis, dan 
saling-tukar-pengalaman (belaka) == jarang yang pasti-pasti untuk 
mengorganisasikan suatu kerja nyata === , juga sistim tanggap-sosial 
organisasi keprofesian kita (IAGI-HAGI) nampaknya sedang tidak sigap.


Dalam kaitan dg permasalahan tbs, saya mengusulkan kepada kawan-kawan 
PP-IAGI, PengDa2 IAGI, maupun Pengurus HAGI, untuk secara serius 
mengorganisasikan mobilisasi rekan-rekan mahasiswa kebumian (fisika, 
geofisika, geologi, geodesi, geografi) sebagai ujung-tombak 
sosialisasi-sosialisasi tersebut dalam arti yang sebenar-benarnya (bukan 
hanya wacana, diskusi, dan perencanaan diatas kertas dan rapat-rapat tanpa 
follow-up).


Kenapa mahasiswa? Dari dulu (waktu kita masih mahasiswa) sampai sekarang 
mahasiswa adalah posisi yang relatif sedikit beban dibandingkan dengan 
kita-kita yang sudah banyak beban. Waktu ekstra untuk berkegiatan 
kemahasiswaan maupun (seringkali) untuk diskusi-diskusi, bersosialisasi, 
pacaran, bahkan demonstrasi-demonstrasi relatif lebih banyak daripada para 
ahli yang sudah bekerja. Walaupun seringkali kita mendengar dari waktu ke 
waktu bahwa mahasiswa kita dituntut untuk sekolah cepat, tepat-waktu, gak 
neko-neko, dsb, terutama dengan beban kredit yang banyak(??) dan regulasi 
yang makin ketat (DO, skors dsb) dan tuntutan untuk keep-up dengan kebutuhan 
industri lewat interaksi dg orang2 industri dan teknologinya (diluar kuliah 
resmi),. tetap saja masih ada waktu ekstra buat mereka untuk berkegiatan 
kemahasiswaan dsb. Masih banyak calon-calon pengganti kita yang concern, 
militan, dan mau bekerja untuk kepentingan organisasinya, berlatih, 
berinteraksi, diluar program-program resmi perkuliahan. Yang mereka butuhkan 
adalah fasilitasi, sedikit training-kursus ttg hal-hal advanced di khasanah 
mitigasi (yang dasar2 sdh mereka kuasai), dan dukungan network, pembiayaan 
(yang sangat-sangat minimal dibandingkan dengan kalo kita turun sendiri), 
dan kadang-kadang sekali-dua-kali kita-kita yang sudah ahli' dan pengen 
ikutan jalan2 (dan waktu memungkinkan) bisa turun bersama mereka di 
kampung-kampung, desa-desa, daerah2 yang memerlukan sosialisasi tersebut. 
Menurut catatan saya ada 11 Perguruan Tinggi punya Jurusan Geologi, empat 
angkatan yang masih aktif jumlahnya bervariasi antara 4x30=120 s/d 4x150=160 
per perguruan tinggi. Jadi antara 1320 s/d 1760 mahasiswa geologi aktif 
calon-calon penerus kita sedang belajar geologi di PT-PT kita. Taruhlah 20% 
saja yang punya minat dalam program kemahasiswaan-keprofesian-pengabdian 
masyarakat seperti ini; kita sudah punya 264 s/d 352 mahasiswa yang bila 
dibagi di 12 Pengda IAGI maka rata2 tiap Pengda bisa mendapatkan bantuan 
dari minimal 22 mahasiswa. Jumlah yang cukup banyak untuk secara bergantian, 
bergilir (menyesuaikan dengan jadwal kuliah, ujian dsb) mempelopori 
jalan-jalan sosialisasi ke daerah2 yang sudah dan akan terkena bencana. 
Belum lagi kalau kita hitung potensi dari mahasiswa2 Fisika, Geofisika, 
Geodesi, Geografi,... kemungkinan angka tersebut akan dapat berlipat tiga 
kali.


Kenapa sebenar-benarnya? Karena saya melihat dan merasakan selama ini 
organisasi profesi kebumian kita (IAGI, HAGI, IATMI, dsb) masih sibuk dengan 
urusan yang belum benar-benar menyentuh langsung ke bawah (ke masyarakat 
langsung). Yang tidak langsung sich banyak: berkiprah di profesi 
masing-masing demi menyumbang devisa negara, meningkatkan wacana pengetahuan 
anggota, dsb dsb. Usaha-usaha untuk bersinergi dengan potensi kekuatan yang 
namanya mahasiswa belum pernah benar-benar 

Re: [iagi-net-l] Fwd: [IndoEnergy] EXXON MINTA PENANGGUHAN PENERAPAN DMO HOLIDAY

2007-04-08 Terurut Topik Franciscus B Sinartio
numpang tanya  minyak yang masuk DMO itu bukan berarti minyaknya dikasih ke 
pemerintah kan?
masih dibeli pemerintah walaupun dengan harga yang tidak sesuai pasar 
international.
jadi bukan sesuatu yang diberikan begitu saja ke pemerintah.
nah kalau benar begitu,  berapa sih beda harga DMO dengan harga market 
intenational.  biasanya berapa persen?.
ada yang tahu nggak?

fbs


- Original Message 
From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id; Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL 
PROTECTED]
Sent: Thursday, April 5, 2007 8:56:36 AM
Subject: [iagi-net-l] Fwd: [IndoEnergy] EXXON MINTA PENANGGUHAN PENERAPAN DMO 
HOLIDAY


Dari diskusi di milist sebelah.
Mungkin ada yg penasaran berapa kira-kira nilai yang ditawar dalam
penangguhan DMO ini.
Seorang kawan di sebelah milist ini menghitungnya.

RDP

-- Forwarded message --
From: Johand Dimalouw [EMAIL PROTECTED]
Date: Apr 4, 2007 11:45 AM
Subject: Re: [IndoEnergy] EXXON MINTA PENANGGUHAN PENERAPAN DMO HOLIDAY
To: [EMAIL PROTECTED]


Rekan Sulis yth,
Terima kasih informasinya. Mungkin saja benar begitu, karena saya
tidak mengikuti secara ditel PSC Cepu itu, di mana pembagiannya 85/15
(85% untuk NKRI dan 15% untuk kontraktor PSC CEPU (yaitu EXXON dan
para Mitra Usahanya (terdiri dari EXXON = 6,75%,  Pertamina = 6,75%,
serta Pemda Bojonegoro dan Blora  = 1,5%).
Prinsip yang terkandung dalam kontrak PSC secara umum yang saya
ketahui (maaf, saya tidak tahu secara kusus kontrak PSC CEPU), adalah
bahwa:


Dari 100% GP (Gross Prduction) itu pertama dipotong dulu 25% DMO untuk NKRI.

isa GP (100-25)$ = 75% kemudian baru dipotong untuk CR = Cost Recovery
(terdiri dari Operation Cost dan Depresiasi Capital Investments untuk
explorasi dan exploitasi). Saya tidak tahu besarannya jadi kita
misalkan saja dalam hitungan.

Kemudian sisanya yaitu GP-(DMO + CR) dibagi (dan setelah
diperhitungkan pajak), jadinya 85/15 atau 85% untk NKRI dan 15%
Kontraktor PSC CEPU, yaitu EXXON dan Para Mitra Usahanya.
Hitungan ulangnya sebagai berikut:
Misalkan produksi PSC CEPU 100.000 BPD, Harga pasar $60/bbls, biaya
Operasi = $ 7/bbls, Cost Rrecovery (untuk biaya Explorasi dan Capital
investment sesuai hitungan depresiasi untuk tahun ybs) = $20/bbls dan
rumus bagi hasil adalah 85/15 ( 85% untuk NKRI  dan 15% untuk PSC
CEPU).


Untuk kasus DMO ditangguhkan maka minyak yang diproduksi setiap hari
itu bernilai $6.000.000, diambil untuk Cost Recovery ($7/bbls + $
20/bbls) x 100.000 = $ 2.700.000 per hari untuk PSC CEPU. Sisa minyak
bernilai $ 3.300.000 itu dibagi sesuai rumusan PSC, maka PSC CEPU
mendapat bagi hasil sebesar $495.000 per hari. Total untuk PSC CEPU =
$ 3.195.000 per hari dan untuk NKRI $ 2.805.000 per hari.

Untuk kasus DMO berlaku seperti biasa, maka nilai minyak yang
diproduksi setiap hari itu dipotong 25% DMO berniali 25.000 x $
60/bbls = $1.500.000 per hari untuk NKRI. Sisanya sebesar 75% bernilai
= 75.000 x $ 60/bbls =  $ 4.500.000  per hari, dipotong Cost Recovery
untuk PSC CEPU (dianggap tetap sama) = $ 2,700.000 per hari.  Nilai
sisa minyak yang akan dibagi sebagai keuntungan usaha adalah $
4.500.000 - 2.700.000 = $ 1.800.000. PSC CEPU mendapat 15%  = $270.000
per hari dan NKRI dapat bagian 85% = $ 1.530.000 per hari. Jadi total
untuk PSC CEPU adalah  $ 2.970.000 per hari dan  total untuk NKRI
adalah 3.030.000 per hari.

Kesimpulannya adalah bahwa:

DMO adalah komponen kontrak PSC yang menguntungkan NKRI dan menjamin
hasil untuk NKRI karena diambil 25% terlebih dahulu untuk kepentingan
Nasional. Bisa saja terjadi ditahap awal produksi komponen CR(Cost
Recovery) sangat besar disebabkan oleh hasil hitungan Deprisiasi
Investasi sehingga Kontraktor yang dapat bagian besar, tapi dengan
DMO, NKRI tetap minimal dapat 25% khan.
Besarnya investasi, bagian Cost recovery dan bagi hasil untuk EXXON
itu terpulang kepada perjanjian kerjasama EXXON dan Mitra Usahanya



Begitulah kira-kira fungsi DMO dalam konsep PSC, sehingga sangat
disayangkan bila Pengurus (Pemerintah dan DPR) NKRI menyetujui usulan
penundaan DMO oelh Kontraktor PSC CEPU (EXXON dkk).

Terima kasih

JD

- Original Message 
From: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, April 4, 2007 7:56:00 AM
Subject: Re: [IndoEnergy] EXXON MINTA PENANGGUHAN PENERAPAN DMO HOLIDAY




Mungkin banyak yang nggak tahu bahwa banyak koran menulis bahwa bagian nya
itu hanya 6.75%. Pertamina 6.75%, Pemda Bojonegoro dan Blora total dapat
1.5%, Pemerintah 85%. Tolong dihitung, enuak banget apa nggak ?

Wah berart EXXON mengajukan usul yang merugikan donk.
Udah splitnya bagus banget 20-80 masih minta DMO Holiday lagi 
weleh-weleh ... dikeki ati ngrogoh rempelo kiyi !

rdp


Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali 

Re: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress

2007-04-08 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari

Ada tambahan dibawah ini dari Prof Jacub Rais yang menyebutkan batas
tersebut adalah batas rendah, bukan batas terendah. UN tidak peduli
apakah itu LAT. Yang penting bagi UN adalah asalkan tidak ada yg
terinjak kakinya. Buat kita (Indonesia) pasti akan keinjak ... bukan
hanya nginjek kaki, tetapi nginjek muka. Karena kita menakan dirinya
negeri maritim, jadi soal maritim harus tegas dan jelas. Selain itu
tentunya HARUS ada kesepakatan bersama dan yang penting buat kita saat
ini secara definitif, dimana koordinat batas-batas itu saat ini
ditentukan, apapun metode, aturan dan kesepakatan yang dipakainya.

rdp

On 4/8/07, Jacub Rais [EMAIL PROTECTED] wrote:



Jakarta 8 Pril 2007

 Pak Andi Arsana dan Pak Parluhutan.

 Dalam UNCLOS disebut low waterline, bukan the lowest low waterline. Dalam
 bahasa Indon seharusnya garis air rendah bukan garis air terentah sehingga
 ada yang usul pakai LAT (pak Klaas yang pernah menyampaikannya ini). LAT
 saya katakan harus ditentukan melalui pengamatn pasut selama 18,7 tahun,
 satu periode nutation. Ini terlalu lama. Ini juga saya tidak setuju. Dalam
 praktek di lapangan kita lihat air rendah bervariasi tiap detik karena air
 tiap diam dan tergantung pada tempat dimana anda berdiri. . Saya pilih air
 terendah dalam satu hari. Saya pernah usulkan di ITB tempoh haris agar coba
 hitung dampaknya terhadap koordinat titik batas yang dihitung dari berbagai
 macam variasi muka air laut di pulau Jawa dan juga muka air yang extreem di
 Papua bagian selatan, antar berbagai pasut rendah.. Dampaknya hanya pada
 koordinat second. Kalau 1 second di ekuator = 30 meter, maka 20 second baru
 60 m. Kalau anda plot diatas peta 1:50.000 maka 1 mm dipeta adalah 50 meter
 maka haslnya tidak signifikan.
 Kemudian hari ketika pada tahun 2004 kebetulan Kepala BAKO, pak Matindas,
 bersama pak Klaas dan saya di New York, menghadiri pertemuan UN Group of
 Experts on Geographical Names, kami bertiga mengadakan pertemuan dengan
 Komisi UNCLOS 1982 di New York.  Ketika kami tanya mengenai low waterline
 apakah harus LAT. Mereka mengatakan PBB tidak care apakah low water line
 atau the lowest low water line,karena penentuan titik dasar adalah
 unilateral, dan PBB tidak memeriksa bagaimana titik dasar ini ditetapkan
 oleh suatu negara,  kecuali jika anda menginjak kaki orang lain artinya
 berbenturan dengan garis batas teritorial negara lain. Jadi mengapa kita
 mesti susah-susah menentukan titik dasar karena makin lama kita mengamati
 akan makin mahal karena garis batas harus segara ditentukan, apalagi untuk
 garis batas kewenangan laut daerah (provinsi, kabupaten/kota). Dalam
 praktek, saya tetapkan garis air terendah dalam satu hari, sebagai low water
 line.

 Salam,
 Jacub Rais


On 4/8/07, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote:

Seingat saya, di dalam UNCLOS juga tertulis, koq, bahwa base-line
harus berupa natural feature/land-mark, bukan man-made
feature/landmark. Tidak seperti Pak Made Arsana yg kuatir, saya yakin
technical experts involved in the negotiation have been aware of this
matter. Sejak 2003 (4 tahun yang lalu) ketika saya mewakili IAGI bicara
di rapat2 khusus Dewan Maritim
menyangkut soal batas Singapore-Indonesia dalam kaitan dg penambangan
pasir di Riau BTW, saya melihat para ahli teknis dari Bakosurtanal,
Dishidros, BPPT, DepLu dll sudah sangat aware dengan masalah tersebut.
Meskipun demikian salut juga buat usaha Pak Made Arsana yang melemparkan
isu tersebut di media, supaya tetap membuat para ahli tersebut terjaga.

Thx untuk RDP yang posting beritanya

Salam

adb

- Original Message -
From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id; Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
[EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, April 05, 2007 4:58 PM
Subject: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making
progress


 Singapore berjanji tidak mengunakan reclaimed shoreline sebagai
 batas claim... CATET dulu ...
 Nah yang harus diperhatikan, peta yang mana (kapan) yang akan dipakainya ?

 rdp
 ==
 Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress

 Opinion and Editorial - April 05, 2007

 I Made Andi Arsana, Wollongong, Australia

 Indonesia and Singapore have been recently conducting serious talks
 concerning their pending maritime boundary delimitation. The third
 round of negotiations ended on March 29, with both delegations
 declaring the discussions friendly and fruitful.

 Apart from formal negotiations that have been conducted by Indonesia
 and Singapore regarding their maritime boundaries, Singapore, on the
 other hand, has been actively reclaiming its shoreline. With regard to
 this reclamation, there is a serious concern among people in Indonesia
 that Singapore will use the reclaimed shoreline to decide its borders.
 As I wrote in the Feb. 28, 2007, edition of The Jakarta Post, the
 concern makes sense as such practices might be possible for Singapore,
 in 

Re: [iagi-net-l] Kualitas batubara dan Patahan

2007-04-08 Terurut Topik M. Nur Heriawan
 Coba kalau pakai logika gini  patahan
 menunjukkan bahwa stress
 (tekanan) pada batuan sudah berubah menjadi strain
 yang berupa patahan
 ... atau patahan merupakan release jadi strain 
 Lah mengapa
 pematangan lebih besar pada zona patahan ?


Kalau hanya berdasarkan pengamatan kualitas (CV) dan
reflektansi vitrinit, rasanya susah untuk membedakan
apakah faktor tekanan, pemanasan, atau fluid flow yang
menjadi penyebab utama kenaikan kematangan batubara di
suatu zona patahan. Bisa juga kombinasi diantara
faktor2 tsb.

Untuk tahu lebih detil, mestinya harus dilakukan studi
mikrostruktur atau mikrofasies pada sampel batubaranya
sendiri. Barangkali Pak Hendra A. atau rekan lain bisa
sharing pengalamannya untuk masalah ini. 

Saya kebetulan juga lagi mengamati mikrostruktur
batubara dari X-ray CT scan image dan akan
menghubungkannya dengan beberapa parameter kualitas
batubara. Mudah2an dalam 1-2 bulan mendatang akan
ketahuan hasilnya... :)
   
Salam,

Nur H.



 

Sucker-punch spam with award-winning protection. 
Try the free Yahoo! Mail Beta.
http://advision.webevents.yahoo.com/mailbeta/features_spam.html


Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



[iagi-net-l] Cari alamat Fiona Goodfellow

2007-04-08 Terurut Topik Iman Argakoesoemah
Teman-teman,
 
Apakah ada yang tahu alamatnya Fiona Goodfellow, Geophys ?
 
Thanks. Iman


Re: [iagi-net-l] Kualitas batubara ?

2007-04-08 Terurut Topik Noel Pranoto

Pak Yo ysh,
Kualitas batubara dalam pengertian aplikasi sehari-hari menurut yg
saya tahu adl spesifikasi berdasarkan kegunaannya, dalam hal ini ada 2
jenis yang utama yakni:
- dibakar (combustion) utk menghasilkan energi kalor (pembangkit
listrik, kiln industri semen), umum dikenal sbg batubara uap/panas
(thermal/steam coal)
- penghasil karbon (C) dlm proses peleburan baja, karbonisasi,
industri kimia, dll, umum dikenal sbg batubara kokas/metalurgi
(metallurgical/coking coal).

Kualitas disusun berdasarkan hasil uji (test) atau analisa yang
sebagian sdh Bapak tuliskan dibawah. Maaf kalau Bapak sdh tahu namun
dalam penyelidikan batubara, ada 4 jenis uji utk menghasilkan analisa
yg meyeluruh dlm menentukan tahapan penyelidikan selanjutnya, yakni:
- uji fisika (non-destruktif, analisa ukuran, uji tumbler, berat jenis
relatif, berat jenis tumpukan, hgi, abrasi, shatter/stabilitas ukuran,
kapasitas simpan air, float/sink, froth floatasi, dll)
- uji kimia (proksimat, ultimat, sulfur, klorin, unsur jejak, nilai
panas, karbonisasi)
- uji sifat kokas (csn, tipe gray-king, dilatometer, dll)
- uji petrografi (analisa jenis maseral, analisa mikro ukuran maseral,
vitrinite reflectance, dll)

Disamping itu, ada uji lain yang khusus dilakukan pada abu sisa
pembakaran batubara seperti AFT  analisa abu. Pada
greenfield/grassroot exploration umum juga dilakukan penanggalan
melalui analisa polen pada top/bottom lapisan batubara untuk penentuan
umur.

Dari karakter-karakter di atas biasanya pasar menentukan kualitas
sesuai dengan kegunaannya. Misalnya utk proses karbonisasi, kualitas
batubara yang dicari adalah yang memiliki nilai csn minimum 6 dsbg.

Kalau saya lihat jenis uji di industri batubara cukup banyak, lebih
banyak dari iron ore  misalnya atau bauxite. As coal is not an organic
black rock only, hex3.

Demikian sekedar sharing.

Salam,
Noel


On 4/9/07, Yo Sumartojo [EMAIL PROTECTED] wrote:

Rekan-rekan geologiawan,

Seperti yang diketahui oleh banyak rekan-rekan geologiawan di Indonesia, sebenarnya ada 
beberapa arti kualitas batubara.

1. Nilai kalori
2. Analisa ultimate
3. Analisa proximate
4. Grindability index
5. Ash fusion

Apalagi dalam penggunaan batubara sebagai bahan bakar, kualitas batubara juga dipengaruhi 
oleh kadar elemen jejak (trace elements), karena inipun mempunyai dampak pada 
proses pembakaran dan lingkungan. Diluar itu, kualitas batubara, terutama kualitas 
organiknya  sangat dipengaruhi oleh struktur tektonik (apakah lipatan atau patahan), 
karena kepekaan senyawa organik oleh perubahan temperatur dan tekanan.

Beberapa tahun yang lalu ada kerja-sama antara Direktorat Geologi (Dr. Hadianto) dan Jawatan 
Geologi Amerika Serikat ( Dr. Robert Finkelman dari USGS) untuk menyelidiki kualitas batubara 
Indonesia. Sayang, tidak ada kelanjutannya!  Rencananya, hasil kerja sama tadi akan dimuat 
dalam database World Quality of Coals. Yang di A.S., sudah ada contohnya:


http://energy.er.usgs.gov/products/databases/CoalQual/Docs/techinfo.pdf

Unjuk rembug ini hanyalah keinginan saya untuk ikutan bertukar pikiran dalam 
masalah geologi.

salam,

Jojok (Yo) sumartojo
Marietta, Georgia, USA




Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-





--
Noel


Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: 

Re: [iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress

2007-04-08 Terurut Topik yrsnki


 Ndang

   Pertanyaan bodoh : 
Bagaimana membedakan antara natural dan artificial feature/landmark ,
kalau itu sudah jadi dalam waktu yang lama dan diakui sebagai
natural oleh negara tsb ?

Si-Abah

__


   Seingat saya, di dalam UNCLOS juga tertulis, koq,
bahwa base-line
 harus berupa natural
feature/land-mark, bukan man-made
 feature/landmark.
Tidak seperti Pak Made Arsana yg kuatir, saya yakin

technical experts involved in the negotiation have been aware of
this
 matter. Sejak 2003 (4 tahun yang lalu) ketika saya
mewakili IAGI bicara
 di rapat2 khusus Dewan Maritim

menyangkut soal batas Singapore-Indonesia dalam kaitan dg penambangan
 pasir di Riau BTW, saya melihat para ahli teknis dari
Bakosurtanal,
 Dishidros, BPPT, DepLu dll sudah sangat
aware dengan masalah tersebut.
 Meskipun demikian salut
juga buat usaha Pak Made Arsana yang melemparkan
 isu tersebut di
media, supaya tetap membuat para ahli tersebut terjaga.
 
 Thx untuk RDP yang posting beritanya
 
 Salam
 
 adb
 
 - Original Message -

From: Rovicky Dwi Putrohari
[EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id;
Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)

[EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Thursday, April 05, 2007 4:58 PM
 Subject:
[iagi-net-l] Indonesia-Singapore talks on maritime borders making
 progress
 
 
 Singapore berjanji
tidak mengunakan reclaimed shoreline sebagai

batas claim... CATET dulu ...
 Nah yang harus diperhatikan,
peta yang mana (kapan) yang akan dipakainya
 ?

 rdp

==

Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress

 Opinion and Editorial - April 05, 2007

 I Made Andi Arsana, Wollongong, Australia

 Indonesia and Singapore have been recently
conducting serious talks
 concerning their pending maritime
boundary delimitation. The third
 round of negotiations ended
on March 29, with both delegations
 declaring the discussions
friendly and fruitful.

 Apart from formal
negotiations that have been conducted by Indonesia
 and
Singapore regarding their maritime boundaries, Singapore, on the
 other hand, has been actively reclaiming its shoreline. With
regard to
 this reclamation, there is a serious concern among
people in Indonesia
 that Singapore will use the reclaimed
shoreline to decide its borders.
 As I wrote in the Feb. 28,
2007, edition of The Jakarta Post, the
 concern makes sense
as such practices might be possible for Singapore,
 in
reference to the United Nations Convention on the Law of the Sea
 (UNCLOS). It is also supported by the statement in the Manual
on the
 Technical Aspects of the UNCLOS (TALOS).

 Several similar articles have been published,
including one in The
 Strait Times on March 17, 2007, titled
Jakarta fears S'pore will use
 reclaimed shoreline to decide
border.

 After the third round of negotiations
were completed in Singapore, the
 said worry for the
Indonesian side should now be unnecessary. It has
 been
clearly asserted by Singaporean Minister for Foreign Affairs

George Yeo that its land reclamation works are conducted within
 Singapore's territorial waters. According to a spokesman,
Singapore
 has stated that land reclamations would not
be a factor in ongoing
 maritime boundary negotiations with
Indonesia. This statement was
 made when Yeo spoke in
Parliament on Feb. 12, 2007.

 Provided that
Singapore is consistent with said statement, it shows

significant progress regarding the negotiations, at least from the
 Indonesian perspective. The two neighboring states can now move
onto
 other essential issues to finalize the pending 1973
agreement. As
 mentioned in their joint press release, the
two states have agreed on
 several technical issues for the
delimitation of boundaries. This
 should have been a
productive achievement reached by the two
 delegations.

 In addition, the joint statement said that the
two sides also
 presented their views on the principles
of delimitation to be used in
 territorial sea boundary
delimitation. However, it was not clearly
 mentioned
whether the views included technical aspects and options for

boundary lines to the west and east of the existing 1973 boundary
 line.

 After observing the latest
development in the Indonesia-Singapore
 negotiations, there
are at least two other issues to be considered.
 The first
issue regards the statement that Singaporean land

reclamation will have nothing to do with the ongoing negotiations. It
 is worth recalling the principle of maritime boundary
delimitation
 that the construction of boundary line will
involve the existence of a
 baseline. In this regard, the
change of the baseline will definitely
 cause impact on
maritime boundary delimitation.

 On the other
hand, reclamation can be viewed as an action that could

possibly change the baselines. If it is confirmed that the reclamation
 will not affect the delimitation of maritime boundaries, this
means
 that the delimitation will