Re: [iagi-net-l] Fwd: Re: Buang Lumpur Lapindo ke Laut! Oleh Prof. Dr. R. KOESOEMADINATA

2006-09-08 Terurut Topik Ariadi Subandrio
Vick, balas pantunku yang warna biru 
  
Rovicky [EMAIL PROTECTED] wrote:
Pembahasan menarik dari kampung sebelah

RDP
--- In [EMAIL PROTECTED], awesomedong_2005
wrote:

--- In [EMAIL PROTECTED], Amir wrote:

Buang Lumpur Lapindo ke Laut!
Oleh Prof. Dr. R. KOESOEMADINATA

  jadi saja semburan liar ini disebabka atau dipicu oleh kelalaian pengeboran 
pada Banjar Panji-1, namun gejalanya sendiri lebih merupakan gejala alam yang 
menyangkut bahan alami bukan bahan asing untuk lingkungan bumi. Banyak para 
ahli geologi yang menganalogikan semburan lumpur ini dengan gejala alam yang 
disebut mudvolcano yang banyak tersebar di Indonesia (khususnya di Indonesia 
Timur dikenal dengan istilah poton),

  Penulis, mantan Guru Besar Ilmu Geologi Institut Teknologi Bandung.

  
Dalam logika formal ada kesalahan logis yang dinamakan *illegitimate
appeal to authority*. Bentuk argumennya seperti ini: Suatu klaim
adalah benar karena diutarakan oleh seorang A yang adalah seorang
pakar dalam bidang tertentu. Dus, kebenaran klaim tsb ditentukan
oleh status A sebagai seorang pakar.

  Logika sebaliknya : kalau yang menga-klaim terjadinya pencemaran adalah 
WALHI atau JATAM atau Emil Salim atau Chalid Muhammad apakah lantas menjadi 
BENAR terjadi pencemaran. Begitukah? Atau apakah kalau Prof. A bilang kadar 
merkuri Lumpur itu sebesar xxx gr/ltr lantas kita bisa terima sebagai 
kebenaran? .. ah jadi Fallacy semuanya
   
  Fallacy ini tetap berlaku *regardless* si A adalah pakar yang
bidangnya sesuai dengan klaim yang dibuat atau bidangnya di luar
itu. Dan fallacy ini bisa saja dibuat oleh kedua belah pihak yang
saling berdebat tentang suatu hal. Khusus mengenai isu pro dan
kontra soal pembuangan lumpur Lapindo ke laut, kedua belah pihak pro
vs kontra bisa sama-sama rentannya terhadap fallacy ini. Tentunya
validitas argumen pada akhirnya ditentukan bukan berdasarkan klaim
oleh pakar ini atau itu secara individual, melainkan berdasarkan
suatu konsensus yang didasarkan oleh pembuktian lewat data-data
empirik (setelah melalui test/uji coba yang komprehensif) di
lapangan.

Jika pihak yang pro pembuangan lumpur Lapindo ke laut menggunakan
tulisan Prof. Koesoemadinata di atas untuk menopang posisi mereka,
maka sebaiknya mereka harus berhati-hati supaya tidak jatuh ke dalam
logical fallacy yang telah diterangkan di atas. Kesalahan logis,
jika hanya berhenti pada level wacana saja, tentu tidak terlalu
masalah. Namun, jika kesalahan tsb berimplikasi pada hajat hidup
banyak orang dan makhluk hidup lainnya (mis. biota Selat Madura),
maka kesalahan logis itu akan menjadi sangat-sangat serius--dan
perlu ditunjukkan letak kesalahannya. Dengan hanya mengandalkan
pendapat sporadis dari satu atau dua pakar secara individual saja
dan tanpa didukung oleh hasil analisis kimia dlsb, maka jelas bahwa
logical fallacy terjadi pada mereka yang hendak menggunakan tulisan
Profesor R.K. di atas untuk mempertahankan posisi pro pembuangan
lumpur panas ke laut.
  Jika bicara kesalahan adalah karena (kumpulan) Lumpur yang sudah ada di 
permukaan, tak dapat diselesaikan karena Lumpur permukaan tersebut tidak boleh 
dibuang karena KLAIM KEBENARAN tadi, yang jelas-jelas berimplikasi pada 
kerugian hidup ribuan manusia, lalu dimana letak hatinuraninya kawan2 itu. 
Hidupnya ribuan manusia itu kudu kalah oleh opini-nya kawan2 yang khawatir, 
sekali lagi khawatir dg biotanya... entahlah jalan hati mana yang jadi pilihan 
kawan2 itu

Lebih jauh, setidaknya ada tiga kesalahan fundamental dari klaim
Profesor R.K. Pertama, sang profesor terkesan kuat hendak
membelokkan isu dari *man-made disaster* (dhi. yang dilakukan oleh
Lapindo) menjadi *natural disaster*. 
   Guru saya dulu bilang, walau pahit, sampaikanlah kepahitan itu. Nah, 
kalaulah memang fenomena tersebut adalah bencana alam, kenapa harus dipaksakan 
sebagai bencana industri?, bahwa bencana alam itu dipicu oleh aktifitas 
industri, ya biarlah hukum nanti yang akan menentukan,.. . kok belum-belum 
sudah khawatir dengan pembelokan pendapat. 
   
  Implikasi dari pembelokan ini
jelas: jika ia berhasil menggiring opini publik ke arah yang
diinginkan, maka Lapindo akan menuai berkat dengan tidak perlu
khawatir akan dijerat oleh hukum. Sebab, banjir lumpur itu toh cuma
fenomena bencana alam biasa.
   Eittsss, tunggu dulu, kenapa pagi-pagi sudah musti berpendapat Lapindo 
bebas dari hukum. Fakta lain dari aktifitas bawah permukaan (proses pemboran, 
dll) seharusnya diungkap dan dapat dijadikan delik2 hukum, semestinya 
dipertanggungjawabkan secara hukum. Jadi kenapa harus berpendapat Lapindo akan 
bebas hukum. Kenapa “kekhawatiran tidak dapat menghukum” ini kemudian 
dibebankan pada persoalan permukaan (menimbun Lumpur, nyusahkan banyak orang 
lantas dijadikan sebagai bahan jeratan hukum), korbannya rakyat banyak broer, 
rakyat yang sekarang musti hidup dengan sanitasi buruk, ribuan rakyat yang 
hidup gak layak dst.
  

Kemudian, kedua, dengan Profesor R.K. mengatakan bahwa banjir lumpur
panas Porong bukan 

Re: [iagi-net-l] Fwd: Re: Buang Lumpur Lapindo ke Laut! Oleh Prof. Dr. R. KOESOEMADINATA

2006-09-08 Terurut Topik hilman sobir
Ar..! yang di apa kabar itu tidak solusinya untuk
mengatasi lumpur, yang ada bagaimana cara menuntut
LAPINDO !!!he hehe.tipe LSM


Salam

Hilman Sobir
Laverton Goldfield
--- Ariadi Subandrio [EMAIL PROTECTED]
wrote:

 Vick, balas pantunku yang warna biru 
   
 Rovicky [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Pembahasan menarik dari kampung sebelah
 
 RDP
 --- In [EMAIL PROTECTED], awesomedong_2005
 wrote:
 
 --- In [EMAIL PROTECTED], Amir wrote:
 
 Buang Lumpur Lapindo ke Laut!
 Oleh Prof. Dr. R. KOESOEMADINATA
 
   jadi saja semburan liar ini disebabka atau dipicu
 oleh kelalaian pengeboran pada Banjar Panji-1, namun
 gejalanya sendiri lebih merupakan gejala alam yang
 menyangkut bahan alami bukan bahan asing untuk
 lingkungan bumi. Banyak para ahli geologi yang
 menganalogikan semburan lumpur ini dengan gejala
 alam yang disebut mudvolcano yang banyak tersebar di
 Indonesia (khususnya di Indonesia Timur dikenal
 dengan istilah poton),
 
   Penulis, mantan Guru Besar Ilmu Geologi Institut
 Teknologi Bandung.
 
   
 Dalam logika formal ada kesalahan logis yang
 dinamakan *illegitimate
 appeal to authority*. Bentuk argumennya seperti ini:
 Suatu klaim
 adalah benar karena diutarakan oleh seorang A yang
 adalah seorang
 pakar dalam bidang tertentu. Dus, kebenaran klaim
 tsb ditentukan
 oleh status A sebagai seorang pakar.
 
   Logika sebaliknya : kalau yang menga-klaim
 terjadinya pencemaran adalah WALHI atau JATAM atau
 Emil Salim atau Chalid Muhammad apakah lantas
 menjadi BENAR terjadi pencemaran. Begitukah? Atau
 apakah kalau Prof. A bilang kadar merkuri Lumpur itu
 sebesar xxx gr/ltr lantas kita bisa terima sebagai
 kebenaran? .. ah jadi Fallacy semuanya

   Fallacy ini tetap berlaku *regardless* si A adalah
 pakar yang
 bidangnya sesuai dengan klaim yang dibuat atau
 bidangnya di luar
 itu. Dan fallacy ini bisa saja dibuat oleh kedua
 belah pihak yang
 saling berdebat tentang suatu hal. Khusus mengenai
 isu pro dan
 kontra soal pembuangan lumpur Lapindo ke laut, kedua
 belah pihak pro
 vs kontra bisa sama-sama rentannya terhadap fallacy
 ini. Tentunya
 validitas argumen pada akhirnya ditentukan bukan
 berdasarkan klaim
 oleh pakar ini atau itu secara individual, melainkan
 berdasarkan
 suatu konsensus yang didasarkan oleh pembuktian
 lewat data-data
 empirik (setelah melalui test/uji coba yang
 komprehensif) di
 lapangan.
 
 Jika pihak yang pro pembuangan lumpur Lapindo ke
 laut menggunakan
 tulisan Prof. Koesoemadinata di atas untuk menopang
 posisi mereka,
 maka sebaiknya mereka harus berhati-hati supaya
 tidak jatuh ke dalam
 logical fallacy yang telah diterangkan di atas.
 Kesalahan logis,
 jika hanya berhenti pada level wacana saja, tentu
 tidak terlalu
 masalah. Namun, jika kesalahan tsb berimplikasi pada
 hajat hidup
 banyak orang dan makhluk hidup lainnya (mis. biota
 Selat Madura),
 maka kesalahan logis itu akan menjadi sangat-sangat
 serius--dan
 perlu ditunjukkan letak kesalahannya. Dengan hanya
 mengandalkan
 pendapat sporadis dari satu atau dua pakar secara
 individual saja
 dan tanpa didukung oleh hasil analisis kimia dlsb,
 maka jelas bahwa
 logical fallacy terjadi pada mereka yang hendak
 menggunakan tulisan
 Profesor R.K. di atas untuk mempertahankan posisi
 pro pembuangan
 lumpur panas ke laut.
   Jika bicara kesalahan adalah karena (kumpulan)
 Lumpur yang sudah ada di permukaan, tak dapat
 diselesaikan karena Lumpur permukaan tersebut tidak
 boleh dibuang karena KLAIM KEBENARAN tadi, yang
 jelas-jelas berimplikasi pada kerugian hidup ribuan
 manusia, lalu dimana letak hatinuraninya kawan2 itu.
 Hidupnya ribuan manusia itu kudu kalah oleh
 opini-nya kawan2 yang khawatir, sekali lagi khawatir
 dg biotanya... entahlah jalan hati mana yang jadi
 pilihan kawan2 itu
 
 Lebih jauh, setidaknya ada tiga kesalahan
 fundamental dari klaim
 Profesor R.K. Pertama, sang profesor terkesan kuat
 hendak
 membelokkan isu dari *man-made disaster* (dhi. yang
 dilakukan oleh
 Lapindo) menjadi *natural disaster*. 
Guru saya dulu bilang, walau pahit, sampaikanlah
 kepahitan itu. Nah, kalaulah memang fenomena
 tersebut adalah bencana alam, kenapa harus
 dipaksakan sebagai bencana industri?, bahwa bencana
 alam itu dipicu oleh aktifitas industri, ya biarlah
 hukum nanti yang akan menentukan,.. . kok
 belum-belum sudah khawatir dengan pembelokan
 pendapat. 

   Implikasi dari pembelokan ini
 jelas: jika ia berhasil menggiring opini publik ke
 arah yang
 diinginkan, maka Lapindo akan menuai berkat dengan
 tidak perlu
 khawatir akan dijerat oleh hukum. Sebab, banjir
 lumpur itu toh cuma
 fenomena bencana alam biasa.
Eittsss, tunggu dulu, kenapa pagi-pagi sudah
 musti berpendapat Lapindo bebas dari hukum. Fakta
 lain dari aktifitas bawah permukaan (proses
 pemboran, dll) seharusnya diungkap dan dapat
 dijadikan delik2 hukum, semestinya
 dipertanggungjawabkan secara hukum. Jadi kenapa
 harus berpendapat Lapindo akan bebas hukum. Kenapa
 “kekhawatiran tidak dapat menghukum” ini kemudian
 dibebankan pada 

Re: [iagi-net-l] Fwd: Re: Buang Lumpur Lapindo ke Laut! Oleh Prof. Dr. R. KOESOEMADINATA

2006-09-08 Terurut Topik koesoema
Saya heran ada yang mengatakan fallacy by appeal authority segala
Kalau mau fakta sekarang beberkan saja hasil sampling dan alisanya,
lengkap dengan lokasi yang tepat, waktu pengambilanya dengan jumlah yang
cukup memadai secara statistik. Juga sample harus diambil dari dasar
laut Selat Madura utk dibandingkan
Ya kalau apa yang saya paparkan tidak dipercayai ya silahkan saja lihat
textbook geologi di manapun di dunia. Kalau tidak percaya pada ilmu
geologi ya mau apa lagi.

Terjadinya kesengsaraan rakyat di sekitar gejala Lusi justru karena
lumpur itu tidak segera dibuang ke laut karena ditahan-tahan pake
tanggul segala. Apakah letusan Merapi juga tidak menimbulkan
kesengsaraan?


On 9/8/2006, Ariadi Subandrio [EMAIL PROTECTED] wrote:



-
-  PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru
-  Call For Papers until 26 May 2006
-  Submit to: [EMAIL PROTECTED]
-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



Re: [iagi-net-l] Fwd: Re: Buang Lumpur Lapindo ke Laut! Oleh Prof. Dr. R. KOESOEMADINATA

2006-09-08 Terurut Topik budi santoso
Urusan Lapindo mau diapakan nantinya silakan pihak
berwenang yang menentukan, tapi paling tidak sebagai
pihak yang secara ilmu (yang berkaitan e.g. geologist)
dianggap cukup maka sudah semestinya dan pada
tempatnya ilmu tersebut digunakan untuk melakukan
pencerahan kepada siapapun termasuk sampeyan para LSM
yang saya yakin sedang giat-giatnya, niat ingsun
berjuang untuk kepentingan rakyat secara
tulus-setulus-tulusnya . . .

Apa yang dikemukakan pak RPK, saya tidak melihat ada
unsur untuk membebaskan atau meringankan dosa si
Lapindo dan kalaupun ada bahasa yang seolah-olah
membencana alamkan kasus ini itu hanya masalah
pemahaman sebagian dari sampeyan yang melihat uraian
dalam tulisan tersebut secara sepotong-potong, karena
ide di belakang tulisan ini saya kira lebih kepada
melakukan penjelasan secara ilmiah terhadap apa yang
sedang terjadi dengan perbandingan apa yang pernah ada
di tempat lain dan bisa jadi akan terjadi lagi (semoga
tidak) di tepat lain di daerah-daerah yang secara
geologis berpotensi terjadi. Say khawatir dengan
tanggapan dari sampeyan yang di 'apa khabar'
jangan-jangan malah lebih karena terburu-buru hingga
'kebat-kliwat' (hal-hal yang baku dan penting malah
kelewat karena terlalu terburu-buru . . lebih buruk
lagi prasangka buruk terhadap orang lain karena
kita/mereka/saya/sampeyan sendiri yang sebenarnya
berharap memperoleh keuntungan dari semua itu . . 
wallohu alam bishowab . . 

Tj

--- koesoema [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Saya heran ada yang mengatakan fallacy by appeal
 authority segala
 Kalau mau fakta sekarang beberkan saja hasil
 sampling dan alisanya,
 lengkap dengan lokasi yang tepat, waktu
 pengambilanya dengan jumlah yang
 cukup memadai secara statistik. Juga sample harus
 diambil dari dasar
 laut Selat Madura utk dibandingkan
 Ya kalau apa yang saya paparkan tidak dipercayai ya
 silahkan saja lihat
 textbook geologi di manapun di dunia. Kalau tidak
 percaya pada ilmu
 geologi ya mau apa lagi.
 
 Terjadinya kesengsaraan rakyat di sekitar gejala
 Lusi justru karena
 lumpur itu tidak segera dibuang ke laut karena
 ditahan-tahan pake
 tanggul segala. Apakah letusan Merapi juga tidak
 menimbulkan
 kesengsaraan?
 
 
 
 


__
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

-
-  PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru
-  Call For Papers until 26 May 2006 
-  Submit to: [EMAIL PROTECTED]
-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



[iagi-net-l] Fwd: Re: Buang Lumpur Lapindo ke Laut! Oleh Prof. Dr. R. KOESOEMADINATA

2006-09-07 Terurut Topik Rovicky
Pembahasan menarik dari kampung sebelah

RDP
--- In [EMAIL PROTECTED], awesomedong_2005
[EMAIL PROTECTED] wrote:

--- In [EMAIL PROTECTED], Amir amir13120@ wrote:

 Buang Lumpur Lapindo ke Laut!
 Oleh Prof. Dr. R. KOESOEMADINATA

 jadi saja semburan liar ini disebabka atau dipicu oleh kelalaian
 pengeboran pada Banjar Panji-1, namun gejalanya sendiri lebih
merupakan
 gejala alam yang menyangkut bahan alami bukan bahan asing untuk
lingkungan
 bumi. Banyak para ahli geologi yang menganalogikan semburan lumpur
ini
 dengan gejala alam yang disebut mudvolcano yang banyak tersebar di
 Indonesia (khususnya di Indonesia Timur dikenal dengan istilah
poton),
 Penulis, mantan Guru Besar Ilmu Geologi Institut Teknologi Bandung.


Dalam logika formal ada kesalahan logis yang dinamakan *illegitimate
appeal to authority*. Bentuk argumennya seperti ini: Suatu klaim
adalah benar karena diutarakan oleh seorang A yang adalah seorang
pakar dalam bidang tertentu. Dus, kebenaran klaim tsb ditentukan
oleh status A sebagai seorang pakar.

Fallacy ini tetap berlaku *regardless* si A adalah pakar yang
bidangnya sesuai dengan klaim yang dibuat atau bidangnya di luar
itu. Dan fallacy ini bisa saja dibuat oleh kedua belah pihak yang
saling berdebat tentang suatu hal. Khusus mengenai isu pro dan
kontra soal pembuangan lumpur Lapindo ke laut, kedua belah pihak pro
vs kontra bisa sama-sama rentannya terhadap fallacy ini. Tentunya
validitas argumen pada akhirnya ditentukan bukan berdasarkan klaim
oleh pakar ini atau itu secara individual, melainkan berdasarkan
suatu konsensus yang didasarkan oleh pembuktian lewat data-data
empirik (setelah melalui test/uji coba yang komprehensif) di
lapangan.

Jika pihak yang pro pembuangan lumpur Lapindo ke laut menggunakan
tulisan Prof. Koesoemadinata di atas untuk menopang posisi mereka,
maka sebaiknya mereka harus berhati-hati supaya tidak jatuh ke dalam
logical fallacy yang telah diterangkan di atas. Kesalahan logis,
jika hanya berhenti pada level wacana saja, tentu tidak terlalu
masalah. Namun, jika kesalahan tsb berimplikasi pada hajat hidup
banyak orang dan makhluk hidup lainnya (mis. biota Selat Madura),
maka kesalahan logis itu akan menjadi sangat-sangat serius--dan
perlu ditunjukkan letak kesalahannya. Dengan hanya mengandalkan
pendapat sporadis dari satu atau dua pakar secara individual saja
dan tanpa didukung oleh hasil analisis kimia dlsb, maka jelas bahwa
logical fallacy terjadi pada mereka yang hendak menggunakan tulisan
Profesor R.K. di atas untuk mempertahankan posisi pro pembuangan
lumpur panas ke laut.

Lebih jauh, setidaknya ada tiga kesalahan fundamental dari klaim
Profesor R.K. Pertama, sang profesor terkesan kuat hendak
membelokkan isu dari *man-made disaster* (dhi. yang dilakukan oleh
Lapindo) menjadi *natural disaster*. Implikasi dari pembelokan ini
jelas: jika ia berhasil menggiring opini publik ke arah yang
diinginkan, maka Lapindo akan menuai berkat dengan tidak perlu
khawatir akan dijerat oleh hukum. Sebab, banjir lumpur itu toh cuma
fenomena bencana alam biasa.

Kemudian, kedua, dengan Profesor R.K. mengatakan bahwa banjir lumpur
panas Porong bukan pencemaran lingkungan yang berat, maka ia
cenderung (bisa dianggap sebagai) men-downplay atau bahkan
mengabaikan *efek* yang ditimbulkan lumpur panas tsb terhadap
*rakyat korban* yang rumah dan/atau sawahnya hancur terendam lumpur,
kehilangan pekerjaan/mata pencaharian, puluhan pabrik yang harus
tutup (gulung tikar) karena terendam lumpur, ribuan anak usia
sekolah yang tidak bisa melakukan aktivitas belajarnya di sekolah,
dan masih banyak lagi *penderitaan dan kerugian* lainnya.

Saya pikir, bertolak belakang dengan pandangan sang profesor, para
ahli lingkungan tidak sedang paranoid (a) ketika mereka
menyuarakan kekhawatiran akan potensi bahaya terhadap lingkungan
hidup yang ditimbulkan oleh lumpur panas tsb dan (b) ketika melihat
kenyataan bahwa kita sedang menyaksikan tenggelamnya ribuan hektar
lahan produktif *secara percuma* hanya karena keteledoran dan
mismanajemen dari segelintir manusia yang tergabung dalam korporasi
bernama Lapindo Berantas. Tanpa ingin berandai-andai secara kosong,
tentunya semua bencana ini tidak akan pernah terjadi apabila Lapindo
dapat menerapkan *precautionary measures* yang lebih ketat sesuai
dengan aturan/standar kerja yang berlaku. Sayangnya measures semacam
itu tidak dilaksanakan sehingga terjadilah bencana lumpur tadi.
Bukankah demikian?!

Ketiga dan terakhir, apakah Prof. R.K. dalam mengumandangkan
klaimnya di atas sudah didasarkan atas analisis lapangan yang
dilakukan sendiri terhadap lumpur panas tsb sehingga begitu
berkeyakinan bahwa lumpur tsb sama sekali *harmless* bagi makhluk
hidup? Jika analisis tsb tidak pernah dilakukan, saya khawatir sang
profesor hanya akan dianggap *asbun*, meskipun memiliki embel-embel
titel profesor.

Saya hanya berharap bahwa publik mesti waspada terhadap pembelokan
fakta sehingga suatu tindakan yang seharusnya *punishable by law*
bisa bebas lenggang-kangkung