Re: [R@ntau-Net] (OOT) Murottal Sudan serupa Langgam Jawa
Terimakasih pencerahannya sanak ANB. Apakah kita sudah membaca Al Quran setiap hari (dengan langgam apapun) memang perlu direnungkan. 2015-05-23 6:30 GMT+07:00 Akmal Nasery Basral : > Wa'alaikumussalam Wr. Wb. Mak Darwin, > > Terima kasih informasinya tentang keterangan dari Dr. Rusli Hasbi. > > Soal langgam/lagu baca Qur'an ini (nagham) sesungguhnya berada di tingkat > kesulitan tinggi (mujawwad), karena sebagian besar muslim Indonesia masih > berada di tingkat kemampuan membaca secara mu'allam. > > Yang kedua, Dr. Rusli Hasbi tentu benar langgam Qur'an bisa berbeda-beda, > seperti yang didengarnya di Sudan. Tetapi beliau adalah doktor ushul fiqh > (dari International University of Africa Sudan). Domain kompetensinya > sebidang dengan Dr. Erwandi Tarmizi, yang juga doktor ushul fiqh > (University of King Saud, Riyadh). > Salah satu bukti kompetensi Dr. Rusli Hasbi adalah saat beliau berdebat > terbuka dengan Dr. Musdah Mulia tahun 2008 silam. Di sana, hujjah-hujjah > fikih bertaburan dari keduanya. > > Akan tetapi untuk masalah murattal dan mujawwad secara teoritis, sebagai > pembanding saja karena mungkin dunsanak RN terlewat informasi ini, persis > Ramadhan lalu datanglah seorang ahli qira'ah dari Sudan, Syaikh Karamallah > bin Assyaikh bin Abdillah, pemegang sanad Qira'ah Sab'ah sekaligus wakil > direktur Munadzomah Al Ma'ali Al Khairiyyah. Kita tahu Qira'ah Sab'ah > adalah tujuh gaya membaca Al Qur'an yang disepakati ahli qira'ah. > > Apa yang dilakukan Syaikh Karamallah di sini? Beliau menjadi tamu, > sekaligus menginisiasi program Dauroh 40 Hari hafal Qur'an (peserta minimal > hafal 1 juz dengan tajwid sudah benar). Ini adalah duplikasi dari program > serupa yang dilakukan Syaikh Karamallah dan lembaganya di Sudan. > > Ini menunjukkan bahwa arus utama (mainstream) gaya pembacaan di Sudan > (yang bermazhab Maliki) tetap mengacu pada Qira'ah Sab'ah yang -- kalau mau > didikotomikan -- lebih populer di jazirah Arab yang umumnya bermazhab > Hanafi. > Sudan tidak mengembangkan gaya baca Qur'an sendiri yang sesuai dengan > langgam suku-suku setempat. > > Adapun bila dalam keseharian di Sudan terdengar gaya pembacaan non-Qira'ah > Sab'ah (yang lebih lokalitas), situasinya sama saja kira-kira kalau kita ke > daerah desa-desa di Jawa di mana warga membaca Qur'an dengan langgam Jawa. > Untuk komunitas itu, tentu tak masalah seperti dijelaskan juga oleh Dr. > Amir Faishol Fath. > > Yang menjadi problem adalah ketika cara pembacaan ini ditampilkan di > tingkat nasional, sehingga menimbulkan kontroversi, sementara kaidah fikih > terhadap hal-hal kontroversial adalah:* al khuruuju minal khilafi awla* > (keluar dari hal khilafiyah/kontroversial itu lebih mulia). > > Terakhir, dalil bahwa "yang penting tajwid dan makhraj itu selama benar, > maka model lagu apa pun tidak bermasalah", bisa jadi problem baru ketika > dijadikan sandaran dalil secara umum. > > Misalnya salah satu syarat sah shalat adalah menutup aurat. Bagi > laki-laki, aurat itu antara pusar dan lutut. Bayangkan ketika ada seorang > jamaah, anak muda, datang ke masjid hanya dengan celana gombrong ala pemain > basket yang sampai sekitar di bawah lutut, dan pakaian atasnya pun hanya > kaos basket yang memperlihatkan kedua ketiak. > > Ketika ditanya oleh takmir masjid kenapa dia shalat dengan pakaian begitu, > anak muda ini dengan fasih mengutip hadits Nabi yang diriwayatkan Abu > Dawud. "Ya ustadz, bukankah yang disebut aurat bagi laki-laki itu adalah > antara pusar dan lutut? Dan menutup aurat adalah syarat sahnya shalat. Coba > perhatikan, dengan pakaian ini, apakah aurat saya terbuka atau tertutup?" > > Justru cara pendalilan yang selalu mengacu pada hukum dasar tanpa melihat > kondisi dan situasi ini yang selalu membuat kontroversi terus berkembang. > > Barangkali adidunsanak RN sudah pernah dengar, atau barangkali juga belum, > film berjudul "Taqwacore" yang berkisah tentang anak-anak punk (bukan di > Indonesia). Di antara ragam kehidupan duniawi mereka, yang kerap begadang > sampai pagi, satu ketika "muncul" kesadaran mereka ingin shalat Subuh. Apa > yang mereka lakukan? > > Salah seorang pentolan punk itu mengambil gitar listriknya, menyalakan > amplifier, dan lalu "menyuarakan azan" dengan raungan suara gitar > listriknya (nada-nadanya pas sekali seperti orang biasa azan), membangunkan > lingkungan sekitar. > > Ketika ada temannya (juga tetangga yang terbangun) protes dan menyebutnya > melakukan bid'ah, anak muda dengan rambut Mohawk yang masih memegang gitar > itu bilang, kira-kira saja, karena ambo lupo dialog aslinya, "Bid'ah? > Bukankah saya berbuat baik dengan membangunkan orang untuk shalat Subuh?" > > Kembali ke soal langgam pembacaan Qur'an, sejak awal pekan ini ketika > topik ini pecah di media sosial, ambo menulis begini di status Facebook: > > - > > Mereka yang setuju langgam Jawa digunakan dalam membaca Al Qur'an, dan > mereka yang tidak setuju karena meyakini kalam Ilahi harus dibaca dalam > langgam Arab seperti selama ini, sem
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Murottal Sudan serupa Langgam Jawa
Da Akmal, mak Darwin, Dapek BC bbrp waktu yg lalu, panambah sajo... ### Boleh, Tapi Jangan Dikerjakan! ::. dari ustadz Musyaffa Pak Kamsud pagi itu belum sempat sarapan di rumah, maka sebelum kerja, ia mampir dulu di Warteg Pak Karman langganannya. Belum juga sempat duduk, Pak Kamsud langsung ditembak pertanyaan sama pak Karman. Nah, ini dia Pak Kamsud kebetulan sekali nih" kata pak Karman. "Ada apa emang koq pakai kebetulan segala?" tanya pak Kamsud keheranan. "Gini pak Kamsud, dari kemaren di Warteg ini banyak orang ngobrolin tentang baca Quran dengan langgam Jawa, menurut pak Kamsud sendiri gimana itu?" "Ya, kalo menurut saya pribadi sih itu namanya kurang kerjaan." "Lha koq gitu pak?" tanya pak Karman. "Sekarang fungsi daripada baca Quran itu sendiri apa coba, saya tanya pak Karman?" "Ya untuk didengar, dipahami, dihayati dan kemudian diamalkan." "Nah betul itu. Sekarang kalo baca Quran tapi malah bikin konflik apa itu gak kurang kerjaan namanya?" "Gak gitu juga lah pak Kamsud, selama baca Quran itu telah memenuhi kaidah Tajwid dan tidak merubah maknanya, mau dibaca dengan nada Jawa atau nada Arab juga terserah aja kan? Lagian banyak juga lho, para Kyai yang mengatakan itu boleh." "Tanpa sedikit pun mengurangi rasa hormat saya kepada para Ulama, tapi penjelasan mereka itu harus kita pahami secara proporsional pak Karman; karena mereka mungkin mengungkapkan hukum dasarnya saja, bukan siasat fatwanya. Maka bisa jadi sesuatu itu diperbolehkan, tapi tetap jangan dikerjakan karena dapat mendatangkan mafsadat lain yang lebih besar dan belum tentu sepadan dengan prediksi maslahat yang akan didapat." "Maksud pak Kamsud gimana sih, saya koq makin gak paham?" "Maksud saya gini, pak Karman biasa shalat Jumat pakai baju koko, sarung dan peci. Sekarang coba nanti pak Karman shalat Jumat pakai kaos singlet, celananya setengah betis yang penting nutup aurat, kemudian pakai helm sebagai ganti peci. Itu sah gak menurut pak Karman? Dengan alasan; bahwa kaos singlet itu lebih adem kalo dipake, dan helm itu jauh lebih menjamin keselamatan kepala kita?" "Ya nggak sah tho pak Kamsud, masa' shalat pakai helm, kurang kerjaan saja." "Shalatnya tetep sah pak Karman, karena shalat itu yang penting pakaiannya suci dan menutup aurat, ini kaedah dasarnya, hukum awalnya. Tapi memang, shalat dengan memakai helm itu sesuatu yang kurang kerjaan, demikian juga shalat dengan kaos singlet, meskipun ada yang membolehkan, tetap saja itu aneh dan kurang kerjaan. Jadi, meskipun boleh, tapi jangan dilakukan!" "Koq bisa pak, seuatu yang boleh tapi jangan dikerjakan?" "Jadi begini, pak Karman tahu karung goni kan? Itu lho, yang biasa dibuat balap karung anak-anak pas 17-an? Sekarang kalo umpamanya ada wanita yang memakai karung goni untuk menutup auratnya, mulai dari atas sampai bawah dia pakai karung goni, lalu dia jalan ke pasar, ikut majlis taklim dan nganter anak ke sekolah dengan kostum kaya gitu, boleh gak itu? Secara hukum dasar itu boleh-boleh saja, karena Islam hanya memerintahkan wanita menutup auratnya dengan batasan yang jelas, adapun mengenai jenis kain yang digunakan, itu kan gak ada keterangan detailnya. Jadi hal semacam ini, meskipun boleh, tapi aneh di sebuah masyarakat, makanya jangan dilakukan karena bisa menimbulkan fitnah." "Tapi kan, nada Jawa itu bukan sesuatu yang aneh bagi masyarakat kita Pak?" "Tidak aneh kalo untuk wayangan, tapi aneh kalo untuk baca Quran. Seperti memakai sarung itu tidak aneh kalo buat shalat di masjid, tapi coba pakai sarung saat ngantor atau ngajar di sekolahan, anak SD juga tahu kalo itu aneh dan mereka bakal ngetawain kita." "Jadi intinya boleh tapi jangan dikerjakan? Kalo saya tetap melakukannya gimana pak?" "Ya sudah gini saja pak, sekarang bapak punya Warteg yang banyak pelanggannya, biasanya saat pak Karman melayani pelanggan maka pak Karman akan membersihkan piring dengan sebuah kain lap. Sekarang coba bapak pergi ke toko dan beli CELANA DALAM yang baru, paling bagus, paling mahal, merk-nya terkenal, steril dan belum pernah dipakai, kemudian pak Karman kalau ada pelanggan datang, nanti pak Karman nge- lap piringnya pakai celana dalam yg baru itu, gimana?" "Ah, aneh-aneh saja pak Kamsud ini, koq idenya nggilani kaya gitu?!" "Lho, ini bukan nggilani pak, pada faktanya, mohon maaf ini, CELANA DALAM yang baru dari toko itu jauh lebih bersih dari kain lap punya pak Karman yang sudah dipakai berkali-kali, keduanya sama-sama kain, yang membedakan hanya bentuk jahitannya saja. Jadi secara hukum dasar, sah-sah saja kalau pak Karman menggunakan CELANA DALAM buat nge-lap piring." "Kalo kaya gitu pelanggan saya nanti bakal kabur semuanya lah pak Kamsud." "Nah, itulah yang ingin saya sampaikan pak Karman. Kita ini hidup di tengah masyarakat Indonesia, kita harus paham mana yang telah menjadi perspektif paten dalam sebuah masyarakat, sehingga hal tersebut perlu kita jaga dan tak perlu kita mengada-ada sebuah inovasi dengan alasan yang kita buat-buat namun ide tersebut justru me
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Murottal Sudan serupa Langgam Jawa
Alhamdulillah dinda ANB. Batambah lo ilmu wak On May 23, 2015 6:30 AM, "Akmal Nasery Basral" wrote: > Wa'alaikumussalam Wr. Wb. Mak Darwin, > > Terima kasih informasinya tentang keterangan dari Dr. Rusli Hasbi. > > Soal langgam/lagu baca Qur'an ini (nagham) sesungguhnya berada di tingkat > kesulitan tinggi (mujawwad), karena sebagian besar muslim Indonesia masih > berada di tingkat kemampuan membaca secara mu'allam. > > Yang kedua, Dr. Rusli Hasbi tentu benar langgam Qur'an bisa berbeda-beda, > seperti yang didengarnya di Sudan. Tetapi beliau adalah doktor ushul fiqh > (dari International University of Africa Sudan). Domain kompetensinya > sebidang dengan Dr. Erwandi Tarmizi, yang juga doktor ushul fiqh > (University of King Saud, Riyadh). > Salah satu bukti kompetensi Dr. Rusli Hasbi adalah saat beliau berdebat > terbuka dengan Dr. Musdah Mulia tahun 2008 silam. Di sana, hujjah-hujjah > fikih bertaburan dari keduanya. > > Akan tetapi untuk masalah murattal dan mujawwad secara teoritis, sebagai > pembanding saja karena mungkin dunsanak RN terlewat informasi ini, persis > Ramadhan lalu datanglah seorang ahli qira'ah dari Sudan, Syaikh Karamallah > bin Assyaikh bin Abdillah, pemegang sanad Qira'ah Sab'ah sekaligus wakil > direktur Munadzomah Al Ma'ali Al Khairiyyah. Kita tahu Qira'ah Sab'ah > adalah tujuh gaya membaca Al Qur'an yang disepakati ahli qira'ah. > > Apa yang dilakukan Syaikh Karamallah di sini? Beliau menjadi tamu, > sekaligus menginisiasi program Dauroh 40 Hari hafal Qur'an (peserta minimal > hafal 1 juz dengan tajwid sudah benar). Ini adalah duplikasi dari program > serupa yang dilakukan Syaikh Karamallah dan lembaganya di Sudan. > > Ini menunjukkan bahwa arus utama (mainstream) gaya pembacaan di Sudan > (yang bermazhab Maliki) tetap mengacu pada Qira'ah Sab'ah yang -- kalau mau > didikotomikan -- lebih populer di jazirah Arab yang umumnya bermazhab > Hanafi. > Sudan tidak mengembangkan gaya baca Qur'an sendiri yang sesuai dengan > langgam suku-suku setempat. > > Adapun bila dalam keseharian di Sudan terdengar gaya pembacaan non-Qira'ah > Sab'ah (yang lebih lokalitas), situasinya sama saja kira-kira kalau kita ke > daerah desa-desa di Jawa di mana warga membaca Qur'an dengan langgam Jawa. > Untuk komunitas itu, tentu tak masalah seperti dijelaskan juga oleh Dr. > Amir Faishol Fath. > > Yang menjadi problem adalah ketika cara pembacaan ini ditampilkan di > tingkat nasional, sehingga menimbulkan kontroversi, sementara kaidah fikih > terhadap hal-hal kontroversial adalah:* al khuruuju minal khilafi awla* > (keluar dari hal khilafiyah/kontroversial itu lebih mulia). > > Terakhir, dalil bahwa "yang penting tajwid dan makhraj itu selama benar, > maka model lagu apa pun tidak bermasalah", bisa jadi problem baru ketika > dijadikan sandaran dalil secara umum. > > Misalnya salah satu syarat sah shalat adalah menutup aurat. Bagi > laki-laki, aurat itu antara pusar dan lutut. Bayangkan ketika ada seorang > jamaah, anak muda, datang ke masjid hanya dengan celana gombrong ala pemain > basket yang sampai sekitar di bawah lutut, dan pakaian atasnya pun hanya > kaos basket yang memperlihatkan kedua ketiak. > > Ketika ditanya oleh takmir masjid kenapa dia shalat dengan pakaian begitu, > anak muda ini dengan fasih mengutip hadits Nabi yang diriwayatkan Abu > Dawud. "Ya ustadz, bukankah yang disebut aurat bagi laki-laki itu adalah > antara pusar dan lutut? Dan menutup aurat adalah syarat sahnya shalat. Coba > perhatikan, dengan pakaian ini, apakah aurat saya terbuka atau tertutup?" > > Justru cara pendalilan yang selalu mengacu pada hukum dasar tanpa melihat > kondisi dan situasi ini yang selalu membuat kontroversi terus berkembang. > > Barangkali adidunsanak RN sudah pernah dengar, atau barangkali juga belum, > film berjudul "Taqwacore" yang berkisah tentang anak-anak punk (bukan di > Indonesia). Di antara ragam kehidupan duniawi mereka, yang kerap begadang > sampai pagi, satu ketika "muncul" kesadaran mereka ingin shalat Subuh. Apa > yang mereka lakukan? > > Salah seorang pentolan punk itu mengambil gitar listriknya, menyalakan > amplifier, dan lalu "menyuarakan azan" dengan raungan suara gitar > listriknya (nada-nadanya pas sekali seperti orang biasa azan), membangunkan > lingkungan sekitar. > > Ketika ada temannya (juga tetangga yang terbangun) protes dan menyebutnya > melakukan bid'ah, anak muda dengan rambut Mohawk yang masih memegang gitar > itu bilang, kira-kira saja, karena ambo lupo dialog aslinya, "Bid'ah? > Bukankah saya berbuat baik dengan membangunkan orang untuk shalat Subuh?" > > Kembali ke soal langgam pembacaan Qur'an, sejak awal pekan ini ketika > topik ini pecah di media sosial, ambo menulis begini di status Facebook: > > - > > Mereka yang setuju langgam Jawa digunakan dalam membaca Al Qur'an, dan > mereka yang tidak setuju karena meyakini kalam Ilahi harus dibaca dalam > langgam Arab seperti selama ini, semoga kedua kubu setidaknya punya satu > kesamaan yang menautkan hati: *konsisten me
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Murottal Sudan serupa Langgam Jawa
Wa'alaikumussalam Wr. Wb. Mak Darwin, Terima kasih informasinya tentang keterangan dari Dr. Rusli Hasbi. Soal langgam/lagu baca Qur'an ini (nagham) sesungguhnya berada di tingkat kesulitan tinggi (mujawwad), karena sebagian besar muslim Indonesia masih berada di tingkat kemampuan membaca secara mu'allam. Yang kedua, Dr. Rusli Hasbi tentu benar langgam Qur'an bisa berbeda-beda, seperti yang didengarnya di Sudan. Tetapi beliau adalah doktor ushul fiqh (dari International University of Africa Sudan). Domain kompetensinya sebidang dengan Dr. Erwandi Tarmizi, yang juga doktor ushul fiqh (University of King Saud, Riyadh). Salah satu bukti kompetensi Dr. Rusli Hasbi adalah saat beliau berdebat terbuka dengan Dr. Musdah Mulia tahun 2008 silam. Di sana, hujjah-hujjah fikih bertaburan dari keduanya. Akan tetapi untuk masalah murattal dan mujawwad secara teoritis, sebagai pembanding saja karena mungkin dunsanak RN terlewat informasi ini, persis Ramadhan lalu datanglah seorang ahli qira'ah dari Sudan, Syaikh Karamallah bin Assyaikh bin Abdillah, pemegang sanad Qira'ah Sab'ah sekaligus wakil direktur Munadzomah Al Ma'ali Al Khairiyyah. Kita tahu Qira'ah Sab'ah adalah tujuh gaya membaca Al Qur'an yang disepakati ahli qira'ah. Apa yang dilakukan Syaikh Karamallah di sini? Beliau menjadi tamu, sekaligus menginisiasi program Dauroh 40 Hari hafal Qur'an (peserta minimal hafal 1 juz dengan tajwid sudah benar). Ini adalah duplikasi dari program serupa yang dilakukan Syaikh Karamallah dan lembaganya di Sudan. Ini menunjukkan bahwa arus utama (mainstream) gaya pembacaan di Sudan (yang bermazhab Maliki) tetap mengacu pada Qira'ah Sab'ah yang -- kalau mau didikotomikan -- lebih populer di jazirah Arab yang umumnya bermazhab Hanafi. Sudan tidak mengembangkan gaya baca Qur'an sendiri yang sesuai dengan langgam suku-suku setempat. Adapun bila dalam keseharian di Sudan terdengar gaya pembacaan non-Qira'ah Sab'ah (yang lebih lokalitas), situasinya sama saja kira-kira kalau kita ke daerah desa-desa di Jawa di mana warga membaca Qur'an dengan langgam Jawa. Untuk komunitas itu, tentu tak masalah seperti dijelaskan juga oleh Dr. Amir Faishol Fath. Yang menjadi problem adalah ketika cara pembacaan ini ditampilkan di tingkat nasional, sehingga menimbulkan kontroversi, sementara kaidah fikih terhadap hal-hal kontroversial adalah:* al khuruuju minal khilafi awla* (keluar dari hal khilafiyah/kontroversial itu lebih mulia). Terakhir, dalil bahwa "yang penting tajwid dan makhraj itu selama benar, maka model lagu apa pun tidak bermasalah", bisa jadi problem baru ketika dijadikan sandaran dalil secara umum. Misalnya salah satu syarat sah shalat adalah menutup aurat. Bagi laki-laki, aurat itu antara pusar dan lutut. Bayangkan ketika ada seorang jamaah, anak muda, datang ke masjid hanya dengan celana gombrong ala pemain basket yang sampai sekitar di bawah lutut, dan pakaian atasnya pun hanya kaos basket yang memperlihatkan kedua ketiak. Ketika ditanya oleh takmir masjid kenapa dia shalat dengan pakaian begitu, anak muda ini dengan fasih mengutip hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Dawud. "Ya ustadz, bukankah yang disebut aurat bagi laki-laki itu adalah antara pusar dan lutut? Dan menutup aurat adalah syarat sahnya shalat. Coba perhatikan, dengan pakaian ini, apakah aurat saya terbuka atau tertutup?" Justru cara pendalilan yang selalu mengacu pada hukum dasar tanpa melihat kondisi dan situasi ini yang selalu membuat kontroversi terus berkembang. Barangkali adidunsanak RN sudah pernah dengar, atau barangkali juga belum, film berjudul "Taqwacore" yang berkisah tentang anak-anak punk (bukan di Indonesia). Di antara ragam kehidupan duniawi mereka, yang kerap begadang sampai pagi, satu ketika "muncul" kesadaran mereka ingin shalat Subuh. Apa yang mereka lakukan? Salah seorang pentolan punk itu mengambil gitar listriknya, menyalakan amplifier, dan lalu "menyuarakan azan" dengan raungan suara gitar listriknya (nada-nadanya pas sekali seperti orang biasa azan), membangunkan lingkungan sekitar. Ketika ada temannya (juga tetangga yang terbangun) protes dan menyebutnya melakukan bid'ah, anak muda dengan rambut Mohawk yang masih memegang gitar itu bilang, kira-kira saja, karena ambo lupo dialog aslinya, "Bid'ah? Bukankah saya berbuat baik dengan membangunkan orang untuk shalat Subuh?" Kembali ke soal langgam pembacaan Qur'an, sejak awal pekan ini ketika topik ini pecah di media sosial, ambo menulis begini di status Facebook: - Mereka yang setuju langgam Jawa digunakan dalam membaca Al Qur'an, dan mereka yang tidak setuju karena meyakini kalam Ilahi harus dibaca dalam langgam Arab seperti selama ini, semoga kedua kubu setidaknya punya satu kesamaan yang menautkan hati: *konsisten membaca kitab suci itu satu juz sehari. *Semenggigil cinta segemetar nurani. Sudahkah kalian membacanya hari ini, wahai kaum yang pendapatnya terbagi? - Seperti diingatkan dengan santun oleh Ustadz Sarwat dari Rumah Fiqih (untuk lengkapnya lihat posting Fitrian
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Murottal Sudan serupa Langgam Jawa
Setuju pak Darwin 2015-05-22 16:07 GMT+07:00 Darwin Chalidi : > Assalamualaikum wr wb > > Sesuai pelajaran dari ust. Dr. Rusli Hasbi bada shubuh hari Jumat tadi. > Beliau pernah tinggal 7 tahun di Sudan. Ternyata langgam quran bisa berbeda > beda. > > Yang penting Tajwit dan Makhrojnya tetap sesuai dengan kaidah2 Quran. Naik > turun irama terserah. > > Hati2 untuk yang akan mencoba langgam berbeda. Harus betul2 menguasai > Tajwid dan Makhroj huruf2. > Irama yg dipakai dlm musabaqah international adalah megadopsi irama naik > turunnya penyanyi Mesir jaman dulu. > > Walllahua'lam bissawab > > Darwin Chalidi. 65++. Tangsel > https://db.tt/h4gyp1T0 > > -- > . > * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain > wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ > * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. > === > UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: > * DILARANG: > 1. Email besar dari 200KB; > 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; > 3. Email One Liner. > * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta > mengirimkan biodata! > * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting > * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply > * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & > mengganti subjeknya. > === > Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/ > --- > Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google > Grup. > Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, > kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. > Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout. > -- Zorion Anas (+62)085811292236 zori...@gmail.com, zoriona...@gmail.com -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.