Not read: [Re: Nasionalis dan Agamis]

1999-07-21 Terurut Topik Tengku Zainil Isman
 winmail.dat


Not read: [Re: Nasionalis dan Agamis]

1999-06-15 Terurut Topik Mantha Suparman
 winmail.dat


Not read: RE: [Re: Nasionalis dan Agamis]

1999-06-14 Terurut Topik Desiree Tilaar
 winmail.dat


Re: [Re: Nasionalis dan Agamis]

1999-06-13 Terurut Topik Nasrullah Idris

Pokoknya kita harus mengambil pelajaran dari TURKI.
Karena sering bentroknya kelompok agamis dan kelompok nasionalis sehingga
sering menimbulkan masalah.


Salam,

Nasrullah Idris


From: yuni windarti <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Monday, June 14, 1999 8:06 AM
Subject: Re: [Re: Nasionalis dan Agamis]


Bung Andrew,

Dalam agama lain memang diatur bahwa agama adalah agama, pemerintahan atau
politik tidak ikut didalamnya.Tetapi dalam agama Islam, pemerintahan,
politik,
hubungan dengan manusia hubungan dengan Tuhan, ekonmi dan
lainlainnya...adalah diatur. Islam mengatur kehidupan umatnya
dari
sebelum tidur, bangun tidur, kegiatan selama bangun sampai menjelang tidur
lagi.  Itulah Islam, tidak ada pemisahan antara agama, pemerintahan, dll.



Re: [Re: Nasionalis dan Agamis]

1999-06-13 Terurut Topik Lutfi M.

Saya tidak melihat adanya konteks email anda dg. email sebelumnya.
Email sebelumnya menyatakan "rules"/aturan yg. perlu dikerjakan dan tentang
tidak adanya dikotomi Politik-agama dalam Islam, sementara email replynya
menyatakan tentang takdir (= ketentuan Tuhan, diketahui oleh manusia setelah
sesuatu terjadi).  Nggak nyambung tuh.

> --
> From: Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Sent: Monday, June 14, 1999 9:33 AM
> Subject:      Re: [Re: Nasionalis dan Agamis]
>
> Kalo udah gini...tanggapan pada kalimat terakhir membuat saya jadi
> ingat
> waktu tugas ke lapangan (ke desa)  semasa kuliah. Saya bertanya kepada
> seorang petani tentang mengapa ia bisa gagal total dalam panen.
> Jawabnya,"Sudah takdir, Mas!!!". Kalo udah giniwhat can I say?
>
> Wassalam,
> Efron
>
> -Original Message-
> From:   yuni windarti [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Sent:   Monday, 14 June, 1999 8:07 AM
> To: [EMAIL PROTECTED]
> Subject:Re: [Re: Nasionalis dan Agamis]
>
> Bung Andrew,
>
> Dalam agama lain memang diatur bahwa agama adalah agama, pemerintahan atau
> politik tidak ikut didalamnya.Tetapi dalam agama Islam, pemerintahan,
> politik,
> hubungan dengan manusia hubungan dengan Tuhan, ekonmi dan
> lainlainnya...adalah diatur. Islam mengatur kehidupan umatnya
> dari
> sebelum tidur, bangun tidur, kegiatan selama bangun sampai menjelang tidur
> lagi.
>
> Itulah Islam, tidak ada pemisahan antara agama, pemerintahan, dll.
>
> Salam
> Yuni
>
>

 application/ms-tnef


Re: [Re: Nasionalis dan Agamis]

1999-06-13 Terurut Topik Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Kalo udah gini...tanggapan pada kalimat terakhir membuat saya jadi ingat
waktu tugas ke lapangan (ke desa)  semasa kuliah. Saya bertanya kepada
seorang petani tentang mengapa ia bisa gagal total dalam panen.
Jawabnya,"Sudah takdir, Mas!!!". Kalo udah giniwhat can I say?

Wassalam,
Efron

-Original Message-
From:   yuni windarti [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Monday, 14 June, 1999 8:07 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:        Re: [Re: Nasionalis dan Agamis]

Bung Andrew,

Dalam agama lain memang diatur bahwa agama adalah agama, pemerintahan atau
politik tidak ikut didalamnya.Tetapi dalam agama Islam, pemerintahan,
politik,
hubungan dengan manusia hubungan dengan Tuhan, ekonmi dan
lainlainnya...adalah diatur. Islam mengatur kehidupan umatnya
dari
sebelum tidur, bangun tidur, kegiatan selama bangun sampai menjelang tidur
lagi.

Itulah Islam, tidak ada pemisahan antara agama, pemerintahan, dll.

Salam
Yuni

"Andrew G. Pattiwael" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Jangan lupa juga bung,

Mayoritas tidak boleh melupakan Minoritas
Minoritas tidak boleh melupakan Mayoritas

Esensi dari kalimat diatas adalah saling menghormati dan saling kerjasama
antar kedua belah pihak.

Dan kepada golongan Agamis (MUI, PGI/KWI, Walubi, Hindu)
Jangan menjadi 'Corong Pemerintah' lagi, tetapi jadilah 'Corong Umat'
Pemerintah tidak boleh mencampuri lagi urusan keagamaan.


Andrew Pattiwael


On Sun, 13 Jun 1999, Nasrullah Idris wrote:

>  Harus diakui bahwa kelompok Nasionalis dan kelompok Agamis di
Indonesia
> merupakan kekuatan real. Mengabaikan yang satu oleh yang lain hanya akan
> menghambat pembangunan/pemerintahan. Dalam menghadapi era globalisasi,
> kondisi ini akan membuat bangsa kita terperosok pada kemisikinan, yang
> gilirannya memancing bangsa asing bersikap leluasa terhadap kita. Meskipun
> bukan dalam bentuk penguasaan teritorial, namun esensi imperalisme sudah
> terbentuk.
>  Karakteristik khas dari partai di Indonesia yang berlandaskan
> nasionalis maupun
> berlandaskan agamis masing-masing adalah di dalamnya kenyataan banyak
tokoh
> yang
> agamis dan nasionalis.
>  Sejarah sudah membuktikannya. Bagaimana pengabaian pihak yang satu
oleh
> pihak lain di Indonesia hanya menghasilkan rentetan ketegangan.
>  Hendaknya jangan diulangi lagi.
>
>
> Salam,
>
> Nasrullah Idris
>



Get your own FREE, personal Netscape WebMail account today at
http://webmail.netscape.com.



Re: Nasionalis dan Agamis

1999-06-13 Terurut Topik Ichwan Ramli

Bung Acu, memperjuangkan aspirasi ataupun "values" agama tidak hanya di
pemerintahan.
Ia bisa melalui opposisi yang efektif di parlemen. Bisa langsung terjun ke
masyarakat seperti LSM, melalui pendidikan masyarakat di media massa ataupun
forum-forum kajian formal dan informal. Saya malah curiga dengan mereka yang
terus menjual sentimen agama untuk berkuasa. Apa bukan karena takut
kehilangan proyek atau kenikmatan duniawi lainnya ?

Salam,

- Original Message -
From: Nasrullah Idris <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Sunday, June 13, 1999 7:29 PM
Subject: Nasionalis dan Agamis


>  Harus diakui bahwa kelompok Nasionalis dan kelompok Agamis di
Indonesia
> merupakan kekuatan real. Mengabaikan yang satu oleh yang lain hanya akan
> menghambat pembangunan/pemerintahan. Dalam menghadapi era globalisasi,
> kondisi ini akan membuat bangsa kita terperosok pada kemisikinan, yang
> gilirannya memancing bangsa asing bersikap leluasa terhadap kita. Meskipun
> bukan dalam bentuk penguasaan teritorial, namun esensi imperalisme sudah
> terbentuk.
>  Karakteristik khas dari partai di Indonesia yang berlandaskan
> nasionalis maupun
> berlandaskan agamis masing-masing adalah di dalamnya kenyataan banyak
tokoh
> yang
> agamis dan nasionalis.
>  Sejarah sudah membuktikannya. Bagaimana pengabaian pihak yang satu
oleh
> pihak lain di Indonesia hanya menghasilkan rentetan ketegangan.
>  Hendaknya jangan diulangi lagi.
>
>
> Salam,
>
> Nasrullah Idris
>



Re: [Re: Nasionalis dan Agamis]

1999-06-13 Terurut Topik yuni windarti

Bung Andrew, 

Dalam agama lain memang diatur bahwa agama adalah agama, pemerintahan atau
politik tidak ikut didalamnya.Tetapi dalam agama Islam, pemerintahan, politik,
hubungan dengan manusia hubungan dengan Tuhan, ekonmi dan
lainlainnya...adalah diatur. Islam mengatur kehidupan umatnya dari
sebelum tidur, bangun tidur, kegiatan selama bangun sampai menjelang tidur
lagi. 

Itulah Islam, tidak ada pemisahan antara agama, pemerintahan, dll.

Salam
Yuni

"Andrew G. Pattiwael" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Jangan lupa juga bung,

Mayoritas tidak boleh melupakan Minoritas
Minoritas tidak boleh melupakan Mayoritas

Esensi dari kalimat diatas adalah saling menghormati dan saling kerjasama
antar kedua belah pihak.

Dan kepada golongan Agamis (MUI, PGI/KWI, Walubi, Hindu)
Jangan menjadi 'Corong Pemerintah' lagi, tetapi jadilah 'Corong Umat'
Pemerintah tidak boleh mencampuri lagi urusan keagamaan.


Andrew Pattiwael


On Sun, 13 Jun 1999, Nasrullah Idris wrote:

>  Harus diakui bahwa kelompok Nasionalis dan kelompok Agamis di Indonesia
> merupakan kekuatan real. Mengabaikan yang satu oleh yang lain hanya akan
> menghambat pembangunan/pemerintahan. Dalam menghadapi era globalisasi,
> kondisi ini akan membuat bangsa kita terperosok pada kemisikinan, yang
> gilirannya memancing bangsa asing bersikap leluasa terhadap kita. Meskipun
> bukan dalam bentuk penguasaan teritorial, namun esensi imperalisme sudah
> terbentuk.
>  Karakteristik khas dari partai di Indonesia yang berlandaskan
> nasionalis maupun
> berlandaskan agamis masing-masing adalah di dalamnya kenyataan banyak tokoh
> yang
> agamis dan nasionalis.
>  Sejarah sudah membuktikannya. Bagaimana pengabaian pihak yang satu oleh
> pihak lain di Indonesia hanya menghasilkan rentetan ketegangan.
>  Hendaknya jangan diulangi lagi.
>
>
> Salam,
>
> Nasrullah Idris
>



Get your own FREE, personal Netscape WebMail account today at 
http://webmail.netscape.com.



Re: Pro status quo & anti reformasi (was: Re: Nasionalis dan Agamis)

1999-06-13 Terurut Topik FNU Brawijaya

Mas...mas.kayak mau deklamasi...hehehe

Irwan Ariston Napitupulu wrote:

> Sekedar melengkapi:
> Mayoritas penduduk Indonesia adalah petani/nelayan.
> Mayoritas penduduk Indonesia berpendidikan rendah.
> Mayoritas penduduk Indonesia miskin secara ekonomi.
> Mayoritas penduduk Indonesia adalah wanita.
>
> Mereka tampaknya terlupakan selama masa orde baru.
> Mereka kini telah berteriak, bersuara lantang, menyampaikan
> keinginannya yg tercermin dalam pemilu 1999 kali ini.
> Kepolosan mereka adalah kekuatan mereka.
>
> Akankah kita kini berbuat jahat kembali ke mereka
> seperti yg telah terjadi semasa rejim orde baru?
> Akankah kita kini menyangkali lagi keinginan sederhana
> mereka, keinginan yg datang dari hati yg tulus, jiwa yg
> polos?
>
> Sering kita berteriak reformasi, sering kita berteriak
> kedaulatan ada di tangan rakyat, sering kita berteriak
> anti status quo.
>
> Kini saatnya kita perhatikan dan penuhi keinginan mereka.
> Suara keinginan mereka telah disampaikan pada kotak2
> suara. Kita bisa mendengarkan suara mereka dari
> hasil perhitungan suara.
>
> Jangan lagi kecewakan rakyat, jangan lagi bodohi rakyat,
> jangan lagi memanipulasi suara rakyat. Kedaulatan
> tertinggi ada ditangan rakyat dan mereka telah tunjukkan
> hal tersebut melalui pemilu 1999 yang lalu.
>
> Menentang suara rakyat dengan dalih apa pun bagi saya
> tindakan tersebut tidak lebih baik bahkan bisa dikategorikan
> sebagai tindakan2 pro status quo, anti reformasi, dan subversi
> karena membahayakan kelangsungan kehidupan bernegara
> akibat mengabaikan suara rakyat.
>
> Semoga hal ini menjadi bahan perenungan bagi mereka
> yg sebentar lagi akan menuju ke Senayan untuk memilih
> presiden yg baru.
>
> Waktu nantilah yg akan membuktikan, apakah mereka
> yg berteriak2 anti status quo dan pro reformasi malah
> ternyata terjebak pada pola pikir pro status quo, dan
> anti reformasi yg sebenarnya?
> Kita yg akan menjadi saksi dari peristiwa bersejarah ini.
>
> jabat erat,
> Irwan Ariston Napitupulu

--
Salam,
Jaya


--> I disapprove of what you say, but I will
defend to death your right to say it. - Voltaire

   \\\|///
 \\  - -  //
  (  @ @  )
oOOo-(_)-oOOo---
FNU Brawijaya
Dept of Civil Engineering
Rensselaer Polytechnic Institute
mailto:[EMAIL PROTECTED]
Oooo
   oooO (   )
  (   )  ) /
   \ (  (_/
\_)



Pro status quo & anti reformasi (was: Re: Nasionalis dan Agamis)

1999-06-13 Terurut Topik Irwan Ariston Napitupulu

Sekedar melengkapi:
Mayoritas penduduk Indonesia adalah petani/nelayan.
Mayoritas penduduk Indonesia berpendidikan rendah.
Mayoritas penduduk Indonesia miskin secara ekonomi.
Mayoritas penduduk Indonesia adalah wanita.

Mereka tampaknya terlupakan selama masa orde baru.
Mereka kini telah berteriak, bersuara lantang, menyampaikan
keinginannya yg tercermin dalam pemilu 1999 kali ini.
Kepolosan mereka adalah kekuatan mereka.

Akankah kita kini berbuat jahat kembali ke mereka
seperti yg telah terjadi semasa rejim orde baru?
Akankah kita kini menyangkali lagi keinginan sederhana
mereka, keinginan yg datang dari hati yg tulus, jiwa yg
polos?

Sering kita berteriak reformasi, sering kita berteriak
kedaulatan ada di tangan rakyat, sering kita berteriak
anti status quo.

Kini saatnya kita perhatikan dan penuhi keinginan mereka.
Suara keinginan mereka telah disampaikan pada kotak2
suara. Kita bisa mendengarkan suara mereka dari
hasil perhitungan suara.

Jangan lagi kecewakan rakyat, jangan lagi bodohi rakyat,
jangan lagi memanipulasi suara rakyat. Kedaulatan
tertinggi ada ditangan rakyat dan mereka telah tunjukkan
hal tersebut melalui pemilu 1999 yang lalu.

Menentang suara rakyat dengan dalih apa pun bagi saya
tindakan tersebut tidak lebih baik bahkan bisa dikategorikan
sebagai tindakan2 pro status quo, anti reformasi, dan subversi
karena membahayakan kelangsungan kehidupan bernegara
akibat mengabaikan suara rakyat.

Semoga hal ini menjadi bahan perenungan bagi mereka
yg sebentar lagi akan menuju ke Senayan untuk memilih
presiden yg baru.

Waktu nantilah yg akan membuktikan, apakah mereka
yg berteriak2 anti status quo dan pro reformasi malah
ternyata terjebak pada pola pikir pro status quo, dan
anti reformasi yg sebenarnya?
Kita yg akan menjadi saksi dari peristiwa bersejarah ini.


jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu



Re: Nasionalis dan Agamis

1999-06-13 Terurut Topik Andrew G. Pattiwael

Jangan lupa juga bung,

Mayoritas tidak boleh melupakan Minoritas
Minoritas tidak boleh melupakan Mayoritas

Esensi dari kalimat diatas adalah saling menghormati dan saling kerjasama
antar kedua belah pihak.

Dan kepada golongan Agamis (MUI, PGI/KWI, Walubi, Hindu)
Jangan menjadi 'Corong Pemerintah' lagi, tetapi jadilah 'Corong Umat'
Pemerintah tidak boleh mencampuri lagi urusan keagamaan.


Andrew Pattiwael


On Sun, 13 Jun 1999, Nasrullah Idris wrote:

>  Harus diakui bahwa kelompok Nasionalis dan kelompok Agamis di Indonesia
> merupakan kekuatan real. Mengabaikan yang satu oleh yang lain hanya akan
> menghambat pembangunan/pemerintahan. Dalam menghadapi era globalisasi,
> kondisi ini akan membuat bangsa kita terperosok pada kemisikinan, yang
> gilirannya memancing bangsa asing bersikap leluasa terhadap kita. Meskipun
> bukan dalam bentuk penguasaan teritorial, namun esensi imperalisme sudah
> terbentuk.
>  Karakteristik khas dari partai di Indonesia yang berlandaskan
> nasionalis maupun
> berlandaskan agamis masing-masing adalah di dalamnya kenyataan banyak tokoh
> yang
> agamis dan nasionalis.
>  Sejarah sudah membuktikannya. Bagaimana pengabaian pihak yang satu oleh
> pihak lain di Indonesia hanya menghasilkan rentetan ketegangan.
>  Hendaknya jangan diulangi lagi.
>
>
> Salam,
>
> Nasrullah Idris
>