Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-10-05 Terurut Topik Jan P. Anggirta

hei...
setuju banget kalau penduduk negara kita ini relijius yang tidak membumi...
korupsi segala...

cuma masalah bakar-bakar bendera bagiklu tidak prolblem
itu hanya salah satu cara praktris untuk menunjukkan bahwa kita kurang
senang dengan arogansinya australia.

itu saja, trimakasih, salam kompak


From: Sri T Arundhati [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: Indonesian Students in the US [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: Christianto Wibisono sang rasist
Date: Wed, 29 Sep 1999 11:09:10 -0400

Lah koq jadi rame begini sih..
Saya mungkin terlalu naif atau gimana yah...tapi terus terang saya sih
cuman lihat inti permasalahannya aja yang ingin disampaikan CW, masalah
menggunakan nama malaikat atau nama siapa mah.itu mungkin cuman cara
nulis aja supaya bisa lebih komunikatif dan menarik. Saya pikir sih CW
mungkin lupa atau kurang sensitif bahwa  bangsa kita itu orang-orangnya
sangat religius sekali sehingga sangat peka kalau nama-nama religius itu
dicantumkan dalam tulisan. CW lupa kalau kita ini kan bangsa yang sangat
religius dan saking religiusnya dan memikirkan hal-hal yang seperti ini,
simbol dsb... lupa.kalau korupsi dan teman-temannya di
negara kita telah merajalela dan berurat akar dimana-mana (ironis ya).
Ritual dijalankan tapi implementasinya dalam kehidupan sehari-hari
mahtanda tanya. Seakan-akan tidak ada hubungan antara
Habluminallah;hubungan manusia dengan Tuhan, dan dengan
Habluminannas;hubungan manusia dengan manusia (mohon maaf kalau
tulisannya salah, mohon dikoreksi). Padahal ini sangat erat dan
berhubungan timbal balik.
Tapi. saya masih  tetap optimis koq dengan Indonesia.
Untuk jalan tengahnya ..bagaimana kalu kita  usul aja ya ke bung CW
lain kali kalau nulis janganlah menggunakan nama-nama
religiusini sangat sensitif buat bangsa kita yang sangat religius.
Gimana menurut Jeffrey?

Kalau mengenai bakar-bakaran bendera.dengan tidak mengurangi rasa
hormat saya terhadap rasa kebangsaan yang tinggi dari teman-teman
pendemo..maaf saya terus terang ngga setuju kalau kita membalasnya
dengan   ikut bakar bendera.Koq ini jadi mengingatkan saya waktu
tawuran sekolah SMP saya sih. Sekolah dilemparin botol...dibales dengan
lemparin botol juga...ealah...bala atuh kasihan yang ngebersihin.
Kalau menurut saya... ini mah  cara yang ngga dewasa deh (sekali lagi
maaf). Apa ngga ada cara lain yang bisa memberikan kesan  kepada mereka
bahwa kita ini bangsa yang lebih terhormat, lebih berbudaya  dan lebih
matang jiwanya dari mereka. Lah kalau dibales dengan cara yang sama apa
bukan berarti kita punya tabiat yang sama dengan mereka? gimana menurut
Jeffrey?

Iya deh gitu aja dulu sekedar tanggapan dari saya,
Salam kompak selalu.

__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-30 Terurut Topik Frarev Sitorus

:))



Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-29 Terurut Topik Jeffrey Anjasmara

From: "Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)" [EMAIL PROTECTED]
Mas Jupri,
Adalah hak orang Kristen (termasuk CW) menggunakan/mencatut nama malaikat
Jibril. Kalaupun ada kesamaan nama dengan agama orang lain mengapa mesti
pusing. Toh Tuhan-nya juga sama (kalo soal yang ini saya mau berdiskusi
dengan Anda secara terpisah dari subjek di atas. Akan saya buktikan kalo
Tuhan itu satu dan sama).

Okay, sebelum kita terjebak diskusi agama di milis ini mending saya
berhenti. Tapi next time saya akan meniru gaya CW dengan melakukan wawancara
imajiner dengan Yesus. Toh subjeknya sendiri diakui di ajaran Islam kan?
Let's see bagaimana reaksi orang-orang.

Gaya menulis orang berbeda-beda. Jadi jangan salahkan CW kalau menulis
seperti itu. Kalau bosan...yach jangan dibaca. Gampang 'kan? CW
menganalogikan irama kehidupan sekarang dengan masa lampau bagi saya masih
paut (relevant). Bagi banyak orang Raden Wijaya (RW) dkk adalah pahlawan.
Namun dari satu sisi mereka (RW dkk) adalah fasis yang ingin menguasai
daerah orang lain. Apakah ini salah? Bergantung pada cara pandang orang
seperti halnya Timtim.

Okay tapi ingat...kebebasan cara memandang bukan berarti menohok cara
pandang umum. Bila para pemersatu wilayah disebut fasis, lalu bagaimana
sejarah dunia ini mau dipelajari? Bagaimana Alexander The Great, bagaimana
George Washington? bagaimana dengan kaisar-kaisar yg mampu menyatukan Jepang
yg sebelumnya wilayah yg berdiri sendiri-sendiri? Bagaimana dengan Inggris,
Perancis, dlsb yang menyebarkan kekuasaan ke seluruh dunia? Apakah mereka
fasis? Hmmm, sungguh aneh kalau Inggris, perancis, portugis tidak dibilang
fasis, sementara orang seperti R. Wijaya adalah fasis. Bagaimana pula dengan
AS yg menanamkan pengaruh ke seluruh dunia? Bener-bener paham keblinger
nih

Anda juga keliru kalau nama RW/Majapahit dijadikan nama Kodam atau
universitas. Saya kok belum mendengar info ini. Kalau Gadjah
Mada memang iya tempat saya ngangsu kawruh.

Mas-mas Kodam Brawijaya sama universitas Brawijaya diambil dari mana?
Masak nama Kodam diambil dari nama raja-raja terakhir Majapahit yg nggak
beken? Memang buku sejarah kita menyatakan bahwa nama tersebut merupakan
raja terakhir. Sebetulnya diambil dari kata bra-wijaya. Wijaya merefer ke
pendiri kerajaan Majapahit ini, sedangkan 'bra' berarti agung. Semoga
menjadi jelas.

Lagi pula sejak kapan RW mengukir kejayaan Indonesia? Lha wong istilah
"Indonesia" saat itu belum terdengar je.

Hehehe jangan suka memungkiri bahwa keberadaan RI juga diinspirasi oleh
keberadaan kerajaan-kerajaan masa lalu sejak Sriwijaya, Mataram, Majapahit
dlsb. Bendera Merah Putih juga diinspirasikan oleh bendera (panji-panji)
kerajaan-kerajaan itu. Memang Majapahit bukan satu-satunya kerajaan yg
mempunyai bendera merah-putih (gula kelapa), masih ada beberapa kerajaan
besar di Indonesia yg punya bendera semacam. Tapi jangan dipungkiri bahwa
arti merah=berani, dan putih=suci diambil dari kerajaan-kerajaan itu. Ingat
mas, bangsa yg besar adalah bangsa yg menghargai sejarahnya sendiri. Bukan
memburuk-burukan seperti CW itu. Asal tahu saja, Thailand juga ikut
mengklaim bahwa Sriwijaya sebetulnya berada di wilayah mereka, bukan di
Sumsel.

Juga, kapan saya menentang orang yang menyoal pribadi MSP? Kalau saya lupa
tolong berikan arsipnya.

Ah gitu ya? Yah, sudahlah saya ngalah. Ngapain saya simpen. Bisa bengkak
harddisk saya.



-Original Message-
From:   Jeffrey Anjasmara [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Wednesday, 29 September, 1999 8:52 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:    Re: Christianto Wibisono sang rasist

Lho mas, kalau umat Kristen mau mengadili para pendeta sih masa bodo amat.
Lagipula siapa yang ngomongin pendeta? Masak malaikat disamakan dengan
pendeta;)

Kalau Umat Kristen mau mencatut nama seorang malaikat ya silakan asal
dilakukan di dalam gereja. Itu kalau malaikatnya kebetulan sama dengan
malaikat dari umat yang lain. Kalau punya malaikat sendiri lalu dicatut
sendiri sih silakan saja. Yang lain sih bakalan cuek bebek dong. Jadi
pembelaan anda nggak ada sangkut pautnya dengan statemen saya bahwa CW
nggak
peka dengan umat lain.

Coba, kenapa mesti wawancara imajinernya dengan malaikat jibril yang
mendapat tempat khusus di dalam ajaran lain? Kenapa nggak bikin wawancara
dengan Yesus saja? Atau dengan Nabi Samuel? Habis ini mau bikin wawancara
imajiner dengan siapa lagi? Mau dengan Muhammad SAW? Dengan Budha Gautama?

CW nggak bisa melakukan hal ini di depan publik! Biarpun koran SP membawa
bendera kristenpun, bila dijual ke publik harus dipertanyakan apa
tujuannya.
Kecuali bisa juga diberi label, tidak ditujukan untuk umat X, dilanjutkan
dengan keterangan blah-blah... Nilai-nilai yang ditanamkan berbeda. Mungkin
parodi di tempat lain aman-aman saja, tapi tentunya jangan disama-ratakan
untuk memparodikan milik yg lain dong (bilapun milik bersama).

Saya sih tidak anti CW, nyatanya saya juga baca. Cuman bosan saja dengan
istilah Ken Arokisme dan Brutusi

Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-29 Terurut Topik Faransyah Jaya

Hehehehe...
"monopoli"
kayak dagangan aja...
Diskusinya bagus.. lebih enak lagi kalo CW nya sendiri yang langsung menanggapi.
Bila dilihat dari semua sudut/sisi yah semuanya bener .. semuanya salah..

mending denger langsung dari CW nya aja..
maksudnya apa ..
kalo begini terus mah bakal gede2 tuh jarinya.. ngetik 2 halaman lebih..

Faran
--

On Tue, 28 Sep 1999 23:02:21   Irwan Ariston Napitupulu wrote:
Saya hanya ingin meluruskan bahwa malaikat
Jibril itu tidak hanya monopoli agama Islam seperti yg sempat
diindikasikan oleh bung Anjasmara karena memang di agama
Kristen pun mengenal malaikat yg sama.
Bagi saya biarlah hal tersebut menjadi urusan pribadi CW
dengan Tuhannya karena memang bagi saya pribadi
Tuhan itu terlalu hebat untuk kita bela karena memang Tuhan
tidak butuh pembelaan saya sebagai manusia ciptaanNya.


jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu



DC Email!
free email for the community - http://www.DCemail.com



Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-29 Terurut Topik Sri T Arundhati

Lah koq jadi rame begini sih..
Saya mungkin terlalu naif atau gimana yah...tapi terus terang saya sih
cuman lihat inti permasalahannya aja yang ingin disampaikan CW, masalah
menggunakan nama malaikat atau nama siapa mah.itu mungkin cuman cara
nulis aja supaya bisa lebih komunikatif dan menarik. Saya pikir sih CW
mungkin lupa atau kurang sensitif bahwa  bangsa kita itu orang-orangnya
sangat religius sekali sehingga sangat peka kalau nama-nama religius itu
dicantumkan dalam tulisan. CW lupa kalau kita ini kan bangsa yang sangat
religius dan saking religiusnya dan memikirkan hal-hal yang seperti ini,
simbol dsb... lupa.kalau korupsi dan teman-temannya di
negara kita telah merajalela dan berurat akar dimana-mana (ironis ya).
Ritual dijalankan tapi implementasinya dalam kehidupan sehari-hari
mahtanda tanya. Seakan-akan tidak ada hubungan antara
Habluminallah;hubungan manusia dengan Tuhan, dan dengan
Habluminannas;hubungan manusia dengan manusia (mohon maaf kalau
tulisannya salah, mohon dikoreksi). Padahal ini sangat erat dan
berhubungan timbal balik.
Tapi. saya masih  tetap optimis koq dengan Indonesia.
Untuk jalan tengahnya ..bagaimana kalu kita  usul aja ya ke bung CW
lain kali kalau nulis janganlah menggunakan nama-nama
religiusini sangat sensitif buat bangsa kita yang sangat religius.
Gimana menurut Jeffrey?

Kalau mengenai bakar-bakaran bendera.dengan tidak mengurangi rasa
hormat saya terhadap rasa kebangsaan yang tinggi dari teman-teman
pendemo..maaf saya terus terang ngga setuju kalau kita membalasnya
dengan   ikut bakar bendera.Koq ini jadi mengingatkan saya waktu
tawuran sekolah SMP saya sih. Sekolah dilemparin botol...dibales dengan
lemparin botol juga...ealah...bala atuh kasihan yang ngebersihin.
Kalau menurut saya... ini mah  cara yang ngga dewasa deh (sekali lagi
maaf). Apa ngga ada cara lain yang bisa memberikan kesan  kepada mereka
bahwa kita ini bangsa yang lebih terhormat, lebih berbudaya  dan lebih
matang jiwanya dari mereka. Lah kalau dibales dengan cara yang sama apa
bukan berarti kita punya tabiat yang sama dengan mereka? gimana menurut
Jeffrey?

Iya deh gitu aja dulu sekedar tanggapan dari saya,
Salam kompak selalu.



Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-29 Terurut Topik Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Ini saya paste-kan komentar langsung dari CW.

===
Terima kasih kepada semua yang berpolemik dan bahkan yang "menobatkan saya
jadi "Salman Rushdie". Dialog kemarin itu belum apa apa, tunggu buku saya
yang akan terbit tahun 2000 itu untuk mengikuti jejak Prof Abdus Salam yang
Muslim tapi hebat dan canggih. Beliau berkata bahwa Muslim sejati itu hanya
ada di Barat, Demokrasi dan Keadilan sosial, HAM dan keterbukaan, itulah
Muslim sejati Sedang di Timur Tengah itu diktatur setan mengaku Muslim tapi
tingkah lakunya setan jahiliyah membunuhi ummat dan bangsanya sendiri. Ini
yang ngomong bukan CW yang Kristen tapi Prof Abdus Salam pemenang hadiah
Nobel Fisika (jadi pakai otak, bukan pakai dengkul atau politik seperti
Ramos Horta). Profesor yang benar benar berotak, sekaligus tetap Muslim,
tapi ogah tinggal dinegara nya sendiri yang biadab menggantung Ali Bhutto
jadi dia memilih dan dipilih sebagai Direktur International Center for
Theoretical Physic di Italia. Ini adalah kutipan otentik dari buku Prof
Abdus Salam. jadi bagi CW tidak peduli Kristen atau Islam, kalau salah ya
harus dihukum.  Termasuk LB Moerdani, Sudomo semua harus bertanggung jawab
terhadap pembantaian dimanapun, dan tentunya oknum jendral Islam juga harus
dihukum tidak boleh berlindung dibalik agama Islam. Ini saja statemen saya
terhadap polemik Malaikat Jibrail. Sekali lagi terima kasih. Kalau anda
pikir ini bisa melampaui "rasio" para netters yang saya anggap tidak perlu
turun pangkat jadi preman, ya boleh anda edarkan kepada yang mengritik saya.
Terserah anda, thanks. CW
=

Wassalam,
Efron



Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-29 Terurut Topik Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Halo Mas Jupri (maaf, saya nih orang Jawa yang nggak bisa basa Inggris),

Kalau Anda mau melakukan wawancara imajiner kayak itu adalah hak Anda. Anda
adalah bukan yang pertama. Anda juga bisa menulis surat resmi (bukan surat
kaleng) kepada gereja untuk mengkritik habis gereja. Gereja akan menerima
segala kritik Anda dengan tangan terbuka tanpa harus menaruh dendam seperti
dengan membakar rumah Anda.

Menyoal fasis memang dari sisi lain hal-hal yang Anda sebutkan juga bisa
disebut fasis. George Washington? Saya kok nggak melihat itu. Malah ia
memberi contoh yang baik kepada militer agar tak tamak untuk berkuasa.

Brawijaya? Yang jelas Prabu Brawijaya alias Eyang Troy itu salah satu
anggota milis ini. Terus terang saya lupa siapa Prabu Brawijaya yang Anda
maksudkan. Yang beken zaman itu yang saya ingat Kertanegara, RW, Hayam
Wuruk/Gadjah Mada, dan tentu yang paling beken adalah Arya Kamandanu :-)
dengan pedang nagapuspa-nya.

Saya kok nggak pernah berpikir kalau RI itu cikal-bakalnya adalah
Sriwijaya-Majapahit. Setahu saya RI itu ya bekas India-Belanda (karena ada
India-Inggris). Mengingat kebesaran masa lampu membuktikan bahwa kita
terlena dan mabuk. Bukti terakhir saat SEAG lalu di Brunei. Memang sedikit
banyak pola kehidupan kita ada kemiripan dengan Sriwijaya-Majapahit.
Setidaknya cara menguasai Indonesia.

Wassalam,
Efron

-Original Message-
From:   Jeffrey Anjasmara [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Wednesday, 29 September, 1999 21:46 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:Re: Christianto Wibisono sang rasist

From: "Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)" [EMAIL PROTECTED]
Mas Jupri,
Adalah hak orang Kristen (termasuk CW) menggunakan/mencatut nama malaikat
Jibril. Kalaupun ada kesamaan nama dengan agama orang lain mengapa mesti
pusing. Toh Tuhan-nya juga sama (kalo soal yang ini saya mau berdiskusi
dengan Anda secara terpisah dari subjek di atas. Akan saya buktikan kalo
Tuhan itu satu dan sama).

Okay, sebelum kita terjebak diskusi agama di milis ini mending saya
berhenti. Tapi next time saya akan meniru gaya CW dengan melakukan wawancara
imajiner dengan Yesus. Toh subjeknya sendiri diakui di ajaran Islam kan?
Let's see bagaimana reaksi orang-orang.

Gaya menulis orang berbeda-beda. Jadi jangan salahkan CW kalau menulis
seperti itu. Kalau bosan...yach jangan dibaca. Gampang 'kan? CW
menganalogikan irama kehidupan sekarang dengan masa lampau bagi saya masih
paut (relevant). Bagi banyak orang Raden Wijaya (RW) dkk adalah pahlawan.
Namun dari satu sisi mereka (RW dkk) adalah fasis yang ingin menguasai
daerah orang lain. Apakah ini salah? Bergantung pada cara pandang orang
seperti halnya Timtim.

Okay tapi ingat...kebebasan cara memandang bukan berarti menohok cara
pandang umum. Bila para pemersatu wilayah disebut fasis, lalu bagaimana
sejarah dunia ini mau dipelajari? Bagaimana Alexander The Great, bagaimana
George Washington? bagaimana dengan kaisar-kaisar yg mampu menyatukan Jepang
yg sebelumnya wilayah yg berdiri sendiri-sendiri? Bagaimana dengan Inggris,
Perancis, dlsb yang menyebarkan kekuasaan ke seluruh dunia? Apakah mereka
fasis? Hmmm, sungguh aneh kalau Inggris, perancis, portugis tidak dibilang
fasis, sementara orang seperti R. Wijaya adalah fasis. Bagaimana pula dengan
AS yg menanamkan pengaruh ke seluruh dunia? Bener-bener paham keblinger
nih

Anda juga keliru kalau nama RW/Majapahit dijadikan nama Kodam atau
universitas. Saya kok belum mendengar info ini. Kalau Gadjah
Mada memang iya tempat saya ngangsu kawruh.

Mas-mas Kodam Brawijaya sama universitas Brawijaya diambil dari mana?
Masak nama Kodam diambil dari nama raja-raja terakhir Majapahit yg nggak
beken? Memang buku sejarah kita menyatakan bahwa nama tersebut merupakan
raja terakhir. Sebetulnya diambil dari kata bra-wijaya. Wijaya merefer ke
pendiri kerajaan Majapahit ini, sedangkan 'bra' berarti agung. Semoga
menjadi jelas.

Lagi pula sejak kapan RW mengukir kejayaan Indonesia? Lha wong istilah
"Indonesia" saat itu belum terdengar je.

Hehehe jangan suka memungkiri bahwa keberadaan RI juga diinspirasi oleh
keberadaan kerajaan-kerajaan masa lalu sejak Sriwijaya, Mataram, Majapahit
dlsb. Bendera Merah Putih juga diinspirasikan oleh bendera (panji-panji)
kerajaan-kerajaan itu. Memang Majapahit bukan satu-satunya kerajaan yg
mempunyai bendera merah-putih (gula kelapa), masih ada beberapa kerajaan
besar di Indonesia yg punya bendera semacam. Tapi jangan dipungkiri bahwa
arti merah=berani, dan putih=suci diambil dari kerajaan-kerajaan itu. Ingat
mas, bangsa yg besar adalah bangsa yg menghargai sejarahnya sendiri. Bukan
memburuk-burukan seperti CW itu. Asal tahu saja, Thailand juga ikut
mengklaim bahwa Sriwijaya sebetulnya berada di wilayah mereka, bukan di
Sumsel.

Juga, kapan saya menentang orang yang menyoal pribadi MSP? Kalau saya lupa
tolong berikan arsipnya.

Ah gitu ya? Yah, sudahlah saya ngalah. Ngapain saya simpen. Bisa bengkak
harddisk saya.



-Original Message-
From:   Jef

Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-28 Terurut Topik Jeffrey Anjasmara

Dalam artikel terbaru di Suara Pembaruan Christianto Wibisono menghembuskan
lagi nafas SARA, justru dengan dasar anti SARA.

CW yang sejak awal saya curigai kebangsaannya menyatakan bahwa terjadi
gelombang nasionalisme chauvinis picik di Indonesia dengan saling bakar
bendera antara Indonesia dan Australia. Si 'Picek' Christianto Wibisono
hanya menuding orang Indonesia saja tanpa melihat bahwa hal ini merupakan
respon warga Indonesia yg masih punya rasa kebangsaan terhadap pembakaran
bendera Merah Putih di Australia. CW telah berat sebelah dalam menuding aksi
bakar membakar ini.

Dalam satu bagian yaitu :

   Sekarang setelah Soeharto lengser dan Habibie ingin memerdekakan,
   malah timbul gelombang nasionalisme Kumbokarno, chauvinisme model
   Hitler yang tidak berperikemanusiaan untuk tetap ingin menjajah
   Timtim. Ini adalah penyakit kriminal dan fasis yang dipelihara
   rezim KKN Soeharto, yang telanjur jadi kanker genetik, penyakit
   turunan. Rasialis baik terhadap Cina, bule, maupun keturunan hitam
   Melanesia. Oknum-oknum penguasa arogan di Jakarta sudah terlalu
   sering mengeksploitasi soal etnis dan SARA untuk melestarikan
   kekuasaan biadab mereka secara keji.

menunjukkan bahwa CW selalu aktif meniupkan masalah SARA untuk segala macam
permasalahan dengan tujuan-tujuan tertentu. Sungguh mengherankan bila kita
berbicara tentang Timtim tiba-tiba berbelok ke masalah SARA. Rupanya
kapabilitas CW sebagai penulis benar-benar tersumbat sebagaimana yang dia
klaim sendiri.

Sebagai penganut agama Non-Islam si Christianto Wibisono juga tidak sensitif
dengan para penganut Islam di Indonesia. Malaikat Jibril, sebagaimana
malaikat yg lain di dalam Islam tidak boleh dimain-mainkan hanya untuk
sekedar mencari sesuap nasi dari gaji sebagai kolumnis. Kedurhakaan CW
melebihi si Arswendo Atmowiloto yg berani-beraninya mendudukkan Nabi
Muhammad SAW dengan Suharto, Ainstein, dlsb.

Dalam bagian:
   Jadi setan itu memang bisa gentayangan. Jadi setan seperti busa
   napas Dasamuka menurut legenda wayang bisa masuk ke orang siapa
   saja di seluruh muka bumi. Dasamuka bisa muncul di tubuh Li Peng
   waktu memerintahkan tank menggilas mahasiswa di Tiananmen,
   juga bisa muncul di EGP menyedot duit Bank Bali, lalu di kalangan
   pribumi penuh dengan praktik KKN dan Hitler, Nero, Pol Pot, saling
   tikam, saling fitnah, saling jegal, saling bunuh seperti Ken Arok.

CW telah keluar dari garis batas dalam membakari sentimen SARA, dan menunjuk
langsung kelompok pribumi yang mempunyai sifat Hitler, Nero, Polpot, dan
lain-lain. Sungguh memalukan orang yg selalu menyuarakan anti SARA akhirnya
termakan sendiri untuk melakukan tindakan-tindakan rasist.

http://www.suarapembaruan.com/News/1999/09/280999/index.html

__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-28 Terurut Topik Sri T Arundhati

Setelah baca kolom nya koq saya malah berpikir anda yang "picek" sih.
Tapi terimakasih sebelumnya anda memberikan website kolom yang anda
baca, kalau saya baca sepenggal-sepenggal seperti yang anda copy dalam
email anda mungkin saya akan berpikiran seperti anda tapi setelah saya
baca lengkap .koq ya saya jadi  berpandangan lain. Tapi saya pikir
anda adalah jenis orang yang menghargai pendapat yang berbeda kan?
Sorry.
Tapi emang paling susah sih dan paling memalukan untuk mengakui dan
melihat  kekurangan sendiri dan paling mudah untuk menyalahkan dan
menuduh orang lain sebagai penyebab kerusakan  yang terjadi pada kita.
Manusiawi.



Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-28 Terurut Topik Jeffrey Anjasmara

Satu hal yg patut anda renungi:
- Berbeda pandangan adalah wajar, nyatanya CW memberi cap
  nasionalis sempit chauvinis kepada orang-orang yg membakar
  bendera Australia. Di lain pihak, si CW tidak mau melihat
  apa latar belakang orang-orang ini membakari bendera dan
  merusak Konsulat di Surabaya.

  Pandangan seperti ini tidak pantas diucapkan oleh CW yang
  mengaku memperjuangkan HAM, tetapi menutup mata bahwa yg
  pertama membakari bendera RI adalah orang-orang Australia.
  Yang merusak gedung dan mobil konsulat di Perth dan Darwin
  adalah orang-orang Australia. Yang memblokir Kedubes RI
  di Canberra sehingga satu minggu tidak dapat digunakan adalah
  orang Australia. Yang tidak mampu menjaga KBRI di Canberra
  supaya kegiatan di sana tetap exist adalah petugas keamanan
  Australia. Semua yang muncul di tanah air adalah response dari
  apa yg mereka lakukan di sana. Tidak ada dasar sama sekali bagi
  CW untuk memberikan predikat chauvinis kepada para demonstran
  di tanah air. Tidak... saya tidak picak. Yang picak adalah
  Christianto Wibisono yang selalu memihak AS, Australia tanpa
  reserve. Bila tidak picak maka dia tidak akan bicara seperti
  itu. Dia tidak mau menghargai pandangan para pendemo yg menolak
  segala penghinaan Australia. Nah, siapa yg tidak menghargai
  pandangan orang lain? Christianto Wibisono atau para pendemo atau
  saya? Kalau mau diusut mestinya si CW yang harus pertama melihat
  borok sendiri dong.

- Hal lain adalah penyalahgunaan Malaikat Jibril untuk jualan
  abab. Tidak ada alasan satupun yg dapat membenarkan tindakan
  seperti ini. Coba bila orang lain membuat artikel berisi
  wawancara imajiner dengan Yesus tentang hal-hal duniawi
  yg tidak pada tempatnya, apa orang pada mau? Mungkin di dalam
  ajaran Non-Islam tidak ada salahnya menggunakan Jibril untuk
  hal demikian. Tidak demikian dengan orang lain dong. Inilah
  yg saya juga sebut si CW tidak sensitif thd orang lain, dan
  bukan tidak mungkin terdapat kemungkinan usaha mempermainkan
  SARA untuk dagangannya.


'--
From: Sri T Arundhati [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: Indonesian Students in the US [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: Christianto Wibisono sang rasist
Date: Tue, 28 Sep 1999 10:21:14 -0400

Setelah baca kolom nya koq saya malah berpikir anda yang "picek" sih.
Tapi terimakasih sebelumnya anda memberikan website kolom yang anda
baca, kalau saya baca sepenggal-sepenggal seperti yang anda copy dalam
email anda mungkin saya akan berpikiran seperti anda tapi setelah saya
baca lengkap .koq ya saya jadi  berpandangan lain. Tapi saya pikir
anda adalah jenis orang yang menghargai pendapat yang berbeda kan?
Sorry.
Tapi emang paling susah sih dan paling memalukan untuk mengakui dan
melihat  kekurangan sendiri dan paling mudah untuk menyalahkan dan
menuduh orang lain sebagai penyebab kerusakan  yang terjadi pada kita.
Manusiawi.

__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-28 Terurut Topik Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Ha...ha...hakasihan Mas Jupri ini.

Jemaat Kristen diperkenankan "mengadili" pendetanya bahkan memecat sang
pendeta kalo si pendeta memang geblek. Orang juga bebas mengkritik dan
membuat parodi soal gereja. Anda bisa lihat dalam Mr. Bean misalnya, yang ia
dengan lugunya mengacaukan gereja untuk dibikin lelucon. Coba kalau itu
terjadi pada agama lain?

Kalau Anda rajin mengikuti "Analisis" (sebenarnya tak tepat disebut dengan
analisis) CW setiap Selasa di SP, Anda akan tahu gaya tulisan CW. Saya
termasuk penggemarnya. Tidak itu saja, saya juga memberikan kritikan
terhadap tulisannya langsung kepadanya. Bahkan posting inipun saya bcc-kan
kepada CW. Bagi saya CW masih tetap konsisten dengan keintelektualannya,
walau dulu pernah saya kecam habis-habisan saat CW bergabung dengan Amien
"Machiavelis" Rais dalam PAN.

Wassalam,
Efron

-Original Message-
From:   Jeffrey Anjasmara [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Tuesday, 28 September, 1999 19:56 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:    Christianto Wibisono sang rasist

Dalam artikel terbaru di Suara Pembaruan Christianto Wibisono menghembuskan
lagi nafas SARA, justru dengan dasar anti SARA.

CW yang sejak awal saya curigai kebangsaannya menyatakan bahwa terjadi
gelombang nasionalisme chauvinis picik di Indonesia dengan saling bakar
bendera antara Indonesia dan Australia. Si 'Picek' Christianto Wibisono
hanya menuding orang Indonesia saja tanpa melihat bahwa hal ini merupakan
respon warga Indonesia yg masih punya rasa kebangsaan terhadap pembakaran
bendera Merah Putih di Australia. CW telah berat sebelah dalam menuding aksi
bakar membakar ini.

Dalam satu bagian yaitu :

   Sekarang setelah Soeharto lengser dan Habibie ingin memerdekakan,
   malah timbul gelombang nasionalisme Kumbokarno, chauvinisme model
   Hitler yang tidak berperikemanusiaan untuk tetap ingin menjajah
   Timtim. Ini adalah penyakit kriminal dan fasis yang dipelihara
   rezim KKN Soeharto, yang telanjur jadi kanker genetik, penyakit
   turunan. Rasialis baik terhadap Cina, bule, maupun keturunan hitam
   Melanesia. Oknum-oknum penguasa arogan di Jakarta sudah terlalu
   sering mengeksploitasi soal etnis dan SARA untuk melestarikan
   kekuasaan biadab mereka secara keji.

menunjukkan bahwa CW selalu aktif meniupkan masalah SARA untuk segala macam
permasalahan dengan tujuan-tujuan tertentu. Sungguh mengherankan bila kita
berbicara tentang Timtim tiba-tiba berbelok ke masalah SARA. Rupanya
kapabilitas CW sebagai penulis benar-benar tersumbat sebagaimana yang dia
klaim sendiri.

Sebagai penganut agama Non-Islam si Christianto Wibisono juga tidak sensitif
dengan para penganut Islam di Indonesia. Malaikat Jibril, sebagaimana
malaikat yg lain di dalam Islam tidak boleh dimain-mainkan hanya untuk
sekedar mencari sesuap nasi dari gaji sebagai kolumnis. Kedurhakaan CW
melebihi si Arswendo Atmowiloto yg berani-beraninya mendudukkan Nabi
Muhammad SAW dengan Suharto, Ainstein, dlsb.

Dalam bagian:
   Jadi setan itu memang bisa gentayangan. Jadi setan seperti busa
   napas Dasamuka menurut legenda wayang bisa masuk ke orang siapa
   saja di seluruh muka bumi. Dasamuka bisa muncul di tubuh Li Peng
   waktu memerintahkan tank menggilas mahasiswa di Tiananmen,
   juga bisa muncul di EGP menyedot duit Bank Bali, lalu di kalangan
   pribumi penuh dengan praktik KKN dan Hitler, Nero, Pol Pot, saling
   tikam, saling fitnah, saling jegal, saling bunuh seperti Ken Arok.

CW telah keluar dari garis batas dalam membakari sentimen SARA, dan menunjuk
langsung kelompok pribumi yang mempunyai sifat Hitler, Nero, Polpot, dan
lain-lain. Sungguh memalukan orang yg selalu menyuarakan anti SARA akhirnya
termakan sendiri untuk melakukan tindakan-tindakan rasist.

http://www.suarapembaruan.com/News/1999/09/280999/index.html

__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-28 Terurut Topik Jeffrey Anjasmara

Lho mas, kalau umat Kristen mau mengadili para pendeta sih masa bodo amat.
Lagipula siapa yang ngomongin pendeta? Masak malaikat disamakan dengan
pendeta;)

Kalau Umat Kristen mau mencatut nama seorang malaikat ya silakan asal
dilakukan di dalam gereja. Itu kalau malaikatnya kebetulan sama dengan
malaikat dari umat yang lain. Kalau punya malaikat sendiri lalu dicatut
sendiri sih silakan saja. Yang lain sih bakalan cuek bebek dong. Jadi
pembelaan anda nggak ada sangkut pautnya dengan statemen saya bahwa CW nggak
peka dengan umat lain.

Coba, kenapa mesti wawancara imajinernya dengan malaikat jibril yang
mendapat tempat khusus di dalam ajaran lain? Kenapa nggak bikin wawancara
dengan Yesus saja? Atau dengan Nabi Samuel? Habis ini mau bikin wawancara
imajiner dengan siapa lagi? Mau dengan Muhammad SAW? Dengan Budha Gautama?

CW nggak bisa melakukan hal ini di depan publik! Biarpun koran SP membawa
bendera kristenpun, bila dijual ke publik harus dipertanyakan apa tujuannya.
Kecuali bisa juga diberi label, tidak ditujukan untuk umat X, dilanjutkan
dengan keterangan blah-blah... Nilai-nilai yang ditanamkan berbeda. Mungkin
parodi di tempat lain aman-aman saja, tapi tentunya jangan disama-ratakan
untuk memparodikan milik yg lain dong (bilapun milik bersama).

Saya sih tidak anti CW, nyatanya saya juga baca. Cuman bosan saja dengan
istilah Ken Arokisme dan Brutusisme. Ken Arok adalah pendiri Kerajaan
Singasari yang megah. Masa lalunya yg buruk mungkin dapat diterima deh.
Tidak demikian dengan R. Wijaya. Dia adalah pendiri kerajaan Majapahit yg
jauh lebih berjaya daripada RI. Namanya sampai sekarang dinobatkan menjadi
nama Kodam, universitas, dll. Masak tokoh sejarah yg mengukir kejayaan
Indonesia di masa lampau ini dihujat-hujat?

Dalam artikel terakhir CW memberi contoh bagaimana strategi R. Wijaya yg
menggunakan tangan tentara Kubelei Khan untuk mengalahkan musuh sebagai
tindak pengkianat. Kita tidak dapat men-judge bahwa hal ini adalah trade
mark pribumi (silakan baca lagi di bagian terakhir artikelnya). Itulah
politik. Baik dan buruknya jangan disangkut- pautkan dengan kelompok
tertentu. Itu sih belum apa-apa bila dibandingkan teori perangnya SUn Tzu
mas. Kalau R. Wijaya dibilang pengkianat, lalu SUn Tzu tuhannya pengkianat?
Kan tidak tho?

Yang saya kritik tak kalah kerasnya adalah pernyataan CW bahwa maraknya demo
anti Australia adalah sisa akibat doktrin Suharto. Lho, orang para pendemo
hanya merespon apa yg dilakukan oleh orang Australia kok yg dikritik malah
mereka. Sekali lagi saya tanya siapa yg memulai bakar-bakaran bendera, siapa
yg memboikot dagang, siapa yg merusak gedung konsulat duluan, siapa yg tidak
mampu menjaga keamanan KBRI sehingga mesti tutup? Kok pendemo dalam negeri
lagi yg disalahi. Lagi pula apa urusannya dengan Suharto? Orang Indonesia
sudah dari sononya nggak suka sama 'londo'. Begitu mereka pecicilan
melakukan 'jingoism' lagi jelas secara natural orang akan naik darah dong.
Kok chauvinis. Baru segitu dibilang chauvinis. Artinya yg ngomong yg nggak
punya rasa kebangsaan. Nah, berhubung katanya menghargai perbedaan pendapat,
hormatilah yg mendemo itu. Masak disangkutkan sama Suharto. Orang pada jijay
lagi;)

Semua hal di atas tentu saja bukan penilaian akhir atas CW. Mungkin saja CW
introspeksi diri, dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan ini. Bila memang
CW mampu memperbaiki statemenya, tentu saja saya akan berubah pikiran lagi,
dan mengubah pandangan bahwa CW adalah rasist.

Tambahan:
Nah, sekarang anda ikut-ikutan bilang Amien machiavelis. Kemarin ada yg
bilang anda tidak senang karena ada masalah pribadi. Padahal waktu seorang
peserta milis melakukan hal senada kepada Megawati anda juga ikut protes.
Katanya jangan bawa urusan pribadi...Bagaimana tho mas;)

Berhubung anda yg memulai men-cc, saya juga men-cc ke CW deh.


+anjas

-
From: "Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)" [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: Indonesian Students in the US [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: Christianto Wibisono sang rasist
Date: Wed, 29 Sep 1999 07:29:47 +0700

Ha...ha...hakasihan Mas Jupri ini.

Jemaat Kristen diperkenankan "mengadili" pendetanya bahkan memecat sang
pendeta kalo si pendeta memang geblek. Orang juga bebas mengkritik dan
membuat parodi soal gereja. Anda bisa lihat dalam Mr. Bean misalnya, yang
ia
dengan lugunya mengacaukan gereja untuk dibikin lelucon. Coba kalau itu
terjadi pada agama lain?

Kalau Anda rajin mengikuti "Analisis" (sebenarnya tak tepat disebut dengan
analisis) CW setiap Selasa di SP, Anda akan tahu gaya tulisan CW. Saya
termasuk penggemarnya. Tidak itu saja, saya juga memberikan kritikan
terhadap tulisannya langsung kepadanya. Bahkan posting inipun saya bcc-kan
kepada CW. Bagi saya CW masih tetap konsisten dengan keintelektualannya,
walau dulu pernah saya kecam habis-habisan saat CW bergabung dengan Amien
"Machiavelis" Rais dalam PAN.

Wassalam,
Efron

-Original Message

Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-28 Terurut Topik Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Mas Jupri,

Adalah hak orang Kristen (termasuk CW) menggunakan/mencatut nama malaikat
Jibril. Kalaupun ada kesamaan nama dengan agama orang lain mengapa mesti
pusing. Toh Tuhan-nya juga sama (kalo soal yang ini saya mau berdiskusi
dengan Anda secara terpisah dari subjek di atas. Akan saya buktikan kalo
Tuhan itu satu dan sama).

Gaya menulis orang berbeda-beda. Jadi jangan salahkan CW kalau menulis
seperti itu. Kalau bosan...yach jangan dibaca. Gampang 'kan? CW
menganalogikan irama kehidupan sekarang dengan masa lampau bagi saya masih
paut (relevant). Bagi banyak orang Raden Wijaya (RW) dkk adalah pahlawan.
Namun dari satu sisi mereka (RW dkk) adalah fasis yang ingin menguasai
daerah orang lain. Apakah ini salah? Bergantung pada cara pandang orang
seperti halnya Timtim. Anda juga keliru kalau nama RW/Majapahit dijadikan
nama Kodam atau universitas. Saya kok belum mendengar info ini. Kalau Gadjah
Mada memang iya tempat saya ngangsu kawruh. Lagi pula sejak kapan RW
mengukir kejayaan Indonesia? Lha wong istilah "Indonesia" saat itu belum
terdengar je.

Juga, kapan saya menentang orang yang menyoal pribadi MSP? Kalau saya lupa
tolong berikan arsipnya.

Wassalam,
Efron




-Original Message-
From:   Jeffrey Anjasmara [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Wednesday, 29 September, 1999 8:52 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:    Re: Christianto Wibisono sang rasist

Lho mas, kalau umat Kristen mau mengadili para pendeta sih masa bodo amat.
Lagipula siapa yang ngomongin pendeta? Masak malaikat disamakan dengan
pendeta;)

Kalau Umat Kristen mau mencatut nama seorang malaikat ya silakan asal
dilakukan di dalam gereja. Itu kalau malaikatnya kebetulan sama dengan
malaikat dari umat yang lain. Kalau punya malaikat sendiri lalu dicatut
sendiri sih silakan saja. Yang lain sih bakalan cuek bebek dong. Jadi
pembelaan anda nggak ada sangkut pautnya dengan statemen saya bahwa CW nggak
peka dengan umat lain.

Coba, kenapa mesti wawancara imajinernya dengan malaikat jibril yang
mendapat tempat khusus di dalam ajaran lain? Kenapa nggak bikin wawancara
dengan Yesus saja? Atau dengan Nabi Samuel? Habis ini mau bikin wawancara
imajiner dengan siapa lagi? Mau dengan Muhammad SAW? Dengan Budha Gautama?

CW nggak bisa melakukan hal ini di depan publik! Biarpun koran SP membawa
bendera kristenpun, bila dijual ke publik harus dipertanyakan apa tujuannya.
Kecuali bisa juga diberi label, tidak ditujukan untuk umat X, dilanjutkan
dengan keterangan blah-blah... Nilai-nilai yang ditanamkan berbeda. Mungkin
parodi di tempat lain aman-aman saja, tapi tentunya jangan disama-ratakan
untuk memparodikan milik yg lain dong (bilapun milik bersama).

Saya sih tidak anti CW, nyatanya saya juga baca. Cuman bosan saja dengan
istilah Ken Arokisme dan Brutusisme. Ken Arok adalah pendiri Kerajaan
Singasari yang megah. Masa lalunya yg buruk mungkin dapat diterima deh.
Tidak demikian dengan R. Wijaya. Dia adalah pendiri kerajaan Majapahit yg
jauh lebih berjaya daripada RI. Namanya sampai sekarang dinobatkan menjadi
nama Kodam, universitas, dll. Masak tokoh sejarah yg mengukir kejayaan
Indonesia di masa lampau ini dihujat-hujat?

Dalam artikel terakhir CW memberi contoh bagaimana strategi R. Wijaya yg
menggunakan tangan tentara Kubelei Khan untuk mengalahkan musuh sebagai
tindak pengkianat. Kita tidak dapat men-judge bahwa hal ini adalah trade
mark pribumi (silakan baca lagi di bagian terakhir artikelnya). Itulah
politik. Baik dan buruknya jangan disangkut- pautkan dengan kelompok
tertentu. Itu sih belum apa-apa bila dibandingkan teori perangnya SUn Tzu
mas. Kalau R. Wijaya dibilang pengkianat, lalu SUn Tzu tuhannya pengkianat?
Kan tidak tho?

Yang saya kritik tak kalah kerasnya adalah pernyataan CW bahwa maraknya demo
anti Australia adalah sisa akibat doktrin Suharto. Lho, orang para pendemo
hanya merespon apa yg dilakukan oleh orang Australia kok yg dikritik malah
mereka. Sekali lagi saya tanya siapa yg memulai bakar-bakaran bendera, siapa
yg memboikot dagang, siapa yg merusak gedung konsulat duluan, siapa yg tidak
mampu menjaga keamanan KBRI sehingga mesti tutup? Kok pendemo dalam negeri
lagi yg disalahi. Lagi pula apa urusannya dengan Suharto? Orang Indonesia
sudah dari sononya nggak suka sama 'londo'. Begitu mereka pecicilan
melakukan 'jingoism' lagi jelas secara natural orang akan naik darah dong.
Kok chauvinis. Baru segitu dibilang chauvinis. Artinya yg ngomong yg nggak
punya rasa kebangsaan. Nah, berhubung katanya menghargai perbedaan pendapat,
hormatilah yg mendemo itu. Masak disangkutkan sama Suharto. Orang pada jijay
lagi;)

Semua hal di atas tentu saja bukan penilaian akhir atas CW. Mungkin saja CW
introspeksi diri, dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan ini. Bila memang
CW mampu memperbaiki statemenya, tentu saja saya akan berubah pikiran lagi,
dan mengubah pandangan bahwa CW adalah rasist.

Tambahan:
Nah, sekarang anda ikut-ikutan bilang Amien machiavelis. Kemarin ada yg
bilang anda tidak senang karena ada masal

Re: Christianto Wibisono sang rasist

1999-09-28 Terurut Topik Irwan Ariston Napitupulu

In a message dated 9/28/99 8:56:19 AM Eastern Daylight Time,
[EMAIL PROTECTED] writes:

 Sebagai penganut agama Non-Islam si Christianto Wibisono juga tidak sensitif
  dengan para penganut Islam di Indonesia. Malaikat Jibril, sebagaimana
  malaikat yg lain di dalam Islam tidak boleh dimain-mainkan hanya untuk
  sekedar mencari sesuap nasi dari gaji sebagai kolumnis. Kedurhakaan CW
  melebihi si Arswendo Atmowiloto yg berani-beraninya mendudukkan Nabi
  Muhammad SAW dengan Suharto, Ainstein, dlsb.

Irwan:
Sebelum anda membawa masalah ini lebih jauh lagi sebaiknya
anda tahu lebih dulu bahwa malaikat Jibril itu bukan monopoli
agama Islam. Dalam agama Kristen juga dikenal malaikat Jibril
yg biasa ditulis dengan Gabriel.
Jadi, bung CW itu menulis malaikat Jibril konteksnya adalah
dalam agama Kristen. Sama seperti kalau kita lihat di kalender2
dimana hari2 raya umat Kristen yg berkaitan dengan Yesus ditulis
dengan nama Isa Almasih seperti "Kelahiran Isa Almasih",
"Kematian Isa Almasih, "Kebangkitan Isa Almasih", "Kenaikan Isa
Almasih". Walau ditulis dengan gaya Islam tapi yg dimaksud
adalah dalam agama Kristen. Demikian juga dengan malaikat Jibril nya
CW, karena CW adalah Kristen maka dalam menulis hal tersebut
tentu konteksnya dia adalah malaikatnya orang Kristen.

catatan:
Saya tidak sedang membenarkan atau pun menyalahkan
CW menggunakan malaikat Jibril (Gabriel) dalam wawancara
imajener tersebut karena bukan dalam kapasitas saya untuk
menghakimi CW. Saya hanya ingin meluruskan bahwa malaikat
Jibril itu tidak hanya monopoli agama Islam seperti yg sempat
diindikasikan oleh bung Anjasmara karena memang di agama
Kristen pun mengenal malaikat yg sama.
Bagi saya biarlah hal tersebut menjadi urusan pribadi CW
dengan Tuhannya karena memang bagi saya pribadi
Tuhan itu terlalu hebat untuk kita bela karena memang Tuhan
tidak butuh pembelaan saya sebagai manusia ciptaanNya.


jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu