Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?
Begini lho, mas Saeful saya masih ingin berdebat kepada anda mengenai adanya kontradiksi yang saya anggap penting dalam argumen anda. kontradiksi-nya terletak diantara: -negara Islam yang mengambil makna Al Quran sebagai undang2 (menurut tafsir tentunya). -negara Demokrasi yang memakai wakil rakyat untuk bersama2 membuat undang2. coba jelaskan lagi bagaimana keduanya bisa dicampur: seperti minyak dan air. menurut saya pribadi: demokrasi bukan itu "bukan hanya" seperti yang anda ceritakan kemarin: "tukang becak datang duluan dia duduk disab paling depan(pertama), pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak boleh melangkahi untuk duduk didepan, Imam/Pemimpin shalat kalau salah bisa dirkoreksi oleh uang mammum." (seperti yang anda ceritakan kemarin). melainkan, demokrasi mempunyai aplikasi yang lebih dalam dari yang anda ungkapkan, yaitu: demokrasi adalah sistim kenegaraan yang mencakup pembuatan undang2 bersama atas konsep "mob rule" atau "majority rule" (sementara konsep negara Islam tidak mengakui "mob rule" dengan adanya Al Quran atau "Words of One God: Allah") saya rasa dugaan saya mengenai adanya kontradiksi dalam argumen anda sudah cukup mudah/sederhana untuk dimengerti, bukan? Anda juga bertanya: Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama islam ? trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ? saya hanya takut dengan adanya kontradiksi yang anda suguhkan kepada negara sehingga saya minta penjelasan anda ttg. pembuatan undang2 secara "demokrasi" di jaman kejayaan Islam dulu. saya mendapat trauma? apakah mental trauma atau physical trauma? Trauma itu timbul karena hal yang tidak diduga yang telah terjadi pada seseorang. Berhubung masalah dari kontradiksi ini belum benar2 terjadi (mudah2an tidak akan terjadi), maka saya tidak bisa mengakui adanya trauma terhadap politik Islam/demokrasi dalam diri saya. Yang ada hanya rasa was2 dan takut munculnya permasalahan dalam kontradiksi yang anda suguhkan tadi. INDI Rachman, Saeful (Exchange - PTI) wrote: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi? Lima belas abad yang lalu sjeak Islam berdiri sudah melalkuan demokrasi bisa dibuktikan dengan masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ra dan Khalifah Umar ra Ilima belas abad yang lalu Islam sudah menghapuskan perbudakan, Amerika baru satu abad jih dalam keseharian demokrasi Islam bisa dilihat dalam shalat jumat bejamaah, tukang becak datang duluan dia duduk disab paling depan(pertama), pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak boleh melangkahi untuk duduk didepan, Imam/Pemimpin shalat kalau salah bisa dirkoreksi oleh uang mammum Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama islam ? trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ?
Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?
Beginilah kalau kurang memahami agama Islam secara "kaffah" (perfect) :-( Di dalam Al-Quran, tidak ditentukan secara mutlak tentang pembentukan suatu pemerintahan Islam. Spt. diketahui dalam sejarah, saat-saat pertama pemerintahan negara Islam zaman Khulafaul Rasyidin, pemilihan pemimpin Islam dilakukan secara demokratis (melalui "bai'ah" = pemilihan umum). Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan "kafir zimmi" (kafir yg. dilindungi). Golongan nasrani/kristen pun dilindungi. Rumah-rumah ibadah agama lain (gereja, sinagoge) dibangun. Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara yang damai itu? Bahkan dalam akhlaq Islam mengenai peperangan, semua tempat ibadah segala agama dan kaum-kaum padri (pendeta, patriack, pendeta yahudi dsb.) itu harus dilindungi. Inilah Islam yg. sebenarnya diajarkan nabi. Dalam hal perlindungan; tentunya yang memberi perlindungan adalah pihak yang dalam posisi 'kuat' dan yang diberi perlindungan adalah pihak yang dalam posisi 'lemah'. Apakah posisi 'kuat' dan 'lemah' ini berpihak berdasarkan agama? Islamphobia terjadi karena ketakutan akibat contoh-contoh pendirian negara Islam yg. salah. Orang banyak mengambil contoh pendirian negara Islam spt. di Saudi Arabia yg. absolut. Bisakan diberikan contohnya pendirian negara Islam yang benar? Terus terang saya belum bisa mengerti, bagaimana dalam suatu negara diharapkan terjadinya/tercapainya suatu demokrasi atau kesejajaran atau persamaan hak/kewajiban, jika salah satu pihak/kelompok sudah 'mengklaim' superior terhadap pihak lain, misalnya dalam memberi perlindungan, atau harus menjadi pemimpin. Mudah-mudahan orang yang memahami agama Islam secara 'kaffah' dapat menjawab pertanyaan saya. T Disclaimer: Pertanyaan saya di atas bukan untuk mendiskreditkan agama tertentu?
Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?
Togu TML Tobing wrote: Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara yang damai itu? Dilindungi dari SEGALA MACAM ancaman yang berniat jahat kepada kaum nasrani Thanks, jelas bagi saya kenapa kaum Nasrani itu perlu 'dilindungi', karena ancaman yang berniat jahat kepada kaum nasrani itu NYATA adanya. T
Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?
Title: RE: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi? . HRH, The Prince of Wales, Islam And The West said: Islamic countries like Turkey, Egypt, and Syria gave women the vote as early as Europe did its women --and much earlier than in Switzerland! In those countries women have long enjoyed equal pay, and the opportunity to play a full working role in their societies. The rights of Muslim women to property and inheritance, to some protection if divorced, and to the conducting of business, were rights prescribed by the Quran twelve hundred years ago, even if they were not everywhere translated into practice. In Britain at least, some of these rights were novel even to my grandmother's generation! Indian Ambassador M. N. Masud, Understanding Islam said: If true democracy is not confined to the form or model of government but is the way of life of a people wherein man is treated with respect and given dignity, irrespective of what he is or what he is not, then Islamic society, from the very birth of Islam, has been nearest to the ideal, much nearer to it than has been, perhaps, any other society in the recorded history of man.
Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?
Thanks for the excerpts, Lutfi! (all of you are encouraged to read it again) This is what I have been waiting to read since the beginning of our discussion about Islam and Democracy. Thus, I am looking forward to seeing "Freedom of Faith" put to use in Nusantara. But, who can guarantee that "Freedom of Faith" is set forth? Do we need a non-religious authority to ensure its existence? Let's develop a more in-dept study of this so that we may present this to Indonesian public. Remember: we must convey this great idea with honesty and openness. Peace. INDI __ Excerpts from Notes by Robin Wright on Lectures and Interviews Given by Abdul Karim Soroush, April-May 1995 Freedom of Faith: In a democracy what you really want is freedom of faith. The other thing is this: justice is important. That is not the consequence of the rules of shari'a. The third thing is this: there is no authority on matters of religious. So you have to build a society in such a way as to accommodate these principles. Text and Context: How do we reconcile the immutable principles of religion with the changing conditions of the world? The solution will be like this: we have to find something that is at the same time both changeable and immutable. And what is that? It is the revealed text itself. It is immutable and changeable at the same time. It has been revealed to the heart of the Prophet, and so it should be kept intact and nobody is permitted to temper with it. At the same time, there is the interpretation of the text. That is changeable. No interpretation is without presuppositions. These presuppositions are changeable since the whole knowledge of mankind is in flux. It is age-bound, if you like. Now, the knowledge of the age is always in flux. At the end of history - and I am not sure we are at the end of history, as some American philosophers suggest- we can know which knowledge is immutable and which not. But not now. This is how I express the situation: the text is silent. We have to hear its voice. In order to hear, we need presuppositions. In order to have presuppositions, we need the knowledge of the age. In order to have the knowledge of the age, we have to surrender to change. So we have here the miraculous entity that is changing but at the same time is immutable. Religion and Reason: he ancient world was based on a single source of information: religion. The modern world has more than one source: reason, experience, science, logic. Modernism was a successful attempt to free mankind from the dictatorship of religion. Postmodernism is a revolt against modernism- and against the dictatorship of reason. In the age of postmodernism, reason is humbler and religion has become more acceptable. To me the reconciliation between the two has become potentially more visible.
Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?
Where did you find all of this wonderful excerpts, Lutfi? INDI Lutfi M. wrote: HRH, The Prince of Wales, Islam And The West said: "Islamic countries like Turkey, Egypt, and Syria gave women the vote as early as Europe did its women --and much earlier than in Switzerland! In those countries women have long enjoyed equal pay, and the opportunity to play a full working role in their societies. The rights of Muslim women to property and inheritance, to some protection if divorced, and to the conducting of business, were rights prescribed by the Quran twelve hundred years ago, even if they were not everywhere translated into practice. In Britain at least, some of these rights were novel even to my grandmother's generation! " Indian Ambassador M. N. Masud, Understanding Islam said: "If true democracy is not confined to the form or model of government but is the way of life of a people wherein man is treated with respect and given dignity, irrespective of what he is or what he is not, then Islamic society, from the very birth of Islam, has been nearest to the ideal, much nearer to it than has been, perhaps, any other society in the recorded history of man." -- Indi Visit my world: http://pagina.de/indradi
Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?
Title: RE: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi? Beginilah kalau kurang memahami agama Islam secara kaffah (perfect) :-( Di dalam Al-Quran, tidak ditentukan secara mutlak tentang pembentukan suatu pemerintahan Islam. Spt. diketahui dalam sejarah, saat-saat pertama pemerintahan negara Islam zaman Khulafaul Rasyidin, pemilihan pemimpin Islam dilakukan secara demokratis (melalui bai'ah = pemilihan umum). Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan kafir zimmi (kafir yg. dilindungi). Golongan nasrani/kristen pun dilindungi. Rumah-rumah ibadah agama lain (gereja, sinagoge) dibangun. Bahkan dalam akhlaq Islam mengenai peperangan, semua tempat ibadah segala agama dan kaum-kaum padri (pendeta, patriack, pendeta yahudi dsb.) itu harus dilindungi. Inilah Islam yg. sebenarnya diajarkan nabi. Islamphobia terjadi karena ketakutan akibat contoh-contoh pendirian negara Islam yg. salah. Orang banyak mengambil contoh pendirian negara Islam spt. di Saudi Arabia yg. absolut. -- From: Indi Soemardjan[SMTP:[EMAIL PROTECTED]] Sent: 31 Desember 1998 10:44 Subject: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi? Wah.saya mau menanggapi komentar mas Saeful: Kalau kehendak umumnya nya cuma mewakili yang Islam saja namanya bukan demokrasi dong, mas Saeful! Ingat Bhinneka Tunggal Ika? Lagipula yang namanya Negara Islam tersebut sulit sekali untuk dicampur adukkan dengan Demokrasi karena demokrasi adalah azas Mob-Rule dimana rakyat yang menentukan arah jalannya suatu negara. Di sisi lain, prinsip kenegaraan untuk sebuah Negara Islam semuanya telah diatur dalam Al Quran (yang menurut NII adalah hukum absolut). Ada bisa lihat perbedaannya? perbedaan antara Negara Islam dan Demokrasi itu besar sekali, bukan? Apparently there is a little conflict in Your reasoning; Islam is never compatible with democracy. (democracy, again, is based on a mob-rule ideology, while the Great Al Quran is based on the Word of God, therefore: absolute). You just can't mix oil with water, my friend! :) You just can't mix absolutism with mob-rule. :) You have to choose either one BUT NOT both of them at the same time (unless there is a miracle happening!) O iya.. Kalau maksud Anda kehendak mayoritas yang Islam saja ya berarti yang boleh tinggal di negara tersebut hanya yang setuju dengan Islam. Jadi semua warga negara akan diwajibkan untuk setuju dengan aturan Islam? (yang pada akhirnya merupakan pemaksaan suatu prinsip kepercayaan satu golongan kepada golongan lain?) wah, kacau sekali dong ya? Begitukah ide Anda untuk Nusantara? Bagaimana kita bisa hidup damai bersama2 dengan penganut agama lain? Coba pikirkan kembali ttg. Demokrasi dan Negara Islam absolute. Peace. INDI
Re: Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?
From: Lutfi M. [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi? Date: Saturday, January 02, 1999 6:34 AM Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan "kafir zimmi" (kafir yg. dilindungi). Golongan nasrani/kristen pun dilindungi. Rumah-rumah ibadah agama lain (gereja, sinagoge) dibangun. Nasrullah Idris Pada era Umar Bin Khattab, Gubernur Mesir (Amir Bin Ash) membongkar gubug fakir miskin Jahudi dengan paksa. Soalnya orang Jahudi itu ngotot tinggal di sana, meskipun akan dibeli beberapa kali lipat. Orang Jahudi melaporkan kepada Umar Bin Khattab. Lalu Umar menyuruh orang Jahudi mengambil sepotong tulang dari tong sampah. Lalu oleh Umar memotongnya menjadi dua bagian. Sebagiannya diberikan kepada Orang Jahudi untuk disampaikan kepada Amir. Apa yang terjadi? Amir pun ketakutan menerimanya. Karena itu bertanda ancaman hukuman dari Umar. Orang Jahudi pun heran. Ketika ditanya, Amir pun menjawab terus-terang bahwa ia telah berbuat kesalahan. Akhirnya Amir pun memutuskan untuk membangunnya kembali. Melihat adanya kepastian hukum itulah justru membuat orang Jahudi luluh hatinya. Ia relakan tanahnya itu dijadikan untuk kepentingan umum. Salam, Nasrullah Idris
Apakah Negara Islam compatible dengan azas Demokrasi?
Wah.saya mau menanggapi komentar mas Saeful: Kalau kehendak umumnya nya cuma mewakili yang Islam saja namanya bukan demokrasi dong, mas Saeful! Ingat Bhinneka Tunggal Ika? Lagipula yang namanya "Negara Islam" tersebut sulit sekali untuk dicampur adukkan dengan "Demokrasi" karena demokrasi adalah azas Mob-Rule dimana rakyat yang menentukan arah jalannya suatu negara. Di sisi lain, prinsip kenegaraan untuk sebuah Negara Islam semuanya telah diatur dalam Al Quran (yang menurut NII adalah hukum absolut). Ada bisa lihat perbedaannya? perbedaan antara Negara Islam dan Demokrasi itu besar sekali, bukan? Apparently there is a little conflict in Your reasoning; Islam is never compatible with democracy. (democracy, again, is based on a mob-rule ideology, while the Great Al Quran is based on the Word of God, therefore: absolute). You just can't mix oil with water, my friend! :) You just can't mix absolutism with mob-rule. :) You have to choose either one BUT NOT both of them at the same time (unless there is a miracle happening!) O iya.. Kalau maksud Anda kehendak mayoritas yang Islam saja ya berarti yang boleh tinggal di negara tersebut hanya yang setuju dengan Islam. Jadi semua warga negara akan diwajibkan untuk setuju dengan aturan Islam? (yang pada akhirnya merupakan pemaksaan suatu prinsip kepercayaan satu golongan kepada golongan lain?) wah, kacau sekali dong ya? Begitukah ide Anda untuk Nusantara? Bagaimana kita bisa hidup damai bersama2 dengan penganut agama lain? Coba pikirkan kembali ttg. Demokrasi dan Negara Islam absolute. Peace. INDI Rachman, Saeful (Exchange - PTI) wrote: Mau NII atau "NII" atau apalah namanya kalau kehendak mayoritas rakyat Indonesia kenapa tidak ? itu kan namya Demokrasi ? Ya engak ? -- From: Hadeer[SMTP:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Thursday, December 31, 1998 10:16 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: NII-phobic? Yes, I am. Oh yaa...kalau NII nya kaya' yang Bang Indi tulis ya kemungkinan besar ini NII yang salah dan saya juga sudah dengar...NII yang salah ini nggak akan mungkin menjadi besar NII yang salah ini pasti hancur dengan sendirinya Yang saya maksud dalam tulisan saya sebelumnya adalah "NII" (code uncode) atau apalah namanya Wassalam -- From: Indi Soemardjan [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Subject: NII-phobic? Yes, I am. Date: 31 Desember 1998 7:43 I just wished everybody would pay close attention to their political goals. I guess you have not heard much about them, ey? I just talked to several of my friends and they have felt the same way about NII's absolutism. One of them even resigned in 1991 after being told to steal money from his own parents (even his parents are regarded by NII as Kafir, and they also approved stealing from kafir). When he left the group, the NII leaders even called him a Murtad and threatened to kill him (because the Tafsir said so). You need to understand my point about their secrecy and their plans to create a new absolute nation under the Tafsir. Oh, one more thing: You cannot call me Islamphobic but you can call me NII-phobic. Let me know what you think of this matter. Indi -- Indi Visit my world: http://pagina.de/indradi