[ppiindia] Fwd: Re: Islam_liberal Menyikapi Hal yang Dianggap Benar (Tanggapan dari Bp. HM Nur Abdurrahman)
--- In [EMAIL PROTECTED], H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED] wrote: Hatim Gazali dan djunaedi sahrawi wrote: Alquran adalah gagasan Tuhan yang diterjemahkan oleh Muhammad dalam bahasa manusia. HMNA: Pendapat di atas itu berasal dari asumsi spekulasi intelektual dari Fazlur Rahman, gurunya Nurcholis Madjid, yaitu bahwa Al Quran adalah both the Word of God and the word of Muhammad. Untuk selanjutnya, silakan dibaca Seri di bawah HMNA = BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU [Kolom Tetap Harian Fajar] 623. Intelektual Muslim yang Keranjingan Hermeneutika Istilah hermeneutika berkaitan dengan mitos dewa Yunani Kuno yang bernama Hermes, yang memiliki kebiasaan memintal. Mitos memintal ini mengungkap dua hal dalam hermeneutika, yaitu: pertama, memastikan maksud, isi suatu kata, kalimat, dan teks, kedua, menemukan instruksi-instruksi dibalik simbol. Hermeneutika tidak terlepas dari asumsi-asumsi dan adanya purbasangka (prejudice) spekulasi intelektual. Ada asumsi spekulasi intelektual dari Fazlur Rahman, gurunya Nurcholis Madjid, yaitu bahwa Al Quran adalah both the Word of God and the word of Muhammad. Asumsi ini bernuansa hermeneutika filosofis. Asumsi ini berpijak pada paradigma (kerangka dasar) bahwa Al Quran bukanlah teks yang turun dalam bentuk kata-kata aktual secara verbal, melainkan merupakan spirit wahyu yang disaring melalui Nabi Muhammad SAW dan sekaligus diekspresikan dalam tapal batas intelek dan kemampuan linguistiknya. Nabi Muhammad SAW sebagai penerima wahyu diposisikan sebagai pengarang Al Quran. Inilah latar belakang mengapa ada sementara kaum intelektual Muslim yang keranjingan hermeneutika untuk mengkaji Al Quran, dengan bertitik tolak dari sikap meragukan mushhaf (teks) Al Quran Rasm (ejaan) 'Utsmany. Dalam 24 jam, sekurang-kurangnya 17 kali ummat Islam bermohon kepada Allah: -- AHDNA ALSHRATH ALMSTQYM (S. ALFTht, 1:5), dibaca: ihdinash shira-thal mustaqi-m (s. alfa-tihah), artinya: Tunjukilah kami kepada Jalan yang Lurus. Allah SWT menjawab permohonan hambaNya itu dengan: -- A-L-M . DZLK ALKTB LA RYB FYH HDY LLMTQYN (S. ALBQRt 2:1-2), dibaca: alif, lam, mim . dza-likal kita-bu la- rayba fi-hi hudal lilmuttaqiyn (s. albaqarah), artinya: Alif, lam, mim . Itulah Al Kitab tiada keraguan di dalamnya petunjuk bagi para muttaqin. Ayat (2:1) alif-lam-mim adalah kode matematis Surah mim lam alif Al Baqarah217532044592 Ali 'Imran125118852578 Al A'raf 116515232572 Ar Ra'd260 479 625 Al 'Ankabut347 554 784 Ar Rum 318 396 545 Luqman 177 298 348 As Sajadah 158 154 268 Jumlah 5871 + 8493 + 12312 = 26676 = 1404 x 19 Dalam ayat (2:2) ada tanda tiga titik (seperti titik pada huruf 'tsa' dan 'syin') terletak diatas kata RYB dan FYH. Tanda tiga titik diatas dua kata tsb dalam ayat (2:2) menunjukkan mu'jizat lughawiyah, yaitu ayat (2:2) dapat bermakna dua yg keduanya mempunyai keutamaan masing-masing. Ada dua cara dalam membaca ayat (2:2) tersebut, yaitu dapat berhenti pada kata RYB, dan dapat pula berhenti pada kata FYH. Kedua cara bacaan tersebut menghasilkan penekanan dalam bobot yang berbeda, namun yang satu dengan yang lain saling bersinergi, saling mengisi. Mari kita baca ayat (2:2): Cara yang pertama, berhenti pada kata RYB: Dza-likal kita-bu la- rayba, berhenti sebentar kemudian dilanjutkan dengan fi-hi hudal lil muttaqi-n. Kalau kita membaca serupa ini maka maknanya ialah: Itulah Al Kitab tiada keraguan, pernyataan tegas dari Allah bahwa Al Kitab tiada keraguan sumbernya dari Allah SWT, kemudian dilanjutkan dengan: di dalamnya mengandung petunjuk bagi para muttaqin. Jadi cara membaca yang pertama ini bobotnya pada penegasan dari Allah SWT bahwa tiada keraguan bahwa Al Kitab bersumber dari Allah SWT. Apa itu Al Kitab ? Dalam bahasa aslinya Kitab akarnya dari Kef-Ta-Ba artinya tulis. Artinya Al Kitab itu adalah Teks. Jadi cara membaca yang pertama ini adalah penegasan dari Allah SWT bahwa tiada keraguan Teks itu bersumber dari Allah SWT. Tabulasi penjabaran ayat (1:1), yaitu alif-lam-mim sebagai al muqaththa'aat (potongan-potongan huruf) persekutuan dari 8 surah menunjukkan pula bahwa Teks itu bersumber dari Allah SWT, sebab mana mungkin Teks yang mengandung data numerik itu dapat dikarang oleh manusia. Lagi pula penyimpangan ejaan satu huruf saja, betapa pula perubahan kata, apa lagi perubahan redaksional, data numerik itu tidak akan tersusun seperti dalam tabulasi Alif - Lam - Mim di atas itu, yang mengikat delapan surah dengan sistem numerik kelipatan 19. Hermeneutika tidak mampu melawan sistem numerik itu. Alhasil paradigma bahwa Al Quran bukanlah teks yang turun dalam bentuk kata-kata aktual secara verbal, melainkan merupakan spirit wahyu yang disaring melalui
[ppiindia] Berperan aktif dalam mencari sebuah kebenaran
Mayoritas islam menganggap syariat yang diterjemahkan sebagai hukum islam sebagai sesuatu yang sakral. Padahal dalam Islam tak ada sesuatu hal pun yang sakral, selain Alquran. Syariat adalah produk buatan manusia yang merupakan usaha memahami kehendak suci dalam konteks tertentu. Itulah sebabnya sebagian besar isi dari syariat adalah fiqh yang tidak lain adalah pendapat para fuqaha. Dan pengkultusan syariat ini juga memiliki arti hilangnya kemandirian kaum beriman. Karena semua ketentuan hukum sudah ditetapkan dan umat Islam tak memiliki pilihan lain kecuali mentaatinya. Ia memiliki peran yang pasif. Semestinya umat Islam berperan aktif dalam mencari sebuah kebenaran. Minggu, 01 Agustus 2004 Ziauddin Sardar Demokrasi Indonesia Bisa Jadi Contoh Ia salah satu penulis Islam progresif. Ada juga yang menyebut dia seorang utopis, generalis. Dia, Profesor Ziauddin Sardar. Sardar adalah seorang penulis pemikiran Islam kontemporer, sains, dan juga seorang kritikus budaya. Lelaki kelahiran Pakistan ini juga penyiar radio, bekerja, antara lain, untuk jurnal ilmiah Nature dan New Scientiest. Ia juga editor Futures, sebuah jurnal bulanan mengenai kebijakan, perencanaan, dan studi masa depan. Selain itu, ayah tiga anak ini juga mengajar di City University, London. Banyak sudah artikel yang keluar dari tangannya. Sardar telah menerbitkan sekitar 40 buku. Di antaranya adalah The A to Z of Postmodern Life (2002), Aliens R Us (2002), Orientalism (1999). Selama seminggu sejak Ahad (25/7) Sardar berkunjung ke Indonesia. Ia bertemu dengan masyarakat Islam dari dua ormas besar Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, di Jakarta, Surabaya, dan Medan. Di sela-sela kunjungannya itu ia meladeni berbagai pertanyaan wartawan, termasuk wartawan Republika Ferry Kisihandi dan Nina Chairani dalam beberapa kesempatan di Jakarta. Lelaki setengah baya berambut sepundak dan gemar berpakaian casual ini tampak penuh semangat menjawab berbagai pertanyaan. Terutama pertanyaan yang menantang. ''Semua pertanyaan simpel buat saya,'' katanya sambil tertawa. Berikut nukilan wawancara seputar pemikiran dan kehidupan pribadinya itu: Gagasan mengkaji kembali pemikiran Islam semakin gencar. Sebenarnya apa perlunya hal itu dilakukan? Upaya mengkaji kembali pemikiran Islam perlu dilakukan. Ini memberikan dampak pada kembalinya peradaban Islam dalam kehidupan kontemporer. Islam memiliki daya untuk merespons beragam kondisi kontemporer, dan tak membuat umat islam tertinggal dari umat lainnya. Namun nyatanya, kini umat Islam tak mampu menghadapi modernitas. Padahal mengkaji ulang pemikiran Islam telah lama dilontarkan para pemikir Islam. Kita bisa mengambil contoh Malik bin Nabi, juga ada Jamaluddin Al Afghani maupun Muhammad Abduh. Bahkan Malik bin Nabi menyatakan bahwa kolonialisme di negara-negara Islam bukan karena Barat yang kuat. Namun, karena kelemahan umat Islam. Mereka tak mampu melakukan perubahan untuk merespons perubahan zaman. Pada masa selanjutnya ada pula Muhammad Iqbal yang melontarkan gagasan gemilangnya agar Islam mampu merespons kondisi kontemporer. Dan, hingga kini umat Islam tampaknya tak mampu memenuhi panggilan ijtihad. Dalam tataran praktis bagaimana gagasan ini berjalan? Bagi saya pengkajian kembali pemikiran Islam bukanlah mempersoalkan perlu atau tidaknya shalat, haji, puasa, dan ibadah ritual lainnya. Namun, bagaimana Islam dibawa ke dalam kehidupan politik, teknologi bahkan transportasi. Dengan demikian, Islam memberikan jiwa bagi umat Islam dalam merespons kondisi yang mereka hadapi. Sayang memang dalam kenyataannya, umat Islam telah menutup pintu ijtihadnya. Apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Penyebab paling utama adalah fakta bahwa konteks dari teks suci kita telah membeku dalam sejarah. Seseorang hanya memiliki hubungan interpretatif dengan teks, bahkan lebih tidak mungkin jika teks tersebut dianggap sebagai hal yang abadi. Kemudian teks tersebut tak mampu untuk merespons tantangan zaman. Itulah sebabnya meski umat Islam memiliki hubungan emosional yang kuat dengan Islam, mereka hanya lebih terfokus pada hal yang bersifat ibadah ritual. Dengan demikian, mereka tak menanggap bahwa Islam merupakan sebuah pandangan dunia serta sumber etika. Yang mampu memberikan pemecahan bagi permasalahan di setiap zaman. Bukankah Islam telah diyakini sebagai agama yang selalu sesuai dengan zaman? Artinya ijtihad, pemikiran serta interpretasi baru tak akan terjadi. Kemudian membuat umat Islam mengkultuskan syariat pada tingkatan Tuhan. Bisa Anda jelaskan mengenai pengkultusan syariat tersebut? Mayoritas islam menganggap syariat yang diterjemahkan sebagai hukum islam sebagai sesuatu yang sakral. Padahal dalam Islam tak ada sesuatu hal pun yang sakral, selain Alquran. Syariat adalah produk buatan manusia yang merupakan usaha memahami kehendak suci dalam konteks tertentu. Itulah sebabnya sebagian besar isi dari syariat adalah fiqh yang tidak lain adalah pendapat para
[ppiindia] Neraka itu tidak kekal dan ada akhirnya (2)
Neraka itu tidak kekal dan ada akhirnya (2) Saudara-saudara para hadirin hadirat yang berbahagia, Berbagai hadits yang dikutip pada tulisan sebelumnya menunjukkan bahwa banyak juga sahabat Rasulullah SAW, para tabi'i dan juga sebahagian kecil para Ulama-Ulama Islam terdahulu berpendapat bahwa neraka itu tidak abadi dan berkesudahan juga. Dengan berpedoman kepada Al-Qur'an dan beberapa ayat-ayatnya menunjang pendapat itu, dan berikut iniadalah uraian kami mengenai hal tersebut: 1. Sekalipun perkataan kecuali apa yang Tuhan engkau kehendaki digunakan baik untuk neraka, maupun untuk surga (Hud 107 , 108), namun bertalian dengan pahala yang yang tiada putus-putusnya yang terdapat pada ujung ayat 108 dengan maksud untuk menunjukkan bahwa keabadian surga memang tidak ada batasnya. Sebaliknya berkenaan dengan neraka perkataan itu diikuti oleh Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana apa yang Dia kehendaki.(QS. 11:107). Perkataan ini mengandung tekanan yang sangat besar dan ia mengandung arti bahwa bahwa pada suatu saat kelak penghuni neraka itu akan dikeluarkan semuanya. Sekiranya mereka sama sekali tidak dikeluarkan dari neraka maka pernyataan itu tidak perlu dibuat dengan tekanan yang sangat besar dengan menggunakan tiga kata-kata yang mengandung tekanan yaitu inna (sesungguhnya), rabbaka (Tuhan engkau), fa'ilu (Perlaksana Besar dari hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh lain-lainnya. Andaikan mereka tidak akan dikeluarkan dari neraka itu dan keadaannya seperti kekalnya surga maka penyebutannya seharusnya diikuti oleh suatu keterangan yang menunjukan keabadiannyasebagai suatu penghukuman yang tak putus-putusanya. Memanglah benar bahwa seperti halnya surga juga mengenai neraka dikatakan bahwa penghuni-penghuninya akan tinggal disana selama dikehendaki Tuhan, tetapi berkenaan dengan penghuni-penghuni surga ditambahkan dengan jelas bahwa mereka akan menerima karunia itu dengan tidak putus-putusnya dan bahwa kediaman mereka disurga tidak mengenal kesudahan. Sebaliknya yang bertalian dengan hukuman neraka tak ada diberikan keterangan semacam itu. Adalah Ibnu Hadjar yang pendapatnya sangat bertentangan dengan Ibnu Taimiyah mengenai tidak abadinya neraka itu, telah terpaksa mengakui bahwa sementara yang bertalian dengan penghuni surga Tuhan telah menyatakan mereka akan tinggal disana untuk selama-lamanya, maka yang bertalian dengan neraka Dia tidak berkata apa-apa. Apakah Tuhan sengaja mendiamkan masalah yang berkenaan dengan penghuni neraka itu? Dugaan yang demikian adalah tidak benar karena dengan mengatakan Sesungguhnya Tuhan engkau melaksanakan apa yang Dia kehendaki maka Al-Qur'an menyatakan bahwa berkenaaan dengan penghuni neraka Tuhan akan melaksanakan keinginanNya yang terkandung dalam kata-kata kecuali apa yang Tuhan engkau kehendaki itu. 2. Bukti kedua tentang terbatasnya masa neraka diberikan oleh ayat berikut: ..Illa marrahima rabbuka walidzalika khalaqahumKecuali kepada orang-orang yang Tuhan engkau melimpahkan rahmatNya; dan untuk itulah Dia menciptakan mereka.(QS. 11:119). Para penafsir dan orang-orang yang berwenang seperti Ibnu Abbas, Ta'us, Mujahid, Dahhak, Qatadah dan Ikrimah telah mengakui bahwa kata tunjuk dzalika (ini) dalam perkataan diatas menunjukkan kepada rahmat, yang berarti bahwa Tuhan menjadikan manusia supaya kepada mereka dapat diperlihatkan rahmatNya. (Tafsir Ibnu Katsir, dikutip lagi lewat The Holly Qur'an with English Translation, editor Malik Ghulam Farid). Jika sekiranya sebahagian manusia akan tetap tinggal dineraka selama-lamanya dan tidak akan pernah dikeluarkan dari padanya, maka tentang manusia celaka ini tak dapat dikatakan bahwa kepada mereka diperlihatkan suatu rahmat apapun dari Allah. 3. Sementara pada tempat lain dalam Al-Qur'an kita menemukan ungkapan-ungkapan tentang surga seperti, Sesungguhnya bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh adalah ganjaran yang tidak berkesudahan(QS. 41:8, 84:25, 95:6), maka mengenai neraka tak ada digunakan ungkapan-ungkapan seperti itu sehingga bisa disimpulkan bahwa lama ganjaran surga dan hukuman neraka ada perbedaan yang nyata. 4. Sebuah ungkapan dari Al-Qur'an : Warahmatii wasi'at kulla syai'inRahmat-Ku melingkupi segala sesuatunya(QS. 7:156), juga menunjukkan bahwa hukuman neraka hanya satu kondisi pertengahan dan keadaan peralihan sehingga orang-orang yang dihukum Tuhan itu akhirnya diliputi oleh RahmatNya dan dosa-dosanya akan diampuni. Ungkapan diatas menampilkan Rahmat Tuhan sebagai hanya tidak meliputi segala makhluk manusia tetapi juga semua benda makhluk ciptaanNya. Hal ini diungkapkan dengan jelas dalam QS. 40:7, dimana dikatakan bahwa Tuhan melingkupi semuanya dengan Rahmat dan IlmuNya. Kalau diumpamakan bahwa beberapa orang dapat tetap terhindar dari Rahmat Tuhan karena harus menanggung penghukuman abadi, maka harus diakui juga bahwa barang-barang tertentu dapat pula terhindar dari ilmu Tuhan, karena ilmu dan rahmat disebutkan berdampingan dalam ayat itu. Tetapi
[ppiindia] Neraka itu tidak kekal dan ada akhirnya (1)
Neraka itu tidak kekal dan ada akhirnya (1) Assalamualaikum wr.wb. Saudara-saudara para hadirin hadirat yang berbahagia, Neraka dan surga adalah suatu kehidupan diakhirat kelak yang merupakan ganjaran dari segala amal perbuatan kita didunia ini. Semua agama menjanjikan adanya kehidupan demikian dan dalam agama Islam itu merupakan satu diantara enam buah rukun Iman yang merupakan sendi dari agama Islam itu. Kekalnya kehidupan surga tidak disangsikan lagi, bahwa nikmat surga itu tiada berkesudahan sehingga tidak bisa dibayangkan bagaimana akhirnya... Bagaimana dengan azab neraka? Berbagai pendapat dikalangan Ulama-Ulama Islam mengenai kekal tidaknya neraka akan tetapi sebahagian besar Ulama-Ulama Mainstream Islam berpendapat bahwa azab neraka itu juga kekal selama-lamanya tiada akhir... dan merupakan ganjaran yang tidak berkesudahan terhadap orang-orang yang betul-betul kafir dan melawan Allah Pendapat yang umum.. Sudah menjadi pendapat yang umum dikalangan Mainstream Islam bahwa surga dan neraka itu adalah sama-sama abadi. Orang-orang yang ditetapkan masuk neraka disebabkan dosa-dosanya di dunia tidak akan keluar dari sana dan mereka akan tetap menjadi penghuni tempat api yang bernyala-nyala itu selama-lamanya. Berikut pendapat salah seorang penafsir Al-Qur'an dan Ulama dikalangan Mainstream Islam Indonesia lewat Tafsirnya Al-Furqan dalam Fasal 25 halaman XXIII. Berkata A. Hassan Bandung dalam Pengantar Tafsirnya itu : Menurut berpuluh-puluh ayat Al-Qur'an bahwa suarga dan neraka itu kekal selama-lamanya, yakni tiada berkeputusan. Oleh sebab merasa kasihan dan merasa tidak patut Allah menyiksa hamba-hambanya dengan tiada berkeputusan , maka ada beberapa orang dan pengarang putar-putar ayat Qur'an dan gunakan Hadits palsu hingga mereka jadikan bahwa neraka itu tidak kekal. Cari-cari jalan dengan memutar-mutar arti Ayat-ayat itu tidak halal dan bukan perbuatan orang yang jujur. Diayat 107 dan 108 Surah Hud , Allah berkata bahwa suarga dan neraka itu kekal selama-lamanya, selama ada langirt dan bumi, kecuali apa yang dikehendaki Tuhanmu. 'Kecuali apa yang dikehendaki oleh Tuhan-mu itu satu pintu yang besar dan lebar. Orang kafir, orang yang dapat hukuman kekal di neraka, orang-orang kafir yangh berbuat kebaikan di dunia dan siapa-siapa lagi, kalau Allah mahu keluarkan dari neraka atau mahu kesuargakan, tidak siapapun yang akan menghalanginya, bahkan neraka itu , seluruhnya kalau Allah mahu hapuskan, tidak berhaq siapapun bertanya mengapa ? Memang aneh kalau orang suka cari-cari pintu, tebok sana dan korek sini , ketika pintu yang besar sudah tersedia!... Dari keterangan Ulama terkemuka pendiri Persis tersebut , jelaslah A. Hassan berpendapat baik surga atau neraka pada prinsipnya kekal tidak berkeputusan . Hanya saja beliau mengemukakan suatu jalan keluar bahwa Allah kuasa mengeluarkan barang siapapun dari neraka atau memasukkan kesurga , kalau Dia mau... Tidak kekal pada prinsipnya... Berlainan dengan pendapat yang umum dikalangan Mainstream tersebut sebuah sempalan Islam lainnya berpendapat secara solid bahwa surga betul-betul kekal selama-lamanya tiada berakhir, sebaliknya dengan neraka mereka mengatakan terbatas waktunya karena itu tidaklah kekal selama-lamanya dan suatu saat pasti berakhir. Penjelasan mereka tidak hanya dikuatkan dengan alasan-alasan akal tetapi juga dengan dalil-dalil naqal, Al-Qur'an dan Hadits. Menurut agama Hindu, surga dan neraka (pahala dan hukuman) mempunyai masa yang terbatas dan manusia kan dikirimkan kedunia ini kembali sesudah sesudah menjalani hukuman atau memperoleh ganjaran karena perbuatannya . Sekalipun beberapa firqah Hindu berselisih paham dalam berbagai perincian agama mereka, namun semua mereka sepakat bahwa mengenai prinsip yang fundamental bahwa penghukuman dan pengganjaran di alam nanti adalah untuk sementara. Diantara agama-agama Semit, agama Yahudi mengharamkan surga bagi orang yang bukan Yahudi , sedangkan kaum Yahudi nyaris tidak akan kena siksaan neraka sedikitpun, karena menurut agama Yahudi orang Yahudi tidak akan tinggal di neraka lebih dari sebelas bulan, sedang orang yang bukan Yahudi akan bermukim disana selama-lamanya. Menurut orang-orang Kristen, surga dan neraka adaalh kekal, sekalipun sebahagian sekte mereka berkepercayaan bahwa surga akhirnya akhirnya akan tiba pada kesudahannya.(Tafsir Kabir, oleh Imam Muhammad Fakhruddin Razi dikutip dari The Holly Qur'an with English Translation, Editor Malik Ghulam Farid Vol II, Part I mengenai ayat 108 Surah Hud...). Tetapi Islam berbeda secara fundamental dari semua agama ini. Pemimpin-pemimpin besar Islam dalam beberapa masalah keagamaan dimasa silam dan sebahagian kecil Cendekiawan Muslim masa kini menekankan dengan keras sekali bahwa surga adalah abadi dan kekal, sedangkan neraka adalah sementara dan terbatas masanya. Hadist-hadits dari Rasulullah SAW menunjang pendapat ini. Imam Ahmad bin Hambal Ulama terkemuka dan pendiri Mazhab Hambali yang terkenal itu
[ppiindia] Menyikapi Hal yang Dianggap Benar - Oleh: Hatim Gazali
http://www.suaramerdeka.com/harian/0407/16/opi03.htm Menyikapi Hal yang Dianggap Benar Oleh: Hatim Gazali SETIAP agama mengandung dua unsur penting; -dalam istilah Prof. Dr. Amin Abdullah-yakni normativitas dan historitas. Secara normatif, agama berisi doktrin, ajaran yang diturunkan Tuhan untuk manusia. Karenanya, ia sunyi dari intervensi manusia dan kebenarannya bersifat universal. Tujuan penurunan agama adalah untuk dijadikan sebagai mediasi menuju Tuhan (hablun min Allah)dan membangun hubungan baik dengan sesamanya (hablun min al-nas). Robert N. Bellah menegaskan, agama diturunkan sebagai instrumen ilahiah untuk memahami dunia (2000). Ia turunkan sebagai way of life, untuk memanusiakan manusia dan sebagai problem solver atas segala persoalan yang dihadapi manusia. Jadi agama, mempunyai dua fungsi dan makna yang harus dilaksanakan secara sejajar, yakni makna transendental, sakral dan makna imanental, profan. Namun secara historis, agama penuh dengan campur tangan manusia. Sebab, agama tidak diturunkan dalam ruang hampa. Ia diturunkan dalam aneka spektrum historis-budaya tertentu, sehingga manusia mengambil bagian penting dalam agama. Sebab agama diturunkan hanya untuk manusia, yakni kemaslahatan manusia. Peradaban, politik, sosial juga turut membentuk lahirnya agama tersebut. Islam senantiasa bergumul dalam realitas objektif yang menyejarah, ikut mewarnai dan membentuk kebudayaan manusia. Dalam bahasa antropolog Clifford Geertz, agama bukanlah sesuatu yang otonom. Misalnya, Islam turun di Jazirah Arab yang sangat kompleks dari peradaban manusia. Di Arab ada pelbagai macam suku, agama, ras yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Maka ajaran agama sangat terikat dengan kondisi dan situasi sosial setempat, bersifat temporal-partikular. Sebab agama dengan budaya setempat berdialektika secara terus-menerus. Islam yang ada di Arab tentu akan berbeda (misalnya dari aspek-aspek hukumnya) dengan Islam yang ada di Indonesia. Maka kebenaran agama dalam optik historitas bersifat partikular. Dalam memahami suatu agama, kedua aspek penting dari agama ini selayaknya dibedakan, bukan dipisahkan. Sebab, hubungan antara keduanya ibaratnya sebuah koin (mata uang) dengan dua permukaan. Kedua permukaan koin ini tidak bisa dipisahkan, namun bisa dibedakan. Kedua aspek tersebut bukanlah dua entitas yang berdiri sendiri dan saling berhadap-hadapan, tetapi keduanya terajut dalam satu kesatuan, sehingga kedua aspek darinya tidak bisa dibuat tegang. Karena itulah, mengabaikan salah satu aspeknya berarti kita terjebak dalam salah satu ekstrem tertentu. Akibatnya, pemahaman tentang Islam tidak komprehensip, dan sepotong-sepotong. Kemudian, Islam sebagai hasil konstruksi budaya lokal yang bersifat historis juga harus ditafsirkan dalam konteks sosial dimana Islam turun. Begitupula dengan teks agama. Alquran adalah gagasan Tuhan yang diterjemahkan oleh Muhammad dalam bahasa manusia sebagai respon terhadap lokalitas yang mengitarinya saat itu tidaklah untoucable. Karena itulah tafsir terhadap Islam mesti beragam sesuai dengan sejauhmana Islam dipahami. Kesemua tafsir tersebut adalah absah dan bisa diterima manakala dikontekstualisasikan dengan realitas sosial yang berada di sekitarnya. Begitu pula yang terjadi dengan pemikiran keagamaan yang belakang ini terlihat kontroversial. Islam Liberal tidak akan menemukan konsensus bersama dalam memahami Islam dengan kalangan fundamentalis Islam Fundamentalis akan meyakini dirinya yang benar sementara Islam Liberal adalah salah sama sekali, sehingga memerangi terhadapnya adalah salah satu bentuk ekspresi pelaksanaan ajaran agamanya, jihad (holy war). Pesan Perdamaian Jika kedua ekstrem gerakan keagamaan di Indonesia ini sama-sama memperhatikan kedua aspek di atas, maka menghakimi orang lain dapat dihindari. Memang, Islam secara normatif mengajarkan perdamaian, kerukunan. Namun ketika pesan tersebut diterjemahkan dalam realitas sosial yang beragam, maka ia bersifat historis-sosiologis. Meski secara normatif Islam mengajarkan perdamaian dan antikekerasan, dalam realitasnya agama mudah sekali dijalankan dan dipraktikkan dengan cara-cara yang angker, sangar, dan menyeramkan. Pesan perdamaian dalam Islam berbeda maknanya dalam realitas sosial antara Islam liberal dengan Islam fundamentalis. Islam Liberal merujuk kepada subtansi dari doktrin agama -atau meminjam istilahnya Al-Syatiby adalah Maqashid al-Syariah-sekaligus kurang memperdulikan teks agama (non-literal), sementara Islam fundamentalis lebih menekankan pada makna tekstual dari agama, bukan pada subtansi. Akibatnya dalam memahami pesan agamanya tidak menemukan titik persamaan. Islam Liberal memaknai agamanya sesuai dengan paradigma (manhaj) yang dibangunnnya. Begitu pula dengan Islam fundamentalis. Dua paradigma antara tekstual dan kontekstual di atas akan semakin nampak manakala diterjemahkan pada tingkat praksis. Kalangan fundamentalis menyakini agama melalui seruan jihadnya dengan pedang, bom atau senjata yang
[ppiindia] Sekularisme Ada dalam Sejarah, Tak Ada dalam Kitab
http://www.islamlib.com/id/page.php?page=articleid=687 Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zayd: Sekularisme Ada dalam Sejarah, Tak Ada dalam Kitab Tanggal dimuat: 14/9/2004 Beberapa waktu lalu, JIL mengadakan workshop dua hari seputar Kritik Wacana Agama yang diikuti pelbagai aktivis LSM dan organisasi lintas agama di Hotel Millenimum, Jakarta (28-29/8/2004). Berikut petikan wawancara ekslusif JIL dengan Nasr Hamid di sela-sela perhelatan workshop soal wacana agama, proses demokrasi di dunia muslim, sampai perasaannya harus berada jauh dari kampung halamannya, Mesir. Nasr Hamid Abu Zayd, intelektual asal Mesir yang kini bermukim di Belanda, menghabiskan waktu dua pekan (sejak akhir Agustus-pertengahan September) di Indonesia. Sepanjang dua pekan itu, sosok intelektual bersahaja ini menyempatkan diri bertukar gagasan dan berdialog dengan pelbagai kalangan. Selain mengisi seminar di UIN Jakarta dan universitas lainnya, pakar ilmu Alquran berbadan gempal ini juga mengisi pengajian ilmu Alquran di Pondok Pesantren Salafiyah Assyafiiyyah Asembagus Situbondo. Jaringan Islam Liberal (JIL) kebagian jatah mengadakan workshop dua hari seputar Kritik Wacana Agama yang diikuti pelbagai aktivis LSM dan organisasi lintas agama di Hotel Millenimum, Jakarta (28-29/8/2004). Di sela-sela perhelatan workshop itulah, Novriantoni (salah seorang redaktur JIL) sempat berbincang-bincang dengan Nasr Hamid tentang pelbagai persoalan, mulai dari teori ilmu Alquran, soal wacana agama, proses demokrasi di dunia muslim, sampai perasaannya harus berada jauh dari kampung halamannya, Mesir. Berikut Petikannya. NOVRIANTONI: Prof. Nasr, selama dua hari workshop, kita menangkap perkembangan pemikiran Anda dari gagasan tentang Alquran sebagai teks (al-Qurân kan nash) yang dapat dianalisis dengan perangkat analisis teks yang lazim, menuju gagasan tentang Alquran sebagai wacana (al-Qurân kal khithâb). Apa bedanya? NASR HAMID ABU ZAYD: Bedanya seperti perbedaan antara posisi Mushaf dan Alquran itu sendiri. Alquran adalah hidup dan merupakan fenomena yang dinamis dan efektif dalam kehidupan keseharian kita. Posisi itulah yang tidak mampu dijangkau oleh Mushaf sebagai sekumpulan teks yang mati. Jadi, kita memiliki dua fenomena tentang Alquran: Alquran sebagai fenomena yang dinamis; dan Mushaf sebagai fenomena teks. Dalam Mushaf, yang penting adalah teks itu sendiri. Sementara yang menjadi titik perhatian dalam fenomena Alquran sebagai wacana adalah soal kenyataan (al-wâqi`). Dalam fakta sejarah, selama 23 tahun Alquran merupakan fenomena yang dinamis, dialogis, debat-sanggah, dan mengikut mekanisme take and give. NOVRIANTONI: Apakah selama 23 tahun pertamanya itu dia tetap dianggap sakral? NASR: Sakral dalam artian apa? Kalau sakral diartikan tetap dan tidak dinamis, kenyataannya orang-orang muslim pertama zaman itu mengajukan pelbagai pertanyaan dan menuntut jawaban Alquran. Manusia zaman itu berinteraksi dengan sesuatu yang sakral dengan cara yang hidup. Artinya, mereka bertanya, Alquran menjawab; mereka membantah, Alquran menyanggah. Titik sentral perdebatan itu ada pada sosok Nabi Muhammad. Ambillah contoh dari ayat Alquran, yasalûnaka `anis syahril harâm qitâlun fîh (mereka bertanya tentang status perang pada bulan-bulan yang terlarang). Kalau Anda menganalisis ayat itu sebagai sebuah teks, Anda akan mengatakan bahwa ayat itu menghalalkan perang sekalipun di bulan-bulan terlarang. Tapi ketika dia dianalisis sebagai sebuah wacana, kita akan menemukan bahwa kaum muslim ketika itu sangat gentar ketika harus berperang di bulan-bulan terlarang. Sebab, itu merupakan pelanggaran atas aturan yang standar berlaku dalam mayarakat tribal Arab ketika itu. Di sini Alquran mengajak dan memotivasi kaum muslim untuk berperang walaupun qitâlun fîh syadîd (sangat berat bagi mereka). Urusan perang bagi mereka yang hijrah dari Mekkah ke Madinah itu tentu sangat berat. Bagaimana mungkin mereka berani berperang melawan kekafiran, toh yang mereka perangi tak lain adalah sanak saudara mereka sendiri dari kaum Quraisy. Dari sinilah kita dapat memahami mengapa redaksi Alquran di situ begitu keras. Jadi ayat yang menganjurkan untuk berperang melawan kaum musyrik (yang notabene masih sanak saudara kaum muslim sendiri ketika itu), merupakan pelecut semangat bagi kaum muslim yang peragu. Tidak mungkin kita menganggap ayat itu berlaku umum sebagai anjuran perang tanpa tedeng aling-aling. Makanya, ketika menjumpai redaksi Alquran yang berbunyi uqtulûhum haits tsaqiftumûhum (perangilah mereka dimanapun engkau jumpai!), kita tidak bisa menganggapnya sebagi perintah yang langsung dan mutlak. Ayat ini dapat diletakkan sebagai bagian dari pelecut semangat, khusushya bagi mereka yang ragu dan takut untuk berperang. Artinya, redaksi yang ada di sini bersifat dialogis. Kaum Muslim ketika itu mungkin tidak punya beban untuk berperang melawan orang Parsi dan Romawi. Tapi melawan sanak
[ppiindia] Fwd: Khawarij Modern
--- In [EMAIL PROTECTED], assyaukanie [EMAIL PROTECTED] wrote: Khawarij Modern Tanggal dimuat: 20/9/2004 Oleh: Ulil Abshar-Abdalla Teror bermula dari kepala, turun ke tangan, dan jatuh di bumi. Ada orang-orang yang membayangkan bahwa seluruh dunia memusuhi dirinya, dan karena itu ia harus membangun benteng, melindungi diri dari serangan. Itulah yang disebut dengan siege mentality, mentalitas bertahan karena merasa dikepung oleh ancaman dari kiri kanan. Dalam keadaan seperti itu, bahasa kemarahan akan tampak lebih menonjol. Sikap bersahabat kepada yang lain akan dianggap sebagai kelemahan, kelembekan, karena itu haruslah dijauhi. Sa'duddin Ibrahim, Direktur Pusat Ibnu Khaldun untuk Studi Pembangunan, Kairo, menulis sebuah kolom menarik di koran berbahasa Arab yang terbit di London, Al Hayat, 10/9/2004 yang lalu. Ia menulis, dalam artikel berjudul Al Islamiyyun al-`Arab Dhidd al- `Alam (Kaum Islamis Arab versus Dunia), bahwa ada gejala yang sungguh mengkhawatirkan: kaum Islamis Arab melakukan sejumlah tindakan kekerasan, menebar teror, di mana-mana, mulai dari Chechnya, Kashmir, Indonesia, Thailand, Pakistan, dan Afghanistan. Dalam waktu yang tak lebih dari seminggu (sejak 30/8 hingga 5/9, 2004), kaum Islamis Arab mengklaim telah melakukan sejumlah tindakan kekerasan: menyembelih 12 warga Nepal (yang kemudian menimbulkan aksi balas dendam di Nepal sendiri), meledakkan dua pesawat penumpang komersial milik Rusia (100 orang lebih meninggal dalam tragedi itu), dan terakhir menyandera siswa sekolah dasar di Beslan, Rusia. Tak kurang dari 200 orang menjadi korban penyanderaan itu dalam aksi penyelamatan yang dilakukan oleh pasukan Rusia. Yang menarik: di antara penyandera yang terbunuh, ada 10 orang berkebangsaan Arab. Kita semua tahu, organisasi yang selama ini dianggap sebagai bandar teror di berbagai negara, Tandzim al-Qa'idah atau lebih dikenal sebagai al-Qaidah, didirikan dan dipimpin oleh seorang milyarder berasal dari Saudi Arabia, Usamah bin Ladin. Pertanyaan kita: kenapa ini semua terjadi? Kenapa negeri-negeri Arab seperti menjadi pengekspor kaum radikal-ektremis di mana-mana? Adakah ini semua berkait dengan Islam, agama yang tanah kelahirannya ada di Arab? Saya kira, umat Islam harus berani melakukan kritik-diri yang radikal, serta mengakui dengan terus-terang jika ada borok yang bersarang di tubuhnya. Barangsiapa mempelajari sejarah perkembangan gerakan-gerakan Islam modern, akan tahu bahwa kisah hubungan antara Islam, ideologi kekerasan, dan terorisme bukanlah sesuatu yang aneh. Salah satu titik balik penting dalam sejarah gerakan Islam modern adalah munculnya tokoh bernama Sayyid Qutb, ideolog gerakan al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir. Inilah ideolog Muslim pertama yang memasak tafsiran tentang jihad sebagai ajaran ofensif, bukan defensif (baca: jihad difa'i), yang kemudian dipakai oleh pelbagai kelompok Islam untuk membenarkan penggunaan kekerasan atas musuh-musuh Islam. Dulu, di zaman klasik, ada kelompok Khawarij yang begitu radikal dan mudah sekali mengkafirkan musuh-musuhnya. Kelompok-kelompok Islam modern yang memakai pendekatan teroretis adalah Khawarij modern. Janganlah tertipu bahwa orang-orang yang melakukan pemboman di Bali, hotel JW Marriot dan bom Kuningan adalah orang-orang yang semata- mata marah pada orang-orang yang mereka anggap sebagai musuh Islam. Mereka mempunyai tafsiran keagamaan yang radikal, bahkan mereka adalah orang-orang yang secara ibadah agama sangat saleh. Tetapi, sebagaimana dikatakan oleh Sa'duddin Ibrahim, mereka ini lebih banyak membahayakan Islam ketimbang membawa manfaat. Mereka, dengan tafsirannya itu, telah mengubah citra Islam dari agama perdamaian, menjadi agama teror, persis seperti orang-orang Khawarij di zaman klasik dulu. [Ulil Abshar-Abdalla] --- End forwarded message --- Yahoo! Groups Sponsor ~-- Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppiindia.shyper.com *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to:
[ppiindia] Eep Saefulloh Fatah: Kepada saya, Islam Diajarkan secara Keliru
http://islamlib.com/id/page.php?page=articleid=365 Eep Saefulloh Fatah: Kepada saya, Islam Diajarkan secara Keliru Tanggal dimuat: 6/7/2003 Sosialisasi agama pada taraf yang sangat sederhana selalu menekankan etika ketakutan (ethics of fear) ketimbang etika harapan (ethics of hope). Ketundukan dibangun di atas pondasi ketakutan seorang hamba kepada Khaliqnya. Seolah kebesaran Tuhan ditentukan oleh semakin kecilnya manusia dan semakin horornya kosmos metafisik yang mengitari Tuhan. Berikut wawancara dengan Eep Saefulloh Fatah, pengamat politik dari Universitas Indonesia yang kini sedang menempuh studi di Ohio State University (OSU), Amerika. Kebetulan Eep sekarang sedang mudik selama 2 bulan. Dalam perbincangan dengan Ulil Abshar-Abdalla pada 3 Juli 2003, Eep juga memaparkan kontribusi Islam terhadap konsolidasi demokrasi di Indonesia. ULIL ABSHAR-ABDALLA: Kang Eep, Pemilu sebentar lagi dan anda sudah lama belajar mengamati politik negara kita. Apakah Anda melihat adanya keganjilan dalam hubungan antara agama dan politik, khususnya pasca reformasi? EEP SYAUFULLOH FATAH: Masa reformasi ini nampaknya membangkitkan kembali harapan sebagian kecil penganut agama (Islam) untuk menghubungkan secara sangat rapat antara agama dan politik, khususnya antara Islam dan negara. Saya melihat, dalam batas tertentu ini adalah setback atau langkah mundur dari agenda reformasi. Untungnya, lima tahun reformasi membuktikan bahwa mereka yang mendorong langkah mundur itu sebetulnya tidak signifikan kekuatannya, baik dari segi jumlah maupun dari sisi kemampuan mengartikulasikan gagasan mereka. ULIL: Bagaimana dengan agenda yang diperjuangkan partai-partai Islam? Menurut saya, ketika kita menyebut partai Islam, ada ruang perdebatan di situ; tentang benda apa ini gerangan. Yang saya tidak setuju adalah partai-partai yang berorientasi untuk mendirikan negara Islam. Bahwa kemudian kalangan tertentu membuat partai dan karena ketidakmampuan mendefinisikan diri sendiri, lalu menggunakan nama Islam tanpa orientasi, sebetulnya itu masih bisa ditolerir. ULIL: Secara kategoris, anda seorang santri. Bagaimana menghubungkan antara kesantrian dengan cita-cita sosial politik yang Anda anggap sesuai dengan tuntutan ideal agama? Saya merasa bersyukur tumbuh dan besar dalam sebuah keluarga yang memahami agama tidak secara kaku; sebagai satu-satunya perlengkapan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ini rumusan yang saya buat sendiri. Saya tahu, ibu dan bapak saya tidak pernah mengatakan itu. Saya bisa mengatakan begitu karena agama yang diajarkan di rumah sebetulnya lebih banyak mengajarkan perihal etika, manual tingkah laku, dan semacam basis moralitas ketika kita harus memosisikan dengan diri sendiri dan masyarakat. Dengan begitu, saya tidak merasa pernah diajarkan untuk melakukan formalisasi agama. Buat saya itu sesuatu yang patut saya syukuri di kemudian hari. ULIL: Sebenarnya bagaimana sih perkenalan pertama kali Anda dengan agama? Perkenalan saya dengan agama dimulai sangat dini, sejak menginjak usia dua setengah tahun. Saat itulah saya dikhitan. Dengan begitu, saya mendapat tambahan kewajiban yang diberitakan oleh keluarga di sekitar saya. Tapi perkenalan saya lebih kongkrit dengan agama, terjadi beberapa tahun setelah itu. Yaitu ketika saya mulai diajak ayah untuk salat Jumat berjamaah. Sebelum itu, saya juga pernah diajak, tapi masih agak enggan. Nah, mulailah saya berkenalan dengan agama sebagai sebuah otoritas baru yang cukup mengejutkan. Representasinya adalah sebuah masjid yang belum pernah saya masuki, kecuali bermain di pelatarannya saja. Saya duduk di saf yang depan, berhadapan langsung dengan mimbar, dengan karpet warna hijau dan khatib yang memegang tombak dengan gagah. Tombak yang di pegang khatib masih dalam bentuk aslinya, tidak berganti sejak masjid itu didirikan tahun 1937. Yang masih tersisa dari ingatan saya soal itu adalah adanya sesuatu yang sakral yang sedang diperkenalkan pada saya. ULIL: Apakah sekarang Anda punya evaluasi atas cara mengenalkan Islam yang dulu Anda pernah alami? Saya merasa, Islam diajarkan kepada saya jangan-jangan juga kepada orang lain secara keliru. Kekeliruan itu bisa jadi bertumpuk-tumpuk. Misalnya, Islam diajarkan hanya sesuai dengan apa yang dipahami oleh mereka yang merasa punya otoritas untuk mengajar saya ketika itu. Saya ingat, di saat salat Jumat, para khatib selalu menyampaikan hal-hal yang bernada ancaman atas siapapun; bahwa hidup di dunia ini sebentar, dan setelah itu kita akan berhadapan dengan dua pilihan: entah menjadi penghuni surga atau neraka! Kepada kami disampaikan ancaman, jika kita keliru menjalankan hidup yang amat pendek ini, kita akan menjadi penghuni neraka. ULIL: Ada pengalaman traumatis dari perkenalan Anda dengan agama saat itu? Komik! Pada waktu kecil, mulai berkembang komik-komik yang menggambarkan bagaimana keadaan surga dan neraka. Ketika itu dada saya terasa sesak dan ketakutan
[ppiindia] Ambivalensi Sebagai Peluang: Agama, Kekerasan, Dan Upaya Perdamaian
http://www.cmdd.org Ambivalensi Sebagai Peluang: Agama, Kekerasan, Dan Upaya Perdamaian[1] Oleh Ihsan Ali-Fauzi If you want peace, work for justice! Paus Paulus VI[2] PARA agamawan humanis, untuk mudahnya sebutlah begitu sementara ini, seringkali dongkol dengan kebiasaan industri komunikasi massa (umumnya media massa populer, tetapi kadang juga buku-buku instan, yang ditulis terburu-buru untuk momentum tertentu dan biasanya dangkal isinya) mengungkap hal-hal yang melulu buruk mengenai ekspresi sosial-politik agama. Yang biasanya diungkap adalah konflik dan aksi-aksi kekerasan, seringkali dengan akibat amat memilukan, yang dilakukan atas nama agama. Ingatlah bagaimana media memberitakan orang-orang Yahudi di Israel yang membunuhi kaum Muslim yang tengah salat di Masjid Hebron, orang-orang Hindu di India yang membakar Masjid Babri, orang-orang Islam di Mesir yang meneror dan membunuh para turis atau di Bangladesh dan Iran yang menuntut hukuman mati terhadap novelis Taslima Nasreen atau Salman Rushdie, akar-akar (etnis-)agama konflik berkepanjangan di Irlandia Utara dan bekas Yugoslavia, dan seterusnya. Dalam model pemberitaan seperti ini, orang-orang dengan motivasi keagamaan itu disebut dengan kata-kata seram: zealots, extremists, militants, dan yang sejenisnya. Kadang liputan itu dilengkapi dengan ilustrasi foto yang mengerikan, membangunkan bulu kudul. Model pemberitaan yang sebaliknya, berisi kisah yang enak didengar, misalnya tentang upaya-upaya perdamaian oleh kalangan agamawan, amat jarang ditemukan.[3] Para agamawan di atas itu punya sejumlah alasan untuk merasa dikecewakan. Pertama-tama, konflik dan kekerasan hanyalah salah satu wajah sosial-politik agama dan tidak selamanya merupakan wajahnya yang terpenting. Maka model pemberitaan di atas, sekalipun jika benar didasarkan atas peristiwa yang benar terjadi, dipandang tidak adil terhadap agama. Apalagi jika diingat bahwa tradisi agama-agama, selain memiliki ajaran (yang memang bisa, dan sering, diselewengkan dan disalahgunakan) yang menyerukan perdamaian (perlu diingat: sebagian pemuka agama bahkan mengklaim bahwa inilah inti ajaran agama), juga memiliki sederet tokoh yang telah terbukti mau dan berani berkorban, bahkan dengan jiwa mereka, untuk memperjuangkan ajaran itu. Dalam sejarah agama-agama abad ke-20 saja, misalnya, kita bisa menyebut nama Mahatma Gandhi (Hindu), Martin Luther King Jr. (Kristen), Malcolm X (Islam), Ibu Theresa (Katolik), dan Dalai Lama (Budha). Agar adil, pemberitaan mengenai kekerasan berjubah agama, yang sebenarnya bertentangan dengan semangat ajaran agama itu sendiri, seharusnya mengungkap pula akar-akar kultural dan struktural terjadinya kekerasan itu, oleh para aktor agama di sebuah lingkungan sosial, ekonomi dan politik tertentu. Tetapi persis alasan inilah yang seringkali absen dari model pemberitaan di atas.[4] Alasan lain kekecewaan para agamawan di atas terkait dengan semacam strategi kampanye penyebaran nilai-nilai anti-kekerasan itu sendiri. Model peliputan itu dianggap tidak berorientasi kepada penyelesaian konflik dan pengupayaan perdamaian, atau setidak-tidaknya lebih merugikan daripada menguntungkannya. Model itu kemungkinan besar hanya akan memancing muncurnya kekerasan tandingannya sekarang atau nanti, langsung atau tidak, menjadi unsur yang ikut merakit terbentuknya budaya dan lingkaran kekerasan. Banyak sekali contoh yang memperlihatkan bagaimana seorang atau sekelompok agamawan yang semula berwawasan pluralis,[5] sedikitnya inklusivis, beralih menjadi sebaliknya, berwawasan eksklusif dan bersikap ekstrem, karena deraan informasi yang dangkal dan tidak lengkap mengenai kekerasan yang dilakukan terhadap rekan-rekannya seiman oleh kelompok agama lain.[6] Dalam kasus seperti ini, berlakulah rumus: fundamentalisms breed another fundamentalisms, fundamentalisme hanya akan melahirkan fundamentalisme lainnya. Agamawan Humanis versus Fundamentalis Ketika menyebut agamawan humanis di atas, saya teringat kepada orang-orang seperti Abdullahi Ahmed An-Naim asal Sudan, yang harus mengasingkan diri ke luar negeri karena komitmennya kepada penegakan hak-hak asasi manusia (HAM) yang dilecehkan regim di negerinya. Atau orang seperti Sulak Sivaraksa, seorang tokoh Budha di Thailand, yang terus melawan arus dan tetap mengabarkan bahwa kekerasan, apa pun alasannya, hanya akan mengkhianati dan mencederai ajaran Budha. Atau trio pendeta Budha (Maha Ghosanada), aktivis HAM Yahudi (Liz Bernstein), dan pendeta Jesuit (Bob Maat), yang tanpa kenal lelah dan menempuh segala risiko memimpin sejumlah kelompok umat Budha di Kamboja dalam aksi-aksi tanpa-kekerasan dalam menyelesaikan konflik. Orang-orang seperti mereka itu, seraya tetap teguh percaya akan kebenaran yang termuat dalam agama mereka, tetap tidak menutup peluang bagi berlangsungnya dialog dan pertukaran budaya dengan orang atau orang-orang dengan latar belakang mana pun
[ppiindia] Syariat Islam, Normatif Realistik (1)
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1203/08/0802.htm Syariat Islam, Normatif Realistik (1) Oleh SANUSI UWES SECARA keseluruhan ayat dan isi Alquran merupakan karya agung yang tidak tertandingi meskipun oleh seluruh umat manusia yang sengaja berkumpul untuk menandingi keindahan bunyi dan isi yang terkandung di dalamnya (Q.S. 2:23). Ia memiliki kesempurnaan (Q.S. 5:3), di samping menerangkan segala sesuatu serta menjadi petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi Muslimin (Q.S. 16:89). Proporsional manakala kehadiran syariat Islam dalam bentuk risalah Rasul dengan Alquran yang sempurna, komplet, dan komprehensif ini mendorong perubahan yang luar biasa cepat. Bila masa sebelumnya disebut zaman jahiliyah, zaman sesudahnya merupakan zaman Islam. Zaman Islam ditandai oleh kemunculan yang tidak terbendungkan Negera Islam Madinah serta masyarakat yang terpelajar dengan ciri utamanya terbuka, apresiatif, saling meluruskan, kreatif, dan pekerja keras. Orang Islam yang baik pada umumnya menjadikan ayat Alquran dan hadis Nabi sebagai rujukan legitimasi pemikiran dan perilakunya, baik di bidang ibadah mahdhah maupun ibadah ghair mahdhah seperti politik, ekonomi, seni, sosial, dan aspek-aspek budaya lainnya. Dalam kaitan inilah Alquran menjadi pengikat rohani dan kesamaan identitas bagi para pemeluk Islam. Secara sosiologis, keadaan positif ini, kadangkala jadi negatif saat muncul klaim kebenaran kelompok yakni merasa paling Islam karena mampu merujuk kepada Alquran dan hadis Nabi. Klaim tersebut dapat melahirkan tuduhan orang kafir, murtad, mubtadi', sesat, dan malah ditentukan sebagai ahli neraka, terhadap orang yang berbeda penafsiran atau pemahaman. Tidak terhindarkan dari peri keadaan ini akan muncul masalah-masalah sosial bukan saja terbatas pada daerah keilmuan seperti persoalan penafsiran, pemakaian dan pemanfaatan ayat (apresiasi), serta pengkaitan satu dengan lain ayat (manipulasi), melainkanjuga hubungan sosial antarkelompok alur pikir (mazhab). Untuk Indonesia malah perbedaan alur pikir dalam fikih ibadah saja, jadi demikian rawan sebab dijadikan identitas kelompok sosial, untuk kemudian berimbas pada pengelompokan organisasi keagamaan, dan pada gilirannya jadi identitas konstituen suatu partai politik. Tidak mengherankan manakala deskripsi sosial ini melahirkan penilaian yang paradoksal terhadap pelaksanaan syariat Islam. Dari yang paling ideal seperti pernyataan Islam adalah solusi sampai kepada pernyataan bahwa syariat Islam merupakan fakta sejarah masa lalu. Dari yang menyatakan Islam sebagai etos kerja sampai pada Islam ajaran yang penuh mitologis. Dalam bidang politik tidak kurang beragamnya dari Islam sebagai motivator pembangunan sampai pada Islam sebagai penghambat pembangunan. Keragaman persepsi dan tanggapan terhadap Islam tersebut mencerminkan betapa terdapat kesenjangan pemahaman yang begitu berjarak antarsesama umat Islam Indonesia atau antara umat Islam dengan umat non-Islam terhadap ajaran Islam. Oleh karena itu tertumpang kewajiban sosialisasi terus-menerus kepada umat Islam untuk mengislamkan orang Islam atau menginformasikan Islam yang diinginkan Alquran dan dilaksanakan oleh Nabi. Islam yang telah mampu mengubah secara sangat dahsyat masyarakat Arab yang jahiliyah jadi masyarakat Arab yang berkeadaban tinggi. Dari masyarakat yang ummi, pada umumnya tidak tahu baca tulis jadi masyarakat yang sangat menjunjung tinggi tulisan dan bacaan, sehingga hanya dalam tempo 23 tahun saja seluruh umat Islam memiliki karakter gemar menulis khususnya penulisan tentang wahyu Ilahi dan ujaran-ujaran Nabinya. Kegemaran menulis inilah yang menjadikan para sarjana non-Muslim antara lain Ernest Gellner menyatakan, Di antara tiga agama monotheis, Islam merupakan agama the one closest to modernity sebab memiliki ajaran universalisme, skriptualisme (ajaran dapat dibaca dan dipahami semua orang), egalitarianisme spiritual (tidak ada sistem kependetaan/rahibisme dalam Islam), participatory democracy, serta mengajarkan sistematisasi kehidupan sosial. Syariat Islam Menurut Hafnawy, Guru Besar Sejarah Undang-Undang Fakultas Hukum Universitas Iskandariyah dan Universitas Malik Abdul Aziz, syariat Islam adalah cara hidup menurut agama Islam. Cara hidup ini, termaktub dan terkumpulkan dalam bentuk nash Alquran dan hadis Nabi. Terliput ke dalamnya urusan akidah, pengajaran perilaku, dan hukum. Hafnawy menegaskan bahwa pembuat syariat hanyalah Allah SWT, dan penjelasannya dilakukan oleh Nabi Muhamad saw. (Q.S. 53:3; Q.S. 65:ll; Q.S. 42:52) dan sesudah beliau wafat, penjelasan ini dilakukan oleh para mujtahid yang memiliki kekuatan memahami Alquran, sunah, ijma', qiyas, untuk membuat istimbath atas nash-nash melalui kaidah-kaidah yang telah disepakati. Akhir-akhir ini beberapa kaidah fikih (qawa'id fiqhiyah) dipertanyakan keabsahannya, di antaranya kaidah al 'ibrah bi 'umum al lafdhi laa bi khushush al sabab, yang mendapat kritikan tajam dari kaum pemikir kontekstual dengan katagorisasi perilaku antara substansi
[ppiindia] Syariat Islam, Normatif Realistik (II/Habis)
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1203/09/0802.htm Syariat Islam, Normatif Realistik (II/Habis) Oleh SANUSI UWES PROBLEMATIKA perkembangan pemikiran Islam, idealnya kaum Muslim mengembangkan pemikiran tentang Tuhan, alam, dan manusia, beranjak dari keyakinan autentik (mu'min haqqo -- imtak) terhadap Alquran dan Hadis. Namun juga realitas sosial kaum ilmuwan menunjukkan ada banyak ilmuwan yang mendalami Alquran sesudah memahami realitas alam. Ini berarti dalam praktik kehidupan kaum ilmuwan terjadi sinergi antara berpikir tentang alam beranjak dari pemahamaan awal terhadap Alquran dan Hadis, dengan mereka yang berpikir lebih dahulu tentang alam baru kemudian menelaah Alquran dan Hadis. Jadi semacam justifikasi. Dengan demikian, akan selalu terjadi konsultasi antara imtak dan iptek. Namun dalam kehidupan sehari-hari hal ideal tersebut jarang ditemukan. Terdapat beberapa kemungkinan berkenaan dengan hal tersebut. Pertama, kurang iman terhadap Alquran. Kedua, kurang mengerti Alquran. Ketiga, kurang memahami realitas alam sesungguhnya. Keempat terkonstruksi oleh pikiran-pikiran mitologis terhadap alam. Kelima, terhanyut oleh al-hawa. Keenam, kurang kuat kemauan atau motivasi (dalam dataran esoteris secara generik hal itu dapat dikatakan kurang mengimani Allah dengan segala sifat kesempurnaannya). Dalam pada itu terdapat berbagai problema perkembangan pikiran (yang islami), yang jadi hambatan bagi pencapaian kebenaran universal. Beberapa di antaranya dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, ilmu sebagai produk pemikiran dalam bentuk materinya (artifisial) merupakan instrumen bagi penguasaan alam. Oleh karena itu dengan ilmu yang kemudian melahirkan teknologi (iptek) manusia berpeluang menguasai alam. Walau Allah menegaskan bahwa setiap manusia ada rezekinya masing-masing, alam ini tetap bersifat terbatas. Problemnya adalah saat suatu kelompok manusia berilmu dan kemudian berlomba menguasai alam, maka manusia yang tidak berilmu tidak kebagian penguasaan alam. Akibatnya, kelompok terakhir ini terpinggirkan dari percaturan penguasaan alam. Sebaliknya, orang yang menguasai ilmu pengetahuan akan bertindak sewenang-wenang menguasai alam bagian orang lain. Itulah sebabnya mengapa orang Eropa yang lebih dahulu menguasai ilmu kemudian menjajah bangsa dan negara lain untuk semata-mata kepentingan bangsa dan kelompoknya sendiri, dengan menguras kekayaan negara terjajah ke negerinya sendiri. Iptek ternyata mendorong keserakahan umat manusia. Oleh karena itu harus diimbangi dengan iman dan takwa (imtak). Melalaui imtak, idealnya motivasi tindakan dapat lebih terkontrol dalam dimensi nilai-nilai kemanusiaan universalnya. Oleh karena itu melalui imtak mestinya kita membuat paradigma baru mengenai berbagai hal, khususnya berkenaan dengan konsep dan term-term ilmu-ilmu yang berkenaan dengan kemanusiaan, baik sosial maupun humaniora. Contoh, konsep kebahagiaan. Dari sisi ekonomi, kebahagiaan adalah terpenuhinya kebutuhan material, dari sisi psikologi tersalurkannya potensi libido (Sigmund Freud) atau kemampuan aktualisasi diri (Maslow) atau penguasaan materi (Karl Marx) atau kerja keras untuk akhirat (Protestan Ethic-Max Weber) dan seterusnya. Tampak sekali bahwa tanpa landasan imtak teori-teori keilmuan tersebut cenderung untuk memenuhi kepentingan manusia secara fisik dan individual. Berbeda dengan itu, melalui imtak dalam konsep Islam, kebahagiaan adalah terpenuhinya nilai-nilai kemanusiaan universal. Kedua, ilmu sebagai produk pemikiran merupakan suatu maqom yang harus dilalui untuk mencapai kepribadian lahut setelah kualitas kepribadian meningkat dari tingkat nasut, malakut,, dan jabarut. Artinya seorang ilmuwan tidak boleh diam menetap pada maqom tersebut dan tidak beranjak lagi sebab maqom tersebut akan jadi penjara bagi pemiliknya (lihat Khomeni, 1993:36) dan hal ini tentu saja akan menurunkan derajat kepribadiannya, mengalami istidraj, penurunan mutu kepribadian. Bentuk perilaku ilmuwan tersebut adalah terbatas pada kesibukan dunia keilmuan demi kepentingan dirinya sendiri. Buku dibaca dimaksudkan untuk memperkuat dalil-dalil dan alasan-alasan akibat negatif dari perilaku yang ditimbulkannya, jadi bukan untuk mempertegas capaian kebenaran bagi peningkatan mutu perilakunya. Ilmunya dijadikan bumper bagi aksi yang dilakukan, dengan memperbanyak argumen pada tiap bagian kelakuannya. Setiap kali membaca buku dan melihat fenomena alam, setiap itu pula cabang pengetahuannya bertambah, serta setiap itu pula bertambah peluang ketertutupan dari hakikat kebenaran yang dikejarnya, termasuk ke dalam hal ini adalah penguasaan orang terhadap ilmu agama. Idealnya penguasaan ilmu Islam paling tidak memakai dua pendekatan, yakni pendekatan keilmuan, dan pendekatan praktik keagamaan. Dalam (a) pendekatan keilmuan, Islam dipahami sebagai objek material ilmu yang distudi, dianalisis, diteliti sebagaimana menstudi dan meneliti objek material ilmu yang lainnya. Dalam kaitan ini kita perlu memerhatikan tiga aspek, yaitu
[ppiindia] Teori Konspirasi Selalu Meneror Kebenaran
Assalaamu'alaikum wrwb, Salam Sejahtera Tulisan menarik dibaca ketika berita-berita tentang berbagai aksi terorisme kembali menyeruak, seperti soal serangan teroris 9/11, dan yang teraktual, serangan terhadap Kedubes Australia di Jakarta. _ http://islamlib.com/id/page.php?page=articleid=414 Teori Konspirasi Selalu Meneror Kebenaran Tanggal dimuat: 15/9/2003 Tepat hari Kamis, 11/09/03 yang lalu, Radio 68H Jakarta mengadakan diskusi untuk mengevaluasi 2 tahun perang melawan terorisme. Berbagai pandangan, mulai dari analisis suasana geo-politik global di Timur Tengah, sampai persoalan meningkatnya radikalisasi agama di Indonesia dibahas dalam diskusi tersebut. Diskusi tersebut mendatangkan antara lain, Dr Syafii Anwar, Ismail Yusanto dan Musthafa Abd Rahman. Berikut perbincangan mereka: Dr Syafii Anwar: Saya melihat tiga respon atau pendekatan terhadap tragedi 11 september 2001 di dunia Islam. Pertama, mereka yang percaya pengeboman di New York itu dilakukan kelompok Islam radikal, atau dalam bahasa Barat disebut kelompok fundamentalis Islam. kelompok ini yakin betul dengan keabsahan pendapatnya, dan mereka mengait-ngaitkan tragedi itu dengan operasi Jaringan Al-Qaidah pimpinan Usamah Bin Ladin. Kedua, mereka yang melihatnya sebagai sebuah fakta, tapi lebih percaya pada teori konspirasi atau teori komplotan. Kelompok ini percaya teori konspirasi karena tidak percaya kelompok Islam melakukan aksi dahsyat tersebut. Bagi mereka, tragedi itu tak lebih, dilakukan antek-antek Amerika, baik Yahudi, Kristen, atau lainnya. Pendekatan kedua ini laris berkembang di negeri kita. Ketiga, mereka yang mengambil posisi ambivalen; mengutuk peristiwa tersebut di satu sisi, tapi pendapat mereka tetap ngambang alias tidak jelas di sisi lain. Itu disebabkan mereka mempertimbangkan bahwa itu semua sulit dibuktikan. Nah, saya sendiri berpendapat bahwa ketiga-tiganya punya kelebihan dan kekurangan. Saya ingin menambahkan teori atau pendekatan yang keempat, yaitu pendekatan yang menekankan perlunya verifikasi empirik. Kita tak bisa begitu saja mengatakan ini dan itu. Diperlukan verifikasi empirik yang mendalam ketika mengatasi atau menyelidiki kasus tersebut. Saya mengajukan ini karena ketiga pendekatan tersebut memiliki banyak kelemahan, terutama teori konspirasi yang sangat populer di Indonesia. Teori konspirasi adalah teori yang dibangun atas dasar prakonsepsi, asumsi-asumsi atau bahkan imajinasi yang sudah kita bangun lebih dulu, dan itu sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dia selalu mengarah pada apa yang disebut pharanoia within reason. Jadi ada semacam pharanoia dalam akal pikiran. Teori konspirasi juga biasa mengembangkan apa yang dalam ilmu komunikasi disebut sistimatically distortion of information, informasi yang sengaja didistorsi secara sistimatis, sehingga sulit untuk dipertanggungjawabkan. Teori konspirasi juga mengarah pada terrorizing of the truth, meneror kebenaran itu sendiri, karena sulit dibuktikan. Nah, itulah yang perlu disaring. Sangat sulit mengatakan siapa pelaku terorisme itu hanya dengan mengandalkan teori konspirasi. Terus terang, di kalangan Islam terdapat juga dakwah yang mengarahkan pada aksi-aksi yang radikal. Ada banyak ajaran yang berangkat dari asumsi-asumi pembedaan dan pengotak-ngotakan. Dalam bahasa agama, itu bisa disebut minna waminkum, kita dan mereka, us and them. Ini disebabkan tafsir atas ayat-ayat Alquran yang sudah mengalami proses radikalisasi. Ayat walan tardlâ dan lain sebagainya dapat dijadikan misal. Ayat tersebut secara semena-mena ditransformasikan sedemikian rupa, ditambahi muatan politik, dan dikeluarkan dari konteksnya yang asli. Lantas dia menimbulkan state of mind yang cenderung melakukan terrorizing of the truth atau terorisme atas kebenaran itu sendiri. Dalam konteks sekarang, inilah yang mungkin dilakukan orang-orang yang ingin mencari popularitas diri. Mereka menegasikan bahwa dalam Islam terdapat bentuk-bentuk radikalisme. Mereka berusaha keras menolaknya. Padahal, hasil kajian-kajian yang ada --termasuk yang pernah saya lakukan sejak tahun 1980-1984memperlihatkan banyak sekali buku-buku dan pamflet-pamflet yang secara terang-terangan melakukan aksentuasi atas ajaran-ajaran Islam yang radikal. Musthafa Abd. Rahman: (Wartawan Kompas untuk kawasan Timur Tengah): Saya sangat terkejut mendengar lagu Usamah bin Ladin di Indonesia. Di Timur Tengah sekian tahun, saya justru tidak mendengar Usamah dilagukan. Usamah terlanjur dijadikan simbol atau inspirator terorisme internasional. Tentu kata terorisme di sini masih dalam tanda kutip, sebab defenisi terorisme itu saja sampai sekarang belum final. Di Timur Tengah, masih saja ada polemik yang tak habis-habisnya tentang apa definisi terorisme. Saya akan menyampaikan fenomena pertarungan antara Amerika Serikat dengan gerakan Islam Politik, dan mungkin, sekelumit tentang bagaimana masa depannya. Tragedi 11 september 2001 merupakan titik kulminasi pertarungan antara gerakan Islam Politik
[ppiindia] Wawancara dng Munir : Islam Harus Berpihak Pada yang Tertindas
http://islamlib.com/id/page.php?page=articleid=227 Munir SH: Islam Harus Berpihak Pada yang Tertindas Tanggal dimuat: 4/8/2002 Tak banyak orang tahu tentang pergulatan keislaman Munir SH, pejuang HAM dari Kontras. Dan kepada Kajian Utan Kayu, ia menumpahkan pergulatannya itu. Selama ini, Munir yang menjadi ikon dari pejuang demokrasi, kerap bersuara kritis terhadap penindasan, kekerasan negara dan ketidakadilan melalui LSM Kontras dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia). Apa yang melandasi kiprah dan aktivitas Munir dalam menyuarakan demokrasi dan HAM? Adakah Islam menjadi energi bagi pilihan hidup yang ia ambil sekarang ini? Pertanyaan-pertanyaan itu dijawab Cak Munir, mantan aktivis HMI, dalam wawancara yang dilakukan Ulil Abshar-Abdalla dari Kajian Islam Utan Kayu (KIUK) yang disiarkan Radio 68 H dan jaringannya di seluruh Indonesia pada 1 Agustus 2002: Mas Munir, sebagai pejuang HAM, Anda tentu memiliki pandangan yang menarik tentang bagaimana Islam bermakna dalam profesi Anda. Dapatkah Anda menceritakannya? Saya kira begini, dulu saya pernah mengikuti jalur beragama ekstrim, yang radikal. Kurang lebih 5 hingga 6 tahun antara tahun 1984-1989, isi tas saya tidak pernah kosong dari senjata tajam. Itu atas nama pertikaian agama. Sebetulnya, ketika saya berada dalam ruang ekstrimitas agama, ada semacam perasaan kehilangan fungsi agama itu sendiri. Misalnya, saya mempertanyaakan: Apakah benar, Islam memerintahkan saya untuk menjadi sangat eksklusif dalam beragama dan atau menutup diri dari komunitas lain? Pada masa itu, mulai ada pertentangan dalam diri saya: Apakah Islam itu untuk Allah ataukah untuk manusia atau untuk membangun masyarakat secara umum? Dalam situasi tarik-menarik pada masa itu, saya menemukan bahwa agama diturunkan untuk manusia. Saya setuju dengan Gus Dur, kalau Tuhan tidak perlu bodyguard untuk mengawal diri-Nya. Intinya, agama harus menjadi maslahat bagi manusia. Seringkali kita bicara masalah rahmat Islam untuk semesta, tapi kita tidak tahu maknanya. Akhirnya, ekstremitas itu saya tinggalkan karena saya tidak mungkin menjadi komunitas yang eksklusif. Karena Islam harus mendukung peradaban, maka dia harus bekerja pada wilayah-wilayah yang memang memperbaiki kehidupan manusia. Agama dipergunakan untuk memperbaiki kehidupan. Sebaliknya, ekstremitas beragama itu bisa menghancurkan peradaban manusia. Intoleransi, apapun bentuknya akan menghancurkan peradaban. Banyak orang beranggapan bahwa mereka sedang membangun. Akan tetapi, yang mereka bangun justru simbol-simbol yang menghancurkan peradaban. Pengalaman kehidupan Anda menarik bila dikaitkan dengan banyaknya orang yang lebih enjoy menjadi member of second community entah agama atau etnisketimbang menjadi orang Indonesia? Saya kira, kadang bentuk-bentuk perbedaaan itu melahirkan ekstremitas. Tidak hanya agama, tapi etnis juga. Ekstremitas itu selalu saja memutlakkan diri sendiri dan menafikan orang lain. Ini kadang-kadang terjadi tidak hanya antaragama, tapi juga antar faksi-faksi berfikir dalam agama. Itu antara lain dapat kita baca dari sejarah Indonesia; berapa banyak darah tertumpah atas dasar perbedaaan cara berfikir faksi-faksi agama. Anti gerakan tarekat misalnya, pengasingan orang dan pembunuhan, semuanya atas nama ekstremitas. Dari situ, seolah-olah hidup ini menjadi perang memperebutkan kapling di surga yang berapa hektarnya pun belum bisa kita diukur. Ini yang menjadi masalah. Ada yang menarik dari uraian Anda tadi. Tadi Anda mengaku mengalami masa ekstrimitas beragama, lantas berubah. Pada titik mana terjadi perubahan itu? Berubah ketika saya berhadapan dengan antitesia lain yang saya kira juga cukup ekstrim. Yaitu, mempertanyakan kembali tentang apakah beragama itu kekuasaan? Nah, itu pertanyaan dari dosen saya kala itu, Bapak Malik Fadjar (ini Menteri Pendidikan Nasional, Red). Dia mengatakan: Saya tidak pernah mengetahui seorang pemuda sebodoh Anda, yang kemana-mana membawa semangat untuk berperang dengan instrumen agama, demi menguasai orang lain. Menurut dia saya orang yang amat liberal. Bagi saya, Islam itu amat liberal dan dapat menerima perbedaan-perbedaan. Islam tidak punya kewenangan, ketika dia tidak bisa memberikan tempat bagi yang lain. Nah, pertanyaan bagi yang lain itu, betul-betul menjadi antitesis dari pikiran-pikiran mainstream di beberapa kelompok yang waktu itu saya ikuti. Aliran ekstrim yang saya ikuti, ternyata tidak memberikan ruangan pada yang lain. Anda shock ketika Pak Malik Fadjar mengingatkan itu pada Anda? Saya shock sekali. Ini saya ingat betul karena saya tidak pernah berkeringat di kota Malang yang dingin, kecuali dari statement itu. Tapi saya telah menemukan sesuatu, yang bersifat inspiring (mengilhami, Red), Tahap yang kedua, kebetulan dulu saya aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan saya mempunyai seorang mentor di HMI. Kritik Pak Malik kedua mengatakan: Kau pelajari deh, Islam yang benar!
[ppiindia] YAHUDI SEBAGAI SIMBOL DALAM WACANA ISLAM INDONESIA MASA KINI
Tulisan panjang tapi bagus dicermati. YAHUDI SEBAGAI SIMBOL DALAM WACANA ISLAM INDONESIA MASA KINI* Martin van Bruinessen Kaset Qur'an dan konspirasi Yahudi Pada tahun 1986 seorang ulama di Bima mengeluh kepada peneliti dari LIPI tentang keberadaan kaset rekaman bacaan Al Qur'an yang dijual di mana-mana. Sekarang semakin banyak orang puas dengan menyetel kaset saja, mereka tidak berminat lagi untuk belajar qira'ah Al Qur'an sendiri. Berbagai teknologi baru, menurut hematnya, sangat membahayakan agama Islam. Ia mencurigai gejala ini berkaitan dengan konspirasi Yahudi-Zionis untuk menghancurkan Islam. Dalam ceramah-ceramahnya, ia sering menyinggung ancaman-ancaman Yahudi terhadap Islam. Ulama yang pernah bermukim di Makkah selama beberapa tahun ini, menceritakan kepada peneliti tadi bahwa ia banyak tahu tentang tipu daya Yahudi itu dari majalah-majalah yang diterimanya dari Rabithah Al-`Alam Al-Islami (Al-Rabithah dan Muslim World News); selain mengutip pula buku yang bernada ancaman terhadap kemajuan dan perkembangan Islam di dunia seperti Al-Maka'id al-Yahudiyah dan Rencana Yahudi terhadap Penghancuran Islam. Ketika peneliti bertanya gejala apa di Indonesia yang dianggapnya sebagai aktivitas Yahudi-Zionis, ditudingnya organisasi-organisasi seperti Lions Club.[1] Yahudi sebagai ancaman terhadap nilai-nilai tradisional Kasus ulama Bima di atas mengejutkan saya karena merupakan pertemuan pertama saya dengan semangat anti-Yahudi yang bukan anti-Israel saja di Indonesia. Di Bima, tentu saja, tidak ada orang Yahudi, dan andaikata terdapat Lions Club pun pastilah bukan mereka yang mengedarkan kaset Muammar Z dan qari-qari lainnya. Mengapa ungkapan keprihatinan sang ulama mengaitkannya dengan Yahudi? Ternyata ia tidak sendirian; beberapa tahun terakhir kian sering kita menjumpai kata Yahudi dipakai sebagai julukan negatif bagi perkembangan, pemikiran atau sikap yang dianggap membahayakan umat Islam. Yahudi telah menjadi simbol dari sesuatu yang tak mudah diungkapkan secara eksplisit. Yang dimaksudkan, agaknya, bukan agama Yahudi, dan bukan juga kebijaksanaan resmi pemerintah Israel atau pun kelompok Zionis ekstrim, melainkan sesuatu yang lebih abstrak dan tersembunyi. Ada dua hal menarik berkenaan dengan munculnya Yahudi sebagai simbol dalam wacana Islam di Indonesia. Pertama, Yahudi seringkali disebut dalam konteks kekhawatiran tentang adanya konspirasi untuk menghancurkan Islam. Banyak aspek proses modernisasi, berikut sekularisasi dan rasionalisasi, pergeseran nilai-nilai tradisional, globalisasi ekonomi dan budaya, individualisme dan hedonisme dilihat sebagai hasil rekayasa, bukan proses yang berdiri sendiri. Semua perkembangan barusan diduga kuat telah direncanakan dan dilaksanakan oleh persekongkolan yang memusuhi Islam dan ingin menghancurkannya. Konspirasi rahasia tersebut diidentikkan dengan Yahudi dan Zionis; tetapi setiap orang yang dianggap berjasa demi tujuan persekongkolan tersebut, walaupun agama dan kebangsaannya berbeda, bisa saja dijuluk Yahudi. Kedua, teori-teori konspirasi dan kecenderungan untuk mengkambinghitamkan Yahudi tentu saja tidak lahir di Indonesia melainkan berasal dari negara-negara Arab - utamanya Arab Saudi, Kuwait dan Mesir. Menyembulnya kebencian kebanyakan orang Arab saat ini kepada orang Yahudi tak bisa dilepaskan dari masalah Palestina. Keprihatinan tentang Zionisme Israel sangat wajar. Meski di sini perlu ditambahkan, kepercayaan akan adanya konspirasi Yahudi untuk menghancurkan Islam dan menguasai seluruh dunia bukan hanya reaksi terhadap eksistensi Israel saja, dan sesungguhnya juga disebabkan penyebaran antisemitisme Barat ke negara-negara Arab. Sumber yang seringkali menjadi rujukan, yaitu Al-Maka`id Al-Yahudiyah alias Protokol-Protokol Para Sesepuh Zion alias Ayat-Ayat Setan Yahudi, merupakan hasil fabrikasi beberapa orang anti-Yahudi Rusia dan kemudian dipergunakan sebagai alat propaganda oleh Nazi Jerman. Buku inilah yang pernah merupakan legitimasi utama bagi pembunuhan massal terhadap orang Yahudi oleh Nazi Jerman. Protokol-protokol konon terdiri dari notulen pemerintah rahasia Yahudi tentang strategi mereka untuk menguasai dunia, melalui kapitalisme maupun komunisme, demokrasi maupun kediktatoran, revolusi maupun liberalisasi ekonomi. Pada dasawarsa 1950-an edisi Arabnya terbit, dan belakangan beberapa kali diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Editor-editor Indonesianya tampaknya tidak menyadari bahwa buku ini bukan dokumen sejarah benar melainkan pemalsuan oleh kalangan antisemitis. Yahudi, Freemason dan kemodernan Antisemitisme (sikap anti-Yahudi) di Eropa memuncak pada penghujung abad ke-19 dan berkaitan erat dengan kemodernan. Antisemitisme merupakan reaksi terhadap arus perubahan sosial dan ekonomi yang begitu cepat serta berkembangnya kapitalisme modern, terhadap gerakan-gerakan liberalisme dan sosialisme, republikanisme dan sekularisme -
[ppiindia] Hentikan Konflik dan Tumbuhkan Iklim Simbiosis Mutualisme
Assalaamu'alaikum wr wb, Salam sejahtera. Hentikan Konflik dan Tumbuhkan Iklim Simbiosis Mutualisme Oleh TARMIZI TAHER RAMALAN John Neisbit bahwa akan terjadi benturan peradaban (class civilization) antara dunia Islam dan Barat mulai terwujud dengan diserangnya Irak oleh Amerika Serikat (AS) bersama Inggris dan Australia. Haruskah dunia Islam melakukan perlawanan ataukah kita biarkan Barat melakukan penekanan di berbagai segi terhadap dunia Islam? Bagaimanakah nasib dunia Islam setelah penyerangan AS ke negeri seribu satu malam tersebut? Untuk membahas nasib dunia Islam, pemerintah Malaysia pada tanggal 10 s.d. 12 Juli 2003 menyelenggarakan konferensi tingkat dunia bertema, Dunia Islam Sesudah Perang Irak (World Conference of Islam Scholars). Dalam kesempatan ini, Perdana Menteri Malaysia Mahathir memberikan pengarahan dan pikiran-pikirannya. Bagi Malaysia, pertemuan ini merupakan kesempatan yang tepat karena segera berbicara nasib dunia Islam sesudah perang Irak. Dari Indonesia, salah seorang yang diundang dalam konferensi tersebut adalah penulis. Mengapa saya yang diundang? Karena di akhir Mei 2003, saya juga diundang ke Malaysia untuk menghadiri pertemuan para pemimpin dunia Islam II yang berbicara tentang penanganan HIV/AIDS. Ketika itu saya diminta memimpin sidang pleno ke-3. Padahal, sidang pleno ke-1 dan ke-2 terjadi kericuhan akibat seorang wanita Muslim delegasi AS memiliki paper yang berbeda dengan paper para peserta dari Timur Tengah. Akibatnya, para peserta dari negara-negara Arab ke luar sidang melakukan walk out. Saat saya memimpin sidang pleno ketiga, saya katakan kepada para peserta, Kemarin ada teman-teman kita yang walk out. Ini kok seperti rapat politik saja. Padahal, ini kan studi ilmiah. Bukankah biasa dalam sebuah pertemuan ilmiah itu kita menyatakan keberatan atas pandangan yang berbeda dengan cara yang sopan dan dengan pandangan yang jernih? Dengan memberi pengertian demikian, kemudian pertemuan-pertemuan berikutnya berjalan lancar, bahkan sidang menjadi penuh ukhuwah dan rukun. Panitia yang dipimpin anaknya Mahathir menyatakan terima kasih yang luar biasa karena saya dinilai menyelamatkan pertemuan lima hari itu. Sebelum pulang, saya bahkan kembali mendapatkan undangan ini. Penulis menilai bahwa Malaysia tepat sekali berinisiatif menyelenggarakan konferensi ini karena Mahathir melihat dengan jernih bahaya yang mengancam Islam. Kalau bahaya terorisme, Malaysia termasuk negeri yang menjadi tempat latihan untuk menghadapi terorisme di Asia Tenggara. Namun dia juga tidak segan-segan menggunakan isu ini apabila ada orang yang akan menggunakan terorisme untuk menyerang dunia Islam. Ini memang biasa, satu hal seperti pisau bermata dua. Pisau kalau digunakan untuk mengoperasi, si sakit bisa sembuh, tetapi kalau digunakan untuk menyobek kulit dan daging orang dalam perampokan, maka orang tersebut bisa mati. Melalui konferensi tersebut, umat Islam harus secara jernih menganalisis kelemahan dalam menghadapi era globalisasi, era persaingan, era perdagangan bebas, serta di era ilmu dan teknologi. Sebaliknya, dunia Islam juga harus mengetahui kekuatannya sebab tidak semua dari kita lemah dan buruk, tetapi juga memiliki kekuatan-kekuatan. Misalnya, kekuatan Muslimin yang dikagumi Barat adalah nilai-nilai luhur Islam sehingga Islam di Barat merupakan agama yang paling cepat tumbuh, khususnya di Amerika dan di Eropa. Di negara-negara Eropa, Islam sekarang sudah menjadi agama kedua, sesudah Protestan, baru kemudian Katolik. Atau sebaliknya, Katolik terbanyak, kemudian Islam, baru kemudian Protestan. Umat Islam di AS sekarang berjumlah 10 juta orang. Ini sama jumlahnya dengan umat Islam di Malaysia. Setelah peristiwa 11 September 2001, orang AS justru semakin penasaran ingin tahu apa sih sebenarnya Islam itu? Mereka banyak mengundang para intelektual dan ulama Islam ke kampus bahkan ke gereja mereka untuk menerangkan the real Islam sehingga Islam tidak mengalami penyelewengan pengertian sebagaimana ditulis oleh media-media Barat. Kalau sebelum 11 September orang masuk Islam di AS dalam sebulan berjumlah 10.000 orang, sejak peristiwa 11 September, orang Islam baru berjumlah 4 kali lipat yakni 40.000 orang. Ini merupakan gambaran bahwa dakwa Islam cukup berhasil karena Islam memang agama yang sangat rasional dan sangat egaliter. Satu hal yang paling menarik bagi orang Barat dalam beragama Islam adalah sabda Nabi Muhammad saw., Ana basyarun mitslukum (Saya manusia biasa, seperti kalian). Nabi tidak berbeda dengan manusia pada umumnya. Sebab kalau mereka mengikuti agama Islam berarti mereka sekadar mengikuti dan mencontoh manusia, dengan segala kelebihan dan kelemahannya. Sebaliknya, kalau mereka harus meniru seperti Tuhan, mereka tidak bisa dan sangat susah. Mengenai penyerbuan AS bersama sekutunya terhadap Irak, senyatanya, dunia melihat legitimiasi yang digunakan AS tidak kuat, terlepas bagaimana kelakuan Saddam Husein. Oleh karena itu, Eropa pun terpecah dua. Satu-satunya negara yang
[ppiindia] Fwd: [surau] Koran Tempo: SBY Israel
--- Azhari [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Azhari [EMAIL PROTECTED] Date: Wed, 25 Aug 2004 07:50:49 +0700 Subject: [surau] Koran Tempo: SBY Israel Koran Tempo pagi ini memberitakan bahwa pada saat pertemuan SBY dengan 400 pendeta di Surabaya, para pendeta mengusulkan untuk merubah aturan pendirian Gereja dan membuka hubungan dengan Israel, karena krisis yang berkepanjangan dinegara kita akibat Negara kita sangat membenci Israel. SBY menyatakan bahwa akan mempertimbangkan aturan pendiran gereja tsb, sedangkan hubungan dengan Israel akan dibicarakan nanti. Sungguh nyata Nasrani dan Yahudi selalu bersatu padu dalam memusuhi umat Islam, kadang-kadang mereka berusaha menyembunyikan tetapi seringkali terkuak tanpa mereka sadari. Karena kebencian yang sangat terhadap Islam, sehingga tanpa mereka sadari mereka mengungkapkannya. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka (Al-Baqarah 120). Sungguh, telah nyata kebencian pada mulut-mulut mereka, dan apa yang tersembunyi didalam dada-dada mereka adalah lebih besar lagi. Kami telah menjelaskan ayat-ayat Kami kepada kalian jika kalian memang orang-orang yang berakal (Ali Imran 118). Salam, azh [Non-text portions of this message have been removed] __ Do you Yahoo!? Read only the mail you want - Yahoo! Mail SpamGuard. http://promotions.yahoo.com/new_mail Yahoo! Groups Sponsor ~-- $9.95 domain names from Yahoo!. Register anything. http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi.4t.com *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] BuruanCiumGue akhirnya ditarik dari peredaran, Bravo AA Gym + MUI!
http://www.sctv.co.id/otista/?id=4877 Buruan Cium Gue! Ditarik dari Peredaran FILM Buruan Cium Gue! (BCG) akhirnya ditarik dari peredaran. Bos MultiVision Plus (MVP) Raam Punjabi tak tahan dengan kritik yang melandanya sejak BCG beredar, 5 Agustus silam. Selain itu, Raam tidak ingin timbul perpecahan di kalangan masyarakat Indonesia. Keputusan itu diambil Raam usai berdialog dengan Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym di Jakarta, Kamis (19/8). Sebelum berdialog dengan Raam, Aa Gym bersama Majelis Ulama Indonesia mengajukan protes kepada Lembaga Sensor Film. Menurut kiai kondang asal Parahyangan ini, film BCG terlalu vulgar dan mengajak orang berzina. Ini adalah karya yang tidak layak bagi orang-orang yang merindukan kebaikan, kata Aa Gym. (Yn-200804) __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com Yahoo! Groups Sponsor ~-- Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi.4t.com *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] AA Gym: Film BCG Sebenarnya Berjudul 'Buruan, Zinahi Gue'
Rabu, 18 Agustus 2004 19:13:00 AA Gym: Film BCG Sebenarnya Berjudul 'Buruan, Zinahi Gue' Jakarta-RoL -- Pemimpin Pondok Pesantren Daarut Tauhid Bandung, KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) mengatakan Film Buruan, Cium Gue' (BCG) sebenarnya berjudul Buruan, Zinahi Gue, karena film tersebut mengajak orang untuk berzinah. Film itu berjudul vulgar dan berani dan mengajak orang berciuman pada orang yang bukan muhrimnya. Ketika sudah berciuman, maka orang tersebut akan terus melanjutkan untuk berzinah, kata Aa Gym dalam jumpa pers di Kantor Lembaga Sensor Film (LSF) yang digelar setelah pertemuannya dengan pihak LSF, di Jakarta, Rabu. Aa Gym datang bersama dengan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Din Syamsudin, rohaniwan dari Kristen dan Katolik, mantan Menneg Pemberdayaan Perempuan Tuty Alawiyah, serta artis Inneke Koesherawati, Astri Ivo, dan Cheche Kirani. Aa Gym mengatakan prihatin dengan film BCG itu, dan dia perlu datang ke LSF karena menerima ratusan surat dari masyarakat terutama ibu rumah tangga, yang memprotes pemutaran film tersebut. Kami datang ke sini (kantor LSF) bukan untuk menghakimi, tetapi ingin belajar dan mengetahui bagaimana sebuah film dapat lolos. Ke depannya kita bisa bantu dari luar, kata Aa Gym. Dia mengatakan telah menghubungi produser film tersebut, Raam Punjabi dari PT Multivision Plus, dan sutradara film, Findo Purwono HW untuk mengajak berdiskusi seputar film BCG tersebut. Dia mengatakan, kedatangannya ke LSF untuk meminta penarikan film BCG, dan untuk maksud memacu kreativitas para sineas Indonesia agar lebih bermutu, dan bukan kreativitas yang merusak. Solusi permasalahan ini ada tiga. Pertama bahwa kita semua bersaudara, semangat untuk mencari solusi dan semua menjadi sukses, tanpa ada korban, kata Aa Gym. Sementara itu, Sekretaris Umum MUI, Din Syamsudin mengatakan, MUI telah mengirimkan surat kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata yang berisi bahwa Film Buruan Cium Gue (BCG) telah menyinggung rasa susila masyarakat, menimbulkan rasa ketakutan dikalangan orang tua, pendidik juga menimbulkan ancaman gangguan ketertiban umum serta kemungkinan munculnya reaksi-reaksi yang tak terkendali. Din mengatakan, dari adegan-adegan, dialog, suara serta imajinasi yang dikembangkan dalam film tersebut dapat disimpulkan bahwa film itu memang secara sengaja bermaksud menghina, melecehkan, menertawakan pihak-pihak yang dipandang konservatif dan kolot karena berpegang pada nilai-nilai budaya yang luhur, nilai norma agama dan pendidikan sekolah. Kita biarkan LSM, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata yang menghentikan peredaran dan penayangan film BCG, kata Din. Sementara Tuty Alawiyah menanyakan kepada LSF tentang kriteria lolosnya sebuah film. Dia mengatakan sudah lama prihatin dan kecewa terhadap film, tayangan TV dan bacaan yang penuh kekerasan dan pornografi. Mantan Menteri Pemberdayaan Wanita itu mengatakan, semua tayangan tersebut tidak ada nilai-nilai pendidikan dan perilaku tata nilai kemasyarakatan. Sementara Ketua LSF, Titi Said mengatakan bahwa film BCG sudah melalui tahapan sensor, tetapi tidak menyangka reaksi masyarakat luar biasa untuk menolaknya. Dia mengatakan, dalam UU no 8 th 1992 pasal 31 disebutkan bahwa pemerintah dapat menarik suatu film bila dalam penayangannya mengganggu keteriban, ketenteraman dan keselarasan hidup masyarakat. Titi mengatakan, LSF telah meluluskan film BCG dengan berbagai pertimbangan setelah ada pemotongan gambar. Pertimbangannya antara lain, karena film BCG hanya diputar di bioskop dengan batasan waktu, tempat dan juga adanya karcis masuk. Pada akhir jumpa pers, Aa Gym mengajak seluruh masyarakat untuk ikut mendukung kerja Lembaga Sensor Film yang berisi pahlawan bangsa penjaga gawang moral. Aa Gym menyatakan puas dengan pertemuan dengan pihak LSF, meskipun untuk mengubah suatu karakter bangsa tidak seperti membalikkan telapak tangan, karena dibutuhkan kerja sama semua pihak. Dia berharap produser dan sutradara untuk mengevaluasi diri sehingga dapat mengambil keputusan untuk menarik filmnya tanpa harus diprotes oleh masyarakat. ant/aih - Do you Yahoo!? New and Improved Yahoo! Mail - 100MB free storage! [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi.4t.com *** __ Mohon Perhatian: 1.
[ppiindia] Peran Amerika dalam Perusakan Lingkungan Hidup
Peran Amerika dalam Perusakan Lingkungan Hidup Kunjungan Presiden Amerika ke Inggeris beberapa waktu lalu, telah mendapat protes meluas para pendukung lingkungan hidup. Berita ini sekali lagi menarik perhatian opini umum mengenai peran Amerika dalam perusakan lingkungan hidup. Realitas menunjukkan bahwa tragedi dunia hampir terjadi karena adanya perubahan kondisi air dan udara di muka bumi. Komisi lingkungan hidup PBB telah mengingatkan tentang perubahan air dan cuaca yang akan terjadi di muka bumi, di antaranya peningkatan panas bumi selama enam derajat pada akhir abad ini. Dampak dari kecepatan perubahan suhu bumi ini tidak dapat diramalkan secara pasti, tetapi yang jelas, masalah ini akan diikuti oleh perubahan-perubahan kondisi yang berbahaya. Misalnya, permukaan laut akan menjadi tinggi, sehingga negara-negara yang terletak lebih rendah dari permukaan laut akan tenggelam. Taufan dan banjir juga akan lebih banyak terjadi. Kemarau yang lebih parah dan lebih panjang akan menyebabkan pertanian terganggu karena penyediaan air terhambat. Kemarau juga akan menyebabkan berlakunya migrasi penduduk besar-besaran dari desa ke kota-kota besar, sehingga akan timbul masalah sosial di perkotaan. Contoh lainnya, diramalkan pada pertengahan abad ini, perubahan air dan udara akan menyebabkan keringnya hutan Amazon dan hutan ini akan berubah menjadi padang pasir. Masalah ini akan menyebabkan jutaan ton karbon dioksida masuk ke atmosfer sehingga mengganggu kesehatan umat manusia. Selain itu, ketika hutan-hutan ini musnah, berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan akan turut punah. Menurut pandangan para pakar lingkungan hidup, proses punahnya tumbuhan dan hewan seperti yang kita saksikan hari ini, tidak ada bandingnya sejak era kepunahan dinasaurus pada 65 juta tahun yang lalu. Ketika dunia sedang mengalami bahaya akibat perubahan air dan udara, Amerika sebagai pelaku utama produksi gas emisi rumah kaca di dunia justru menarik diri dari usaha internasional dalam memerangi ancaman ini dan membuat keputusan untuk melakukan apa saja bagi kepentingan dirinya walaupun dengan mencemari dunia. Penduduk Amerika yang merupakan lima persen dari total populasi dunia, bertanggung jawab atas seperempat dari karbon diaksida yang memenuhi dunia. Amerikalah yang bertanggungjawab terhadap perubahan air dan udara. Keputusan Amerika untuk menarik diri dari perjanjian lingkungan hidup, yang disebut sebagai Perjanjian Kyoto, telah menyebabkan para pemilik industri AS terus melanjutkan proses pengeluaran gas karbon diaksidanya. Statistik menunjukkan bahwa produksi gas karbon diaksida dari seorang warga Amerika besarnya 17 kali lipat dari seorang warga India. Dengan lantangnya, pemerintahan Bush mengklaim bahwa Protokol Kyoto yang menginginkan dikuranginya pengeluaran gas beracun adalah tidak adil. Padahal, selama empat dekade terakhir, jutaan manusia tewas akibat perubahan udara dan air dan 99 persen di antara mereka tinggal di negara miskin. Keluarnya Amerika dari Protokol Kyoto ini diikuti pula dengan berbagai akibat, di antaranya Russia pun ikut-ikutan menolak untuk mengikuti perjanjian ini. Kini persoalan yang timbul ialah apakah nasib perjanjian Kyoto ini? Beberapa negara anggota Uni Eropa memang telah menandatangani perjanjian ini, namun upaya mereka untuk mengurangi pengeluaran gas emisi rumah kaca tidaklah mencukupi. Sejak ditandatanganinya Protokol Kyoto hingga kini, hanya setengah persen terjadi pengurangan emisi rumah kaca, jauh dari target 8 persen yang telah ditetapkan. Artinya, pelaksanaan Protokol Kyoto selama ini masih mengecewakan. Meskipun negara-negara dunia ketiga dipaksa untuk melakukan berbagai upaya dalam mengurangi pencemaran ini, namun, pencemaran tidak akan berkurang selama negara-negara pelaku utama pencemaran enggan melaksanakan perjanjian mereka. Saudara pendengar, pembahasan perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh Amerika tidak terbatas kepada penolakan mereka terhadap perjanjian Kyoto. Hingga saat ini, Amerika terus menggunakan methyl bromide yang merupakan bahan kimia perosak lapisan ozon dan tidak memperdulikan hasil persidangan mengenai pemeliharaan lapisan ozon yang diadakan oleh PBB. Sebelumnya, AS pernah menyetujui pelarangan penggunaan bahan ini. Namun kemudian, dengan alasan pentingnya penggunaan bahan ini oleh para petani dalam mencegah kerusakan tanaman, AS malah berencana meningkatkan pengunaannya hingga tahun 2005 mendatang. Betapapun banyaknya protes yang diajukan oleh berbagai negara, Amerika tetap tidak memperdulikan perjanjian internasional dalam pemeliharaan lapisan ozon yang disebut sebagai Protokol Montreal itu. Lapisan ozon semakin menipis dengan penggunaan bahan kimia perusak seperti CFC. Tetapi, penggunaan Methyl Bromide lebih memperparah lagi penipisan lapisan ozon itu. Proses penipisan ozon kini semakin meningkat dan mungkin saja akan menyebabkan lapisan ini tidak dapat dikembalikan lagi ke bentuk aslinya. Dampak dari penipisan ozon ini sangatlah mengerikan, yaitu