Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama

2003-07-31 Terurut Topik yanto_piboda
 Namun, kan tidak
 semua orang bisa menghimpun ketiga sikap atau atribut
 kepemimpinan TTS terkumpul pada orang yang sama. Yang
 menarik bagi saya adalah, sebuah konsep tradisional
 telah bisa melihat adanya pembagian fungsi dan
 wewenang yang sifatnya saling melengkapi, tetapi
 secara fungsional terpisah.
 Sekian, MN



Mak Mochtar Naim yang ambo hormati

Kalau kita akan meng-implementasikan konsep ini terhadap 3 individu 
atau lembaga yang berbeda seperti yang sudah2 kira2 kriteria apa 
harus dipenuhi oleh masing2 pihak itu terutama disini alim ulama dan 
cadiak pandai dalam situasi sekarang ini?

Dan juga jika dipisahkan menjadi 3 lembaga kira2 tugas mereka masing2 
nanti apa di tengah masyarakat ?


terima kasih 

Wassalam 

YP



 





RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php
---

Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: 
http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
===


Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama

2003-07-29 Terurut Topik Mochtar Naim
Yanto dan sanak-sanak semua di RN,
Pikiran Yanto juga banyak didukung oleh yang
lain-lainnya, termasuk yang disampaikan langsung oleh
Sanak Hawari Siddik kepada saya. Namun, kan tidak
semua orang bisa menghimpun ketiga sikap atau atribut
kepemimpinan TTS terkumpul pada orang yang sama. Yang
menarik bagi saya adalah, sebuah konsep tradisional
telah bisa melihat adanya pembagian fungsi dan
wewenang yang sifatnya saling melengkapi, tetapi
secara fungsional terpisah.
Sekian, MN
--- yanto_piboda [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Kalau saya tidak salah menangkap tulisan Mamak
 Mochtar Naim (M.MN), 
 yang menjadi masalah utama adalah implementasi dari
 konsep TTS dalam 
 situasi ke-kinian.
 
 Masalah yang lain adalah : konsep kepemimpinan TTS
 ini sudah di-
 intruder/disusupi oleh unsur lain yaitu Bundo
 Kanduang dan pemuda.
 
 Dalam meng-implementasikan sebuah sistem yang paling
 utama adalah 
 bagaimana kita memahami konsep itu sendiri.
 
 Secara konsep kita sudah tahu ada 3 unsur dalam
 kepemimpinan di dalam 
 nagari yaitu : Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak
 Pandai.
 
 Seperti yang M.MN sampaikan kesulitan kita adalah
 bagaimana kita 
 menentukan siapa yang mengisi unsur2 ini dalam
 implementasi-nya  di 
 Nagari jika konsep ini diterapkan dalam struktural
 organisasi dalam 
 arti 3 unsur ini mewakili 3 individu atau lembaga
 yang berbeda. 
 Dan bagaimana hubungannya dengan Wali Nagari.
 
 Pertanyaan saya apakah mungkin kalau 3 unsur ini
 kita terapkan 
 kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin? 
 
 Dalam arti setiap pemimpin (wali nagari) yang kita
 pilih harus 
 merupakan penghulu dari sukunya (niniak mamak) dan
 ia mempunyai 
 pegetahuan agama yang dalam (alim ulama) dan
 mempunyai wawasan yang 
 luas (cadiak pandai).
 
 Sementara untuk structur pemerintahan di nagari,
 tetap ada seorang 
 wali nagari, sebagai pemimpin yang di dahulukan
 salangkah dan di 
 tinggikan sarantiang. kemudian ada sebuah perwakilan
 dari rakyat yang 
 akan menjadi teman bermusyawarah oleh wali nagari
 dalam mengambil 
 keputusan dimana mereka2 yang berada di lembaga ini
 hendaknya juga 
 memenuhi kriteria TTS tadi.Dimana anggotanya terdiri
 dari penghulu2 
 suku yang ada di nagari tersebut. Dan tentunya
 dengan syarat mereka 
 harus berdomisi di nagari tersebut.
 
 Baru ditambah perangkat lain seperti dubalang
 (mungkin bisa di ambil 
 dari urang bagak yang ada dalam nagari) sehingga
 jika ada 
 perselisihan ke arah kontak fisik, mereka sanggup
 melerai-nya.
 Perangkat2 lainnya bisa ditambah dan dikurangi
 sesuai kebutuhan dari 
 nagari ybs.
 
 Soal peran aparat pemerintahan pusat (seperti camat)
 bisa ditinjau 
 lagi dalam konsep otonomi daerah, kalaupun tetap ada
 biarkanlah hanya 
 sebagai perwakilan pemerintah pusat, 'Beri dia
 singasana tapi jangan 
 beri dia kekuasaan'.(saya pinjam istilah Boi G.
 Sakti dalam sebuah 
 drama tarinya yang pernah ditampilkan di
 JKT).Mungkin seperti 
 Gubernur Jenderal di Australia. Sebab kalau konsep
 camat ini 
 dipaksakan juga dengan kekuasaan sekarang akan
 menjadi kacau lagi.
 
  
 Hanyo sagitu dulu, tanggapan saya terhadap tulisan
 Mak Mochtar Naim,
 ini hanya sekedar tanggapan Mak. Dari segi ilmu saya
 yakin  masih 
 sangat dangkal maklum saya masih mudo matah.
 
 wassalam
 
 YP 
 
 
 
 
 
 
 RantauNet http://www.rantaunet.com
 Isikan data keanggotaan anda di
 http://www.rantaunet.com/daftar.php
 ---
 
 Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan
 ke: 
 http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
 ===


__
Do you Yahoo!?
Yahoo! SiteBuilder - Free, easy-to-use web site design software
http://sitebuilder.yahoo.com

RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php
---

Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: 
http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
===


Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama

2003-07-29 Terurut Topik Mochtar Naim
Yanto dan sanak-sanak semua di RN,
Pikiran Yanto juga banyak didukung oleh yang
lain-lainnya, termasuk yang disampaikan langsung oleh
Sanak Hawari Siddik kepada saya. Namun, kan tidak
semua orang bisa menghimpun ketiga sikap atau atribut
kepemimpinan TTS terkumpul pada orang yang sama. Yang
menarik bagi saya adalah, sebuah konsep tradisional
telah bisa melihat adanya pembagian fungsi dan
wewenang yang sifatnya saling melengkapi, tetapi
secara fungsional terpisah.
Sekian, MN
--- yanto_piboda [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Kalau saya tidak salah menangkap tulisan Mamak
 Mochtar Naim (M.MN), 
 yang menjadi masalah utama adalah implementasi dari
 konsep TTS dalam 
 situasi ke-kinian.
 
 Masalah yang lain adalah : konsep kepemimpinan TTS
 ini sudah di-
 intruder/disusupi oleh unsur lain yaitu Bundo
 Kanduang dan pemuda.
 
 Dalam meng-implementasikan sebuah sistem yang paling
 utama adalah 
 bagaimana kita memahami konsep itu sendiri.
 
 Secara konsep kita sudah tahu ada 3 unsur dalam
 kepemimpinan di dalam 
 nagari yaitu : Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak
 Pandai.
 
 Seperti yang M.MN sampaikan kesulitan kita adalah
 bagaimana kita 
 menentukan siapa yang mengisi unsur2 ini dalam
 implementasi-nya  di 
 Nagari jika konsep ini diterapkan dalam struktural
 organisasi dalam 
 arti 3 unsur ini mewakili 3 individu atau lembaga
 yang berbeda. 
 Dan bagaimana hubungannya dengan Wali Nagari.
 
 Pertanyaan saya apakah mungkin kalau 3 unsur ini
 kita terapkan 
 kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin? 
 
 Dalam arti setiap pemimpin (wali nagari) yang kita
 pilih harus 
 merupakan penghulu dari sukunya (niniak mamak) dan
 ia mempunyai 
 pegetahuan agama yang dalam (alim ulama) dan
 mempunyai wawasan yang 
 luas (cadiak pandai).
 
 Sementara untuk structur pemerintahan di nagari,
 tetap ada seorang 
 wali nagari, sebagai pemimpin yang di dahulukan
 salangkah dan di 
 tinggikan sarantiang. kemudian ada sebuah perwakilan
 dari rakyat yang 
 akan menjadi teman bermusyawarah oleh wali nagari
 dalam mengambil 
 keputusan dimana mereka2 yang berada di lembaga ini
 hendaknya juga 
 memenuhi kriteria TTS tadi.Dimana anggotanya terdiri
 dari penghulu2 
 suku yang ada di nagari tersebut. Dan tentunya
 dengan syarat mereka 
 harus berdomisi di nagari tersebut.
 
 Baru ditambah perangkat lain seperti dubalang
 (mungkin bisa di ambil 
 dari urang bagak yang ada dalam nagari) sehingga
 jika ada 
 perselisihan ke arah kontak fisik, mereka sanggup
 melerai-nya.
 Perangkat2 lainnya bisa ditambah dan dikurangi
 sesuai kebutuhan dari 
 nagari ybs.
 
 Soal peran aparat pemerintahan pusat (seperti camat)
 bisa ditinjau 
 lagi dalam konsep otonomi daerah, kalaupun tetap ada
 biarkanlah hanya 
 sebagai perwakilan pemerintah pusat, 'Beri dia
 singasana tapi jangan 
 beri dia kekuasaan'.(saya pinjam istilah Boi G.
 Sakti dalam sebuah 
 drama tarinya yang pernah ditampilkan di
 JKT).Mungkin seperti 
 Gubernur Jenderal di Australia. Sebab kalau konsep
 camat ini 
 dipaksakan juga dengan kekuasaan sekarang akan
 menjadi kacau lagi.
 
  
 Hanyo sagitu dulu, tanggapan saya terhadap tulisan
 Mak Mochtar Naim,
 ini hanya sekedar tanggapan Mak. Dari segi ilmu saya
 yakin  masih 
 sangat dangkal maklum saya masih mudo matah.
 
 wassalam
 
 YP 
 
 
 
 
 
 
 RantauNet http://www.rantaunet.com
 Isikan data keanggotaan anda di
 http://www.rantaunet.com/daftar.php
 ---
 
 Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan
 ke: 
 http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
 ===


__
Do you Yahoo!?
Yahoo! SiteBuilder - Free, easy-to-use web site design software
http://sitebuilder.yahoo.com

RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php
---

Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: 
http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
===


Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama

2003-07-29 Terurut Topik SBN
Asaalamu'alaikum wr. wb.

Manolah dunsanak sadonyo di milis iko,
Ada pertanyaan dasar yang belum terjawab,
konsep TTS (tigo tungku sajarangan) apa memang
benar-benar konsep adat minangkabau, ataukah hanya
sekedar adat yang diadatkan khususnya post peereri.
Pemikiran TTS ini timbul setelah kerapatan niniak-mamak
sudah tumpul, lalu timbul ide untuk mempertajam dengan
menambahkan unsur-unsur baru.
Seperti pernah saya posting sebelumnya, konsep ini hanya 
akan kelihatan mentereng, tapi akan tetap tumpul karena
filosofi siapa yang merepresentasikan siapa sangat lemah.
Juga bukan tidak mungkin konspe ini hanya sekedar
polesan kosmetik belaka seperti yang paparkan oleh sanak
Yulmizar berikut:
-
- Original Message - 
From: [EMAIL PROTECTED]
 Assalamu'alaikum Wr. Wb.
 - cut ---
 Rasa kebanggaan spt itu yg selalu ditanamkan penjajah pd org
 minangkabau. Biarlah perut keroncong asal ada orang minang yg menjadi
 menteri. Biarlah bangga pada PTSP yg berada di ranah minang padahal tdk
 secuil pun mendapat manfaat dari PTSP. Biarlah bangga karena berumur
 lebih banyak atau di tua kan padahal ndak tahu apa-apa sama sekali.
 Biarlah dijadikan raja boneka asal mempunyai kebanggaan karena
 disembah-sembah orang banyak.
 Rasa kebanggaan spt itu kemudian dimanfaatkan oleh oknum orde baru dgn
 mengawinkan dengan budaya malu. Malu karena tidak mempunyai kebanggaan.
 Rasa malu seperti itu kemudian dimanfaatkan oleh oknum intelektual
 minang dengan mengawinkan dgn adat.
 Saya ingat. Adat basandi syara' dan syara' basandi kitabullah.
 Lihatlah bagaimana Nabi dan sahabat mencontohkan pelaksanaan hukum dan
 aturan. Bila memang bersalah, beliau bersedia membuka bajunya,
 dieksekusi dan dicambuk dimuka umum karena tanpa sengaja cambuknya
 mengenai salah seorang budak. Apakah itu sebuah dongeng?.
 
 Kita tidak malu merampas hak orang lain dgn membuat gundukan tanah utk
 menghalangi orang ngebut didepan rumah tanpa kita sadar bahwa tindakan
 itu bisa membahayakan wanita hamil. Kita tdk segan-segan merayakan pesta
 perkawinan anak (walau sesudah itu ada yg pusing melunasi hutang), tanpa
 memikirkan tetangga kita ada yg hidup susah. Padahal hakekat pesta
 adalah pemberitahuan pada khalayak ramai bahwa si anak sudah dlm status
 suami istri (biar nggak di gerebek hansip waktu malam pengantin). Kita
 bangga kuliah didikan subuh dikumandangkan dgn keras lewat speaker
 mesjid yg menurut kita menandakan kepedulian thd pendidikan islam tanpa
 mau tahu muslim atau non muslim yg sakit keras disekelilingnya. Dan
 banyak lagi contoh-contoh di masyarakat.
 
 Betul kata Mak Kalek!. Orang Amerika lebih islami dari pada Orang
 Minang. Kita ternyata hanya punya bangga karena menjadi orang minang
 dan merasa patuh pada adat.
 
 Jika MI ingin bangkit, mental pengurus yang pertama sekali harus di
 renaisance. Bila tidak, samo jo ibarat mamintak sisiak ka limbek.
 Sekian dan tabik.
 .ymz

Adat minang suatu yang dinamis, benar, namun jangan sampai kedinamisan
itu mengada-ada dan apalagi yang hanya bersifat kosmetik belaka, apalagi
kalau wacana itu jadi bahasan intelektual.
Kembali ke pertanyaan diatas, kalau niniak mamak jelas representasinya,
bagaimana dengan para cadiak-pandai, apa kriterianya.
Sanggahan ini sama sekali tidak bermaksud melarang mereka ikut dalam
kerapatan adat negeri, semua boleh ikut sebagai pendengar atau narasumber
namun jangan dijadikan alasan untuk mendisfungsikan KAN hanya oleh 
ketiadaan unsur-unsur tambahan. Kalaulah para niniak-mamak kurang tajam
maka itu adalah tanggung jawab semua pendukung nagari untuk memberdaya
kannya. Mohon maaf kalau ada menyinggung, sama sekali bukan dimaksud
kan untuk demikian, hanya untuk mencari kejernihan.
Salam

St. Bagindo Nagari
 

- Original Message - 
From: Mochtar Naim [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, July 30, 2003 6:28 AM
Subject: Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama


 Yanto dan sanak-sanak semua di RN,
 Pikiran Yanto juga banyak didukung oleh yang
 lain-lainnya, termasuk yang disampaikan langsung oleh
 Sanak Hawari Siddik kepada saya. Namun, kan tidak
 semua orang bisa menghimpun ketiga sikap atau atribut
 kepemimpinan TTS terkumpul pada orang yang sama. Yang
 menarik bagi saya adalah, sebuah konsep tradisional
 telah bisa melihat adanya pembagian fungsi dan
 wewenang yang sifatnya saling melengkapi, tetapi
 secara fungsional terpisah.
 Sekian, MN
 --- yanto_piboda [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Kalau saya tidak salah menangkap tulisan Mamak
  Mochtar Naim (M.MN), 
  yang menjadi masalah utama adalah implementasi dari
  konsep TTS dalam 
  situasi ke-kinian.
  
  Masalah yang lain adalah : konsep kepemimpinan TTS
  ini sudah di-
  intruder/disusupi oleh unsur lain yaitu Bundo
  Kanduang dan pemuda.
  
  Dalam meng-implementasikan sebuah sistem yang paling
  utama adalah 
  bagaimana kita memahami konsep itu sendiri.
  
  Secara konsep kita sudah tahu ada 3 unsur dalam

Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama

2003-07-15 Terurut Topik yanto_piboda
Kalau saya tidak salah menangkap tulisan Mamak Mochtar Naim (M.MN), 
yang menjadi masalah utama adalah implementasi dari konsep TTS dalam 
situasi ke-kinian.

Masalah yang lain adalah : konsep kepemimpinan TTS ini sudah di-
intruder/disusupi oleh unsur lain yaitu Bundo Kanduang dan pemuda.

Dalam meng-implementasikan sebuah sistem yang paling utama adalah 
bagaimana kita memahami konsep itu sendiri.

Secara konsep kita sudah tahu ada 3 unsur dalam kepemimpinan di dalam 
nagari yaitu : Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai.

Seperti yang M.MN sampaikan kesulitan kita adalah bagaimana kita 
menentukan siapa yang mengisi unsur2 ini dalam implementasi-nya  di 
Nagari jika konsep ini diterapkan dalam struktural organisasi dalam 
arti 3 unsur ini mewakili 3 individu atau lembaga yang berbeda. 
Dan bagaimana hubungannya dengan Wali Nagari.

Pertanyaan saya apakah mungkin kalau 3 unsur ini kita terapkan 
kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin? 

Dalam arti setiap pemimpin (wali nagari) yang kita pilih harus 
merupakan penghulu dari sukunya (niniak mamak) dan ia mempunyai 
pegetahuan agama yang dalam (alim ulama) dan mempunyai wawasan yang 
luas (cadiak pandai).

Sementara untuk structur pemerintahan di nagari, tetap ada seorang 
wali nagari, sebagai pemimpin yang di dahulukan salangkah dan di 
tinggikan sarantiang. kemudian ada sebuah perwakilan dari rakyat yang 
akan menjadi teman bermusyawarah oleh wali nagari dalam mengambil 
keputusan dimana mereka2 yang berada di lembaga ini hendaknya juga 
memenuhi kriteria TTS tadi.Dimana anggotanya terdiri dari penghulu2 
suku yang ada di nagari tersebut. Dan tentunya dengan syarat mereka 
harus berdomisi di nagari tersebut.

Baru ditambah perangkat lain seperti dubalang (mungkin bisa di ambil 
dari urang bagak yang ada dalam nagari) sehingga jika ada 
perselisihan ke arah kontak fisik, mereka sanggup melerai-nya.
Perangkat2 lainnya bisa ditambah dan dikurangi sesuai kebutuhan dari 
nagari ybs.

Soal peran aparat pemerintahan pusat (seperti camat) bisa ditinjau 
lagi dalam konsep otonomi daerah, kalaupun tetap ada biarkanlah hanya 
sebagai perwakilan pemerintah pusat, 'Beri dia singasana tapi jangan 
beri dia kekuasaan'.(saya pinjam istilah Boi G. Sakti dalam sebuah 
drama tarinya yang pernah ditampilkan di JKT).Mungkin seperti 
Gubernur Jenderal di Australia. Sebab kalau konsep camat ini 
dipaksakan juga dengan kekuasaan sekarang akan menjadi kacau lagi.

 
Hanyo sagitu dulu, tanggapan saya terhadap tulisan Mak Mochtar Naim,
ini hanya sekedar tanggapan Mak. Dari segi ilmu saya yakin  masih 
sangat dangkal maklum saya masih mudo matah.

wassalam

YP 






RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php
---

Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: 
http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
===


[RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama

2003-07-13 Terurut Topik Mochtar Naim
 
 

__
Do you Yahoo!?
SBC Yahoo! DSL - Now only $29.95 per month!
http://sbc.yahoo.com

030707 1 KONSEP KEPEMIMPINAN TTS.doc
Description: 030707 1 KONSEP KEPEMIMPINAN TTS.doc


RE: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama

2003-07-13 Terurut Topik FST-IAMS-Elect

Kpd mmd Moctar Naim.

Assalamu'alaikum wr wb

Tarimokasih ateh posting TTS ko.
Tulisan dari mamak salalu kami nantikan.

Di Rantaunet ado kesepakatan untuak indak maposting attachment.
Disamping beban file nan gadang, attachment tarutamo dalam .doc
bisa disusupi virus, dan banyak nan indak barani mambukakno.

Dibawah  ambo pastekan tulisan tsb.

Wass
Bandaro (53)
Kubang Putiah
~


-Original Message-
From: Mochtar Naim [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, July 14, 2003 6:54 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Cc: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama



KONSEP KEPEMIMPINAN 
TUNGKU NAN TIGO SAJARANGAN 
DAN MASALAH PENERAPANNYA
DALAM RANGKA 
KEMBALI KE NAGARI

Mochtar Naim


KONSEP kepemimpinan tripartit TTS (Tungku nan Tigo Sajarangan, Tali nan Tigo
Sapilin) seperti yang dikenal dalam masyarakat Minangkabau selama ini
berkait langsung dan serasi dengan sistem kemasyarakatannya yang egaliter
dan demokratis, dan karenanya mengenal pembagian kerja dengan tugas yang
dibagi-bagi secara fungsional. Karena sifatnya yang egaliter dan demokratis
itu maka pengambilan keputusan tidaklah dilakukan oleh orang seorang seperti
yang berlaku dalam sistem kemasyarakatan yang bersifat feodal, ataupun
diktatorial-totaliter, tetapi melalui proses musyawarah dari unsur-unsur
kepemimpinan yang bersifat setara tetapi saling melengkapi dan saling
membutuhkan itu.
Yang namanya pemimpin itu berada bersama dan di tengah-tengah
rakyatnya. Derjatnya sama dengan rakyat yang dipimpinnya. Dalam
me-laksanakan tugas-tugas kepemimpinannya dia hanya ditinggikan seran-ting
dan didahulukan selangkah.  Dia dihormati bukan karena pangkat atau darah
dan keturunannya tetapi karena kualitas kepemimpinannya. Karena kepemimpinan
terbagi menurut fungsi masing-masing maka di luar bidang fungsinya dia
bukanlah imam tetapi makmum.
Lagi pula, pemimpin di Minangkabau tidaklah kebal terhadap kesalahan
dan terhadap hukum. Tidak ada istilah seperti di Barat: The King can do no
wrong; yang pemimpin bisa berbuat sekehendaknya. Seperti di dunia Melayu
lainnya, di Minangkabau pun juga berlaku ungkapan: Raja adil raja disembah,
raja lalim raja disanggah. Yang disembah itu pada hakikatnya adalah
adilnya, dan benarnya, bukan rajanya itu sendiri. Ini juga tercermin dari
ungkapan lainnya: Kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka panghulu,
panghulu barajo ka nan bana, nan bana badiri sandirinyo. Jelas bahwa yang
raja di Minangkabau itu pada hakikatnya bukanlah orang tetapi nan bana itu.
Ujung dari semua yang benar itu tiada lain adalah yang memiliki kebenaran
yang mutlak yang berdiri sendirinya itu, yaitu Allah swt.   
Namun, dari sisi lain, seperti juga di tingkat kerajaan sendiri,
yang namanya raja atau pemimpin itu tidaklah satu, tetapi tiga, artinya tiga
dalam satu kesatuan kepemimpinan tripartit atau TTS itu. Di tingkat
kerajaan, ada Raja Alam, ada Raja Adat, dan ada Raja Ibadat. Masing-masing
dengan fungsinya yang terlihat dari predikatnya itu sendiri. Raja Alam yang
didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting dari kedua lainnya (primus
inter pares) mengatur kerajaan ke dalam dan menjaga hu-bungan dengan dunia
luar. Raja Adat mengatur adat dan seluk-beluk adat, dan raja ibadat mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan agama.
Di tingkat nagaripun juga demikian. TTSnya berbentuk tiga
serang-kai: Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cerdik Pandai. Ninik Mamak,
berkaitan dengan adat dan hubungan ke dalam di dalam kaum dan suku dan
keluar di dalam nagari dan antar nagari. Alim Ulama, sebagaimana namanya,
berkaitan dengan kitab, artinya agama, sementara Cerdik Pandai dengan
kecendekiaannya, yang akal dan buah pikirannya diperlu-kan oleh masyarakat. 
*

Namun, itu dahulu, ketika unsur luar belum masuk, kecuali unsur
Islam yang datang melengkapi dan memberi ruh keagamaan kepada sebuah sistem
sosial yang tadinya semata berupa ajaran etika sosial yang mengambil
paradigmanya kepada hukum-hukum alam. Islam menekan-kan kepada hubungan yang
harmonis secara vertikal ke atas dengan Tuhan dan secara horizontal samping
menyamping dengan sesama manusia. Dengan dilandaskannya konsep kepemimpinan
TTS kepada adat yang telah bersenyawa dengan syarak itu maka sistem
kepemim-pinannya berpedoman kepada Al Quran dan Hadits di samping juga
kepada hukum-hukum alam yang tidak lain adalah sunnatullah itu sendiri.
Ketika Belanda masuk, Jepang masuk dan kemerdekaanpun
diku-mandangkan, sendirinya masuk pulalah unsur-unsur baru dari luar.
Kon-sep kepemimpinan tripartit TTS mulai mendapat saingan dan
tantangan-tantangan baru. Sementara, sejarah menghendaki, Minangkabau yang
tadinya berbentuk kerajaan, ditelan oleh sejarah dengan terjadinya Perang
Paderi di awal abad ke 19. Namun sistem bernagari berlanjut dengan ritma dan
dinamikanya pula sampai dihidupkannya nagari kembali hari ini. 
Nagari seperti yang kita kenal sekarang dengan sendirinya tidak lagi
murni seperti sebelum penjajahan