[wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi

2008-09-27 Terurut Topik MGR
32/XXXVII 29 September 2008KH Sahal Mahfudh: 
Kita Majemuk, Kaya Budaya dan Tradisi

DIA ulama yang punya otoritas tertinggi di
negeri ini. Dua jabatan penting sekaligus diembannya: Rais Aam Syuriah
Nahdlatul Ulama dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Kiai Haji
Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh menguasai berbagai kitab fikih klasik. Dia
bahkan telah menelurkan beberapa buku fikih dan dikenal sebagai orang
yang mempopulerkan fikih sosial.

”Romo Kiai”—begitu santrinya biasa memanggil—adalah orang yang
konsisten memandu Nahdlatul Ulama sesuai dengan Khittah 1926. Itu
sebabnya ia masygul ketika sebagian besar pengurus Nahdlatul Ulama
terjun ke politik praktis. ”Praktek khittah di NU sekarang sedang
macet,” kata pengasuh Pondok Maslakul Huda di Kajen, Margoyoso, Pati,
Jawa Tengah, itu.

Kiai Sahal menyentil tindakan oknum pengurus itu lewat
mekanisme organisasi. ”Semua orang NU sebenarnya sudah paham gaya
saya,” kata penerima gelar doktor honoris causa bidang fikih dari
Universitas Islam Negeri Jakarta pada 2003 itu. ”Saya bukan orang yang
suka umbar omong,” kata suami Nafisah—atau dikenal dengan Nyai
Sahal—anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Jawa Tengah, itu.

Pada usia 70 tahun, KH Sahal Mahfudh harus tetap bolak-balik
Jakarta-Pati. Namun, selama Ramadan, ia memilih tinggal di pondok untuk
mengaji bersama santri, dan menolak bepergian. ”Masak, setahun enggak
bisa khatam Al-Quran sekali pun,” katanya.

Ketika Arif Kuswardono dan Sohirin dari Tempo menemuinya, Sabtu
pekan lalu, sejumlah santrinya mengatakan sang kiai sedang sakit. Bibir
Kiai Sahal memang terlihat mengering dan pecah-pecah. Namun ia mengaku
masih fit dan bugar. ”Saya tidak pernah berolahraga. Resepnya mungkin
karena makan saya tidak neko-neko,” ujarnya.

Kiai Sahal menerima Tempo di ruang tamu rumahnya yang berisi
sofa sederhana dan kipas angin sumbangan santri. Bersarung batik dengan
kemeja lengan panjang, pria yang sejak kanak-kanak ditinggalkan
ayahnya—KH Mahfudh, wafat dalam tahanan Jepang—ini tidak banyak
bergerak selama dua jam wawancara.

Sebagai pemimpin Nahdlatul Ulama, bagaimana Anda menyikapi
perseteruan antara Front Pembela Islam dan kelompok pembela Ahmadiyah,
yang konon sama-sama berasal dari Nahdlatul Ulama?

Front Pembela Islam itu bukan Nahdlatul Ulama.
FPI itu didirikan oleh habaib. Jadi, FPI bukan NU, dan amaliahnya
berbeda. Wong FPI itu Wahabi kok, sementara NU itu Ahlussunnah Wal
Jamaah.

Bukannya Nahdlatul Ulama juga mengakui habaib?

Wahabi itu tidak cocok dengan Indonesia, karena
Wahabi hanya mengenal Al-Quran dan sunah. Yang tidak ada dalam Al-Quran
dan sunah dianggap sesat. Kalau ini diterapkan di Indonesia, tidak
cocok. Kita majemuk, kaya budaya dan tradisi. Sepanjang tidak
bertentangan, meski tidak disebut di dalam Al-Quran atau sunah, tidak
apa-apa.

Bagaimana dengan sebagian kalangan muda Nahdlatul Ulama yang membela Ahmadiyah? 

Mereka membela atas nama hak asasi manusia. Tapi
mereka lupa, Ahmadiyah itu mempunyai akidah yang berbeda. Mereka
menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Ini yang tidak benar.
Silakan Ahmadiyah mendirikan agama sendiri, jangan mengaku menjadi
bagian dari Islam, karena telah mengangkat pemimpinnya sendiri sebagai
nabi. Di negara-negara lain, Ahmadiyah juga dilarang.

Bukankah berkembangnya Ahmadiyah merupakan bentuk kegagalan dakwah Nahdlatul 
Ulama dan Muhammadiyah?

Ini bukan kegagalan dakwah NU dan Muhammadiyah,
karena keduanya mempunyai target dakwah masing-masing. Mereka sudah ada
dari dulu, tapi belum sebesar sekarang. Dari dulu kita memang tidak
berdakwah kepada mereka.

Sebagai kiai sepuh, bagaimana Anda melihat sosok Abdurrahman Wahid?

Saya kasihan kepada Durrahman. Saat ini hampir
tidak ada ucapan dia yang bersih dari kepentingan orang lain. Ada
orang-orang di sekelilingnya yang memanfaatkan dia. Durrahman sudah
tidak bisa lagi menjadi dirinya sendiri. Tapi biarkan saja, Durrahman
memang susah diingatkan. Kalau diingatkan, malah nantang. Kecuali
dipancing diskusi. Jadi, cara mengingatkannya harus dengan berdebat.
Kalau kita bisa mematahkan argumentasinya, baru dia akan percaya. Saya
pernah melakukannya beberapa kali. Tapi dulu.

Kenapa tidak dilakukan lagi?

Sudah susah. Orang di sekitarnya punya banyak
kepentingan (Kiai Sahal menyebut sejumlah nama secara off the record).
Itu yang saya tahu. 

Bukankah jika Partai Kebangkitan Bangsa terus bergolak, imbasnya akan menyeret 
Nahdlatul Ulama?

Memang tidak bisa melarang warga NU berpolitik
praktis. Makanya, bagi yang ingin bersinggungan dengan politik praktis,
harus mundur dari pengurus. Saya sudah berpengalaman karena pernah
menjadi pengurus di Pati saat NU jadi partai. Jadi, NU tetap harus
bersih dari politik praktis, karena sudah menyatakan kembali ke Khittah
NU 1926, yakni NU harus berkhidmat kepada kepentingan rakyat. Meski itu
juga susah sekali, bahkan saat ini jadi macet.

Mengapa macet? Karena Hasyim Muzadi (Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul 
Ulama) pernah menjadi calon wakil presiden?

Hasyim itu kan Ketua PNU, 

Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi

2008-09-27 Terurut Topik wawan wawan
boss, aneh juga anda beri subject mail ini dg subject tsb,
padahal sy lihat isi artikel bukan itu intinya.

atau , kenapa tidak ini saja yg jadi subject :

*Silakan Ahmadiyah mendirikan agama sendiri*
*atau*
*NU membela ahmadiyah hanya karena membela atas nama hak asasi manusia ?*

:)

On 9/27/08, MGR [EMAIL PROTECTED] wrote:

 32/XXXVII 29 September 2008KH Sahal Mahfudh:
 Kita Majemuk, Kaya Budaya dan Tradisi

 DIA ulama yang punya otoritas tertinggi di
 negeri ini. Dua jabatan penting sekaligus diembannya: Rais Aam Syuriah
 Nahdlatul Ulama dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Kiai Haji
 Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh menguasai berbagai kitab fikih klasik. Dia
 bahkan telah menelurkan beberapa buku fikih dan dikenal sebagai orang
 yang mempopulerkan fikih sosial.

 Romo Kiai—begitu santrinya biasa memanggil—adalah orang yang
 konsisten memandu Nahdlatul Ulama sesuai dengan Khittah 1926. Itu
 sebabnya ia masygul ketika sebagian besar pengurus Nahdlatul Ulama
 terjun ke politik praktis. Praktek khittah di NU sekarang sedang
 macet, kata pengasuh Pondok Maslakul Huda di Kajen, Margoyoso, Pati,
 Jawa Tengah, itu.

 Kiai Sahal menyentil tindakan oknum pengurus itu lewat
 mekanisme organisasi. Semua orang NU sebenarnya sudah paham gaya
 saya, kata penerima gelar doktor honoris causa bidang fikih dari
 Universitas Islam Negeri Jakarta pada 2003 itu. Saya bukan orang yang
 suka umbar omong, kata suami Nafisah—atau dikenal dengan Nyai
 Sahal—anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Jawa Tengah, itu.

 Pada usia 70 tahun, KH Sahal Mahfudh harus tetap bolak-balik
 Jakarta-Pati. Namun, selama Ramadan, ia memilih tinggal di pondok untuk
 mengaji bersama santri, dan menolak bepergian. Masak, setahun enggak
 bisa khatam Al-Quran sekali pun, katanya.

 Ketika Arif Kuswardono dan Sohirin dari Tempo menemuinya, Sabtu
 pekan lalu, sejumlah santrinya mengatakan sang kiai sedang sakit. Bibir
 Kiai Sahal memang terlihat mengering dan pecah-pecah. Namun ia mengaku
 masih fit dan bugar. Saya tidak pernah berolahraga. Resepnya mungkin
 karena makan saya tidak neko-neko, ujarnya.

 Kiai Sahal menerima Tempo di ruang tamu rumahnya yang berisi
 sofa sederhana dan kipas angin sumbangan santri. Bersarung batik dengan
 kemeja lengan panjang, pria yang sejak kanak-kanak ditinggalkan
 ayahnya—KH Mahfudh, wafat dalam tahanan Jepang—ini tidak banyak
 bergerak selama dua jam wawancara.

 Sebagai pemimpin Nahdlatul Ulama, bagaimana Anda menyikapi
 perseteruan antara Front Pembela Islam dan kelompok pembela Ahmadiyah,
 yang konon sama-sama berasal dari Nahdlatul Ulama?

 Front Pembela Islam itu bukan Nahdlatul Ulama.
 FPI itu didirikan oleh habaib. Jadi, FPI bukan NU, dan amaliahnya
 berbeda. Wong FPI itu Wahabi kok, sementara NU itu Ahlussunnah Wal
 Jamaah.

 Bukannya Nahdlatul Ulama juga mengakui habaib?

 Wahabi itu tidak cocok dengan Indonesia, karena
 Wahabi hanya mengenal Al-Quran dan sunah. Yang tidak ada dalam Al-Quran
 dan sunah dianggap sesat. Kalau ini diterapkan di Indonesia, tidak
 cocok. Kita majemuk, kaya budaya dan tradisi. Sepanjang tidak
 bertentangan, meski tidak disebut di dalam Al-Quran atau sunah, tidak
 apa-apa.

 Bagaimana dengan sebagian kalangan muda Nahdlatul Ulama yang membela
 Ahmadiyah?

 Mereka membela atas nama hak asasi manusia. Tapi
 mereka lupa, Ahmadiyah itu mempunyai akidah yang berbeda. Mereka
 menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Ini yang tidak benar.
 Silakan Ahmadiyah mendirikan agama sendiri, jangan mengaku menjadi
 bagian dari Islam, karena telah mengangkat pemimpinnya sendiri sebagai
 nabi. Di negara-negara lain, Ahmadiyah juga dilarang.

 Bukankah berkembangnya Ahmadiyah merupakan bentuk kegagalan dakwah
 Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah?

 Ini bukan kegagalan dakwah NU dan Muhammadiyah,
 karena keduanya mempunyai target dakwah masing-masing. Mereka sudah ada
 dari dulu, tapi belum sebesar sekarang. Dari dulu kita memang tidak
 berdakwah kepada mereka.

 Sebagai kiai sepuh, bagaimana Anda melihat sosok Abdurrahman Wahid?

 Saya kasihan kepada Durrahman. Saat ini hampir
 tidak ada ucapan dia yang bersih dari kepentingan orang lain. Ada
 orang-orang di sekelilingnya yang memanfaatkan dia. Durrahman sudah
 tidak bisa lagi menjadi dirinya sendiri. Tapi biarkan saja, Durrahman
 memang susah diingatkan. Kalau diingatkan, malah nantang. Kecuali
 dipancing diskusi. Jadi, cara mengingatkannya harus dengan berdebat.
 Kalau kita bisa mematahkan argumentasinya, baru dia akan percaya. Saya
 pernah melakukannya beberapa kali. Tapi dulu.

 Kenapa tidak dilakukan lagi?

 Sudah susah. Orang di sekitarnya punya banyak
 kepentingan (Kiai Sahal menyebut sejumlah nama secara off the record).
 Itu yang saya tahu.

 Bukankah jika Partai Kebangkitan Bangsa terus bergolak, imbasnya akan
 menyeret Nahdlatul Ulama?

 Memang tidak bisa melarang warga NU berpolitik
 praktis. Makanya, bagi yang ingin bersinggungan dengan politik praktis,
 harus mundur dari pengurus. Saya sudah berpengalaman karena pernah
 menjadi pengurus 

[wanita-muslimah] Kampanyekan, Cintailah Website Dalam Negeri

2008-09-27 Terurut Topik Widodo Sungkono
OpenSocial kayaknya makin menarik yah..

Sayang Trafiknya kesedot ke Luar negeri semua..Kita Untung Bangsa gak Untung!

Oh ya apa perlu kita-kita bikin kampanye Cintailah Website Dalam Negeri!

Seperti sebelumnya kita kampanyekan Cintailah produk dalam negeri?



Akhirnya Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir Dan Bathin, Bagi Yang Merayakannya



Kombes.Com

Indonesia Social Networking



NB:

Tolong bantu di Forward


  New Email addresses available on Yahoo!
Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. 
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi

2008-09-27 Terurut Topik Thesaints Now
Masa hari gene enggak tahu hakikat FPI ?

FPI itu 100 % bermanhaj Ikhwanul Muslimin mengikuti strategi Hasan Al
Bana.
FPI itu bukan Aswaja bukan NU bukan Muhamadiyah.

FPI adalah basis militannya IM di Indonesia selain itu ada juga MMI.

Bandingkan dengan PKS.

PKS itu 100% bermanhaj Ikhwanul Muslimin dengan strategi Hasan Al Bana. PKS
itu bukan PKB bukan PAN.
PKS itu basis politiknya IM di Indonesia selain itu mereka masuk di PBBnya
DDII.

Di pengajian halaqah dan liqa mereka akan ketemu pada struktur Liqa dan
pembinaan IM di Indonesia yang sama. Jadi mereka setali tiga uang.
FPI=PKS=IM=Harakah=NeoWahabi cuma sayapnya yang beda. Yang satu sayap
militan yang tugasnya pukul dan tendang kiri-kanan. Yang satu masuk ke
sistem pemerintahan RI targetnya masukin ideologi radikalnya via UU dan
sistem legal yang berlaku di Indonesia. contohnya. UU JIlbab dan UU Anti
Porpor. Makanya tidak aneh jika PKS selalu beriringan dan sejalan dengan
FPI.

Kalau HT gimana?

Dulu waktu belum masuk pemerintahan, FPI dan HT itu sama saja.

Cuma untuk meraup dukungan dari kelompok anti pemerintahan dan anti
demokrasi, maka yang keberatan masuk sistem politik diwadahi dengan namanya
HT. HT dan IM masih berkoalisi jadilah FUI menyebarkan provokasi isue
Ahmadiyah Jadi setali tiga uang juga. Munarman adalah bagian dari HT yang
FUI berkoalisi dengan FPI akhirnya ketemu-ketemu juga. Memangnya gampang
memoblisir massa yang banyak. Di lapangan mereka orang nya yang itu-itu
juga.

Di negeri asalnya HT dan IM sebenarnya berasal dari latar belakang yang sama
malah masih ada hubungan kekerabatan. Yang aneh dan lucu FUI kirim surat
kepada Hidayat Nurwahid untuk pembubaran ahmadiyah. Kenapa pake kirim surat
segala dan dipublikasi lagi? wakakak. Emangnya enggak bisa ngomong langsung
wakakak, kan satu keluarga.


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Kampanyekan, Cintailah Website Dalam Negeri

2008-09-27 Terurut Topik Ari Condro

Google indonesia
Yahoo indonesia
Gitu gitu yah ! :p



Sent from my BlackBerry� wireless device from XL GPRS network

-Original Message-
From: Widodo Sungkono [EMAIL PROTECTED]

Date: Sat, 27 Sep 2008 05:35:33 
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [wanita-muslimah] Kampanyekan, Cintailah Website Dalam Negeri


OpenSocial kayaknya makin menarik yah..

Sayang Trafiknya kesedot ke Luar negeri semua..Kita Untung Bangsa gak Untung!

Oh ya apa perlu kita-kita bikin kampanye Cintailah Website Dalam Negeri!

Seperti sebelumnya kita kampanyekan Cintailah produk dalam negeri?



Akhirnya Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir Dan Bathin, Bagi Yang Merayakannya



Kombes.Com

Indonesia Social Networking



NB:

Tolong bantu di Forward


  New Email addresses available on Yahoo!
Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. 
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/

[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi

2008-09-27 Terurut Topik Ari Condro

Oom wawan yg baik dan bijaksana,


Kalau ahmadiyahnya sudah t.k.o jangan lupa anggota milis wm diajak makan makan 
:))



Sent from my BlackBerry� wireless device from XL GPRS network

-Original Message-
From: wawan wawan [EMAIL PROTECTED]

Date: Sat, 27 Sep 2008 14:26:48 
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi


On 9/27/08, Thesaints Now [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Masa hari gene enggak tahu hakikat FPI ?

 FPI itu 100 % bermanhaj Ikhwanul Muslimin mengikuti strategi Hasan Al
 Bana.
 FPI itu bukan Aswaja bukan NU bukan Muhamadiyah.

 FPI adalah basis militannya IM di Indonesia selain itu ada juga MMI.

 Bandingkan dengan PKS.

 PKS itu 100% bermanhaj Ikhwanul Muslimin dengan strategi Hasan Al Bana. PKS
 itu bukan PKB bukan PAN.
 PKS itu basis politiknya IM di Indonesia selain itu mereka masuk di PBBnya
 DDII.

 Di pengajian halaqah dan liqa mereka akan ketemu pada struktur Liqa dan
 pembinaan IM di Indonesia yang sama. Jadi mereka setali tiga uang.
 FPI=PKS=IM=Harakah=NeoWahabi cuma sayapnya yang beda. Yang satu sayap
 militan yang tugasnya pukul dan tendang kiri-kanan. Yang satu masuk ke
 sistem pemerintahan RI targetnya masukin ideologi radikalnya via UU dan
 sistem legal yang berlaku di Indonesia. contohnya. UU JIlbab dan UU Anti
 Porpor. Makanya tidak aneh jika PKS selalu beriringan dan sejalan dengan
 FPI.

 Kalau HT gimana?

 Dulu waktu belum masuk pemerintahan, FPI dan HT itu sama saja.

 Cuma untuk meraup dukungan dari kelompok anti pemerintahan dan anti
 demokrasi, maka yang keberatan masuk sistem politik diwadahi dengan namanya
 HT. HT dan IM masih berkoalisi jadilah FUI menyebarkan provokasi isue
 Ahmadiyah Jadi setali tiga uang juga. Munarman adalah bagian dari HT yang
 FUI berkoalisi dengan FPI akhirnya ketemu-ketemu juga. Memangnya gampang
 memoblisir massa yang banyak. Di lapangan mereka orang nya yang itu-itu
 juga.

 Di negeri asalnya HT dan IM sebenarnya berasal dari latar belakang yang
 sama
 malah masih ada hubungan kekerabatan. Yang aneh dan lucu FUI kirim surat
 kepada Hidayat Nurwahid untuk pembubaran ahmadiyah. Kenapa pake kirim surat
 segala dan dipublikasi lagi? wakakak. Emangnya enggak bisa ngomong langsung
 wakakak, kan satu keluarga.


 kalo ahmadiyah gimana boss ??


[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi

2008-09-27 Terurut Topik Ari Condro

Ahmadiyah cari suaka ajah ke kanada, di sana banyak pelarian chinese dari 
indonesia dan muslim afrika yg lari ke luar negeri.  Ada lesbian muslimnya 
pulak   :))

Kalo ke kanada banyak tuh yg jual makanan padang, soto, rawon, bakso, sate, 
lontong sayur, bebek goreng, babat gongso, soalnya china mangga dua, surabaya 
dan semarangan banyak yg lari ke sana setelah '98 dulu.

Jadi yg ahmadiyah gak perlu kuatir kangen dgn kuliner nusantara.  Malah 
langsung punya pasar buat jualan pisang goreng, rujak cingur, martabak dan 
warung kopi gresikan.

:))

Mantap kan solusinya ..




Sent from my BlackBerry® wireless device from XL GPRS network

-Original Message-
From: wawan wawan [EMAIL PROTECTED]

Date: Sat, 27 Sep 2008 14:08:44 
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi


boss, aneh juga anda beri subject mail ini dg subject tsb,
padahal sy lihat isi artikel bukan itu intinya.

atau , kenapa tidak ini saja yg jadi subject :

*Silakan Ahmadiyah mendirikan agama sendiri*
*atau*
*NU membela ahmadiyah hanya karena membela atas nama hak asasi manusia ?*

:)

On 9/27/08, MGR [EMAIL PROTECTED] wrote:

 32/XXXVII 29 September 2008KH Sahal Mahfudh:
 Kita Majemuk, Kaya Budaya dan Tradisi

 DIA ulama yang punya otoritas tertinggi di
 negeri ini. Dua jabatan penting sekaligus diembannya: Rais Aam Syuriah
 Nahdlatul Ulama dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Kiai Haji
 Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh menguasai berbagai kitab fikih klasik. Dia
 bahkan telah menelurkan beberapa buku fikih dan dikenal sebagai orang
 yang mempopulerkan fikih sosial.

 Romo Kiai—begitu santrinya biasa memanggil—adalah orang yang
 konsisten memandu Nahdlatul Ulama sesuai dengan Khittah 1926. Itu
 sebabnya ia masygul ketika sebagian besar pengurus Nahdlatul Ulama
 terjun ke politik praktis. Praktek khittah di NU sekarang sedang
 macet, kata pengasuh Pondok Maslakul Huda di Kajen, Margoyoso, Pati,
 Jawa Tengah, itu.

 Kiai Sahal menyentil tindakan oknum pengurus itu lewat
 mekanisme organisasi. Semua orang NU sebenarnya sudah paham gaya
 saya, kata penerima gelar doktor honoris causa bidang fikih dari
 Universitas Islam Negeri Jakarta pada 2003 itu. Saya bukan orang yang
 suka umbar omong, kata suami Nafisah—atau dikenal dengan Nyai
 Sahal—anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Jawa Tengah, itu.

 Pada usia 70 tahun, KH Sahal Mahfudh harus tetap bolak-balik
 Jakarta-Pati. Namun, selama Ramadan, ia memilih tinggal di pondok untuk
 mengaji bersama santri, dan menolak bepergian. Masak, setahun enggak
 bisa khatam Al-Quran sekali pun, katanya.

 Ketika Arif Kuswardono dan Sohirin dari Tempo menemuinya, Sabtu
 pekan lalu, sejumlah santrinya mengatakan sang kiai sedang sakit. Bibir
 Kiai Sahal memang terlihat mengering dan pecah-pecah. Namun ia mengaku
 masih fit dan bugar. Saya tidak pernah berolahraga. Resepnya mungkin
 karena makan saya tidak neko-neko, ujarnya.

 Kiai Sahal menerima Tempo di ruang tamu rumahnya yang berisi
 sofa sederhana dan kipas angin sumbangan santri. Bersarung batik dengan
 kemeja lengan panjang, pria yang sejak kanak-kanak ditinggalkan
 ayahnya—KH Mahfudh, wafat dalam tahanan Jepang—ini tidak banyak
 bergerak selama dua jam wawancara.

 Sebagai pemimpin Nahdlatul Ulama, bagaimana Anda menyikapi
 perseteruan antara Front Pembela Islam dan kelompok pembela Ahmadiyah,
 yang konon sama-sama berasal dari Nahdlatul Ulama?

 Front Pembela Islam itu bukan Nahdlatul Ulama.
 FPI itu didirikan oleh habaib. Jadi, FPI bukan NU, dan amaliahnya
 berbeda. Wong FPI itu Wahabi kok, sementara NU itu Ahlussunnah Wal
 Jamaah.

 Bukannya Nahdlatul Ulama juga mengakui habaib?

 Wahabi itu tidak cocok dengan Indonesia, karena
 Wahabi hanya mengenal Al-Quran dan sunah. Yang tidak ada dalam Al-Quran
 dan sunah dianggap sesat. Kalau ini diterapkan di Indonesia, tidak
 cocok. Kita majemuk, kaya budaya dan tradisi. Sepanjang tidak
 bertentangan, meski tidak disebut di dalam Al-Quran atau sunah, tidak
 apa-apa.

 Bagaimana dengan sebagian kalangan muda Nahdlatul Ulama yang membela
 Ahmadiyah?

 Mereka membela atas nama hak asasi manusia. Tapi
 mereka lupa, Ahmadiyah itu mempunyai akidah yang berbeda. Mereka
 menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Ini yang tidak benar.
 Silakan Ahmadiyah mendirikan agama sendiri, jangan mengaku menjadi
 bagian dari Islam, karena telah mengangkat pemimpinnya sendiri sebagai
 nabi. Di negara-negara lain, Ahmadiyah juga dilarang.

 Bukankah berkembangnya Ahmadiyah merupakan bentuk kegagalan dakwah
 Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah?

 Ini bukan kegagalan dakwah NU dan Muhammadiyah,
 karena keduanya mempunyai target dakwah masing-masing. Mereka sudah ada
 dari dulu, tapi belum sebesar sekarang. Dari dulu kita memang tidak
 berdakwah kepada mereka.

 Sebagai kiai sepuh, bagaimana Anda melihat sosok Abdurrahman Wahid?

 Saya kasihan kepada Durrahman. Saat ini hampir
 tidak ada ucapan dia yang bersih dari kepentingan orang lain. Ada
 orang-orang di 

Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi

2008-09-27 Terurut Topik wawan wawan
om, gimana puasanya ?

BB nya dah anti sadap belum ? :) ati2 KPK lho boss

On 9/27/08, Ari Condro [EMAIL PROTECTED] wrote:


 Oom wawan yg baik dan bijaksana,


 Kalau ahmadiyahnya sudah t.k.o jangan lupa anggota milis wm diajak makan
 makan :))





[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi

2008-09-27 Terurut Topik Ari Condro

Ngundang makan makannya abis buka puasa donk !  Btw, anak kpk malah banyak yg 
pakai blekberi tuh :))





Sent from my BlackBerry� wireless device from XL GPRS network

-Original Message-
From: wawan wawan [EMAIL PROTECTED]

Date: Sat, 27 Sep 2008 14:50:55 
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi


om, gimana puasanya ?

BB nya dah anti sadap belum ? :) ati2 KPK lho boss

On 9/27/08, Ari Condro [EMAIL PROTECTED] wrote:


 Oom wawan yg baik dan bijaksana,


 Kalau ahmadiyahnya sudah t.k.o jangan lupa anggota milis wm diajak makan
 makan :))





[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi

2008-09-27 Terurut Topik wawan wawan
On 9/27/08, Ari Condro [EMAIL PROTECTED] wrote:


 Ngundang makan makannya abis buka puasa donk !  Btw, anak kpk malah banyak
 yg pakai blekberi tuh :))


http://www.detikinet.com/read/2008/09/25/163947/1012533/328/ponsel-blackberry-anti-sadap-kpk
Jakarta - Ponsel pintar sarat fitur BlackBerry dinilai punya kelebihan soal
keamanan.
Saking canggihnya, perangkat ini katanya tak bisa ditembus alat penyadap
secanggih milik KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) sekalipun.


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi

2008-09-27 Terurut Topik Ari Condro

Iya oom udah baca di milis id blekberi dan id-mac :))

Btw, saya kasih tahu polisi disponsori pakai blekberi. Akibatnya polisi yg 
kerja di kpk ikut ikutan pada pakai blekberi juga. Alhasil orang kpk yg sipil 
juga banyak yg sekarang pk blekberi.




Sent from my BlackBerry� wireless device from XL GPRS network

-Original Message-
From: wawan wawan [EMAIL PROTECTED]

Date: Sat, 27 Sep 2008 15:21:50 
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Mbah Sahal: FPI Bukan NU, tapi Wahabi


On 9/27/08, Ari Condro [EMAIL PROTECTED] wrote:


 Ngundang makan makannya abis buka puasa donk !  Btw, anak kpk malah banyak
 yg pakai blekberi tuh :))


http://www.detikinet.com/read/2008/09/25/163947/1012533/328/ponsel-blackberry-anti-sadap-kpk
Jakarta - Ponsel pintar sarat fitur BlackBerry dinilai punya kelebihan soal
keamanan.
Saking canggihnya, perangkat ini katanya tak bisa ditembus alat penyadap
secanggih milik KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) sekalipun.


[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Moral Politisi

2008-09-27 Terurut Topik Sunny
http://www.suarapembaruan.com/News/2008/09/27/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 


Moral Politisi
 

RP Borrong 

Apa artinya moral? Kata ini sangat sering diucapkan sesering diabaikan 
maknanya. Istilah moral pertama kali dipergunakan oleh Cicero (106 - 43 BC), 
yang diartikan sebagai kebiasaan baik yang dinyatakan dalam kelakuan. 
Umpamanya, mengatakan yang benar itu adalah sesuatu yang baik. Istilah moral 
diturunkan dari kata Latin, mos (jamak mores). Artinya, semua yang baik dan 
benar yang berlaku dalam masyarakat. 

Kalau demikian, yang dimaksud dengan moral politisi adalah kebiasaan baik yang 
dinyatakan dalam kelakuan para politisi. Kelakuan yang terkait dengan moral ada 
tiga. Pertama, bersangkut-paut dengan motif atau niat. Seorang yang bermoral 
selalu berniat baik. Orang yang berniat jahat sudah dikategorikan sebagai 
manusia tak bermoral, walaupun yang mengetahui niat itu adalah yang 
bersangkutan sendiri. 

Kedua, bersangkut-paut dengan kata-kata. Seorang politisi, seharusnya selalu 
berkata secara jujur. Tidak bohong. Moralitas kata-kata termasuk janji-janji 
yang disampaikan para politisi saat kampanye. Janji-janji yang diucapkan, 
mestinya mengandung kejujuran. 

Ketiga, bersangkut-paut dengan tindakan. Korupsi adalah tindakan tak bermoral. 
Seorang politisi yang bermoral, seharusnya tidak korupsi, bahkan antikorupsi. 
Berlaku tidak adil atau diskriminatif termasuk tindakan politisi yang tak 
bermoral. Bahkan, sikap politisi yang tak peduli pada penderitaan rakyat dapat 
dikategorikan sebagai tindakan tak bermoral. 

Siapa politisi? Dalam kamus, politisi diartikan sebagai orang- orang yang 
pekerjaannya berhubungan dengan politik. Sedangkan, politik secara sederhana 
diartikan sebagai kegiatan pengelolaan masyarakat atau negara. Dalam arti itu, 
tentu semua warga negara adalah politisi. Namun, secara terbatas kita 
mengartikan politisi sebagai orang-orang yang terlibat langsung dalam 
pengelolaan negara. 

Biasanya, politisi berarti penguasa dan mereka yang sedang berjuang untuk 
berkuasa, termasuk para pengurus organisasi politik dan calon-calon yang 
diajukan atau mengajukan diri sebagai calon legislatif dan calon eksekutif. 


Sumber Moral 

Di mana sumber moral? Apakah dari diri sendiri atau sesuatu yang datang dari 
luar? Friedrich Nietzsche mengatakan, moral seharusnya diterima sebagai sesuatu 
yang diberikan. Siapa yang memberikan moral? Pihak yang memberikan moral 
adalah yang mengajarkan, baik langsung maupun tidak langsung. Moral diajarkan 
oleh orangtua/keluarga, institusi agama, lingkungan sosial, suku, dan kelas 
sosial. 

Itu sebabnya, moralitas masyarakat beraneka ragam. Nietzsche sendiri membedakan 
dua moralitas, yaitu moral tuan (master morality) dan moral budak (slave 
morality). Moral tuan disebut juga noble morality, tidak dalam arti bangsawan, 
tetapi dalam arti moralitas seorang yang berwibawa dan memiliki aura diri. 
Sedangkan, moral budak dimulai dengan sebuah negasi atau penyangkalan diri. 
Moral apa yang seharusnya menjadi moral politisi? 

Kebanyakan politisi menghadapi dilema moral, karena di satu pihak, kehendak 
untuk berkuasa memaksanya harus tampil dengan moral tuan. Di pihak lain, 
sebagai pengayom masyarakat mestinya ia memiliki lebih banyak moral budak. 
Seharusnya, seorang politisi menggabungkan dua moralitas tersebut. Seorang 
politisi harus berwibawa dan percaya diri, punya ambisi, dan kehendak untuk 
berkuasa. Ia harus punya aura sebagai pemimpin yang berwibawa. Namun, dalam 
melaksanakan kekuasaan, seorang politisi harus pula menampakkan moral budak 
dengan menghambakan diri kepada rakyat yang telah dipilihnya. Ia harus melayani 
masyarakat dengan mengedepankan kepentingan rakyat yang dilayaninya. Para 
pemimpin besar biasanya memiliki kedua moral itu. 


Pendidikan Moral Politik 

Pendapat Nietzsche bahwa moral bersumber dari luar diri manusia, penting 
digarisbawahi. Moral tidak dengan sendirinya lahir bersama manusia. Moral tidak 
bisa diwarisi secara genetis, walaupun penemuan-penemuan baru di bidang biologi 
mulai memperbincangkan kemungkinan melakukan eugenetika moral. 

Mengandaikan pendapat Nietzsche bahwa moral bersumber dari diri manusia, karena 
itu moral seharusnya diterima sebagai sesuatu yang diberikan, maka penting 
untuk digarisbawahi bahwa pendidikan moral politik tidak bisa diabaikan. 
Perilaku politik yang dipertontonkan sebagian politisi, akhir-akhir ini, 
mengindikasikan bahwa pendidikan politik di Indonesia mengabaikan moral 
politik. 

Absennya pendidikan moral politik mengakibatkan lahirnya beberapa kategori 
politisi tak bermoral. Pertama, politisi yang buta moral. Ada politisi yang 
tidak dapat membedakan yang baik dan yang buruk. Hal itu mengindikasikan 
politisi yang bersangkutan buta moral. Kedua, politisi yang sakit moral. 
Berbeda dari mereka yang buta moral, politisi yang sakit moral mengetahui 
perbedaan yang baik dan buruk, tetapi 

[wanita-muslimah] Ritualisme dan Kepalsuan Beragama

2008-09-27 Terurut Topik Sunny
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0809/27/opi03.html

Ritualisme dan Kepalsuan Beragama

Oleh
Thomas Koten



Paradoks, itulah judul yang diberikan terhadap kecenderungan kekinian dalam 
kehidupan keberagamaan. Dalam dunia filsafat, manusia selalu dilihat sebagai 
makhluk paradoksal, di mana nilai-nilai hidup terletak dalam kesatuan kedua hal 
yang berlawanan. Posisi kedua nilai itu seperti dikatakan AG van Melsen, on 
the edge of contradiction. Sebagian dari manusia memaknai hidup dan memberi 
judul paradoks kemudian kecewa, tetapi sebagian lagi malah berkembang justru 
karena paradoks itu. Apa yang bisa dilihat dari fenomena paradoks dalam 
kehidupan keberagamaan di negeri yang kerap disebut sebagai negeri orang-orang 
beragama ini? 


Kehidupan keberagamaan masyarakat bangsa ini, memang tampak cukup bergairah. 
Tempat-tempat ibadah yang indah dan megah dibangun di mana-mana. Pengajian dan 
perayaan hari-hari besar agama tampak meriah, bahkan semakin gemerlap, kuliah 
subuh di televisi dan radio ditayangkan setiap hari. Tetapi, di balik itu, 
kepedihan ternyata terus menyergap wajah bangsa ini lantaran toleransi antara 
agama dalam hal pembangunan rumah-rumah ibadah masih terasa rendah. Bahkan, di 
sana-sini masih mencuatkan kecurigaan antarkelompok agama, sehingga 
kadang-kadang orang merasa belum tinggal secara nyaman bagai di rumah sendiri.


Di samping itu, di tataran elite terdapat fenomena lain yang terasa sulit 
dipahami dari perspektif apa pun, mengingat lingkaran kekuasaan dihuni cukup 
banyak pendosa politik yang haus harta dan perselingkuhan terhadap 
nilai-nilai moral yang justru di kalangan publik dikenal agamis. Secara 
keseluruhan, negeri ini pun masih menempati posisi teratas dalam peringkat 
korupsi. Maka, yang kita lihat, mencuatlah sebuah fenomena pembusukan moral 
bangsa yang pada dasarnya merupakan wujud sebuah paradoks keberagamaan. Dengan 
demikian, lahirlah pertanyaan, bagaimana kita bisa menarik korelasi positif 
antara tingkat kesalehan seseorang dengan perbuatan dosa yang dilakukan? Apa 
yang salah dengan kehidupan keberagamaan itu sendiri? 

Ritualistik
Ada fenomena kehidupan keberagamaan yang amat rancak yang dapat dikedepankan di 
sini, yaitu kehidupan keberagamaan kaum yang terperangkap dalam ritualisme 
keberagamaan belaka. Yang muncul adalah keberagamaan yang ritualistik, kurang 
memiliki roh dan semangat transformatif. Yang dalam kehidupan sehari-hari 
dijumpai orang beragama mengaku merasa sudah cukup saleh lantaran semua ritual 
keagamaan telah ditunaikan. 


Ibadah dan puasa sudah dijalani dengan sukses. Derma dan atau sakat dilakukan 
dengan ikhlas. Tetapi, ternyata bahwa kepatuhan seseorang dalam melakukan 
ibadah ritual dan aksi-aksi sosial keagamaan tidak pernah berdampak langsung 
terhadap peningkatan keimanan seseorang yang disertai pelaksana nilai-nilai 
moral yang terkandung dalam pesan ibadah itu sendiri.


Jika dikerling lebih saksama, ternyata di situlah letak persoalan, di mana di 
satu pihak nilai-nilai luhur agama tidak ditransformasikan ke dalam tindakan 
konkret, tetapi di lain pihak, perilaku sosial yang dilakoni seperti aksi 
filantropi (kedermaan) memberi bantuan dan pemberdayaan sangat jauh dari 
tujuan-tujuan luhur agama.  Nilai-nilai ilahi yang digariskan agama di samping 
tidak diimplementasikan, dibumikan atau ditransformasikan dalam hidup 
sehari-hari, juga kerap dijadikan aksesori belaka. Ritus keagamaan hanya 
dijadikan sebatas sin laundering, yang dianggap akan mencuci dosa-dosa yang 
diperbuat.


Agama dibangun dan dijalani untuk tujuan pencucian diri dan pengampunan 
dosa. Diperuntukkan bagi kemaslahatan diri sendiri agar terbebas dari dosa dan 
cacat moral. Sebagai contoh, seorang politikus yang berperilaku KKN dan 
membohongi rakyat beranggapan, dengan menjalankan syariat agama, ia akan 
terbebas dari dosa. Seorang koruptor kelas kakap, merasa dosanya berkurang 
setelah harta hasil korupsinya dibayarkan zakat atau didermakan di gereja. 
Seorang birokrat berasumsi bisa diampuni dosa-dosanya setelah aktif ikut 
beribadah di gereja, sukses berpuasa, terus-menerus salat malam, naik haji, dan 
rajin menyumbangkan hasil-hasil korupsinya ke lembaga-lembaga sosial. Artinya, 
tindakan sosial mereka dilakukan sebagai media penebusan dosa. Bobot dosa atau 
banyaknya kejahatan yang dilakukan jadi impas dalam kesujudan mengikuti ritual 
keagamaan yang disertai keyakinan tentang Tuhan Mahabaik, Mahapengasih dan 
Mahapenyayang yang selalu merangkul kembali hamba-hambanya yang bertobat.

Marx dan Freud
Maka, apa yang terjadi dalam hidup beragama adalah bahwa agama hanya dijadikan 
sebagai media ilusif. Ritual-ritual agama pun hanya dijadikan sebagai 
jalan-jalan solutif untuk bisa keluar dari perangkap krisis moral, sosial, 
politik, dan ekonomi. Agama lalu menjadi sesuatu yang fungsional belaka 
dan/atau hanya berperan pragmatis. Efeknya, segala kebobrokan moral bangsa dan 
lahirnya multikrisis dapat dikatakan sebagai tidak berfungsinya 

[wanita-muslimah] Cermati Daftar Calon Legislatif!

2008-09-27 Terurut Topik Sunny
http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2008092700253116

  Sabtu, 27 September 2008
 
 

Cermati Daftar Calon Legislatif! 


   
  MALAM tadi Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan nama-nama calon 
anggota legislatif--DPR dan DPD--yang tidak lulus seleksi administratif! 
Selanjutnya nanti rakyat diminta mencermati nama-nama yang masuk daftar calon 
sementara (DCS) anggota legislatif, DPD, DPR I, DPR II! ujar Umar. Karena 
setiap pemilih hanya akan memilih satu orang calon untuk setiap tingkat lembaga 
perwakilan dari ribuan nama di daftar itu, kecermatan rakyat dalam menilai 
setiap calon akan menentukan kualitas hasil pemilu legislatif April 2009!

  Tepatnya pemilu itu proses seleksi wakil rakyat yang dilakukan langsung 
oleh rakyat! Tapi bagaimana kalau setelah dipelototi satu per satu ribuan calon 
itu ternyata tidak seorang pun yang mereka kenal? timpal Amir. Sebab, 
jangankan calon wajah baru, wajah lama saja selama ini relatif tidak dikenal 
rakyat, akibat sebagian besar jauh dari rakyat!

  Maka itu, pada pemilu legislatif kali ini lebih diutamakan memilih nama 
calon ketimbang gambar partainya! tegas Umar. Agar sejak awal para calon 
berusaha lebih dikenal dan lebih dekat dengan rakyat! Untuk itu pula, masa 
kampanye pemilu yang baru berlangsung April 2009, kampanye sudah dimulai sejak 
medio Juli 2008!

  Tapi bagaimana pula kalau para caleg itu sendiri justru enggan terlalu 
dekat dengan rakyat, sebab jika terlalu dekat malah ketahuan begonya? sambut 
Amir. Jadi, bakal lebih aman kalau tetap menjaga jarak dengan rakyat! Sedang 
untuk menanamkan namanya di benak rakyat, cukup dengan pasang iklan di media 
massa mencitrakan dirinya hebat, pintar segala hal, dan mumpuni mengemban 
aspirasi rakyat!

  Bagaimana mau mengemban aspirasi rakyat kalau cara berpikir rakyat saja 
tidak dia kenal? tukas Umar. Cara berpikir rakyat itu dibentuk oleh realitas 
hidup dan tantangan-tantangan nyata yang digelutinya sehingga hanya bisa 
dipahami melalui pergumulan pengalaman bersama! Artinya dengan mencenanya lewat 
hubungan yang akrab, bukan lewat media massa yang hanya mendiktekan kehendak 
dan cara berpikir tokoh itu sendiri!

  Itu karena kalangan politisi masih kurang menyadari perubahan sistem 
komunikasi yang diikuti KPU! timpal Amir, Dari sistem komunikasi 
broadcasting--satu pemancar mendikte jutaan audiensi--menjadi sistem komunikasi 
broadband di mana ribuan atau jutaan sumber memengaruhi satu objek, baik lewat 
internet pada warga kota maupun lewat SMS dengan perangkat seluler bukan lagi 
benda asing bagi warga desa! Lewat SMS berantai, borok seorang politisi dalam 
waktu singkat diketahui konstituen luas!

  Perubahan cara memilih calon didukung perubahan sistem komunikasi massa 
menjadi komunikasi massal itu, bisa membuat pemilu kali ini beda dari 
sebelumnya! tegas Umar. Politisi yang terbiasa dengan status quo hingga tidak 
menyadari perubahan mendasar yang terjadi dalam cara hidup warga bangsa, bisa 
terkecoh! Dan akhirnya, ketahuan juga begonya!

  H. Bambang Eka Wijaya
 


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - APA INDONESIA SUDAH JADI NEGARA JAHILIYAH?

2008-09-27 Terurut Topik isa
Kolom IBRAHIM ISA

Sabtu, 27 Sept 2008

**



*APA INDONESIA SUDAH JADI NEGARA JAHILIYAH?*

*CANANG K.H. ABDURRAHMAN WAHID YG TERAMAT SERIUS!*

Peringatan Gus Dur, seperti yang dikutip tsb diatas -- 'Apa Indonesia 
Sudah Jadi Negara Jahiliyah?', betul-betul merupakan canang yang teramat 
serius. Bukan saja bagi mereka yang menggeluti undang-undang, hukum, 
demokrasi, HAM, terutama lembaga eksekutif dan aparat-aparatnya. Ia juga 
merupakan imbauan hati nurani, disampaikan oleh tokoh cendekiawan Islam, 
kiayi dan mantan Presiden RI, yang dikenal amat peduli dengan 
perkembangan demokrasi dan Ham di negeri kita. Pokoknya seruan tsb 
tertuju kepada setiap orang Indonesia yang ikut memperjuangkan agar 
Indonesia benar-benar nantinya menjadi suatu NEGARA HUKUM, suatu 
RECHTSTAAT, dimana ketentuan-ketentuan hukum berlaku bagi setiap 
warganegara, dan lembaga pengadilan negeri bisa berfungsi secara wajar 
sebagai salah satu lembaga penopang demokrasi dan hukum.



Justru menghadapi peristiwa-peristiwa pelecehan dan penghinaan terhadap 
lembaga pengadilan negeri seperti yang dicanangkan Gus Dur, pemerintah 
dan lembaga hukum, pers, Komnasham, LBHI, ELSAM, Humanright Watch, dan 
lembaga-lembaga peduli HAM lainnya, patut tampil membela hukum, 
demokrasi dan HAM. Kalau mereka tidak tampil, lalu siapa lagi yang aka n 
membela hukum dan keadilan.



Apa itu negara jahiliyah?

Pengertian sejarah secara umum, zaman Jahiliyah yang dimaksud, adalah 
periode sejarah yang berlangsung di jazirah Arab sebelum Nabi Muhammad 
SAW mengajarkan agama Islam. Periode itu dikenal sebagai periode gelap, 
dimana berlaku ketidak-adilan secara menyeluruh, kesewenang-wenangan, 
kekejaman, khususnya diskriminasi dan penghinaan terhadap kaum 
perempuan, budak-budak, dsb. Kata 'jahiliyah' yang berasal dari bahasa 
Arab, berarti 'kebodohan', 'ignorance' , 'kebiadaban', atau 'barbarisme'.



Yang diungkap Gus Dur dalam siaran persnya adalah sbb:

Seorang saksi (Guntur Romli) di pengadilan dalam sidang yang mengadili 
perkara Riziq dan Munarman serta laskar FPI pada peristiwa Monas 1 Juni 
2008, d i p u k u l di depan Hakim. Peristiwa itu tidak berhenti sampai 
di situ. Berikutnya para saksi dari AKKBB (korban penyerangan Monas) d i 
s e r a n g oleh massa F P I ketika pulang dari PN Jakarta Pusat untuk 
minta perlindungan hukum bagi para saksi. Mereka menyatakan kepada hakim 
t i d a k b e r a n i b e r s a k s i l a g i karena tidak terjamin 
keamanan pribadinya. Guntur dipukul di depan Hakim karena kesaksiannya. 
Demikian yang bisa dibaca dalam press-release Gus Dur tertanggal 25 Sept 
2008. Lengkapnya bisa dibaca dalam lampiran di bawah artikel ini.



Namun, hakikat yang diangkat dari peristiwa tsb ialah masalah yang 
menyangkut haridepan dan nasib bangsa. Apakah akan terus-menerus tunduk 
di hadapan kekerasan dan kesewenang-wenangan, atas nama apapun itu 
dilakukan? Ataukah akan bangkit dengan tegas menyatakan TIDAK terhadap 
pelecehan badan pengadilan dan hukum. Parpol-parpol baik yang 
'mainstream' maupun yang gurem, dituntut untuk tampil membela 
prinsip-prinsip yang selama ini mereka klaim sebagai salah satu dari 
agenda politik mereka.

Begitu juga halnya DPR yang menyebut dirinnya lembaga PERWAKILAN RAKYAT.



Sesungguhnya apa yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu, 
a.l. pemukulan terhadap saksi, sudah tidak jauh berbeda dengan 
praktek-praktek masyarakat gelap kriminil yang menguasai dunia 
perjudian, ganja dan pelacuran, terkenal dengan nama mafia atau Cosa 
Nostra di Sicilia, di New York, Chicago dan kota-kota metropolitan 
lainnya di dunia ini. Mafia tsb melakukan ancaman, serangan sampai 
penlikiwidasian (pembunuhan gelap) terhadap saksi-saksi di pengadilan 
yang akan mengungkap dan membongkar kejahatan dan perbuatan kriminil 
mereka. Dengan cara itu mereka hendak menunjukkan bahwa mereka lebih 
kuasa dari aparat dan lembaga hukum apapun. Nytanya juga tidak sedikit 
dari aparat dan pejabat pengadilan negeri yang menjadi orang-orang 
bayaran mereka.



Peristiwa yang diangkat oleh Gus Dur dalam press-releasenya, tampak 
sederhana. Tetapi itu baru merupakan puncak dari gunung-és 
ketidak-beresan dan ketidak-adilan yang menyangkut lembaga hukum dan 
pengadilan di Indonesia.



* * *

Lampiran:

Siaran Pers KH Abdurrahman Wahid:

MASIHKAH ADA HUKUM DI INDONESIA?

Penulis mendapat laporan dari Sdr. Guntur Romli yang mengalami tekanan 
dan tindak kekerasan di depan Hakim pada waktu bersaksi di PN Jakarta 
Pusat. Dalam sidang yang mengadili perkara Riziq dan Munarman serta 
laskar FPI pada peristiwa Monas 1 Juni 2008, Sdr. Guntur dipukul di 
depan Hakim karena kesaksiannya. Dengan demikian perlu kita pertanyakan 
wibawa pengadilan, penegak hukum menghadapi tindakan sewenang-wenangan 
yang sangat tidak beradab itu. Selanjutnya pada hari ini, Kamis 25 
September 2008 kembali penulis mendapat laporan, bahwa para saksi dari 
AKKBB (korban penyerangan Monas) diserang oleh massa FPI ketika pulang 

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA

2008-09-27 Terurut Topik isa
Kolom IBRAHIM ISA

Sabtu, 27 Sept 2008

**



*APA INDONESIA SUDAH JADI NEGARA JAHILIYAH?*

*CANANG K.H. ABDURRAHMAN WAHID YG TERAMAT SERIUS!*

Peringatan Gus Dur, seperti yang dikutip tsb diatas -- 'Apa Indonesia 
Sudah Jadi Negara Jahiliyah?', betul-betul merupakan canang yang teramat 
serius. Bukan saja bagi mereka yang menggeluti undang-undang, hukum, 
demokrasi, HAM, terutama lembaga eksekutif dan aparat-aparatnya. Ia juga 
merupakan imbauan hati nurani, disampaikan oleh tokoh cendekiawan Islam, 
kiayi dan mantan Presiden RI, yang dikenal amat peduli dengan 
perkembangan demokrasi dan Ham di negeri kita. Pokoknya seruan tsb 
tertuju kepada setiap orang Indonesia yang ikut memperjuangkan agar 
Indonesia benar-benar nantinya menjadi suatu NEGARA HUKUM, suatu 
RECHTSTAAT, dimana ketentuan-ketentuan hukum berlaku bagi setiap 
warganegara, dan lembaga pengadilan negeri bisa berfungsi secara wajar 
sebagai salah satu lembaga penopang demokrasi dan hukum.



Justru menghadapi peristiwa-peristiwa pelecehan dan penghinaan terhadap 
lembaga pengadilan negeri seperti yang dicanangkan Gus Dur, pemerintah 
dan lembaga hukum, pers, Komnasham, LBHI, ELSAM, Humanright Watch, dan 
lembaga-lembaga peduli HAM lainnya, patut tampil membela hukum, 
demokrasi dan HAM. Kalau mereka tidak tampil, lalu siapa lagi yang aka n 
membela hukum dan keadilan.



Apa itu negara jahiliyah?

Pengertian sejarah secara umum, zaman Jahiliyah yang dimaksud, adalah 
periode sejarah yang berlangsung di jazirah Arab sebelum Nabi Muhammad 
SAW mengajarkan agama Islam. Periode itu dikenal sebagai periode gelap, 
dimana berlaku ketidak-adilan secara menyeluruh, kesewenang-wenangan, 
kekejaman, khususnya diskriminasi dan penghinaan terhadap kaum 
perempuan, budak-budak, dsb. Kata 'jahiliyah' yang berasal dari bahasa 
Arab, berarti 'kebodohan', 'ignorance' , 'kebiadaban', atau 'barbarisme'.



Yang diungkap Gus Dur dalam siaran persnya adalah sbb:

Seorang saksi (Guntur Romli) di pengadilan dalam sidang yang mengadili 
perkara Riziq dan Munarman serta laskar FPI pada peristiwa Monas 1 Juni 
2008, d i p u k u l di depan Hakim. Peristiwa itu tidak berhenti sampai 
di situ. Berikutnya para saksi dari AKKBB (korban penyerangan Monas) d i 
s e r a n g oleh massa F P I ketika pulang dari PN Jakarta Pusat untuk 
minta perlindungan hukum bagi para saksi. Mereka menyatakan kepada hakim 
t i d a k b e r a n i b e r s a k s i l a g i karena tidak terjamin 
keamanan pribadinya. Guntur dipukul di depan Hakim karena kesaksiannya. 
Demikian yang bisa dibaca dalam press-release Gus Dur tertanggal 25 Sept 
2008. Lengkapnya bisa dibaca dalam lampiran di bawah artikel ini.



Namun, hakikat yang diangkat dari peristiwa tsb ialah masalah yang 
menyangkut haridepan dan nasib bangsa. Apakah akan terus-menerus tunduk 
di hadapan kekerasan dan kesewenang-wenangan, atas nama apapun itu 
dilakukan? Ataukah akan bangkit dengan tegas menyatakan TIDAK terhadap 
pelecehan badan pengadilan dan hukum. Parpol-parpol baik yang 
'mainstream' maupun yang gurem, dituntut untuk tampil membela 
prinsip-prinsip yang selama ini mereka klaim sebagai salah satu dari 
agenda politik mereka.

Begitu juga halnya DPR yang menyebut dirinnya lembaga PERWAKILAN RAKYAT.



Sesungguhnya apa yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu, 
a.l. pemukulan terhadap saksi, sudah tidak jauh berbeda dengan 
praktek-praktek masyarakat gelap kriminil yang menguasai dunia 
perjudian, ganja dan pelacuran, terkenal dengan nama mafia atau Cosa 
Nostra di Sicilia, di New York, Chicago dan kota-kota metropolitan 
lainnya di dunia ini. Mafia tsb melakukan ancaman, serangan sampai 
penlikiwidasian (pembunuhan gelap) terhadap saksi-saksi di pengadilan 
yang akan mengungkap dan membongkar kejahatan dan perbuatan kriminil 
mereka. Dengan cara itu mereka hendak menunjukkan bahwa mereka lebih 
kuasa dari aparat dan lembaga hukum apapun. Nytanya juga tidak sedikit 
dari aparat dan pejabat pengadilan negeri yang menjadi orang-orang 
bayaran mereka.



Peristiwa yang diangkat oleh Gus Dur dalam press-releasenya, tampak 
sederhana. Tetapi itu baru merupakan puncak dari gunung-és 
ketidak-beresan dan ketidak-adilan yang menyangkut lembaga hukum dan 
pengadilan di Indonesia.



* * *

Lampiran:

Siaran Pers KH Abdurrahman Wahid:

MASIHKAH ADA HUKUM DI INDONESIA?

Penulis mendapat laporan dari Sdr. Guntur Romli yang mengalami tekanan 
dan tindak kekerasan di depan Hakim pada waktu bersaksi di PN Jakarta 
Pusat. Dalam sidang yang mengadili perkara Riziq dan Munarman serta 
laskar FPI pada peristiwa Monas 1 Juni 2008, Sdr. Guntur dipukul di 
depan Hakim karena kesaksiannya. Dengan demikian perlu kita pertanyakan 
wibawa pengadilan, penegak hukum menghadapi tindakan sewenang-wenangan 
yang sangat tidak beradab itu. Selanjutnya pada hari ini, Kamis 25 
September 2008 kembali penulis mendapat laporan, bahwa para saksi dari 
AKKBB (korban penyerangan Monas) diserang oleh massa FPI ketika pulang 

[wanita-muslimah] Kewibawaan Peradilan

2008-09-27 Terurut Topik Sunny
http://www.poskota.co.id/redaksi_baca.asp?id=839ik=31



Kewibawaan Peradilan 

Sabtu 27 September 2008, Jam: 9:40:00 
Untuk kali kesekian sidang yang mengadili Ketua Front Pembela Islam (FPI) 
Rizieq Shihab dalam perkara insiden Monas, diwarnai kericuhan. Kericuhan serupa 
juga terjadi pada sidang kasus yang sama dengan terdakwa lain. Gejala seperti 
ini sesungguhnya terlihat mulai menonjol di era reformasi yang justru niatnya 
ingin menjunjung tinggi kekuasaan hukum. 

Dalam banyak kasus, seperti persidangan perkara insiden Monas, kericuhan 
terjadi sejak di dalam ruang persidangan. Saksi-saksi yang dihadirkan oleh 
jaksa penuntut umum, dengan beragam alasan diprotes oleh terdakwa dan penasihat 
hukumnya. Protes ini disusul kericuhan di bangku hadirin yang umumnya dipadati 
anggota FPI. 

Kericuhan berkembang mulai dari teriakan-teriakan yang mengganggu jalannya 
persidangan hingga aksi kekerasan, melalui kata-kata dan perbuatan. Saksi-saksi 
yang berasal dari kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan 
Berkeyakinan (AKKBB) dan Ahmadiyah, dua kubu yang menjadi lawan FPI dalam 
insiden Monas, selalu mendapat perlakuan buruk dari massa FPI. 

Sesekali hakim menegur bahkan mengeluarkan pengunjung yang mengganggu jalannya 
sidang. Tetapi agaknya itu tidak cukup membuat jera massa, sehingga terus 
berulang. Saksi-saksi dari AKKBB sempat memboikot hadir jika tidak ada jaminan 
keselamatan. 

Puncak kericuhan terjadi Kamis lalu (25/9). Massa Banser (anak-anak muda 
loyalis Gus Dur) bentrok dengan massa FPI sejak di halaman gedung Pengadilan 
Negeri Jakarta Pusat hingga ke jalan raya. Sejumlah korban luka-luka. Gus Dur 
adalah salah satu tokoh pendiri AKKBB. 

Bentrokan yang terjadi di luar pengadilan memang bukan lagi kewenangan hakim, 
melainkan tugas dan wewenang aparat keamanan. Tetapi bentrokan tersebut tidak 
bisa dipisahkan dengan apa yang sedang terjadi di dalam ruang sidang. 

Sekali lagi, ini bukan hanya terjadi pada persidangan insiden Monas dengan 
terdakwa Ketua FPI, tetapi nyaris selalu mengiringi kasus-kasus yang tergolong 
sensitif karena tingginya derajat pro-kontra. Saat ini kita merasakan euphoria 
keterbukaan dan kebebasan telah menabrak kewibawaan peradilan yang bisa 
berdampak buruk pada putusan hakim. Itu bila dilihat dari sisi rakyat sebagai 
pencari keadilan. 

Sementara itu dari sisi para pelaku hukum, mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan 
pengacara, kita justru melihat praktik-praktik kotor seperti mafia peradilan 
masih berlangsung. Kecenderungan negatif tersebut tidak surut di era reformasi. 
Pengertian mafia di sini tidak selalu merujuk pada motif ekonomi, tetapi juga 
mencakup peradilan yang terkooptasi oleh kepentingan politik. Inilah yang 
membuat peradilan tidak lagi independen dan akibatnya kehilangan kewibawaan. 

Karena itu, mengembalikan kewibawaan lembaga peradilan sebenarnya tak cukup 
hanya dengan mendorong atau menambah jumlah aparat keamanan untuk menjaga 
persidangan. Lebih substansial dari itu adalah bagaimana para praktisi hukum 
bersama menjaga independensi peradilan agar rakyat tetap mempercayainya sebagai 
tempat mendapatkan kepastian hukum dan keadilan.*

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Selamat Idul FItri, Mohon Maaf Lahir dan Bathin!

2008-09-27 Terurut Topik Asep Kambali
Atas nama pribadi dan mewakili Komunitas Historia Indonesia,
saya mengucapkan

SELAMAT IDUL FITRI
Mohon Maaf Lahir  Batin
Atas segala kesalahan, kehkilafan dan dosa yang telah diperbuat.

Semoga Idul Fitri kali membawa berkah keselamatan, rejeki dan kesuksesan untuk 
Anda dan keluarga.


Salam Historia,

Asep Kambali, KHI.

KOMUNITAS HISTORIA INDONESIA  Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya Indonesia  
Phone: (021) 7044-7220, Mobile: 0818-0807-3636  Mailing list: [EMAIL PROTECTED] 
  Home: http://www.komunitashistoria.blogspot.com


  
___
Coba emoticon dan skin keren baru, dan area teman yang luas.
Coba Y! Messenger 9 Indonesia sekarang.
http://id.messenger.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Kekuatan Memberi

2008-09-27 Terurut Topik laila.kurniasari
Kekuatan Memberi

Rahasia kemakmuran adalah kedermawanan, karena dengan membagi 
kepada orang lain, hal baik yang akan diberikan dalam kehidupan 
kita, bahkan berkelimpahan.
-- J. Donald Walters, penulis dan pengajar asal Rumania, tinggal di 
India

KISAH nyata ini keluar dari mulut Sang Dokter. Pria yang sehari-hari 
berprofesi sebagai dokter mata ini membuka prakteknya di bilangan 
Rawamangun, Jakarta Timur. Selain itu, ia juga melayani konsultasi 
masalah keluarga, termasuk masalah spiritual. Tanpa dipungut biaya, 
alias gratis. Sang dokter menolak dengan halus setiap pemberian uang 
sebagai imbalan jasa konsultasi. Ia malah menyarankan agar uangnya 
diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkannya, seperti 
yayasan yatim piatu. 

Suatu hari, sang dokter kedatangan tamu seorang ibu beserta putranya 
yang telah menginjak usia paruh baya. Sang anak dalam keadaan lumpuh 
kakinya, sehingga ia harus berada di kursi roda. Maksud kedatangan 
mereka sesungguhnya ingin menanyakan seputar masalah keluarga. 
Tetapi begitu tiba di ruang dokter, sebelum menyampaikan keluhannya, 
sang dokter mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah terhadap si 
anak. Putranya, menurut sang dokter, pernah mempunyai kesalahan yang 
membuat ibunya sakit hati. Sang anak tentu saja kebingungan. Begitu 
pula sang ibu, yang tahu-tahu diungkit peristiwa di masa lalu. Sang 
anak mencoba mengingat-ingat kembali peristiwa masa lampau. Sang ibu 
memang mengakui kalau ia dulu pernah sakit hati oleh tindakan 
anaknya. Hal itu terus membekas di hatinya menjadi goresan luka 
batin, yang akhirnya teringat kembali saat itu juga.

Akhirnya, sang anak pun teringat akan kekilafannya. Ia menyesal dan 
menangis. Secara susah payah, sang anak berusaha bangkit dari kursi 
rodanya untuk bersimpuh di hadapan kaki ibunya meminta maaf. Ibunya, 
dengan berlinang air mata, secara tulus akhirnya memaafkan kesalahan 
putranya di masa lampau. Secara refleks, sang ibu mengangkat 
putranya berdiri untuk memeluk dan menciumnya. Ajaib, seketika itu 
juga sang anak dapat berdiri tanpa dibantu lagi oleh kursi roda. 
Sang ibu memang hanya memberikan maaf dengan tulus, tetapi efeknya 
sungguh luar biasa. 

Kisah ini memang bertolak belakang dengan legenda Malin Kundang. 
Dimana sang Ibu menyumpah anaknya menjadi batu. Tak ada batu 
berbentuk manusia. Itulah logika yang paling benar dari cerita yang 
menyangkut hubungan ibu dan anak. Kisah Malin Kundang selama ini 
oleh beberapa pihak dinilai jauh dari cinta kasih seorang ibu yang 
sebenarnya. Walau begitu, tetap ada hikmah yang dapat dipetik dari 
legenda tersebut. 

Sejatinya, Ibu mana yang tega melihat anaknya susah, apalagi menjadi 
batu sesuai dengan sumpahnya. Alamak, Ibu adalah pintu keluasan hati 
dan penuh maaf. Berkacalah pada ibu. Dia akan rela lebih menderita, 
ketimbang melihat anaknya yang kesusahan. Dia akan menyisihkan nasi 
yang ada untuk anaknya, walau ia sendiri lapar. Dia akan memakan 
makanan yang bergizi agar janin dalam tubuhnya bisa tumbuh sehat. 
Seperti dalam bait lagu, 'hanya memberi, tak harap kembali.' Betul, 
tak pernah berharap mendapatkan balasan dari semua yang telah 
dilakukannya. Itulah makna dari memberi yang sesungguhnya. 

Memberi? Betul, memberi. Makna dari sebuah pemberian memang besar 
artinya. Lantas, mengapa orang yang berkelimpahan enggan untuk 
memberikan sesuatu? Atau, mengapa orang enggan memberikan maaf? 
Karena mungkin ia berpikir, bila ia memberi kekayaan, pemberian itu 
akan habis begitu saja tanpa kembali. Atau mungkin ia berpikir, 
harga dirinya akan turun kalau ia memberikan maaf kepada orang yang 
menyakitinya. Padahal justeru sebaliknya. Semakin banyak memberi, 
akan lebih semakin banyak menerima. Kalau orang mengetahui kekuatan 
memberi, percayalah, akan banyak orang yang berlomba-lomba untuk 
memberikan segala sesuatunya. 

Itulah mengapa, dalam setiap agama selalu diajarkan untuk memberikan 
sesuatu yang kita miliki. Selain diajarkan selalu memberikan 
kebajikan, juga kekayaannya. Umat Islam mengenal Zakat dan Sedekah. 
Umat Kristen Protestan mengenal perpuluhan, yaitu kewajiban untuk 
memberikan sepersepuluh dari pendapatannya kepada rumah Tuhan,  dan 
Elemosune, yang dapat diterjemahkan dengan kata memberi sedekah. 
Umat Katholik mengenal Persepuluhan dan juga Sedekah. Umat Hindu 
mengenal Sedekah Dana Punia, yaitu pemberian yang dilakukan secara 
sukarela dan tulus ikhlas berupa materi. Sedangkan Buddha 
mengajarkan bagaimana menggunakan kekayaan yang telah dimiliki, 
yaitu bila ia perumah tangga yang baik, mengumpulkan harta dengan 
cara-cara baik, ia harus membantu sanak familinya, serta orang lain 
dalam empat bagian, juga dikenal Amisa Dana, yaitu memberikan 
bantuan dalam bentuk materi kepada yang membutuhkan.

Pemberian itu seyogianya dilakukan dengan ikhlas, diberikan pada 
tempat dan waktu yang tepat. Juga pemberian itu haruslah bertujuan 
mulia. Yang patut diingat, memberi tak harus berupa uang. Ia bisa 
berupa apa saja. Sekarang, tengoklah lemari 

[wanita-muslimah] terima kasih kepada teman-teman

2008-09-27 Terurut Topik Kartono Mohamad
Melalui email ini saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah menyatakan simpati dan dukungan moril seaktu saya terbaring di rumah
sakit baru-baru ini, terutama kepada Pak Jimmly Ashiddiqy dan Pak Martin
Wijaya yang memerlukan mennegok saya sewaktu saya masih di ICCU. Berkat
teman-teman semua, termasuk yang mengirim simpati melalu email, saya sungguh
berterima kasih. Ketika saya berpikir apakah saya perlu ditolong dengan
biaya yang mahal, apakah tidak lebih baik biaya itu untuk keperluan yang
lain terutama yang muda-muda dan harapan masih panjang, pernyataan simpati
dari teman-teman telah membangkitkan semangat saya lagi. Saya merasa saya
perlu membalas simpati itu, meskipun secara tidak langsung.
Salam dan selamat idul fitri
KM 

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] The politics of sects

2008-09-27 Terurut Topik Sunny
http://weekly.ahram.org.eg/2008/916/eg5.htm

25 September - 5 October 2008
Issue No. 916

Published in Cairo by AL-AHRAM established in 1875

The politics of sects
When leading Sunni scholar Youssef El-Qaradawi critiqued Islam's Shia sect all 
hell broke loose. Amira Howeidy traces the continuing reverberations 


   Click to view caption 
  El-Qaradawi 
--
 
Was it waiting to happen?

Youssef El-Qaradawi, one of the most respected of Sunni Islam's scholars, had 
only to make two statements in a newspaper interview and the reverberations 
extended across the entire region. 

On 10 September, speaking to Al-Masry Al-Yom, the venerable 82- year-old used 
words such as  mubtadi'oun  (heretics) to describe the Shia. He went on to 
argue that attempts to invade the Sunni community with their money and cadres 
trained to do missionary work in the Sunni world constituted a danger. The 
Shia, said El-Qaradawi, are invading Egypt, which is predominantly Sunni, as 
well as Algeria, Sudan, Morocco, Nigeria, Malaysia and Indonesia. They 
practise the tradition of takia [concealing their intentions] and do not reveal 
what they believe in. 

His comments triggered counter-attacks by Shia religious leaders. Lebanon's 
Mohamed Hussein Fadlallah described El-Qaradawi's discourse as one of 
incitement and challenged him to speak out against Christian missionary 
activity in Muslim countries. The Iranian news agency designated him a 
spokesman for international Freemasonry and Jewish rabbis while Shia 
activists in Qatar filed a lawsuit against the Egyptian scholar on Monday -- he 
has a Qatari passport -- in an attempt to strip him of Qatari nationality and 
deport him from Doha where he is based.

The Shia believe that Prophet Mohamed's family, the Ahl Al-Bayt (People of the 
House) exercise special spiritual and political rule over the community. Unlike 
Sunni Muslims they believe that Ali Ibn Abi Talib, Prophet Mohamed's cousin, 
was his true successor and reject the legitimacy of the first three Rashidun 
caliphs.

For centuries the Shia-Sunni conflict took the form of wars and invasions 
between the Ottoman Empire and the Persian Safawi state. Today it continues to 
be perceived as a mainly political issue, manifested in Iranian political 
stands in the region and the Lebanese resistance movement Hizbullah's defiance 
of Israel. 

Shia Muslims constitute the majority of the populations of Iran, Azerbaijan, 
Bahrain and Iraq, as well as a plurality in Lebanon. There are also 
considerable Shia minorities in the United Arab Emirates, Kuwait, Yemen, 
Afghanistan and Turkey. 

Shia-Sunni sectarianism became a ticking time-bomb following the US invasion of 
Iraq in 2003 when the Bush administration allied with the Shia and 
compartmentalised Iraqis in sectarian terms. Sunnis were referred to as Arab 
Sunnis while the Shia -- who are also Arab -- were simply Shia and the 
Turkomens and Kurds, who are predominantly Sunni, were described ethnically. 

Even though the Americans didn't create the current civil war in Iraq, they 
caused it. And now we have an explosive sectarian situation that resonates 
beyond Iraq's borders, Diaa Rashwan, a senior researcher on political Islam in 
Al-Ahram Centre for Political and Strategic Studies, told Al-Ahram Weekly. Iran 
is accused of meddling in Iraq by arming and supporting Shia groups there.

Israel's defeat at the hands of Hizbullah in its war on Lebanon in 2006 was 
never assessed in solely political terms. As early as 2004 Jordan's King 
Abdullah had already begun to warn of Iran's attempt to create a Shia crescent 
that extends from Iran to Iraq and Lebanon. Two years later President Hosni 
Mubarak said in a televised interview that the region's Shia were loyal only to 
Iran.

This is a charged sectarian and political climate, says Rashwan. The problem 
now lies in the fact that it is someone with the weight and credibility of 
El-Qaradawi who is attacking the Shia. This lends anti-Iran and anti-Shia 
rhetoric a dangerous legitimacy. 

The Saudi-owned London-based Asharq Al-Awsat newspaper which adopts an 
anti-Iran line, was quick to jump on the bandwagon in support of El-Qaradawi. 
In an article published Saturday, the paper's editor Tarek El-Hemeid argued 
that, we're facing a ball of fire that is both sectarian and political and is 
flying back and forth between El-Qaradawi and the Iranians.

The Saudi-owned London-based Al-Sharq Al-Awsat newspaper, known for its 
anti-Iran line, was quick to jump on the bandwagon in support of El-Qaradawi. 
In an article published in Saturday's edition editor Tarek El-Hemeid argued 
that we are facing a ball of fire that is both sectarian and political and 
which is flying back and forth between El-Qaradawi and the Iranians.

But are the reactions to El-Qaradawi's statements 

[wanita-muslimah] Stop women preachers at Prophet's Mosque

2008-09-27 Terurut Topik Sunny
http://www.arabnews.com/?page=7section=0article=114047d=27m=9y=2008

Saturday 27 September 2008 (27 Ramadan 1429)

  Stop women preachers at Prophet's Mosque
  Nourah Al-Khereiji I Arab News 

  ON my way out of the Prophet's Mosque in the morning of Ramadan 17, a 
female voice stopped me. I heard one of the women preachers at the Egyptian 
section tell a lady that Allah will not accept her prayers if she came to the 
mosque with the sole intention of visiting the Prophet's grave, because the 
Prophet (peace be upon him) has cursed those who visit graves.

  An Egyptian lady told her that before leaving Cairo for Madinah they 
usually say, we are going to visit the Prophet. 

  This is wrong, the preacher interrupted her, You should say instead, 
'we are going to Madinah to pray at the Prophet's Mosque'. You should never 
say, 'we are longing to visit the Prophet.'

  Argument ensued between the preacher and some worshippers about what the 
Prophet is supposed to have said about people visiting graves. Failing to 
convince the woman questioner, the preacher asked her to go to the mosque's 
library to find the answers for herself. Another woman asked the preacher if 
she could recite the Holy Qur'an and pray Allah to grant the reward for such 
recitations to her dead mother. The preacher said this was not possible and 
reminded her of the Prophet's saying, When a human being dies, all his actions 
come to an end, except in one of three ways: A continuing act of charity, a 
useful contribution to knowledge or a God-fearing, dutiful child who prays for 
him. 

  So you can only pray for your dead mother; you can't recite the Qur'an 
on her behalf, the preacher said. On the second day I went to the same 
section. I heard another preacher tell a woman visitor to forget that there is 
a grave for the Prophet when you enter the Rawdah. The preacher added: Do not 
specify the Prophet with prayer or Salam (greetings). Your Salam can reach him 
from anywhere.

  On a Friday, I decided to listen to all the preaching going on at the 
mosque in order to write about it. I sat among lady visitors. Because of the 
crowd, there was no clear-cut division between Egyptian and Pakistani sections. 
The voices of the women preachers were getting mixed. Every one of them was 
trying to be heard. A woman visitor was pleading to them to speak one at a 
time. Four lady preachers were tackling the same topic that day. They were 
advising women against traveling without a mahram (male companion who is either 
a husband, son, brother, father, grandfather or uncle). The preacher said the 
Prophet did not specify the distance the woman should not travel without a 
mahram or the age at which she would need him. She did not approve of the safe 
companionship (traveling with old women) as a substitute for the male mahram.

  On the two following days, the preachers continued their cursing of the 
grave visitors including those who visit the grave of the Prophet. They also 
warned against conveying Salam to the Prophet on behalf of others.

  According to my best knowledge, women were not prevented from visiting 
the Prophet's grave except in the last two decades. There is no fatwa (ruling) 
from any top religious authority preventing women from visiting the Prophet's 
grave. The ladies who are official guests of the state are allowed to visit the 
Prophet's grave. All women are allowed to visit the section of the Prophet's 
grave that is connected to the house of his daughter Fatima Al-Zahra every year 
at the end of the Umrah season mid-Shawwal and in mid-Muharram after the Haj.

  A majority of the scholars are not against women visiting graves. In 
support of their position, they cite the Prophet's Hadith in which he said, I 
had earlier prevented you from visiting graves. Now you can visit them. This 
permission covered both men and women since the Prophet had not specified any 
group. Another supporting argument is the fact that the Prophet had taught his 
wife Aisha what to say when she would visit his grave and those of her father 
Abu Bakr and her brother Abdul Rahman. He only objected to women visiting the 
graves too often. 

  The recitation of the Qur'an for the dead is allowed by the Prophet 
himself. He said the dead would intercede on behalf of whoever enters a 
cemetery and recites some verses of the Holy Book.

  The Prophet's wives traveled without mahram after the death of the 
Prophet and his companions did not object to this. So women can go out for Haj 
without mahram. They can also travel in the company of old ladies. So the women 
preachers at the Prophet's Mosque should not be allowed to give wrong fatwas or 
speak about subjects they do not know much about.([EMAIL PROTECTED] )
 


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Indonesia's Poverty Trap

2008-09-27 Terurut Topik Sunny
http://asiasentinel.com/index.php?option=com_contenttask=viewid=1447Itemid=226


  Indonesia's Poverty Trap 
 
  Written by Lisa Murray 
  Tuesday, 23 September 2008  
  It's an economic cliché, but as the rich get richer, this country's poor 
keep getting poorer 


   
  
  The tragic loss of 21 Indonesians who were trampled to death as they 
jostled outside a house in East Java to receive a cash handout of just 30,000 
rupiah (US$3.20) has shocked the nation and exposed the plight of its poorest 
citizens. 

  Politicians were quick to dismiss any link between the country's chronic 
poverty problem and last week's tragedy, citing a drop in the official poverty 
rate last year to 16.6 per cent from 17.8 per cent the previous year. 

  But that is a fairly meaningless statistical improvement to the more than 
19 million Indonesians who still live on less than US$1 a day. Moreover, almost 
half of the country's 225 million people live on less than US$2 a day. 

  Rising food and fuel prices this year have hit hard for the bottom third 
of households, which spend 65 per cent of their income on food and drink. 

  If Indonesia wants to significantly reduce its poverty rate, the 
Organisation for Economic Cooperation and Development says that its economy 
needs to grow at least 8 per cent a year. 

  But that is looking virtually impossible for the next few years. Rising 
inflation, a sliding rupiah and the breakdown in world financial markets are 
already threatening this year's expected growth rate of 6 per cent. 

  And some economists are predicting a significant slowing next year, with 
HSBC forecasting growth of just 4.9 per cent. 

  While that's below most analysts' expectations it is a real possibility 
given that Indonesia's economy is driven by domestic spending and interest 
rates have risen by 1.25 percentage points since May to 9.25 per cent, with 
more rate rises to come. 

  That [forecast] is really reflecting our feeling that the rate increases 
will feed into the economy at that time, says HSBC senior economist Robert 
Prior-Wandesforde. 

  It's a double-whammy of weaker exports and higher interest rates. 

  The man with his hands on the lever, new central bank governor Boediono, 
is confident Indonesia can overcome current challenges. 

  It's as if we are on a boat amidst stormy seas, he told reporters last 
week. We have to stay calm, controlling the boat as best we can until the 
swings subside and we can see a better direction. The point is our boat is in 
good shape. 

  He does have a point. Indonesia's economy grew at a surprisingly robust 
6.4 per cent in the first half of the year as companies raked in profits from 
selling coal, gas and crude palm oil to China, India and Japan, amid record 
spending by local consumers on everything from mobile phones to cars. Foreign 
investment also surged as high commodity prices tipped the risk-reward ratio in 
investors' favour and followed positive government reforms including an easing 
in rules for expats and a new regulation that will cut the corporate tax rate 
from 30 per cent to 25 per cent by 2010. 

  But in the last few months commodity prices have been dropping from their 
highs, hurting investor sentiment and leaving Indonesia even more vulnerable to 
a fall in domestic spending. 

  In the last two months, commodity prices have fallen and the hot money 
has left the country, presidential candidate and former finance minister Rizal 
Ramli told foreign journalists in a panel discussion this month. 

  There will be a correction. And the only adjustments that can be done 
are on domestic interest rates. If you want to stabilise the macro-economy you 
need to raise rates. But that will have a significant impact on investment and 
job creation. 

  The problem for Indonesia is that when financial markets are in turmoil, 
investors look to lower their risk profile and emerging markets bear the brunt 
of that swing in sentiment. 

  If you look at global money flow, it's not only Indonesia which is doing 
badly, other emerging markets in Asia and South America are also being hit, 
says Adrian Rusmana, an analyst at HD Capital. 

  Ramli believes that any slowing in the economy will hit small to medium 
sized businesses the hardest. 

  Ten years ago, big business overheated because of the financial crisis, 
he said. 

  The small to mid-size companies were not great, but doing ok. Now, big 
business has recovered but the small to medium-sized businesses are the hardest 
hit in 40 years. 

  Over the last five years, the Indonesian economy has been going very 
well thanks to commodity prices. The improvement in the macro-economy has been 
export driven. But there's a missing link in what happens at the macro and 
micro level. 

  Standard Chartered economist Fauzi Ichsan agrees. 

  When you 

Re: [wanita-muslimah] terima kasih kepada teman-teman

2008-09-27 Terurut Topik Trulee Khadija
Syukur alhamdulillah..
Selamat kumpul ma keluarga lagi ya pak..

Sekalian utk semua rekan di WM, saya juga mau minta maaf utk hal2 yg
kurang berkenan..

Selamat merayakan idul fitri..


On 9/27/08, Kartono Mohamad [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Melalui email ini saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
 telah menyatakan simpati dan dukungan moril seaktu saya terbaring di rumah
 sakit baru-baru ini, terutama kepada Pak Jimmly Ashiddiqy dan Pak Martin
 Wijaya yang memerlukan mennegok saya sewaktu saya masih di ICCU. Berkat
 teman-teman semua, termasuk yang mengirim simpati melalu email, saya sungguh
 berterima kasih. Ketika saya berpikir apakah saya perlu ditolong dengan
 biaya yang mahal, apakah tidak lebih baik biaya itu untuk keperluan yang
 lain terutama yang muda-muda dan harapan masih panjang, pernyataan simpati
 dari teman-teman telah membangkitkan semangat saya lagi. Saya merasa saya
 perlu membalas simpati itu, meskipun secara tidak langsung.
 Salam dan selamat idul fitri
 KM

 [Non-text portions of this message have been removed]