Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik prasiddha Hestu Narendra
prrtt...maaf peluitnya ditiup
he..he..he...
silakan berdiskusi, silakan berbeda pendapat, silakan percaya, silakan tidak
percaya..tetapi yang penting tetap adem ayem dan saling menghormati.

monggo dilanjut

2011/7/7 Eko Prasetyo strivea...@gmail.com

 perkataan anda seperti seorang otoritas ilmuwan dan merendahkan level
 ustadz. Banyak doktor-doktor ilmu yang lebih tinggi dari anda yang
 menganggap evolusi itu sampah. Banyak ustadz-ustadz yang level keilmuan
 eksaknya mungkin lebih tinggi dari anda.

 Newton sendiri mungkin jauh lebih religius dari para saintis-saintis atheis
 norak yang memaksakan kalau Tuhan itu imajinari tapi kalau ditanya kenapa
 Alam Semesta itu ada dia berkata ya ada aja Sebuah jawaban yang tidak
 ilmiah dan munafik.

 sudah baca bahwa penemu homo erectus solo menyembunyikan tulang tengkorak
 yang bisa membantah teori homo erectus di bawah kasurnya selama berpuluh
 tahun? sudah membaca bahwa homo erectus solo itu direkonstruksi dari dua
 tulang yang jauhnya berbelas kaki dan mempunyai kemungkinan perbedaan
 individu tapi dipaksakan sebagai satu kejadian?

 Atau fosil sebuah nenek moyang manusia yang ditentukan hanya dari sebuah
 fosil. gigi.

 Atau fosil kadal-burung dari china yang ternyata hoax.

 Atau kenyataan bahwa banyak manusia sekarang yang tinggi besar berdahi rata
 mirip Neanderthal tapi ternyata homo sapiens.

 Atau fosil tengkorak anak berkelainan megacephalus yang diklaim sebagai
 fosil alien.


 Lalu apa anda sudah mempelajari bahwa di alam tidak ada yang random, random
 itu hanyalah simplifikasi dari kompleksitas yang tidak dipahami manusia?
 Bahkan ilmu eksak geosaintis pun hanya bisa berkata kemungkinan minyak di
 sini 90%. Sebuah ketidakeksakan.

 Sekarang pikirkan: apa kemungkinan dua spesimen jantan dan betina dari
 spesies berkelamin ganda yang akan menggantikan spesies sebelumnya lahir
 pada waktu yang sama, dengan tingkat kecocokan tinggi, dan dilahirkan dari
 spesies yang lama?

 Limit mendekati nol.

 Mempercayai evolusi itu nyata sama saja mempercayai bahwa logam mentah bisa
 menjadi mobil yang fungsional hanya dengan terjadinya badai besar-besaran.

 Sekarang siapa yang harus melepaskan diri dari keilmuwan? Saya yang sudah
 membaca dua sisi dari evolusi atau anda yang gak punya landasan kuat tapi
 mengusir saya dari keilmiahan?


 2011/7/7 Yustinus Suyatno Yuwono yuw...@gc.itb.ac.id

 Kalo anda menganggap teori evolusi adalah hoax, berhenti saja sebagai
 ilmuwan, lalu menjadi ustadz saja.
 Salam,
 YSY
 - Original Message - From: strivea...@gmail.com

 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Wednesday, July 06, 2011 7:53 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia



  Dari teori ke teori, saya semakin yakin kalo evolusi ini hoax

 visit strivearth.com and be entertained

 -Original Message-
 From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com
 Date: Wed, 6 Jul 2011 07:42:29
 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; geologi...@googlegroups.comge**
 ologi...@googlegroups.com geologi...@googlegroups.com
 Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia
 Mnarik.
 Untungnya nenek moyangku orang pelaut :)

 Rdp
 --

 Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

 
 » Homo erectus, nenek moyang homo sapiens

 Muhammad Firman | Rabu, 6 Juli 2011, 05:29 WIB

 VIVAnews - Sebuah studi yang diketuai oleh Etty Indriati, peneliti
 dari Universitas Gadjah Mada, Indonesia melakukan investigasi dari dua
 situs di sungai Bengawan Solo. Dari penelitian, disimpulkan bahwa Homo
 erectus kemungkinan tidak tinggal di habitat yang sama dengan manusia
 modern.

 Temuan ini memunculkan keraguan pada teori evolusi manusia sebelumnya
 dan mengindikasikan bahwa nenek moyang manusia modern itu punah jauh
 lebih awal dibandingkan perkiraan sebelumnya.

 Seperti diketahui, Homo erectus, yang meninggalkan Afrika sekitar 1,8
 juta tahun lalu, disepakati sebagai nenek moyang langsung spesies kita
 yakni Homo sapiens. Kedua spesies ini sebelumnya diyakini pernah hidup
 berdampingan. Setidaknya sampai muncul teori baru yang membantah itu.

 Selama ini, ilmuwan memperkirakan, sekitar 500 ribu tahun lalu Homo
 erectus lenyap dari Afrika dan sebagian besar Afrika dan diperkirakan,
 bertahan hidup di Indonesia hingga 35 ribu tahun lalu. Adapun Homo
 sapiens awal tinggal di kawasan Indonesia sejak 40 ribu tahun lalu dan
 tinggal bersama dengan nenek moyangnya tersebut.

 Penelitian yang dilakukan Etty dan timnya menunjukkan bahwa asumsi
 selama ini tidak benar dan Homo erectus lenyap jauh sebelum kedatangan
 Homo sapiens di Asia.

 “Homo erectus kemungkinan tidak tinggal di habitat yang sama dengan
 manusia modern,” kata Etty, seperti dikutip dari DailyMail, 5 Juli
 2011.

 Dari ekskavasi dan analisa waktu, hasilnya mengindikasikan bahwa Homo
 erectus punah setidaknya 143 ribu tahun lalu, dan bahkan mungkin lebih
 dari 550 ribu tahun lalu.

 Jika demikian yang terjadi, maka temuan ini 

Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik R.P.Koesoemadinata
Masalah percaya dan tidak percayanya mengenai  Theori  Evolusi saya ingin 
mencuplik dari Pendahuluan kuliah yang saya berikan untuk mahasiswa S3, yaitu 
“Falsafah Ilmu Kebumian”

Masalah ini sangat mengusik pada geoscientist kita yang juga taat beragama, 
mana yang benar, dan bagaimana seorang yang berkeyakinan beragama menghadapi 
theori ini. Pengertian kebenaran sendiri adalah merupakan masalah falsafah 
tersendiri, apa sebenarnya yang disebut ‘kebenaran’ itu?

Dalam agama Islam (sebagaimana tertera dalam Al Quar’an) kita mengenal sebagai 
3 tingkatan kebenaran: Ainal Yaqin (keyakinan benar karena kita dapat 
melihatnya, atau mengamati-nya /secara empiris), Ilmal Yaqin keyakinan (benar)  
karena didasarkan ilmu yang kita geluti, yaitu berdasarkan pengamatan dan 
penalaran logika,  ‘akal’), dan Haqqul Yaqin, kebeneran haqiqi, atau kebenaran 
absolut atau ‘the ultimate truth’ Ini adalah penafsiran saya atas ayat Alqur’an 
, mungkin ulama yang lain menafsirkannya lain.

Dalam science yang bersifat empiris yang kita geluti, masalahnya bukan kita itu 
percaya atau tidak pada suatu teori, termasuk teori evolusi, tetapi apakah kita 
itu bisa menerima (accept) tidak suatu teori itu sebagai sesuatu yang logis/ 
masuk akal dan sesuai dengan apa yang kita amati (fosil2, batuan dsb). Dalam 
science sesuatu itu dianggap ada kalau sesuatu itu dapat kita amati dengan 5 
pancaindera kita ini, tidak termasuk indra ke-6. Dengan demikian ruh, jin, 
bahkan Tuhan pun di ‘anggap’ tidak ada karena tidak dapat diamati dengan ke-5 
panca indera kita (bukan berari seorang scientist tidak boleh percaya Tuhan, 
boleh saja, tetapi itulahsalah satu rule of the game-nya, kita tidak bisa 
menjelaskan terjadinya gejala alam dengan keberadaan kekuatan supernatural 
misalnya yang tidak bisa kita amati). Tujuan science adalah menjelaskan suatu 
gejala alam secara logis berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan manusia. 
Misalnya apakah teori evolusi itu dapat menjelaskan keanekaragaman machluk 
hidup dan adanya deretan fosil-fosil yang diketemukan dalam urut2an lapisan 
batuan di kerak bumi kita ini secara logika, atau masuk akalkah teori ini. 
Science tidak mengharuskan kita untuk mempercayainya, tetapi dapat menerimanya 
sebagai sesuatu yang logis. Selain itu tujuan science itu adalah melakukan 
prediksi (atau untuk geologi: post diction), atau bermaanfaat atau dapat 
digunakan.  Misalnya saya kira evolusi itu sesuatu yang masuk akal dan dapat 
digunakan untuk penentuan umur, korelasi dengan menggunakan fosil foram, 
misalnya. Para scientist juga sadar bahwa ‘kebenaran’ dalam science itu 
bersifat sesaat atau relative, karena science itu maju terus, berkembang terus. 
Hal ini terutama sangat kentara dalam geosciences, khususnya paleontologi. Di 
ketemukannya saja 1 butir fossil saja dapat menumbangkan suatu teori, dan 
muncul teori baru. Hal ini juga sama dalam ilmu fisika, maupun kimia, apalagi 
astrofisika dan astronomi. Bahkan seorang ahli science philosophy Karl Popper 
mengatakan semua teori apapun akhirnya akan tumbang, dan diganti dengan teori 
yang lain, yang lebih maju.

Jadi dalam hal science, teori evolusi, yang penting adalah bukan soal percaya 
atau tidak, tetapi apakah kita dapat menerimanya sebagai penjelasan yang logis 
dan masuk akal dan sesuai dengan pengamatan kita. ”Geloven doe je in de kerk” 
orang Belanda bilang (masalah percaya adalah masalah dalam gereja). Agama itu 
didasarkan atas kepercayaan atau lebih tepat lagi iman atas wahyu illahi yang 
diturunkan pada para nabi dan dituliskan pada kitab suci, mengenai keberadaan 
malaikat, ruh, setan dan tentunya Tuhan tidak perlu logis atau keberadaannya 
didasarkan atas pengamatan ke-5 pancaindera kita ini. Kebenaran agama kita 
yakini karena iman, dan kita tidak bisa menilainya secara scientific. Science 
itu berdasarkan pengamatan dan pemikiran manusia, dan tidak perlu dinilai 
secara religious/spiritual.

 

Apakah ini dualisme/ kontrakdiksi dalam alam pikiran? Saya  tidak merasa 
demikian.  Kita bekerja dalam science sesuai dengan kaidah dan aturannya dan 
menerima kesimpulannya sesuai dengan logika dan pengamatan. Sama saja kalau 
dengan kita main sepak bola, kalau terjadi goal yang kontroversial, kita kan 
tidak menunggu adanya fatwa MUI yang mencari ayat Alquar’an dan Haditz yang  
mengharamkan atau mensyahkan goal tersebut, tetapi kita menilainya keputusan 
wasit sesuai dengan peraturan sepakbola yang dikeluarkan FIFA. Sekularisme? 
Mungkin. Tetapi saya hidup cukup tenang dan tenteram  dan hidup dalam 
keseimbangan sebagai seorang geoscientist yang beragama.

Wassalam mu’alaikum

RPK

  - Original Message - 
  From: Eko Prasetyo 
  To: iagi-net@iagi.or.id 
  Sent: Thursday, July 07, 2011 12:24 PM
  Subject: Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia


  perkataan anda seperti seorang otoritas ilmuwan dan merendahkan level ustadz. 
Banyak doktor-doktor ilmu yang lebih tinggi dari anda yang menganggap evolusi 
itu sampah. Banyak 

Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik Maradona Yanuar
Mas Eko,
 
Saya baca bukunya Harun Yahya, pendapat saya pribadi dalam kasus teori evolusi 
yang kontradiktif dan dibahas dalam buku tersebut adalah... :dalam sains 
prinsip pertama adalah seeing is believing ga perduli orang lain mau tulis 
paper apa atau laporan apa, selama data primer dan penafsirannya tidak bisa 
dipertanggung jawabkan maka seluruh asumsi dan kepercayaan akan gugur. 
Bukannya sedikit kok orang2 yang bikin riset ataupun publikasi tapi sebenernya 
mereka ndak melakukan approach sesuai keilmuan melainkan comot sana-sini atau 
copy paste kerjaan orang lain hehehe. 
 
Maaf daku bukan menggurui karena ga ada kapasitas buat jadi guru... namun 
sekedar mengingatkan dulu kalo ga salah ada mata kuliah judulnya konsep dasar 
keilmuan dan teknologi (Kontek kalo ga salah hehehe) ada pembahasan mengenai 
Filosofi keilmuan, bahwasanya segala sesuatu yang bisa dilihat, dijamah, 
didengar, dirasakan dan di nalar itu lah ilmu/sains. Konsep tentang tuhan 
ataupun penciptaan manusia ada jauh diluar keilmuan. Kalo mau percaya ya 
percaya saja.. ndak usah diteliti-teliti pula itu proses penciptaan manusia 
atau keberadaan tuhan... malahan kalo menurut saya penafsiran ayat2 yang di 
kutip di beberapa buku salah satunya harun yahya tsb menurut saya pribadi lagi 
seringkali serampangan... apalagi sampai kepada tuduhan Eugene Du Bois 
nyembunyikan fosil tengkorak Trinil (kurang kerjaan betul Du Bois ini rupanya)
 
Saya meng imil ini bukan karena berusaha menengahi perdebatan keras anda dengan 
pak Suyatno , silahkan dan monggo berdebat selama masih dalam koridor diskusi 
dan ndak tantang2 an. Dan ternyata selagi daku mengetik imil ini Pak RPK sudah 
duluan memberi pengantar tentang kuliah Filsafat Ilmu hehehe
 
salam
M  M 

--- On Wed, 7/6/11, Eko Prasetyo strivea...@gmail.com wrote:


From: Eko Prasetyo strivea...@gmail.com
Subject: Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Wednesday, July 6, 2011, 10:24 PM


perkataan anda seperti seorang otoritas ilmuwan dan merendahkan level ustadz. 
Banyak doktor-doktor ilmu yang lebih tinggi dari anda yang menganggap evolusi 
itu sampah. Banyak ustadz-ustadz yang level keilmuan eksaknya mungkin lebih 
tinggi dari anda. 

Newton sendiri mungkin jauh lebih religius dari para saintis-saintis atheis 
norak yang memaksakan kalau Tuhan itu imajinari tapi kalau ditanya kenapa Alam 
Semesta itu ada dia berkata ya ada aja Sebuah jawaban yang tidak ilmiah dan 
munafik.

sudah baca bahwa penemu homo erectus solo menyembunyikan tulang tengkorak yang 
bisa membantah teori homo erectus di bawah kasurnya selama berpuluh tahun? 
sudah membaca bahwa homo erectus solo itu direkonstruksi dari dua tulang yang 
jauhnya berbelas kaki dan mempunyai kemungkinan perbedaan individu tapi 
dipaksakan sebagai satu kejadian?

Atau fosil sebuah nenek moyang manusia yang ditentukan hanya dari sebuah 
fosil. gigi.

Atau fosil kadal-burung dari china yang ternyata hoax.

Atau kenyataan bahwa banyak manusia sekarang yang tinggi besar berdahi rata 
mirip Neanderthal tapi ternyata homo sapiens.

Atau fosil tengkorak anak berkelainan megacephalus yang diklaim sebagai fosil 
alien.


Lalu apa anda sudah mempelajari bahwa di alam tidak ada yang random, random itu 
hanyalah simplifikasi dari kompleksitas yang tidak dipahami manusia? Bahkan 
ilmu eksak geosaintis pun hanya bisa berkata kemungkinan minyak di sini 
90%. Sebuah ketidakeksakan. 

Sekarang pikirkan: apa kemungkinan dua spesimen jantan dan betina dari  spesies 
berkelamin ganda yang akan menggantikan spesies sebelumnya lahir pada waktu 
yang sama, dengan tingkat kecocokan tinggi, dan dilahirkan dari spesies yang 
lama?

Limit mendekati nol.

Mempercayai evolusi itu nyata sama saja mempercayai bahwa logam mentah bisa 
menjadi mobil yang fungsional hanya dengan terjadinya badai besar-besaran.

Sekarang siapa yang harus melepaskan diri dari keilmuwan? Saya yang sudah 
membaca dua sisi dari evolusi atau anda yang gak punya landasan kuat tapi 
mengusir saya dari keilmiahan?


2011/7/7 Yustinus Suyatno Yuwono yuw...@gc.itb.ac.id

Kalo anda menganggap teori evolusi adalah hoax, berhenti saja sebagai ilmuwan, 
lalu menjadi ustadz saja.
Salam,
YSY
- Original Message - From: strivea...@gmail.com

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, July 06, 2011 7:53 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia






Dari teori ke teori, saya semakin yakin kalo evolusi ini hoax

visit strivearth.com and be entertained

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com
Date: Wed, 6 Jul 2011 07:42:29
To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; 
geologi...@googlegroups.comgeologi...@googlegroups.com
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia
Mnarik.
Untungnya nenek moyangku orang pelaut :)

Rdp
--

Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia


» Homo erectus, nenek moyang homo sapiens

Muhammad Firman | Rabu, 6 Juli 2011, 05:29 

Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik Brahmantyo Gunawan
Penjelasan yang indah Prof..! Terimakasih.
Salam,
Brahmantyo

--- Pada Kam, 7/7/11, R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id menulis:


Dari: R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id
Judul: Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Kamis, 7 Juli, 2011, 3:38 PM


 



Masalah percaya dan tidak percayanya mengenai  Theori  Evolusi saya ingin 
mencuplik dari Pendahuluan kuliah yang saya berikan untuk mahasiswa S3, yaitu 
“Falsafah Ilmu Kebumian” 
Masalah ini sangat mengusik pada geoscientist kita yang juga taat beragama, 
mana yang benar, dan bagaimana seorang yang berkeyakinan beragama menghadapi 
theori ini. Pengertian kebenaran sendiri adalah merupakan masalah falsafah 
tersendiri, apa sebenarnya yang disebut ‘kebenaran’ itu?
Dalam agama Islam (sebagaimana tertera dalam Al Quar’an) kita mengenal sebagai 
3 tingkatan kebenaran: Ainal Yaqin (keyakinan benar karena kita dapat 
melihatnya, atau mengamati-nya /secara empiris), Ilmal Yaqin keyakinan (benar)  
karena didasarkan ilmu yang kita geluti, yaitu berdasarkan pengamatan dan 
penalaran logika,  ‘akal’), dan Haqqul Yaqin, kebeneran haqiqi, atau kebenaran 
absolut atau ‘the ultimate truth’ Ini adalah penafsiran saya atas ayat Alqur’an 
, mungkin ulama yang lain menafsirkannya lain.
Dalam science yang bersifat empiris yang kita geluti, masalahnya bukan kita itu 
percaya atau tidak pada suatu teori, termasuk teori evolusi, tetapi apakah kita 
itu bisa menerima (accept) tidak suatu teori itu sebagai sesuatu yang logis/ 
masuk akal dan sesuai dengan apa yang kita amati (fosil2, batuan dsb). Dalam 
science sesuatu itu dianggap ada kalau sesuatu itu dapat kita amati dengan 5 
pancaindera kita ini, tidak termasuk indra ke-6. Dengan demikian ruh, jin, 
bahkan Tuhan pun di ‘anggap’ tidak ada karena tidak dapat diamati dengan ke-5 
panca indera kita (bukan berari seorang scientist tidak boleh percaya Tuhan, 
boleh saja, tetapi itulahsalah satu rule of the game-nya, kita tidak bisa 
menjelaskan terjadinya gejala alam dengan keberadaan kekuatan supernatural 
misalnya yang tidak bisa kita amati). Tujuan science adalah menjelaskan suatu 
gejala alam secara logis berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan manusia. 
Misalnya apakah teori evolusi itu
 dapat menjelaskan keanekaragaman machluk hidup dan adanya deretan fosil-fosil 
yang diketemukan dalam urut2an lapisan batuan di kerak bumi kita ini secara 
logika, atau masuk akalkah teori ini. Science tidak mengharuskan kita untuk 
mempercayainya, tetapi dapat menerimanya sebagai sesuatu yang logis. Selain itu 
tujuan science itu adalah melakukan prediksi (atau untuk geologi: post 
diction), atau bermaanfaat atau dapat digunakan.  Misalnya saya kira evolusi 
itu sesuatu yang masuk akal dan dapat digunakan untuk penentuan umur, korelasi 
dengan menggunakan fosil foram, misalnya. Para scientist juga sadar bahwa 
‘kebenaran’ dalam science itu bersifat sesaat atau relative, karena science itu 
maju terus, berkembang terus. Hal ini terutama sangat kentara dalam 
geosciences, khususnya paleontologi. Di ketemukannya saja 1 butir fossil saja 
dapat menumbangkan suatu teori, dan muncul teori baru. Hal ini juga sama dalam 
ilmu fisika, maupun kimia, apalagi astrofisika
 dan astronomi. Bahkan seorang ahli science philosophy Karl Popper mengatakan 
semua teori apapun akhirnya akan tumbang, dan diganti dengan teori yang lain, 
yang lebih maju.
Jadi dalam hal science, teori evolusi, yang penting adalah bukan soal percaya 
atau tidak, tetapi apakah kita dapat menerimanya sebagai penjelasan yang logis 
dan masuk akal dan sesuai dengan pengamatan kita. ”Geloven doe je in de kerk” 
orang Belanda bilang (masalah percaya adalah masalah dalam gereja). Agama itu 
didasarkan atas kepercayaan atau lebih tepat lagi iman atas wahyu illahi yang 
diturunkan pada para nabi dan dituliskan pada kitab suci, mengenai keberadaan 
malaikat, ruh, setan dan tentunya Tuhan tidak perlu logis atau keberadaannya 
didasarkan atas pengamatan ke-5 pancaindera kita ini. Kebenaran agama kita 
yakini karena iman, dan kita tidak bisa menilainya secara scientific. Science 
itu berdasarkan pengamatan dan pemikiran manusia, dan tidak perlu dinilai 
secara religious/spiritual.
 
Apakah ini dualisme/ kontrakdiksi dalam alam pikiran? Saya  tidak merasa 
demikian.  Kita bekerja dalam science sesuai dengan kaidah dan aturannya dan 
menerima kesimpulannya sesuai dengan logika dan pengamatan. Sama saja kalau 
dengan kita main sepak bola, kalau terjadi goal yang kontroversial, kita kan 
tidak menunggu adanya fatwa MUI yang mencari ayat Alquar’an dan Haditz yang  
mengharamkan atau mensyahkan goal tersebut, tetapi kita menilainya keputusan 
wasit sesuai dengan peraturan sepakbola yang dikeluarkan FIFA. Sekularisme? 
Mungkin. Tetapi saya hidup cukup tenang dan tenteram  dan hidup dalam 
keseimbangan sebagai seorang geoscientist yang beragama.
Wassalam mu’alaikum
RPK

- Original Message - 
From: Eko Prasetyo 
To: 

Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik kartiko samodro
Pak Kusuma

Menarik memang mengulas tentang evolusi manusia ini...
karena manusia sebagai benda manusia adalah benda yang bisa dijamah,
diraba, dicium, dipandang, didengar (semua panca indera bisa merasakan
kehadiran manusia ini..)

Pembicaraan mulai menjadi campur aduk antara science dan agama pada saat
mengungkap darimana asal usul manusia ini..
Agamis menyatakan manusia ciptaan Tuhan ( titik , tidak ada koma), sementara
para science berpikir bahwa manusia yang bisa dirasakan oleh panca indera
tentu diciptakan/melalui proses yang bisa dirasakan oleh panca indra juga (
sementara Tuhan bagi sebagian besar masyarakat adalah sesuatu yang tdk bisa
dirasakan oleh panca indra..)

Bagaimana kalau Tuhan melalui perantaraan alien menciptakan manusia modern
melalui penggabungan gen alien dengan gen manusia purba ? apakah lalu kita
bukan ciptaan Tuhan ? Sama seperti kita lahir dari pencampuran sperma dan
ovum orang tua kita, apakah lalu kita merupakan ciptaan orang tua kita dan
bukan Tuhan ?

Bagaimana  kita mendapat konsepsi Tuhan padahal kita tidak pernah bertemu
Tuhan, tentunya pertama dari orang tua kita.
Bagaimana manusia modern pertama mengenal Tuhan , tentunya kalau alien
sebagai orang tua manusia modern, ya konsep Tuhan pertama juga berasal dari
alienjadi alien juga berTuhankarena kalau memang Tuhan menciptakan
alam semesta ini tentu alien juga akan mengenal namanya Tuhan , dan itu
malah menunjukan kebesaran Tuhan

jadi ya saya sih santai aja kalau manusia modern memang harus keturunan
alien, tdk ada yang bertentangan dengan konsepsi ketuhanan kok.

2011/7/7 R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id

 **

 Masalah percaya dan tidak percayanya mengenai  Theori  Evolusi saya ingin
 mencuplik dari Pendahuluan kuliah yang saya berikan untuk mahasiswa S3,
 yaitu “Falsafah Ilmu Kebumian”**

 Masalah ini sangat mengusik pada geoscientist kita yang juga taat beragama,
 mana yang benar, dan bagaimana seorang yang berkeyakinan beragama menghadapi
 theori ini. Pengertian kebenaran sendiri adalah merupakan masalah falsafah
 tersendiri, apa sebenarnya yang disebut ‘kebenaran’ itu?

 Dalam agama Islam (sebagaimana tertera dalam Al Quar’an) kita mengenal
 sebagai 3 tingkatan kebenaran: Ainal Yaqin (keyakinan benar karena kita
 dapat melihatnya, atau mengamati-nya /secara empiris), Ilmal Yaqin keyakinan
 (benar)  karena didasarkan ilmu yang kita geluti, yaitu berdasarkan
 pengamatan dan penalaran logika,  ‘akal’), dan Haqqul Yaqin, kebeneran
 haqiqi, atau kebenaran absolut atau ‘the ultimate truth’ Ini adalah
 penafsiran saya atas ayat Alqur’an , mungkin ulama yang lain menafsirkannya
 lain.

 Dalam science yang bersifat empiris yang kita geluti, masalahnya bukan kita
 itu percaya atau tidak pada suatu teori, termasuk teori evolusi, tetapi
 apakah kita itu bisa menerima (accept) tidak suatu teori itu sebagai sesuatu
 yang logis/ masuk akal dan sesuai dengan apa yang kita amati (fosil2, batuan
 dsb). Dalam science sesuatu itu dianggap ada kalau sesuatu itu dapat kita
 amati dengan 5 pancaindera kita ini, tidak termasuk indra ke-6. Dengan
 demikian ruh, jin, bahkan Tuhan pun di ‘anggap’ tidak ada karena tidak dapat
 diamati dengan ke-5 panca indera kita (bukan berari seorang scientist tidak
 boleh percaya Tuhan, boleh saja, tetapi itulahsalah satu rule of the
 game-nya, kita tidak bisa menjelaskan terjadinya gejala alam dengan
 keberadaan kekuatan supernatural misalnya yang tidak bisa kita amati).
 Tujuan science adalah menjelaskan suatu gejala alam secara logis berdasarkan
 pengamatan yang telah dilakukan manusia. Misalnya apakah teori evolusi itu
 dapat menjelaskan keanekaragaman machluk hidup dan adanya deretan
 fosil-fosil yang diketemukan dalam urut2an lapisan batuan di kerak bumi kita
 ini secara logika, atau masuk akalkah teori ini. Science tidak mengharuskan
 kita untuk mempercayainya, tetapi dapat menerimanya sebagai sesuatu yang
 logis. Selain itu tujuan science itu adalah melakukan prediksi (atau untuk
 geologi: post diction), atau bermaanfaat atau dapat digunakan.  Misalnya
 saya kira evolusi itu sesuatu yang masuk akal dan dapat digunakan untuk
 penentuan umur, korelasi dengan menggunakan fosil foram, misalnya. Para
 scientist juga sadar bahwa ‘kebenaran’ dalam science itu bersifat sesaat
 atau relative, karena science itu maju terus, berkembang terus. Hal ini
 terutama sangat kentara dalam geosciences, khususnya paleontologi. Di
 ketemukannya saja 1 butir fossil saja dapat menumbangkan suatu teori, dan
 muncul teori baru. Hal ini juga sama dalam ilmu fisika, maupun kimia,
 apalagi astrofisika dan astronomi. Bahkan seorang ahli science philosophy
 Karl Popper mengatakan semua teori apapun akhirnya akan tumbang, dan diganti
 dengan teori yang lain, yang lebih maju.

 Jadi dalam hal science, teori evolusi, yang penting adalah bukan soal
 percaya atau tidak, tetapi apakah kita dapat menerimanya sebagai penjelasan
 yang logis dan masuk akal dan sesuai dengan pengamatan kita. ”Geloven doe 

Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik ok.taufik
Kalau mau bicara science berangkatlah dengan data valid. Alien sendiri tak ada 
dalam pengakuan dunia science, jadi bagaimana pula mau beranggapan alien 
berdimensi homosapiens sp?, ilmiah dikit lah.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com
Date: Thu, 7 Jul 2011 16:44:20 
To: iagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia
Pak Kusuma

Menarik memang mengulas tentang evolusi manusia ini...
karena manusia sebagai benda manusia adalah benda yang bisa dijamah,
diraba, dicium, dipandang, didengar (semua panca indera bisa merasakan
kehadiran manusia ini..)

Pembicaraan mulai menjadi campur aduk antara science dan agama pada saat
mengungkap darimana asal usul manusia ini..
Agamis menyatakan manusia ciptaan Tuhan ( titik , tidak ada koma), sementara
para science berpikir bahwa manusia yang bisa dirasakan oleh panca indera
tentu diciptakan/melalui proses yang bisa dirasakan oleh panca indra juga (
sementara Tuhan bagi sebagian besar masyarakat adalah sesuatu yang tdk bisa
dirasakan oleh panca indra..)

Bagaimana kalau Tuhan melalui perantaraan alien menciptakan manusia modern
melalui penggabungan gen alien dengan gen manusia purba ? apakah lalu kita
bukan ciptaan Tuhan ? Sama seperti kita lahir dari pencampuran sperma dan
ovum orang tua kita, apakah lalu kita merupakan ciptaan orang tua kita dan
bukan Tuhan ?

Bagaimana  kita mendapat konsepsi Tuhan padahal kita tidak pernah bertemu
Tuhan, tentunya pertama dari orang tua kita.
Bagaimana manusia modern pertama mengenal Tuhan , tentunya kalau alien
sebagai orang tua manusia modern, ya konsep Tuhan pertama juga berasal dari
alienjadi alien juga berTuhankarena kalau memang Tuhan menciptakan
alam semesta ini tentu alien juga akan mengenal namanya Tuhan , dan itu
malah menunjukan kebesaran Tuhan

jadi ya saya sih santai aja kalau manusia modern memang harus keturunan
alien, tdk ada yang bertentangan dengan konsepsi ketuhanan kok.

2011/7/7 R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id

 **

 Masalah percaya dan tidak percayanya mengenai  Theori  Evolusi saya ingin
 mencuplik dari Pendahuluan kuliah yang saya berikan untuk mahasiswa S3,
 yaitu “Falsafah Ilmu Kebumian”**

 Masalah ini sangat mengusik pada geoscientist kita yang juga taat beragama,
 mana yang benar, dan bagaimana seorang yang berkeyakinan beragama menghadapi
 theori ini. Pengertian kebenaran sendiri adalah merupakan masalah falsafah
 tersendiri, apa sebenarnya yang disebut ‘kebenaran’ itu?

 Dalam agama Islam (sebagaimana tertera dalam Al Quar’an) kita mengenal
 sebagai 3 tingkatan kebenaran: Ainal Yaqin (keyakinan benar karena kita
 dapat melihatnya, atau mengamati-nya /secara empiris), Ilmal Yaqin keyakinan
 (benar)  karena didasarkan ilmu yang kita geluti, yaitu berdasarkan
 pengamatan dan penalaran logika,  ‘akal’), dan Haqqul Yaqin, kebeneran
 haqiqi, atau kebenaran absolut atau ‘the ultimate truth’ Ini adalah
 penafsiran saya atas ayat Alqur’an , mungkin ulama yang lain menafsirkannya
 lain.

 Dalam science yang bersifat empiris yang kita geluti, masalahnya bukan kita
 itu percaya atau tidak pada suatu teori, termasuk teori evolusi, tetapi
 apakah kita itu bisa menerima (accept) tidak suatu teori itu sebagai sesuatu
 yang logis/ masuk akal dan sesuai dengan apa yang kita amati (fosil2, batuan
 dsb). Dalam science sesuatu itu dianggap ada kalau sesuatu itu dapat kita
 amati dengan 5 pancaindera kita ini, tidak termasuk indra ke-6. Dengan
 demikian ruh, jin, bahkan Tuhan pun di ‘anggap’ tidak ada karena tidak dapat
 diamati dengan ke-5 panca indera kita (bukan berari seorang scientist tidak
 boleh percaya Tuhan, boleh saja, tetapi itulahsalah satu rule of the
 game-nya, kita tidak bisa menjelaskan terjadinya gejala alam dengan
 keberadaan kekuatan supernatural misalnya yang tidak bisa kita amati).
 Tujuan science adalah menjelaskan suatu gejala alam secara logis berdasarkan
 pengamatan yang telah dilakukan manusia. Misalnya apakah teori evolusi itu
 dapat menjelaskan keanekaragaman machluk hidup dan adanya deretan
 fosil-fosil yang diketemukan dalam urut2an lapisan batuan di kerak bumi kita
 ini secara logika, atau masuk akalkah teori ini. Science tidak mengharuskan
 kita untuk mempercayainya, tetapi dapat menerimanya sebagai sesuatu yang
 logis. Selain itu tujuan science itu adalah melakukan prediksi (atau untuk
 geologi: post diction), atau bermaanfaat atau dapat digunakan.  Misalnya
 saya kira evolusi itu sesuatu yang masuk akal dan dapat digunakan untuk
 penentuan umur, korelasi dengan menggunakan fosil foram, misalnya. Para
 scientist juga sadar bahwa ‘kebenaran’ dalam science itu bersifat sesaat
 atau relative, karena science itu maju terus, berkembang terus. Hal ini
 terutama sangat kentara dalam geosciences, khususnya paleontologi. Di
 ketemukannya saja 1 butir fossil saja dapat menumbangkan suatu teori, dan
 muncul teori baru. Hal ini juga 

Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik kartiko samodro
Halo Pak Topik yang OK banget..

Saya sendiri juga bukan pendukung teori alien  ( seperti saya sampaikan
sebelumnya itu adalah pemikiran science fiction bukan science )...saya
cuma terbuka saja terhadap pemikiran alternative yang berkembang bahwa
missing link bisa berasal dari penggabungan  gen alien dan manusia purba .


Masalah bukti bukti ( yang bisa diraba, dipegang dsb)  yang mendasari
pemikiran tersebut  bisa coba dilihat pada acara Ancient Astronaut History
Channel dan Giants, Mysteries or Myth dari  Discovery Channel (ada di
youtube)
Bisa juga menonton film fourth kind yang katanya berdasarkan kisah
nyata.
Atau bisa dibrowse di internet mengenai sumeria kuno, aliens, dsb.

Selamat membaca dan menonton...sapa tahu menemukan alien yang mirip sama Pak
OK (canda on)

2011/7/7 ok.taufik ok.tau...@gmail.com

 **Kalau mau bicara science berangkatlah dengan data valid. Alien sendiri
 tak ada dalam pengakuan dunia science, jadi bagaimana pula mau beranggapan
 alien berdimensi homosapiens sp?, ilmiah dikit lah.

 Powered by Telkomsel BlackBerry®
 --
 *From: *kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com
 *Date: *Thu, 7 Jul 2011 16:44:20 +0800
  *To: *iagi-net@iagi.or.id
 *ReplyTo: *iagi-net@iagi.or.id
   *Subject: *Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

 Pak Kusuma

 Menarik memang mengulas tentang evolusi manusia ini...
 karena manusia sebagai benda manusia adalah benda yang bisa dijamah,
 diraba, dicium, dipandang, didengar (semua panca indera bisa merasakan
 kehadiran manusia ini..)

 Pembicaraan mulai menjadi campur aduk antara science dan agama pada saat
 mengungkap darimana asal usul manusia ini..
 Agamis menyatakan manusia ciptaan Tuhan ( titik , tidak ada koma),
 sementara para science berpikir bahwa manusia yang bisa dirasakan oleh panca
 indera tentu diciptakan/melalui proses yang bisa dirasakan oleh panca indra
 juga ( sementara Tuhan bagi sebagian besar masyarakat adalah sesuatu yang
 tdk bisa dirasakan oleh panca indra..)

 Bagaimana kalau Tuhan melalui perantaraan alien menciptakan manusia modern
 melalui penggabungan gen alien dengan gen manusia purba ? apakah lalu kita
 bukan ciptaan Tuhan ? Sama seperti kita lahir dari pencampuran sperma dan
 ovum orang tua kita, apakah lalu kita merupakan ciptaan orang tua kita dan
 bukan Tuhan ?

 Bagaimana  kita mendapat konsepsi Tuhan padahal kita tidak pernah bertemu
 Tuhan, tentunya pertama dari orang tua kita.
 Bagaimana manusia modern pertama mengenal Tuhan , tentunya kalau alien
 sebagai orang tua manusia modern, ya konsep Tuhan pertama juga berasal dari
 alienjadi alien juga berTuhankarena kalau memang Tuhan menciptakan
 alam semesta ini tentu alien juga akan mengenal namanya Tuhan , dan itu
 malah menunjukan kebesaran Tuhan

 jadi ya saya sih santai aja kalau manusia modern memang harus keturunan
 alien, tdk ada yang bertentangan dengan konsepsi ketuhanan kok.

 2011/7/7 R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id

 **

 Masalah percaya dan tidak percayanya mengenai  Theori  Evolusi saya ingin
 mencuplik dari Pendahuluan kuliah yang saya berikan untuk mahasiswa S3,
 yaitu “Falsafah Ilmu Kebumian”**

 Masalah ini sangat mengusik pada geoscientist kita yang juga taat
 beragama, mana yang benar, dan bagaimana seorang yang berkeyakinan beragama
 menghadapi theori ini. Pengertian kebenaran sendiri adalah merupakan masalah
 falsafah tersendiri, apa sebenarnya yang disebut ‘kebenaran’ itu?

 Dalam agama Islam (sebagaimana tertera dalam Al Quar’an) kita mengenal
 sebagai 3 tingkatan kebenaran: Ainal Yaqin (keyakinan benar karena kita
 dapat melihatnya, atau mengamati-nya /secara empiris), Ilmal Yaqin keyakinan
 (benar)  karena didasarkan ilmu yang kita geluti, yaitu berdasarkan
 pengamatan dan penalaran logika,  ‘akal’), dan Haqqul Yaqin, kebeneran
 haqiqi, atau kebenaran absolut atau ‘the ultimate truth’ Ini adalah
 penafsiran saya atas ayat Alqur’an , mungkin ulama yang lain menafsirkannya
 lain.

 Dalam science yang bersifat empiris yang kita geluti, masalahnya bukan
 kita itu percaya atau tidak pada suatu teori, termasuk teori evolusi, tetapi
 apakah kita itu bisa menerima (accept) tidak suatu teori itu sebagai sesuatu
 yang logis/ masuk akal dan sesuai dengan apa yang kita amati (fosil2, batuan
 dsb). Dalam science sesuatu itu dianggap ada kalau sesuatu itu dapat kita
 amati dengan 5 pancaindera kita ini, tidak termasuk indra ke-6. Dengan
 demikian ruh, jin, bahkan Tuhan pun di ‘anggap’ tidak ada karena tidak dapat
 diamati dengan ke-5 panca indera kita (bukan berari seorang scientist tidak
 boleh percaya Tuhan, boleh saja, tetapi itulahsalah satu rule of the
 game-nya, kita tidak bisa menjelaskan terjadinya gejala alam dengan
 keberadaan kekuatan supernatural misalnya yang tidak bisa kita amati).
 Tujuan science adalah menjelaskan suatu gejala alam secara logis berdasarkan
 pengamatan yang telah dilakukan manusia. Misalnya apakah teori evolusi itu
 dapat menjelaskan keanekaragaman 

Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik Ridwan Farid
Jadi inget jaman kuliah,  saat pertama kali diajar oleh pak Kusuma, agak
lupa mata kuliah apa, sepertinya sih pelajaran sedimentologi dasar.

Yang pasti saat kuliah selalu diselingi dengan pelajaran filsfat dan dalam
buku catatan saya yang tertulis lebih didominasi oleh pelajaran filsafatnya
pak Kusuma daripada pelajaran intinya (stratigrafi)soalnya tingkat2x
awal masih bingung dengan istilah-istilah dalam geologi yang semua baru...
kalo filsafat khan bahasa umum :D

Sudah lama saya cari-cari buku catatan kuliah tersebut, ingin kembali
membaca pelajaran filsafatnya pak Kusuma, sayang sampai detik ini tidak
ditemukan.


Salam
RiFa TeA

2011/7/7 R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id

 **

 Masalah percaya dan tidak percayanya mengenai  Theori  Evolusi saya ingin
 mencuplik dari Pendahuluan kuliah yang saya berikan untuk mahasiswa S3,
 yaitu “Falsafah Ilmu Kebumian”**

 Masalah ini sangat mengusik pada geoscientist kita yang juga taat beragama,
 mana yang benar, dan bagaimana seorang yang berkeyakinan beragama menghadapi
 theori ini. Pengertian kebenaran sendiri adalah merupakan masalah falsafah
 tersendiri, apa sebenarnya yang disebut ‘kebenaran’ itu?

 Dalam agama Islam (sebagaimana tertera dalam Al Quar’an) kita mengenal
 sebagai 3 tingkatan kebenaran: Ainal Yaqin (keyakinan benar karena kita
 dapat melihatnya, atau mengamati-nya /secara empiris), Ilmal Yaqin keyakinan
 (benar)  karena didasarkan ilmu yang kita geluti, yaitu berdasarkan
 pengamatan dan penalaran logika,  ‘akal’), dan Haqqul Yaqin, kebeneran
 haqiqi, atau kebenaran absolut atau ‘the ultimate truth’ Ini adalah
 penafsiran saya atas ayat Alqur’an , mungkin ulama yang lain menafsirkannya
 lain.

 Dalam science yang bersifat empiris yang kita geluti, masalahnya bukan kita
 itu percaya atau tidak pada suatu teori, termasuk teori evolusi, tetapi
 apakah kita itu bisa menerima (accept) tidak suatu teori itu sebagai sesuatu
 yang logis/ masuk akal dan sesuai dengan apa yang kita amati (fosil2, batuan
 dsb). Dalam science sesuatu itu dianggap ada kalau sesuatu itu dapat kita
 amati dengan 5 pancaindera kita ini, tidak termasuk indra ke-6. Dengan
 demikian ruh, jin, bahkan Tuhan pun di ‘anggap’ tidak ada karena tidak dapat
 diamati dengan ke-5 panca indera kita (bukan berari seorang scientist tidak
 boleh percaya Tuhan, boleh saja, tetapi itulahsalah satu rule of the
 game-nya, kita tidak bisa menjelaskan terjadinya gejala alam dengan
 keberadaan kekuatan supernatural misalnya yang tidak bisa kita amati).
 Tujuan science adalah menjelaskan suatu gejala alam secara logis berdasarkan
 pengamatan yang telah dilakukan manusia. Misalnya apakah teori evolusi itu
 dapat menjelaskan keanekaragaman machluk hidup dan adanya deretan
 fosil-fosil yang diketemukan dalam urut2an lapisan batuan di kerak bumi kita
 ini secara logika, atau masuk akalkah teori ini. Science tidak mengharuskan
 kita untuk mempercayainya, tetapi dapat menerimanya sebagai sesuatu yang
 logis. Selain itu tujuan science itu adalah melakukan prediksi (atau untuk
 geologi: post diction), atau bermaanfaat atau dapat digunakan.  Misalnya
 saya kira evolusi itu sesuatu yang masuk akal dan dapat digunakan untuk
 penentuan umur, korelasi dengan menggunakan fosil foram, misalnya. Para
 scientist juga sadar bahwa ‘kebenaran’ dalam science itu bersifat sesaat
 atau relative, karena science itu maju terus, berkembang terus. Hal ini
 terutama sangat kentara dalam geosciences, khususnya paleontologi. Di
 ketemukannya saja 1 butir fossil saja dapat menumbangkan suatu teori, dan
 muncul teori baru. Hal ini juga sama dalam ilmu fisika, maupun kimia,
 apalagi astrofisika dan astronomi. Bahkan seorang ahli science philosophy
 Karl Popper mengatakan semua teori apapun akhirnya akan tumbang, dan diganti
 dengan teori yang lain, yang lebih maju.

 Jadi dalam hal science, teori evolusi, yang penting adalah bukan soal
 percaya atau tidak, tetapi apakah kita dapat menerimanya sebagai penjelasan
 yang logis dan masuk akal dan sesuai dengan pengamatan kita. ”Geloven doe je
 in de kerk” orang Belanda bilang (masalah percaya adalah masalah dalam
 gereja). Agama itu didasarkan atas kepercayaan atau lebih tepat lagi iman
 atas wahyu illahi yang diturunkan pada para nabi dan dituliskan pada kitab
 suci, mengenai keberadaan malaikat, ruh, setan dan tentunya Tuhan tidak
 perlu logis atau keberadaannya didasarkan atas pengamatan ke-5 pancaindera
 kita ini. Kebenaran agama kita yakini karena iman, dan kita tidak bisa
 menilainya secara scientific. Science itu berdasarkan pengamatan dan
 pemikiran manusia, dan tidak perlu dinilai secara religious/spiritual.

 ** **

 Apakah ini dualisme/ kontrakdiksi dalam alam pikiran? Saya  tidak merasa
 demikian.  Kita bekerja dalam science sesuai dengan kaidah dan aturannya
 dan menerima kesimpulannya sesuai dengan logika dan pengamatan. Sama saja
 kalau dengan kita main sepak bola, kalau terjadi goal yang kontroversial,
 kita kan tidak menunggu adanya fatwa 

RE: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik Danny Hilman Natawidjaja
Masalah asal muasal kita memang selalu dan memang seharusnya menjadi minat kita 
untuk lebih tahu.

Bagi saya tidak ada pertentangan antara agama dan sains. “Pertentangan” itu 
semata mata karena kita belum mengerti.  Ilmu pengetahuan kita dan juga 
pemahaman kita akan kitab-kitab suci memang sangat terbatas.

Barangkali saya bisa ketengahkan beberapa pokok pikiran iseng dalam obrolan 
ngalor-ngidul ini:

1.   Kalau diskusi tentang “evolusi” harus lebih spesifik sehingga tidak 
blunder.  Evolusi alam semesta – sudah tidak terbantahkan secara sains (dari 
“the big-bang” sampai sekarang). Unsur asalnya satu, yaitu hydrogen, kemudian 
“berkembangbiak menjadi banyak unsure. Kita tahu juga isi dan rupa bumi 
berevolusi. Tektonik lempeng tidak ada sejak awal.  Demikian juga mahluk hidup 
berevolusi dari mahluk bersel-satu yang sederhana sampai yang bersel banyak dan 
rumit dan ini mengalami berbagai kepunahan missal sampai kepada zaman peradaban 
kita, manusia.  Nah mungkin yang dimaksud oleh evolusi kita di sini adalah: 
”apakah benar manusia itu “diciptakan” dengan cara di-evolusikan dari mahluk 
yang lebih rendah (i.e. seperti sejenis kera)”?

2.   Suka atau tidak suka, asal muasal kita hanya ada dua pilihan: “hasil 
evolusi dari mahluk-apa-pun-yang lebih rendah sebelum mencapai “derajat 
manusia” atau “diturunkan” ke bumi sudah jadi manusia sempurna – alias kita ini 
“alien” kata Pak kartiko sih J  Apakah ada opsi lain?

3.   Mengurai dua hal di atas tentu tidak mudah karena data ilmiah yang ada 
masih sepotiong-sepotong, demikian juga “Info absolut” dari Tuhan via kitab 
suci juga sukar untuk dipahami (meskipun tentunya gampang saja kalau untuk 
ditafsirkan secara semaunya J ).  Mungkin yang lebih bisa kita uraikan di sini 
adalah KAPAN mulai ada manusia (seperti kita).  Manusia nenderthal mungkin 
belum manusia.  Homo Erectus yang sudah ada sejak 1.8 jt tahun katanya juga 
diragukan berkemampuan budi-pikiran seperti kita.  Katanya Homo Erectus berumur 
400 rb tahunan sudah punya volume otak seperti manusia modern. Homo Sapien, 
kalau saya tidak salah sudah ada sejak sekitar 200 rb tahun lalu.  Namun 
menurut seorang teman yang ahli dalam masalah ini, berdasarkan  penelitian baru 
sekitar 90 ribuan Homo Sapien ini mengalami satu “loncatan intelegencia” 
menjadi “pintar-beradab” ditandai dari mulai mengenal Tuhan.  Namun menurut 
kebanyakan literature baru sekitar setelah 50 rb tahunan  yang lalu banyak 
ditemukan artefak-artefak yang berkaitan dengan peradaban Homo Sapien ini.  
Jadi  bisa juga dibilang bahwa 50,000 BC adalah waktu munculnya peradaban 
manusia (modern).  Okay, singkat kata saya bisa bilang bahwa “ manusia modern” 
seperti kita baru muncul sekitar 50 – 90 rb tahun lalu.

4.   Yang sangat mengherankan, menurut mainstream dunia ilmiah, sampai 
10,000 tahun lalu manusia itu hidup dalam jaman batu (“stone age”).  Peradaban 
kita sekarang mulai tumbuh merayap sejak 10,000 tahun lalu itu.  IPTEK 
peradaban kita sekarang bahkan baru mulai berkembang pesat setelah Hukum Newton 
ditemukan (akhir abad 17 Masehi).  Jadi masa perkembangan IPTEK canggih kita 
sekarang sangat singkat, hanya ratusan tahun ! dibandingkan dengan keberadaan 
manusia sejak, at least, 50 rb tahun lalu itu.

5.   Ada beberapa hal yang bisa kita diskusikan:

a.   Apakah logis bahwa manusia ini hidup berpuluh-puluh ribu tahun lalu di 
muka bumi dalam zaman batu, seperti setengah binatang? Kalau iya, kok bisa? 
(katanya menurut fakta ilmiah, Homo Sapien sejak 90,000 rb-an tahun lalu itu 
kemampuan otak-nya sudah sama seperti kita sekarang)

b.  Ada seorang ahli paleoclimate, teman saya, yang memberikan alasan bahwa 
memang Climate bumi ini sampai 10,000 tahun lalu sangat tidak stabil (ekstrim) 
sehingga manusia tidak ada kans untuk bermasyarakat dan mengembangkan 
peradaban, selain hidup terlunta-lunta dari gua ke gua (he he he).  Katanya 
data-nya sangat solid.  Saya tidak ahli dalam masalah ini, tapi saya sangat 
meragukan hal ini karena dua hal: 1. Data paleoclimate itu kelihatannya 
kebanyakan diambil dari wilayah high latitude, jadi bisa saja wilayah 
khatulistiwa jauh lebih nyaman untuk hidup, 2. Mustahil manusia berakal seperti 
kita tidak cukup pintar untuk mengatasi apapun tantangan dari alam sekitarnya 
selama berpuluh ribu tahun.  

c.   Kalau kita ditanya orang  kapan“Adam dilempar” ke bumi di dalam 
Timeline perkembangan manusia ini?  Apa jawabannya yang paling masuk akal?  
Kalau menurut buku-buku di Gramedia sih Adam itu “diturunkan” sekitar 6000 
tahun lalu  (ha ha ha). Setahu saya Kitab Suci manapun tidak ada yang 
mengatakan timeline-nya ini.  Jangankan Adam, nabi-nabi setelahnya pun, seperti 
Nuh dan Sulaiman tidak ada data timeline-nya yang benar-benar bisa 
dipertanggungjawabkan (baik secara religious ataupun sains).

 

Sekian dulu, mohon dikoreksi kalau ada info yang kurang tepat.  Barangkali yang 
lebih ahli dalam bidang bersangkutan bisa urun rembug untuk memperkaya wawasan 

Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik Yanto R.Sumantri


Hidup Wasit !

si Abah


On Thu, July 7, 2011 2:24 pm, prasiddha Hestu Narendra wrote:
 prrtt...maaf peluitnya ditiup
 he..he..he...
 silakan berdiskusi, silakan berbeda pendapat, silakan percaya, silakan
 tidak
 percaya..tetapi yang penting tetap adem ayem dan saling
 menghormati.

 monggo dilanjut

 2011/7/7 Eko Prasetyo strivea...@gmail.com

 perkataan anda seperti seorang otoritas ilmuwan dan merendahkan level
 ustadz. Banyak doktor-doktor ilmu yang lebih tinggi dari anda yang
 menganggap evolusi itu sampah. Banyak ustadz-ustadz yang level keilmuan
 eksaknya mungkin lebih tinggi dari anda.

 Newton sendiri mungkin jauh lebih religius dari para saintis-saintis
 atheis
 norak yang memaksakan kalau Tuhan itu imajinari tapi kalau ditanya
 kenapa
 Alam Semesta itu ada dia berkata ya ada aja Sebuah jawaban yang tidak
 ilmiah dan munafik.

 sudah baca bahwa penemu homo erectus solo menyembunyikan tulang
 tengkorak
 yang bisa membantah teori homo erectus di bawah kasurnya selama berpuluh
 tahun? sudah membaca bahwa homo erectus solo itu direkonstruksi dari dua
 tulang yang jauhnya berbelas kaki dan mempunyai kemungkinan perbedaan
 individu tapi dipaksakan sebagai satu kejadian?

 Atau fosil sebuah nenek moyang manusia yang ditentukan hanya dari
 sebuah
 fosil. gigi.

 Atau fosil kadal-burung dari china yang ternyata hoax.

 Atau kenyataan bahwa banyak manusia sekarang yang tinggi besar berdahi
 rata
 mirip Neanderthal tapi ternyata homo sapiens.

 Atau fosil tengkorak anak berkelainan megacephalus yang diklaim sebagai
 fosil alien.


 Lalu apa anda sudah mempelajari bahwa di alam tidak ada yang random,
 random
 itu hanyalah simplifikasi dari kompleksitas yang tidak dipahami manusia?
 Bahkan ilmu eksak geosaintis pun hanya bisa berkata kemungkinan
 minyak di
 sini 90%. Sebuah ketidakeksakan.

 Sekarang pikirkan: apa kemungkinan dua spesimen jantan dan betina dari
 spesies berkelamin ganda yang akan menggantikan spesies sebelumnya lahir
 pada waktu yang sama, dengan tingkat kecocokan tinggi, dan dilahirkan
 dari
 spesies yang lama?

 Limit mendekati nol.

 Mempercayai evolusi itu nyata sama saja mempercayai bahwa logam mentah
 bisa
 menjadi mobil yang fungsional hanya dengan terjadinya badai
 besar-besaran.

 Sekarang siapa yang harus melepaskan diri dari keilmuwan? Saya yang
 sudah
 membaca dua sisi dari evolusi atau anda yang gak punya landasan kuat
 tapi
 mengusir saya dari keilmiahan?


 2011/7/7 Yustinus Suyatno Yuwono yuw...@gc.itb.ac.id

 Kalo anda menganggap teori evolusi adalah hoax, berhenti saja sebagai
 ilmuwan, lalu menjadi ustadz saja.
 Salam,
 YSY
 - Original Message - From: strivea...@gmail.com

 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Wednesday, July 06, 2011 7:53 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia



  Dari teori ke teori, saya semakin yakin kalo evolusi ini hoax

 visit strivearth.com and be entertained

 -Original Message-
 From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com
 Date: Wed, 6 Jul 2011 07:42:29
 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; geologi...@googlegroups.comge**
 ologi...@googlegroups.com geologi...@googlegroups.com
 Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia
 Mnarik.
 Untungnya nenek moyangku orang pelaut :)

 Rdp
 --

 Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

 
 » Homo erectus, nenek moyang homo sapiens

 Muhammad Firman | Rabu, 6 Juli 2011, 05:29 WIB

 VIVAnews - Sebuah studi yang diketuai oleh Etty Indriati, peneliti
 dari Universitas Gadjah Mada, Indonesia melakukan investigasi dari dua
 situs di sungai Bengawan Solo. Dari penelitian, disimpulkan bahwa Homo
 erectus kemungkinan tidak tinggal di habitat yang sama dengan manusia
 modern.

 Temuan ini memunculkan keraguan pada teori evolusi manusia sebelumnya
 dan mengindikasikan bahwa nenek moyang manusia modern itu punah jauh
 lebih awal dibandingkan perkiraan sebelumnya.

 Seperti diketahui, Homo erectus, yang meninggalkan Afrika sekitar 1,8
 juta tahun lalu, disepakati sebagai nenek moyang langsung spesies kita
 yakni Homo sapiens. Kedua spesies ini sebelumnya diyakini pernah hidup
 berdampingan. Setidaknya sampai muncul teori baru yang membantah itu.

 Selama ini, ilmuwan memperkirakan, sekitar 500 ribu tahun lalu Homo
 erectus lenyap dari Afrika dan sebagian besar Afrika dan diperkirakan,
 bertahan hidup di Indonesia hingga 35 ribu tahun lalu. Adapun Homo
 sapiens awal tinggal di kawasan Indonesia sejak 40 ribu tahun lalu dan
 tinggal bersama dengan nenek moyangnya tersebut.

 Penelitian yang dilakukan Etty dan timnya menunjukkan bahwa asumsi
 selama ini tidak benar dan Homo erectus lenyap jauh sebelum kedatangan
 Homo sapiens di Asia.

 “Homo erectus kemungkinan tidak tinggal di habitat yang sama dengan
 manusia modern,” kata Etty, seperti dikutip dari DailyMail, 5 Juli
 2011.

 Dari ekskavasi dan analisa waktu, hasilnya mengindikasikan bahwa Homo
 erectus punah 

[iagi-net-l] Salamology: SAGET.

2011-07-07 Terurut Topik Maryanto
Netters,
 
Salam,
 
Amat menarik adanya diskusi tentang Evolusi pada kaitannya manusia di IAGi.net 
dan HAGI.net. Komentarnya semuanya amat ExcellenTE! Sehingga kami tertarik 
meringkaskan bacaan dalam semalam tadi. Ini bisa sebagai bacaan tambahan. 
Judulnya: Salamology: SAGET Simple Algorithm of the Grand Evolution Theory. 

 
Ini berisi sbb: A. Evolusi Alam-Bumi. B. Evolusi Biota C. Adam Sebagai Khalifah 
(pengganti) Makhuk Sebelumnya. D. Kesimpulan.  
 
Bisa di baca pada link sbb.
 
http://salamology.wordpress.com/2011/07/08/salamology-saget-simple-algorithm-of-the-grand-evolution-theory/

 
Topik ini akan terus menarik. Dan untungnya masih banyak ketidaksamaan 
pendapat. 
Sehingga akan banyak amal yang bisa di dapat. Kalau tak ada masalah, maka amal 
tak bisa di buat. Semua yang berpendapat akan mendapat satu pahala bila 
salahpun, dan akan dapat dua pahala bila benar. Yang mau membacapun sudah dapat 
amal.
 
Wass,
Maryanto.

RE: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

2011-07-07 Terurut Topik Muharram Jaya Panguriseng
Setuju dengan pernyataan Prof. Koesoemadinata, “dalam science yang bersifat 
empiris, (ukurannya) ...apakah kita itu bisa menerima atau tidak suatu teori 
itu sebagai sesuatu yang logis/ masuk akal dan sesuai dengan apa yang kita 
amati (fosil2, batuan dsb)”, begitu tidak logis dan tidak sesuai dengan fakta 
pengamatan lapangan dengan sendirinya teori tersebut akan gugur, tetapi science 
tidak gugur hanya dengan hasil voling. Tidak perlu mempertentangkan antara 
science dengan agama. Agama adalah kebenaran mutlak bagi penganutnya sementara 
science akan bergantung kepada fakta. “Para scientist juga sadar bahwa 
‘kebenaran’ dalam science itu bersifat sesaat atau relative, karena science itu 
maju terus, berkembang terus”. Jadi wajar saja teori evolusi Darwin gugur 
dengan sendirinya apabila fakta temuan fosil berkata lain. Pembuktian bahwa 
suatu teori scientific salah harus dengan fakta bantahan, tidak dengan agama, 
kalau dengan agama nanti yang muncul adalah eyel-eyelan ☺...
Bagi penganut agama (termasuk saya) meyakini semua isi kitab sucinya 
masing-masing sebagai kebenaran mutlak, namun kita harus sadar akan kemampuan 
otak kita dalam menterjemahkan lautan ilmu didalam kitab tersebut, jangan 
sampai keterbatasan ilmu manusia yang merasa mewakili ilmu Tuhan gugur 
berkeping-keping ketika fakta ilmiah berkata lain. Ingat ilmuwan abad 
pertengahan yang digantung otoritas agama karena meyakini bahwa bumi 
mengelilingi matahari ? padahal bumi mengelilingi matahari adalah fakta tak 
terbantahkan sekarang. Apakah firman Tuhan (yang asli) memang mengatakan bahwa 
matahari-lah yang mengelilingi bumi? Saya tidak yakin. Keterbatasan ilmu 
otoritas agamalah sebenarnya yang mengatakan itu. Wallahu’alam.

Selamat berdiskusi untuk bahasan yang sangat menarik ini. Saling membantah 
adalah wajar dalam perdebatan ilmiah tetapi harus dalam koridor saling 
menghargai.

Salam,
MJP

From: Fadli Syarid [mailto:fadli.sya...@gmail.com]
Sent: Thursday, July 07, 2011 3:49 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia

Masalah percaya tidak percaya tentang teori evolusi ini ada sedikit fenomena 
menarik dari hasil survey british councill.
Amerika Serikat(USA) termasuk negara yang penduduknya kurang mempercayai teori 
evolusi darwin dibandingkan negara lain yang disurvey. Hasil survenynya bisa 
dilihat selengkapnya disini
http://www.britishcouncil.org/darwin_now_survey_global.pdf


Regards
--- Pada Kam, 7/7/11, R.P.Koesoemadinata 
koeso...@melsa.net.idmailto:koeso...@melsa.net.id menulis:

Dari: R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.idmailto:koeso...@melsa.net.id
Judul: Re: [iagi-net-l] Teori Baru Punahnya Nenek Moyang Manusia
Kepada: iagi-net@iagi.or.idmailto:iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Kamis, 7 Juli, 2011, 3:38 PM


Masalah percaya dan tidak percayanya mengenai  Theori  Evolusi saya ingin 
mencuplik dari Pendahuluan kuliah yang saya berikan untuk mahasiswa S3, yaitu 
“Falsafah Ilmu Kebumian”

Masalah ini sangat mengusik pada geoscientist kita yang juga taat beragama, 
mana yang benar, dan bagaimana seorang yang berkeyakinan beragama menghadapi 
theori ini. Pengertian kebenaran sendiri adalah merupakan masalah falsafah 
tersendiri, apa sebenarnya yang disebut ‘kebenaran’ itu?

Dalam agama Islam (sebagaimana tertera dalam Al Quar’an) kita mengenal sebagai 
3 tingkatan kebenaran: Ainal Yaqin (keyakinan benar karena kita dapat 
melihatnya, atau mengamati-nya /secara empiris), Ilmal Yaqin keyakinan (benar)  
karena didasarkan ilmu yang kita geluti, yaitu berdasarkan pengamatan dan 
penalaran logika,  ‘akal’), dan Haqqul Yaqin, kebeneran haqiqi, atau kebenaran 
absolut atau ‘the ultimate truth’ Ini adalah penafsiran saya atas ayat Alqur’an 
, mungkin ulama yang lain menafsirkannya lain.

Dalam science yang bersifat empiris yang kita geluti, masalahnya bukan kita itu 
percaya atau tidak pada suatu teori, termasuk teori evolusi, tetapi apakah kita 
itu bisa menerima (accept) tidak suatu teori itu sebagai sesuatu yang logis/ 
masuk akal dan sesuai dengan apa yang kita amati (fosil2, batuan dsb). Dalam 
science sesuatu itu dianggap ada kalau sesuatu itu dapat kita amati dengan 5 
pancaindera kita ini, tidak termasuk indra ke-6. Dengan demikian ruh, jin, 
bahkan Tuhan pun di ‘anggap’ tidak ada karena tidak dapat diamati dengan ke-5 
panca indera kita (bukan berari seorang scientist tidak boleh percaya Tuhan, 
boleh saja, tetapi itulahsalah satu rule of the game-nya, kita tidak bisa 
menjelaskan terjadinya gejala alam dengan keberadaan kekuatan supernatural 
misalnya yang tidak bisa kita amati). Tujuan science adalah menjelaskan suatu 
gejala alam secara logis berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan manusia. 
Misalnya apakah teori evolusi itu dapat menjelaskan keanekaragaman machluk 
hidup dan adanya deretan fosil-fosil yang diketemukan dalam urut2an lapisan 
batuan di kerak bumi kita ini secara logika, atau masuk akalkah teori ini. 
Science tidak mengharuskan kita untuk mempercayainya,