Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Indi Soemardjan

Begini lho, mas Saeful

saya masih ingin berdebat kepada anda mengenai adanya kontradiksi yang
saya anggap penting dalam argumen anda. kontradiksi-nya terletak
diantara:

-negara Islam yang mengambil makna Al Quran sebagai undang2 (menurut
tafsir tentunya).

-negara Demokrasi yang memakai wakil rakyat untuk bersama2 membuat
undang2.


coba jelaskan lagi bagaimana keduanya bisa dicampur: seperti minyak dan
air.

menurut saya pribadi:
demokrasi bukan itu "bukan hanya" seperti yang anda ceritakan kemarin:
"tukang becak datang duluan dia duduk disab paling depan(pertama),
pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak
boleh melangkahi untuk duduk didepan,  Imam/Pemimpin  shalat kalau salah
bisa dirkoreksi oleh uang mammum." (seperti yang anda ceritakan
kemarin).

melainkan,

demokrasi mempunyai aplikasi yang lebih dalam dari yang anda ungkapkan,
yaitu:
demokrasi adalah sistim kenegaraan yang mencakup pembuatan undang2
bersama atas konsep "mob rule" atau "majority rule" (sementara konsep
negara Islam tidak mengakui "mob rule" dengan adanya Al Quran atau
"Words of One God: Allah")

saya rasa dugaan saya mengenai adanya kontradiksi dalam argumen anda
sudah cukup mudah/sederhana untuk dimengerti, bukan?

Anda juga bertanya:
Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama islam ?
trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ?

saya hanya takut dengan adanya kontradiksi yang anda suguhkan kepada
negara sehingga saya minta penjelasan anda ttg. pembuatan undang2 secara
"demokrasi" di jaman kejayaan Islam dulu.

saya mendapat trauma? apakah mental trauma atau physical trauma?
Trauma itu timbul karena hal yang tidak diduga yang telah terjadi pada
seseorang.
Berhubung masalah dari kontradiksi ini belum benar2 terjadi (mudah2an
tidak akan terjadi), maka saya tidak bisa mengakui adanya trauma
terhadap politik Islam/demokrasi dalam diri saya.
Yang ada hanya rasa was2 dan takut munculnya permasalahan dalam
kontradiksi yang anda suguhkan tadi.

INDI


Rachman, Saeful (Exchange - PTI) wrote:

 Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
 Lima belas abad yang lalu sjeak Islam berdiri sudah melalkuan
 demokrasi bisa dibuktikan dengan masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar
 ra dan
 Khalifah Umar ra
 Ilima belas abad yang lalu Islam sudah menghapuskan
 perbudakan,
 Amerika baru satu abad jih

 dalam keseharian demokrasi Islam bisa dilihat dalam shalat
 jumat
 bejamaah, tukang becak datang duluan dia duduk disab paling
 depan(pertama),
 pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak
 boleh
 melangkahi untuk duduk didepan,  Imam/Pemimpin  shalat kalau salah
 bisa
 dirkoreksi oleh uang mammum

 Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama
 islam ?
 trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ?



Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Togu TML Tobing
Beginilah kalau kurang memahami agama Islam secara "kaffah" (perfect) :-(
Di dalam Al-Quran, tidak ditentukan secara mutlak tentang pembentukan suatu pemerintahan Islam.  Spt. diketahui dalam sejarah, saat-saat pertama pemerintahan negara Islam zaman Khulafaul Rasyidin, pemilihan pemimpin Islam dilakukan secara demokratis (melalui "bai'ah" = pemilihan umum).



Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan "kafir zimmi" (kafir yg. dilindungi).  Golongan nasrani/kristen pun dilindungi.  Rumah-rumah ibadah agama lain (gereja, sinagoge) dibangun.


Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara yang damai itu?

Bahkan dalam akhlaq Islam mengenai peperangan, semua tempat ibadah segala agama dan kaum-kaum padri (pendeta, patriack, pendeta yahudi dsb.) itu harus dilindungi.  Inilah Islam yg. sebenarnya diajarkan nabi.



Dalam hal perlindungan; tentunya yang memberi perlindungan adalah pihak yang dalam posisi 'kuat' dan yang diberi perlindungan adalah pihak yang dalam posisi 'lemah'. Apakah posisi 'kuat' dan 'lemah' ini berpihak berdasarkan agama?

Islamphobia terjadi karena ketakutan akibat contoh-contoh pendirian negara Islam yg. salah.  Orang banyak mengambil contoh pendirian negara Islam spt. di Saudi Arabia yg. absolut.

Bisakan diberikan contohnya pendirian negara Islam yang benar?

Terus terang saya belum bisa mengerti, bagaimana dalam suatu negara diharapkan terjadinya/tercapainya suatu demokrasi atau kesejajaran atau persamaan hak/kewajiban, jika salah satu pihak/kelompok sudah 'mengklaim' superior terhadap pihak lain, misalnya dalam memberi perlindungan, atau harus menjadi pemimpin.

Mudah-mudahan orang yang memahami agama Islam secara 'kaffah' dapat menjawab pertanyaan saya.

T


Disclaimer:
Pertanyaan saya di atas bukan untuk mendiskreditkan agama tertentu? 

Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Togu TML Tobing

Togu TML Tobing wrote:

  Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen
 itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu
 berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara
 yang damai itu?



Dilindungi dari SEGALA MACAM ancaman yang berniat jahat kepada kaum
nasrani


Thanks, jelas bagi saya kenapa kaum Nasrani itu perlu 'dilindungi', karena
ancaman yang berniat jahat kepada kaum nasrani itu NYATA adanya.

T



Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Lutfi M.
Title: RE: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?





.


 HRH, The Prince of Wales, Islam And The West said:


Islamic countries like Turkey, Egypt, and Syria gave women the vote as early as Europe did its women --and much earlier than in Switzerland! In those countries women have long enjoyed equal pay, and the opportunity to play a full working role in their societies. The rights of Muslim women to property and inheritance, to some protection if divorced, and to the conducting of business, were rights prescribed by the Quran twelve hundred years ago, even if they were not everywhere translated into practice. In Britain at least, some of these rights were novel even to my grandmother's generation! 

Indian Ambassador M. N. Masud, Understanding Islam said:
 If true democracy is not confined to the form or model of government but is the way of life of a people wherein man is treated with respect and given dignity, irrespective of what he is or what he is not, then Islamic society, from the very birth of Islam, has been nearest to the ideal, much nearer to it than has been, perhaps, any other society in the recorded history of man.




Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Indi Soemardjan

Thanks for the excerpts, Lutfi!
(all of you are encouraged to read it again)

This is what I have been waiting to read since the beginning of our
discussion about Islam and Democracy. Thus, I am looking forward to seeing
"Freedom of Faith" put to use in Nusantara.

But, who can guarantee that "Freedom of Faith" is set forth?
Do we need a non-religious authority to ensure its existence?

Let's develop a more in-dept study of this so that we may present this
to Indonesian public.
Remember: we must convey this great idea with honesty and openness.


Peace.

INDI

__

Excerpts from Notes by Robin Wright on Lectures and Interviews Given
by Abdul Karim Soroush, April-May 1995

Freedom of Faith: In a democracy what you really want is freedom
of faith. The other thing is this: justice is important. That is not the
consequence of the rules of shari'a. The third thing is this: there is
no authority on matters of religious. So you have to build a society in
such a way as to accommodate these principles.

Text and Context: How do we reconcile the immutable principles
of religion with the changing conditions of the world? The solution will
be like this: we have to find something that is at the same time both changeable
and immutable. And what is that? It is the revealed text itself.
It is immutable and changeable at the same time. It has been revealed to
the heart of the Prophet, and so it should be kept intact and nobody is
permitted to temper with it. At the same time, there is the interpretation
of the text. That is changeable. No interpretation is without presuppositions.
These presuppositions are changeable since the whole knowledge of mankind
is in flux. It is age-bound, if you like.

Now, the knowledge of the age is always in flux. At the end of history
- and I am not sure we are at the end of history, as some American philosophers
suggest- we can know which knowledge is immutable and which not. But not
now.

This is how I express the situation: the text is silent. We have to
hear its voice. In order to hear, we need presuppositions. In order to
have presuppositions, we need the knowledge of the age. In order to have
the knowledge of the age, we have to surrender to change. So we have here
the miraculous entity that is changing but at the same time is immutable.

Religion and Reason: he ancient world was based on a single source
of information: religion. The modern world has more than one source: reason,
experience, science, logic. Modernism was a successful attempt to free
mankind from the dictatorship of religion.

Postmodernism is a revolt against modernism- and against the dictatorship
of reason. In the age of postmodernism, reason is humbler and religion
has become more acceptable. To me the reconciliation between the two has
become potentially more visible.


Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Indi Soemardjan

Where did you find all of this wonderful excerpts, Lutfi?


INDI

Lutfi M. wrote:



HRH, The Prince of Wales, Islam And The
West said:

"Islamic countries like Turkey, Egypt,
and Syria gave women the vote as early as Europe did its women --and much
earlier than in Switzerland! In those countries women have long enjoyed
equal pay, and the opportunity to play a full working role in their societies.
The rights of Muslim women to property and inheritance, to some protection
if divorced, and to the conducting of business, were rights prescribed
by the Quran twelve hundred years ago, even if they were not everywhere
translated into practice. In Britain at least, some of these rights were
novel even to my grandmother's generation! "

Indian Ambassador M. N. Masud, Understanding
Islam said:
 "If
true democracy is not confined to the form or model of government but is
the way of life of a people wherein man is treated with respect and given
dignity, irrespective of what he is or what he is not, then Islamic society,
from the very birth of Islam, has been nearest to the ideal, much nearer
to it than has been, perhaps, any other society in the recorded history
of man."


--
Indi

Visit my world: http://pagina.de/indradi



Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?

1999-01-01 Terurut Topik Lutfi M.
Title: RE: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?





Beginilah kalau kurang memahami agama Islam secara kaffah (perfect) :-(
Di dalam Al-Quran, tidak ditentukan secara mutlak tentang pembentukan suatu pemerintahan Islam. Spt. diketahui dalam sejarah, saat-saat pertama pemerintahan negara Islam zaman Khulafaul Rasyidin, pemilihan pemimpin Islam dilakukan secara demokratis (melalui bai'ah = pemilihan umum).

Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan kafir zimmi (kafir yg. dilindungi). Golongan nasrani/kristen pun dilindungi. Rumah-rumah ibadah agama lain (gereja, sinagoge) dibangun.

Bahkan dalam akhlaq Islam mengenai peperangan, semua tempat ibadah segala agama dan kaum-kaum padri (pendeta, patriack, pendeta yahudi dsb.) itu harus dilindungi. Inilah Islam yg. sebenarnya diajarkan nabi.

Islamphobia terjadi karena ketakutan akibat contoh-contoh pendirian negara Islam yg. salah. Orang banyak mengambil contoh pendirian negara Islam spt. di Saudi Arabia yg. absolut.

--
From:  Indi Soemardjan[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:  31 Desember 1998 10:44
Subject:  Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?


Wah.saya mau menanggapi komentar mas Saeful:


Kalau kehendak umumnya nya cuma mewakili yang Islam saja namanya bukan
demokrasi dong, mas Saeful! Ingat Bhinneka Tunggal Ika?


Lagipula yang namanya Negara Islam tersebut sulit sekali untuk
dicampur adukkan dengan Demokrasi karena demokrasi adalah azas
Mob-Rule dimana rakyat yang menentukan arah jalannya suatu negara. Di
sisi lain, prinsip kenegaraan untuk sebuah Negara Islam semuanya telah
diatur dalam Al Quran (yang menurut NII adalah hukum absolut).


Ada bisa lihat perbedaannya? perbedaan antara Negara Islam dan Demokrasi
itu besar sekali, bukan?


Apparently there is a little conflict in Your reasoning; Islam is never
compatible with democracy. (democracy, again, is based on a mob-rule
ideology, while the Great Al Quran is based on the Word of God,
therefore: absolute).


You just can't mix oil with water, my friend! :)
You just can't mix absolutism with mob-rule. :)
You have to choose either one
BUT NOT both of them at the same time
(unless there is a miracle happening!)



O iya..


Kalau maksud Anda kehendak mayoritas yang Islam saja ya berarti yang
boleh tinggal di negara tersebut hanya yang setuju dengan Islam. Jadi
semua warga negara akan diwajibkan untuk setuju dengan aturan Islam?
(yang pada akhirnya merupakan pemaksaan suatu prinsip kepercayaan satu
golongan kepada golongan lain?) wah, kacau sekali dong ya?


Begitukah ide Anda untuk Nusantara?
Bagaimana kita bisa hidup damai bersama2 dengan penganut agama lain?


Coba pikirkan kembali ttg. Demokrasi dan Negara Islam absolute.


Peace.


INDI











Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?

1999-01-01 Terurut Topik Nasrullah Idris

From: Lutfi M. [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Date: Saturday, January 02, 1999 6:34 AM

Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan "kafir zimmi" (kafir 
yg.
dilindungi).  Golongan nasrani/kristen pun dilindungi. Rumah-rumah ibadah agama lain 
(gereja,
sinagoge) dibangun.

Nasrullah Idris

Pada era Umar Bin Khattab, Gubernur Mesir (Amir Bin Ash) membongkar gubug fakir miskin 
Jahudi
dengan paksa.
Soalnya orang Jahudi itu ngotot tinggal di sana, meskipun akan dibeli beberapa kali 
lipat.

Orang Jahudi melaporkan kepada Umar Bin Khattab. Lalu Umar  menyuruh orang Jahudi 
mengambil
sepotong tulang dari tong sampah. Lalu oleh Umar memotongnya menjadi dua bagian. 
Sebagiannya
diberikan kepada Orang Jahudi untuk disampaikan kepada Amir.

Apa yang terjadi? Amir pun ketakutan menerimanya. Karena itu bertanda ancaman hukuman 
dari Umar.
Orang Jahudi pun heran. Ketika ditanya, Amir pun menjawab terus-terang bahwa ia telah 
berbuat
kesalahan.
Akhirnya Amir pun memutuskan untuk membangunnya kembali.

Melihat adanya kepastian hukum itulah justru membuat orang Jahudi luluh hatinya. Ia 
relakan
tanahnya itu dijadikan untuk kepentingan umum.

Salam,

Nasrullah Idris



Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?

1998-12-31 Terurut Topik Indi Soemardjan

Wah.saya mau menanggapi komentar mas Saeful:

Kalau kehendak umumnya nya cuma mewakili yang Islam saja namanya bukan
demokrasi dong, mas Saeful! Ingat Bhinneka Tunggal Ika?

Lagipula yang namanya "Negara Islam" tersebut sulit sekali untuk
dicampur adukkan dengan "Demokrasi" karena demokrasi adalah azas
Mob-Rule dimana rakyat yang menentukan arah jalannya suatu negara. Di
sisi lain, prinsip kenegaraan untuk sebuah Negara Islam semuanya telah
diatur dalam Al Quran (yang menurut NII adalah hukum absolut).

Ada bisa lihat perbedaannya? perbedaan antara Negara Islam dan Demokrasi
itu besar sekali, bukan?

Apparently there is a little conflict in Your reasoning; Islam is never
compatible with democracy. (democracy, again, is based on a mob-rule
ideology, while the Great Al Quran is based on the Word of God,
therefore: absolute).

You just can't mix oil with water, my friend!  :)
You just can't mix absolutism with mob-rule. :)
You have to choose either one
BUT NOT both of them at the same time
(unless there is a miracle happening!)


O iya..

Kalau maksud Anda kehendak mayoritas yang Islam saja ya berarti yang
boleh tinggal di negara tersebut hanya yang setuju dengan Islam. Jadi
semua warga negara akan diwajibkan untuk setuju dengan aturan Islam?
(yang pada akhirnya merupakan pemaksaan suatu prinsip kepercayaan satu
golongan kepada golongan lain?) wah, kacau sekali dong ya?

Begitukah ide Anda untuk Nusantara?
Bagaimana kita bisa hidup damai bersama2 dengan penganut agama lain?

Coba pikirkan kembali ttg. Demokrasi dan Negara Islam absolute.

Peace.

INDI






Rachman, Saeful (Exchange - PTI) wrote:

 Mau NII atau "NII" atau apalah namanya kalau kehendak mayoritas rakyat

 Indonesia kenapa tidak ?

 itu kan namya Demokrasi ?
  Ya engak ?

 --
 From:  Hadeer[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
 Sent:  Thursday, December 31, 1998 10:16 AM
 To:  [EMAIL PROTECTED]
 Subject:  Re: NII-phobic? Yes, I am.

 Oh yaa...kalau NII nya kaya' yang Bang Indi tulis ya
 kemungkinan
 besar ini NII yang salah dan saya juga sudah dengar...NII yang salah
 ini
 nggak akan mungkin menjadi besar  NII yang salah ini pasti hancur
 dengan
 sendirinya

 Yang saya maksud dalam tulisan saya sebelumnya adalah "NII"
 (code
 uncode)  atau apalah namanya

 Wassalam

 --
  From: Indi Soemardjan [EMAIL PROTECTED]
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Subject: NII-phobic? Yes, I am.
  Date: 31 Desember 1998 7:43
 
  I just wished everybody would pay close attention to their
 political
  goals.
  I guess you have not heard much about them, ey?
 
  I just talked to several of my friends and they have felt
 the same
 way
  about NII's absolutism. One of them even resigned in 1991
 after
 being
  told to steal money from his own parents (even his parents
 are
 regarded
  by NII as Kafir, and they also approved stealing from
 kafir). When
 he
  left the group, the NII leaders even called him a Murtad and

 threatened
  to kill him (because the Tafsir said so).
 
  You need to understand my point about their secrecy and
 their
 plans to
  create a new absolute nation under the Tafsir.
 
  Oh, one more thing: You cannot call me Islamphobic but you
 can
 call me
  NII-phobic.
 
  Let me know what you think of this matter.
 
 
  Indi



--
Indi

Visit my world: http://pagina.de/indradi