Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Terima kasih Pak Awang. Si Abah > Wah, Abah masih ingat dengan boulder pemetaan/tesis S1 itu... > > Dalam pengetahuan sekarang, berdasarkan kandungan fosilnya ditentukan > bahwa Formasi Tondo berumur Miosen. Formasi Tondo dibagi tiga : facies > limestone (Miosen Bawah-Miosen Tengah), facies coarse clastic (Miosen > Bawah-Miosen Atas bagian bawah), dan facies fine clastic (Miosen Atas). > > Pertanyaan Abah tentang boulder peridotit itu adalah bagian facies coarse > clastic Formasi Tondo. Sebenarnya itu bukan boulder, tetapi batuan keras > yang tersisa sebab matriksnya telah hilang tererosi. Facies coarse clastic > Tondo ini di bagian tengah dan atasnya memang didominasi oleh bahan > rombakan dari ofiolit. > > Melihat sejarah Tersier Buton, tak mungkin Tondo berumur Eosen sebab Tondo > mengandung bahan rombakan ofiolit hasil collision antara Buton dan Muna > pada Early - Middle Miocene. Karena collision, banyak formasi batuan > pre-Miocene termasuk slab (oceanic crust) yang semula terletak di antara > mikrokontinen Muna dan mikrokontinen Buton menjadi terjepit lalu > terdeformasi (upthrusted). Biasanya, upthrusted ini membentuk > tinggian-tinggian lokal yang kemudian jadi provenance sedimen. Melihat > umurnya yang hampir bersamaan atau bersamaan dengan collision, maka Tondo > coarse clastic adalah sedimentasi syn-orogenic atau post-orogenic. Dan > berdasarkan matriksnya, coarse clastic Tondo ini merupakan endapan kipas > turbidit di intra-thrust, syn-tectonic deep marine basins. > > Sebenarnya syarat2 untuk gliding tectonics telah dipenuhi pada > pra-sedimentasi Tondo. Sebelum coarse clastic diendapkan,ada tinggian > ofiolit (Kapantoreh) yang menghadap ke dalaman di sebelah timurnya. > Apakah gliding tectonics terjadi atau tidak, harus kita lihat dulu > depresi area yang tersedia untuk Tondo coarse clastic diendapkan. Ini bisa > kita lihat kalau kita punya seismic section yang memotong dari tinggian > ofiolit itu (Kapantoreh Mountains) di sebelah timur Selat Buton ke timur > menuju East Buton Basin. > > Tetapi kalau pun deformasi gliding tectonics ada, yaitu dalam bentuk > toe-thrusts yang miring ke barat dan mengarah ke timur (eastward > vergency), akan sulit dilihat pada saat ini sebab sudah 'overprinted' > -dideformasi lagi oleh collision yang menerus dan dibentur lagi oleh > Tukang Besi pada Plio-Pleistosen. Akibatnya, deformasi akan penuh dengan > deformasi imbrikasi dan duplex karena collision, bukan toe-thrusting ala > gliding tectonics; sisa toe-thrusting Tondo dengan decollement di level > facies limestone Tondo tak akan terlihat lagi, saya pikir. > > salam, > Awang > > --- Pada Sel, 12/1/10, yanto R.Sumantri menulis: > > > Dari: yanto R.Sumantri > Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic > Transect ...) > Kepada: "iagi-net" > Tanggal: Selasa, 12 Januari, 2010, 11:39 AM > > > > > >> Awang > > Agak menyimang , tapi mungkin bisa jadi > bahandiskusi mengenai gliding tectonics. > Saya teringat sewaktu > pemetaan thesis thn 1972 /71 , di Pulau Buton , saya menemukan suatu > daerah yang dipetakan oleh Hetzel sebagai Formasi Tondo yang berumur > Eocene kalau tidak salah) . Biasanya terdiri dari batupasir dengan tekstur > agak kasar. > Disalah satu lokasi saya menemukan fragmen fragmen > peridotite dalam skala boulder. > Kalau Formasi Tondo sebagian adalah > hasil glidibg tectonics , bagaimana menerangkan sejarah Tersier dari > Pulau Buton ,? > > Si Abah > > Pak Noor, >> >> Terjadinya kanibalisasi antiklin-antiklin di inner > belt Samarinda >> Anticlinorium terjadi melalui inversi yang > menyebabkan uplift. Kalau pada >> saat itu topografi antara uplift > dan depresinya berkembang slope yang >> cukup panjang, maka suatu > gliding tectonics bisa bekerja bersamaan dengan >> progradasi > sedimen yang dikanibalisasi dari tinggian antiklin. Jadi lokasi >> > center of upliftnya merupakan batas operasi gliding tectonics yang > paling >> dangkal. Gliding tectonics bergeser semakin muda ke > timur, kalau mau >> didetailkan di mana, harus dilakukan > restoration of geologic sections, >> dari situ kita mendelineasi > gliding tectonics. >> >> Gliding tectonics adalah > syndepositional deformation, maka tak akan >> memberikan rumpang > yang berarti. Progradasi delta di Kutei pun >> terus-menerus, tanpa > rumpang berarti, akibatnya karena gliding tectonics >> sering > terjadi dalam progradasi sedimen, maka di dalam gliding >> > tectonics pun tak akan ada pula rumpang. >> >> > salam, >> Awang >> >> --- Pada Jum, 8
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Wah, Abah masih ingat dengan boulder pemetaan/tesis S1 itu... Dalam pengetahuan sekarang, berdasarkan kandungan fosilnya ditentukan bahwa Formasi Tondo berumur Miosen. Formasi Tondo dibagi tiga : facies limestone (Miosen Bawah-Miosen Tengah), facies coarse clastic (Miosen Bawah-Miosen Atas bagian bawah), dan facies fine clastic (Miosen Atas). Pertanyaan Abah tentang boulder peridotit itu adalah bagian facies coarse clastic Formasi Tondo. Sebenarnya itu bukan boulder, tetapi batuan keras yang tersisa sebab matriksnya telah hilang tererosi. Facies coarse clastic Tondo ini di bagian tengah dan atasnya memang didominasi oleh bahan rombakan dari ofiolit. Melihat sejarah Tersier Buton, tak mungkin Tondo berumur Eosen sebab Tondo mengandung bahan rombakan ofiolit hasil collision antara Buton dan Muna pada Early - Middle Miocene. Karena collision, banyak formasi batuan pre-Miocene termasuk slab (oceanic crust) yang semula terletak di antara mikrokontinen Muna dan mikrokontinen Buton menjadi terjepit lalu terdeformasi (upthrusted). Biasanya, upthrusted ini membentuk tinggian-tinggian lokal yang kemudian jadi provenance sedimen. Melihat umurnya yang hampir bersamaan atau bersamaan dengan collision, maka Tondo coarse clastic adalah sedimentasi syn-orogenic atau post-orogenic. Dan berdasarkan matriksnya, coarse clastic Tondo ini merupakan endapan kipas turbidit di intra-thrust, syn-tectonic deep marine basins. Sebenarnya syarat2 untuk gliding tectonics telah dipenuhi pada pra-sedimentasi Tondo. Sebelum coarse clastic diendapkan,ada tinggian ofiolit (Kapantoreh) yang menghadap ke dalaman di sebelah timurnya. Apakah gliding tectonics terjadi atau tidak, harus kita lihat dulu depresi area yang tersedia untuk Tondo coarse clastic diendapkan. Ini bisa kita lihat kalau kita punya seismic section yang memotong dari tinggian ofiolit itu (Kapantoreh Mountains) di sebelah timur Selat Buton ke timur menuju East Buton Basin. Tetapi kalau pun deformasi gliding tectonics ada, yaitu dalam bentuk toe-thrusts yang miring ke barat dan mengarah ke timur (eastward vergency), akan sulit dilihat pada saat ini sebab sudah 'overprinted' -dideformasi lagi oleh collision yang menerus dan dibentur lagi oleh Tukang Besi pada Plio-Pleistosen. Akibatnya, deformasi akan penuh dengan deformasi imbrikasi dan duplex karena collision, bukan toe-thrusting ala gliding tectonics; sisa toe-thrusting Tondo dengan decollement di level facies limestone Tondo tak akan terlihat lagi, saya pikir. salam, Awang --- Pada Sel, 12/1/10, yanto R.Sumantri menulis: Dari: yanto R.Sumantri Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: "iagi-net" Tanggal: Selasa, 12 Januari, 2010, 11:39 AM > Awang Agak menyimang , tapi mungkin bisa jadi bahandiskusi mengenai gliding tectonics. Saya teringat sewaktu pemetaan thesis thn 1972 /71 , di Pulau Buton , saya menemukan suatu daerah yang dipetakan oleh Hetzel sebagai Formasi Tondo yang berumur Eocene kalau tidak salah) . Biasanya terdiri dari batupasir dengan tekstur agak kasar. Disalah satu lokasi saya menemukan fragmen fragmen peridotite dalam skala boulder. Kalau Formasi Tondo sebagian adalah hasil glidibg tectonics , bagaimana menerangkan sejarah Tersier dari Pulau Buton ,? Si Abah Pak Noor, > > Terjadinya kanibalisasi antiklin-antiklin di inner belt Samarinda > Anticlinorium terjadi melalui inversi yang menyebabkan uplift. Kalau pada > saat itu topografi antara uplift dan depresinya berkembang slope yang > cukup panjang, maka suatu gliding tectonics bisa bekerja bersamaan dengan > progradasi sedimen yang dikanibalisasi dari tinggian antiklin. Jadi lokasi > center of upliftnya merupakan batas operasi gliding tectonics yang paling > dangkal. Gliding tectonics bergeser semakin muda ke timur, kalau mau > didetailkan di mana, harus dilakukan restoration of geologic sections, > dari situ kita mendelineasi gliding tectonics. > > Gliding tectonics adalah syndepositional deformation, maka tak akan > memberikan rumpang yang berarti. Progradasi delta di Kutei pun > terus-menerus, tanpa rumpang berarti, akibatnya karena gliding tectonics > sering terjadi dalam progradasi sedimen, maka di dalam gliding > tectonics pun tak akan ada pula rumpang. > > salam, > Awang > > --- Pada Jum, 8/1/10, noor syarifuddin > menulis: > > > Dari: noor syarifuddin > Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic > Transect ...) > Kepada: iagi-net@iagi.or.id > Tanggal: Jumat, 8 Januari, 2010, 1:50 PM > > > Pak Awang, > Terima kasih penjelasannya. > > Kalau paleo-gliding mungkin kita bisa melihat jejak hulu dari potongan > yang menggelincir dengan adanya area di barat Kutei yang hampir tidak ada > sediment sama sekali (kelihatan sangat jelas di peta SLAR). Namun kala
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
> Awang Agak menyimang , tapi mungkin bisa jadi bahandiskusi mengenai gliding tectonics. Saya teringat sewaktu pemetaan thesis thn 1972 /71 , di Pulau Buton , saya menemukan suatu daerah yang dipetakan oleh Hetzel sebagai Formasi Tondo yang berumur Eocene kalau tidak salah) . Biasanya terdiri dari batupasir dengan tekstur agak kasar. Disalah satu lokasi saya menemukan fragmen fragmen peridotite dalam skala boulder. Kalau Formasi Tondo sebagian adalah hasil glidibg tectonics , bagaimana menerangkan sejarah Tersier dari Pulau Buton ,? Si Abah Pak Noor, > > Terjadinya kanibalisasi antiklin-antiklin di inner belt Samarinda > Anticlinorium terjadi melalui inversi yang menyebabkan uplift. Kalau pada > saat itu topografi antara uplift dan depresinya berkembang slope yang > cukup panjang, maka suatu gliding tectonics bisa bekerja bersamaan dengan > progradasi sedimen yang dikanibalisasi dari tinggian antiklin. Jadi lokasi > center of upliftnya merupakan batas operasi gliding tectonics yang paling > dangkal. Gliding tectonics bergeser semakin muda ke timur, kalau mau > didetailkan di mana, harus dilakukan restoration of geologic sections, > dari situ kita mendelineasi gliding tectonics. > > Gliding tectonics adalah syndepositional deformation, maka tak akan > memberikan rumpang yang berarti. Progradasi delta di Kutei pun > terus-menerus, tanpa rumpang berarti, akibatnya karena gliding tectonics > sering terjadi dalam progradasi sedimen, maka di dalam gliding > tectonics pun tak akan ada pula rumpang. > > salam, > Awang > > --- Pada Jum, 8/1/10, noor syarifuddin > menulis: > > > Dari: noor syarifuddin > Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic > Transect ...) > Kepada: iagi-net@iagi.or.id > Tanggal: Jumat, 8 Januari, 2010, 1:50 PM > > > Pak Awang, > Terima kasih penjelasannya. > > Kalau paleo-gliding mungkin kita bisa melihat jejak hulu dari potongan > yang menggelincir dengan adanya area di barat Kutei yang hampir tidak ada > sediment sama sekali (kelihatan sangat jelas di peta SLAR). Namun kalau > gliding yang lebih muda, itu kira-kira di mana ya...? Rasanya hampir semua > section dari sumur-sumur yang ada sedimentasinya selalu menerus dan tidak > ada rumpang. > > Dalam skala kecil kita memang mengamati di satu lapangan adanya gelinciran > blok (shale scouring) yang dalam log section akan terlihat sebagai rumpang > sedimentasi. Tapi untuk skala satu cekungan rasanya belum pernah > mendengar. > > > salam, > > > ________ > From: Awang Satyana > To: iagi-net@iagi.or.id > Cc: Geo Unpad ; Forum HAGI ; > Eksplorasi BPMIGAS > Sent: Fri, January 8, 2010 12:19:16 PM > Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : > "Geologic Transect ...) > > Pak Noor, > > Terima kasih atas informasinya. Bulan Maret 2009 saya bersama teman-teman > dari SPC Mahakam Hilir ke lapangan, termasuk meninjau sumur ex VICO > Pelarang-1 yang dibor di puncak bukit yang sebenarnya puncak antiklin. Di > lereng antiklin ditemukan banyak singkapan batupasir, tetapi saat tiba di > puncak antiklin, hampir seluruhnya napal yang pasti lebih tua. Pelarang-1 > pun mengalami masalah overpressure sebab yang dibornya kebanyakan serpih > Pamaluan. Batupasir Pulubalang atau Balikpapannya kelihatannya sudah > dikanibalisasi dan diendapkan di lereng-lerengnya, atau sinklinnya. Maka > di wilayah ini tak bisa lagi play antiklin jadi target, harus semacam > updip pinchout di lereng antiklin atau bahkan sinklin. Bukan hanya sumur > Pelarang saja yang mengalami begitu, tetapi beberapa sumur lain yang dibor > di puncak antiklin sebelah barat Cekungan Kutei mengalami problem yang > sama. > > Gliding tectonics di Kutei sebenarnya dipicu saat Kuching High naik > setelah selesainya spreading South China Sea, itu sekitar late-Oligocene > sampai earliest Miocene, sehingga delta pertama di Kutei umurnya early > Miocene, sebab Kuching High jadi provenance utama delta2 di Kutei. Setelah > itu, center of gliding tectonics makin bergerak ke arah timurnya masuk ke > Upper Kutei Basin, lalu makin muda masuk ke bagian barat Lower Kutei Basin > saat inversi intra-Miosen terjadi. Pada periode tektonik berikutnya > (Mio-Plio dan Plio-Plistosen, center pengangkatan makin bergerak ke timur > bersamaan dengan jalannya progradasi sedimen yang semakin muda juga > bergerak semakin ke timur. Maka dapat dilihat bahwa gliding tectonics > sebenarnya menerus, hanya center of upliftnya bermigrasi makin muda makin > ke timur. Pada Plio-Pleistosen ia sudah masuk ke offshore, yang > menyebabkan extensional faults di wilayah outer shelf, tetapi kemudian > toe-thrusting di slope-nya. > > Migrasi center of
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Pak Noor, Terjadinya kanibalisasi antiklin-antiklin di inner belt Samarinda Anticlinorium terjadi melalui inversi yang menyebabkan uplift. Kalau pada saat itu topografi antara uplift dan depresinya berkembang slope yang cukup panjang, maka suatu gliding tectonics bisa bekerja bersamaan dengan progradasi sedimen yang dikanibalisasi dari tinggian antiklin. Jadi lokasi center of upliftnya merupakan batas operasi gliding tectonics yang paling dangkal. Gliding tectonics bergeser semakin muda ke timur, kalau mau didetailkan di mana, harus dilakukan restoration of geologic sections, dari situ kita mendelineasi gliding tectonics. Gliding tectonics adalah syndepositional deformation, maka tak akan memberikan rumpang yang berarti. Progradasi delta di Kutei pun terus-menerus, tanpa rumpang berarti, akibatnya karena gliding tectonics sering terjadi dalam progradasi sedimen, maka di dalam gliding tectonics pun tak akan ada pula rumpang. salam, Awang --- Pada Jum, 8/1/10, noor syarifuddin menulis: Dari: noor syarifuddin Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 8 Januari, 2010, 1:50 PM Pak Awang, Terima kasih penjelasannya. Kalau paleo-gliding mungkin kita bisa melihat jejak hulu dari potongan yang menggelincir dengan adanya area di barat Kutei yang hampir tidak ada sediment sama sekali (kelihatan sangat jelas di peta SLAR). Namun kalau gliding yang lebih muda, itu kira-kira di mana ya...? Rasanya hampir semua section dari sumur-sumur yang ada sedimentasinya selalu menerus dan tidak ada rumpang. Dalam skala kecil kita memang mengamati di satu lapangan adanya gelinciran blok (shale scouring) yang dalam log section akan terlihat sebagai rumpang sedimentasi. Tapi untuk skala satu cekungan rasanya belum pernah mendengar. salam, From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Geo Unpad ; Forum HAGI ; Eksplorasi BPMIGAS Sent: Fri, January 8, 2010 12:19:16 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Pak Noor, Terima kasih atas informasinya. Bulan Maret 2009 saya bersama teman-teman dari SPC Mahakam Hilir ke lapangan, termasuk meninjau sumur ex VICO Pelarang-1 yang dibor di puncak bukit yang sebenarnya puncak antiklin. Di lereng antiklin ditemukan banyak singkapan batupasir, tetapi saat tiba di puncak antiklin, hampir seluruhnya napal yang pasti lebih tua. Pelarang-1 pun mengalami masalah overpressure sebab yang dibornya kebanyakan serpih Pamaluan. Batupasir Pulubalang atau Balikpapannya kelihatannya sudah dikanibalisasi dan diendapkan di lereng-lerengnya, atau sinklinnya. Maka di wilayah ini tak bisa lagi play antiklin jadi target, harus semacam updip pinchout di lereng antiklin atau bahkan sinklin. Bukan hanya sumur Pelarang saja yang mengalami begitu, tetapi beberapa sumur lain yang dibor di puncak antiklin sebelah barat Cekungan Kutei mengalami problem yang sama. Gliding tectonics di Kutei sebenarnya dipicu saat Kuching High naik setelah selesainya spreading South China Sea, itu sekitar late-Oligocene sampai earliest Miocene, sehingga delta pertama di Kutei umurnya early Miocene, sebab Kuching High jadi provenance utama delta2 di Kutei. Setelah itu, center of gliding tectonics makin bergerak ke arah timurnya masuk ke Upper Kutei Basin, lalu makin muda masuk ke bagian barat Lower Kutei Basin saat inversi intra-Miosen terjadi. Pada periode tektonik berikutnya (Mio-Plio dan Plio-Plistosen, center pengangkatan makin bergerak ke timur bersamaan dengan jalannya progradasi sedimen yang semakin muda juga bergerak semakin ke timur. Maka dapat dilihat bahwa gliding tectonics sebenarnya menerus, hanya center of upliftnya bermigrasi makin muda makin ke timur. Pada Plio-Pleistosen ia sudah masuk ke offshore, yang menyebabkan extensional faults di wilayah outer shelf, tetapi kemudian toe-thrusting di slope-nya. Migrasi center of uplift yang memicu gliding tectonics maju ke arah embayment-nya atau depresi utamanya juga terjadi di Jawa Barat yang menghadapi Palung Bogor (ingat migrasi thrust Pak Suyono Martodjojo, 1984 sejak dari Walat thrust sampai inversi Baribis), juga terjadi di antara Serayu Selatan dan Serayu Utara, center of uplifts-nya maju terus ke utara semakin muda (lihat penampang evolusi geologi Jawa Tengah dari van Bemmelen, di lembar peta -plate, no. 35). salam, Awang --- Pada Jum, 8/1/10, noor syarifuddin menulis: Dari: noor syarifuddin Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 8 Januari, 2010, 9:35 AM Pak Awang, Cekungan Kutei memang masih menyimpan banyak misteri. Beberapa indikasi tectonic gliding memang pernah dikemukakan beberapa peneliti. Data-data pengeboran juga mendukung hipotesis ini. Seingat saya sumur Prangat-1 itu adalah salah satu contoh penge
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Pak Cepi, terima kasih atas masukannya. Bila yang diambil kasus adalah South Mahakam atau South Makassar Strait, itu memang akan berbeda dengan main Mahakam dan North Makassar. Perbedaan ini adalah relatif terhadap Sulawesi. Di sebelah selatannya, sisi Makassar Strait menyempit karena ada Paternoster Platform dan mendekati Sulawesi. Jadi kompresi dari Sulawesi (Majene Fold Belt) bisa saja berperan di situ. Tetapi, bisa juga akibat reaktivasi Adang-Paternoster Fault. Gempa-gempa di Balikpapan atau South Makassar sering berlokasi di splay sesar ini. Sesar ini sendiri secara regional bersambung ke Walanae Fault di South Sulawesi, lalu mungkin menyambung lagi ke Sumba Fracture. Sumba Fracture ini yang mungkin menerima gaya yang masih aktif dari benturan Australia terhadap Timor. Rotasi Kalimantan mestinya sudah berhenti, kecuali kalau gerak translasi ke BL, mungkin bisa saja terjadi, perlu data vektor GPS di Kalimantan untuk membuktikan hal ini. Gempa itu saya pikir terjadi karena reactivated fault, bukan rotasi CCW Kalimantan. Shortening Selat Makassar itu itu harus dilihat dengan hati-hati, di bagian mana shortening-nya. Bila sampai offshore West Sulawesi foldbelt(di wilayah Exxon Surumana, Marathon Pasangkayu, StatOil-Pertamina Karama dan COPI Kuma) wajar saja shortening tersebut sebab srtuctural style di sini imbrikasi. Tetapi kalau shortening ke seluruh Makassar Strait sampai ke Mahakam, seharusnya ada kompresi dan menimbulkan sesar2 naik dengan vergency ke barat dan miring ke timur. Pada kenyataannya, tidak ada hal seperti itu. Kejadian toe-thrusts ini tentu bukan dari distal ke proximal, tetapi sebaliknya dari proximal ke distal atau searah dengan progradasi sedimen. Migrasi thrust-nya searah dengan progradasi sedimen pasir. salam, Awang --- Pada Jum, 8/1/10, m-adam.c...@total.com menulis: Dari: m-adam.c...@total.com Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Cc: "Eksplorasi BPMIGAS" , "Forum HAGI" , "Geo Unpad" , iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 8 Januari, 2010, 5:26 PM Pak Awang, Dalam beberapa hal saya setuju dengan pendapat yang menerangkan bahwa folding dan thrust di cekungan Kutei berhubungan dengan thin-skin gliding tectonic. Kalau kita melihat penampang seismic yang memotong daerah south mahakam dari onshore ke offshore terlihat beberapa thrust dan folding di offshore dengan bidang gelincir di sekitar oligocene dan aktivasi structure ini berakhir disekitar Miosen akhir-tengah. Hanya saja kalau kita urutkan kejadian seri thrust di daerah ini dimulai di daerah distal offshore kemudian disusul seri yang lebih proximal. Agak sulit saya menerangkan ponded-basin di belakang thrust terangkat kemudian oleh seri thrust berikutnya dengan bidang gelincir yang sama. Saya mencurigai bahwa ada lateral compression dari West Sulawesi yang memungkinkan urutan kejadian seri thrust ini terbalik dari distal ke proximal. Gaya ini berlangsung terus menerus seperti yang diterangkan Pak Noor. Dan bahkan mungkin masih berlangsung hingga sekarang data GPS di Selat Makassar dan Selatan Selat Makassar menunjukan adanya shortening 22 mm pertahun di Selat Makassar dan 17 mm pertahun di Selatan Selat Makassar. Mungkin saat ini Kalimantan masih berotasi anti-clockwise, gempa Balikpapan beberapa bulan lalu mungkin berhubungan dengan ini. Salam CP Awang Satyana 08/01/2010 04:19 Please respond to To iagi-net@iagi.or.id cc Geo Unpad , Forum HAGI , Eksplorasi BPMIGAS Subject Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Pak Noor, Terima kasih atas informasinya. Bulan Maret 2009 saya bersama teman-teman dari SPC Mahakam Hilir ke lapangan, termasuk meninjau sumur ex VICO Pelarang-1 yang dibor di puncak bukit yang sebenarnya puncak antiklin. Di lereng antiklin ditemukan banyak singkapan batupasir, tetapi saat tiba di puncak antiklin, hampir seluruhnya napal yang pasti lebih tua. Pelarang-1 pun mengalami masalah overpressure sebab yang dibornya kebanyakan serpih Pamaluan. Batupasir Pulubalang atau Balikpapannya kelihatannya sudah dikanibalisasi dan diendapkan di lereng-lerengnya, atau sinklinnya. Maka di wilayah ini tak bisa lagi play antiklin jadi target, harus semacam updip pinchout di lereng antiklin atau bahkan sinklin. Bukan hanya sumur Pelarang saja yang mengalami begitu, tetapi beberapa sumur lain yang dibor di puncak antiklin sebelah barat Cekungan Kutei mengalami problem yang sama. Gliding tectonics di Kutei sebenarnya dipicu saat Kuching High naik setelah selesainya spreading South China Sea, itu sekitar late-Oligocene sampai earliest Miocene, sehingga delta pertama di Kutei umurnya early Miocene, sebab Kuching High jadi provenance utama delta2 di Kutei. Setelah itu, center of gliding tectonics makin bergerak ke arah timurnya masuk ke Upper Kutei Basin, lalu makin muda masuk ke bagi
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Pak Awang, Dalam beberapa hal saya setuju dengan pendapat yang menerangkan bahwa folding dan thrust di cekungan Kutei berhubungan dengan thin-skin gliding tectonic. Kalau kita melihat penampang seismic yang memotong daerah south mahakam dari onshore ke offshore terlihat beberapa thrust dan folding di offshore dengan bidang gelincir di sekitar oligocene dan aktivasi structure ini berakhir disekitar Miosen akhir-tengah. Hanya saja kalau kita urutkan kejadian seri thrust di daerah ini dimulai di daerah distal offshore kemudian disusul seri yang lebih proximal. Agak sulit saya menerangkan ponded-basin di belakang thrust terangkat kemudian oleh seri thrust berikutnya dengan bidang gelincir yang sama. Saya mencurigai bahwa ada lateral compression dari West Sulawesi yang memungkinkan urutan kejadian seri thrust ini terbalik dari distal ke proximal. Gaya ini berlangsung terus menerus seperti yang diterangkan Pak Noor. Dan bahkan mungkin masih berlangsung hingga sekarang data GPS di Selat Makassar dan Selatan Selat Makassar menunjukan adanya shortening 22 mm pertahun di Selat Makassar dan 17 mm pertahun di Selatan Selat Makassar. Mungkin saat ini Kalimantan masih berotasi anti-clockwise, gempa Balikpapan beberapa bulan lalu mungkin berhubungan dengan ini. Salam CP Awang Satyana 08/01/2010 04:19 Please respond to To iagi-net@iagi.or.id cc Geo Unpad , Forum HAGI , Eksplorasi BPMIGAS Subject Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Pak Noor, Terima kasih atas informasinya. Bulan Maret 2009 saya bersama teman-teman dari SPC Mahakam Hilir ke lapangan, termasuk meninjau sumur ex VICO Pelarang-1 yang dibor di puncak bukit yang sebenarnya puncak antiklin. Di lereng antiklin ditemukan banyak singkapan batupasir, tetapi saat tiba di puncak antiklin, hampir seluruhnya napal yang pasti lebih tua. Pelarang-1 pun mengalami masalah overpressure sebab yang dibornya kebanyakan serpih Pamaluan. Batupasir Pulubalang atau Balikpapannya kelihatannya sudah dikanibalisasi dan diendapkan di lereng-lerengnya, atau sinklinnya. Maka di wilayah ini tak bisa lagi play antiklin jadi target, harus semacam updip pinchout di lereng antiklin atau bahkan sinklin. Bukan hanya sumur Pelarang saja yang mengalami begitu, tetapi beberapa sumur lain yang dibor di puncak antiklin sebelah barat Cekungan Kutei mengalami problem yang sama. Gliding tectonics di Kutei sebenarnya dipicu saat Kuching High naik setelah selesainya spreading South China Sea, itu sekitar late-Oligocene sampai earliest Miocene, sehingga delta pertama di Kutei umurnya early Miocene, sebab Kuching High jadi provenance utama delta2 di Kutei. Setelah itu, center of gliding tectonics makin bergerak ke arah timurnya masuk ke Upper Kutei Basin, lalu makin muda masuk ke bagian barat Lower Kutei Basin saat inversi intra-Miosen terjadi. Pada periode tektonik berikutnya (Mio-Plio dan Plio-Plistosen, center pengangkatan makin bergerak ke timur bersamaan dengan jalannya progradasi sedimen yang semakin muda juga bergerak semakin ke timur. Maka dapat dilihat bahwa gliding tectonics sebenarnya menerus, hanya center of upliftnya bermigrasi makin muda makin ke timur. Pada Plio-Pleistosen ia sudah masuk ke offshore, yang menyebabkan extensional faults di wilayah outer shelf, tetapi kemudian toe-thrusting di slope-nya. Migrasi center of uplift yang memicu gliding tectonics maju ke arah embayment-nya atau depresi utamanya juga terjadi di Jawa Barat yang menghadapi Palung Bogor (ingat migrasi thrust Pak Suyono Martodjojo, 1984 sejak dari Walat thrust sampai inversi Baribis), juga terjadi di antara Serayu Selatan dan Serayu Utara, center of uplifts-nya maju terus ke utara semakin muda (lihat penampang evolusi geologi Jawa Tengah dari van Bemmelen, di lembar peta -plate, no. 35). salam, Awang --- Pada Jum, 8/1/10, noor syarifuddin menulis: Dari: noor syarifuddin Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 8 Januari, 2010, 9:35 AM Pak Awang, Cekungan Kutei memang masih menyimpan banyak misteri. Beberapa indikasi tectonic gliding memang pernah dikemukakan beberapa peneliti. Data-data pengeboran juga mendukung hipotesis ini. Seingat saya sumur Prangat-1 itu adalah salah satu contoh pengeboran di puncak antiklin yang isinya shale semua Tapi ada satu yang masih mengganjal: data bore-hole ovalization (break-out) menunjukkan ada kemenerusan trend yang relatif sama baik secara lateral maupun vertikal. Ini tentunya mencerminkan setting stress tektonik yang relatif sama dari waktu-ke-waktu. Sementara itu kalau kita memakai hipotesis tectonic gliding, maka tentu itu sifatnya "sesaat' dan tidak menerus seperti ini. salam, From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Cc: Eksplorasi BPMIGAS ; G
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Pak Awang, Terima kasih penjelasannya. Kalau paleo-gliding mungkin kita bisa melihat jejak hulu dari potongan yang menggelincir dengan adanya area di barat Kutei yang hampir tidak ada sediment sama sekali (kelihatan sangat jelas di peta SLAR). Namun kalau gliding yang lebih muda, itu kira-kira di mana ya...? Rasanya hampir semua section dari sumur-sumur yang ada sedimentasinya selalu menerus dan tidak ada rumpang. Dalam skala kecil kita memang mengamati di satu lapangan adanya gelinciran blok (shale scouring) yang dalam log section akan terlihat sebagai rumpang sedimentasi. Tapi untuk skala satu cekungan rasanya belum pernah mendengar. salam, From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Geo Unpad ; Forum HAGI ; Eksplorasi BPMIGAS Sent: Fri, January 8, 2010 12:19:16 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Pak Noor, Terima kasih atas informasinya. Bulan Maret 2009 saya bersama teman-teman dari SPC Mahakam Hilir ke lapangan, termasuk meninjau sumur ex VICO Pelarang-1 yang dibor di puncak bukit yang sebenarnya puncak antiklin. Di lereng antiklin ditemukan banyak singkapan batupasir, tetapi saat tiba di puncak antiklin, hampir seluruhnya napal yang pasti lebih tua. Pelarang-1 pun mengalami masalah overpressure sebab yang dibornya kebanyakan serpih Pamaluan. Batupasir Pulubalang atau Balikpapannya kelihatannya sudah dikanibalisasi dan diendapkan di lereng-lerengnya, atau sinklinnya. Maka di wilayah ini tak bisa lagi play antiklin jadi target, harus semacam updip pinchout di lereng antiklin atau bahkan sinklin. Bukan hanya sumur Pelarang saja yang mengalami begitu, tetapi beberapa sumur lain yang dibor di puncak antiklin sebelah barat Cekungan Kutei mengalami problem yang sama. Gliding tectonics di Kutei sebenarnya dipicu saat Kuching High naik setelah selesainya spreading South China Sea, itu sekitar late-Oligocene sampai earliest Miocene, sehingga delta pertama di Kutei umurnya early Miocene, sebab Kuching High jadi provenance utama delta2 di Kutei. Setelah itu, center of gliding tectonics makin bergerak ke arah timurnya masuk ke Upper Kutei Basin, lalu makin muda masuk ke bagian barat Lower Kutei Basin saat inversi intra-Miosen terjadi. Pada periode tektonik berikutnya (Mio-Plio dan Plio-Plistosen, center pengangkatan makin bergerak ke timur bersamaan dengan jalannya progradasi sedimen yang semakin muda juga bergerak semakin ke timur. Maka dapat dilihat bahwa gliding tectonics sebenarnya menerus, hanya center of upliftnya bermigrasi makin muda makin ke timur. Pada Plio-Pleistosen ia sudah masuk ke offshore, yang menyebabkan extensional faults di wilayah outer shelf, tetapi kemudian toe-thrusting di slope-nya. Migrasi center of uplift yang memicu gliding tectonics maju ke arah embayment-nya atau depresi utamanya juga terjadi di Jawa Barat yang menghadapi Palung Bogor (ingat migrasi thrust Pak Suyono Martodjojo, 1984 sejak dari Walat thrust sampai inversi Baribis), juga terjadi di antara Serayu Selatan dan Serayu Utara, center of uplifts-nya maju terus ke utara semakin muda (lihat penampang evolusi geologi Jawa Tengah dari van Bemmelen, di lembar peta -plate, no. 35). salam, Awang --- Pada Jum, 8/1/10, noor syarifuddin menulis: Dari: noor syarifuddin Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 8 Januari, 2010, 9:35 AM Pak Awang, Cekungan Kutei memang masih menyimpan banyak misteri. Beberapa indikasi tectonic gliding memang pernah dikemukakan beberapa peneliti. Data-data pengeboran juga mendukung hipotesis ini. Seingat saya sumur Prangat-1 itu adalah salah satu contoh pengeboran di puncak antiklin yang isinya shale semua Tapi ada satu yang masih mengganjal: data bore-hole ovalization (break-out) menunjukkan ada kemenerusan trend yang relatif sama baik secara lateral maupun vertikal. Ini tentunya mencerminkan setting stress tektonik yang relatif sama dari waktu-ke-waktu. Sementara itu kalau kita memakai hipotesis tectonic gliding, maka tentu itu sifatnya "sesaat' dan tidak menerus seperti ini. salam, From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Cc: Eksplorasi BPMIGAS ; Geo Unpad Sent: Thu, January 7, 2010 5:23:18 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Pak Frank, Iya, gliding tectonics perlu lapisan plastis sebagai floor of deformation, biasanya shale yang berfungsi sebagai bidang gelincir itu. Kita menyebutnya decollement/detachment. Ketebalan tertentu akan berpengaruh kepada massa yang dilengserkan, semakin tebal tentu semakin mungkin tergelincir. Gliding tectonics biasanya terjadi pada syn-orogen, bukan pada post-rift atau sagging, sebab inti gliding tectonics adalah ada daerah yang tera
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Pak Noor, Terima kasih atas informasinya. Bulan Maret 2009 saya bersama teman-teman dari SPC Mahakam Hilir ke lapangan, termasuk meninjau sumur ex VICO Pelarang-1 yang dibor di puncak bukit yang sebenarnya puncak antiklin. Di lereng antiklin ditemukan banyak singkapan batupasir, tetapi saat tiba di puncak antiklin, hampir seluruhnya napal yang pasti lebih tua. Pelarang-1 pun mengalami masalah overpressure sebab yang dibornya kebanyakan serpih Pamaluan. Batupasir Pulubalang atau Balikpapannya kelihatannya sudah dikanibalisasi dan diendapkan di lereng-lerengnya, atau sinklinnya. Maka di wilayah ini tak bisa lagi play antiklin jadi target, harus semacam updip pinchout di lereng antiklin atau bahkan sinklin. Bukan hanya sumur Pelarang saja yang mengalami begitu, tetapi beberapa sumur lain yang dibor di puncak antiklin sebelah barat Cekungan Kutei mengalami problem yang sama. Gliding tectonics di Kutei sebenarnya dipicu saat Kuching High naik setelah selesainya spreading South China Sea, itu sekitar late-Oligocene sampai earliest Miocene, sehingga delta pertama di Kutei umurnya early Miocene, sebab Kuching High jadi provenance utama delta2 di Kutei. Setelah itu, center of gliding tectonics makin bergerak ke arah timurnya masuk ke Upper Kutei Basin, lalu makin muda masuk ke bagian barat Lower Kutei Basin saat inversi intra-Miosen terjadi. Pada periode tektonik berikutnya (Mio-Plio dan Plio-Plistosen, center pengangkatan makin bergerak ke timur bersamaan dengan jalannya progradasi sedimen yang semakin muda juga bergerak semakin ke timur. Maka dapat dilihat bahwa gliding tectonics sebenarnya menerus, hanya center of upliftnya bermigrasi makin muda makin ke timur. Pada Plio-Pleistosen ia sudah masuk ke offshore, yang menyebabkan extensional faults di wilayah outer shelf, tetapi kemudian toe-thrusting di slope-nya. Migrasi center of uplift yang memicu gliding tectonics maju ke arah embayment-nya atau depresi utamanya juga terjadi di Jawa Barat yang menghadapi Palung Bogor (ingat migrasi thrust Pak Suyono Martodjojo, 1984 sejak dari Walat thrust sampai inversi Baribis), juga terjadi di antara Serayu Selatan dan Serayu Utara, center of uplifts-nya maju terus ke utara semakin muda (lihat penampang evolusi geologi Jawa Tengah dari van Bemmelen, di lembar peta -plate, no. 35). salam, Awang --- Pada Jum, 8/1/10, noor syarifuddin menulis: Dari: noor syarifuddin Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 8 Januari, 2010, 9:35 AM Pak Awang, Cekungan Kutei memang masih menyimpan banyak misteri. Beberapa indikasi tectonic gliding memang pernah dikemukakan beberapa peneliti. Data-data pengeboran juga mendukung hipotesis ini. Seingat saya sumur Prangat-1 itu adalah salah satu contoh pengeboran di puncak antiklin yang isinya shale semua Tapi ada satu yang masih mengganjal: data bore-hole ovalization (break-out) menunjukkan ada kemenerusan trend yang relatif sama baik secara lateral maupun vertikal. Ini tentunya mencerminkan setting stress tektonik yang relatif sama dari waktu-ke-waktu. Sementara itu kalau kita memakai hipotesis tectonic gliding, maka tentu itu sifatnya "sesaat' dan tidak menerus seperti ini. salam, From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Cc: Eksplorasi BPMIGAS ; Geo Unpad Sent: Thu, January 7, 2010 5:23:18 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Pak Frank, Iya, gliding tectonics perlu lapisan plastis sebagai floor of deformation, biasanya shale yang berfungsi sebagai bidang gelincir itu. Kita menyebutnya decollement/detachment. Ketebalan tertentu akan berpengaruh kepada massa yang dilengserkan, semakin tebal tentu semakin mungkin tergelincir. Gliding tectonics biasanya terjadi pada syn-orogen, bukan pada post-rift atau sagging, sebab inti gliding tectonics adalah ada daerah yang terangkat, slope, dan daerah tenggelam. Pada saat postrift dan sagging hanya ada daerah tenggelam. Kasus di Sumatra basins, pada saat postrift dan sagging, structural grain masih didominasi extensional faults, bukan toe -thrusting ala gliding tectonics. Jadi, tak usah kita membedakannya sebab periode kejadiannya pun berlainan. Dalam mata eksplorasi migas, decollement sering menjadi sealing/cap yang resilient. Jadi bila ada deformasi post-rift yang ditutupi decollement, itu bisa jadi trap sub-decollement structure yang baik. Kadang2 deformasi postrift tak tertutup oleh decollement syn-orogen (secara 3-D), nah dalam kasus ini generated hydrocarbon dari synrift sequence bisa masuk ke trap toe-thrusting di atas decollement. Sands yang re-worked berkali-kali tentu akan semakin baik sebab semakin banyak fraksi mineral stabilnya yang tertinggal yaitu kuarsa, dan semakin banyak clay-winnowing-nya sehingga membersihkan
Fw: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Pak Awang, Melihat case di Serayu, Kutei, dan Tarakan, saya melihat ada kesamaan. Pada ketiga basin tersebut mungkin dijumpai transversal faults (strike-slip faults) yang ada di level Paleogen. Terkait dengan keterbatasan teknologi akuisisi seismik seperti yang Bapak utarakan kemarin kita belum bisa meng explore nya lebih jauh. Saya beranggapan kalo gliding tectonics ini berasosiasi dengan tiga hal : 1. Kompensasi gravity (exhumation concept) berhubungan dengan keseimbangan isostasi, 2. Lateral compression yang men generate major strike-slip/transversal fault, 3. Gravity influence dari suatu paket sedimen itu sendiri, dari penjelasan Pak Awang saya pikir faktor 1 dan 3 yang jadi faktor dominan. Artinya, dengan atau tanpa adanya lateral compression pun gliding tectonics dapat berjalan ? Maaf kalau salah menangkap, mohon koreksinya Pak. Menanggapi diskusi sebelumnya tentang prospek turbidite reservoir di Randublatung zone, saya sepakat Pak. Tetapi lagi-lagi jika bermain di sana mungkin akuisisi seismik pun harus ultra deep seperti hal nya di Serayu. Belum lagi tutupan vulkanik kuarter tebal yang mengubur nya, jadi faktor yang menyebabkan sulitnya kita mendapatkan data seismik yang bagus. Kebetulan saat ini saya sedang mempelajari Ngrayong sand di Rembang Zone hingga perbatasan Rembang-Kendeng. Ngrayong berupa anticlinal trap berasosiasi dengan reverse/inverse hingga flower structure. Dari literatur yang saya baca seperti dari publikasi paper IAGI maupun IPA masalah depositional environment dari Ngrayong sendiri masih banyak versi. Terutama di Rembang Zone sendiri dengan adanya hiatus disana. Untuk genetik dari struktur-struktur di Rembang Zone, Bapak bilang struktur disini beda dengan di Kendeng. Mungkin bisa dijelaskan sedikit Pak tentang ini ? Terutama untuk compressional deformation yang terjadi pada intra Miosen bersamaan dengan diendapkan nya Ngrayong. Terima Kasih, Salam, Budi Santoso --- On Fri, 1/8/10, Awang Satyana wrote: From: Awang Satyana Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) To: iagi-net@iagi.or.id Cc: "Eksplorasi BPMIGAS" , "Forum HAGI" , "Geo Unpad" Date: Friday, January 8, 2010, 8:19 AM Vicki, Saya tidak melihat komponen kinematika kompresi yang signifikan untuk to-thrusting di Makassar Strait maupun Tarakan deepwater. Beberapa penulis sering menyebut kompresi dari Sulawesi sebagai asal kinematika struktur2 positif ini, tetapi data seismik terbaru yang memotong Selat Makassar tak menunjukkan structural grain kompresif apa pun di level Neogen sampai ke Kutei maupun Tarakan, struktur kompresif dari Sulawesi ini hanya sampai bagian barat Sulawesi offshore. Maka saya melihat bahwa toe thrusting di sini berasal dari kinematika internal dari progradasi sedimen dan dipicu gliding tectonics dari Kuching uplift dan semua updip ullifts lainnya di Kute dan Tarakan onshore. Beberapa penulis pun mengatakan toe-thrusting ini dikendalikan oleh transversal faults (strike-slip faults) yang ada di level Paleogen. Tetapi, hubungan antara Paleogen dan Neogen sediments di Kutei maupun Tarakan tidak jelas karena terlalu dalam, sehingga kendali tersebut tak bisa dievaluasi lebih jauh. Paper saya dkk di Journal of Asian Earth Sciences dapat menjelaskan lebih jauh tentang hal ini (Satyana, A.H., Imanhardjo, D.N., and Surantoko, 1999, Tectonic Controls on the Hydrocarbon Habitats of the Barito, Kutei, and Tarakan basins, Eastern Kalimantan, Indonesia : Major Dissimilarities in Adjoining Basins, Journal of Asian Earth Sciences, 17 (1999), p. 99-122). Kendeng Zone dan Rembang Zone memang punya deformasi dengan vergency reverse faults dan thrusts yang berlainan. Akibatnya, Zone Randublatung berada pada posisi downblock baik terhadap Kendeng Zone maupun Rembang Zone. Maka Randublatung Zone sangat depressed, subsided dan tenggelam, sebagai triangle zone, membuat Bouguer gravity-nya paling minimum negatif di Jawa. Deformasi di Kendeng Zone dan Rembang Zone ini sama-sekali bukan gliding tectonics; tetapi sebelum Kendeng dan Rembang terdeformasi, gliding tectonics di Randublatung bisa beroperasi, persis seperti di Serayu Utara, termasuk melipat sedimen turbidit yang diendapkan di depresi Randublatung. Kemudian pada Mio-Pliosen, Randublatung ini semakin tenggelam oleh tectonic load dan thrust sheets yang berulang-ulang terutama di Kendeng Zone. saya meyakini bahwa kini di Randublatung Zone ada deepwater Ngrayong dan isolated carbonate platform yang ditumbuhi pinnacle reefs tipe Banyu Urip/Mudi/Sukowati tetapi jauh sudah tenggelam oleh deformasi Mio-Pliosen. salam, Awang --- Pada Jum, 8/1/10, vicki amir menulis: Dari: vicki amir Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id, "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" Cc: "Eksplorasi BPMIGAS" , "
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Pak Awang, Cekungan Kutei memang masih menyimpan banyak misteri. Beberapa indikasi tectonic gliding memang pernah dikemukakan beberapa peneliti. Data-data pengeboran juga mendukung hipotesis ini. Seingat saya sumur Prangat-1 itu adalah salah satu contoh pengeboran di puncak antiklin yang isinya shale semua Tapi ada satu yang masih mengganjal: data bore-hole ovalization (break-out) menunjukkan ada kemenerusan trend yang relatif sama baik secara lateral maupun vertikal. Ini tentunya mencerminkan setting stress tektonik yang relatif sama dari waktu-ke-waktu. Sementara itu kalau kita memakai hipotesis tectonic gliding, maka tentu itu sifatnya "sesaat' dan tidak menerus seperti ini. salam, From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Cc: Eksplorasi BPMIGAS ; Geo Unpad Sent: Thu, January 7, 2010 5:23:18 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Pak Frank, Iya, gliding tectonics perlu lapisan plastis sebagai floor of deformation, biasanya shale yang berfungsi sebagai bidang gelincir itu. Kita menyebutnya decollement/detachment. Ketebalan tertentu akan berpengaruh kepada massa yang dilengserkan, semakin tebal tentu semakin mungkin tergelincir. Gliding tectonics biasanya terjadi pada syn-orogen, bukan pada post-rift atau sagging, sebab inti gliding tectonics adalah ada daerah yang terangkat, slope, dan daerah tenggelam. Pada saat postrift dan sagging hanya ada daerah tenggelam. Kasus di Sumatra basins, pada saat postrift dan sagging, structural grain masih didominasi extensional faults, bukan toe -thrusting ala gliding tectonics. Jadi, tak usah kita membedakannya sebab periode kejadiannya pun berlainan. Dalam mata eksplorasi migas, decollement sering menjadi sealing/cap yang resilient. Jadi bila ada deformasi post-rift yang ditutupi decollement, itu bisa jadi trap sub-decollement structure yang baik. Kadang2 deformasi postrift tak tertutup oleh decollement syn-orogen (secara 3-D), nah dalam kasus ini generated hydrocarbon dari synrift sequence bisa masuk ke trap toe-thrusting di atas decollement. Sands yang re-worked berkali-kali tentu akan semakin baik sebab semakin banyak fraksi mineral stabilnya yang tertinggal yaitu kuarsa, dan semakin banyak clay-winnowing-nya sehingga membersihkan pasir dari pengotor lempung. Reservoir2 di laut dalam Makassar Strait membuktikan ini. Agar sands di toe-thrust block memberikan aliran turbiditnya sendiri, maka toe-thrust block itu harus pernah tersingkap dan di-kanibal pasirnya lalu diendapkan ulang sebagai turbidit sands di downdipnya. Tetapi saya tak yakin ini terjadi untuk toe-thrust block di sistem deep-water sebab itu akan membutuhkan forced regression yang sangat besar untuk batupasir di toe-thrust block tersingkap. Tetapi bila batupasir di toe-thrust block tergerus oleh submarine gravity flow, bisa saja itu mengendapkan ulang pasirnya. Di Kutei Basin, yang namanya sands di puncak antiklin terangkat dan di-kanibal lalu diendapkan ulang di hilirnya adalah sudah biasa. Maka banyak antiklin di bagian onshore Kutei sebelah barat tak punya lagi pasir sebab pasirnya sudah dikanibalisasi. Maka mengebor sumur di puncak-puncak antiklin yang terkanibal adalah kesalahan besar, yang ditemukan hanyalah shales dengan interbeds tipis sands dan overpressured. Dan dalam sistem to-thrusting yang sejalan dengan progradasi, mengebor sumur di puncak antiklinnya pun kesalahan sebab di situ pasir akan tipis sebab pasir akan mengumpul di ponded basin di belakang thrust block. Bila di puncak antiklin, akan ada diapir dan sands yang tipis. Flank antiklin harus menjadi targetnya. salam, Awang salam, Awang --- Pada Kam, 7/1/10, Franciscus B Sinartio menulis: Dari: Franciscus B Sinartio Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id, "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" Tanggal: Kamis, 7 Januari, 2010, 9:24 AM Pak Awang, Ulasan yang menarik sekali. saya mau tanya mengenai lengseran nya ... pertama, apakah mekanisme gliding tektonik(lengseran) ini selalu memerlukan plastic zone dimana sediment-blocknya akan bergeser? jadi perlu shale/salt yang plastics dan mungkin juga perlu ketebalan tertentu? pertanyaan kedua, di daerah extension, sering sekali terjadi rifting, lalu terendapkan synrift sediment, lalu post rift. seandainya post-rift sedimentnya ada plastics sediment misalnya shale atau salt, dan extension force terus berjalan, tersedia accomodation space yang bukan diisi dengan longsoran tetapi dengan lengseran (yang bisa besar sekali dimensinya). kemudian bisa saja terjadi toe-trust structure pada sediment diatas shale atau saltnya. nah pertanyaan saya adalah bagaimana membedakan fenomena ini dengan gliding tectonic yang hanya disebabkan oleh gravity seperti yang Pak Awang deskr
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Vicki, Saya tidak melihat komponen kinematika kompresi yang signifikan untuk to-thrusting di Makassar Strait maupun Tarakan deepwater. Beberapa penulis sering menyebut kompresi dari Sulawesi sebagai asal kinematika struktur2 positif ini, tetapi data seismik terbaru yang memotong Selat Makassar tak menunjukkan structural grain kompresif apa pun di level Neogen sampai ke Kutei maupun Tarakan, struktur kompresif dari Sulawesi ini hanya sampai bagian barat Sulawesi offshore. Maka saya melihat bahwa toe thrusting di sini berasal dari kinematika internal dari progradasi sedimen dan dipicu gliding tectonics dari Kuching uplift dan semua updip ullifts lainnya di Kute dan Tarakan onshore. Beberapa penulis pun mengatakan toe-thrusting ini dikendalikan oleh transversal faults (strike-slip faults) yang ada di level Paleogen. Tetapi, hubungan antara Paleogen dan Neogen sediments di Kutei maupun Tarakan tidak jelas karena terlalu dalam, sehingga kendali tersebut tak bisa dievaluasi lebih jauh. Paper saya dkk di Journal of Asian Earth Sciences dapat menjelaskan lebih jauh tentang hal ini (Satyana, A.H., Imanhardjo, D.N., and Surantoko, 1999, Tectonic Controls on the Hydrocarbon Habitats of the Barito, Kutei, and Tarakan basins, Eastern Kalimantan, Indonesia : Major Dissimilarities in Adjoining Basins, Journal of Asian Earth Sciences, 17 (1999), p. 99-122). Kendeng Zone dan Rembang Zone memang punya deformasi dengan vergency reverse faults dan thrusts yang berlainan. Akibatnya, Zone Randublatung berada pada posisi downblock baik terhadap Kendeng Zone maupun Rembang Zone. Maka Randublatung Zone sangat depressed, subsided dan tenggelam, sebagai triangle zone, membuat Bouguer gravity-nya paling minimum negatif di Jawa. Deformasi di Kendeng Zone dan Rembang Zone ini sama-sekali bukan gliding tectonics; tetapi sebelum Kendeng dan Rembang terdeformasi, gliding tectonics di Randublatung bisa beroperasi, persis seperti di Serayu Utara, termasuk melipat sedimen turbidit yang diendapkan di depresi Randublatung. Kemudian pada Mio-Pliosen, Randublatung ini semakin tenggelam oleh tectonic load dan thrust sheets yang berulang-ulang terutama di Kendeng Zone. saya meyakini bahwa kini di Randublatung Zone ada deepwater Ngrayong dan isolated carbonate platform yang ditumbuhi pinnacle reefs tipe Banyu Urip/Mudi/Sukowati tetapi jauh sudah tenggelam oleh deformasi Mio-Pliosen. salam, Awang --- Pada Jum, 8/1/10, vicki amir menulis: Dari: vicki amir Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id, "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" Cc: "Eksplorasi BPMIGAS" , "Geo Unpad" Tanggal: Jumat, 8 Januari, 2010, 7:56 AM Pak Awang, Apakah betul untuk proses pengkanibalisasi-an itu sebenarnya adalah case thrust propagation fold yang memang berasosiasi dgn toe-thrust di bagian distal suatu delta? Saya kira mungkin masih ada komponen lateral kompresi yang signifikan disana, dan lebih besar daripada hanya gliding tectonics saja layaknya avalanche suatu paket sedimen yg semi-kompak (CMIIW). Karena kasus turbidit sands yang terendapkan di downdip tersebut adalah seiring dgn propagasi dari thrustnya, semakin sloping, semakin intensif pula turbidit eventnya. Dan itu setidaknya membutuhkan lateral kompresi yang lebih dominan seperti halnya yang terjadi di beberapa reservoir turbidit di Delta Niger, karena berasosiasi dgn toe thrust faulting yang cukup panjang secara length of faultnya. Mohon koreksinya. Lalu bagaimana dgn kasus di Jawa Timur contohnya thrust fault ke arah Utara yg berumur Mio-Plio pada Kendeng Zone dan thrust fault ke arah Selatan Rembang-Madura Zone layaknya Triangle Zone di Ramba dan Supat fault di South Sumatra basin? Apakah ada potensi turbidit reservoir dsana? Mohon pencerahannya. Thanks. Wassalam Vicki Amir From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Cc: Eksplorasi BPMIGAS ; Geo Unpad Sent: Thu, 7 January, 2010 16:23:18 Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Pak Frank, Iya, gliding tectonics perlu lapisan plastis sebagai floor of deformation, biasanya shale yang berfungsi sebagai bidang gelincir itu. Kita menyebutnya decollement/detachment. Ketebalan tertentu akan berpengaruh kepada massa yang dilengserkan, semakin tebal tentu semakin mungkin tergelincir. Gliding tectonics biasanya terjadi pada syn-orogen, bukan pada post-rift atau sagging, sebab inti gliding tectonics adalah ada daerah yang terangkat, slope, dan daerah tenggelam. Pada saat postrift dan sagging hanya ada daerah tenggelam. Kasus di Sumatra basins, pada saat postrift dan sagging, structural grain masih didominasi extensional faults, bukan toe -thrusting ala gliding tectonics. Jadi, tak usah kita membedakannya sebab periode kejadiannya pun
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Pak Awang, Apakah betul untuk proses pengkanibalisasi-an itu sebenarnya adalah case thrust propagation fold yang memang berasosiasi dgn toe-thrust di bagian distal suatu delta? Saya kira mungkin masih ada komponen lateral kompresi yang signifikan disana, dan lebih besar daripada hanya gliding tectonics saja layaknya avalanche suatu paket sedimen yg semi-kompak (CMIIW). Karena kasus turbidit sands yang terendapkan di downdip tersebut adalah seiring dgn propagasi dari thrustnya, semakin sloping, semakin intensif pula turbidit eventnya. Dan itu setidaknya membutuhkan lateral kompresi yang lebih dominan seperti halnya yang terjadi di beberapa reservoir turbidit di Delta Niger, karena berasosiasi dgn toe thrust faulting yang cukup panjang secara length of faultnya. Mohon koreksinya. Lalu bagaimana dgn kasus di Jawa Timur contohnya thrust fault ke arah Utara yg berumur Mio-Plio pada Kendeng Zone dan thrust fault ke arah Selatan Rembang-Madura Zone layaknya Triangle Zone di Ramba dan Supat fault di South Sumatra basin? Apakah ada potensi turbidit reservoir dsana? Mohon pencerahannya. Thanks. Wassalam Vicki Amir From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Cc: Eksplorasi BPMIGAS ; Geo Unpad Sent: Thu, 7 January, 2010 16:23:18 Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Pak Frank, Iya, gliding tectonics perlu lapisan plastis sebagai floor of deformation, biasanya shale yang berfungsi sebagai bidang gelincir itu. Kita menyebutnya decollement/detachment. Ketebalan tertentu akan berpengaruh kepada massa yang dilengserkan, semakin tebal tentu semakin mungkin tergelincir. Gliding tectonics biasanya terjadi pada syn-orogen, bukan pada post-rift atau sagging, sebab inti gliding tectonics adalah ada daerah yang terangkat, slope, dan daerah tenggelam. Pada saat postrift dan sagging hanya ada daerah tenggelam. Kasus di Sumatra basins, pada saat postrift dan sagging, structural grain masih didominasi extensional faults, bukan toe -thrusting ala gliding tectonics. Jadi, tak usah kita membedakannya sebab periode kejadiannya pun berlainan. Dalam mata eksplorasi migas, decollement sering menjadi sealing/cap yang resilient. Jadi bila ada deformasi post-rift yang ditutupi decollement, itu bisa jadi trap sub-decollement structure yang baik. Kadang2 deformasi postrift tak tertutup oleh decollement syn-orogen (secara 3-D), nah dalam kasus ini generated hydrocarbon dari synrift sequence bisa masuk ke trap toe-thrusting di atas decollement. Sands yang re-worked berkali-kali tentu akan semakin baik sebab semakin banyak fraksi mineral stabilnya yang tertinggal yaitu kuarsa, dan semakin banyak clay-winnowing-nya sehingga membersihkan pasir dari pengotor lempung. Reservoir2 di laut dalam Makassar Strait membuktikan ini. Agar sands di toe-thrust block memberikan aliran turbiditnya sendiri, maka toe-thrust block itu harus pernah tersingkap dan di-kanibal pasirnya lalu diendapkan ulang sebagai turbidit sands di downdipnya. Tetapi saya tak yakin ini terjadi untuk toe-thrust block di sistem deep-water sebab itu akan membutuhkan forced regression yang sangat besar untuk batupasir di toe-thrust block tersingkap. Tetapi bila batupasir di toe-thrust block tergerus oleh submarine gravity flow, bisa saja itu mengendapkan ulang pasirnya. Di Kutei Basin, yang namanya sands di puncak antiklin terangkat dan di-kanibal lalu diendapkan ulang di hilirnya adalah sudah biasa. Maka banyak antiklin di bagian onshore Kutei sebelah barat tak punya lagi pasir sebab pasirnya sudah dikanibalisasi. Maka mengebor sumur di puncak-puncak antiklin yang terkanibal adalah kesalahan besar, yang ditemukan hanyalah shales dengan interbeds tipis sands dan overpressured. Dan dalam sistem to-thrusting yang sejalan dengan progradasi, mengebor sumur di puncak antiklinnya pun kesalahan sebab di situ pasir akan tipis sebab pasir akan mengumpul di ponded basin di belakang thrust block. Bila di puncak antiklin, akan ada diapir dan sands yang tipis. Flank antiklin harus menjadi targetnya. salam, Awang salam, Awang --- Pada Kam, 7/1/10, Franciscus B Sinartio menulis: Dari: Franciscus B Sinartio Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id, "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" Tanggal: Kamis, 7 Januari, 2010, 9:24 AM Pak Awang, Ulasan yang menarik sekali. saya mau tanya mengenai lengseran nya ... pertama, apakah mekanisme gliding tektonik(lengseran) ini selalu memerlukan plastic zone dimana sediment-blocknya akan bergeser? jadi perlu shale/salt yang plastics dan mungkin juga perlu ketebalan tertentu? pertanyaan kedua, di daerah extension, sering sekali terjadi rifting, lalu terendapkan synrift sediment, lalu post rift. seandainya post-rift sedimentnya ada plastics sediment misa
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Pak Frank, Iya, gliding tectonics perlu lapisan plastis sebagai floor of deformation, biasanya shale yang berfungsi sebagai bidang gelincir itu. Kita menyebutnya decollement/detachment. Ketebalan tertentu akan berpengaruh kepada massa yang dilengserkan, semakin tebal tentu semakin mungkin tergelincir. Gliding tectonics biasanya terjadi pada syn-orogen, bukan pada post-rift atau sagging, sebab inti gliding tectonics adalah ada daerah yang terangkat, slope, dan daerah tenggelam. Pada saat postrift dan sagging hanya ada daerah tenggelam. Kasus di Sumatra basins, pada saat postrift dan sagging, structural grain masih didominasi extensional faults, bukan toe -thrusting ala gliding tectonics. Jadi, tak usah kita membedakannya sebab periode kejadiannya pun berlainan. Dalam mata eksplorasi migas, decollement sering menjadi sealing/cap yang resilient. Jadi bila ada deformasi post-rift yang ditutupi decollement, itu bisa jadi trap sub-decollement structure yang baik. Kadang2 deformasi postrift tak tertutup oleh decollement syn-orogen (secara 3-D), nah dalam kasus ini generated hydrocarbon dari synrift sequence bisa masuk ke trap toe-thrusting di atas decollement. Sands yang re-worked berkali-kali tentu akan semakin baik sebab semakin banyak fraksi mineral stabilnya yang tertinggal yaitu kuarsa, dan semakin banyak clay-winnowing-nya sehingga membersihkan pasir dari pengotor lempung. Reservoir2 di laut dalam Makassar Strait membuktikan ini. Agar sands di toe-thrust block memberikan aliran turbiditnya sendiri, maka toe-thrust block itu harus pernah tersingkap dan di-kanibal pasirnya lalu diendapkan ulang sebagai turbidit sands di downdipnya. Tetapi saya tak yakin ini terjadi untuk toe-thrust block di sistem deep-water sebab itu akan membutuhkan forced regression yang sangat besar untuk batupasir di toe-thrust block tersingkap. Tetapi bila batupasir di toe-thrust block tergerus oleh submarine gravity flow, bisa saja itu mengendapkan ulang pasirnya. Di Kutei Basin, yang namanya sands di puncak antiklin terangkat dan di-kanibal lalu diendapkan ulang di hilirnya adalah sudah biasa. Maka banyak antiklin di bagian onshore Kutei sebelah barat tak punya lagi pasir sebab pasirnya sudah dikanibalisasi. Maka mengebor sumur di puncak-puncak antiklin yang terkanibal adalah kesalahan besar, yang ditemukan hanyalah shales dengan interbeds tipis sands dan overpressured. Dan dalam sistem to-thrusting yang sejalan dengan progradasi, mengebor sumur di puncak antiklinnya pun kesalahan sebab di situ pasir akan tipis sebab pasir akan mengumpul di ponded basin di belakang thrust block. Bila di puncak antiklin, akan ada diapir dan sands yang tipis. Flank antiklin harus menjadi targetnya. salam, Awang salam, Awang --- Pada Kam, 7/1/10, Franciscus B Sinartio menulis: Dari: Franciscus B Sinartio Judul: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id, "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" Tanggal: Kamis, 7 Januari, 2010, 9:24 AM Pak Awang, Ulasan yang menarik sekali. saya mau tanya mengenai lengseran nya ... pertama, apakah mekanisme gliding tektonik(lengseran) ini selalu memerlukan plastic zone dimana sediment-blocknya akan bergeser? jadi perlu shale/salt yang plastics dan mungkin juga perlu ketebalan tertentu? pertanyaan kedua, di daerah extension, sering sekali terjadi rifting, lalu terendapkan synrift sediment, lalu post rift. seandainya post-rift sedimentnya ada plastics sediment misalnya shale atau salt, dan extension force terus berjalan, tersedia accomodation space yang bukan diisi dengan longsoran tetapi dengan lengseran (yang bisa besar sekali dimensinya). kemudian bisa saja terjadi toe-trust structure pada sediment diatas shale atau saltnya. nah pertanyaan saya adalah bagaimana membedakan fenomena ini dengan gliding tectonic yang hanya disebabkan oleh gravity seperti yang Pak Awang deskripsikan. yang paling penting adalah apakah perlu membedakannya dilihat dari mata eksplorasi migas? Pertanyaan ketiga mengenai longsoran setelah toe-thrust terjadi. apakah mungkin kualitas reservoir dari sand lebih baik setelah sand itu tersebut di rework dan menjadi endapan turbidit? dan apakah mungkin ada beberapa aliran turbidite di satu toe-thrust block? jadi tidak tergantung dengan sungai yang ada di onshorenya. terima kasih sebelumnya atas penjelasannya. salam, frank From: "unt...@dgtl.esdm.go.id" To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wed, January 6, 2010 5:28:40 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Penjelasan pak Awang menarik sekali karena saya sedang mempelajari apa iya bahwa endapan Tersier di Jawa bukan merupakan suatu akuifer. Jadi bedanya Pak Awang cari minyak saya coba untuk cari air di pegunungan Tersier untuk mendukung pengembangan air tanah di desa terting
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Pak Awang, Ulasan yang menarik sekali. saya mau tanya mengenai lengseran nya ... pertama, apakah mekanisme gliding tektonik(lengseran) ini selalu memerlukan plastic zone dimana sediment-blocknya akan bergeser? jadi perlu shale/salt yang plastics dan mungkin juga perlu ketebalan tertentu? pertanyaan kedua, di daerah extension, sering sekali terjadi rifting, lalu terendapkan synrift sediment, lalu post rift. seandainya post-rift sedimentnya ada plastics sediment misalnya shale atau salt, dan extension force terus berjalan, tersedia accomodation space yang bukan diisi dengan longsoran tetapi dengan lengseran (yang bisa besar sekali dimensinya). kemudian bisa saja terjadi toe-trust structure pada sediment diatas shale atau saltnya. nah pertanyaan saya adalah bagaimana membedakan fenomena ini dengan gliding tectonic yang hanya disebabkan oleh gravity seperti yang Pak Awang deskripsikan. yang paling penting adalah apakah perlu membedakannya dilihat dari mata eksplorasi migas? Pertanyaan ketiga mengenai longsoran setelah toe-thrust terjadi. apakah mungkin kualitas reservoir dari sand lebih baik setelah sand itu tersebut di rework dan menjadi endapan turbidit? dan apakah mungkin ada beberapa aliran turbidite di satu toe-thrust block? jadi tidak tergantung dengan sungai yang ada di onshorenya. terima kasih sebelumnya atas penjelasannya. salam, frank From: "unt...@dgtl.esdm.go.id" To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wed, January 6, 2010 5:28:40 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...) Penjelasan pak Awang menarik sekali karena saya sedang mempelajari apa iya bahwa endapan Tersier di Jawa bukan merupakan suatu akuifer. Jadi bedanya Pak Awang cari minyak saya coba untuk cari air di pegunungan Tersier untuk mendukung pengembangan air tanah di desa tertinggal. (salam Untung) > Pak Budi, > > Setelah banyak mempelajari struktur dan tektonik di berbagai wilayah di > Indonesia, saya melihat bahwa kompresi lateral dengan penggerak utama > tektonik lempeng tidak selalu menjadi satu-satunya penyebab kinematika > elemen struktur dan tektonik. Banyak hal yang menuntut penjelasan lebih > dari sekadar kompresi. > > Bahkan dengan konsep exhumation, yaitu terangkatnya kembali kerak benua > yang pernah tenggelam di bawah kerak berasosiasi oseanik, saya tak akan > melihat lagi bahwa seluruh pengangkatan yang terkenal itu (Himalaya, > Kuching High, Meratus, Central Ranges of Papua, dsb.) semuanya karena > tektonik lempeng semata. Memang, tektonik lempeng penggerak utamanya > sehingga banyak mikro-kontinen bertubrukan, tetapi exhumation tak > memerlukan tektonik lempeng yang lateral, ia hanya memerlukan kompensasi > gravity, sebab naiknya kembali kerak kontinen yang pernah tenggelam itu > terjadi karena perbedaan density kerak dan gravity. Saat ini exhumation > sedang terjadi di banyak tempat ex collision di Indonesia (Timor, Banggai, > Meratus, dsb.). > > Kemudian, apa yang sudah naik pun, wajar dan sering sekali diikuti oleh > gerak runtuhan (collapse) di sebelahnya - ini hanya penyeimbangan > isostasi, dan yang namanya isostasi selalu gravity-movement. Maka semua > foredeep yang terbentuk di sebelah suatu zone collision harus dicurigai > sebagai collapse gravity. Weber Deep, depresi laut paling dalam di > Indonesia (7000 m) -lebih dari palung Sumatra dan Jawa, terjadi karena > collapse gravity di depan jalur collision Tanimbar-Kei-Seram. > > Gliding tectonics semula dipicu oleh differential gravity movement. > Definisi yang Pak Budi kutipkan dari American Journal of Science (1954) > itu memuaskan. Begitulah gliding tectonics atau tektonik > longsoran/lengseran itu, ia membutuhkan topografi yang tinggi (uplifted) > dan topografi yang rendah (subsided). Di kedua topografi yang beda tinggi > ini akan bermain gravity movement dan kalau di antara keduanya dihubungkan > oleh suatu lereng, maka berjalanlah gravity movement melalui gliding > tectonics. Gliding tectonics pun fenomena tektonik juga, hanya penyebab > lipatan dan sesar di sini bukan gaya kompresi, melainkan gaya berat > (gravity) ditambah progradasi sedimen. > > Gliding tectonics bisa bekerja dalam skala lokal maupun regional. Memang > lebih banyak yang bekerja dalam skala regional sebab dalam skala regional > perbedaan topografi tinggi rendah dan differential gravity movement-nya > lebih nyata. Di wilayah alluvial fan, lebih banyak bekerja sistem runtuhan > dalam bentuk molassic deposits yang disuplai dari tinggian sekitarnya ke > rendahan yang ditempati kipas aluvial. Saya tak yakin gliding tectonics > bekerja dengan baik di sini. Di wilayah delta mungkin saja, tetapi itu pun > harus delta yang berprogradasi dalam jarak jauh dan ada tinggian regional > di wilayah hinterland-nya. Syarat ini
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : "Geologic Transect ...)
Penjelasan pak Awang menarik sekali karena saya sedang mempelajari apa iya bahwa endapan Tersier di Jawa bukan merupakan suatu akuifer. Jadi bedanya Pak Awang cari minyak saya coba untuk cari air di pegunungan Tersier untuk mendukung pengembangan air tanah di desa tertinggal. (salam Untung) > Pak Budi, > > Setelah banyak mempelajari struktur dan tektonik di berbagai wilayah di > Indonesia, saya melihat bahwa kompresi lateral dengan penggerak utama > tektonik lempeng tidak selalu menjadi satu-satunya penyebab kinematika > elemen struktur dan tektonik. Banyak hal yang menuntut penjelasan lebih > dari sekadar kompresi. > > Bahkan dengan konsep exhumation, yaitu terangkatnya kembali kerak benua > yang pernah tenggelam di bawah kerak berasosiasi oseanik, saya tak akan > melihat lagi bahwa seluruh pengangkatan yang terkenal itu (Himalaya, > Kuching High, Meratus, Central Ranges of Papua, dsb.) semuanya karena > tektonik lempeng semata. Memang, tektonik lempeng penggerak utamanya > sehingga banyak mikro-kontinen bertubrukan, tetapi exhumation tak > memerlukan tektonik lempeng yang lateral, ia hanya memerlukan kompensasi > gravity, sebab naiknya kembali kerak kontinen yang pernah tenggelam itu > terjadi karena perbedaan density kerak dan gravity. Saat ini exhumation > sedang terjadi di banyak tempat ex collision di Indonesia (Timor, Banggai, > Meratus, dsb.). > > Kemudian, apa yang sudah naik pun, wajar dan sering sekali diikuti oleh > gerak runtuhan (collapse) di sebelahnya - ini hanya penyeimbangan > isostasi, dan yang namanya isostasi selalu gravity-movement. Maka semua > foredeep yang terbentuk di sebelah suatu zone collision harus dicurigai > sebagai collapse gravity. Weber Deep, depresi laut paling dalam di > Indonesia (7000 m) -lebih dari palung Sumatra dan Jawa, terjadi karena > collapse gravity di depan jalur collision Tanimbar-Kei-Seram. > > Gliding tectonics semula dipicu oleh differential gravity movement. > Definisi yang Pak Budi kutipkan dari American Journal of Science (1954) > itu memuaskan. Begitulah gliding tectonics atau tektonik > longsoran/lengseran itu, ia membutuhkan topografi yang tinggi (uplifted) > dan topografi yang rendah (subsided). Di kedua topografi yang beda tinggi > ini akan bermain gravity movement dan kalau di antara keduanya dihubungkan > oleh suatu lereng, maka berjalanlah gravity movement melalui gliding > tectonics. Gliding tectonics pun fenomena tektonik juga, hanya penyebab > lipatan dan sesar di sini bukan gaya kompresi, melainkan gaya berat > (gravity) ditambah progradasi sedimen. > > Gliding tectonics bisa bekerja dalam skala lokal maupun regional. Memang > lebih banyak yang bekerja dalam skala regional sebab dalam skala regional > perbedaan topografi tinggi rendah dan differential gravity movement-nya > lebih nyata. Di wilayah alluvial fan, lebih banyak bekerja sistem runtuhan > dalam bentuk molassic deposits yang disuplai dari tinggian sekitarnya ke > rendahan yang ditempati kipas aluvial. Saya tak yakin gliding tectonics > bekerja dengan baik di sini. Di wilayah delta mungkin saja, tetapi itu pun > harus delta yang berprogradasi dalam jarak jauh dan ada tinggian regional > di wilayah hinterland-nya. Syarat ini dipenuhi secara ideal oleh wilayah > progradasi delta di Cekungan Kutei dengan tinggian hinterland-nya berupa > Kuching High di sebelah utara Kalimantan Tengah. Bahwa gliding tectonics > membentuk Samarinda Anticlinorium yang terkenal itu di wilayah ini pernah > dibahas oleh van Bemmelen (1949), Rose dan Hartono (1976 -IPA), dan Ott > (1987 -IPA). > Dalam pandangan saya, itu penjelasan yang lebih memuaskan bagi asal > Samarinda Anticlinorium dibandingkan penjelasan2 sesudahnya (oleh John > Chambers & Tim Daley, Ken McClay, dll.). > > Di wilayah slope-lah (lebih dalam dari prodelta terutama di wilayah > slope), gliding tectonics terutama bermain. Semua toe-thrusting di sini > yang dipicu oleh decollement dalam kinematika thin-skinned tectonics > berasamaan dengan progradasi sedimen, pada dasarnya adalah manifestasi > gliding tectonics, yang tak memerlukan kompresi. > > Reservoir dan source dalam gliding tectonics akan berasal dari reworked, > transported, dan re-deposited sediments turbidit yang berasal dari > provenance di uplifted area di dekatnya yang tersingkap pada saat lowstand > sea level. Contoh idealnya adalah di Makassar Strait dan Tarakan deep > water. Semua lapangan produktif di laut dalam Makassar (West Seno > misalnya) atau Aster di Tarakan deepwater adalah sedimen turbidit (baik > reservoir maupun source-nya) yang berasal dari exposed seri delta-delta > ancient Mahakam. Kemudian reservoir dan source ini terlibat dalam gliding > tectonics yang membentuk toe-trusting. > > Di Jawa Tengah Utara (Serayu Utara), konsepnya akan sama, kita harus > mencari reworked, transported dan redeposited sediments yang berasal dari > uplifted Serayu Selatan atau northern platform Jawa Tengah, yang saat itu > menjadi sumber sedimen untuk depresi Serayu