[mediacare] Dituduh Teroris, Walhi Anggap Australia Rasis
Kamis, 30 Agustus 2007 Dituduh Teroris, Walhi Anggap Australia Rasis JAKARTA --- Tuduhan teroris dari dunia Barat semakin terkuak kedoknya mengarah pada siapa pun yang tidak saja berpotensi merintangi misionaris dan kepentingan imperialis mereka. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) pun dikejutkan oleh tudingan Senator Australia, Ian McDonald, bahwa LSM yang getol melawan penjahat lingkungan itu dipengaruhi oleh kelompok teroris di Indonesia. ''Seluruh tuduhan itu tidak berdasar, sangat tendensius, rasis, antidemokrasi, manipulatif, dan antipluralisme. Kami minta pemerintah Indonesia melayangkan protes ke Senat Australia,'' kata Ketua Dewan Nasional Walhi, Johnson Panjaitan, dan Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Chalid Muhammad, dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (29/8). Walhi adalah organisasi lingkungan hidup terbesar di Indonesia yang memayungi 438 organisasi anggota. Ditegaskan Johnson, Walhi selalu memegang teguh nilai-nilai organisasi yang menghormati pluralisme, prinsip-prinsip demokrasi, antikekerasan, dan antiterorisme. ''Sangatlah menggelikan mengaitkan Walhi dengan organisasi teroris, karena selama 27 tahun Walhi mengkampanyekan masalah lingkungan kepada masyarakat luas, terbukti tidak melakukan kekerasan,'' ujar Johnson. *Sikap kerdil* Dalam pernyataan resminya di depan Parlemen Australia pada 9 Agustus 2007, Senator Ian McDonald menuduh Walhi beraliansi dengan organisasi teroris di Indonesia. Stigma ini sama dengan yang dituduhkan Presiden Direktur Newmont Minahasa Raya, yang digugat Walhi dalam kasus pencemaran Teluk Buyat, Sulawesi Utara, oleh limbah tambang emas mereka. Tuduhannya itu juga juga dilansir harian *The Straits Times* Singapura pada 22 April 2006. Walhi melihat kekerdilan pribadi seorang senator Australia yang ikut-ikutan asal tuduh tanpa kecermatan intelijen yang memadai. ''Upaya sistematik mendiskreditkan gerakan lingkungan secara membabi buta tidak akan menyurutkan gerakan Walhi untuk semakin kritis dan melawan setiap kejahatan lingkungan,'' kata Johnson. Upaya sistematik tersebut dimulai dengan gugatan balik Newmont terhadap sejumlah aktivis lingkungan di Manado (Sulut) dan Sumbawa (Sumbawa) atas pencemaran nama baik. Kemudian dilanjutkan dengan gugatan Presiden Direktur Newmont Minahasa Raya kepada wartawan *New York Times*, dan terkini dengan menuduh Walhi sebagai bagian dari jaringan teroris. ''Walhi tidak akan pernah surut dan pandang bulu memimpin perlawanan terhadap tindakan pihak manapun yang mengancam keselamatan rakyat dan lingkungan di Indonesia,'' imbuh Chalid Muhammad. Sedangkan Mabes Polri mengaku belum menerima laporan yang menyebutkan Walhi terrkait jaringan terorisme. Kalau pun informasi itu benar, Polri akan mempelajari faktor-faktor keterlibatannya. ''Informasi tetap kita tampung, sekadar masukan. Untuk membuktikan benar-tidaknya, banyak hal yang perlu dikaji,'' ujar Kadiv Humas Mabes polri, Irjen Sisnoadiwinoto. Di mata Polri, kata Sisno, tindakan dan sikap Walhi seperti LSM pada umumnya. Yakni menjalakan fungsi kontrol dan pengawasan sesuai bidang kajianya. (zam/ann/zak ) http://republika.co.id/koran_detail.asp?id=304994&kat_id=59 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Cegah Asing Kuasai Aset Negara
Rabu, 29 Agt 2007, *Cegah Asing Kuasai Aset Negara * JAKARTA - Banyaknya aset strategis nasional yang dikuasai asing dikritik sejumlah tokoh. Tak hanya merugikan perekonomian nasional, menurut mereka, pengalihan itu juga mencederai rasa kedaulatan bangsa. "Selama ini kita melihat terjadinya silent take over (pengambilalihan secara diam-diam) atas setiap aset nasional, tapi tak bereaksi," kata guru besar FE-UI Sri-Edi Swasono di Gedung Joeang '45, Jalan Menteng Raya, kemarin. Diskusi bertajuk "Penguasaan Aset Strategis Nasional Setelah 62 Tahun Indonesia Merdeka" itu juga menghadirkan sejumlah pembicara. Mereka, antara lain, mantan Ketua MPR Amien Rais, anggota DPD RI Marwan Batubara, dan mantan Sekjen Dephankam Letjen (pur) Yogi Supardi. Acara itu dipandu Koordinator Koalisi Antiutang (KAU) Kusfiardi. Menurut Sri-Edi, saat ini ada dua kelompok yang saling berseberangan di Indonesia. Kelompok yang satu bersikukuh menolak penjajahan dalam segala bentuk, sedangkan kelompok yang lain malah sengaja mengundang. Kelompok yang disebut terakhir itu, tegas Sri-Edi, adalah para pendukung privatisasi dan pengalihan aset BUMN kepada pihak asing. "Indosat yang dilepas ketika Men BUMN dipegang Laksamana Sukardi adalah contoh kebohongan publik yang sangat jelas," tegasnya. Alasan pemerintah yang menyatakan Indosat sebagai "sunset industry", lanjut Sri-Edi, sangat tidak masuk akal. Sebab, Indosat justru salah satu BUMN yang sangat produktif dan sehat. Tak kalah keras, Amien Rais menggugat ekspresi nasionalisme yang menurutnya sudah mengalami deviasi. "Soal badminton dan sepak bola kita bisa gegap gempita. Tapi, soal aset negara yang terampas dan BUMN yang dijual kepada asing, kita malah tenang-tenang saja," katanya.(pri) http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=301274 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Menakar Ulang Hak Pengusahaan Perairan Pesisir
Menakar Ulang Hak Pengusahaan Perairan Pesisir<http://indoprogress.blogspot.com/2007/08/menakar-ulang-hak-pengusahaan-perairan.html> M.Riza Damanik BELUM selesai dengan pro-kontra dari penetapan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan lahirnya Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UUPWP-PPK), yang disahkan pada tanggal 26 Juni 2007 lalu. Tidak berbeda dengan UUPM, UUPWP-PPK-pun mengeluarkan gebrakan baru, satu di antaranya adalah Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3). Dalam UU tersebut disebutkan, HP-3 merupakan hak pengusahaan atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut (Pasal 16), dengan masa waktu pengusahaan hingga 20 tahun, dan dapat diperpanjang kembali (Pasal 19). Dalam catatan panjang sejarah Indonesia, ini kali pertama negara memberikan landasan hukum atas pengusahaan wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Setidaknya, ada tiga hal mendasar yang perlu ditakar ulang dalam pemberian hak tersebut. Pertama, aspek pemenuhan hak atas perlindungan dan keselamatan warga negara dari ancaman bencana. Sudah menjadi pengetahuan setiap orang, bahwa wilayah Indonesia terletak di sepanjang jajaran gunung api (yang dikenal dengan ring of fire), serta pertemuan tiga lempeng bumi, yang secara alamiah telah menyebabkan Indonesia rawan bencana. Sebut saja bencana tsunami Aceh dan Yogyakarta, bencana banjir dan abrasi hampir di seluruh desa-desa pesisir, serta gelombang tinggi yang akhir-akhir ini semakin kerap melanda perairan Indonesia. Semua itu memberikan isyarat betapa rentannya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia terhadap bencana. Mencermati hal tersebut, sudah seharusnya UU ini mengedepankan prinsip perlindungan dan perlakuan khusus terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan berlandas pada pemenuhan hak warga negara atas kenyamanan dan keselamatan, serta menghindari kerugian yang lebih besar pasca terjadinya bencana. Keberadaan HP-3 dinilai akan menjadi kontra produktif dengan semangat negara dalam menjamin perlindungan dan keselamatan rakyat. Diberikannya jaminan perlindungan atas penguasaan kawasan rentan bencana kepada pelaku usaha – dalam luasan dan waktu tertentu – justru akan membatasi peran pemerintah dalam memenuhi kewajibannya. Belum lagi, tidak ada jaminan dari pemegang HP-3 untuk memenuhi tanggung-jawab mutlak (sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan hidup) atas dampak negatif yang ditimbulkan, seperti yang kerap terjadi pada sektor lain, seperti pertambangan dan kehutanan. Kedua, menakar untuk siapa sebenarnya sertifikat HP-3 diberikan. Dengan komposisi kemiskinanan yang masih mendominasi, serta taraf pendidikan yang juga masih sangat rendah, menjadi tidak relevan bagi masyarakat nelayan dan pembudidaya tradisional masuk ke dalam skema sertifikasi seperti yang diharapkan UU. Budaya birokrasi yang rumit, dan cenderung mahal mengisyaratkan penguasaan kegiatan usaha oleh pemilik modal besar justru akan mendominasi, sejalan dengan kemudahan yang diberikan negara, dan kemampuan pemodal memenuhi kebutuhan sertifikasi tersebut. Ketiga, menakar intensitas konflik perikanan terkait hak kepemilikan. Charles dalam bukunya Sustainable Fishery Systems (2001) menyebutkan, debat mengenai hak kepemilikan mencakup pertanyaan filosofis yang telah berlangsung sejak lama mengenai aspek legal, sejarah dan/atau kepemilikan, akses dan kontrol perikanan. Konflik ini sendiri cenderung, di antaranya, disebabkan perbedaan kepentingan terhadap beberapa bentuk kepemilikan perikanan, di antaranya: open-access, manajemen terpusat, hak pengelolaan kawasan, pengelolaan berbasis masyarakat, kuota individu, dan privatisasi. Keberadaan HP-3 disela-sela mekanisme pengelolaan yang bernuansa sektoral, desentralisasi, industrialisasi, serta diperhadapkan pada kebutuhan atas pengakuan eksistensi pengelolaan masyarakat, justru akan menjadi stimulus dalam meningkatnya intensitas konflik terkait hak kepemilikan. Apalagi, dengan keistimewaan yang dimiliki oleh sertifikat HP-3 yang dapat beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan ke bank (Pasal 20). Sudah sepatutnya Indonesia sebagai negara kepulauan, menjadikan sektor kelautan sebagai garda terdepan penyelamatan bangsa. Keberadaan HP-3 yang lebih besar mudharat-nya dari manfaat sewajarnya ditakar ulang. Dengan begini, lahirnya UUPWP-PPK, dapat dijadikan momentum pembenahan arah pembangunan kelautan nasional.*** M. Riza Damanik, Manager Kampanye Pesisir dan Laut, Eksekutif Nasional WALHI. Artikel ini sebelumnya dimuat di Majalah FORUM Keadilan: No. 18, 26 Agustus 2007 (halaman 46). Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Perjanjian EPA: Makin merdeka atau terjajah?
berdaulat," tegas Mashima. Puluhan juta petani kecil Indonesia pun sebenarnya paling dirugikan dalam EPA dengan Jepang. Pasalnya, devisa ekspor pertanian bukan dinikmati oleh buruh tani dan petani kecil dan nelayan kecil, tapi perusahaan agribisnis. Justru makin meningkatnya ekspor pertanian RI, makin mengancam kehidupan petani karena lahan-lahan pertanian jatuh ke tangan perusahaan tersebut. Bagi jutaan rakyat biasa di kedua negara, yang paling mungkin dilakukan tinggal bersama-sama mendelegitimasi kesepakatan EPA tersebut. Karena baik Pemerintah Indonesia maupun Jepang tidak memiliki legitimasi untuk menandatanganinya, karena bukan keinginan rakyat di kedua negara. Sebenarnya kesepakatan EPA ini nasibnya sama dengan invasi pasukan Jepang untuk menjajah Indonesia pada Perang Dunia II, karena sebenarnya rakyat di kedua negara tidak pernah menginginkannya. Memang, kolonialisme dan neo-kolonialisme tidak berbeda, dan keduanya bertentangan dengan jiwa proklamasi kemerdekaan Republik ini. Oleh Tejo Pramono Staf Pelaksana pada organisasi gerakan petani kecil internasional, La Via Campesina, Jakarta. http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/opini/1id19902.html -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Menguji Kritik SBY
bangsa-bangsa pinggiran untuk hanya mempunyai satu atau sangat sedikit produk utama untuk diekspor.Walaupun bukan kasus umum, praktik ini dianggap dapat memaksimalkan eksploitasi yang dibutuhkan oleh pusat, hingga berdampak pada pembentukan struktur sosial tertentu yang memengaruhi jalur komunikasi dan struktur perdagangan di sebuah wilayah. Banyak hal tersebut di atas,jika dimunculkan dalam ruang publik kerap dianggap terlalu mengada-ada.Sebab,bagi para menteri dan pembantu SBY, neoliberalisme telah menjadi school of thoughtdalam mengelola perekonomian di negeri ini. Mereka adalah para penganjur ekonomi pasar bebas yang militan sejak awal kali republik Indonesia dibangun. Kapitalisme-neoliberalisme adalah sebuah sistem yang telah membentuk sirkuit ketergantungan dan penghisapan sejak lama. Dan rezim ini dengan sadar berada dalam ritme permainan kotor itu sejak lama.Jika benar kesungguhan hati SBY mengkritik kapitalisme-neoliberalisme, secara jujur dan konsekuen pula SBY mestinya melakukan perubahan radikal dan mendalam. Jalannya, mendesain ulang arsitektur perekonomian nasional yang mampu memperbaiki struktur tata produksi dan tata konsumsi rakyat yang lebih adil dan menyejahterakan. Bukan membiarkan para menterinya terus-menerus menjadi komprador negara- negara pemberi utang.(*) Dani Setiawan Program Officer Sekretariat Nasional Koalisi Anti-Utang (KAU) http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/opini/menguji-kritik-sby-2.html -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Menggugat Karpet Merah Investor
hun 2002). Beleid tersebut dinyatakan tak memiliki kekuatan hukum mengikat karena memiliki semangat liberalisasi yang jelas-jelas berseberangan dengan apa yang sudah digariskan oleh UUD 1945. http://www.majalahtrust.com/hukum/hukum/1412.php -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Undangan Diskusi Bulanan Koalisi Anti Utang
Dengan Hormat, Hampir satu dekade krisis asia menyebabkan terjadinya krisis utang negara-negara asia tenggara termasuk Indonesia. Sampai saat ini krisis utang tersebut masih terjadi. Beberapa inisiatif penghapusan utang yang disepakati secara internasional antara lain HIPC dan MDRI pada tahun 2005, setelah sekian lama skema HIPC tidak mampu menyelesaikan permasalahan beban utang di negara miskin, selain disebabkan karena hanya beberapa negara yang memenuhi kriterianya, syarat yang menyertai pemberian penghapusan itu malah semakin memperpuruk ekonomi negara yang penerima. Beberapa syarat yang di berikan merupakan implementasi dari Consensus Washington. Sedangkan MDRI sampai sekarang juga tidak mampu banyak membantu. Indonesia sebagai negara yang tergolong Midle Income Country (MIC), tidak tergolong dalam kategori HIPC, sedangkan MDRI juga disertai syarat yang memberatkan negara penerima penghapusan utang. Untuk itu, kami bermaksud mengundang Bapak/Ibu sebagai Peserta dalam acara diskusi yang rencananya akan diselenggarakan pada: Hari/Tanggal : Selasa,07 Agustus 2007 Tempat : Seknas JATAM Jl. Mampang Prapatan II No. 30 RT 04/07Jakarta Selatan 12790 Waktu : Pukul 15.30 – 17.30 WIB Tema: "Repudiasi Utang Alternatif Keluar dari Krisis Utang" Narasumber : 1. Hendro Sangkoyo Demikian undangan ini kami sampaikan, atas perkenan dan perhatiannya kami haturkan terimakasih.Untuk informasi selanjutnya, dapat menghubungi Sdr/i : Dani Setiawan ( 08129671744) Tini .Bayanti ( 081586880065 ) Hormat Kami, Tini. Bayanti -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Batalkan utang baru di APBN-P 2007
Jumat, 03/08/2007 'Batalkan utang baru di APBN-P 2007' JAKARTA: Koalisi Anti Utang mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk tidak menyetujui penambahan utang yang diajukan pemerintah dalam APBN-P 2007 dan lebih memprioritaskan penghapusan komitmen utang yang belum dicairkan. Koordinator Pusat Koalisi Anti Utang Kusfiardi meminta DPR segera mengaudit utang lama yang masuk dalam utang haram (odious debt) sehingga dapat digunakan untuk mendapat penghapusan utang. "Hal ini seyogianya perlu dilakukan karena beban pembayaran utang luar negeri selama ini telah menggadaikan kesejahteraan rakyat," katanya dalam siaran pers yang diterima Bisnis kemarin. Dia beranggapan penambahan utang sebesar Rp2,8 triliun dalam APBN-P 2007 dan program privatisasi BUMN untuk menutup defisit anggaran selaras dengan Washington Consensus yang dipakai oleh kreditor internasional. "Pinjaman program yang awalnya direncanakan Rp16,3 triliun pada APBN 2007, membengkak menjadi Rp19,1 triliun, yang akan didapat dari ADB dan Bank Dunia," tuturnya di Jakarta kemarin. Menurut dia, dari total komitmen utang luar negeri pemerintah sebesar US$365 miliar, yang dapat dicairkan sampai akhir Juni 2005 hanya US$162 miliar. Kondisi tersebut menambah beban pemerintah dengan pembayaran commitment fee sebesar US$24 miliar hingga 2005. *Belum cair* "[Pembayaran] Ini tetap harus dilakukan meskipun total komitmen utang itu sebagian besar belum dicairkan. Penambahan uang baru ini jelas bukan solusi tepat." Sebaliknya, alokasi untuk membayar commitment fee dapat digunakan untuk menutup defisit APBN-P 2007. Kusfiardi menyatakan penambahan utang baru berupa utang program juga membuat pemerintah tidak mampu merumuskan kebijakan secara independen dan pro rakyat, karena acuan kebijakan telah dirumuskan oleh kreditor. "Utang program baik berupa multilateral maupun bilateral selalu disertai policy matrix yang mesti dipenuhi pemerintah untuk mencairkan utang," katanya. Selain itu, utang dari lembaga multilateral memiliki persyaratan untuk disbursment seperti no objection letter (NOL) yang ditentukan berdasarkan kepentingan kreditor. Hal ini, menunjukkan bahwa dalam transaksi utang luar negeri, pemerintah hanya sebagai bawahan kreditor internasional. Dia menambahkan pengelolaan utang oleh pemerintah saat ini jauh dari harapan dan hal ini terlihat dari ketidakmampuan pemerintah dalam menurunkan outstanding utang luar negeri. Jumlah outstanding utang luar negeri terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Pada 2004 sebesar US$5,23 miliar, sedangkan pada 2006 meningkat menjadi US$13,87 miliar. Dengan kondisi demikian, katanya, maka setiap tahun bunga utang akan terus meningkat. Oleh *Diena Lestari* Bisnis Indonesia -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Rencana Menambah Utang Diprotes
Rabu, 01 Agustus 2007 Ekonomi dan Bisnis Rencana Menambah Utang Diprotes *JAKARTA *-- Koalisi Anti-Utang memprotes rencana pemerintah menambah utang baru. Protes itu disampaikan Koalisi dengan berdemonstrasi di Departemen Keuangan kemarin. "Penambahan utang baru jelas sangat merugikan. Itu bertolak belakang dengan janji pemerintah mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri," kata koordinator aksi Koalisi, Dani Setiawan. Menurut dia, pinjaman program yang semula direncanakan Rp 16,3 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2007 meningkat menjadi Rp 19,1 triliun pada nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2007. Rencananya, tambahan utang itu akan diperoleh pemerintah dari Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia. Tambahan utang baru itu, Dani melanjutkan, bukanlah solusi yang tepat dan tidak bisa dibiarkan terjadi karena selama ini pencairan utang oleh pemerintah masih sangat rendah. "Yang sudah ada komitmennya saja tidak dicairkan, kok, mau menambah utang lagi. Itu kan tidak benar," katanya. *AGUS SUPRIYANTO* http://www.korantempo.com/korantempo/2007/08/01/Ekonomi_dan_Bisnis/krn,20070801,29.id.html -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Stop adding new debt, NGOs tell govt
*Stop adding new debt, NGOs tell govt* *The Jakarta Post*, Jakarta An anti-debt group is demanding the government stop adding debt to fund the state budget because they said most of the agreed loan commitments have not yet been disbursed. Coordinator of the Anti-debt Coalition Kusfiardi asked the government to forego borrowing Rp 2.8 trillion (about US$308 million) of program loans as per a proposed revision of the 2007 state budget. The new debt would raise total program loans from Rp 16.3 trillion to Rp 19.1 trillion. He said the country's foreign debt, including that owed to the International Monetary Fund, stood at US$365 billion in 2005, only $162 billion of which had been disbursed. "The government should focus more on eliminating undisbursed loans and stop adding new debt," Kusfiardi said. "The House of Representatives should also refuse the government's new debt proposal." He added the government had to pay commitment fees for the undisbursed loans, which further burdened the state budget from year to year. "Eliminating undisbursed loans can shift the allocation of commitment fees to help pay the state budget deficit," he said. The government could do this by asking creditors for a debt cut because Indonesia had faced many natural disasters lately. He said Indonesia should also seek debt reduction for loans the New Order regime had embezzled or used to pay commitment fees. "We urge the government to audit debts of the past, including odious debts, in order to get a debt cut," he said. "The government's debt payment has severely damaged the people's welfare." He said debts made it impossible for the government to formulate policies independently because creditors imposed a policy matrix among debt disbursement requirements. "The state budget should be able to correspond with the people's basic rights, such as education, health and public service," he said. "Adding more debts makes the government unable to formulate adequate state budgets. "We can see this from the education budget, which has never reached 20 percent as the Constitution has mandated." Ragwan Aljufri from Women's Solidarity also rejected the government's plan to add more debt. "The government should also consider gender in formulating the state budget," she said. "Adding new debts will diminish local economies and impoverish women." She said the government had failed to fulfill the people's basic rights, especially toward women's health. She cited 2006 data from the Health Ministry that showed 4,283 women had been diagnosed with uterine cancer and 2,993 with breast cancer. "Most women can't take care of their health because the hospital costs are very high," Ragwan said. "With only Rp 17.46 trillion or 2.2 percent for health in the state budget, the government definitely can't fulfill that basic need." She said the government could focus undisbursed funds on empowerment programs for women, including education and skills training. She said the government needed to allocate a special budget for female migrant workers because they were vulnerable to rape and sexually transmitted diseases. (*14*) http://www.thejakartapost.com/detailnational.asp?fileid=20070726.H01&irec=0 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] De Rato to Step Down in October
IMF MANAGING DIRECTOR De Rato to Step Down in October IMF Survey online June 28, 2007 Rodrigo de Rato, Managing Director of the International Monetary Fund (IMF), informed the IMF's Executive Board today that he will not be able to serve the full length of his mandate as Managing Director. He said he intends to leave the Fund in October following the conclusion of the 2007 Annual Meetings of the Boards of Governors of the IMF and World Bank Group. De Rato made the following statement on his decision to the Executive Board: "I have taken this decision for personal reasons. My family circumstances and responsibilities, particularly with regard to the education of my children, are the reason for relinquishing earlier than expected my responsibilities at the Fund. "My intention is to step down as Managing Director soon after the 2007 Annual Meetings and I wanted to share my decision with you as soon as I made it in order to provide the Board with reasonable time to appoint my successor. "While I take this decision for personal reasons, professionally it has not been an easy decision because, as you all know, I have the highest regard for this institution, its staff, its role in the global economic architecture, and its enviable ability to adapt to changing global circumstances to ensure that it can serve its members effectively. "Serving as the Managing Director of this distinguished institution has been one of the most professionally fulfilling positions that I have held. Indeed, it has been a great honor for me to serve the Fund and I will do so with the same endeavor and enthusiasm until my very last day," he said. *Medium-Term Strategy* "I would like to thank the Board and staff for their strong support and collaboration over the last three years. I am very proud of the work that we have done together and what we have achieved. "The Medium-Term Strategy builds on ideas put forward by the Board, the staff, as well as useful ideas from outsiders who care about the role and effectiveness of this institution. It enjoys broad support among the membership, and has provided us with a useful road map for reform. I am very proud that together we have already delivered on key elements of this strategy such as the first stage of the quota increase and our new surveillance framework. "I would like to assure you that I remain absolutely determined to make further progress on all aspects of the Medium-Term Strategy in the coming months, especially on quotas and voice, but also Fund income, crisis prevention, and on collaboration with the World Bank in low-income countries. "Indeed, I hope that my departure could provide an incentive for all of us to work together constructively and effectively with the membership over the next few months to try and accelerate the time table in these areas and ensure that we make significant progress by the time of the Annual Meetings." Following his meeting with the Board, de Rato added, "I am very touched by the expressions of support and understanding of our Board and our shared commitment to fulfill our agenda between now and the Annual Meetings." http://www.imf.org/external/pubs/ft/survey/so/2007/NEW0628A.htm -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Siaran Pers: 33 Tahun Negara Industri Maju Menghisap Negara Selatan, Cukup Sudah!
r (0812 967 1744)* -- [1] <#_ftnref1> G8 Summit 2007, Heiligendamm, *"**Growth and Responsibility in the World Economy"*, DRAFT Summit Declaration, Februari 2007. -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Ekonomi Merdeka
*Ekonomi Merdeka* Revrisond Baswir *Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM* Perbedaan antara terjajah dan dan merdeka tampaknya tidak memiliki makna apa-apa bagi sebagian besar ekonom. Dalam pandangan para ekonom yang saya sebut sebagai ekonom arus utama ini, identitas sebuah negara tidak memiliki makna lain selain untuk kepentingan statistik belaka. Akibatnya, ketika berbicara mengenai perekonomian sebuah negara, yang penting bagi mereka tidak lebih dari sekedar data-data statistik seperti luas wilayah, jumlah penduduk, Produk Domestik Bruto (PDB), pendapatan perkapita, jumlah uang beredar, volume anggaran negara, cadangan devisa, nilai kurs, dan seterusnya. Demikian halnya ketika berbicara mengenai perkembangan ekonomi, yang menjadi pusat perhatian mereka tidak lebih dari sekedar data-data statistik seperti pertumbuhan ekonomi, peran investasi, peran konsumsi, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan paling jauh mengenai tingkat pengangguran dan kemiskinan. Cara pandang seperti itu jelas sangat bertolak belakang dengan cara pandang para Bapak Pendiri Bangsa. Bung Karno, misalnya, ketika berbicara mengenai politik perekonomian Indonesia, secara jelas membedakan antara ekonomi kolonial dengan ekonomi nasional. Selanjutnya silahkan klik tautan dibawa ini http://kau.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=89&Itemid=3 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Ralat:Undangan Seminar Nasional “Prospek Penghapusan Utang Luar Negeri Pemerintah”
SEMINAR NASIONAL "Prospek Penghapusan Utang Luar Negeri Pemerintah" Utang Luar Negeri hingga saat ini masih menjadi persoalan yang tidak boleh diabaikan. Pembayaran bunga dan pokok utang menimbulkan dampak yang menyulitkan perekonomian nasional. Di sisi lain, peluang untuk mengurangi beban utang secara signifikan melalui penghapusan utang juga belum menemukan jalan keluar yang terang. Berkenaan dengan hal tersebut, Koalisi Anti Utang bermaksud mengadakan forum dialog mengenai topik ini untuk mendiskusikan peluang dan tantangan bagi upaya penghapusan utang di Indonesia. Selasa, 12 Juni 2007 R.Candi Prambanan, Hotel SAHID, Jl. Jend. Sudirman - Jakarta *Pukul 12.00 – 16.00 WIB * * * Narasumber 1. *Sri Mulyani/Menteri Keuangan* Tema : *"Kontribusi Debt Swap dan Reschedulling terhadap Beban Fiscal dan peningkatan kesejahteraan rakyat"* Pokok bahasan: 1. Mekanisme *debt swap* dan reschedulling yang sudah dijalankan pemerintah 2. Resiko politik dan ekonomi kebijakan Debt swap dan Reschedulling 3. Kebijakan debt swap dan kontribusinya bagi kemajuan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat * * 1. *Paskah Suzetta/Ketua PPN, Kepala Bappenas* Tema : *"Kinerja Proyek Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kontribusinya Bagi Perekonomian Nasional"* Pokok bahasan: 1. Evaluasi kinerja proyek utang luar negeri pemerintah 2. Daya serap proyek utang luar negeri dan dampaknya bagi pembangunan perekonomian nasional 3. Pembatalan proyek ULN dan signifikansinya bagi pengurangan beban anggaran nasional 1. *Revrisond Baswir/Tim Pakar Koalisi Anti Utang* Tema : *"Strategi alternatif Penghapusan Utang Luar Negeri yang dapat mewujudkan kemandirian ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat Indonesia"* Pokok bahasan: 1. Peluang dan strategi alternatif penghapusan Utang Luar Negeri pemerintah 2. Dampak utang terhadap kemandirian ekonomi nasional 3. Pengalaman praktek penghapusan utang negara-negara lain 1. *Hendri Saparini/Managing Director ECONIT* Tema : *"Strategi Kebijakan Fiscal tanpa utang luar negeri untuk menjalankan amanat konstitusi; mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum"* Pokok bahasan: 1. Dampak utang luar negeri terhadap kondisi fiscal dan Moneter 2. Alternatif kebijakan fiskal tanpa utang luar negeri Untuk informasi selanjutnya, dapat menghubungi sdr. Dani Setiawan/sdri. Tini Bayanti. Telp: 021 – 7919 3363 – 65. Hp: 0812 967 1744. Lembar Konfirmasi Nama :_ Lembaga :_ Alamat :_ Telp/Fax __ Kesediaan : Bersedia / Tidak Bersedia Jumlah :__ Lembar Konfirmasi Dapat dikirim melalui: Email: [EMAIL PROTECTED] Fax : 021-7941673 Selambat-lambatnya tgl 11 Juni 2007 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Menyimak ”Gerakan Independensi” Amerika Latin terhadap AS dan Neoliberalisme Global *
*Menyimak "Gerakan Independensi" Amerika Latin terhadap AS * *dan Neoliberalisme Global ** Beberapa waktu lalu beberapa pejabat dan pengamat menyampaikan kekhawatiran tentang kemungkinan terulangnya kembali krisis ekonomi di Indonesia, dengan melihat indikasi-indikasi ekonomi dan finansial yang bermiripan dengan yang terlihat menjelang Krisis Asia 1997-1998. Sembilan tahun silam, di tengah mayoritas peserta yang tersihir oleh neoliberal mainstream yang mendominasi pentas media massa, dalam sebuah diskusi di Tokyo saya menyatakan bahwa Krisis Asia sampai batas tertentu merupakan pembuktian dari "nubuwwat" teori dependensi (*dependency theory),* yang intinya menyatakan bahwa posisi negara-negara kapitalis pinggiran (*peripheral countries*) sangat lemah dan rentan (*fragile*), sehingga sewaktu-waktu dapat diruntuhkan oleh dinamika dan fluktuasi dalam sistem kapitalisme global. Selanjutnya silahkan telusuri link dibawah ini: http://kau.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=81&Itemid=3 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Fwd: [ForumSosialIndonesia] tolong... 3 mahasiswa ITS di DO gara2 demo lapindo
ggil diantanya: 1. Yuliani (Perencanaan Wilayah dan Kota – FTSP ITS) 2. Tomy Dwinta Ginting (Perencanaan Wilayah dan Kota – FTSP ITS) 3. Beny Ihwani (D-III Teknik Mesin – FTI ITS) Selanjutnya, Tomy Dwinta Ginting dan Beny Ihwani memenuhi panggilan pada hari Senin, 9 April 2007 pukul 15.00 WIB. Dan Yuliani yang sebelumnya sakit memenuhi panggilan kedua pada hari Jumat, 13 April 2007 pukul 15.30 WIB di ruang Pembantu Rektor III ITS. Di hadapan 5 anggota TPP yang diketuai oleh Prof. Dr. Taslim Ersam, MS (Guru Besar Kimia FMIPA ITS) itu, setiap orang diminta mengisi dan menandatangani puluhan pertanyaan terkait identitas lengkap mahasiswa, verifikasi aksi seminar jalanan, serta pertimbangan- pertimbangan lainnya. Dan menurut kami, hal tersebut mirip dengan proses pemeriksaan kepolisian. Ketua TPP Prof.Dr.Taslim Ersam, MS juga meminta kami orang tersebut menuliskan nama-nama seluruh peserta aksi lainnya, namun permintaan tersebut ditolak. Beberapa hari setelah pemanggilan, Pembantu Rektor III ITS, Dr. Ir. Achmad Jazidie, M. Eng., menyatakan di beberapa media bahwa mahasiswa yang dipanggil TPP terkait aksi seminar jalananan pada tanggal 6 Maret 2007 bisa dikenai sanksi berupa skorsing dan atau dicabut haknya sebagai mahasiswa ITS (Drop Out, DO). Menurut beberapa keterangan, sanksi akan dijatuhkan selambat-lambatnya 3 minggu lagi (minggu ke-13 perkuliahan). Dan perlu diketahui sanksi skorsing selama 1 semester juga pernah dijatuhkan oleh ITS pada 10 mahasiswa yang mengadakan kegiatan melebihi jadwal yang ditentukan oleh pihak Rektorat. Selain itu, sanksi skorsing 2 semester juga pernah dijatuhkan pada seorang mahasiswa yang menulis pamflet tentang "10 dosa besar Rektor ITS". Setelah memenuhi panggilan Tim Penyelesaian Pelanggaran (TPP) ITS tersebut, maka kami menyatakan: TPP ITS yang dibentuk pada 9 Maret 2007 melalui SK Rektor Nomor 1456.8/K03/KM/2007 itu merupakan bentuk pengalihan masalah. Sebab yang seharusnya dibentuk ialah tim untuk mengusut penyimpangan peran ITS dalam kasus semburan lumpur Lapindo, khususnya terkait proses dan hasil pendataan korban lumpur Lapindo di Porong. ITS telah memberangus kebebasan mahasiswa untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat. Bahkan untuk mengatur dan membatasi semua aktivitas mahasiswa, ITS membuat Peraturan Tata Kehidupan Kampus. TPP ITS atau Rektor ITS sekalipun tidak memiliki wewenang hukum untuk menyidik, mengadili, menghakimi para peserta aksi seminar jalanan atau bahkan memberi sanksi atas suatu perbuatan sebelum perbuatan tersebut dinyatakan melanggar hukum oleh pihak yang berwenang. Contact Person : Yuliani (085648027407, email: [EMAIL PROTECTED]) Tomy Dwinta Ginting (08563059408, email: [EMAIL PROTECTED] ) Beny Ihwani (085649550044) ** URGENT ACTION Terkait kasus ini, kami mohon dukungan dan solidaritas kawan-kawan media, organisasi massa demokratik dan individu progresif untuk mengirimkan surat protes, surat keprihatinan, somasi dll kepada ITS. Alamat ITS : Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Telp. : 031 – 599 4251-54, 594 7274, 594 7775, 594 5472 (Hunting) Fax : 031 – 5943358 (Kantor Rektor ITS), 5943357 (Kantor PR III bdg. KEmahasiswaan) Contact Person Prof. Dr. Ir. M. NUH, DEA (Rektor ITS lama) : 081 134 6504 Prof. Dr. Ir. Priyo Suprobo (Rektor ITS baru, sejak 13 April 2007) : 081 133 4029 Dr. Ir. Achmad Jazidie, M. Eng. (Pembantu Rektor III ITS lama) : 081 133 3017 Prof. Dr. Taslim Ersam, MS (Ketua TPP) : 081 330 731 952 Beberapa alamat instansi : § Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Alamat : Jl. Jend. Sudirman Pintu 1 Senayan Jakarta 10002 Telp. : 021 - 5731618 Fax. : 021 - 573 6870 Email : [EMAIL PROTECTED] § Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Alamat : Jl. HR. Rasuna Said Kav. 6-7 Kuningan Jakarta 12940 Telp. : 021 – 525 3006 Fax. : 021 – 525 3095 § Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Alamat : Jl. Latuharhary No. 4-B Jakarta 10310 Telp. : 021 – 392 5227-30 Fax. : 021 – 392 5227 Email : [EMAIL PROTECTED] Demikian siaran pers ini kami sampaikan. Kami ucapkan terima kasih atas semua dukungan dan solidaritas kawan-kawan. -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Wolfowitz dan Kredibilitas Bank Dunia
ta kelola yang bersih. Dengan begitu, secara etis pula mereka telah kehilangan legitimasi untuk memaksakan konsep pemerintahan dan tata kelola ekonomi yang bersih ke negara berkembang. Sebagai ganti, Indonesia dapat menggalang aliansi dengan negara-negara Asia (Timur/Pasifik) untuk membangun lembaga pendanaan pembangunan yang lebih kredibel dan sejajar. Proses inilah yang sedang diinisiasi negara-negara di Amerika Selatan, dengan Presiden Venezuela sebagai penggagas. Wilayah Asia jauh lebih berpotensi untuk mendirikan lembaga pendaaan ini karena banyak negara Asia yang ekonominya memasuki musim semi, seperti China, India, Korsel, Singapura, dan lain-lain. Pilihan ini merupakan investasi yang rasional untuk membangun keadilan dunia di masa depan. Ahmad Erani Yustika, PhD, dosen Fakultas Ilmu Ekonomi Unibraw, direktur eksekutif Ecorist (The Economic Reform Institute) http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=286185 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] UNDANGAN DISKUSI BULANAN KOALISI ANTI UTANG
*UNDANGAN DISKUSI BULANAN KOALISI ANTI UTANG ( KAU ) *** *JUM,AT, 25 MEI 2007 * Dengan Hormat, Dalam membahas globalisasi neoliberal, maka *Amerika Latin* menjadi penting untuk diperhatikan. Selain bahwa kawasan ini begitu dekat dengan jantung kekuasaan neoliberal (Amerika Serikat), juga karena disanalah eksperimen awal terhadap beragam kebijakan neoliberal dilakukan dan memanen beragam perlawanan. Melalui program Compensatory Funds, Venezuela kini telah muncul sebagai negara donor baru di Amerika Latin, menggantikan keberadaan IMF. Akibatnya, dilaporkan bantuan IMF di kawasan itu jatuh sebesar US$50 juta, atau kurang dari satu persen dari portofolio global, dibandingkan dengan 80 persen pada 2005. Dan tampaknya, kejadian ini akan terus berlanjut. Dan berbeda dengan lembaga-lembaga keungan internasional dan pemerintah negara-negara G-7, bantuan Venezuela ini tidak disertai dengan persyaratan apapun yang mesti dijalankan negara penerima bantuan. Untuk merspon hal tersebut, Koalisi Anti Utang (KAU) bermaksud menyelenggarakan diskusi bulanan sekaligus sebagai launching bulletin KAU Review yang akan diselenggarakan pada: Hari/Tanggal : Jum'at, 25 Mei 2007 Waktu : Pukul 15.00 – 17.00 WIB Tempat : Seknas Koalisi Anti Utang ( KAU ) Jl.Tegal parang utara No.14 Mampang prapatan (Walhi Office) Jaksel Narasumber 1. Dr. Syamsul Hadi (Dosen FISIP Universitas Indonesia) 2. Henry Saragih (Koordinator La Via Campesina) Tema diskusi : *"Kebijakan Ekonomi Amerika Latin Melawan IMF dan Bank Dunia"* Besar harapan kami bapak/ibu dapat meluangkan waktu dalam acara tersebut. Atas kesediaannya dan partisipasinya kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, Tini Bayanti Kontak Person : Tini 021-79193363-65 (081586880065) -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Bappenas kaji pengembalian utang Bank Dunia
Selasa, 15/05/2007 Bappenas kaji pengembalian utang Bank Dunia JAKARTA: Pemerintah masih melakukan sejumlah kajian terkait dengan permintaan Bank Dunia untuk mengembalikan utang sebesar US$4,7 (Rp42,3 miliar) juta yang dialokasikan buat sejumlah program dan proyek periode 2000-2005. Menneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta menyatakan permintaan Bank Dunia untuk mengembalikan utang tersebut akibat tidak terserapnya dana yang disediakan bagi sejumlah program dan proyek tersebut. �"Permintaan pengembalian dana tersebut lebih karena ketidaksiapan dan tak terserapnya dana yang disediakan Bank Dunia untuk proyek dan sejumlah program tersebut," tuturnya di Departemen Keuangan kemarin. Namun, Paskah menolak menjawab ketika ditanya tentang permintaan Bank Dunia untuk mengembalikan dana US$4,7 juta lebih karena adanya indikasi korupsi. Bank Dunia sebelumnya meminta agar pinjaman dana sebesar US$4,7 juta untuk proyek pembangunan infrastruktur di Departemen PU dikembalikan karena terindikasi dikorupsi. Paskah menambahkan lembaga keuangan internasional tersebut tidak menetapkan batas waktu untuk pengembalian dana tersebut. Ketika ditanya mengenai kemungkinan tambahan utang kepada ADB (Asia Development Bank) mengingat kemungkinan kenaikan defisit APBN 2007 dari target 1,1% PDB dari yang disepakati, Paskah enggan berkomentar. Sementara itu, Kusfiardi, Koordinator Nasional Koalisi Anti Utang, menilai upaya pemerintah untuk mengajukan utang baru dari ADB demi menutupi defisit APBN sebagai tindakan yang akan menambah beban baru. Oleh *Diena Lestari* Bisnis Indonesia http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/ekonomi-makro/1id5656.html -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Siaran Pers: Utang Baru ADB Tidak Relevan
*Siaran Pers* *Utang Baru ADB Tidak Relevan* * * *Jakarta 13 Mei 2007* , Usaha pemerintah untuk mencari utang baru dalam pertemuan tahunan ADB pada tanggal 4-7 Mei 2007 di Jepang tidak relevan. Karena evaluasi terhadap pelaksanaan proyek yang didanai oleh utang ADB hampir semuanya tidak dapat diserap sesuai dengan target bahkan beberapa proyek tidak terserap sama sekali (0%) meskipun sudah berjalan hampir 2 tahun. Hal ini disebabkan syarat ADB yang menyertai proyek tersebut memberatkan negara pengutang dan menguntungkan kreditor. Selain memberatkan negara pengutang transaksi tersebut juga tidak transparan serta tidak melibatkan rakyat wajar saja terjadi permasalahan dikemudian hari. Buruknya penyerapan utang dari ADB membuktikan bahwa selain tidak mampu menyelesaikan permasalahan beban utang luar negeri yang semakin menumpuk. Tidak terserapnya utang dari ADB menunjukkan buruknya kinerja pelaksanaan proyek oleh pemerintah. Selain itu utang dari ADB juga berkontribusi terhadap pemborosan anggaran karena selain terbebani dengan bunga utang dan commitment fee pemerintah juga harus membayar *back log* atau dana talangan untuk membiayai pelaksanaan proyek akibat lambatnya pencairan utang. Dana pemerintah yang digunakan untuk membayar back log proyek yang didanai utang ADB pada juni 2006 sebesar $US 12.20 Juta. Selain merugikan pemerintah pembayaran back log tersebut membuktikan bahwa pemerintah masih mempunyai ketercukupan dana untuk membiayai pembangunan, sehingga pengajuan utang baru oleh pemerintah patut dipertanyakan. Pengajuan utang baru dari ADB untuk menutupi devisit APBN tidak akan menyelesaikan permasalahan karena beban utang juga berkontribusi dalam menekan APBN sehingga terjadi devisit. Apalagi ditambah dengan utang baru, beban utang tersebut akan semakin berlipat. Dalam APBN 2007 saja pemerintah harus mengalokasikan 30% dari total APBN untuk membayar utang luar negeri. Akibatnya hak konstitusi rakyat sebagaimana diamanatkan konstitusi tidak terpenuhi. Dengan beban utang yang memberatkan APBN, persyaratan utang yang memberatkan disertai dengan kinerja pemerintah yang buruk. Pengajuan utang baru kepada ADB menjadi tidak relevan dengan keinginan pemerintah untuk mengurangi beban utang luar negeri.Pencairan utang baru tersebut membuktikan bahwa pemerintah layaknya residivis utang yang meskipun terbukti bahwa transaksi utang luar negeri merugikan negara pengutang selain itu beban utang luar negeri juga membebani rakyat karena pembayaran utang menyedot 50% dari pendapatan domestik yang berasal dari pajak serta tidak berkontribusi terhadap kesejahteraan rakyat. Namun pemerintah masih terus mengupayakan utang baru. Perilaku ini akan memperpuruk bangsa ini dalam jerat utang. *Kontak Person : Kusfiardi, Koordinator Nasional Koalisi Anti Utang (0811837389)* -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Manfaatkan Moratorium Utang LN Untuk Pendidikan
*Manfaatkan Moratorium Utang LN Untuk Pendidikan* * * Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memiliki peluang meningkatkan anggaran pendidikan hingga mencapai 20% sebagaimana diamanatkan UUD 1945, dengan memanfaatkan moratorium (penjadwalan) pembayaran utang luar negeri. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Fraksi PAN, Hakam Naja, dalam keterangan bersama sejumlah anggota DPR yang tergabung dalam Kaukus Pendidikan DPR, di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu. Selain Hakam Nadja, juga hadir Heri Akhmadi dan Agung Sasongko (PDIP), Nizar Dahlan (Bintang Pelopor Demokrasi/BPD) dan Slamet Effendi Yusuf [Golkar) serta Masduki Baidlowi (FKB). Hakam Nadja mengemukakan pemanfaatan moratorium (penjadwalan) pembayaran utang luar negeri itu merupakan langkah yang paling memungkinkan untuk memenuhi besarnya anggaran 20% sebagaimana amanat kosntitusi. "Ini cara yang paling mudah karena tidak memerlukan waktu panjang," katamya. Menurut dia, beberapa waktu lalu pasca bencana tsunami, sejumlah negara donor sudah menawarkan moratorium pembayaran utang. Namun hal itu tidak dimanfaatkan pemerintah karena alasan kredibilitas dan reputasi bangsa. Agung Sasongko dari Fraksi PDIP mengusulkan dana pendidikan bisa diambil dari para pengemplang BLBI yang jumlahnya mencapai Rp600 triliun dan juga memburu para cukong illegal logging yang merugikan negara sampai Rp400 triliun. "Dana ini sudah cukup untuk memenuhi anggaran 20% dari APBN," katanya. Heri Akhmadi yang juga Wakil Ketua Komisi X (bidang pendidikan) mengemukakan, sebanyak 37 anggota DPR membentuk Kaukus Pendidikan untuk mendesak pemerintah menganggarkan APBN untuk pendidikan 20 persen pada APBN 2008. Kaukus mengancam mengampayekan penolakan memilih Capres/Cawapres yang gagal memenuhi amanat UUD`45. "Karena itu, kita mulai mengkampanyekan jangan pilih Presiden yang tak peduli pendikan," katanya. Mengenai kemungkinan amendemen UUD 1945 yang mengurangi anggaran pendidikan, Heri mengatakan hal itu sangat tidak realistis karena pemerintah sama saja mundur seperti di era Orde Baru, dimana anggaran pendidikan hanya mendapat porsi kecil. "Kalau mau jadi bangsa kuli, ya memang anggaran pendidikan tidak perlu sampai 20%," katanya. Padahal, Malaysia sudah memberikan anggaran pendidikan sampai 27,8% dari APBN-nya atau hampir sekitar 7,8% dari Produk Domestik Bruto [PDB]. Indonesia hanya 3% dari PDB atau sekitar 11,8% dari APBN. "Di Indonesia, biaya pendidikan untuk satu murid SD dalam satu tahun hanya menyediakan 110 dolar AS atau satu juta rupiah. Sedangkan Malaysia, sudah mencapai 1980 dolar AS atau Rp19,8 juta, India sudah mencapai 390 dolar atau sekitar Rp3,9 juta," katanya. Nizar Dahlan mengemukakan, pihaknya akan dibicarakan persoalan ini dalam rapat Partai Bulan Bintang (PBB) karena masalah ini memang cukup serius. "Ini wacana menarik, karena itu saya akan mengusulkan untuk dibahas dalam rapat PBB dalam waktu dekat," katanya. Slamet Effendy Yusuf lebih menekankan penyediaan anggaran pendidikan unruk mendorong percepatan reformasi birokrasi pendidikan karena ketidakmampuan masyarakat memperoleh pendidikan menyebabkan kemiskinan struktural. "Karena kemiskinan itu sangat dekat kebodohan strukural juga," katanya. (*) Posted on 10/05/07 08:44 URL: http://www.antara.co.id/arc/2007/5/10/manfaatkan-moratorium-utang-ln-untuk-pendidikan -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] 'Reshuffle tak Perbaiki Ekonomi'
Senin, 07 Mei 2007 '*Reshuffle* tak Perbaiki Ekonomi' JAKARTA -- Perombakan (*reshuffle*) kabinet oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai tak menjawab kebutuhan rakyat. Menteri ekonomi yang dianggap gagal justru tetap menjabat. ''Bidang ekonomi tidak terlihat mendapat sentuhan pada *reshuffle* kali ini. Itu harus dicermati,'' kata Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, di Bandung, Ahad (6/5). Padahal, menurut dia, masyarakat sangat berharap ada perubahan dalam susunan tim kementerian ekonomi. Perubahan susunan di tim menteri ekonomi menjadi penting, katanya, selain karena kesejahteraan rakyat yang belum juga meningkat, PHK dan angka pengangguran pun masih tinggi. Perombakan kabinet semestinya bisa memberi harapan positif kepada masyarakat bahwa pilihan mereka saat pemilihan presiden tidak terlalu salah. Koordinator Koalisi Anti-Utang (KAU), Kusfiardi, menilai kinerja tim ekonomi sejauh ini tidak menampakkan hasil dan prestasi. Dia mencontohkan melonjaknya angka pengangguran menjadi 11,5 juta dan jumlah penduduk miskin yang mencapai 40 juta lebih. ''Harga kebutuhan pokok juga sangat tinggi, sehingga tak terjangkau oleh masyarakat luas,'' katanya. Pergantian kabinet, harapnya, erat kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Sementara, hingga kini Presiden sama sekali tak menyebut urgensi perubahan ini. ''Pergantian kabinet semata-mata untuk mengubah komposisi politik. Orientasi dan tujuan perubahannya, khususnya di bidang ekonomi, sama sekali tak terdengar.'' Pengamat ekonomi dari Indef pun pesimistis menanggapi perombakan kabinet. '' *Reshuffle* tidak *reshuffle*, ekonomi kita tidak akan berubah. Indonesia butuh terobosan di sisi implementasi,'' katanya. Menurut dia, terobosan utama adalah mempercepat belanja pemerintah dan daerah, terutama belanja modal dan barang yang di APBN 2007 mencapai Rp 145,3 triliun. Dua belanja ini memegang peran penting karena dampaknya terasa langsung, seperti pembangunan infrastruktur. Pemerintah juga diminta cepat menstabilkan harga bahan pokok. Setelah harga beras melonjak yang terjadi sejak akhir tahun lalu, sekarang minyak goreng ikut-ikutan melesat. Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Djimanto, mengatakan pengusaha minta pemerintah membuat iklim usaha yang bisa diprediksi dan stabil. ''Jangan banyak *error*-nya,'' kata Djimanto. Ketakpastian kondisi ekonomi dan kebijakan serta kesimpangsiuran aturan antara pusat dan daerah, membuat pengusaha sulit menghitung rencana bisnis. Dengan alasan itu, Djimanto meminta Presiden membentuk kabinet yang solid, prorakyat, dan propengusaha. ''Pengusaha itu objek. Ibarat konser musik, kalau dirijennya bagus, nanti musiknya juga bagus.'' (kie/evy/has ) http://republika.co.id/koran_detail.asp?id=292158&kat_id=3 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Siaran Pers Bersama: Reshuffle Harus Melepas Cengkeraman Neoliberalisme
*Siaran* *Pers Bersama * *Reshuffle Harus Melepas Cengkeraman Neoliberalisme* Presiden sudah berkomitmen untuk mewujudkan kemandirian perekonomian bangsa. Komitmen tersebut disampaikan setelah pemerintah mengakhiri kerjasama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan membubarkan Consultative Group on Indonesia (CGI). Komitmen Presiden untuk mewujudkan kemandirian ekonomi pasca hubungan dengan IMF dan CGI, membutuhkan perubahan kebijakan mendasar dibidang perekonomian. Komitmen Presiden tersebut harus melandasi keputusan politik dalam melakukan reshuffle kali ini. Presiden harus mampu membangun komposisi kabinet nantinya dengan orang-orang yang bisa membawa Indonesia keluar dari cengkeraman neoliberalisme. Keharusan untuk bisa keluar dari cengkeraman neoliberalisme merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi. Watak neoliberalisme dalam pemerintah sudah melahirkan kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi, UUD 1945. Kemudian berdampak pada tidak teratasinya permasalahan ekonomi yang ada saat ini. Para Menteri Bidang Ekonomi sebagai pemegang otoritas kebijakan yang ada sekarang adalah penganut neoliberalisme yang fundamentalis. Mereka menjalankan gagasan petumbuhan ekonomi yang mengandalkan utang luar negeri untuk menambal defisit dan ketergantungan pada investor asing. Kebijakan pertumbuhan ekonomi yang dijalankan para fundamentalis neoliberal di jajaran menteri bidang ekonomi saat ini, justru melahirkan kebijakan fiskal dan moneter yang terpasung oleh jebakan utang. Kondisi ini berbuntut pada PHK dalam jumlah besar di industri manufaktur, masyarakat kehilangan daya beli dan menyumbang pada kenaikan angka kemiskinan. Kinerja para fundamentalis neoliberalisme tersebut pada prinsipnya justru mengikis kemandirian perekonomian nasional. Oleh karena itu maka perombakan kabinet harus menyentuh tim ekonomi, yang terdiri dari Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Penteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian termasuk Menteri Energi Sumber Daya Mineral. Pergantian para menteri tersebut harus diikuti dengan menempatkan orang-orang yang memahami implementasi kebijakan yang menjadi mandat dari UUD 1945. Tujuannya untuk melaksanakan langkah mendesak yang harus segera dilakukan pasca reshuffle. Langkah tersebut adalah melakukan koreksi atas kebijakan produk intervensi IMF dan CGI, agar kebijakan yang memperburuk kualitas sosial dan perekonomian rakyat Indonesia bisa dihentikan. Para menteri bidang ekonomi pasca reshuffle, khususnya Menteri Keuangan, harus mengoreksi kebijakan liberalisasi ekonomi, pencabutan subsidi dan swastanisasi lewat privatisasi perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dan berfungsi menjalankan pelayanan umum. Kemudian diikuti dengan mengoreksi kebijakan anggaran negara (APBN) agar menjadi kebijakan yang sesuai dengan pemenuhan hak konstitusi rakyat. Kebijakan anggaran negara harus berkorelasi langsung dengan pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat 2), pengembangan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28C, ayat 1), mendapat pendidikan (Pasal 31, ayat 1 dan 2), hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H, ayat 1), jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat (Pasal 28H, ayat 3), pemeliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar oleh negara (Pasal 34, ayat 1) dan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (Pasal 34, ayat 3). Agar pemerintah memiliki kesempatan untuk mengalokasikan belanja negara demi pemenuhan hak konstitusi rakyat, maka para menteri bidang ekonomi, khususnya Menteri Keuangan, harus berusaha mendapatkan penghapusan utang. Untuk itu Menteri Keuangan harus mampu meyakinkan dunia internasional bahwa penghapusan utang merupakan bagian dari kebijakan untuk memajukan kehidupan sosial dan perekonomian rakyat Indonesia. Kemudian mengedepankan pula aspek pertanggungjawaban kreditor yang selama ini telah mengabaikan dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan yang mereka paksakan pada pemerintah Indonesia. Jakarta, 2 Mei 2007 *Agustin Pulungan (Wahana Masyarakat Tani Indonesia), Kusfiardi (Koalisi Anti Utang), Muzakir (HMI-MPO), Ray Rangkuti (LIMA)* -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] UNDANGAN PELIPUTAN PRESS CONFERENCE :Reshuffle harus melepas cengkraman neoliberalisme
UNDANGAN PELIPUTAN PRESS CONFERENCE BERSAMA No: 079/04/KAU/2007 Lampiran :- Perihal : Undangan Peliputan Kepada Yang Terhormat, *Kawan-kawan media cetak dan elektronik* Di Jakarta Niatan presiden pada saat membubarkan CGI, memberi angin segar terhadap harapan perubahan. Kemandirian ekonomi yang ingin diwujudkan, menghendaki perubahan mendasar dalam tataran kebijakan. Rencana Presiden untuk mereshuffle kabinetnya hendaknya dijadikan awalan untuk melepaskan diri dari belenggu neoliberalisme. Masih bercokolnya para penganut neoliberal dalam kabinet, akan sangat merintangi bangsa ini untuk lepas dari perangkap neoliberal dan mewujudkan kedaulatan ekonomi politik. Oleh karena itu untuk merespon rencana Presiden tersebut kami akan mengadakan press conference yang akan dilaksanakan pada: Hari/tanggal : Rabu, 2 Mei 2007 Tempat: Hotel Maharaja, Jl. Tendean Waktu : Pukul 14.00-16.00 WIB Tema :*Reshuffle harus melepas cengkraman neoliberalisme* Demikian undangan ini kami buat, atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan terima kasih Jakarta, 1 Mei 2007 *Kusfiardi* *Koordinator Nasional Koalisi Anti Utang (KAU)* * * * Turut Mengundang:* Agustin Pulungan (Wahana Masyarakat Tani Indonesia), Fajrul Rakhman, Franky Sahilatua (Budayawan), Ismet H. Putro (Masyarakat Profesional Madani), Muzakir (HMI-MPO), Ray Rangkuti (Lingkar Madani), Rieke Dyah Pitaloka. Kontak Person : *Dani Setiawan (08129671744)* -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Komnas HAM: Gratiskan Pendidikan
*Komnas HAM: Gratiskan Pendidikan* Kamis, 19 April 2007 | 02:08 WIB *TEMPO Interaktif*, *Jakarta*:Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah menggratiskan biaya pendidikan dasar sembilan tahun. Menurut Wakil Ketua Komnas HAM Zoemrotin K. Susilo, pembebasan biaya terutama diterapkan pada murid dari keluarga miskin. "Dengan pendidikan inilah (angka) kemiskinan bisa dikurangi," katanya dalam konferensi pers "Kampanye Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pendidikan yang Berperspektif HAM" di kantor Komnas HAM, Jakarta, kemarin. Turut hadir dalam acara itu penyanyi balada Franky Sahilatua, artis Rieke Dyah Pitaloka, dan para korban penggusuran Cengkareng Timur. Masyarakat miskin yang memperoleh pendidikan, dia melanjutkan, berkesempatan memiliki akses lebih luas untuk mendapat pekerjaan yang lebih layak, sehingga mereka bisa memperbaiki taraf hidup. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2006 diperkirakan sekitar 39 juta jiwa, sedangkan pada Februari 2005 jumlahnya 35,10 juta jiwa. Selama ini, kata Zoemrotin, pemerintah hanya membebaskan biaya bulanan (SPP), dan hanya berlaku di sekolah negeri. Padahal komponen biaya pendidikan mencakup uang masuk, buku, seragam, dan lain-lain. "Seharusnya semuanya gratis." Wakil Ketua Komisi Pendidikan Heri Akhmadi mengatakan, saat ini, anggaran pendidikan hanya 11 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara, jauh di bawah Malaysia, yang mencapai 28 persen. Ia mengakui anggaran pendidikan memang meningkat dalam dua tahun terakhir. Tapi APBN juga meningkat dalam jumlah yang sama. "Jadi keputusan Mahkamah Konstitusi itu mandul," katanya. *PRAMONO* http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/04/19/brk,20070419-98301,id.html -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Kebijakan utang pemerintah menuai kritik
Selasa, 17/04/2007 Kebijakan utang pemerintah menuai kritik JAKARTA: Sejumlah kalangan mengkritik keras keputusan pemerintah meraih sebanyak-banyaknya sumber pembiayaan melalui mekanisme utang kepada lembaga-lembaga donor untuk menjalankan program pengentasan kemiskinan. Mereka juga menyayangkan kenapa pemerintah sejak awal tidak terbuka dan transparan jika dari total Rp51 triliun biaya program pengentasan kemiskinan terintegrasi seperti dipatok APBN 2007, 70%-nya ternyata berasal dari utang milik lembaga donor. Presiden Direktur Indef Fadhil Hassan menyatakan fakta tersebut kembali memaksa publik untuk mengingat bahwa dua pekan sebelum Presiden membubarkan Consultative Group for Indonesia, pemerintah telah menekan satu perjanjian utang terbesar dengan Bank Dunia. "Jumlah-nya berapa, di deal itu kita belum tahu. Yang saya tahu, itu loan terbesar yang pernah kita teken dengan Bank Dunia. Dan loan itu untuk proyek pengentasan kemiskinan yang terintegrasi," ujarnya di Jakarta, kemarin. Belum ada pernyataan resmi dari Bank Dunia terkait informasi ini. termasuk berapa persisnya besaran utang-utang proyek yang diberikan lembaga pimpinan Paul Wolfowitz tersebut untuk membiayai program pengentasan kemiskinan di Indonesia. Pernyataan menyangkut 70% biaya program pengentasan kemiskinan 2007 berasal dari utang lembaga donor, yaitu Bank Dunia yang terbesar dan Jepang, datang dari Sekretaris Menneg PPN/ Kepala Badan Perencanaan Nasional Syahrian Loetan di Jakarta, akhir pekan lalu. Yuyun Harmono, Outreach Koalisi Anti Utang (KAU), juga menolak atas rencana pemerintah untuk membiayai defisit anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2007 melalui mekanisme pinjaman luar negeri. Anggota Komisi XI DPR Dradjad H. Wibowo (F-PAN) menyatakan Departemen Keuangan dan Bappenas belum pernah mengajak DPR membahas anggaran kemiskinan yang sumber pembiayaannya berasal dari utang. "Yang sampai ke Komisi XI jumlah agregatnya saja. Malah pernah Depkeu menyerahkan satu halaman saja yang berisi nama proyek, nilai utang dan kementerian-lembaganya. Bayangkan, hanya satu halaman penjelasan untuk utang senilai US$1 miliar lebih," katanya. Pada kesempatan lain, Menko Perekonomian Boediono yang ditanya pers mengenai anggaran kemiskinan yang 70%-nya berasal dari utang mengakui utang tersebut memang masih dipakai untuk tahun anggaran 2007. "Tapi itu hanya tahun ini, tahun depan mungkin akan kita tingkatkan dan mungkin memakai dana kita lebih banyak lagi, tapi ini kan kombinasi [biaya dari utang dan dari dalam negeri]. Tahun ini mungkin masih gunakan dana dari proyek," katanya. Boediono mengatakan pemerintah menginginkan agar pembiayaan program pengentasan kemiskinan lebih banyak berasal dari dalam negeri. Jadi tahun depan, meski tak menyebut detail, dia menjamin porsi utang untuk kemiskinan akan lebih sedikit. (Diena Lestari) Oleh *Bastanul Siregar* Bisnis Indonesia http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/ekonomi-makro/1id1629.html -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Siaran Pers :Utang Baru dalam APBN-P 2007, HARAM!
*Siaran Pers* * *** ** ** *Contact: Kusfiardi, Koordinator Nasional* *Telp: +6221 7919 3363, ** +62811837389** * *Email to; [EMAIL PROTECTED] * *cc: [EMAIL PROTECTED] ** * ** ** ** ** Utang Baru dalam APBN-P 2007, HARAM! *Jakarta, 13 April 2007*. Rencana pemerintah menambah pinjaman luar negeri baru dalam APBN-P 2007 sungguh tidak masuk diakal. Sebagaimana diketahui, untuk menambal 50% defisit anggaran sebesar Rp.56,9 triliun – Rp.75,87 triliun dalam APBN-P 2007, pemerintah akan menggunakan pinjaman baru melalui skema International Development Asistance (IDA), Bank Dunia. Rencana pinjaman baru tersebut akan dinegosiasikan oleh pemerintah dalam pertemuan tahunan IMF – Bank Dunia bulan April 2007 ini di Amerika Serikat. Kenyataan ini menunjukan bahwa pemerintah telah berlaku tidak jujur dalam menegakkan komitmen kemandirian ekonomi dengan mengurangi utang luar negeri. Pada tahun ini pemerintah Indonesia juga mendapatkan utang baru dari Jepang sebesar Rp.7,72 triliun untuk pembiayaan infrastruktur. Pencairan utang baru untuk pemerintah Indonesia tahun 2007 juga berasal dari Asian Development Bank (ADB) sebesar 200 juta USD untuk pembangunan kebijakan. Jumlah utang baru dari Jepang dan ADB tersebut tentu akan semakin mengakumulasi jumlah total utang luar negeri Indonesia yang sudah mencapai 128,36 juta USD pada kuartal ketiga 2006. Koalisi Anti Utang juga mencatat, total komitmen utang Jepang kepada Indonesia yang disetujui sampai tahun 2007 berjumlah Rp322,12 triliun. Hingga saat ini, dari 10 negara Asean, Indonesia merupakan negara penerima pinjaman terbesar dari pemerintah Jepang. Yaitu mencapai US$1,22 miliar atau 52% dari total bantuan. Koalisi Anti Utang memandang, kebijakan menutup defisit anggaran APBN-P 2007 dengan pinjaman baru dari Bank Dunia, Jepang dan ADB menunjukkan pemerintah masih *lips service *dalam* *menjalankan agenda kemandirian ekonomi. Terbukti saat ini pemerintah masih menggantungkan pembiayaan pembangunan dari dana utang luar negeri. Padahal kondisi anggaran Negara akibat besarnya beban pembayaran utang luar negeri pada tahun 2007 sudah sangat besar. Utang jatuh tempo sebesar Rp 80,88 triliun yang harus dibayar tahun ini, jelas akan mengorbankan porsi anggaran Negara (APBN) untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Koalisi Anti Utang menyatakan menentang rencana pemerintah untuk membiayai defisit anggaran APBN-P 2007 melalui pinjaman luar negeri. Termasuk pinjaman baru untuk membiayai bencana lumpur Lapindo. Koalisi Anti Utang juga mendesak agar pembahasan APBN-P 2007 oleh pemerintah dan DPR lebih memprioritaskan pemenuhan hak dasar rakyat ketimbang membayar utang. Hal tersebut dirasa penting mengingat diperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah pengangguran sebanyak 2,5 juta orang, angka memiskinan yang membengkak 3,1 juta jiwa akibat berbagai bencana alam serta 1,4 juta dari 12,9 juta anak usia 13-15 tahun belum nikmati bangku Sekolah Menengah pada tahun 2007 (tempointerkatif, 28 Maret 2007) Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2006 ini yang menaikkan defisit APBN seharusnya digunakan pemerintah untuk meminta penghapusan utang dan bukan menambah utang baru. Terkait dengan pembahasan APBN-P 2007 saat ini, Koalisi Anti Utang juga menyerukan kepada DPR untuk mendesak pemerintah untuk sungguh-sungguh mengupayakan pembatalan seluruh komitmen utang *(pledge)* dari kreditor bilateral maupun multilateral yang disepakati dalam sidang CGI terdahulu. Penghapusan seluruh komitmen utang dari kreditor tersebut adalah langkah lanjutan setelah pemerintah membubarkan CGI. Langkah berikutnya, DPR juga harus mendesak pemerintah untuk menegosiasikan pemotongan utang (*Hair Cut*) dan penghapusan utang (*Debt Cancellation*) kepada kreditor atas utang-utang masa lalu yang tidak sah/utang haram yang bukan menjadi tanggungan rakyat. Upaya ini harus ditempuh sebagai wujud kongkrit untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kemandirian ekonomi bangsa. *Selesai*. -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] NU dan neoliberalisme di Indonesia
ga mengalami komodifikasi dan eksploitasi kapital-politis-ideologis sehingga makin jauh dari citra, performance dan profil Islam yang beradab dan damai. Munculnya Islam radikal dan garang pada aksi terorisme dalam tragedi bom Bali, Jakarta, Ambon, Poso dan kota lainnya adalah bukti kuat atas komodifikasi dan eksploitasi ini. Karena itu, para ekonom, teknokrat dan intelektual epistemis liberal harus menyadari bahwa resistensi Islam tradisionalis NU dan masyarakat madani atas neoliberalisme menyimpan bom waktu di masa depan. Berbagai kebijakan Neoliberal yang substansinya adalah pengurangan subsidi, privatisasi dan liberalisasi ekonomi, sangat mungkin menjadi bumerang bagi kehidupan bangsa ini yang mayoritas Muslim dan hidup miskin. Suatu ketegangan dan konflik kepentingan antara kalangan Neoliberal dan civil society-Islam tradisional hampir pasti akan berlangsung di tengah jalan reformasi yang semakin terjal. Jika hal itu terjadi, saya khawatir sejarah pertarungan antara penerus neoliberalisme-neoimperialisme versus nasionalisme kerakyatan-populisme religius, sejatinya berulang kembali di Tanah Air, meski mungkin luput dari perhatian publik sehari-hari. Oleh *Herdi Sahrasad* Associate Director Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A57&cdate=07-APR-2007&inw_id=517798 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Mandiri Bersama SBY?
nginan untuk mandiri jelas akan menjadi retorika jika tidak diiringi dengan mengubah paradigma pengelolaan ekonomi yang bercorak neoliberal saat ini. Rencana pemerintah membatalkan utang dari beberapa kreditor, antara lain, ADB, Bank Dunia, Jepang, dan Denmark USD 370 juta, belum cukup membantu. Langkah berikutnya, pemerintah harus serius membatalkan seluruh komitmen utang (pledge) dari kreditor bilateral maupun multilateral yang disepakati dalam sidang CGI. Pembatalan seluruh komitmen utang dari kreditor tersebut adalah langkah lanjutan setelah pemerintah membubarkan forum CGI untuk mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan. Akhirnya, saya hendak menegaskan pidato presiden tentang kemandirian bangsa terlalu membosankan jika harus diulang pada awal tahun depan. Sebab, ongkos sosial, ekonomi, dan politik sudah terlalu mahal dibayarkan rakyat sebagai akibat kebijakan utang yang melahirkan ketergantungan. Dani Setiawan, program officer KAU (Koalisi Antiutang) di Jakarta http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=279057 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Pemodal Asing Bisa Kuasai Budidaya Ikan
Pemodal Asing Bisa Kuasai Budidaya Ikan Jakarta, kompas - Setelah adanya Undang-Undang Penanaman Modal, kalangan pembudidaya ikan mengkhawatirkan kemungkinan adanya penguasaan pemodal asing terhadap daerah pesisir. Pasalnya, dalam UU Penanaman Modal dimungkinkan pemodal asing untuk memperpanjang penguasaan sebidang tanah melalui hak guna usaha hingga maksimal 95 tahun. "Bila pemodal asing menguasai pesisir, sulit membangun perikanan Indonesia sebab pesisir merupakan lokasi perikanan budidaya, terlebih perikanan tangkap tak lagi menguntungkan," kata Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Shidiq Moeslim, Selasa (3/4) di Jakarta. Menurut Shidiq, jika pemodal asing menempati lahan strategis di pesisir, budidaya tambak udang, ikan, rumput laut, hingga keramba tak mendapat tempat. "Di luar Jawa, harga tanah per hektar hanya Rp 1 juta atau sekitar 110 dollar AS. Secara nominal, itu kecil bagi mereka (pemodal asing). Persoalannya, komitmen investasi (asing) sering tidak terealisir, sementara peruntukan lahan berubah," ungkap Shidiq. Pasal 22 Ayat 4 UU Penanaman Modal yang memuat substansi hak atas tanah sebenarnya mengatur pemberhentian atau pembatalan hak atas tanah bila perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai maksud dan tujuan pemberian hak atas tanah. "Saya ragu penegakan hukum dari regulasi itu. Banyak badan hukum Indonesia yang bergerak di perikanan, dengan modal dan keuntungan bagi asing, tidak bangun apa-apa. Bahkan terkesan seperti spekulan tanah," ungkap Wakil Sekjen MPN A Jauzi. Shidiq menambahkan, jika pesisir belum digarap secara optimal, jangan diartikan pengusaha nasional tidak tertarik, tetapi karena kurangnya modal. "Saya tekankan, daya saing perikanan budidaya hanya penguasaan atas sumber daya alam, yakni pesisir. Bila asing dengan tameng regulasi dibiarkan menguasai, tiada lagi daya saing Indonesia," kata Shidiq. Tahun 2006 produksi perikanan budidaya sebesar 2,16 juta ton, sedangkan perikanan tangkap sebesar 4,70 juta ton. (RYO) http://kompas.com/kompas-cetak/0704/04/ekonomi/3428431.htm -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Saya mimpi demokrasi & visi 2030
walaupun menurut formula bagi hasil hak mereka 15%. Sampai kini masih 40%, karena pelaksanaan ketentuan yang terkenal dengan istilah recovery cost harus diganti terlebih dahulu. Bagaimana mengubahnya? Tidak perlu menurut salah seorang ekonom. Pemilikan oleh siapa tidak penting, yang terpenting adalah manfaatnya. Lha ternyata sampai sekarang bangsa Indonesia hanya memperoleh manfaat 60%, itu bagaimana membalikkannya? Pengelolaan kekayaan alam juga sangat tidak transparan. Dalam APBN pos pemasukan dari sumber daya alam nonmigas, hanya US$500 juta. Terus Freeport mengklaim bahwa setorannya kepada pemerintah Indonesia US$1 miliar per tahun. Memangnya US$1 miliar per tahun buat bangsa Indonesia dari Freeport sudah adil, dan karena itu kepemilikan tidak penting? Untuk mewujudkan visi dan misi 2030 disebutkan: "Keseimbangan pasar terbuka dengan dukungan birokrasi yang efektif." Yang diartikan dengan istilah "keseimbangan pasar terbuka" itu apa? Pasar terbuka ya menghasilkan survival of the fittest. Terus yang seimbang apanya dan bagaimana mewujudkannya? "Perekonomian yang terintegrasi dengan kawasan sekitar dan global." Bisakah terjadi bahwa terintegrasinya berbentuk bangsa Indonesia yang di tengah pergaulan antarbangsa menjadi dan berfungsi sebagai kuli bagi bangsa-bangsa lain? Bukankah sekarang sudah demikian? Lagi-lagi, bagaimana membalikannya? Praktik korupsi yang begitu dominan dalam kemerosotan bangsa Indonesia dewasa ini sama sekali tidak disebut sebagai faktor penghambat utama. Sudahlah, saya tidak perlu meneruskannya, karena keinginan Yayasan Indonesia Forum kan hanya mimpi? Kata "mimpi" juga tercantum dalam bukunya yang saya sebutkan tadi. Saya lebih memilih yang lebih konkret ketimbang bermimpi, yaitu onani saja, karena lebih bisa dirasakan dan enak. Kalau Presiden memang mau bervisi sampai 2030 untuk anak cucu kita, karena buat kita in the long run we are all dead, pakailah Bappenas yang memiliki sekitar 800 orang pegawai, yang 400 di antaranya sarjana, termasuk yang bergelar PhD. Dari jumlah itu, ada sekitar 75 orang PhD jebolan universitas yang bermutu tinggi dari seantero dunia. Para sarjana di Bappenas sudah lama bekerja merumuskan visi sampai 2030. Sangat banyak kajian yang telah dirampungkan para sarjana di Bappenas, tetapi belum berani dipublikasikan, karena mereka ngeri ditertawai orang. Di antara para sarjana itu, ada yang bertanya apa mungkin dan apa ada gunanya membuat visi sampai 2030? Ada yang bahkan mengatakan jangan-jangan Bappenas, yang ingin jadi think tank, akhirnya menjadi sinking tank kalau berani bermimpi sampai 2030. Karena adanya kontroversi ini, berbagai produk Bappenas-yang jauh lebih bagus ketimbang Yayasan Indonesia Forum- masih ditahan. Ya memang begitulah manusia, semakin ada isinya semakin nunduk seperti padi yang sudah matang. Lain dengan tong kosong yang selalu nyaring bunyinya! Oleh *Kwik Kian Gie* Mantan Menneg PPN/Kepala Bappenas http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A01&cdate=02-APR-2007&inw_id=516562 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Siaran Pers KAU: Batalkan Pengesahan RUU PM
*Siaran Pers Koalisi Anti Utang (KAU)* *BATALKAN PENGESAHAN RUU PM* * * *Jakarta, 28 Maret 2007 * Rancangan Undang Undang Penanaman Modal (RUU PM) akan disahkan DPR RI pada tanggal 29 Maret ini. RUU Penanaman Modal ini adalah bagian dari upaya untuk meliberalisasi pengelolaan ekonomi nasional seperti halnya undang-undang sejenis sebelumnya. Proses pembahasan yang sangat tertutup dan dipaksakan menunjukkan bahwa RUU ini sarat akan kepentingan, baik dari partai politik, pemerintahan yang berkuasa, maupun kepentingan Negara-negara kreditor. Rencana pengesahan RUU PM menunjukkan rendahnya harga diri DPR dan Pemerintah yang mengabdi pada kuasa modal dan kepentingan asing. Koalisi Anti Utang (KAU) memandang bahwa pengesahan RUU penanaman modal adalah bentuk penjajahan secara diam-diam *(silent takeover)* atas kedaulatan ekonomi politik sebagai sebuah bangsa. Pengesahan RUU PM juga menunjukkan kebijakan yang paradoks terhadap komitmen kemandirian ekonomi, pengentasan kemiskinan dan mengingkari semangat konstitusi dan UUD 1945 tentang kewajiban negara melindungi dan mensejahterakan kehidupan rakyat. Koalisi Anti Utang (KAU) juga menyesalkan sikap angkuh dan watak komprador para anggota DPR dalam menanggapi kritik rakyat. Berkali-kali disebutkan oleh anggota Pansus RUU PM maupun komisi VI DPR RI, bahwa pengkritik RUU PM sebagai orang-orang yang tidak mengerti masalah. Mereka mengklaim bahwa RUU PM jauh lebih bagus ketimbang UU PMA No. 1/1967. Padahal, pasal-pasal yang terdapat di dalam RUU ini sama-sekali mengabaikan kepentingan ekonomi nasional dan jaminan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya hanya memfasilitasi kepentingan internasionalisasi modal di Indonesia. Lebih dari itu, RUU Penanaman Modal adalah upaya DPR dan pemerintahan SBY-JK menggadaikan kekayaan alam dan sumber-sumber agraria kepada investor asing. Sekaligus menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial hasil produksi negara industri maju. Dalam RUU ini, investasi sebagai penopang pembangunan dimaknai sebagai proses ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi semata. Pandangan ini mengandung banyak kelemahan, karena mengabaikan aspek keadilan distribusi dan cara produksi sehingga menciptakan jurang kesenjangan yang sangat lebar. Inilah awal petaka bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas miskin karena tidak mampu mengakses sumber daya alam, kesehatan, pendidikan, serta layanan publik lainnya. Kegagalan berbagai instrumen perundangan yang mengatur tentang permodalan asing dan undang-undang sektoral, dapat dilihat dari berbagai indikator semakin buruknya kwalitas kehidupan rakyat. Di antaranya jumlah penduduk yang berada di garis kemiskinan, jumlah konflik sumberdaya alam, bencana akibat perusakan lingkungan, dan banyaknya orang yang tergusur dan/atau belum menikmati jasa pelayanan umum. Di Indonesia, setidaknya ada 110 juta jiwa penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2 atau kurang dari Rp 18 ribu per hari. Sekalipun lingkaran kemiskinan itu sebagian disebabkan oleh struktur ekonomi warisan kolonial, hingga tingkat tertentu juga disebabkan oleh pengaturan yang menyimpang dari tujuan mensejahterakan rakyat. Oleh karena itu, Koalisi Anti Utang (KAU) mendesak DPR RI membatalkan rencana pengesahan RUU Penanaman Modal tanggal 29 Maret nanti. Kami juga mendesak pemerintah dan DPR lebih mendahului penyelesaian problem utama keterpurukan ekonomi nasional seperti dalam aspek fiskal dan moneter. Salah satunya mengenai persoalan utang luar dan dalam negeri. Kebijakan anggaran negara yang terjebak utang, menyebabkan pemerintah gagal memenuhi pembiayaan pembangunan infrastuktur maupun kebutuhan pelayanan hak dasar rakyat. Utamanya dalam konteks investasi, masalah domestik seperti ekonomi biaya tinggi, transparansi, kepastian hukum dan merupakan problem utama yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. Bukan dengan membuat Undang Undang baru yang jauh dari semangat kepentingan nasional dan sama sekali tidak berniat untuk mengkoreksi struktur ekonomi nasional warisan kolonial yang menindas rakyat. [ ] *Kontak* Kusfiardi: 0811 837389 Dani Setiawan: 0812 967 1744 Informasi selengkapnya dapat diperoleh melalui website Koalisi Anti Utang: www.kau.or.id -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Undangan Peliputan AKSI Tolak RUU Penanaman Modal Pesanan Penjajah, SBY-JK dan DPR Penjual Negara
Undangan Peliputan Kepada Yang Terhormat, Kawan-kawan Media Cetak dan Elektronik Di Tempat AKSI "Tolak RUU Penanaman Modal Pesanan Penjajah, SBY-JK dan DPR Penjual Negara" * * Pembuatan RUU PM yang dianggap pemerintah sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan kemandirian ekonomi adalah dusta belaka, pembuatan RUU ini adalah karpet merah investasi asing untuk menguras kekayaan alam dan eksploitasi buruh murah mengancam kedaulatan ekonomi dan politik, menguras sumber agraria serta bertolak belakang dengan industrialisasi nasional.dan yang jelas RUU Penanaman Modal memperpanjang sejarah penjajahan baru dan pemiskinan di negeri ini. *Unholly alliance* adalah persekutuan antara pemodal termasuk lembaga keuangan multilateral seperti ADB dan Bank Dunia, pemerintah rezim SBY-JK dan DPR. Jelas terlihat dalam upaya untuk mengesahkanbRUU ini karena merekalah aktor dibalik agenda liberalisasi melalui keluarnya kebijakan seperti Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Migas, Undang-Undang BUMN, atau yang terakhir adalah Undang-Undang APBN 2006 yang diputuskan melanggar konstitusi oleh Mahkamah Konstitisi, RUU-PM adalah tahap lanjutan dalam liberalisasi itu. Oleh karena itu kami yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Anti Penjajahan Baru mengundang kawan-kawan semua untuk begabung dalam aksi "Tolak RUU Penanaman Modal Pesanan Penjajah, SBY-JK dan DPR Penjual Negara" yang akan dilaksanakan pada: *Hari/Tanggal : Selasa, 27 Maret 2007* *Waktu : Pukul 10.00- selesai* Tempat : Gedung DPR RI Demikian undangan ini kami sampaikan atas keterlibatan dan perhatiannya kami sampaiakan terima kasih. Jakarta, 26 Maret 2007 *Koalisi Rakyat Anti Penjajahan Baru:* * * *Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Aliansi Buruh Menggugat (ABM), Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI),Solidaritas Perempuan (SP), Komisi Pembaruan Agraria (KPA), Koalisi Anti Utang (KAU), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Lembaga Studi dan Aksi untuk Demokrasi (LS-ADI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI),** Gerakan Mahasiswa Nasional Kerakyatan **(GMNK), API, PAPERNAS.* * * *Kontak Person :Toni (081390022262)* * Dani Setiawan (08129671744)* -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Lebih Kompromi pada Pemodal Asing
Selasa, 20 Mar 2007, *Lebih Kompromi pada Pemodal Asing* Pembahasan maraton di DPR terhadap RUU Penanaman Modal (PM) segera memasuki garis finis. Bila tidak ada aral melintang, RUU tersebut akan disahkan paripurna DPR Selasa besok (hari ini, Red). Namun, tidak semua pihak menyambut gembira hadirnya undang-undang tersebut. Sejumlah LSM, misalnya, memandang RUU itu merupakan produk kompromi politik antara pemerintah dan DPR yang mencerminkan perpanjangan tangan kepentingan asing. Koordinator Koalisi Anti Utang (KAU) Kusfiardi menjelaskan, semangat kompromistis itu terasa sangat mendominasi pandangan semua partai terhadap RUU Penanaman Modal. Apalagi, setelah disahkan, negara diwajibkan membentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang keberadaannya langsung di bawah presiden. Ardi - panggilan akrab Kusfiardi- menilai, salah satu penyebab "matinya" daya kritis partai politik terhadap RUU Penanaman Modal adalah hadirnya institusi penting itu. "Pimpinan BKPM itu nanti selevel menteri. Jelas saja banyak partai yang melihatnya sebagai peluang," katanya. Karena itu, dia memandang berbagai penyempurnaan redaksional pasal per pasal di draf RUU Penanaman Modal justru meneguhkan kesan keberpihakan DPR dan pemerintah kepada para pemodal asing. "Redaksionalnya memang lebih diperhalus, tapi rohnya tetap sama. Jalan bagi pemilik modal asing untuk melalap potensi alam dan aset nasional menjadi kian terbuka," katanya. Dengan keras, dia juga mengomentari berbagai fasilitas yang diberikan negara kepada investor, misalnya melalui pengurangan bea masuk impor untuk bahan baku produksi dan pajak pertambahan nilai (PPN). "Dengan fasilitas pajak seperti ini, tidak ada nilai tambah yang bisa diperoleh negara dari investor," jelasnya. Ardi melihat nuansa intervensi asing dalam pembahasan RUU tersebut sangat kentara. Mulai Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), Japan Bank For International Cooperation (JBIC), hingga utusan khusus Perdana Menteri Inggris Lord Powell yang menemui Jusuf Kalla (15 Maret lalu, Red) mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan RUU Penanaman Modal. "Mereka pasti tidak akan memaksa seperti itu bila tidak punya kepentingan," kecamnya. Dari sisi paradigma, lanjut dia, konstruksi RUU Penanaman Modal memang lebih berorientasi untuk menarik investasi asing sebesar-besarnya. "Akibatnya, Indonesia akan semakin bergantung pada kekuatan asing," ujarnya. Padahal, dominasi modal asing di Indonesia saat ini mencapai 70 persen. Indonesia juga menjadi tempat akumulasi modal spekulatif yang membuat perekonomian negara rapuh. Menurut dia, RUU tersebut akan memperlakukan pemodal, khususnya asing, bak majikan. Mereka akan mendapat persamaan perlakuan dengan pemodal dalam negeri. Pemodal juga bebas melakukan repatriasi (pemindahan dana keluar, Red), mendapat berbagai kemudahan pelepasan tanah dan insentif fiskal. "Ironisnya, DPR dan pemerintah sama sekali tidak memperhatikan potensi negatif yang sangat membahayakan keselamatan dan produktivitas rakyat serta kemandirian ekonomi nasional ini," tandas Ardi. (pri) http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=276724 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Undangan Peliputan Aksi Menolak RUU Penanaman Modal
Undangan Peliputan Aksi Menolak RUU Penanaman Modal * *Aksi Bersama *"Tolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanaman Modal"* Siapa Yang Melakukan? *Koalisi Rakyat Anti Penjajahan Baru* : Solidaritas Perempuan(SP) bersama SP Jabotabek, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Bina Desa, Debt Watch, E Law, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), KAU (Koalisi Anti Utang), Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Kelompok Perempuan untuk Keadilan Buruh (KPKB), International NGOs Forum for Indonesian Development (INFID), LBH Apik, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Pekerja Otomotif Indonesia (SPOI), Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), LS-ADI.dll Tempat Aksi? Gedung DPR-RI Jl. Gatot Soebroto - Jakarta Selatan Hari / Tanggal? *Selasa, 20 Maret 2007* Jam? *10.00 WIB-Selesai* Peserta Aksi? ± 200 orang Kontak Person? Hasmia (081380038949) Thaufiek (08121934205) Dani Setiawan(08129671744) -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Siaran Pers Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Koalisi Anti Utang (KAU)
Siaran Pers Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Koalisi Anti Utang (KAU), 16 Maret 2007 HENTIKAN INTERVENSI ASING TERHADAP RUU PENANAMAN MODAL Jakarta. Bangsa ini terbukti tak pernah bebas menentukan keputusan sendiri. Setelah Bank Dunia, Asian Development Bank dan Japan Bank For International Cooperation, giliran utusan khusus Perdana Menteri Inggris, Lord Powell mengintervensi penyusunan Rancangan Undang Undang Penanaman Modal (RUU PM). Saat bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (15/3/2007) di Jakarta, Lord Powell mendesak pemerintah segera menyelesaikan RUU PM. Peraturan yang banyak mendapat protes dan penolakan masyarakat tersebut, diharapkan menjadi jalan keluar segala "ganjalan" investasi di tingkat pusat dan daerah. RUU PM akan mengganti peraturan lama yang telah berusia 40 tahun lalu, yaitu UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (yang diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1970) dan UU Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (yang diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1970), tidak banyak memberikan kontribusi bagi kepentingan nasional. Penanaman modal asing yang diagung-agungkan sebagai penggerak utama ekonomi, malah semakin menjauhkan bangsa ini dari kemandirian ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Negeri ini makin bergantung pada kekuatan asing. Saat ini, dominasi modal asing mencapai 70%. Indonesia juga menjadi tempat akumulasi modal spekulatif yang membuat perekonomian negara rapuh. Setidaknya terdapat 110 juta jiwa penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2 atau kurang dari Rp 18 ribu per hari. Sepanjang 5 tahun terakhir, pertumbuhan angkatan kerja mencapai 6,9 juta jiwa lebih, dimana 2,8 juta tidak tertampung oleh lapangan kerja yang tersedia. Sayangnya, pemerintah dan DPR di Senayan tak banyak berubah. Mereka seolah buta dan tuli terhadap fakta di atas. Mereka malah menyusun RUU PM yang berpotensi membahayakan keselamatan dan produktivitas rakyat. RUU ini memperlakukan pemodal, khususnya modal asing, bak majikan. Mereka akan mendapat persamaan perlakuan dengan pemodal dalam negeri. Pemodal juga bebas melakukan repatriasi, mendapat berbagai kemudahan pelepasan tanah dan insentif fiskal hingga bebas nasionalisasi. Sedikitpun tidak nampak upaya sungguh-sungguh melakukan koreksi atas pengelolaan kebijakan ekonomi neoliberal selama ini. Ironisnya, pemerintah dan DPR RI yang harusnya mengubah secara mendasar subtansi RUU PM, justru ngotot segera mengesahkan. Mereka juga menolak melakukan konsultasi pubik yang dimandatkan UU No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. Mereka lebih patuh kepada pihak asing, yang secara gamblang disampaikan utusan khusus PM Inggris : mempercepat pengesahan RUU PM. Inggris adalah negara yang memiliki kepentingan sangat besar terhadap penanaman modal di Indonesia. Pada tahun 2005, mereka memiliki sedikitnya 104 proyek di berbagai sektor dengan nilai investasi terbesar kedua di negeri ini setelah Singapura. Dominasi modal asing telah menutup akal sehat pemerintah dan DPR Senayan. JATAM dan KAU memprotes keras dan menolak berbagai upaya intervensi yang dilakukan pemerintah Inggris dan pihak asing lainnya untuk mempercepat pengesahan RUU PM. Pemerintah dan DPR harus segera menghentikan pembahasan RUU tersebut dan segera melakukan perubahan sesuai mandat konstitusi negera.[ ] Kontak Media : *Luluk Uliyah (0815 9480 246), Dani Setiawan (0812 967 1744)* ** -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Kita butuh keberpihakan
Tajuk * * *Kita butuh keberpihakan* RUU Penanaman Modal tinggal ketok palu menjadi UU, menyusul kesepakatan Panitia Khusus DPR yang membahas rancangan undang-undang itu bersama pemerintah. Artinya, satu tahapan telah terlewati, setelah hampir bertahun-tahun paket RUU itu ngendon dalam tahap rancangan, bahkan sejak pemerintahan sebelum era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. RUU Penanaman Modal yang sebentar lagi disahkan menjadi undang-undang investasi yang baru itu-menggantikan UU PMA dan UU PMDN yang berlaku sejak era 1960-an-bernafaskan semangat "sama rata dan sama rasa": memberikan perlakuan yang sama kepada investor dalam negeri maupun investor asing. Artinya, tidak ada pembedaan antara penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Juga ditawarkan semangat "sama rasa dan sama rata" antara usaha besar dan usaha kecil, dengan memberikan medan pertarungan yang sama bagi si kuat dan si lemah. Lalu juga ditawarkan sejumlah insentif bagi investasi baru, yang bertujuan mendorong para investor agar lebih bergairah menanamkan uang mereka ke Indonesia, setelah bertahun-tahun ngambek. Perekonomian kita memang butuh sumbangan pertumbuhan investasi setidaknya 12% agar dapat tumbuh di atas 6% per tahun. Tetapi apakah persetujuan RUU Penanaman Modal itu bakal menjadi pendorong investasi seperti yang diharapkan? Masih banyak yang tampaknya harus diuji lagi di lapangan. Bolehlah dinyatakan bahwa regulasi penanaman modal yang baru ini tidak seliberal rancangan awalnya, namun sejatinya regulasi itu juga berpotensi menjadi arena bunuh diri bagi pelaku bisnis lokal, yang sebenarnya menjadi mesin pendorong ekonomi yang utama. Apalagi bagi usaha kecil dan menengah, yang umumnya tidak tercatat dalam statistik resmi Badan Koordinasi Penanaman Modal. Sebagai contoh adalah matinya sejumlah warung rumahan yang kalah bersaing dengan gerai minimarket di pelosok-pelosok perumahan. Begitu pula para pedagang di pasar tradisional yang terlibas oleh hipermarket asing maupun hipermarket dalam negeri sendiri, akibat tiadanya regulasi yang memberikan perlindungan maupun keberpihakan. Tegasnya, regulasi investasi yang bersifat "sama rasa dan sama rata" itu berpeluang hanya memberikan kenyamanan lapangan bermain bagi pelaku bisnis besar dan bermodal kuat ketimbang memihak kepada si lemah dan si kecil. Padahal, sejatinya di sektor usaha yang dibilang "kecil dan lemah" itulah lapangan kerja banyak terbentuk, baik formal maupun informal, yang bahkan kerap terlepas dari catatan resmi statistik negara. Itulah sebenarnya yang menjelaskan mengapa perekonomian tetap tumbuh, kendati sejak krisis 1997/1998 nyaris tidak ada investasi besar yang signifikan, apalagi dari luar negeri. Pesan seperti itulah yang ingin kita tekankan melalui harian ini. Janganlah terlalu banyak lagi berharap kepada investor asing sebagai penyelamat perekonomian nasional. Pemerintah pernah 'tertipu' saat krisis ekonomi 10 tahun lalu, tatkala terlalu meladeni keinginan kreditor asing yang disuratkan dalam letter of intent: membuat regulasi yang liberal dan memenuhi kebutuhan investor asing. Tetapi para investor asing yang sangat diharapkan itu tidak pernah datang, kecuali untuk mengambil alih aset-aset blue chip Indonesia dengan harga superobral. Keledai pun tak akan terantuk sandungan yang sama untuk kedua kalinya. Karena itu, kita ingatkan lagi perlunya keberpihakan yang jelas kepada potensi yang ada di dalam, bukan memburu yang belum jelas di luar. http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A12&cdate=16-MAR-2007&inw_id=513497 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Seruan Politik Koalisi Anti Utang: Tolak Pengesahan RUU Penanaman Modal!
Seruan Politik Koalisi Anti Utang (KAU) * * Tolak Pengesahan RUU Penanaman Modal! * * Pembahasan RUU Penanaman Modal di DPR sudah mencapai tahap akhir dalam waktu dekat ini RUU tersebut akan segera di sahkan. Dari sisi paradigma pembangunan rancangan undang-undang tersebut lebih menekankan pada upaya untuk menarik sebesar-besarnya investasi asing tanpa diiringi usaha untuk mengatur industri nasional sebagai alternatif meningkatkan pendapatan lewat investasi. Pengesahan RUU ini hanya akan semakin memperburuk masalah karena Investasi langsung (FDI) di Indonesia adalah corak investasi yang mengandalkan kedatangan industri yang tengah merelokasi usaha mereka karena kebijakan upah, pajak dan isu lingkungan di negara asalnya. Tidak mengherankan jika FDI yang datang dan bahkan keluar dari dan ke negara kita karena alasan-alasan pembanding ini. Sementara investasi tidak langsung (non FDI) pada pasar uang dan pasar saham telah menyebabkan perekonomian nasional disetir oleh spekulan uang dan saham. Pengalaman krisis 98 adalah bukti nyata betapa praktek liberalisasi keuangan dan modal telah menyebabkan kehancuran seluruh tatanan sosial ekonomi di Indonesia. Semangat liberal dalam RUU-PM juga mengesampingkan kepentingan nasional dan memberikan keleluasaan bagi investor untuk melakukan transfer dan repatriasi secara bebas. Pengesahan RUU Penanaman modal juga bukan didasarkan pada kebutuhan rakyat terutama tanggung jawab negara untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya sebagaimana diatur dalam konstitusi, pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat 2), pengembangan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28C, ayat 1), mendapat pendidikan (Pasal 31, ayat 1 dan 2), hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H, ayat 1), jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat (Pasal 28H, ayat 3), pemeliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar oleh negara (Pasal 34, ayat 1) dan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (Pasal 34, ayat 3). RUU-PM merupakan upaya negara untuk berpaling dari kewajiban konstitusionalnya dengan mengalihkan kewajiban itu kepada kuasa modal. Watak intervensi dalam pembuatan RUU-PM juga sangat terlihat dari tekanan lembaga kreditor seperti Bank Dunia, ADB dan JBIC serta negara-negara yang berkepentingan terhadap investasi di Indonesia seperti Jepang, inggris dan negara maju lainnya, RUU Penanaman Modal merupakan salah satu bagian dari paket perbaikan kebijakan iklim investasi yang dikeluarkan melalui Instruksi Presiden no.3 tahun 2006 yang salah satu programnya adalah mengubah Undang-Undang (UU) Penanaman Modal yang memuat prinsip-prinsip dasar, antara lain: perluasan definisi modal, transparansi, perlakuan sama investor domestik dan asing (di luar *Negative List) *dan *Dispute Settlement.* Paket perbaikan kebijakan ini didanai oleh Bank Dunia melalui utang program yaitu development policy loan (DPL) III,sebesar US$ 600 Juta, utang dalam bentuk *technical assistance* ini adalah utang jangka pendek yang mulai di sepakati sejak bulan desember 2006 dan berakhir pada bulan maret 2007, bank dunia adalah institusi yang secara operasional mendrive kepentingannya dalam liberalisasi semua lini ekonomi Indonesia. *Unholly alliance* jelas terlihat diantara para pembuat kebijakan dalam hal ini persekutuan antara pemodal termasuk lembaga keuangan multilateral, pemerintah dan DPR.Sejak lama, DPR terlibat cukup dalam bersama pemerintah untuk melancarkan agenda liberalisasi yang disokong oleh negara-negara kreditor dan perusahaan-perusahaan multinasional. Sebut saja misalnya Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Migas, Undang-Undang BUMN, atau yang terakhir adalah Undang-Undang APBN 2006 yang diputuskan melanggar konstitusi oleh Mahkamah Konstitisi, RUU-PM adalah tahap lanjutan dalam liberalisasi itu. * * *Oleh Karena itu Kami menyerukan kepada seluruh komponen rakyat untuk: * * * *1. **menyatakan menolak pengesahan RUU PM dan mendesak penghentian pembahasan RUU PM. * * * *2. **mengirimkan Surat Penolakan Terhadap Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal ini kepada Komisi VI DPR-RI melalui No Fax Sekretariat Komisi: 021-5756057* * * *3. **melakukan aksi-aksi penolakan * *4. **mendesak agar pengaturan investasi mengikuti amanat UUD 1945 untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan rakyat.* * * * * * * Jakarta, 16 Maret 2007 *Koalisi Anti Utang (KAU)* -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Seruan Politik Koalisi Anti Utang : Liberalisasi Ekonomi Lewat RUU PM Cukup Sudah!
kesejahteraan kepada rakyatnya sebagaimana diatur dalam konstitusi, pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat 2), pengembangan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28C, ayat 1), mendapat pendidikan (Pasal 31, ayat 1 dan 2), hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H, ayat 1), jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat (Pasal 28H, ayat 3), pemeliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar oleh negara (Pasal 34, ayat 1) dan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (Pasal 34, ayat 3). RUU-PM merupakan upaya negara untuk berpaling dari kewajiban konstitusionalnya dengan mengalihkan kewajiban itu kepada kuasa modal. Watak intervensi dalam pembuatan RUU-PM juga sangat terlihat dari tekanan lembaga kreditor seperti Bank Dunia, ADB dan JBIC serta negara-negara yang berkepentingan terhadap investasi di Indonesia seperti Jepang RUU Penanaman Modal merupakan salah satu bagian dari paket perbaikan kebijakan iklim investasi yang dikeluarkan melalui Instruksi Presiden no.3 tahun 2006 yang salah satu programnya adalah mengubah Undang-Undang (UU) Penanaman Modal yang memuat prinsip-prinsip dasar, antara lain: perluasan definisi modal, transparansi, perlakuan sama investor domestik dan asing (di luar *Negative List) *dan *Dispute Settlement.* Paket perbaikan kebijakan ini didanai oleh Bank Dunia melalui utang program yaitu development policy loan (DPL) III,sebesar US$ 600 Juta, utang dalam bentuk *technical assistance* ini adalah utang jangka pendek yang mulai di sepakati sejak bulan desember 2006 dan berakhir pada bulan maret 2007, bank dunia adalah institusi yang secara operasional mendrive kepentingannya dalam liberalisasi semua lini ekonomi Indonesia. *Unholly alliance* jelas terlihat diantara para pembuat kebijakan dalam hal ini persekutuan antara pemodal termasuk lembaga keuangan multilateral, pemerintah dan DPR.Sejak lama, DPR terlibat cukup dalam bersama pemerintah untuk melancarkan agenda liberalisasi yang disokong oleh negara-negara kreditor dan perusahaan-perusahaan multinasional. Sebut saja misalnya Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Migas, Undang-Undang BUMN, atau yang terakhir adalah Undang-Undang APBN 2006 yang diputuskan melanggar konstitusi oleh Mahkamah Konstitisi, RUU-PM adalah tahap lanjutan dalam liberalisasi itu. * * *Oleh Karena itu Kami menolak dan mendesak penghentian pembahasan RUU PM. Dan mendesak perubahan paradigma neoliberal dalam pembangunan serta menuntut perubahan terhadap pengaturan investasi yang merupakan turunan amanat UUD 1945 untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan rakyat*. *Kami Mengharapkan anda berpartisipasi dalam upaya menolak disahkannya RUU Penanaman Modal untuk menghindari semakin diperparahnya kondisi bangsa lewat kebijakan liberalisasi disemua lini ekonomi akibat kuasa modal**.* * * *Layangkan Surat Penolakan Terhadap Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal ini.* * * No Fax Sekretariat Komisi VI DPR-RI: 021-5756057 "Kedaulatan Ekonomi Politik Negara Ini Ditangan Anda Jangan Serahkan Pada Kuasa Modal dan Intervensi Asing" -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com
[mediacare] Petaka RUU Penanaman Modal
bisa dilakukan sembarangan. Sedikitpun tidak nampak peluang untuk mengoreksi secara total RUU PM saat ini, sehingga mampu menjawab tiga masalah sekaligus, yakni soal kesejahteraan rakyat, penyediaan lapangan kerja, serta mengoreksi kebijakan ekonomi neoliberal warisan kolonial. Yang terjadi justru sebaliknya, aroma transaksi politik kekuasaan hingga tekanan dari lembaga kreditor diarahkan untuk mempercepat pengesahan RUU PM tepat di awal-awal tahun ini. Banyak orang di Republik ini mungkin beranggapan proses tersebut lazim terjadi di lembaga negara yang satu ini. Sejak lama, DPR terlibat cukup dalam bersama pemerintah untuk melancarkan agenda liberalisasi yang disokong oleh negara-negara kreditor dan perusahaan multinasional. Sebut saja Undang-Undang (UU) Sumber Daya Air, UU Ketenagalistrikan, UU Migas, UU BUMN, atau yang terakhir UU APBN 2006 yang diputuskan melanggar konstitusi oleh MK, khususnya mengenai alokasi anggaran pendidikan 20%. Jika demikian kenyataannya, apa lalu makna kemandirian dan kedaulatan ekonomi bagi pemerintah dan DPR? Oleh *Dani Setiawan* Program Officer Koalisi Anti Utang http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A57&cdate=14-MAR-2007&inw_id=512972 -- Yuyun Harmono Outreach Koalisi Anti Utang (KAU)/Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang Utara No.14 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Telp. 021-79193363,Fax. 021-7941673, Hp. 081807867506 website : www.kau.or.id blog : antiutang.wordpress.com