Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama
Namun, kan tidak semua orang bisa menghimpun ketiga sikap atau atribut kepemimpinan TTS terkumpul pada orang yang sama. Yang menarik bagi saya adalah, sebuah konsep tradisional telah bisa melihat adanya pembagian fungsi dan wewenang yang sifatnya saling melengkapi, tetapi secara fungsional terpisah. Sekian, MN Mak Mochtar Naim yang ambo hormati Kalau kita akan meng-implementasikan konsep ini terhadap 3 individu atau lembaga yang berbeda seperti yang sudah2 kira2 kriteria apa harus dipenuhi oleh masing2 pihak itu terutama disini alim ulama dan cadiak pandai dalam situasi sekarang ini? Dan juga jika dipisahkan menjadi 3 lembaga kira2 tugas mereka masing2 nanti apa di tengah masyarakat ? terima kasih Wassalam YP RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php --- Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php ===
Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama
Yanto dan sanak-sanak semua di RN, Pikiran Yanto juga banyak didukung oleh yang lain-lainnya, termasuk yang disampaikan langsung oleh Sanak Hawari Siddik kepada saya. Namun, kan tidak semua orang bisa menghimpun ketiga sikap atau atribut kepemimpinan TTS terkumpul pada orang yang sama. Yang menarik bagi saya adalah, sebuah konsep tradisional telah bisa melihat adanya pembagian fungsi dan wewenang yang sifatnya saling melengkapi, tetapi secara fungsional terpisah. Sekian, MN --- yanto_piboda [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalau saya tidak salah menangkap tulisan Mamak Mochtar Naim (M.MN), yang menjadi masalah utama adalah implementasi dari konsep TTS dalam situasi ke-kinian. Masalah yang lain adalah : konsep kepemimpinan TTS ini sudah di- intruder/disusupi oleh unsur lain yaitu Bundo Kanduang dan pemuda. Dalam meng-implementasikan sebuah sistem yang paling utama adalah bagaimana kita memahami konsep itu sendiri. Secara konsep kita sudah tahu ada 3 unsur dalam kepemimpinan di dalam nagari yaitu : Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai. Seperti yang M.MN sampaikan kesulitan kita adalah bagaimana kita menentukan siapa yang mengisi unsur2 ini dalam implementasi-nya di Nagari jika konsep ini diterapkan dalam struktural organisasi dalam arti 3 unsur ini mewakili 3 individu atau lembaga yang berbeda. Dan bagaimana hubungannya dengan Wali Nagari. Pertanyaan saya apakah mungkin kalau 3 unsur ini kita terapkan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin? Dalam arti setiap pemimpin (wali nagari) yang kita pilih harus merupakan penghulu dari sukunya (niniak mamak) dan ia mempunyai pegetahuan agama yang dalam (alim ulama) dan mempunyai wawasan yang luas (cadiak pandai). Sementara untuk structur pemerintahan di nagari, tetap ada seorang wali nagari, sebagai pemimpin yang di dahulukan salangkah dan di tinggikan sarantiang. kemudian ada sebuah perwakilan dari rakyat yang akan menjadi teman bermusyawarah oleh wali nagari dalam mengambil keputusan dimana mereka2 yang berada di lembaga ini hendaknya juga memenuhi kriteria TTS tadi.Dimana anggotanya terdiri dari penghulu2 suku yang ada di nagari tersebut. Dan tentunya dengan syarat mereka harus berdomisi di nagari tersebut. Baru ditambah perangkat lain seperti dubalang (mungkin bisa di ambil dari urang bagak yang ada dalam nagari) sehingga jika ada perselisihan ke arah kontak fisik, mereka sanggup melerai-nya. Perangkat2 lainnya bisa ditambah dan dikurangi sesuai kebutuhan dari nagari ybs. Soal peran aparat pemerintahan pusat (seperti camat) bisa ditinjau lagi dalam konsep otonomi daerah, kalaupun tetap ada biarkanlah hanya sebagai perwakilan pemerintah pusat, 'Beri dia singasana tapi jangan beri dia kekuasaan'.(saya pinjam istilah Boi G. Sakti dalam sebuah drama tarinya yang pernah ditampilkan di JKT).Mungkin seperti Gubernur Jenderal di Australia. Sebab kalau konsep camat ini dipaksakan juga dengan kekuasaan sekarang akan menjadi kacau lagi. Hanyo sagitu dulu, tanggapan saya terhadap tulisan Mak Mochtar Naim, ini hanya sekedar tanggapan Mak. Dari segi ilmu saya yakin masih sangat dangkal maklum saya masih mudo matah. wassalam YP RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php --- Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php === __ Do you Yahoo!? Yahoo! SiteBuilder - Free, easy-to-use web site design software http://sitebuilder.yahoo.com RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php --- Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php ===
Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama
Yanto dan sanak-sanak semua di RN, Pikiran Yanto juga banyak didukung oleh yang lain-lainnya, termasuk yang disampaikan langsung oleh Sanak Hawari Siddik kepada saya. Namun, kan tidak semua orang bisa menghimpun ketiga sikap atau atribut kepemimpinan TTS terkumpul pada orang yang sama. Yang menarik bagi saya adalah, sebuah konsep tradisional telah bisa melihat adanya pembagian fungsi dan wewenang yang sifatnya saling melengkapi, tetapi secara fungsional terpisah. Sekian, MN --- yanto_piboda [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalau saya tidak salah menangkap tulisan Mamak Mochtar Naim (M.MN), yang menjadi masalah utama adalah implementasi dari konsep TTS dalam situasi ke-kinian. Masalah yang lain adalah : konsep kepemimpinan TTS ini sudah di- intruder/disusupi oleh unsur lain yaitu Bundo Kanduang dan pemuda. Dalam meng-implementasikan sebuah sistem yang paling utama adalah bagaimana kita memahami konsep itu sendiri. Secara konsep kita sudah tahu ada 3 unsur dalam kepemimpinan di dalam nagari yaitu : Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai. Seperti yang M.MN sampaikan kesulitan kita adalah bagaimana kita menentukan siapa yang mengisi unsur2 ini dalam implementasi-nya di Nagari jika konsep ini diterapkan dalam struktural organisasi dalam arti 3 unsur ini mewakili 3 individu atau lembaga yang berbeda. Dan bagaimana hubungannya dengan Wali Nagari. Pertanyaan saya apakah mungkin kalau 3 unsur ini kita terapkan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin? Dalam arti setiap pemimpin (wali nagari) yang kita pilih harus merupakan penghulu dari sukunya (niniak mamak) dan ia mempunyai pegetahuan agama yang dalam (alim ulama) dan mempunyai wawasan yang luas (cadiak pandai). Sementara untuk structur pemerintahan di nagari, tetap ada seorang wali nagari, sebagai pemimpin yang di dahulukan salangkah dan di tinggikan sarantiang. kemudian ada sebuah perwakilan dari rakyat yang akan menjadi teman bermusyawarah oleh wali nagari dalam mengambil keputusan dimana mereka2 yang berada di lembaga ini hendaknya juga memenuhi kriteria TTS tadi.Dimana anggotanya terdiri dari penghulu2 suku yang ada di nagari tersebut. Dan tentunya dengan syarat mereka harus berdomisi di nagari tersebut. Baru ditambah perangkat lain seperti dubalang (mungkin bisa di ambil dari urang bagak yang ada dalam nagari) sehingga jika ada perselisihan ke arah kontak fisik, mereka sanggup melerai-nya. Perangkat2 lainnya bisa ditambah dan dikurangi sesuai kebutuhan dari nagari ybs. Soal peran aparat pemerintahan pusat (seperti camat) bisa ditinjau lagi dalam konsep otonomi daerah, kalaupun tetap ada biarkanlah hanya sebagai perwakilan pemerintah pusat, 'Beri dia singasana tapi jangan beri dia kekuasaan'.(saya pinjam istilah Boi G. Sakti dalam sebuah drama tarinya yang pernah ditampilkan di JKT).Mungkin seperti Gubernur Jenderal di Australia. Sebab kalau konsep camat ini dipaksakan juga dengan kekuasaan sekarang akan menjadi kacau lagi. Hanyo sagitu dulu, tanggapan saya terhadap tulisan Mak Mochtar Naim, ini hanya sekedar tanggapan Mak. Dari segi ilmu saya yakin masih sangat dangkal maklum saya masih mudo matah. wassalam YP RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php --- Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php === __ Do you Yahoo!? Yahoo! SiteBuilder - Free, easy-to-use web site design software http://sitebuilder.yahoo.com RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php --- Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php ===
Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama
Asaalamu'alaikum wr. wb. Manolah dunsanak sadonyo di milis iko, Ada pertanyaan dasar yang belum terjawab, konsep TTS (tigo tungku sajarangan) apa memang benar-benar konsep adat minangkabau, ataukah hanya sekedar adat yang diadatkan khususnya post peereri. Pemikiran TTS ini timbul setelah kerapatan niniak-mamak sudah tumpul, lalu timbul ide untuk mempertajam dengan menambahkan unsur-unsur baru. Seperti pernah saya posting sebelumnya, konsep ini hanya akan kelihatan mentereng, tapi akan tetap tumpul karena filosofi siapa yang merepresentasikan siapa sangat lemah. Juga bukan tidak mungkin konspe ini hanya sekedar polesan kosmetik belaka seperti yang paparkan oleh sanak Yulmizar berikut: - - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] Assalamu'alaikum Wr. Wb. - cut --- Rasa kebanggaan spt itu yg selalu ditanamkan penjajah pd org minangkabau. Biarlah perut keroncong asal ada orang minang yg menjadi menteri. Biarlah bangga pada PTSP yg berada di ranah minang padahal tdk secuil pun mendapat manfaat dari PTSP. Biarlah bangga karena berumur lebih banyak atau di tua kan padahal ndak tahu apa-apa sama sekali. Biarlah dijadikan raja boneka asal mempunyai kebanggaan karena disembah-sembah orang banyak. Rasa kebanggaan spt itu kemudian dimanfaatkan oleh oknum orde baru dgn mengawinkan dengan budaya malu. Malu karena tidak mempunyai kebanggaan. Rasa malu seperti itu kemudian dimanfaatkan oleh oknum intelektual minang dengan mengawinkan dgn adat. Saya ingat. Adat basandi syara' dan syara' basandi kitabullah. Lihatlah bagaimana Nabi dan sahabat mencontohkan pelaksanaan hukum dan aturan. Bila memang bersalah, beliau bersedia membuka bajunya, dieksekusi dan dicambuk dimuka umum karena tanpa sengaja cambuknya mengenai salah seorang budak. Apakah itu sebuah dongeng?. Kita tidak malu merampas hak orang lain dgn membuat gundukan tanah utk menghalangi orang ngebut didepan rumah tanpa kita sadar bahwa tindakan itu bisa membahayakan wanita hamil. Kita tdk segan-segan merayakan pesta perkawinan anak (walau sesudah itu ada yg pusing melunasi hutang), tanpa memikirkan tetangga kita ada yg hidup susah. Padahal hakekat pesta adalah pemberitahuan pada khalayak ramai bahwa si anak sudah dlm status suami istri (biar nggak di gerebek hansip waktu malam pengantin). Kita bangga kuliah didikan subuh dikumandangkan dgn keras lewat speaker mesjid yg menurut kita menandakan kepedulian thd pendidikan islam tanpa mau tahu muslim atau non muslim yg sakit keras disekelilingnya. Dan banyak lagi contoh-contoh di masyarakat. Betul kata Mak Kalek!. Orang Amerika lebih islami dari pada Orang Minang. Kita ternyata hanya punya bangga karena menjadi orang minang dan merasa patuh pada adat. Jika MI ingin bangkit, mental pengurus yang pertama sekali harus di renaisance. Bila tidak, samo jo ibarat mamintak sisiak ka limbek. Sekian dan tabik. .ymz Adat minang suatu yang dinamis, benar, namun jangan sampai kedinamisan itu mengada-ada dan apalagi yang hanya bersifat kosmetik belaka, apalagi kalau wacana itu jadi bahasan intelektual. Kembali ke pertanyaan diatas, kalau niniak mamak jelas representasinya, bagaimana dengan para cadiak-pandai, apa kriterianya. Sanggahan ini sama sekali tidak bermaksud melarang mereka ikut dalam kerapatan adat negeri, semua boleh ikut sebagai pendengar atau narasumber namun jangan dijadikan alasan untuk mendisfungsikan KAN hanya oleh ketiadaan unsur-unsur tambahan. Kalaulah para niniak-mamak kurang tajam maka itu adalah tanggung jawab semua pendukung nagari untuk memberdaya kannya. Mohon maaf kalau ada menyinggung, sama sekali bukan dimaksud kan untuk demikian, hanya untuk mencari kejernihan. Salam St. Bagindo Nagari - Original Message - From: Mochtar Naim [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, July 30, 2003 6:28 AM Subject: Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama Yanto dan sanak-sanak semua di RN, Pikiran Yanto juga banyak didukung oleh yang lain-lainnya, termasuk yang disampaikan langsung oleh Sanak Hawari Siddik kepada saya. Namun, kan tidak semua orang bisa menghimpun ketiga sikap atau atribut kepemimpinan TTS terkumpul pada orang yang sama. Yang menarik bagi saya adalah, sebuah konsep tradisional telah bisa melihat adanya pembagian fungsi dan wewenang yang sifatnya saling melengkapi, tetapi secara fungsional terpisah. Sekian, MN --- yanto_piboda [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalau saya tidak salah menangkap tulisan Mamak Mochtar Naim (M.MN), yang menjadi masalah utama adalah implementasi dari konsep TTS dalam situasi ke-kinian. Masalah yang lain adalah : konsep kepemimpinan TTS ini sudah di- intruder/disusupi oleh unsur lain yaitu Bundo Kanduang dan pemuda. Dalam meng-implementasikan sebuah sistem yang paling utama adalah bagaimana kita memahami konsep itu sendiri. Secara konsep kita sudah tahu ada 3 unsur dalam
Re: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama
Kalau saya tidak salah menangkap tulisan Mamak Mochtar Naim (M.MN), yang menjadi masalah utama adalah implementasi dari konsep TTS dalam situasi ke-kinian. Masalah yang lain adalah : konsep kepemimpinan TTS ini sudah di- intruder/disusupi oleh unsur lain yaitu Bundo Kanduang dan pemuda. Dalam meng-implementasikan sebuah sistem yang paling utama adalah bagaimana kita memahami konsep itu sendiri. Secara konsep kita sudah tahu ada 3 unsur dalam kepemimpinan di dalam nagari yaitu : Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai. Seperti yang M.MN sampaikan kesulitan kita adalah bagaimana kita menentukan siapa yang mengisi unsur2 ini dalam implementasi-nya di Nagari jika konsep ini diterapkan dalam struktural organisasi dalam arti 3 unsur ini mewakili 3 individu atau lembaga yang berbeda. Dan bagaimana hubungannya dengan Wali Nagari. Pertanyaan saya apakah mungkin kalau 3 unsur ini kita terapkan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin? Dalam arti setiap pemimpin (wali nagari) yang kita pilih harus merupakan penghulu dari sukunya (niniak mamak) dan ia mempunyai pegetahuan agama yang dalam (alim ulama) dan mempunyai wawasan yang luas (cadiak pandai). Sementara untuk structur pemerintahan di nagari, tetap ada seorang wali nagari, sebagai pemimpin yang di dahulukan salangkah dan di tinggikan sarantiang. kemudian ada sebuah perwakilan dari rakyat yang akan menjadi teman bermusyawarah oleh wali nagari dalam mengambil keputusan dimana mereka2 yang berada di lembaga ini hendaknya juga memenuhi kriteria TTS tadi.Dimana anggotanya terdiri dari penghulu2 suku yang ada di nagari tersebut. Dan tentunya dengan syarat mereka harus berdomisi di nagari tersebut. Baru ditambah perangkat lain seperti dubalang (mungkin bisa di ambil dari urang bagak yang ada dalam nagari) sehingga jika ada perselisihan ke arah kontak fisik, mereka sanggup melerai-nya. Perangkat2 lainnya bisa ditambah dan dikurangi sesuai kebutuhan dari nagari ybs. Soal peran aparat pemerintahan pusat (seperti camat) bisa ditinjau lagi dalam konsep otonomi daerah, kalaupun tetap ada biarkanlah hanya sebagai perwakilan pemerintah pusat, 'Beri dia singasana tapi jangan beri dia kekuasaan'.(saya pinjam istilah Boi G. Sakti dalam sebuah drama tarinya yang pernah ditampilkan di JKT).Mungkin seperti Gubernur Jenderal di Australia. Sebab kalau konsep camat ini dipaksakan juga dengan kekuasaan sekarang akan menjadi kacau lagi. Hanyo sagitu dulu, tanggapan saya terhadap tulisan Mak Mochtar Naim, ini hanya sekedar tanggapan Mak. Dari segi ilmu saya yakin masih sangat dangkal maklum saya masih mudo matah. wassalam YP RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php --- Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php ===
[RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama
__ Do you Yahoo!? SBC Yahoo! DSL - Now only $29.95 per month! http://sbc.yahoo.com 030707 1 KONSEP KEPEMIMPINAN TTS.doc Description: 030707 1 KONSEP KEPEMIMPINAN TTS.doc
RE: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama
Kpd mmd Moctar Naim. Assalamu'alaikum wr wb Tarimokasih ateh posting TTS ko. Tulisan dari mamak salalu kami nantikan. Di Rantaunet ado kesepakatan untuak indak maposting attachment. Disamping beban file nan gadang, attachment tarutamo dalam .doc bisa disusupi virus, dan banyak nan indak barani mambukakno. Dibawah ambo pastekan tulisan tsb. Wass Bandaro (53) Kubang Putiah ~ -Original Message- From: Mochtar Naim [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, July 14, 2003 6:54 AM To: [EMAIL PROTECTED] Cc: [EMAIL PROTECTED] Subject: [RantauNet.Com] tulisan ttg TTS untuk dibahas bersama KONSEP KEPEMIMPINAN TUNGKU NAN TIGO SAJARANGAN DAN MASALAH PENERAPANNYA DALAM RANGKA KEMBALI KE NAGARI Mochtar Naim KONSEP kepemimpinan tripartit TTS (Tungku nan Tigo Sajarangan, Tali nan Tigo Sapilin) seperti yang dikenal dalam masyarakat Minangkabau selama ini berkait langsung dan serasi dengan sistem kemasyarakatannya yang egaliter dan demokratis, dan karenanya mengenal pembagian kerja dengan tugas yang dibagi-bagi secara fungsional. Karena sifatnya yang egaliter dan demokratis itu maka pengambilan keputusan tidaklah dilakukan oleh orang seorang seperti yang berlaku dalam sistem kemasyarakatan yang bersifat feodal, ataupun diktatorial-totaliter, tetapi melalui proses musyawarah dari unsur-unsur kepemimpinan yang bersifat setara tetapi saling melengkapi dan saling membutuhkan itu. Yang namanya pemimpin itu berada bersama dan di tengah-tengah rakyatnya. Derjatnya sama dengan rakyat yang dipimpinnya. Dalam me-laksanakan tugas-tugas kepemimpinannya dia hanya ditinggikan seran-ting dan didahulukan selangkah. Dia dihormati bukan karena pangkat atau darah dan keturunannya tetapi karena kualitas kepemimpinannya. Karena kepemimpinan terbagi menurut fungsi masing-masing maka di luar bidang fungsinya dia bukanlah imam tetapi makmum. Lagi pula, pemimpin di Minangkabau tidaklah kebal terhadap kesalahan dan terhadap hukum. Tidak ada istilah seperti di Barat: The King can do no wrong; yang pemimpin bisa berbuat sekehendaknya. Seperti di dunia Melayu lainnya, di Minangkabau pun juga berlaku ungkapan: Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah. Yang disembah itu pada hakikatnya adalah adilnya, dan benarnya, bukan rajanya itu sendiri. Ini juga tercermin dari ungkapan lainnya: Kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka panghulu, panghulu barajo ka nan bana, nan bana badiri sandirinyo. Jelas bahwa yang raja di Minangkabau itu pada hakikatnya bukanlah orang tetapi nan bana itu. Ujung dari semua yang benar itu tiada lain adalah yang memiliki kebenaran yang mutlak yang berdiri sendirinya itu, yaitu Allah swt. Namun, dari sisi lain, seperti juga di tingkat kerajaan sendiri, yang namanya raja atau pemimpin itu tidaklah satu, tetapi tiga, artinya tiga dalam satu kesatuan kepemimpinan tripartit atau TTS itu. Di tingkat kerajaan, ada Raja Alam, ada Raja Adat, dan ada Raja Ibadat. Masing-masing dengan fungsinya yang terlihat dari predikatnya itu sendiri. Raja Alam yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting dari kedua lainnya (primus inter pares) mengatur kerajaan ke dalam dan menjaga hu-bungan dengan dunia luar. Raja Adat mengatur adat dan seluk-beluk adat, dan raja ibadat mengatur hal-hal yang berkaitan dengan agama. Di tingkat nagaripun juga demikian. TTSnya berbentuk tiga serang-kai: Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cerdik Pandai. Ninik Mamak, berkaitan dengan adat dan hubungan ke dalam di dalam kaum dan suku dan keluar di dalam nagari dan antar nagari. Alim Ulama, sebagaimana namanya, berkaitan dengan kitab, artinya agama, sementara Cerdik Pandai dengan kecendekiaannya, yang akal dan buah pikirannya diperlu-kan oleh masyarakat. * Namun, itu dahulu, ketika unsur luar belum masuk, kecuali unsur Islam yang datang melengkapi dan memberi ruh keagamaan kepada sebuah sistem sosial yang tadinya semata berupa ajaran etika sosial yang mengambil paradigmanya kepada hukum-hukum alam. Islam menekan-kan kepada hubungan yang harmonis secara vertikal ke atas dengan Tuhan dan secara horizontal samping menyamping dengan sesama manusia. Dengan dilandaskannya konsep kepemimpinan TTS kepada adat yang telah bersenyawa dengan syarak itu maka sistem kepemim-pinannya berpedoman kepada Al Quran dan Hadits di samping juga kepada hukum-hukum alam yang tidak lain adalah sunnatullah itu sendiri. Ketika Belanda masuk, Jepang masuk dan kemerdekaanpun diku-mandangkan, sendirinya masuk pulalah unsur-unsur baru dari luar. Kon-sep kepemimpinan tripartit TTS mulai mendapat saingan dan tantangan-tantangan baru. Sementara, sejarah menghendaki, Minangkabau yang tadinya berbentuk kerajaan, ditelan oleh sejarah dengan terjadinya Perang Paderi di awal abad ke 19. Namun sistem bernagari berlanjut dengan ritma dan dinamikanya pula sampai dihidupkannya nagari kembali hari ini. Nagari seperti yang kita kenal sekarang dengan sendirinya tidak lagi murni seperti sebelum penjajahan