Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Saya tak lagi mendengar kampanye hemat listrik oleh pemerintah yang beberapa waktu lalu sempat dilakukan dengan sangat gencarnya. Saya juga tidak atau belum pernah tahu apakah ada hasil analisa statistik yang menunjukkan bahwa program tersebut 'pernah' berhasil menurunkan 'sekian' persen konsumsi listrik di Jawa(Jakarta) selama periode 'hangat-hangat'nya kampanye hemat listrik tersebut. Sangat mudah melakukannya tapi sepertinya tidak dilakukan, atau mungkin seperti biasa kampanye tersebut merupakan sifat 'gawan bayi' pemerintah kita yang selalu mengedepankan tindakan 'reaktif' terhadap masalah-masalah penting dan krusial yang berkaitan dengan kebijakan publik . . . Kultur 'boros' listrik (dan hal-hal lain) telah demikian susahnya diubah, masalahnya sangat komplek. Salah satu cara, mungkin bisa efektif dan diharapkan mempunyai efek signifikan bisa dimulai dari rumah kita, lingkungan kita, melalui anak-anak, istri atau suami (bukan istri-istri atau suami-suami), 'asisten-asisten' kita untuk menggunakan listrik secara wajar di ruma, bisa juga dengan menggantis 'semua' lampu dengan lampu hemat energi (tidak harus Phillip atau Osram, merek lain juga banyak . . . pada saat yang sama pemerintah harus mulai memikirkan cara-cara yang 'komprehensif dan sistematis' untuk menghemat pemakaian listrik oleh konsumen-konsumen besar seperti perkantoran, penerangan jalan/taman, industri (yang banyak mem'by pass' alat penghitung resmi PLN untuk dapat listrik gratisan), papan-papan iklan dll dan yang lebih penting adalah konsistensi pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang (moga-moga telah) dibuatnya. --- noor syarifuddin <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > "Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW > atau 60 % lebih kebutuhan > nasional ." > > Setelah merasakan hidup menjadi orang Balikpapan > yang terkenal dengan problem listriknya yang byar > pet terus sementara Kaltim adalah salah satu > penghasil migas terbesar di Indonesia, maka saya > mulai bisa mengerti apa yang disebut dengan > "kecemburuan" orang daerah dengan orang kota > (pusat)... > > Di Jakarta listrik dipakai jor-joran di mall, mall, > di jalan untuk lampu hias dll, sementara di daerah > listrik musti digilir karena tidak pernah cukup > kalau harus nyala semua:-( > > Jadi wajar saja kalau ada penolakan dari orang > sekitar lokasi PLTN karena mereka selama ini toh > mungkin tidak menikmati hal tsb. Egois...? ya > tergantung dari mana kita melihat sisi > pandangnya.... > > salam, > > > - Original Message > From: Ismail Zaini <[EMAIL PROTECTED]> > To: iagi-net@iagi.or.id > Sent: Friday, September 28, 2007 9:01:16 AM > Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau > tidur ? > > > Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW > atau 60 % lebih kebutuhan > nasional , dengan cadangan "hanya" kira kira 15 % ( > normalnya 30 % ) jadi > kalau ada yang matek atau gangguna dikit biasanya > "Kacau" , disisi lain > pertumbuhan permintaan kira kira 9 % /thn. > Untuk memasok kebutuhan listrik yang yang sudah > beribu ribu MW ini hanya > dapat dipenuhi dg "Cepat dan Murah" oleh / dari > sumber energi : > Batubara,Gas,Panasbumi,Air,BBM atau Nuklir " dimana > masing masing sumber > energi tsb punya kelebihan dan kekurangnnya , untuk > saat ini pertimbangnnya > terutama pada masalah harga , kemudian lingkungan, > kontinuitas suplaynya. > Jadi pilihan tinggal 6 komoditi itu, karena di Jawa > ini sudah kesulitan > masalah air ( sungai 2 podo kering dan lahan > terbatas ) maka pilihan tinggal > 5 , karena harga BBM ( Minyak ) sudah melambung > tinggi ( 1 ltr BBM/solar > 6000 RP maka biaya untuk bahan bakar saja sudah 2000 > Rp/Kwh atau 20 c$/Kwh ) > maka pembangunan pembangkit ini (BBM) sudah > dihentikan , jadi pilihan > tinggal 4.karena "perseturaannya" tidak kunjung > akhir maka rasanya PLTN > masih sulit untuk dilaksanakan , jadi tinggal 3 > pilihan. Karena sering > terjadi keterbatasan pasokan gas ( masalah > kontinuitas suplai gas serta > harga international juga naik ) maka pilihan tinggal > 2 , Bukan tidak mungkin > harga batubara international akan merangkak naik > diwaktu waktu mendatang , > disisi lain Harga Jual Listriknya Tidak boleh > dinaikan jadi ya mendingan > batubaranya dijual di luar sono apalagi tidak ada > DMO nya. Jadi mau tidak > mau pilihan akhirnya tinggal ke Geothermal ( harga > tidak dikontrol oleh > pasar internatsional , bersih lingkungan, potensi > ada ) Cuma rupanya untuk > menentukan pilihan ini Masih Sangat Sulit... yo > embuh sampai kapan > > > ISM &
Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Kalau tertarik bagaimana pola konsumsi listrik di jawa ini silahkan baca tulisan dulu : http://rovicky.wordpress.com/2006/12/17/pola-konsumsi-listrik-di-jawa/ http://rovicky.wordpress.com/2005/07/20/hemat-listrik-siapa-targetnya/ rdp On 9/28/07, noor syarifuddin <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > "Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih > kebutuhan > nasional ." > > Setelah merasakan hidup menjadi orang Balikpapan yang terkenal dengan > problem listriknya yang byar pet terus sementara Kaltim adalah salah satu > penghasil migas terbesar di Indonesia, maka saya mulai bisa mengerti apa > yang disebut dengan "kecemburuan" orang daerah dengan orang kota (pusat)... > > Di Jakarta listrik dipakai jor-joran di mall, mall, di jalan untuk lampu > hias dll, sementara di daerah listrik musti digilir karena tidak pernah > cukup kalau harus nyala semua:-( > > Jadi wajar saja kalau ada penolakan dari orang sekitar lokasi PLTN karena > mereka selama ini toh mungkin tidak menikmati hal tsb. Egois...? ya > tergantung dari mana kita melihat sisi pandangnya > > salam, > > > - Original Message > From: Ismail Zaini <[EMAIL PROTECTED]> > To: iagi-net@iagi.or.id > Sent: Friday, September 28, 2007 9:01:16 AM > Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? > > > Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih kebutuhan > nasional , dengan cadangan "hanya" kira kira 15 % ( normalnya 30 % ) jadi > kalau ada yang matek atau gangguna dikit biasanya "Kacau" , disisi lain > pertumbuhan permintaan kira kira 9 % /thn. > Untuk memasok kebutuhan listrik yang yang sudah beribu ribu MW ini hanya > dapat dipenuhi dg "Cepat dan Murah" oleh / dari sumber energi : > Batubara,Gas,Panasbumi,Air,BBM atau Nuklir " dimana masing masing sumber > energi tsb punya kelebihan dan kekurangnnya , untuk saat ini > pertimbangnnya > terutama pada masalah harga , kemudian lingkungan, kontinuitas suplaynya. > Jadi pilihan tinggal 6 komoditi itu, karena di Jawa ini sudah kesulitan > masalah air ( sungai 2 podo kering dan lahan terbatas ) maka pilihan > tinggal > 5 , karena harga BBM ( Minyak ) sudah melambung tinggi ( 1 ltr BBM/solar > 6000 RP maka biaya untuk bahan bakar saja sudah 2000 Rp/Kwh atau 20 c$/Kwh > ) > maka pembangunan pembangkit ini (BBM) sudah dihentikan , jadi pilihan > tinggal 4.karena "perseturaannya" tidak kunjung akhir maka rasanya PLTN > masih sulit untuk dilaksanakan , jadi tinggal 3 pilihan. Karena sering > terjadi keterbatasan pasokan gas ( masalah kontinuitas suplai gas serta > harga international juga naik ) maka pilihan tinggal 2 , Bukan tidak > mungkin > harga batubara international akan merangkak naik diwaktu waktu mendatang , > disisi lain Harga Jual Listriknya Tidak boleh dinaikan jadi ya mendingan > batubaranya dijual di luar sono apalagi tidak ada DMO nya. Jadi mau tidak > mau pilihan akhirnya tinggal ke Geothermal ( harga tidak dikontrol oleh > pasar internatsional , bersih lingkungan, potensi ada ) Cuma rupanya untuk > menentukan pilihan ini Masih Sangat Sulit... yo embuh sampai kapan > > > > ISM > - Original Message - > From: "Minarwan (Min)" <[EMAIL PROTECTED]> > To: > Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:30 PM > Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? > > > > On 9/27/07, budi santoso <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > >> Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah > >> sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit > >> berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak > >> sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus > >> hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu > >> dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan > >> bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak > >> dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya > >> yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak > >> bangsa ini yang mampu!! > > > > > > Saya setuju dengan pendapat seperti ini, tanpa keberanian mencoba kita > > tidak akan maju. > > > >> > >> Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang > >> harus menanggung 'resiko' lebih . . sangat fair . . > >> bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka > >> atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan' > >> kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih > >> atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan > >> lebih mengambil manfaatnya . . . . > >> > > > > Hmm...memuaskan rasa adil itu s
Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
"Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih kebutuhan nasional ." Setelah merasakan hidup menjadi orang Balikpapan yang terkenal dengan problem listriknya yang byar pet terus sementara Kaltim adalah salah satu penghasil migas terbesar di Indonesia, maka saya mulai bisa mengerti apa yang disebut dengan "kecemburuan" orang daerah dengan orang kota (pusat)... Di Jakarta listrik dipakai jor-joran di mall, mall, di jalan untuk lampu hias dll, sementara di daerah listrik musti digilir karena tidak pernah cukup kalau harus nyala semua:-( Jadi wajar saja kalau ada penolakan dari orang sekitar lokasi PLTN karena mereka selama ini toh mungkin tidak menikmati hal tsb. Egois...? ya tergantung dari mana kita melihat sisi pandangnya salam, - Original Message From: Ismail Zaini <[EMAIL PROTECTED]> To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, September 28, 2007 9:01:16 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih kebutuhan nasional , dengan cadangan "hanya" kira kira 15 % ( normalnya 30 % ) jadi kalau ada yang matek atau gangguna dikit biasanya "Kacau" , disisi lain pertumbuhan permintaan kira kira 9 % /thn. Untuk memasok kebutuhan listrik yang yang sudah beribu ribu MW ini hanya dapat dipenuhi dg "Cepat dan Murah" oleh / dari sumber energi : Batubara,Gas,Panasbumi,Air,BBM atau Nuklir " dimana masing masing sumber energi tsb punya kelebihan dan kekurangnnya , untuk saat ini pertimbangnnya terutama pada masalah harga , kemudian lingkungan, kontinuitas suplaynya. Jadi pilihan tinggal 6 komoditi itu, karena di Jawa ini sudah kesulitan masalah air ( sungai 2 podo kering dan lahan terbatas ) maka pilihan tinggal 5 , karena harga BBM ( Minyak ) sudah melambung tinggi ( 1 ltr BBM/solar 6000 RP maka biaya untuk bahan bakar saja sudah 2000 Rp/Kwh atau 20 c$/Kwh ) maka pembangunan pembangkit ini (BBM) sudah dihentikan , jadi pilihan tinggal 4.karena "perseturaannya" tidak kunjung akhir maka rasanya PLTN masih sulit untuk dilaksanakan , jadi tinggal 3 pilihan. Karena sering terjadi keterbatasan pasokan gas ( masalah kontinuitas suplai gas serta harga international juga naik ) maka pilihan tinggal 2 , Bukan tidak mungkin harga batubara international akan merangkak naik diwaktu waktu mendatang , disisi lain Harga Jual Listriknya Tidak boleh dinaikan jadi ya mendingan batubaranya dijual di luar sono apalagi tidak ada DMO nya. Jadi mau tidak mau pilihan akhirnya tinggal ke Geothermal ( harga tidak dikontrol oleh pasar internatsional , bersih lingkungan, potensi ada ) Cuma rupanya untuk menentukan pilihan ini Masih Sangat Sulit... yo embuh sampai kapan ISM - Original Message - From: "Minarwan (Min)" <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:30 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? > On 9/27/07, budi santoso <[EMAIL PROTECTED]> wrote: >> Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah >> sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit >> berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak >> sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus >> hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu >> dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan >> bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak >> dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya >> yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak >> bangsa ini yang mampu!! > > > Saya setuju dengan pendapat seperti ini, tanpa keberanian mencoba kita > tidak akan maju. > >> >> Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang >> harus menanggung 'resiko' lebih . . sangat fair . . >> bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka >> atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan' >> kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih >> atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan >> lebih mengambil manfaatnya . . . . >> > > Hmm...memuaskan rasa adil itu sulit karena adil itu subyektif. Saya > gunakan analogi pengambilan SDA. Seberapa banyak manfaat SDA yang > digali dari wilayah tertentu untuk orang lokal? Mana yang bisa > menikmati lebih banyak? Yang punya modal dan orang luar yang kebagian > rejeki atau orang lokal? Apa lantas SDA tidak boleh diambil karena > manfaatnya untuk orang lokal cuma secuil persen? Maksud saya adalah > untuk kepentingan orang banyak, mau tak mau ada yang akan menjadi > "korban". Tapi tentu saja "korban" ini sedemikian rupa harus > dihilangkan atau diminimalkan. Masak sih kita tega mendirikan sesuatu > yang nanti kita tahu punya potensi "membunuh" manusia tanpa ada usaha > untuk mencega
Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Menurut pemikiranku alasan memanfaatkan PLTN hanyalah untuk menambah pemanfaatan jenis energi atau "diversifikasi". Diversifikasi ini sebuah langkah untuk mengatasi ketergantungan terhadap satu atau dua jenis sumber energi pembangkit listrik.Sebenernya semua jenis sumber energi sangat diperlukan, Jadi pertanyaannya bukan "mana yang diperlukan", karena "semua jenis sumber diperlukan". Ketergantungan pembangkit listrik di Indonesia saat ini terlalu didominasi oleh Migas (+batubara), air sudah mulai merosot. Kalau dilihat kemampuan daya terpoasang dengan yang dibangkitkan, maka PLTA menduduki tingkat terbawah. Kalau toh PLTN diperlukan saat ini, alasan yang paling tepat hanyalah karena kesiapan dibanding sumber energi lainnya. Geothermal Bedugul juga mestinya siap tetapi juga mengundang badai protes sosial. salam rdp On 9/28/07, Ismail Zaini <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih kebutuhan > nasional , dengan cadangan "hanya" kira kira 15 % ( normalnya 30 % ) jadi > kalau ada yang matek atau gangguna dikit biasanya "Kacau" , disisi lain > pertumbuhan permintaan kira kira 9 % /thn. > Untuk memasok kebutuhan listrik yang yang sudah beribu ribu MW ini hanya > dapat dipenuhi dg "Cepat dan Murah" oleh / dari sumber energi : > Batubara,Gas,Panasbumi,Air,BBM atau Nuklir " dimana masing masing sumber > energi tsb punya kelebihan dan kekurangnnya , untuk saat ini > pertimbangnnya > terutama pada masalah harga , kemudian lingkungan, kontinuitas suplaynya. > Jadi pilihan tinggal 6 komoditi itu, karena di Jawa ini sudah kesulitan > masalah air ( sungai 2 podo kering dan lahan terbatas ) maka pilihan > tinggal > 5 , karena harga BBM ( Minyak ) sudah melambung tinggi ( 1 ltr BBM/solar > 6000 RP maka biaya untuk bahan bakar saja sudah 2000 Rp/Kwh atau 20 c$/Kwh > ) > maka pembangunan pembangkit ini (BBM) sudah dihentikan , jadi pilihan > tinggal 4.karena "perseturaannya" tidak kunjung akhir maka rasanya PLTN > masih sulit untuk dilaksanakan , jadi tinggal 3 pilihan. Karena sering > terjadi keterbatasan pasokan gas ( masalah kontinuitas suplai gas serta > harga international juga naik ) maka pilihan tinggal 2 , Bukan tidak > mungkin > harga batubara international akan merangkak naik diwaktu waktu mendatang , > disisi lain Harga Jual Listriknya Tidak boleh dinaikan jadi ya mendingan > batubaranya dijual di luar sono apalagi tidak ada DMO nya. Jadi mau tidak > mau pilihan akhirnya tinggal ke Geothermal ( harga tidak dikontrol oleh > pasar internatsional , bersih lingkungan, potensi ada ) Cuma rupanya untuk > menentukan pilihan ini Masih Sangat Sulit... yo embuh sampai kapan > .... > > > ISM > ----- Original Message - > From: "Minarwan (Min)" <[EMAIL PROTECTED]> > To: > Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:30 PM > Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? > > > > On 9/27/07, budi santoso <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > >> Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah > >> sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit > >> berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak > >> sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus > >> hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu > >> dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan > >> bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak > >> dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya > >> yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak > >> bangsa ini yang mampu!! > > > > > > Saya setuju dengan pendapat seperti ini, tanpa keberanian mencoba kita > > tidak akan maju. > > > >> > >> Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang > >> harus menanggung 'resiko' lebih . . sangat fair . . > >> bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka > >> atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan' > >> kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih > >> atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan > >> lebih mengambil manfaatnya . . . . > >> > > > > Hmm...memuaskan rasa adil itu sulit karena adil itu subyektif. Saya > > gunakan analogi pengambilan SDA. Seberapa banyak manfaat SDA yang > > digali dari wilayah tertentu untuk orang lokal? Mana yang bisa > > menikmati lebih banyak? Yang punya modal dan orang luar yang kebagian > > rejeki atau orang lokal? Apa lantas SDA tidak boleh diambil karena > > manfaatnya untuk orang lokal cuma secuil persen? Maksud saya adalah > > untuk kepentingan orang banyak, mau tak mau ada yang akan menjadi > >
Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih kebutuhan nasional , dengan cadangan "hanya" kira kira 15 % ( normalnya 30 % ) jadi kalau ada yang matek atau gangguna dikit biasanya "Kacau" , disisi lain pertumbuhan permintaan kira kira 9 % /thn. Untuk memasok kebutuhan listrik yang yang sudah beribu ribu MW ini hanya dapat dipenuhi dg "Cepat dan Murah" oleh / dari sumber energi : Batubara,Gas,Panasbumi,Air,BBM atau Nuklir " dimana masing masing sumber energi tsb punya kelebihan dan kekurangnnya , untuk saat ini pertimbangnnya terutama pada masalah harga , kemudian lingkungan, kontinuitas suplaynya. Jadi pilihan tinggal 6 komoditi itu, karena di Jawa ini sudah kesulitan masalah air ( sungai 2 podo kering dan lahan terbatas ) maka pilihan tinggal 5 , karena harga BBM ( Minyak ) sudah melambung tinggi ( 1 ltr BBM/solar 6000 RP maka biaya untuk bahan bakar saja sudah 2000 Rp/Kwh atau 20 c$/Kwh ) maka pembangunan pembangkit ini (BBM) sudah dihentikan , jadi pilihan tinggal 4.karena "perseturaannya" tidak kunjung akhir maka rasanya PLTN masih sulit untuk dilaksanakan , jadi tinggal 3 pilihan. Karena sering terjadi keterbatasan pasokan gas ( masalah kontinuitas suplai gas serta harga international juga naik ) maka pilihan tinggal 2 , Bukan tidak mungkin harga batubara international akan merangkak naik diwaktu waktu mendatang , disisi lain Harga Jual Listriknya Tidak boleh dinaikan jadi ya mendingan batubaranya dijual di luar sono apalagi tidak ada DMO nya. Jadi mau tidak mau pilihan akhirnya tinggal ke Geothermal ( harga tidak dikontrol oleh pasar internatsional , bersih lingkungan, potensi ada ) Cuma rupanya untuk menentukan pilihan ini Masih Sangat Sulit... yo embuh sampai kapan ISM - Original Message - From: "Minarwan (Min)" <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:30 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? On 9/27/07, budi santoso <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak bangsa ini yang mampu!! Saya setuju dengan pendapat seperti ini, tanpa keberanian mencoba kita tidak akan maju. Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang harus menanggung 'resiko' lebih . . sangat fair . . bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan' kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan lebih mengambil manfaatnya . . . . Hmm...memuaskan rasa adil itu sulit karena adil itu subyektif. Saya gunakan analogi pengambilan SDA. Seberapa banyak manfaat SDA yang digali dari wilayah tertentu untuk orang lokal? Mana yang bisa menikmati lebih banyak? Yang punya modal dan orang luar yang kebagian rejeki atau orang lokal? Apa lantas SDA tidak boleh diambil karena manfaatnya untuk orang lokal cuma secuil persen? Maksud saya adalah untuk kepentingan orang banyak, mau tak mau ada yang akan menjadi "korban". Tapi tentu saja "korban" ini sedemikian rupa harus dihilangkan atau diminimalkan. Masak sih kita tega mendirikan sesuatu yang nanti kita tahu punya potensi "membunuh" manusia tanpa ada usaha untuk mencegahnya. Intinya saya setuju, jika masih ada sumber energi alternatif lain yang lebih 'hijau' (bersih lingkungan) kenapa tidak yang 'hijau' ini dulu yang kita kembangkan?? Kalau "ekonomis" saya pikir ide-ide seperti itu akan dilaksanakan. Sekarang semuanya dihitung dengan untung rugi, wajar saja karena butuh modal untuk membuatnya. -- Minarwan GeoTUTOR: http://www.geotutor.tk Blog: http://desaguadero.blogspot.com JOINT CONVENTION BALI 2007 The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http:/
Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Wah, nek kanggoku sebagai arek Kudus, yang ndelalah sering jalan-jalan keliling G.Muria (setelah belajar geologi), termasuk yang terakhir kemarin nongkrong seharian di rencana tapak PLTN ULA (Ujung Lemah Abang. Kawan-kawan BATAN sering menggunakan terminologi PLTN ULA); ternyata dikalangan masyarakat bawah sudah "banyak konspirasi" masalah jual-jualan lahan (kalau jadi proyek land clearing dan konstruksi). Pro dan kontra, yang jelas pasti. Lah Gunung Muria, iki mati atau tidur? Kalau dalam terminologi vulkanologi, sepertinya G.Muria ini lagi tiduran, dan "tidak mengkhawatirkan dari resiko bencana gunungapi Muria" berdasarkan laporannya Batan yang pernah saya baca. Tapi mengkhawatirkan untuk "resiko bencana sosial". Kalau penolakan kyai-kyai NU dan juga masyarakat disekitarnya, banyak didasarkan karena kekhawatiran resiko teknologi tersebut, dimana "kebiasaan kultur kita sebagai orang indonesia nek pegang teknologi, katanya mudah menggampangkan". Artinya ada mis pemahaman bagi mareka yang ada di tingkat bawah. Ini kata kyai yang sempat ketemu di bawah jaringan sutet Tanjang jati B (Jepara) : "sebetulnya pemerintah indonesia tidak perlu capai-capai bangun PLTN disini; bukankah Tanjung Jati B ini bisa dioptimalkan, lalu paculah orang-orang pintar di indonesia untuk mencari energi alternatif diluar nuklir yang memang secara sosial banyak diterima oleh masyarakat" Beberapa hari kemudian, ada mantan mahasiswa saya, diajak survei kegunungapian oleh senior geologist di Badan Geologi ke kawasan Muria dan Lemah Abang untuk melihat stratigrafi gunungapi Muria kaitannya dengan perkembangan fasies vulkaniknya (sepertinya itu yang saya tangkap dari cerita manta mahasiswa saya). Artinya, sudah ada tindakan dan pendekatan lain untuk memberikan argumentasi ilmiah : G.Muria ini isih tidur atau mati? yang dilakukan oleh kawan-kawan dari Bandung. Aku kagak tahu, setelah tim tersebut pulang dari Muria, hasilnya piye..? (Aku kagak ikut..lho...) Memang, kalau saya balik kampung ke Kudus, banyak kawan-kawan NGO di Kudus yang terus menerus untuk menolak dan demo di DPRD Kudus. Kalau saya ditanya : jawab ku, "kalau kalian nolak yang tolak saja, tapi you harus ada argumentasi dan berikan itu ke pihak terkait". Ojo-ojo, ntar saya dicap sebagai "provokator dari jogja" Bahkan saya sempat naik ke Colo (lereng G.Muria bagian selatan), ketemu lalu ngobrol dengan salah satu pentolan NGO Masyarakat Hutan Muria, dia langsung cerita : "pokonya Gus, sampai mati kami tetap tolak PLTN Muria, titik" wuish. Yo wis..., mumet mendiskusikan pltn muria di kampung sendiri... Salam Agus Hendratno Ismail Zaini <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Kelihatannya kasus PLTN ini kalau di lihat dari Segi bencana Geologi untuk Bencana letusan Gunung ( Muria ) Statusnya " Tidak menghawatirkan ", Sedangkan untuk masalah kegempaan Statusnya : " Patut Diduga" , oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dg data terbaru shg paling tidak menjadi Status Mungkin ( probabilitasnya seberapa / kwantitatif ) shg tdk ngambang, kalau untuk hal ini mungkin solusinya relatif bisa diselesaikan dg Kemajuan Teknologi ( bangunan tahan gempa). Dari masalah sosial masyarakat Statusnya Menghawatirkan, terutama kekawatiran masalah lingkungan /kebocoran karena masyarakat kita belum mampu berdisiplin tinggi ( budaya kali ? ) lha kalau masalah ini solusinya mungkin bisa nunggu sekian belas tahun lagi mungkin. Kemudian dari sisi kebutuhan ( energi ) Satusnya juga dalam Tahap Menghawatirkan , solusinya adalah diversifikasi sumber energi. pakai sumber energi fosil kekawatiran harga nya melonjak terus , pakai air keterbatasan sumber dan lahan , pakai energi terbarukan ( angin , matahari,ombak,pasang surut,biomas,hidrogen,cell ) kapasitas dan harga tidak memadai. pakai geothermal harganya masih relatif mahal juga , namun kapasitasnya masih memadai dan bahaya lingkunagnnya minim. Yang jelas Energi sudah merupakan komoditi primer , sudah tidak bisa lagi menghindar untuk tidak memakainya , Jakarta 3 jam tidak ada listrik saja amburadul teutama jalan rayanya. Oleh karena itu menentukan Pilihan mana yang paling optimal tidak bisa ditunda tunda lagi , karena pembangunan Pembangkit energi memakan waktu lama. ISM From: "Winderasta, Wikan (wikanw)" Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Menurut saya penentangan pembangunan PLTN adalah penentangan oleh penduduk sekitar lokasi pembangunan PLTN yaitu wilayah Muria, Kudus, dan sekitarnya. Sebenarnya patut dicermati mengapa mereka menolak. Bagi saya, dapat dipahami penolakan tersebut menimbang azas manfaat dibandingkan potensi resiko yang akan mereka tanggung. Apabila persentasi daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTN tersebut sedikit yang dapat mereka nikmati untuk kemajuan daerah mereka ataupun untuk mencukupi kebutuhan listrik
Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Rekan RDP dan yang lainnya. Dalam desertasi saya (1987) ada data dating yang saya lakukan terhadap produk volkanik Muria, sbb: Muria I (old, potassik) ada 4 buah sample K/Ar dating yaitu: 0.64 MA; 0.87 MA; 1.00 MA; dan 1.11 MA Muria II (young, ultra potassik) ada 5 K/Ar dating, yaitu: 0.41MA; 0.44MA; 0.50MA; 0.64MA; dan 0.78MA Ada overlapping umur antara old and young produk pada sekitar 0.6-0.8Ma. Kalau melihat data saya tersebut, erupsi termuda (yang terdata) adalah 0.4Ma atau 400.000 th yl. Dengan demikian kesimpulan saya adalah G Muria statusnya bukan tidur tetapi sudah mati. Salam, Yatno - Original Message - From: "Rovicky Dwi Putrohari" <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Tuesday, September 25, 2007 2:17 AM Subject: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Sehubungan dengan lokasi PLTN. Adakah yang tahu ttg Gunung Muria ini apakah sudah mati dapur magmanya atau cuan tidur saja (doormant) Lantas gimana kita bisa tahunya ? Apakah ada bukti fisis atau hanya model ? RDP No virus found in this incoming message. Checked by AVG Free Edition. Version: 7.5.488 / Virus Database: 269.13.31/1031 - Release Date: 9/26/2007 12:12 PM JOINT CONVENTION BALI 2007 The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
On 9/27/07, budi santoso <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah > sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit > berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak > sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus > hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu > dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan > bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak > dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya > yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak > bangsa ini yang mampu!! Saya setuju dengan pendapat seperti ini, tanpa keberanian mencoba kita tidak akan maju. > > Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang > harus menanggung 'resiko' lebih . . sangat fair . . > bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka > atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan' > kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih > atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan > lebih mengambil manfaatnya . . . . > Hmm...memuaskan rasa adil itu sulit karena adil itu subyektif. Saya gunakan analogi pengambilan SDA. Seberapa banyak manfaat SDA yang digali dari wilayah tertentu untuk orang lokal? Mana yang bisa menikmati lebih banyak? Yang punya modal dan orang luar yang kebagian rejeki atau orang lokal? Apa lantas SDA tidak boleh diambil karena manfaatnya untuk orang lokal cuma secuil persen? Maksud saya adalah untuk kepentingan orang banyak, mau tak mau ada yang akan menjadi "korban". Tapi tentu saja "korban" ini sedemikian rupa harus dihilangkan atau diminimalkan. Masak sih kita tega mendirikan sesuatu yang nanti kita tahu punya potensi "membunuh" manusia tanpa ada usaha untuk mencegahnya. > Intinya saya setuju, jika masih ada sumber energi > alternatif lain yang lebih 'hijau' (bersih lingkungan) > kenapa tidak yang 'hijau' ini dulu yang kita > kembangkan?? > Kalau "ekonomis" saya pikir ide-ide seperti itu akan dilaksanakan. Sekarang semuanya dihitung dengan untung rugi, wajar saja karena butuh modal untuk membuatnya. -- Minarwan GeoTUTOR: http://www.geotutor.tk Blog: http://desaguadero.blogspot.com JOINT CONVENTION BALI 2007 The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Terus terang saya tidak mengikuti secara intens perkembngan isu PLTN yang di Muria namun demikian mungkin: pemilihan lokasi di Muria salah satunya (mungkin)adalah karena letaknya yang kurang lebih di tengah-tengah pulau Jawa jadi dari sisi kepentingan untuk distribusinya lebih dapat diterima. Alasan kerentanan PLTN tersebut dari bencana alam, selama letaknya di pulau-pulau yang berada di jalus-jalur aktif busur kepulauan di negara kita ini, argumen itu dapat diterima tapi sejauh mana hal ini bisa diantispasi? kalau ingin 'aman' dari hal-hal tersebut letakkan saja di Kalimantan, . . . tapi hal ini akan sangat tak masuk akal karena konsumen lisrik yang dihasilkannya adalah Jawa-Bali . . akan sangat mahal di biaya distribusinya . . Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak bangsa ini yang mampu!! Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang harus menanggung 'resiko' lebih . . sangat fair . . bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan' kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan lebih mengambil manfaatnya . . . . Intinya saya setuju, jika masih ada sumber energi alternatif lain yang lebih 'hijau' (bersih lingkungan) kenapa tidak yang 'hijau' ini dulu yang kita kembangkan?? sTJ --- Ismail Zaini <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Kelihatannya kasus PLTN ini kalau di lihat dari > Segi bencana Geologi untuk > Bencana letusan Gunung ( Muria ) Statusnya " Tidak > menghawatirkan ", > Sedangkan untuk masalah kegempaan Statusnya : " > Patut Diduga" , oleh karena > itu perlu dilakukan penelitian dg data terbaru shg > paling tidak menjadi > Status Mungkin ( probabilitasnya seberapa / > kwantitatif ) shg tdk ngambang, > kalau untuk hal ini mungkin solusinya relatif bisa > diselesaikan dg Kemajuan > Teknologi ( bangunan tahan gempa). > Dari masalah sosial masyarakat Statusnya > Menghawatirkan, terutama > kekawatiran masalah lingkungan /kebocoran karena > masyarakat kita belum mampu > berdisiplin tinggi ( budaya kali ? ) lha kalau > masalah ini solusinya mungkin > bisa nunggu sekian belas tahun lagi mungkin. > Kemudian dari sisi kebutuhan ( energi ) Satusnya > juga dalam Tahap > Menghawatirkan , solusinya adalah diversifikasi > sumber energi. pakai sumber > energi fosil kekawatiran harga nya melonjak terus , > pakai air keterbatasan > sumber dan lahan , pakai energi terbarukan ( angin , > matahari,ombak,pasang > surut,biomas,hidrogen,cell ) kapasitas dan harga > tidak memadai. pakai > geothermal harganya masih relatif mahal juga , namun > kapasitasnya masih > memadai dan bahaya lingkunagnnya minim. > Yang jelas Energi sudah merupakan komoditi primer , > sudah tidak bisa lagi > menghindar untuk tidak memakainya , Jakarta 3 jam > tidak ada listrik saja > amburadul teutama jalan rayanya. Oleh karena itu > menentukan Pilihan mana > yang paling optimal tidak bisa ditunda tunda lagi , > karena pembangunan > Pembangkit energi memakan waktu lama. > > ISM > > From: "Winderasta, Wikan (wikanw)" Subject: RE: > [iagi-net-l] Gunung Muria - > mati atau tidur ? > > > > Menurut saya penentangan pembangunan PLTN adalah > penentangan oleh > penduduk sekitar lokasi pembangunan PLTN yaitu > wilayah Muria, Kudus, dan > sekitarnya. Sebenarnya patut dicermati mengapa > mereka menolak. Bagi > saya, dapat dipahami penolakan tersebut menimbang > azas manfaat > dibandingkan potensi resiko yang akan mereka > tanggung. Apabila > persentasi daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTN > tersebut sedikit > yang dapat mereka nikmati untuk kemajuan daerah > mereka ataupun untuk > mencukupi kebutuhan listrik mereka, tentu saja > sangat tidak adil apabila > mereka harus menanggung potensi resiko yang besar > tersebut. > > Kita harus kembalikan lagi untuk kepentingan > siapakah daya listrik PLTN > tersebut, apakah dibagi rata untuk seluruh > Jawa-Bali, ataukah untuk > industri di Semarang atau untuk menerangi > apartemen/real estate/papan > iklan di Jakarta ? > > Sudah seharusnya program pembangunan diselaraskan > dengan kemampuan > wilayah itu sendiri untuk mensuplai energi/listrik. > Menurut saya lebih > mewujudkan azas keadilan apabila PLTN d
Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
ass.. menimbang banyak sekali kasus penentangan industri pemanfaatan Sumber Daya Alam(migas,pertambangan maupun nuklir) dari penduduk lokal maupun masyarakat sekitar, maka perlu adanya suatu terobosan baru dalam usaha memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar dgn radius tertentu dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu(banyak kasus, terlepas masyakat di tunggangi atau tidak, mengapa mereka menolak kehadiran suatu industri, krn selama ini pengembangan industri SDA selalu menggunakan pendekatan ekonomi kapitalis murni tanpa mempertimbangkan aspek sosial publik). dengan adanya itu maka saya pikir perlu adanya pendekatan sosial misalnya : 1. Digratiskannya listrik di wilayah sekitar, desa kecamatan atau kabupaten (kasus muria) 2. Perlu adanya proses pembelajaran publik yang selama ini terabaikan atau sengaja diabaikan. 3. Industri yang mempunyai peranan di masyarakat/rakyat, harus diusahakan sebesar2nya untuk kepentingan rakyat. 4. Masyarakt sekitar/rakyat, harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pengembangan industri sumber daya alam ataupun energi (stakeholder). dNr --- Ismail Zaini <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Kelihatannya kasus PLTN ini kalau di lihat dari > Segi bencana Geologi untuk > Bencana letusan Gunung ( Muria ) Statusnya " Tidak > menghawatirkan ", > Sedangkan untuk masalah kegempaan Statusnya : " > Patut Diduga" , oleh karena > itu perlu dilakukan penelitian dg data terbaru shg > paling tidak menjadi > Status Mungkin ( probabilitasnya seberapa / > kwantitatif ) shg tdk ngambang, > kalau untuk hal ini mungkin solusinya relatif bisa > diselesaikan dg Kemajuan > Teknologi ( bangunan tahan gempa). > Dari masalah sosial masyarakat Statusnya > Menghawatirkan, terutama > kekawatiran masalah lingkungan /kebocoran karena > masyarakat kita belum mampu > berdisiplin tinggi ( budaya kali ? ) lha kalau > masalah ini solusinya mungkin > bisa nunggu sekian belas tahun lagi mungkin. > Kemudian dari sisi kebutuhan ( energi ) Satusnya > juga dalam Tahap > Menghawatirkan , solusinya adalah diversifikasi > sumber energi. pakai sumber > energi fosil kekawatiran harga nya melonjak terus , > pakai air keterbatasan > sumber dan lahan , pakai energi terbarukan ( angin , > matahari,ombak,pasang > surut,biomas,hidrogen,cell ) kapasitas dan harga > tidak memadai. pakai > geothermal harganya masih relatif mahal juga , namun > kapasitasnya masih > memadai dan bahaya lingkunagnnya minim. > Yang jelas Energi sudah merupakan komoditi primer , > sudah tidak bisa lagi > menghindar untuk tidak memakainya , Jakarta 3 jam > tidak ada listrik saja > amburadul teutama jalan rayanya. Oleh karena itu > menentukan Pilihan mana > yang paling optimal tidak bisa ditunda tunda lagi , > karena pembangunan > Pembangkit energi memakan waktu lama. > > ISM > > From: "Winderasta, Wikan (wikanw)" Subject: RE: > [iagi-net-l] Gunung Muria - > mati atau tidur ? > > > > Menurut saya penentangan pembangunan PLTN adalah > penentangan oleh > penduduk sekitar lokasi pembangunan PLTN yaitu > wilayah Muria, Kudus, dan > sekitarnya. Sebenarnya patut dicermati mengapa > mereka menolak. Bagi > saya, dapat dipahami penolakan tersebut menimbang > azas manfaat > dibandingkan potensi resiko yang akan mereka > tanggung. Apabila > persentasi daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTN > tersebut sedikit > yang dapat mereka nikmati untuk kemajuan daerah > mereka ataupun untuk > mencukupi kebutuhan listrik mereka, tentu saja > sangat tidak adil apabila > mereka harus menanggung potensi resiko yang besar > tersebut. > > Kita harus kembalikan lagi untuk kepentingan > siapakah daya listrik PLTN > tersebut, apakah dibagi rata untuk seluruh > Jawa-Bali, ataukah untuk > industri di Semarang atau untuk menerangi > apartemen/real estate/papan > iklan di Jakarta ? > > Sudah seharusnya program pembangunan diselaraskan > dengan kemampuan > wilayah itu sendiri untuk mensuplai energi/listrik. > Menurut saya lebih > mewujudkan azas keadilan apabila PLTN dibangun di > wilayah Jabotabek, > seperti PLTD di yang telah dibangun di wilayah > Jakarta. Pengembangan > wilayah seperti Jabotabek harus disesuaikan dengan > kemampuan wilayah itu > sendiri dalam mensuplai energi. Jangan sampai > wilayah sentra pembangunan > MEMERAH wilayah lain, bahkan harus menanggung > resiko, sementara dengan > kemampuan mensuplai energi, pembangunan tidak > terdesentralisasi dengan > baik dan adil. > > Ini juga seperti kasus pipanisasi gas dari > Kalimantan ke Jawa, atau > pengapalan batubara dari Sumatra ke Jawa. Apakah > sedemikian rakusnya > wilayah Jawa sehingga wilayah lumbung energi sendiri > s
Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Kelihatannya kasus PLTN ini kalau di lihat dari Segi bencana Geologi untuk Bencana letusan Gunung ( Muria ) Statusnya " Tidak menghawatirkan ", Sedangkan untuk masalah kegempaan Statusnya : " Patut Diduga" , oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dg data terbaru shg paling tidak menjadi Status Mungkin ( probabilitasnya seberapa / kwantitatif ) shg tdk ngambang, kalau untuk hal ini mungkin solusinya relatif bisa diselesaikan dg Kemajuan Teknologi ( bangunan tahan gempa). Dari masalah sosial masyarakat Statusnya Menghawatirkan, terutama kekawatiran masalah lingkungan /kebocoran karena masyarakat kita belum mampu berdisiplin tinggi ( budaya kali ? ) lha kalau masalah ini solusinya mungkin bisa nunggu sekian belas tahun lagi mungkin. Kemudian dari sisi kebutuhan ( energi ) Satusnya juga dalam Tahap Menghawatirkan , solusinya adalah diversifikasi sumber energi. pakai sumber energi fosil kekawatiran harga nya melonjak terus , pakai air keterbatasan sumber dan lahan , pakai energi terbarukan ( angin , matahari,ombak,pasang surut,biomas,hidrogen,cell ) kapasitas dan harga tidak memadai. pakai geothermal harganya masih relatif mahal juga , namun kapasitasnya masih memadai dan bahaya lingkunagnnya minim. Yang jelas Energi sudah merupakan komoditi primer , sudah tidak bisa lagi menghindar untuk tidak memakainya , Jakarta 3 jam tidak ada listrik saja amburadul teutama jalan rayanya. Oleh karena itu menentukan Pilihan mana yang paling optimal tidak bisa ditunda tunda lagi , karena pembangunan Pembangkit energi memakan waktu lama. ISM From: "Winderasta, Wikan (wikanw)" Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Menurut saya penentangan pembangunan PLTN adalah penentangan oleh penduduk sekitar lokasi pembangunan PLTN yaitu wilayah Muria, Kudus, dan sekitarnya. Sebenarnya patut dicermati mengapa mereka menolak. Bagi saya, dapat dipahami penolakan tersebut menimbang azas manfaat dibandingkan potensi resiko yang akan mereka tanggung. Apabila persentasi daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTN tersebut sedikit yang dapat mereka nikmati untuk kemajuan daerah mereka ataupun untuk mencukupi kebutuhan listrik mereka, tentu saja sangat tidak adil apabila mereka harus menanggung potensi resiko yang besar tersebut. Kita harus kembalikan lagi untuk kepentingan siapakah daya listrik PLTN tersebut, apakah dibagi rata untuk seluruh Jawa-Bali, ataukah untuk industri di Semarang atau untuk menerangi apartemen/real estate/papan iklan di Jakarta ? Sudah seharusnya program pembangunan diselaraskan dengan kemampuan wilayah itu sendiri untuk mensuplai energi/listrik. Menurut saya lebih mewujudkan azas keadilan apabila PLTN dibangun di wilayah Jabotabek, seperti PLTD di yang telah dibangun di wilayah Jakarta. Pengembangan wilayah seperti Jabotabek harus disesuaikan dengan kemampuan wilayah itu sendiri dalam mensuplai energi. Jangan sampai wilayah sentra pembangunan MEMERAH wilayah lain, bahkan harus menanggung resiko, sementara dengan kemampuan mensuplai energi, pembangunan tidak terdesentralisasi dengan baik dan adil. Ini juga seperti kasus pipanisasi gas dari Kalimantan ke Jawa, atau pengapalan batubara dari Sumatra ke Jawa. Apakah sedemikian rakusnya wilayah Jawa sehingga wilayah lumbung energi sendiri sangat kekurangan, bahkan menjadi wilayah miskin dan tidak mendapat kesempatan pembangunan. Intinya konsep pembangunan energi/prasarana sekarang ini tidak mendukung upaya pemerataan pembangunan ke wilayah dengan potensi energi, maupun upaya mengendalikan perkembangan wilayah yang tidak memiliki daya dukung energi. PLTN berbeda dengan PLT panas bumi atau PLTA yang memanfaatkan energi alam sehingga tidak dapat dipindahkan lokasinya. PLTN bisa dibangun dimana saja. PLTN lebih baik dibangun di wilayah yang memang memerlukan energi tapi kekurangan suplai daya khususnya dari tenaga alam. Dengan kata lain kalau mau bangun PLTN bangun saja di dekat kota Jakarta. Toh bangunan PLTN pada dasarnya adalah bangunan tahan gempa. Siapa yang butuh harus berani menanggung resiko. Salam, ww -Original Message- From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, September 26, 2007 11:47 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Ada sebuah buku biografi mantan dekan FMIPA UI (Prof. Parangtopo) yang ditulis beberapa tahun lalu. Salah satu bagian menuliskan sikap beliau yang menentang pembangunan PLTN. Alasannya adalah siapkah SDM kita untuk proyek yang membutuhkan presisi dalam segala hal? LL -Original Message- From: Awang Harun Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:06 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Sebenarnya, alam mungkin nomor dua terhadap bahaya PLTN ini, yang dikuatirkan adalah bagaimana kalau PLTN itu dibangun dengan bahan2 yang tak sesuai bestek-nya karena "dikorupsi" oleh yang berwenang.
RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Menurut saya penentangan pembangunan PLTN adalah penentangan oleh penduduk sekitar lokasi pembangunan PLTN yaitu wilayah Muria, Kudus, dan sekitarnya. Sebenarnya patut dicermati mengapa mereka menolak. Bagi saya, dapat dipahami penolakan tersebut menimbang azas manfaat dibandingkan potensi resiko yang akan mereka tanggung. Apabila persentasi daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTN tersebut sedikit yang dapat mereka nikmati untuk kemajuan daerah mereka ataupun untuk mencukupi kebutuhan listrik mereka, tentu saja sangat tidak adil apabila mereka harus menanggung potensi resiko yang besar tersebut. Kita harus kembalikan lagi untuk kepentingan siapakah daya listrik PLTN tersebut, apakah dibagi rata untuk seluruh Jawa-Bali, ataukah untuk industri di Semarang atau untuk menerangi apartemen/real estate/papan iklan di Jakarta ? Sudah seharusnya program pembangunan diselaraskan dengan kemampuan wilayah itu sendiri untuk mensuplai energi/listrik. Menurut saya lebih mewujudkan azas keadilan apabila PLTN dibangun di wilayah Jabotabek, seperti PLTD di yang telah dibangun di wilayah Jakarta. Pengembangan wilayah seperti Jabotabek harus disesuaikan dengan kemampuan wilayah itu sendiri dalam mensuplai energi. Jangan sampai wilayah sentra pembangunan MEMERAH wilayah lain, bahkan harus menanggung resiko, sementara dengan kemampuan mensuplai energi, pembangunan tidak terdesentralisasi dengan baik dan adil. Ini juga seperti kasus pipanisasi gas dari Kalimantan ke Jawa, atau pengapalan batubara dari Sumatra ke Jawa. Apakah sedemikian rakusnya wilayah Jawa sehingga wilayah lumbung energi sendiri sangat kekurangan, bahkan menjadi wilayah miskin dan tidak mendapat kesempatan pembangunan. Intinya konsep pembangunan energi/prasarana sekarang ini tidak mendukung upaya pemerataan pembangunan ke wilayah dengan potensi energi, maupun upaya mengendalikan perkembangan wilayah yang tidak memiliki daya dukung energi. PLTN berbeda dengan PLT panas bumi atau PLTA yang memanfaatkan energi alam sehingga tidak dapat dipindahkan lokasinya. PLTN bisa dibangun dimana saja. PLTN lebih baik dibangun di wilayah yang memang memerlukan energi tapi kekurangan suplai daya khususnya dari tenaga alam. Dengan kata lain kalau mau bangun PLTN bangun saja di dekat kota Jakarta. Toh bangunan PLTN pada dasarnya adalah bangunan tahan gempa. Siapa yang butuh harus berani menanggung resiko. Salam, ww -Original Message- From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, September 26, 2007 11:47 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Ada sebuah buku biografi mantan dekan FMIPA UI (Prof. Parangtopo) yang ditulis beberapa tahun lalu. Salah satu bagian menuliskan sikap beliau yang menentang pembangunan PLTN. Alasannya adalah siapkah SDM kita untuk proyek yang membutuhkan presisi dalam segala hal? LL -Original Message- From: Awang Harun Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:06 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Sebenarnya, alam mungkin nomor dua terhadap bahaya PLTN ini, yang dikuatirkan adalah bagaimana kalau PLTN itu dibangun dengan bahan2 yang tak sesuai bestek-nya karena "dikorupsi" oleh yang berwenang. Banyak kan kasus proyek2 di Indonesia di-downgrade pembangunannya agar sebagian dananya bisa dirampas dan masuk kantong ? Sekolah2 Inpres saja dikorupsi pembangunannya, busway juga, apalagi proyek besar seperti PLTN. Jadi, sebaiknya Indonesia membereskan dulu penyakit korupsinya sebelum membangun PLTN, begitu kata Franz Magnis-Suseno, filsuf Dryarkara dalam suatu seminar tentang PLTN di Salatiga baru2 ini. Salam, awang -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, September 25, 2007 4:18 C++ To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Sehubungan dengan lokasi PLTN. Adakah yang tahu ttg Gunung Muria ini apakah sudah mati dapur magmanya atau cuan tidur saja (doormant) Lantas gimana kita bisa tahunya ? Apakah ada bukti fisis atau hanya model ? RDP -- http://rovicky.wordpress.com/ JOINT CONVENTION BALI 2007 The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/
RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Pak Rovicky, Penjelasan resmi tentang status Muria harus datang dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Bandung. Dari beberapa publikasi yang bisa dipercaya sebagai referensi seperti Neumann van Padang (1951) - "Indonesia". Catalog of Active Volcanoes of the World and Solfatara Fields; Tom Simkin dan Lee Siebert (1994)- Volcanoes of the World: A Regional Directory, Gazetteer, and Chronology of Volcanism During the Last 10,000 Years; dan Volcanic Program Smithsonian Institution, bisa disimpulkan bahwa Gunungapi Muria sedang tidur panjang (inactive, dormant). Gunungapi ini tak ada dalam daftar gunungapi aftif atau dormant di daftar PVMBG; mengindikasi bahwa gunung Muria bukan untuk dikuatirkan. Mengapa tidur panjang ? Letusan terakhirnya pada 160 BC +/- 300 tahun; jadi sudah sekitar 2000 tahun yang lalu. Mengapa tak dikategorikan gunungapi mati saja ? Tidak ada yang berani mencantumkannya begitu. Bagaimana kalau nanti tiba2 gunung ini batuk2 ? kan kita tak pernah tahu pasti apa yang terjadi di bawah sana. Penelitian terakhir dari Pak Prihadi et al (2005)- Geologi ITB dan rekan2nya dari BATAN " Volcanic Hazard Analysis for Proposed Nuclear Power Plant Siting in Central Java, Indonesia" menyimpulkan bahwa Gunung Muria aman, merupakan non-capable volcano for magmatic eruption in the near future. "Dalam waktu dekat tidak akan meletus" Berapa dekat, berapa jauh ? Tak ada data lanjutan, bisa ditanyakan langsung ke Pak Prihadi kalau diperlukan. Penelitian ini menggunakan data lama maupun data baru geohazard mitigation. Pengklasifikasian gunungapi sebagai mati-tidur-aktif didasarkan kepada periode letusan dan geokimia gunungapi sendiri (air kawahnya kalau membentuk maar, temperaturnya, temperatur & komposisi kimiawi magmanya), perubahan morfologi gunungnya. Di katalog gunungapi yang pernah dibuat P3G (Kusumadinata, 1979) dibedakan antara gunungapi yang meletus dalam masa sejarah (<1600 AD) dan sesudahnya. Yang dalam masa sejarah itu disebut gunungapi tidur. Kalau yakin, ada juga yang dibilang gunungapi mati (misalnya Gunung Karang di wilayah Anyer). Untuk Muria, kelihatannya data terbaru dari Pak Prihadi et al. itu bukan model, tetapi data fisik penelitian terbaru. Muria adalah gunungapi Plistosen dan morfologinya menunjukkan bahwa ia sudah tererosi tingkat lanjut (artinya memang ia gunung tua). Puncaknya yang high-K dipotong oleh beberapa kawah berarah utara-selatan, beberapa mengandung kubah lava. Lubang2 kepundan di sayap ditutup kubah lava, cinder cones (kerucut abu volkanik) dan maar (danau). Letusan terakhir 2000 tahun yang lalu itu membentuk tiga maar di sayap timurlaut dan tenggara. Umur gunung ini sebagai Plistosen masih menjadi bahan perdebatan, ada yang menyatakannya sebagai Holosen, atau bahkan beberapa ribu tahun yang lalu berdasarkan umur maar-nya. Yang lebih harus diwaspadai sebenarnya bukan reaktivasi volkanik, tetapi reaktivasi kegempaan, sebab Lasem Fault, sesar normal-strike-slip berarah BD-TL terdapat di wilayah Semenanjung Muria ini, sesar ini adalah splay sesar besar tua Muria-Kebumen. Gunung Muria dulu lahir melalui sesar besar ini sebagai back-arc volcanism (dibuktikan dengan high-K-nya, bukan tipe gunungapi hasil subduction; Hutchison, 1989). Sesar Lasem diindikasi bisa direaktivasi. Di samping itu, ada juga yang mengeplot sesar besar lain yang arahnya hampir BL-Tenggara memotong Semenanjung Muria sampai ke Merapi. Waktu gempa Yogya 27 Mei 2006, ada yang mengatakan gempa dirasakan di Jawa Utara oleh propagasi gaya melalui sesar Semenanjung Muria - Merapi ini. Mmengapa masyarakat Muria sendiri menolak pembangunan PLTN di Lemah Abang itu adalah selain ketakutan PLTN bocor, juga karena Muria dikeramatkan sebagai tempat makam salah satu Wali Sanga (Sunan Muria). Uniknya juga, Muria merupakan asal muasal tempat berkembangnya Kristen di Jawa Utara (zending Gereja Muria). Sebenarnya, alam mungkin nomor dua terhadap bahaya PLTN ini, yang dikuatirkan adalah bagaimana kalau PLTN itu dibangun dengan bahan2 yang tak sesuai bestek-nya karena "dikorupsi" oleh yang berwenang. Banyak kan kasus proyek2 di Indonesia di-downgrade pembangunannya agar sebagian dananya bisa dirampas dan masuk kantong ? Sekolah2 Inpres saja dikorupsi pembangunannya, busway juga, apalagi proyek besar seperti PLTN. Jadi, sebaiknya Indonesia membereskan dulu penyakit korupsinya sebelum membangun PLTN, begitu kata Franz Magnis-Suseno, filsuf Dryarkara dalam suatu seminar tentang PLTN di Salatiga baru2 ini. Salam, awang -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, September 25, 2007 4:18 C++ To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Sehubungan dengan lokasi PLTN. Adakah yang tahu ttg Gunung Muria ini apakah sudah mati dapur magmanya atau cuan tidur saja (doormant) Lantas gimana kita bisa tahunya ? Apakah ada bukti fisis atau hanya model ? RDP -- http://rovicky.wordpress.com/
RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?
Ada sebuah buku biografi mantan dekan FMIPA UI (Prof. Parangtopo) yang ditulis beberapa tahun lalu. Salah satu bagian menuliskan sikap beliau yang menentang pembangunan PLTN. Alasannya adalah siapkah SDM kita untuk proyek yang membutuhkan presisi dalam segala hal? LL -Original Message- From: Awang Harun Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:06 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Sebenarnya, alam mungkin nomor dua terhadap bahaya PLTN ini, yang dikuatirkan adalah bagaimana kalau PLTN itu dibangun dengan bahan2 yang tak sesuai bestek-nya karena "dikorupsi" oleh yang berwenang. Banyak kan kasus proyek2 di Indonesia di-downgrade pembangunannya agar sebagian dananya bisa dirampas dan masuk kantong ? Sekolah2 Inpres saja dikorupsi pembangunannya, busway juga, apalagi proyek besar seperti PLTN. Jadi, sebaiknya Indonesia membereskan dulu penyakit korupsinya sebelum membangun PLTN, begitu kata Franz Magnis-Suseno, filsuf Dryarkara dalam suatu seminar tentang PLTN di Salatiga baru2 ini. Salam, awang -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, September 25, 2007 4:18 C++ To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ? Sehubungan dengan lokasi PLTN. Adakah yang tahu ttg Gunung Muria ini apakah sudah mati dapur magmanya atau cuan tidur saja (doormant) Lantas gimana kita bisa tahunya ? Apakah ada bukti fisis atau hanya model ? RDP -- http://rovicky.wordpress.com/ JOINT CONVENTION BALI 2007 The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. - JOINT CONVENTION BALI 2007 The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. - JOINT CONVENTION BALI 2007 The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A