Re: Bls: Fwd: [iagi-net-l] OOT :Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia

2009-11-11 Terurut Topik OK Taufik
Justru dengan pelacakan Mitokondria DNA (MtDNA) manusia pertama yg menetap
di semenanjung Malaysia adalah migrasi pertama manusia ke kawasan ini,
berdasarkan
pelacakan MtDNA nya Suku Semang didaerah sekitar Danau Peninsula- Malaysia
oleh Prof. Stephen Oppenheimer  diperkirakan merupakan nenek moyang yg tiba
74000-8 thn silam (Out of Africa). Ditambah Bukti ditemukannya peralatan
arkeologi berupa palu dan sebagainya yg tertutup debu vulkanik 74000 tahun
lalu, menunjukkan mereka telah tiba dan menetap disemenanjung malaysia
sebelum Gn. Toba meletus. Akibat perluasan garis pantai karena penurunan
permukaan laut 120m pada 25000-15000 tahun lalu menyebabkan meluasnya
daratan terjadi migrasi lanjutan sampai ke australia. (Ir.Agus Haryo
Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam, Mizania 2009).

Apakah akar bahasa melayu dari migrasi manusia tersebut?..masih jadi asumsi,
karena migrasi berikutnya mencirikan perbedaan yg menyolok antara ciri
manusia semang dengan pendatang berikutnya. Ahli sejarah malah
mengelompokkan Melayu dalam dua kelompok besar migrasi I - Proto melayu dan
Migrasi berikutnya Deutro-Melayu yg mendesak Proto Melayu kepedalaman. Tetap
saja penjelasan sejarah menekankan bahwa migrasi tersebut dari Semenanjung
Melayu (Malaysia sekarang) ke Pulau Sumatra. yang tak berdasar sebenarnya
adalah perkembangan terbaru (Out of Taiwan) dengan tujuan kalimantan barat
dan menuju sumatra dan semenanjung Melayu.
Saya setuju bahwa kontak Cina dengan Moloyu (Melayu)sdh ada pada abd 7,
namun publikasi yg mengatakan Mlayu (Melayu) adalah diskripsi dari bahasa
jawa sangat tak masuk akal, karena keberadaan Melayu lebih awal dari
kerajaan/budaya bahasa di Jawa.
Kedatangan Islam dengan jajaring kesultanan malah memperluas pemakaian
bahasa Melayu ke seluruh Nusantara.

Jadi bisa disederhanakan:
Out of Africa===Suku Semang (semenanjung Malaya-terisolir)===Migrasi I
(Proto Melayu) ke Nusantara (Melayu)===Migrasi II (Deutro
Melayu)===Semenajung Malaysia ke Pesisir Riau-jambi (Kerajaan Pra Melayu: Abad
3 Tchu Po, Ko Ying, dan Sanfoshih, Kant`oli pada abad ke-5 dan ke-6 M dan
Moloyu (Melayu) pada abad ke-7 M. )===Sri Vijaya (Bahasa Melayu beraksara
Pallawa, terbatas di sumatra bgn selatan, asumsi sejarawan malah ke seluruh
nusantara???)===kesultanan Islam (Menyebar luas dikawasan Nusantara Bahasa
Melayu Beraksara Jawi)===Penjajahan (Bahasa Melayu beraksara Latin)

Silahkan baca di link berikut:
http://melayuonline.com/ind/article/read/947/jejak-jejak-budaya-di-kepulauan-riau-selayang-pandang-tentang-keemasan-melayu-di-nusantara
dan
http://melayuonline.com/ind/article/read/852/bahasa-melayu-penyebar-budayapengaruh


Gelombang migrasi pertama konon menunjukkan ciri ras Weddoid yang datang
sesudah zaman es terakhir. Ras ini disebut-sebut sebagai ras pertama yang
menghuni Nusantara. Sisa-sisa nenek moyang ras gelombang pertama ini masih
ada sampai sekarang, yang merupakan golongan tersendiri di Riau dan disebut
sebagai Orang Sakai, Orang Hutan, dan Orang Kubu. Orang-orang asli ini
memiliki populasi yang tidak banyak. Orang Sakai mendiami Kecamatan
Kuno-Darussalam, Kabupaten
Kamparhttp://wisatamelayu.com/id/dest.php?a=a04vbUhhUkVOSTQy=,
dan Kecamatan Mandau, Kabupaten
Bengkalishttp://wisatamelayu.com/id/dest.php?a=Tk4vbUhhUkVOSTQy=.
Jumlahnya terbatas, kira-kira 2160 jiwa. Orang Hutan mendiami Pulau Penyalai
di Kecamatan Kuala Kampar di Kabupaten Kampar, dengan jumlah sekitar 1494
jiwa.

Gelombang migrasi pertama terjadi pada periode 2500-1500 SM dengan berciri
ras Proto Melayu yang merupakan pendukung
kebudayaanhttp://melayuonline.com/ind/article/read/culturezaman batu
baru. Mereka menyebar ke Pulau Sumatra melalui
*Semenanjung Melayu* (Malaysia sekarang). Sisa mereka terdapat di Riau, yang
dikenal sebagai Orang Talang Mamak dan Orang
Laut.http://melayuonline.com/ind/article/read/ind/libraries/book/2884Orang
Talang Mamak menetap di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat,
Kabupaten Indragiri Hulu, dengan populasi sebanyak 3276 jiwa (1980). Orang
Laut menghuni Kecamatan Reteh dan Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri
Hilir, serta di Kecamatan Tambelan, Kepulauan Riau, sebanyak 2849 jiwa.
Selain itu, ada golongan orang-orang asli lainnya yaitu Orang Akit yang
mendiami Kecamatan Rupat, Bengkalis, Mandau, Tebing Tinggi di Kabupaten
Bengkalis, sebanyak 11625 jiwa.

Gelombang migrasi ras Melayu kedua datang sesudah tahun 1500 SM yang disebut
Deutro Melayu. Golongan ini menyebabkan Proto Melayu menyingkir ke
pedalaman, sisanya bercampur dengan pendatang baru. Proses selanjutnya,
orang-orang Deutro Melayu bercampur lagi dengan pendatang-pendatang dan
berbagai golongan berasal dari berbagai penjuru Nusantara. Percampuran itu
menghadirkan suku-suku bangsa Melayu. Mereka inilah penduduk mayoritas yang
mendiami kawasan Riau. Suku-suku bangsa Melayu Riau menghadirkan sub-sub
suku bangsa Melayu Siak, Melayu Bintan, Melayu Rokan, Melayu Kampar, Melayu
Kuantan, dan Melayu Indragiri, dengan alat komunikasi utama (*lingua franca*)
bahasa Melayu 

Fwd: [iagi-net-l] OOT :Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia

2009-11-10 Terurut Topik OK Taufik
Sebagai perbandingan,

Beberapa pakar pada masa lalu sebenarnya pernah mengajukan pertimbangan
komparatif tentang dunia melayu. Pada tahun 1954, Charles Robequain,
professor geografi tropikal di Universitas Sorbone, menerbitkan Malaya,
Indonesian, Borneo and the Philipines : A Gepgraphical, Economic and
Political Discription of malaya. The East Indies and Philipines. Dia jelas
tak hanya membahas dunia melayu dari sisi ilmu bumi, tapi juga soal budaya
dan demografi. dunia melayu yg terentang dari malaya sampai filipina.
Kesatuan bahasa melayu juga tercermin dalam penyebaran bahasa melayu di
bagian terbesar kepulauan Indonesia dan perkembangannya sebagai bahasa
perdagangan di tempat yg jauh dari Semenanjung Melayu sekalipun. Bahasa
tersebut terbawa sampai ke maluku melalui perdagangan. Membicarakan
Indonesia, Melayu lingua franca merupakan fenomena tunggal di asia
tenggara. karena di pergunakan dan dikembangkan oleh orang-orang asing
sewaktu memasuki nusantara dari malaka sebagai pangkalan. Mula-mula
dipergunakan oleh para Mubalig islam, juga dari pangkalan Malaka Untuk
menyebarkan Islam. Maka tidak mengherankan bila naskah-naskah tua tafsir
Al-Quran yg di dapatkan di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa berbahasa
Melayu. Bahkan raja Islam Pertama di demak diperkirakan tidak berbahahasa
Jawa, tetapi Melayu (Pramoedya Ananta Toer, tempo  Doeloe, jakarta : hasta
Mitra. 1982.).

Kemungkinan bahasa melayu kuno asalnya dari malaya (sesuai migrasi manusia
di Asia) menyebar pertama ke nusantara, berkembang lagi di malaya  menyebar
ke dua kalinya lebih luas ke Nusantara pada zaman Islam Nusantara.

(panggung sejarah: persembahan kepada  prof.Dr, Denys Lombard; Yayasan Obor
zindonesia 1999)
2009/11/3 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

Dongeng untuk Pak Sugeng.

 Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang memang berkembang dari bahasa
 Melayu. Tetapi, jangan pernah menganggap bahwa bahasa Indonesia berkembang
 dari bahasa Melayu yang digunakan di Malaysia sekarang. Bahasa Indonesia
 berkembang dari bahasa Melayu yang digunakan sejak lama di hampir seluruh
 wilayah Indonesia sendiri. Justru bahasa Melayu di Malaysia sekarang berakar
 dari bahasa Melayu di wilayah Indonesia.

 Pada masa itu sudah terkenal di sebagian besar wilayah Nusantara suatu
 bahasa perhubungan, suatu lingua franca, yang disebut bahasa Melayu Pasar.
 Di berbagai daerah itu, Melayu Pasar diucapkan dalam dialek-dialek tertentu.
 Suatu dialek Melayu yang terkenal saat itu adalah dialek Melayu Riau. Banyak
 ahli bahasa Indonesia mengatakan bahwa bahasa Indonesia berkembang dari
 bahasa Melayu dialek Riau.

 Menggali lebih dalam lagi, bukti tertua bahwa bahasa Melayu telah menjadi
 bahasa perhubungan di Indonesia adalah bukti-bukti berupa prasasti dari
 Kerajaan Sriwijaya pada abad VII. Prasasti-prasasti terkenal masa Kerajaan
 Sriwijaya itu menggunakan bahasa Melayu : prasasti Kedukan Bukit (683 M),
 Talang Tuwo (684 M), Kota Kapur (686 M) dan Karang Brahi (688 M).

 Sriwijaya adalah sebuah kerajaan maritim yang memiliki armada perkapalan
 untuk keperluan berdagang. Orang-orangnya menjelajah seluruh negeri di
 Nusantara dan sekitarnya, mereka ketika singgah di suatu wilayah juga
 mengajarkan bahasa Melayu yang digunakan di Sriwijaya agar memudahkan urusan
 berdagang (maka disebut Melayu Pasar). Di daerah Kedu, Jawa Tengah pernah
 ditemukan suatu prasasti berangka tahun 832 M dan disebut Inskripsi
 Gandasuli. Menurut de Casparis, ahli arkeologi Prancis, prasasti ini
 menggunakan bahasa Melayu kuno. Catatan para pelawat dari luar negeri ke
 Nusantara pada zaman Sriwijaya, misalnya I Tsing,  juga menyebutkan bahwa
 bahasa perhubungan masa itu adalah bahasa Melayu. Semakin menuju abad-abad
 modern bahasa Melayu semakin berkembang digunakan di Nusantara, tidak lagi
 terbatas untuk keperluan berdagang  tetapi juga untuk menuliskan karya-karya
 sastra. Telah banyak ditemukan karya-karya sastra dari abad XIV-XVII berupa
 cerita pelipur
  lara, hikayat, dongeng-dongeng, dan sebagainya. Bahasa dan isi karya-karya
 sastra ini mendapatkan pengaruh baik dari bahasa Sanskerta dengan
 unsur-unsur Hindunya dan dari bahasa Arab-Persia dengan unsur-unsur
 Islamnya.

 Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia pada abad XVI, mereka
 menghadapi suatu kenyataan bahwa bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi
 dalam pergaulan dan bahasa perdagangan. Mereka juga menemukan bahwa bahasa
 Melayu telah digunakan dari Sumatra sampai Maluku. Di samping itu, di setiap
 daerah digunakan juga bahasa-bahasa daerah seperti Sunda, Jawa, Madura, dan
 lain-lain. Bahasa Melayu, atau bahasa daerah setempat, juga telah diwajibkan
 digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah (surat keputusan
 Pemerintah Kolonial Belanda no. 104 tahun 1871). Ini dilakukan karena
 kegagalam menggunakan bahasa Belanda atau bahasa Portugis sebagai bahasa
 pengantar.

 Pada awal masa pergerakan kebangsaan, saat banyak perkumpulan pemuda
 bersifat kedaerahan (Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, dan 

Bls: Fwd: [iagi-net-l] OOT :Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia

2009-11-10 Terurut Topik Awang Satyana
Teori bahwa bahasa Melayu berasal dari Semenanjung Malaya (Malaysia  sekarang) 
berasal dari Kern (1888). Teori ini bertahan cukup lama, sebagian karena merasa 
mendapat dukungan dari teori migrasi manusia dari Asia Tenggara.

Tetapi pada akhir abad ke-20 teori tersebut tak dianut lagi, juga teori migrasi 
manusia pun mendapatkan tantangan yang hebat dari proyek pemetaan genome 
manusia (National Geographic) yang mempertanyakan kembali arus migrasi yang 
melalui Semenanjung Malaya ke Indonesia. Perunutan arus migrasi menggunakan 
teknik rekombinan DNA bahkan mengatakan bahwa pulau2 di sebelah Sumatra dihuni 
lebih dahulu dari bagian Indonesia Barat yang lain termasuk Semenanjung Malaya.

Teori bahasa Melayu asal Semenanjung Malaya gugur oleh peneltian2 pada akhir 
1980-an dan sepanjang 1990-an (silakan dilihat a.l. publikasi dari Adelaar, 
1988 dan Belwood, 1993 - Adelaar, K.A. 1988, More on Proto-Malayic dalam  Mohd. 
Thani Ahmad dan Zaini Mohammed Zain (ed.) Rekonstruksi dan cabang-cabang Bahasa 
Melayu induk, pp.59-77. Seri monograf sejarah bahasa Melayu. Kuala Lumpur: 
Dewan Bahasa dan Pustaka;  
Bellwood, P. 1993. Cultural and biological differentiation in peninsular 
Malaysia: the last 10,000 years. Asian Perspectives 32:37-60. 

Bukti-bukti linguistik dan prehistori menggugurkan teori Kern (1888). Adelaar 
(1988) dan Belwood (1993) mengatakan bahwa asal bahasa Melayu dari Sumatera.

Tak ada di Semenanjung Malaya ditemukan artefak berbahasa Melayu (kuna) setua 
seperti yang ditemukan di Sumatra. Ini adalah hard data. Catatan tertulis 
pertama dalam bahasa Melayu Kuna berasal dari abad ke-7 Masehi, dan tercantum 
pada beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya di bagian selatan 
Sumatera dan wangsa Syailendra di beberapa tempat di Jawa Tengah. Tulisan ini 
berbahasa Melayu kuna meskipun menggunakan aksara Pallawa.

Catatan para musafir Cina yang mengunjungi Nusantara pada zaman Sriwijaya juga 
mengemukakan hal2 yang mendukung bahwa asal bahasa Melayu dari Sumatra, bukan 
Semenanjung Malaya.

Catatan orang Cina menyatakan bahawa sebuah kerajaan Mo-lo-yeu mempersembahkan 
hasil bumi kepada raja Cina sekitar 644-645 Masehi. Kerajaan Mo-lo-yeu berpusat 
di daerah Jambi, Sumatera, daripada sebatang sungai yang deras alirannya, yaitu 
Sungai Melayu. Satu lagi catatan orang Cina ialah catatan rahib Buddha bernama 
I-Tsing yang menggunakan kata ma-lo-yu tentang dua buah kerajaan yang 
dilawatinya sekitar 675 Masehi, yang kemudian dikenal sebagai Sriwijaya dan 
kerajaan kecil di sekitarnya.

Beberapa publikasi bahkan menyebutkan bahwa kata Melayu  berasal dari bahasa 
Jawa Kuno Mlayu yang artinya berlari atau mengembara. Bahasa Jawa modern pun 
artinya masih begitu. Hal ini ditujukan untuk orang2 Jawa yang mengembara ke 
Sumatra dari Jawa, termasuk cucu Samarottungga, raja Wangsa Syailendra, yaitu 
Balaputradewa, pendiri dan raja terkenal Sriwijaya.  

Berdasarkan hal2 di atas lemahlah argumen yang menyatakan bahwa bahasa Melayu 
asal Semenanjung Malaya.

Denys Lombard dalam bukunya Le Carrefour Javanais Essai d H’Histoire Globale 
yang diterjemahkan menjadi tiga buku berjudul Nusa Jawa : Silang Budaya 
(Gramedia, 1996) tak pernah mengatakan bahwa bahasa Melayu asal dari Malaya. 
Sebagian orang memang berpikir begitu, tetapi argumen tersebut sudah banyak 
kelemahannya. 

Berbicara asal suatu bahasa tentu kita akan mencari ke akar pertamanya, bukan 
ke zaman2 Islam masuk ke Indonesia (Jawa), tetapi jauh lebih tua dari itu.

salam,
Awang

--- Pada Rab, 11/11/09, OK Taufik ok.tau...@gmail.com menulis:

 Dari: OK Taufik ok.tau...@gmail.com
 Judul: Fwd: [iagi-net-l] OOT :Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Rabu, 11 November, 2009, 11:32 AM
 Sebagai perbandingan,
 
 Beberapa pakar pada masa lalu sebenarnya pernah mengajukan
 pertimbangan
 komparatif tentang dunia melayu. Pada tahun 1954, Charles
 Robequain,
 professor geografi tropikal di Universitas Sorbone,
 menerbitkan Malaya,
 Indonesian, Borneo and the Philipines : A Gepgraphical,
 Economic and
 Political Discription of malaya. The East Indies and
 Philipines. Dia jelas
 tak hanya membahas dunia melayu dari sisi ilmu bumi, tapi
 juga soal budaya
 dan demografi. dunia melayu yg terentang dari malaya sampai
 filipina.
 Kesatuan bahasa melayu juga tercermin dalam penyebaran
 bahasa melayu di
 bagian terbesar kepulauan Indonesia dan perkembangannya
 sebagai bahasa
 perdagangan di tempat yg jauh dari Semenanjung Melayu
 sekalipun. Bahasa
 tersebut terbawa sampai ke maluku melalui perdagangan.
 Membicarakan
 Indonesia, Melayu lingua franca merupakan fenomena tunggal
 di asia
 tenggara. karena di pergunakan dan dikembangkan oleh
 orang-orang asing
 sewaktu memasuki nusantara dari malaka sebagai pangkalan.
 Mula-mula
 dipergunakan oleh para Mubalig islam, juga dari pangkalan
 Malaka Untuk
 menyebarkan Islam. Maka tidak mengherankan bila
 naskah-naskah tua tafsir
 Al-Quran yg di dapatkan di sepanjang pesisir utara Pulau
 Jawa

[iagi-net-l] OOT :Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia

2009-11-02 Terurut Topik Awang Satyana
Dongeng untuk Pak Sugeng.

Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang memang berkembang dari bahasa Melayu. 
Tetapi, jangan pernah menganggap bahwa bahasa Indonesia berkembang dari bahasa 
Melayu yang digunakan di Malaysia sekarang. Bahasa Indonesia berkembang dari 
bahasa Melayu yang digunakan sejak lama di hampir seluruh wilayah Indonesia 
sendiri. Justru bahasa Melayu di Malaysia sekarang berakar dari bahasa Melayu 
di wilayah Indonesia.

Pada masa itu sudah terkenal di sebagian besar wilayah Nusantara suatu bahasa 
perhubungan, suatu lingua franca, yang disebut bahasa Melayu Pasar. Di berbagai 
daerah itu, Melayu Pasar diucapkan dalam dialek-dialek tertentu. Suatu dialek 
Melayu yang terkenal saat itu adalah dialek Melayu Riau. Banyak ahli bahasa 
Indonesia mengatakan bahwa bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu 
dialek Riau. 

Menggali lebih dalam lagi, bukti tertua bahwa bahasa Melayu telah menjadi 
bahasa perhubungan di Indonesia adalah bukti-bukti berupa prasasti dari 
Kerajaan Sriwijaya pada abad VII. Prasasti-prasasti terkenal masa Kerajaan 
Sriwijaya itu menggunakan bahasa Melayu : prasasti Kedukan Bukit (683 M), 
Talang Tuwo (684 M), Kota Kapur (686 M) dan Karang Brahi (688 M).

Sriwijaya adalah sebuah kerajaan maritim yang memiliki armada perkapalan untuk 
keperluan berdagang. Orang-orangnya menjelajah seluruh negeri di Nusantara dan 
sekitarnya, mereka ketika singgah di suatu wilayah juga mengajarkan bahasa 
Melayu yang digunakan di Sriwijaya agar memudahkan urusan berdagang (maka 
disebut Melayu Pasar). Di daerah Kedu, Jawa Tengah pernah ditemukan suatu 
prasasti berangka tahun 832 M dan disebut Inskripsi Gandasuli. Menurut de 
Casparis, ahli arkeologi Prancis, prasasti ini menggunakan bahasa Melayu kuno. 
Catatan para pelawat dari luar negeri ke Nusantara pada zaman Sriwijaya, 
misalnya I Tsing,  juga menyebutkan bahwa bahasa perhubungan masa itu adalah 
bahasa Melayu. Semakin menuju abad-abad modern bahasa Melayu semakin berkembang 
digunakan di Nusantara, tidak lagi terbatas untuk keperluan berdagang  tetapi 
juga untuk menuliskan karya-karya sastra. Telah banyak ditemukan karya-karya 
sastra dari abad XIV-XVII berupa cerita pelipur
 lara, hikayat, dongeng-dongeng, dan sebagainya. Bahasa dan isi karya-karya 
sastra ini mendapatkan pengaruh baik dari bahasa Sanskerta dengan unsur-unsur 
Hindunya dan dari bahasa Arab-Persia dengan unsur-unsur Islamnya.

Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia pada abad XVI, mereka menghadapi 
suatu kenyataan bahwa bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi dalam 
pergaulan dan bahasa perdagangan. Mereka juga menemukan bahwa bahasa Melayu 
telah digunakan dari Sumatra sampai Maluku. Di samping itu, di setiap daerah 
digunakan juga bahasa-bahasa daerah seperti Sunda, Jawa, Madura, dan lain-lain. 
Bahasa Melayu, atau bahasa daerah setempat, juga telah diwajibkan digunakan 
sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah (surat keputusan Pemerintah 
Kolonial Belanda no. 104 tahun 1871). Ini dilakukan karena kegagalam 
menggunakan bahasa Belanda atau bahasa Portugis sebagai bahasa pengantar.

Pada awal masa pergerakan kebangsaan, saat banyak perkumpulan pemuda bersifat 
kedaerahan (Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, dan sebagainya –jong = pemuda) 
yang ingin bersatu, pilihan bahasa persatuan menjadi sesuatu yang sulit sebab 
setiap perkumpulan pemuda itu ingin menjadikan bahasa daerahnya masing-masing 
sebagai bahasa persatuan. Para pemuda ini tak berhasil menemukan kesepakatan. 
Sementara itu, Pemerintah Belanda pada saat yang bersamaan (1908) tengah 
melakukan politik balas budi kepada bangsa Indonesia. Mereka mendirikan 
Comissie voor de Volkslectuur (Komisi untuk Bacaan Rakyat) yang menerbitkan 
buku-buku murah. Semua buku itu dicetak dalam bahasa Melayu. Oleh Pemerintah 
Belanda, pada tahun 1918, Dewan Rakyat (Volksraad) pun diberikan kebebasan 
untuk berbahasa Melayu daripada berbahasa Belanda.

Karena keinginan yang kuat untuk bersatu, maka perkumpulan para pemuda pada 
tahun 1926 mengorbankan sentimen kedaerahannya masing-masing dan dengan rela 
memilih bahasa Melayu dialek Riau (disebut juga Melayu Tinggi), yang selama ini 
telah digunakan sebagai bahasa resmi perhubungan, sebagai bahasa persatuan. 
Maka saat diadakan Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta pada 28 Oktober 1928, 
mereka melakukan ikrar atau sumpah yang salah satunya tentang bahasa : “Kami 
putra dan putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan –bahasa Indonesia” 
(ejaan telah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia modern). Mengapa mereka 
tidak menyebutnya sebagai bahasa Melayu ? Ini sepenuhnya bernuansa politik, 
sebab ikrar pertama dan kedua berhubungan dengan Tanah Indonesia dan Bangsa 
Indonesia, maka bahasanya pun harus bahasa Indonesia.

Sejak itu berkembanglah bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa yang 
berasal dari bahasa Melayu. Apakah kini bahasa Indonesia sama dengan bahasa 
Melayu yang digunakan di Riau ? Tidak tepat sama, banyak perbedaannya akibat