Re: Bls: Fwd: [iagi-net-l] OOT :Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia
Justru dengan pelacakan Mitokondria DNA (MtDNA) manusia pertama yg menetap di semenanjung Malaysia adalah migrasi pertama manusia ke kawasan ini, berdasarkan pelacakan MtDNA nya Suku Semang didaerah sekitar Danau Peninsula- Malaysia oleh Prof. Stephen Oppenheimer diperkirakan merupakan nenek moyang yg tiba 74000-8 thn silam (Out of Africa). Ditambah Bukti ditemukannya peralatan arkeologi berupa palu dan sebagainya yg tertutup debu vulkanik 74000 tahun lalu, menunjukkan mereka telah tiba dan menetap disemenanjung malaysia sebelum Gn. Toba meletus. Akibat perluasan garis pantai karena penurunan permukaan laut 120m pada 25000-15000 tahun lalu menyebabkan meluasnya daratan terjadi migrasi lanjutan sampai ke australia. (Ir.Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam, Mizania 2009). Apakah akar bahasa melayu dari migrasi manusia tersebut?..masih jadi asumsi, karena migrasi berikutnya mencirikan perbedaan yg menyolok antara ciri manusia semang dengan pendatang berikutnya. Ahli sejarah malah mengelompokkan Melayu dalam dua kelompok besar migrasi I - Proto melayu dan Migrasi berikutnya Deutro-Melayu yg mendesak Proto Melayu kepedalaman. Tetap saja penjelasan sejarah menekankan bahwa migrasi tersebut dari Semenanjung Melayu (Malaysia sekarang) ke Pulau Sumatra. yang tak berdasar sebenarnya adalah perkembangan terbaru (Out of Taiwan) dengan tujuan kalimantan barat dan menuju sumatra dan semenanjung Melayu. Saya setuju bahwa kontak Cina dengan Moloyu (Melayu)sdh ada pada abd 7, namun publikasi yg mengatakan Mlayu (Melayu) adalah diskripsi dari bahasa jawa sangat tak masuk akal, karena keberadaan Melayu lebih awal dari kerajaan/budaya bahasa di Jawa. Kedatangan Islam dengan jajaring kesultanan malah memperluas pemakaian bahasa Melayu ke seluruh Nusantara. Jadi bisa disederhanakan: Out of Africa===Suku Semang (semenanjung Malaya-terisolir)===Migrasi I (Proto Melayu) ke Nusantara (Melayu)===Migrasi II (Deutro Melayu)===Semenajung Malaysia ke Pesisir Riau-jambi (Kerajaan Pra Melayu: Abad 3 Tchu Po, Ko Ying, dan Sanfoshih, Kant`oli pada abad ke-5 dan ke-6 M dan Moloyu (Melayu) pada abad ke-7 M. )===Sri Vijaya (Bahasa Melayu beraksara Pallawa, terbatas di sumatra bgn selatan, asumsi sejarawan malah ke seluruh nusantara???)===kesultanan Islam (Menyebar luas dikawasan Nusantara Bahasa Melayu Beraksara Jawi)===Penjajahan (Bahasa Melayu beraksara Latin) Silahkan baca di link berikut: http://melayuonline.com/ind/article/read/947/jejak-jejak-budaya-di-kepulauan-riau-selayang-pandang-tentang-keemasan-melayu-di-nusantara dan http://melayuonline.com/ind/article/read/852/bahasa-melayu-penyebar-budayapengaruh Gelombang migrasi pertama konon menunjukkan ciri ras Weddoid yang datang sesudah zaman es terakhir. Ras ini disebut-sebut sebagai ras pertama yang menghuni Nusantara. Sisa-sisa nenek moyang ras gelombang pertama ini masih ada sampai sekarang, yang merupakan golongan tersendiri di Riau dan disebut sebagai Orang Sakai, Orang Hutan, dan Orang Kubu. Orang-orang asli ini memiliki populasi yang tidak banyak. Orang Sakai mendiami Kecamatan Kuno-Darussalam, Kabupaten Kamparhttp://wisatamelayu.com/id/dest.php?a=a04vbUhhUkVOSTQy=, dan Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalishttp://wisatamelayu.com/id/dest.php?a=Tk4vbUhhUkVOSTQy=. Jumlahnya terbatas, kira-kira 2160 jiwa. Orang Hutan mendiami Pulau Penyalai di Kecamatan Kuala Kampar di Kabupaten Kampar, dengan jumlah sekitar 1494 jiwa. Gelombang migrasi pertama terjadi pada periode 2500-1500 SM dengan berciri ras Proto Melayu yang merupakan pendukung kebudayaanhttp://melayuonline.com/ind/article/read/culturezaman batu baru. Mereka menyebar ke Pulau Sumatra melalui *Semenanjung Melayu* (Malaysia sekarang). Sisa mereka terdapat di Riau, yang dikenal sebagai Orang Talang Mamak dan Orang Laut.http://melayuonline.com/ind/article/read/ind/libraries/book/2884Orang Talang Mamak menetap di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, dengan populasi sebanyak 3276 jiwa (1980). Orang Laut menghuni Kecamatan Reteh dan Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir, serta di Kecamatan Tambelan, Kepulauan Riau, sebanyak 2849 jiwa. Selain itu, ada golongan orang-orang asli lainnya yaitu Orang Akit yang mendiami Kecamatan Rupat, Bengkalis, Mandau, Tebing Tinggi di Kabupaten Bengkalis, sebanyak 11625 jiwa. Gelombang migrasi ras Melayu kedua datang sesudah tahun 1500 SM yang disebut Deutro Melayu. Golongan ini menyebabkan Proto Melayu menyingkir ke pedalaman, sisanya bercampur dengan pendatang baru. Proses selanjutnya, orang-orang Deutro Melayu bercampur lagi dengan pendatang-pendatang dan berbagai golongan berasal dari berbagai penjuru Nusantara. Percampuran itu menghadirkan suku-suku bangsa Melayu. Mereka inilah penduduk mayoritas yang mendiami kawasan Riau. Suku-suku bangsa Melayu Riau menghadirkan sub-sub suku bangsa Melayu Siak, Melayu Bintan, Melayu Rokan, Melayu Kampar, Melayu Kuantan, dan Melayu Indragiri, dengan alat komunikasi utama (*lingua franca*) bahasa Melayu
Fwd: [iagi-net-l] OOT :Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia
Sebagai perbandingan, Beberapa pakar pada masa lalu sebenarnya pernah mengajukan pertimbangan komparatif tentang dunia melayu. Pada tahun 1954, Charles Robequain, professor geografi tropikal di Universitas Sorbone, menerbitkan Malaya, Indonesian, Borneo and the Philipines : A Gepgraphical, Economic and Political Discription of malaya. The East Indies and Philipines. Dia jelas tak hanya membahas dunia melayu dari sisi ilmu bumi, tapi juga soal budaya dan demografi. dunia melayu yg terentang dari malaya sampai filipina. Kesatuan bahasa melayu juga tercermin dalam penyebaran bahasa melayu di bagian terbesar kepulauan Indonesia dan perkembangannya sebagai bahasa perdagangan di tempat yg jauh dari Semenanjung Melayu sekalipun. Bahasa tersebut terbawa sampai ke maluku melalui perdagangan. Membicarakan Indonesia, Melayu lingua franca merupakan fenomena tunggal di asia tenggara. karena di pergunakan dan dikembangkan oleh orang-orang asing sewaktu memasuki nusantara dari malaka sebagai pangkalan. Mula-mula dipergunakan oleh para Mubalig islam, juga dari pangkalan Malaka Untuk menyebarkan Islam. Maka tidak mengherankan bila naskah-naskah tua tafsir Al-Quran yg di dapatkan di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa berbahasa Melayu. Bahkan raja Islam Pertama di demak diperkirakan tidak berbahahasa Jawa, tetapi Melayu (Pramoedya Ananta Toer, tempo Doeloe, jakarta : hasta Mitra. 1982.). Kemungkinan bahasa melayu kuno asalnya dari malaya (sesuai migrasi manusia di Asia) menyebar pertama ke nusantara, berkembang lagi di malaya menyebar ke dua kalinya lebih luas ke Nusantara pada zaman Islam Nusantara. (panggung sejarah: persembahan kepada prof.Dr, Denys Lombard; Yayasan Obor zindonesia 1999) 2009/11/3 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Dongeng untuk Pak Sugeng. Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang memang berkembang dari bahasa Melayu. Tetapi, jangan pernah menganggap bahwa bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu yang digunakan di Malaysia sekarang. Bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu yang digunakan sejak lama di hampir seluruh wilayah Indonesia sendiri. Justru bahasa Melayu di Malaysia sekarang berakar dari bahasa Melayu di wilayah Indonesia. Pada masa itu sudah terkenal di sebagian besar wilayah Nusantara suatu bahasa perhubungan, suatu lingua franca, yang disebut bahasa Melayu Pasar. Di berbagai daerah itu, Melayu Pasar diucapkan dalam dialek-dialek tertentu. Suatu dialek Melayu yang terkenal saat itu adalah dialek Melayu Riau. Banyak ahli bahasa Indonesia mengatakan bahwa bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu dialek Riau. Menggali lebih dalam lagi, bukti tertua bahwa bahasa Melayu telah menjadi bahasa perhubungan di Indonesia adalah bukti-bukti berupa prasasti dari Kerajaan Sriwijaya pada abad VII. Prasasti-prasasti terkenal masa Kerajaan Sriwijaya itu menggunakan bahasa Melayu : prasasti Kedukan Bukit (683 M), Talang Tuwo (684 M), Kota Kapur (686 M) dan Karang Brahi (688 M). Sriwijaya adalah sebuah kerajaan maritim yang memiliki armada perkapalan untuk keperluan berdagang. Orang-orangnya menjelajah seluruh negeri di Nusantara dan sekitarnya, mereka ketika singgah di suatu wilayah juga mengajarkan bahasa Melayu yang digunakan di Sriwijaya agar memudahkan urusan berdagang (maka disebut Melayu Pasar). Di daerah Kedu, Jawa Tengah pernah ditemukan suatu prasasti berangka tahun 832 M dan disebut Inskripsi Gandasuli. Menurut de Casparis, ahli arkeologi Prancis, prasasti ini menggunakan bahasa Melayu kuno. Catatan para pelawat dari luar negeri ke Nusantara pada zaman Sriwijaya, misalnya I Tsing, juga menyebutkan bahwa bahasa perhubungan masa itu adalah bahasa Melayu. Semakin menuju abad-abad modern bahasa Melayu semakin berkembang digunakan di Nusantara, tidak lagi terbatas untuk keperluan berdagang tetapi juga untuk menuliskan karya-karya sastra. Telah banyak ditemukan karya-karya sastra dari abad XIV-XVII berupa cerita pelipur lara, hikayat, dongeng-dongeng, dan sebagainya. Bahasa dan isi karya-karya sastra ini mendapatkan pengaruh baik dari bahasa Sanskerta dengan unsur-unsur Hindunya dan dari bahasa Arab-Persia dengan unsur-unsur Islamnya. Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia pada abad XVI, mereka menghadapi suatu kenyataan bahwa bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi dalam pergaulan dan bahasa perdagangan. Mereka juga menemukan bahwa bahasa Melayu telah digunakan dari Sumatra sampai Maluku. Di samping itu, di setiap daerah digunakan juga bahasa-bahasa daerah seperti Sunda, Jawa, Madura, dan lain-lain. Bahasa Melayu, atau bahasa daerah setempat, juga telah diwajibkan digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah (surat keputusan Pemerintah Kolonial Belanda no. 104 tahun 1871). Ini dilakukan karena kegagalam menggunakan bahasa Belanda atau bahasa Portugis sebagai bahasa pengantar. Pada awal masa pergerakan kebangsaan, saat banyak perkumpulan pemuda bersifat kedaerahan (Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, dan
Bls: Fwd: [iagi-net-l] OOT :Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia
Teori bahwa bahasa Melayu berasal dari Semenanjung Malaya (Malaysia sekarang) berasal dari Kern (1888). Teori ini bertahan cukup lama, sebagian karena merasa mendapat dukungan dari teori migrasi manusia dari Asia Tenggara. Tetapi pada akhir abad ke-20 teori tersebut tak dianut lagi, juga teori migrasi manusia pun mendapatkan tantangan yang hebat dari proyek pemetaan genome manusia (National Geographic) yang mempertanyakan kembali arus migrasi yang melalui Semenanjung Malaya ke Indonesia. Perunutan arus migrasi menggunakan teknik rekombinan DNA bahkan mengatakan bahwa pulau2 di sebelah Sumatra dihuni lebih dahulu dari bagian Indonesia Barat yang lain termasuk Semenanjung Malaya. Teori bahasa Melayu asal Semenanjung Malaya gugur oleh peneltian2 pada akhir 1980-an dan sepanjang 1990-an (silakan dilihat a.l. publikasi dari Adelaar, 1988 dan Belwood, 1993 - Adelaar, K.A. 1988, More on Proto-Malayic dalam Mohd. Thani Ahmad dan Zaini Mohammed Zain (ed.) Rekonstruksi dan cabang-cabang Bahasa Melayu induk, pp.59-77. Seri monograf sejarah bahasa Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka; Bellwood, P. 1993. Cultural and biological differentiation in peninsular Malaysia: the last 10,000 years. Asian Perspectives 32:37-60. Bukti-bukti linguistik dan prehistori menggugurkan teori Kern (1888). Adelaar (1988) dan Belwood (1993) mengatakan bahwa asal bahasa Melayu dari Sumatera. Tak ada di Semenanjung Malaya ditemukan artefak berbahasa Melayu (kuna) setua seperti yang ditemukan di Sumatra. Ini adalah hard data. Catatan tertulis pertama dalam bahasa Melayu Kuna berasal dari abad ke-7 Masehi, dan tercantum pada beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya di bagian selatan Sumatera dan wangsa Syailendra di beberapa tempat di Jawa Tengah. Tulisan ini berbahasa Melayu kuna meskipun menggunakan aksara Pallawa. Catatan para musafir Cina yang mengunjungi Nusantara pada zaman Sriwijaya juga mengemukakan hal2 yang mendukung bahwa asal bahasa Melayu dari Sumatra, bukan Semenanjung Malaya. Catatan orang Cina menyatakan bahawa sebuah kerajaan Mo-lo-yeu mempersembahkan hasil bumi kepada raja Cina sekitar 644-645 Masehi. Kerajaan Mo-lo-yeu berpusat di daerah Jambi, Sumatera, daripada sebatang sungai yang deras alirannya, yaitu Sungai Melayu. Satu lagi catatan orang Cina ialah catatan rahib Buddha bernama I-Tsing yang menggunakan kata ma-lo-yu tentang dua buah kerajaan yang dilawatinya sekitar 675 Masehi, yang kemudian dikenal sebagai Sriwijaya dan kerajaan kecil di sekitarnya. Beberapa publikasi bahkan menyebutkan bahwa kata Melayu berasal dari bahasa Jawa Kuno Mlayu yang artinya berlari atau mengembara. Bahasa Jawa modern pun artinya masih begitu. Hal ini ditujukan untuk orang2 Jawa yang mengembara ke Sumatra dari Jawa, termasuk cucu Samarottungga, raja Wangsa Syailendra, yaitu Balaputradewa, pendiri dan raja terkenal Sriwijaya. Berdasarkan hal2 di atas lemahlah argumen yang menyatakan bahwa bahasa Melayu asal Semenanjung Malaya. Denys Lombard dalam bukunya Le Carrefour Javanais Essai d H’Histoire Globale yang diterjemahkan menjadi tiga buku berjudul Nusa Jawa : Silang Budaya (Gramedia, 1996) tak pernah mengatakan bahwa bahasa Melayu asal dari Malaya. Sebagian orang memang berpikir begitu, tetapi argumen tersebut sudah banyak kelemahannya. Berbicara asal suatu bahasa tentu kita akan mencari ke akar pertamanya, bukan ke zaman2 Islam masuk ke Indonesia (Jawa), tetapi jauh lebih tua dari itu. salam, Awang --- Pada Rab, 11/11/09, OK Taufik ok.tau...@gmail.com menulis: Dari: OK Taufik ok.tau...@gmail.com Judul: Fwd: [iagi-net-l] OOT :Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Rabu, 11 November, 2009, 11:32 AM Sebagai perbandingan, Beberapa pakar pada masa lalu sebenarnya pernah mengajukan pertimbangan komparatif tentang dunia melayu. Pada tahun 1954, Charles Robequain, professor geografi tropikal di Universitas Sorbone, menerbitkan Malaya, Indonesian, Borneo and the Philipines : A Gepgraphical, Economic and Political Discription of malaya. The East Indies and Philipines. Dia jelas tak hanya membahas dunia melayu dari sisi ilmu bumi, tapi juga soal budaya dan demografi. dunia melayu yg terentang dari malaya sampai filipina. Kesatuan bahasa melayu juga tercermin dalam penyebaran bahasa melayu di bagian terbesar kepulauan Indonesia dan perkembangannya sebagai bahasa perdagangan di tempat yg jauh dari Semenanjung Melayu sekalipun. Bahasa tersebut terbawa sampai ke maluku melalui perdagangan. Membicarakan Indonesia, Melayu lingua franca merupakan fenomena tunggal di asia tenggara. karena di pergunakan dan dikembangkan oleh orang-orang asing sewaktu memasuki nusantara dari malaka sebagai pangkalan. Mula-mula dipergunakan oleh para Mubalig islam, juga dari pangkalan Malaka Untuk menyebarkan Islam. Maka tidak mengherankan bila naskah-naskah tua tafsir Al-Quran yg di dapatkan di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa
[iagi-net-l] OOT :Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia
Dongeng untuk Pak Sugeng. Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang memang berkembang dari bahasa Melayu. Tetapi, jangan pernah menganggap bahwa bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu yang digunakan di Malaysia sekarang. Bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu yang digunakan sejak lama di hampir seluruh wilayah Indonesia sendiri. Justru bahasa Melayu di Malaysia sekarang berakar dari bahasa Melayu di wilayah Indonesia. Pada masa itu sudah terkenal di sebagian besar wilayah Nusantara suatu bahasa perhubungan, suatu lingua franca, yang disebut bahasa Melayu Pasar. Di berbagai daerah itu, Melayu Pasar diucapkan dalam dialek-dialek tertentu. Suatu dialek Melayu yang terkenal saat itu adalah dialek Melayu Riau. Banyak ahli bahasa Indonesia mengatakan bahwa bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu dialek Riau. Menggali lebih dalam lagi, bukti tertua bahwa bahasa Melayu telah menjadi bahasa perhubungan di Indonesia adalah bukti-bukti berupa prasasti dari Kerajaan Sriwijaya pada abad VII. Prasasti-prasasti terkenal masa Kerajaan Sriwijaya itu menggunakan bahasa Melayu : prasasti Kedukan Bukit (683 M), Talang Tuwo (684 M), Kota Kapur (686 M) dan Karang Brahi (688 M). Sriwijaya adalah sebuah kerajaan maritim yang memiliki armada perkapalan untuk keperluan berdagang. Orang-orangnya menjelajah seluruh negeri di Nusantara dan sekitarnya, mereka ketika singgah di suatu wilayah juga mengajarkan bahasa Melayu yang digunakan di Sriwijaya agar memudahkan urusan berdagang (maka disebut Melayu Pasar). Di daerah Kedu, Jawa Tengah pernah ditemukan suatu prasasti berangka tahun 832 M dan disebut Inskripsi Gandasuli. Menurut de Casparis, ahli arkeologi Prancis, prasasti ini menggunakan bahasa Melayu kuno. Catatan para pelawat dari luar negeri ke Nusantara pada zaman Sriwijaya, misalnya I Tsing, juga menyebutkan bahwa bahasa perhubungan masa itu adalah bahasa Melayu. Semakin menuju abad-abad modern bahasa Melayu semakin berkembang digunakan di Nusantara, tidak lagi terbatas untuk keperluan berdagang tetapi juga untuk menuliskan karya-karya sastra. Telah banyak ditemukan karya-karya sastra dari abad XIV-XVII berupa cerita pelipur lara, hikayat, dongeng-dongeng, dan sebagainya. Bahasa dan isi karya-karya sastra ini mendapatkan pengaruh baik dari bahasa Sanskerta dengan unsur-unsur Hindunya dan dari bahasa Arab-Persia dengan unsur-unsur Islamnya. Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia pada abad XVI, mereka menghadapi suatu kenyataan bahwa bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi dalam pergaulan dan bahasa perdagangan. Mereka juga menemukan bahwa bahasa Melayu telah digunakan dari Sumatra sampai Maluku. Di samping itu, di setiap daerah digunakan juga bahasa-bahasa daerah seperti Sunda, Jawa, Madura, dan lain-lain. Bahasa Melayu, atau bahasa daerah setempat, juga telah diwajibkan digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah (surat keputusan Pemerintah Kolonial Belanda no. 104 tahun 1871). Ini dilakukan karena kegagalam menggunakan bahasa Belanda atau bahasa Portugis sebagai bahasa pengantar. Pada awal masa pergerakan kebangsaan, saat banyak perkumpulan pemuda bersifat kedaerahan (Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, dan sebagainya –jong = pemuda) yang ingin bersatu, pilihan bahasa persatuan menjadi sesuatu yang sulit sebab setiap perkumpulan pemuda itu ingin menjadikan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa persatuan. Para pemuda ini tak berhasil menemukan kesepakatan. Sementara itu, Pemerintah Belanda pada saat yang bersamaan (1908) tengah melakukan politik balas budi kepada bangsa Indonesia. Mereka mendirikan Comissie voor de Volkslectuur (Komisi untuk Bacaan Rakyat) yang menerbitkan buku-buku murah. Semua buku itu dicetak dalam bahasa Melayu. Oleh Pemerintah Belanda, pada tahun 1918, Dewan Rakyat (Volksraad) pun diberikan kebebasan untuk berbahasa Melayu daripada berbahasa Belanda. Karena keinginan yang kuat untuk bersatu, maka perkumpulan para pemuda pada tahun 1926 mengorbankan sentimen kedaerahannya masing-masing dan dengan rela memilih bahasa Melayu dialek Riau (disebut juga Melayu Tinggi), yang selama ini telah digunakan sebagai bahasa resmi perhubungan, sebagai bahasa persatuan. Maka saat diadakan Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta pada 28 Oktober 1928, mereka melakukan ikrar atau sumpah yang salah satunya tentang bahasa : “Kami putra dan putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan –bahasa Indonesia” (ejaan telah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia modern). Mengapa mereka tidak menyebutnya sebagai bahasa Melayu ? Ini sepenuhnya bernuansa politik, sebab ikrar pertama dan kedua berhubungan dengan Tanah Indonesia dan Bangsa Indonesia, maka bahasanya pun harus bahasa Indonesia. Sejak itu berkembanglah bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa yang berasal dari bahasa Melayu. Apakah kini bahasa Indonesia sama dengan bahasa Melayu yang digunakan di Riau ? Tidak tepat sama, banyak perbedaannya akibat