[iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 tri

2012-02-01 Thread ok.taufik

Wahyu Daniel : detikFinance

detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak menghasilkan 
apa-apa atau diistilahkan dry hole.

Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya risiko 
investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua investasi 
tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery hanya akan 
dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.

Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan. 

"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012). 

BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan 
kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur dry 
hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$ 461 
juta.

Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina 
sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok tersebut 
beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti eksplorasi di sana 
tidak menemukan cadangan yang komersial.

"Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa kehilangan 
US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian partisipasi 
(participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak harus menanggung 
kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
Wahyu Daniel : detikFinance

detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak menghasilkan 
apa-apa atau diistilahkan dry hole.

Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya risiko 
investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua investasi 
tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery hanya akan 
dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.

Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan. 

"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012). 

BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan 
kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur dry 
hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$ 461 
juta.

Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina 
sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok tersebut 
beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti eksplorasi di sana 
tidak menemukan cadangan yang komersial.

"Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa kehilangan 
US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian partisipasi 
(participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak harus menanggung 
kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 tri

2012-02-02 Thread Rovicky Dwi Putrohari
Wah kok ekspresinya agak tidak tepat, mungkin ekspresi wartawan yang
mengutipnya.
Semestinya disebutkan juga bahwa harga data bawah perlukaan berupa data
geologi ini bukan yang sia-sia. Ini merupakan sebuah jalan setapak yang
mungkin akan membawa ke mata air. Ini sebuah jalan yang akan membawa
eksplorasionist ke suatu penemuan nantinya. Jelas "bukan pembelanjaan yang
sia-sia".

Dry-hole well will lead an explorationist to a discovery

Semestinya dalam eksplorasi tidak ada usaha yang sia-sia kecuali waktu yang
disia-siakan. Justru saat ini yang sering tersia-sia adalah waktu karena
lambannya proses birokrasi. Kalau dalam keekonomian akan mengurangi nilai
NPV ketika sebuah proyek terpaksa mundur waktu pengerjaannya.

Sebenernya Indonesia pernah sukses melakukan komersialisasi sebuah
penemuan. Diantaranya Arun, first shipment dapat dilakukan yang hanya
memerlukan waktu 6 tahun (1971-1977) sejak penemuan (discovery to first
shipment) Prestasi yang luar biasa. Demikian juga West Seno hanya
memerlukan waktu sekitar 5 tahun (1998-2003), untuk deepwater lagi.
Jadi sebenarnya secara tehnologi kita mampu mempercepat proses produksi
sejak diketemukan (discovery). Justru kendala sistem manusianyalah yang
memperlambat proses komersialisasi.

Salam eksplorasi

RDP

2012/2/2 ok.taufik 

>
> Wahyu Daniel : detikFinance
>
> detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan
> gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp
> 11,16 triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak
> menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
> Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya
> risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono,
> semua investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost
> recovery hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah
> berproduksi.
>
> Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang
> tidak berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk
> dikembangkan.
>
> "Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani,
> karena apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi.
> Disinilah kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar
> Priyono dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012).
>
> BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan
> kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur
> dry hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$
> 461 juta.
>
> Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina
> sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok
> tersebut beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti
> eksplorasi di sana tidak menemukan cadangan yang komersial.
>
> "Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa
> kehilangan US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian
> partisipasi (participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak
> harus menanggung kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
> Wahyu Daniel : detikFinance
>
> detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan
> gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp
> 11,16 triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak
> menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
> Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya
> risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono,
> semua investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost
> recovery hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah
> berproduksi.
>
> Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang
> tidak berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk
> dikembangkan.
>
> "Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani,
> karena apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi.
> Disinilah kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar
> Priyono dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012).
>
> BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan
> kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur
> dry hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$
> 461 juta.
>
> Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina
> sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok
> tersebut beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti
> eksplorasi di sana tidak menemukan cadangan yang komersial.
>
> "Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa
> kehilangan US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian
> partisipasi (participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak
> harus 

Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 tri

2012-02-02 Thread mbatack
30 sumur dengan nilai investasi US$ 776 juta, berarti average persumur US$ 25.9 
juta? Walah. apa nggak kliru tuh hitungannya? Biaya apa saja tuh yang 
dicemplungkan kedalam sumur? Kalau 12 sumur dengan biaya US$ 461 juta, hmmm, 
US$ 38.4 juta persumur-nya? Berapa yang offshore dan berapa yang onshore? Kalau 
bisa di share, operatornya siapa saja? Jangan-jangan disitu juga ada pembayaran 
PBB dan sosialisasi juga he he
Bambang




>
> From: ok.taufik 
>To: ia-itb ; iagi-net@iagi.or.id; 
>it...@yahoogroups.com 
>Sent: Thursday, February 2, 2012 1:40 PM
>Subject: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>tri
> 
>
>Wahyu Daniel : detikFinance
>
>detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak 
>menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
>Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya 
>risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua 
>investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery 
>hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.
>
>Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
>berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan. 
>
>"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
>apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
>kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
>dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012). 
>
>BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan 
>kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur 
>dry hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$ 
>461 juta.
>
>Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina 
>sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok 
>tersebut beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti eksplorasi 
>di sana tidak menemukan cadangan yang komersial.
>
>"Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa 
>kehilangan US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian 
>partisipasi (participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak harus 
>menanggung kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
>Wahyu Daniel : detikFinance
>
>detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak 
>menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
>Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya 
>risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua 
>investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery 
>hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.
>
>Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
>berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan. 
>
>"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
>apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
>kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
>dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012). 
>
>BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan 
>kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur 
>dry hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$ 
>461 juta.
>
>Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina 
>sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok 
>tersebut beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti eksplorasi 
>di sana tidak menemukan cadangan yang komersial.
>
>"Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa 
>kehilangan US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian 
>partisipasi (participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak harus 
>menanggung kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
>Powered by Telkomsel BlackBerry®
>
>

Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 tri

2012-02-02 Thread bamkartika
Sy dengar Murphy ngebor 1 sumur Eksplorasi di laut dalam sekitar us $ 100 jt.

Salam,BK

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

-Original Message-
From: mbatack 
Date: Thu, 2 Feb 2012 16:47:44 
To: iagi-net@iagi.or.id
Reply-To: 
Subject: Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan 
gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 
11,16 tri

30 sumur dengan nilai investasi US$ 776 juta, berarti average persumur US$ 25.9 
juta? Walah. apa nggak kliru tuh hitungannya? Biaya apa saja tuh yang 
dicemplungkan kedalam sumur? Kalau 12 sumur dengan biaya US$ 461 juta, hmmm, 
US$ 38.4 juta persumur-nya? Berapa yang offshore dan berapa yang onshore? Kalau 
bisa di share, operatornya siapa saja? Jangan-jangan disitu juga ada pembayaran 
PBB dan sosialisasi juga he he
Bambang




>
> From: ok.taufik 
>To: ia-itb ; iagi-net@iagi.or.id; 
>it...@yahoogroups.com 
>Sent: Thursday, February 2, 2012 1:40 PM
>Subject: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>tri
> 
>
>Wahyu Daniel : detikFinance
>
>detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak 
>menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
>Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya 
>risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua 
>investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery 
>hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.
>
>Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
>berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan. 
>
>"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
>apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
>kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
>dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012). 
>
>BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan 
>kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur 
>dry hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$ 
>461 juta.
>
>Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina 
>sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok 
>tersebut beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti eksplorasi 
>di sana tidak menemukan cadangan yang komersial.
>
>"Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa 
>kehilangan US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian 
>partisipasi (participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak harus 
>menanggung kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
>Wahyu Daniel : detikFinance
>
>detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak 
>menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
>Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya 
>risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua 
>investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery 
>hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.
>
>Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
>berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan. 
>
>"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
>apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
>kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
>dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012). 
>
>BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan 
>kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur 
>dry hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$ 
>461 juta.
>
>Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina 
>sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok 
>tersebut beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti eksplorasi 
>di sana tidak menemukan cadangan yang komersial.
>
>"Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa 
>kehilangan US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian 
>partisipasi (participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak harus 
>menanggung kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
>Powered by Telkomsel BlackBerry®
>
>


Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 tri

2012-02-02 Thread rahardjo_76
Kalau onshore ngebor 1500 mtr cukup dgn USD 2 jt an, kalau offshore yg laut dlm 
bisa 70 bahkan 100 jt an USD; coba tanya ke yg tahu, exxon ngebor di selat 
makasar tu habis berapa utk 1 sumur Gede lho
   
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: bamkart...@yahoo.com
Date: Thu, 2 Feb 2012 09:28:36 
To: 
Reply-To: 
Subject: Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan 
gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 
11,16 tri

Sy dengar Murphy ngebor 1 sumur Eksplorasi di laut dalam sekitar us $ 100 jt.

Salam,BK

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

-Original Message-
From: mbatack 
Date: Thu, 2 Feb 2012 16:47:44 
To: iagi-net@iagi.or.id
Reply-To: 
Subject: Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan 
gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 
11,16 tri

30 sumur dengan nilai investasi US$ 776 juta, berarti average persumur US$ 25.9 
juta? Walah. apa nggak kliru tuh hitungannya? Biaya apa saja tuh yang 
dicemplungkan kedalam sumur? Kalau 12 sumur dengan biaya US$ 461 juta, hmmm, 
US$ 38.4 juta persumur-nya? Berapa yang offshore dan berapa yang onshore? Kalau 
bisa di share, operatornya siapa saja? Jangan-jangan disitu juga ada pembayaran 
PBB dan sosialisasi juga he he
Bambang




>
> From: ok.taufik 
>To: ia-itb ; iagi-net@iagi.or.id; 
>it...@yahoogroups.com 
>Sent: Thursday, February 2, 2012 1:40 PM
>Subject: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>tri
> 
>
>Wahyu Daniel : detikFinance
>
>detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak 
>menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
>Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya 
>risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua 
>investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery 
>hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.
>
>Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
>berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan. 
>
>"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
>apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
>kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
>dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012). 
>
>BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan 
>kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur 
>dry hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$ 
>461 juta.
>
>Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina 
>sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok 
>tersebut beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti eksplorasi 
>di sana tidak menemukan cadangan yang komersial.
>
>"Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa 
>kehilangan US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian 
>partisipasi (participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak harus 
>menanggung kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
>Wahyu Daniel : detikFinance
>
>detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak 
>menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
>Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya 
>risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua 
>investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery 
>hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.
>
>Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
>berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan. 
>
>"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
>apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
>kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
>dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012). 
>
>BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur d

Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 tri

2012-02-02 Thread rakhmadi avianto
Eh dhe Jo pindah ra pamitan ki, Good Luck dhe di tempat baru where ever you
are, hope you well there and enjoy
Sugeng Sonten dhe

Avi
NPA 0666


2012/2/2 

> Kalau onshore ngebor 1500 mtr cukup dgn USD 2 jt an, kalau offshore yg
> laut dlm bisa 70 bahkan 100 jt an USD; coba tanya ke yg tahu, exxon ngebor
> di selat makasar tu habis berapa utk 1 sumur Gede lho
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> --
> *From: * bamkart...@yahoo.com
> *Date: *Thu, 2 Feb 2012 09:28:36 +
> *To: *
> *ReplyTo: * 
> *Subject: *Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu
> minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24
> miliar atau Rp 11,16 tri
>
> Sy dengar Murphy ngebor 1 sumur Eksplorasi di laut dalam sekitar us $ 100
> jt.
>
> Salam,BK
> Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung
> Teruuusss...!
> --
> *From: * mbatack 
> *Date: *Thu, 2 Feb 2012 16:47:44 +0800 (SGT)
> *To: *iagi-net@iagi.or.id
> *ReplyTo: * 
> *Subject: *Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu
> minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24
> miliar atau Rp 11,16 tri
>
> 30 sumur dengan nilai investasi US$ 776 juta, berarti average persumur US$
> 25.9 juta? Walah. apa nggak kliru tuh hitungannya? Biaya apa saja tuh
> yang dicemplungkan kedalam sumur? Kalau 12 sumur dengan biaya US$ 461 juta,
> hmmm, US$ 38.4 juta persumur-nya? Berapa yang offshore dan berapa yang
> onshore? Kalau bisa di share, operatornya siapa saja? Jangan-jangan disitu
> juga ada pembayaran PBB dan sosialisasi juga he he
> Bambang
>
>   --
> *From:* ok.taufik 
> *To:* ia-itb ; iagi-net@iagi.or.id;
> it...@yahoogroups.com
> *Sent:* Thursday, February 2, 2012 1:40 PM
> *Subject:* [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak
> dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau
> Rp 11,16 tri
>
>
> Wahyu Daniel : detikFinance
>
> detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan
> gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp
> 11,16 triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak
> menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
> Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya
> risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono,
> semua investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost
> recovery hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah
> berproduksi.
>
> Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang
> tidak berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk
> dikembangkan.
>
> "Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani,
> karena apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi.
> Disinilah kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar
> Priyono dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012).
>
> BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan
> kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur
> dry hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$
> 461 juta.
>
> Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina
> sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok
> tersebut beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti
> eksplorasi di sana tidak menemukan cadangan yang komersial.
>
> "Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa
> kehilangan US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian
> partisipasi (participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak
> harus menanggung kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
> Wahyu Daniel : detikFinance
>
> detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan
> gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp
> 11,16 triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak
> menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
> Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya
> risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono,
> semua investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost
> recovery hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah
> berproduksi.
>
> Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang
> tidak berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk
> dikem

Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 tri

2012-02-02 Thread basuki puspoputro
Vick,
Kalau menurut Yangkung pernyataan atau penjelasan itu lebih cenderung untuk 
non-explorationist, mudah-mudahan bukan supaya suasana heboh. Explorationists 
silahkan senyum-senyum saja.
 
Salam,
Yangkung



From: Rovicky Dwi Putrohari 
To: iagi-net@iagi.or.id 
Sent: Thursday, 2 February 2012, 15:05
Subject: Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan 
gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 
11,16 tri


Wah kok ekspresinya agak tidak tepat, mungkin ekspresi wartawan yang 
mengutipnya. 
Semestinya disebutkan juga bahwa harga data bawah perlukaan berupa data geologi 
ini bukan yang sia-sia. Ini merupakan sebuah jalan setapak yang mungkin akan 
membawa ke mata air. Ini sebuah jalan yang akan membawa eksplorasionist ke 
suatu penemuan nantinya. Jelas "bukan pembelanjaan yang sia-sia". 

Dry-hole well will lead an explorationist to a discovery

Semestinya dalam eksplorasi tidak ada usaha yang sia-sia kecuali waktu yang 
disia-siakan. Justru saat ini yang sering tersia-sia adalah waktu karena 
lambannya proses birokrasi. Kalau dalam keekonomian akan mengurangi nilai NPV 
ketika sebuah proyek terpaksa mundur waktu pengerjaannya.

Sebenernya Indonesia pernah sukses melakukan komersialisasi sebuah penemuan. 
Diantaranya Arun, first shipment dapat dilakukan yang hanya memerlukan waktu 6 
tahun (1971-1977) sejak penemuan (discovery to first shipment) Prestasi yang 
luar biasa. Demikian juga West Seno hanya memerlukan waktu sekitar 5 tahun 
(1998-2003), untuk deepwater lagi.
Jadi sebenarnya secara tehnologi kita mampu mempercepat proses produksi sejak 
diketemukan (discovery). Justru kendala sistem manusianyalah yang memperlambat 
proses komersialisasi.

Salam eksplorasi

RDP 


2012/2/2 ok.taufik 


>Wahyu Daniel : detikFinance
>
>detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak 
>menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
>Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya 
>risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua 
>investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery 
>hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.
>
>Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
>berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan.
>
>"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
>apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
>kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
>dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012).
>
>BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan 
>kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur 
>dry hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$ 
>461 juta.
>
>Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina 
>sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok 
>tersebut beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti eksplorasi 
>di sana tidak menemukan cadangan yang komersial.
>
>"Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa 
>kehilangan US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian 
>partisipasi (participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak harus 
>menanggung kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
>Wahyu Daniel : detikFinance
>
>detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
>(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
>triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak 
>menghasilkan apa-apa atau diistilahkan dry hole.
>
>Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya 
>risiko investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua 
>investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery 
>hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.
>
>Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
>berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan.
>
>"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
>apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
>kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
>dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012).
>
>BP Migas mencatat, d

Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 tri

2012-02-02 Thread Ipong
Mengutip kegusaran mas Roviky terlampir: Jadi sebenarnya secara tehnologi kita 
mampu mempercepat proses produksi sejak diketemukan (discovery). Justru kendala 
sistem manusianyalah yang memperlambat proses komersialisasi.

Setuju banget dgn semangat mas "mempercepat proses sejak penemuan hingga 
produksi". Cakep nih. Tp sy ga sependapat krn manusianya mas, melainkan krn 
paradigma eksplorasi yg sdh lekang dimakan umur tp msh diterapkan teruuus walau 
kita semua tahu kita sdh bukan cuma cari structural bumps lagi! Yuk kita lanjut.

Sbgmana diskusi saya di topik lain (ganti topik: Seismik Tok vs Drilling") bhwa 
kita dihadapkan kpd bisnis beresiko dan barbiaya tinggi spt kata Pak Priyono.  
Berresiko tinggi iya, tp biaya tinggi apakah harga mati? Saya termasuk yg tdk 
100% sependapat. Kenapa? Krn paradigma yg dianut komunitas eksplorasi pd 
umumnya adalah harus ngebor sumur di 3 thn pertama. Akibatnya mayoritas dana 
dialokasikan utk biaya pemboran (yg pasti lbh mahal dari seismik jika bicara 
target dalam), dmana dana akuisisi seismik dikerdilkan.

Saya tertarik ingin tahu berapa persen sumur2 gagal tersebut di bawah yg dibor 
menggunakan data seismik 3D? Insyaa Allah jumlahnya sedikit atau bahkan tidak 
ada :). 

Dgn paradigma lama maka Lagi-lagi akhirnya urutan program kerja 3 tahunnya 
adalah:
- melakukan akuisisi seismik 2D dulu krn pertimbangan biaya :)
- processing utak atik gatuk cari structure bumps. Kalau kecil diupayakan ada 
kontribusi patahan spy bisa membuat maximum case dari cebakan
- imagenya bagus, faultnya kelihatan, looks simple tetapi sebenarnya bnyak 
kompleksitas G&G yg luput dr data seismik 2D.
- habis sdh 1-2 thn termasuk tender seismik, lalu bor di thn ketiga yg akhirnya 
dry hole.

Yg menarik pd umumnya post mortem evaluation dr dry hole tsb sering 
mengkaminghitamkan data seismik yg kurang baik, coba kita sama sama ingat bagi 
teman2 yg selama ini ngebor dgn 2D. 

Bla bla bla, pd intinya saya ingin mengajak teman2 untuk mempertimbangkan 
paradigma baru eksplorasi awal yaitu:

1. pengambilan data baru seismik 2D sub regional yg meliputi setiap sudut 
penting daerah blok ybs jika perlu dijinkan kelyar blok utk well tie 
misalnya(?) boleh gak ya??? He he.. 2D high quality ini ber guna nantinya 
dijadikan dasar di dlm membuat perencanaan akuisisi seismik 3D dgn luas dan 
parameter yg representatif sedari awal di masa 3thn pertama eksplorasi.

2. menunda pemboran sumur di 3 tahun kedua atau secepat cepatnya di tahun ke 
empat agar lead inventory yg terdeskripsi bisa mewakili cukup bnyak target play 
types. Dengan banyaknya pilihan leads yg akurat berdasarkan data 3D di dlm lead 
inventory kumpenis maka keputusan pemilihan mana prospect/lead yg akan dibor 
akan bisa memunculkan at least katakanlah the best three atau five.

3. Setelah keluar daftar the best leads, diperdalam lagi dgn evaluasi play 
types statistics menggunakan data2 lapangan/sumur sekitar blok dan publikasi 
dunia shg bisa mempelajari faktor2 utama penyebab kegagalan atau kesuksesan 
play type yg bersangkutan utk akhirnya dilanjutkan ke tahapan pemilihan the 
best prospect utk di bor.

4. Jika toh ternyata semua play types itu high risk dan kumpenis berkeputusan 
utk quit, maka mereka bisa menggunakan haknya utk relinquish blok di akhir thn 
ketiga tanpa penalti krn tdk jd ngebor di thn ke empat.

5. Jadi pertimbangan utama yg terpenting dari sisi pemerintah utk memenangkan 
suatu kumpeni tetap didasarkan kpd besar komitmen dan / atau dgn jumlah 
bnyaknya sumur pemboran tp bedanya diundurkan pd 3 tahun kedua masa eksplorasi. 
Dgn ini kumpenis tetap bersemangat utk menawarkan program seismik yg bagus dan 
cermat di 3 thn pertama sekaligus ada opsi quit di akhir thn ketiga pertama 
jika hasil seismic yg komprehensif tsb tdk sesuai perkiraan awal.

Berikut keuntungan memiliki data seismik 3D yg bagus kualitasnya:

- bisa memberikan gambaran lebih akurat baik dari sisi struktur geologi baik 
patahan ataupun morfologi karbonat reef secara 3domensi dan juga attribut 
seismik utk lithology dan fluid response yg bermanfaat mengevaluasi potensi 
stratigraphic trap sbg alternatif bila tdk dijumpai bumps yg ekonomis.

- bisa menghemat waktu yg diperlukan utk akuisisi seismik lanjut - bila dulunya 
hanya memiliki data 2D. Shg kalau2 ternyata ada sumur penemuan di thn ke empat, 
Dengan adanya data 3D ini kumpenis bs langsung reprocessing dgn tambahan data 
kalibrasi sumur penemuan dan melakukan perencanaan delineasi hingga ke POD dgn 
relatif cepat.

- kalau pun akhirnya hasil survey 3D ini tdk menunjukkan potensi baik struktur 
maupun stratigraphic traps maka walk out cost nya pun lbh murah ketimbang harus 
ada opsi pemboran di 3 thn pertama yg ujung2 nya mengorbankan dana utk seismik 
shg proses pemilihan prospect pun terbatas, belum lagi waktu yg terlalu sempit 
utk melakukan analisa cermat.

Oh ya, saya sadar sepenuhnya bhwa usulan akuisisi data seismik yg bagus ini 
hanya applicable di blok blok offshore karena lbh mini

Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 tri

2012-02-03 Thread batu gamping
Pertamina masuk ke Semai II sebesar 15%
 
kejadian yang dimaksud adalah Semai V
 
salam Yusak
--- On Thu, 2/2/12, basuki puspoputro  wrote:


From: basuki puspoputro 
Subject: Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan 
gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 
11,16 tri
To: "iagi-net@iagi.or.id" 
Date: Thursday, February 2, 2012, 8:45 PM





Vick,
Kalau menurut Yangkung pernyataan atau penjelasan itu lebih cenderung untuk 
non-explorationist, mudah-mudahan bukan supaya suasana heboh. Explorationists 
silahkan senyum-senyum saja.
 
Salam,
Yangkung





From: Rovicky Dwi Putrohari 
To: iagi-net@iagi.or.id 
Sent: Thursday, 2 February 2012, 15:05
Subject: Re: [iagi-net-l] Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan 
gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 
11,16 tri


Wah kok ekspresinya agak tidak tepat, mungkin ekspresi wartawan yang 
mengutipnya. 
Semestinya disebutkan juga bahwa harga data bawah perlukaan berupa data geologi 
ini bukan yang sia-sia. Ini merupakan sebuah jalan setapak yang mungkin akan 
membawa ke mata air. Ini sebuah jalan yang akan membawa eksplorasionist ke 
suatu penemuan nantinya. Jelas "bukan pembelanjaan yang sia-sia". 


Dry-hole well will lead an explorationist to a discovery


Semestinya dalam eksplorasi tidak ada usaha yang sia-sia kecuali waktu yang 
disia-siakan. Justru saat ini yang sering tersia-sia adalah waktu karena 
lambannya proses birokrasi. Kalau dalam keekonomian akan mengurangi nilai NPV 
ketika sebuah proyek terpaksa mundur waktu pengerjaannya.


Sebenernya Indonesia pernah sukses melakukan komersialisasi sebuah penemuan. 
Diantaranya Arun, first shipment dapat dilakukan yang hanya memerlukan waktu 6 
tahun (1971-1977) sejak penemuan (discovery to first shipment) Prestasi yang 
luar biasa. Demikian juga West Seno hanya memerlukan waktu sekitar 5 tahun 
(1998-2003), untuk deepwater lagi.
Jadi sebenarnya secara tehnologi kita mampu mempercepat proses produksi sejak 
diketemukan (discovery). Justru kendala sistem manusianyalah yang memperlambat 
proses komersialisasi.


Salam eksplorasi


RDP 


2012/2/2 ok.taufik 


Wahyu Daniel : detikFinance

detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak menghasilkan 
apa-apa atau diistilahkan dry hole.

Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya risiko 
investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua investasi 
tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery hanya akan 
dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.

Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan.

"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilangan seluruh investasi. Disinilah 
kita melihat kita masih sangat membutuhkan investasi asing," ujar Priyono 
dikutip dari situs BP Migas, Kamis (2/2/2012).

BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan 
kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Sedangkan di 2011, jumlah sumur dry 
hole mencapai 12 sumuur dengan total investasi yang hilang mencapai US$ 461 
juta.

Dicontohkan Priyono, kejadian dry hole di Blok Semai 2 di Papua. Pertamina 
sempat memprotes saat kontraktor swasta terpilih sebagai operator blok tersebut 
beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, sekarang terbukti eksplorasi di sana 
tidak menemukan cadangan yang komersial.

"Bisa dibayangkan apabila Pertamina masuk ke Semai 2, Pertamina bisa kehilangan 
US$ 200 juta dalam waktu 6 bulan. Dengan hanya memiliki sebagian partisipasi 
(participating interest) di blok tersebut, Pertamina tidak harus menanggung 
kerugian sebesar itu," ujar Priyono.
Wahyu Daniel : detikFinance

detikcom - Jakarta, Dalam dua tahun terakhir, investasi hulu minyak dan gas 
(migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 
triliun. Akibat kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak menghasilkan 
apa-apa atau diistilahkan dry hole.

Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, hal tersebut menandakan tingginya risiko 
investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Dikatakan Priyono, semua investasi 
tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor karena cost recovery hanya akan 
dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi.

Dry hole merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak 
berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan.

"Tingginya resiko saat eksplorasi membuat banyak investor tidak berani, karena 
apabila tidak berhasil, mereka bisa kehilang