Re: [wanita-muslimah] Re: Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-07 Terurut Topik Muhammad Aly
psikiater bule jadi primadona weleh2...ujung2nya "No
Money No Honey" semua dunia tahu itu... kalau
menerbitkan seorang ulama tentang keluarga sakinah
pasti byk yg nolak.. ehm..ehm...em..em.. apalagi Aam
Gym diundang lagi di WM byk yg nolah kali ya he3..??

weleh2.. bule maning bule maning ..it's okey it's
life. sy hidup sebelah sy byk bule dari umur satu
tahun s/d 7 tahun.. dulu alm ayah sy kerja dengan
bule2 jerman... skrng sy jg kerja dengan bule2 juga...


kisah kecil sy sebelum SD kdng sy & teman2 sebaya indo
menemukan photo2 bule lg gituan.. saat mencari mainan
anak2.. tong sampah deket rmh sy eh kdng ada photo2
bule lg gituan berserakan.. bulenya ceweknya kdng 3
wanita.. hi3.maklum byk mainan anak2 bgs2 dari
bule dibuang begitu aja dipulung anak2 indo dech...
maklum mainan di indo tdk ada yg bagus saat tahun
1977-1980. jd bule2 bw mainan dari jerman bwt
anak2nya. 
 
belajar islam  bisa terlupakan karena pergaulan dengan
bule2 dan orientasi bule2... 
jgn percaya begitu aja dengan psikiater bule...

slm
ali
--- Ari Condrowahono <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> baca lengkapnya di:
> http://www.pikiran- rakyat.com/ cetak/2006/
> 122006/14/ kampus/resensi. 
> htm
>

> 
> 
> 
> * Menjadi Perempuan Merdeka dengan Uang *
> 
> BUKU ini berawal sebagai sebuah memoar, tentang uang
> dan juga hubungan 
> penulis yang berubah-ubah tentang uang. Karena,
> tidak ada cara yang 
> lebih baik untuk mengkaji pertanyaan-pertanya an
> sulit dalam hidup ini, 
> daripada melalui gambaran dan kisah pengalaman orang
> lain.
> 
> Judul Asli : Money, A Memoir
> Judul Buku : Perempuan, Emosi & Uang
> Penulis : Liz Perle
> Penerbit : Ufuk Press
> Cetakan : Pertama, 2006
> Jumlah Halaman : 255 Halaman
> 
> Berbekal pengalaman pribadinya, wawancara dengan
> lebih dari 200 
> perempuan dari berbagai latar belakang, deretan
> anekdot dan opini 
> psikolog serta peneliti, Liz Perle berusaha tidak
> hanya mengungkap 
> mengapa begitu rumit dan bertentangannya sikap
> perempuan terhadap uang, 
> tetapi juga memberikan solusinya, baik bagi
> perempuan yang sudah/belum 
> menikah maupun bagi para lelaki yang ingin menyikapi
> perempuan dengan 
> baik soal uang.
> 
> Buku ini bukanlah buku yang berisi nasihat keuangan.
> Persis seperti para 
> perempuan dalam buku ini, Liz merisaukan uang dan
> setiap hari bersusah 
> payah memecahkan masalah uang. Ia merasa
> kekhawatiran ini dari tingkat 
> paling dasar, dengan berhadapan langsung dengan naik
> turunnya jumlah 
> uang dalam buku cek. Liz menulis buku ini tepatnya
> karena ia bukan 
> seorang pakar keuangan atau psikolog, tetapi karena
> pernah menjelajah 
> banyak lahan keuangan.
> 
> Pengalaman Liz inilah yang kemudian dituangkan dalam
> tiap lembar buku 
> ini. Coretan pengalamannya dilakukan dengan
> kesadaran bahwa ia adalah 
> salah seorang perempuan paling beruntung di dunia.
> Liz berharap bukunya ini akan mendorong para
> perempuan untuk menelaah 
> perasaan-perasaan pelik mereka sendiri tentang uang,
> dan apa arti uang 
> bagi mereka. Mungkin dengan begitu, kita semakin
> bisa membebaskan diri 
> dari rasa takut dan fantasi yang mencegah kita
> meminta digaji sesuai 
> dengan nilai suatu pekerjaan atau menabung untuk
> masa pensiun kita atau 
> yang membuat kita terus berkubang dalam utang yang
> tak pernah terkendali.
> 
> Selama kita membiarkan emosi memengaruhi bahkan
> mendikte kahidupan 
> finansial kita maka kita tetap menjadi mangsa bagi
> hubungan-hubungan 
> yang tidak sehat dan kadang merusak. Sampai kita
> dengan jujur mengkaji 
> perasaan-perasaan serta perilaku yang kontradiktif
> dan bahkan tidak 
> menarik, kita akan terus hidup dengan persamaan ini:
> ambivalensi plus 
> pengelakan sama dengan kecemasan.
> Diakui atau tidak, masing-masing kita punya hubungan
> dengan uang di luar 
> masalah mendapatkan dan membelanjakannya. Uang tidak
> pernah sekadar 
> uang; bagi kita uang adalah sesuatu yang mewakili
> identitas, cinta, 
> harapan, dan janji yang terucap, tetapi mungkin
> tidak pernah ditepati. 
> Uang adalah pemilah sosial kita. Uang ialah tiket
> untuk mencapai 
> impian-impian kita.
> 
> Cara perempuan berhubungan dengan uang jauh berbeda
> dengan laki-laki. 
> Stephen Goldbart, seorang psikoterapis, menyatakan
> bahwa semuanya ada 
> dari dulu dan tertanam dalam-dalam secara psikologis
> dan biologis dalam 
> kedua jenis kelamin. Memang ada perbedaan gender
> yang kuat bila sampai 
> pada masalah uang, yaitu perbedaan identitas dan
> peran historis.
> 
> Setiap perempuan yang membaca buku yang menyentuh,
> cerdas, dan apa 
> adanya ini akan mendapatkan wawasan yang lebih luas
> mengenai salah satu 
> hubungan yang paling penting dalam hidupnya, yaitu
> dirinya, emosi, dan 
> uang. (Heryani, Resensor, Anggota Aliansi Pembebasan
> Perempuan, tinggal 
> di Bandung)***
> 
> Muhammad Aly wrote:
> >
> > Mas Ari..
> > sy masih gaya spt org2 tua sy juga mertua sy juga
> > demikian...
> > kal

Re: [wanita-muslimah] Re: Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-07 Terurut Topik Ari Condrowahono
baca lengkapnya di:
http://www.pikiran- rakyat.com/ cetak/2006/ 122006/14/ kampus/resensi. 
htm 



* Menjadi Perempuan Merdeka dengan Uang *

BUKU ini berawal sebagai sebuah memoar, tentang uang dan juga hubungan 
penulis yang berubah-ubah tentang uang. Karena, tidak ada cara yang 
lebih baik untuk mengkaji pertanyaan-pertanya an sulit dalam hidup ini, 
daripada melalui gambaran dan kisah pengalaman orang lain.

Judul Asli : Money, A Memoir
Judul Buku : Perempuan, Emosi & Uang
Penulis : Liz Perle
Penerbit : Ufuk Press
Cetakan : Pertama, 2006
Jumlah Halaman : 255 Halaman

Berbekal pengalaman pribadinya, wawancara dengan lebih dari 200 
perempuan dari berbagai latar belakang, deretan anekdot dan opini 
psikolog serta peneliti, Liz Perle berusaha tidak hanya mengungkap 
mengapa begitu rumit dan bertentangannya sikap perempuan terhadap uang, 
tetapi juga memberikan solusinya, baik bagi perempuan yang sudah/belum 
menikah maupun bagi para lelaki yang ingin menyikapi perempuan dengan 
baik soal uang.

Buku ini bukanlah buku yang berisi nasihat keuangan. Persis seperti para 
perempuan dalam buku ini, Liz merisaukan uang dan setiap hari bersusah 
payah memecahkan masalah uang. Ia merasa kekhawatiran ini dari tingkat 
paling dasar, dengan berhadapan langsung dengan naik turunnya jumlah 
uang dalam buku cek. Liz menulis buku ini tepatnya karena ia bukan 
seorang pakar keuangan atau psikolog, tetapi karena pernah menjelajah 
banyak lahan keuangan.

Pengalaman Liz inilah yang kemudian dituangkan dalam tiap lembar buku 
ini. Coretan pengalamannya dilakukan dengan kesadaran bahwa ia adalah 
salah seorang perempuan paling beruntung di dunia.
Liz berharap bukunya ini akan mendorong para perempuan untuk menelaah 
perasaan-perasaan pelik mereka sendiri tentang uang, dan apa arti uang 
bagi mereka. Mungkin dengan begitu, kita semakin bisa membebaskan diri 
dari rasa takut dan fantasi yang mencegah kita meminta digaji sesuai 
dengan nilai suatu pekerjaan atau menabung untuk masa pensiun kita atau 
yang membuat kita terus berkubang dalam utang yang tak pernah terkendali.

Selama kita membiarkan emosi memengaruhi bahkan mendikte kahidupan 
finansial kita maka kita tetap menjadi mangsa bagi hubungan-hubungan 
yang tidak sehat dan kadang merusak. Sampai kita dengan jujur mengkaji 
perasaan-perasaan serta perilaku yang kontradiktif dan bahkan tidak 
menarik, kita akan terus hidup dengan persamaan ini: ambivalensi plus 
pengelakan sama dengan kecemasan.
Diakui atau tidak, masing-masing kita punya hubungan dengan uang di luar 
masalah mendapatkan dan membelanjakannya. Uang tidak pernah sekadar 
uang; bagi kita uang adalah sesuatu yang mewakili identitas, cinta, 
harapan, dan janji yang terucap, tetapi mungkin tidak pernah ditepati. 
Uang adalah pemilah sosial kita. Uang ialah tiket untuk mencapai 
impian-impian kita.

Cara perempuan berhubungan dengan uang jauh berbeda dengan laki-laki. 
Stephen Goldbart, seorang psikoterapis, menyatakan bahwa semuanya ada 
dari dulu dan tertanam dalam-dalam secara psikologis dan biologis dalam 
kedua jenis kelamin. Memang ada perbedaan gender yang kuat bila sampai 
pada masalah uang, yaitu perbedaan identitas dan peran historis.

Setiap perempuan yang membaca buku yang menyentuh, cerdas, dan apa 
adanya ini akan mendapatkan wawasan yang lebih luas mengenai salah satu 
hubungan yang paling penting dalam hidupnya, yaitu dirinya, emosi, dan 
uang. (Heryani, Resensor, Anggota Aliansi Pembebasan Perempuan, tinggal 
di Bandung)***

Muhammad Aly wrote:
>
> Mas Ari..
> sy masih gaya spt org2 tua sy juga mertua sy juga
> demikian...
> kalau ada tamu tentang bisnis datang ke istri, maka
> istri mempersilahkan tuk dtng ke suaminya..pokoknya
> hal2 keuangan diserahkan suami...
> namun sy memberikan jatah sy lebih ke istri.. kalau sy
> pegang kelebihan uang sy 3 jt/bln maka sy ksh istri sy
> 5jtan krn ngurus anak2&rumah. .
>
> mau beli rmh istri sy panggil suami.. akad kredit 3
> tahun semua atas nama sy dan akan dibalik namakan ke
> istri.., akad kredit mbl juga sy pergi ke kemayoran
> dulu.. dah dpt besoknya sy bw istri tuh mblnya gmn yg
> ini.. dan sy urusan dengan leasing 2 tahun.. urusan
> leasing pusing khan...? dah lunas nanti ya sy balik
> nama ke istri tercinta .. begitu loh...dan begitu
> semua urusan depan ya suami...
>
> Sy pingin tanya nich.. gmn yg py istri 2 atau 3 ya..
> apakah harus fair juga ke istri ke 2 atau ke 3..?? wah
> bisa berabe urusannya kalau tdk bisa mediator dengan
> baik. untung umumnya monogami di indonesia... untung
> di WM istri2nya kagak galak... kalau galak report ya..
> coba lihat istri2 pegawai pertamina.. ampun dech
> umumnya suami diatur melulu.. padahal suami byk duit.
>
> okey2 saja gmn kesepakannya.
> okey mau jalan2 dulu...mksh,
>



[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Re: Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-07 Terurut Topik Muhammad Aly
Mas Ari..
sy masih gaya spt org2 tua sy juga mertua sy juga
demikian...
kalau ada tamu tentang bisnis datang ke istri, maka
istri mempersilahkan tuk dtng ke suaminya..pokoknya
hal2 keuangan diserahkan suami...
namun sy memberikan jatah sy lebih ke istri.. kalau sy
pegang kelebihan uang sy 3 jt/bln maka sy ksh istri sy
5jtan krn ngurus anak2&rumah..

mau beli rmh istri sy panggil suami.. akad kredit 3
tahun semua atas nama sy dan akan dibalik namakan ke
istri.., akad kredit mbl juga sy pergi ke kemayoran
dulu.. dah dpt besoknya sy bw istri tuh mblnya gmn yg
ini.. dan sy urusan dengan leasing 2 tahun.. urusan
leasing pusing khan...? dah lunas nanti ya sy balik
nama ke istri tercinta .. begitu loh...dan begitu
semua urusan depan ya suami...

Sy pingin tanya nich.. gmn yg py istri 2 atau 3 ya..
apakah harus fair juga ke istri ke 2 atau ke 3..?? wah
bisa berabe urusannya kalau tdk bisa mediator dengan
baik. untung umumnya monogami di indonesia... untung
di WM istri2nya kagak galak... kalau galak report ya..
coba lihat istri2 pegawai pertamina.. ampun dech
umumnya suami diatur melulu.. padahal suami byk duit.

okey2 saja gmn kesepakannya.
okey mau jalan2 dulu...mksh,


--- Ari Condrowahono <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> 1. yg saya sangat sangat curious dan ingin tahu,
> kenapa tiba tiba dari 
> kepala pak aly timbul pernyataan seperti di bawah
> ini ?
> 
> 2. pertanyaan lanjutan, saya dan baru saja, mbak
> tribudi sudah 
> memberikan ilustrasi bagaimana kami saling berbagi
> informasi dan bersama 
> sama mengatur rumah tangga kami.  dgn beda kondisi,
> suami istri tri budi 
> sama sama kerja, dan saya, kerja, istri tidak [mirip
> sama sampean], 
> namun pertanyaan dan kecurigaan ala pak aly kok ndak
> pernahmasuk dalam 
> kamu s saya, dan juga kamus mbak trib budi [i
> perhaps lho mbak .. 
> huehehehe].
> 
> 3. ditunggu balasan dari oom aly.  karena
> perbendaharaan kecurigaan ini 
> sangat musykil bagi saya.  barangkali kalau beda
> cara pandang, filosofi 
> dan gimana anda menstruktur keluarga anda, jadi
> timbul perbedaan juga.  
> ingin tahu untuk sharing dan berbagi.  monggo pak,
> ditunggu uraiannya. 
> 
> 4. kalau yg saya cerita ttg keluarga jawa tengah itu
> juga diawali 
> sharing dari teman saya, asli kudus, trus satu lagi
> asli klaten.  mereka 
> diajari ngelola rumah tangga macam itu dari bapak
> mereka.  padahal 
> posisi si bapak dan si ibu sama sama kerja, namun si
> bapak tetep merasa 
> wajib memastikan ada wilayah wilayah tertentu yg dia
> tidak akan pernah 
> sharing dengan si istri [istri belahan jiwa  -->
> praktiknya yah, ndak 
> lah .. huehehehehe].  ini si bapak dan si ibu juga
> baik baik aja sampai 
> sekarang, si bapak juga monogami, ndak pernah
> selingkuh, namun tradisi 
> dan ajaran kelaurga yg emmbuat dia meletakkan suami
> kudu punya wilayah 
> rahasia tak tersentuh leh siapapun dan tidak boleh
> diketahui oleh siapa pun.
> 
> 5. IMHO, menurut saya cara tersebut adalah cerminan
> dari sistem 
> patriarkis di jawa pedalaman [makanya polanya beda
> dgn kisah pak sabri 
> dulu, pekalongan pinggir laut sih huehehehe, jadi
> iklimnya leih saling 
> keterbukaan].  teman saya ini, sekarang juga meski
> diwarisi 
> ilmubapaknya, toh dia gak melakukan sama sekali. 
> ditinggal babar blas.  
> wong dia aja, dari jaman pacaran ama istrinya,
> seluruh tabungan harisl 
> kerja di tempat sekarang ini, udah selalu disetor
> untuk ditabung.  dan 
> sekarang pun slip gaji selalu diperlihatkan ke
> istri.  langsung bagi 
> bagi duit, mana yg mauk ke tabungan di bank lain,
> mana bayar cicilan 
> rumah, motor de el el, ringkasnya mirip yg
> diceritakan ama mbak tri budi 
> gitu deh.
> 
> salam.
> papabonbon
> 
> Muhammad Aly wrote:
> >
> >
> > kalau istri ingin tahu dompet suami melulu apakah
> itu
> > islami he3..? apalagi ngambil uang suami walau
> lupa
> > bilang krn ada keperluan mendadak apakah islami..?
> > atau mengambil byk uang suami takut dibelikan yg
> tdk2
> > dengan alasan peghematan.. kasihanlah si suami..
> dia
> > bukan anak2...
> >
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been
> removed]
> 
> 



 

Don't get soaked.  Take a quick peek at the forecast
with the Yahoo! Search weather shortcut.
http://tools.search.yahoo.com/shortcuts/#loc_weather


Re: [wanita-muslimah] Re: Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-06 Terurut Topik Ari Condrowahono
1. yg saya sangat sangat curious dan ingin tahu, kenapa tiba tiba dari 
kepala pak aly timbul pernyataan seperti di bawah ini ?

2. pertanyaan lanjutan, saya dan baru saja, mbak tribudi sudah 
memberikan ilustrasi bagaimana kami saling berbagi informasi dan bersama 
sama mengatur rumah tangga kami.  dgn beda kondisi, suami istri tri budi 
sama sama kerja, dan saya, kerja, istri tidak [mirip sama sampean], 
namun pertanyaan dan kecurigaan ala pak aly kok ndak pernahmasuk dalam 
kamu s saya, dan juga kamus mbak trib budi [i perhaps lho mbak .. 
huehehehe].

3. ditunggu balasan dari oom aly.  karena perbendaharaan kecurigaan ini 
sangat musykil bagi saya.  barangkali kalau beda cara pandang, filosofi 
dan gimana anda menstruktur keluarga anda, jadi timbul perbedaan juga.  
ingin tahu untuk sharing dan berbagi.  monggo pak, ditunggu uraiannya. 

4. kalau yg saya cerita ttg keluarga jawa tengah itu juga diawali 
sharing dari teman saya, asli kudus, trus satu lagi asli klaten.  mereka 
diajari ngelola rumah tangga macam itu dari bapak mereka.  padahal 
posisi si bapak dan si ibu sama sama kerja, namun si bapak tetep merasa 
wajib memastikan ada wilayah wilayah tertentu yg dia tidak akan pernah 
sharing dengan si istri [istri belahan jiwa  --> praktiknya yah, ndak 
lah .. huehehehehe].  ini si bapak dan si ibu juga baik baik aja sampai 
sekarang, si bapak juga monogami, ndak pernah selingkuh, namun tradisi 
dan ajaran kelaurga yg emmbuat dia meletakkan suami kudu punya wilayah 
rahasia tak tersentuh leh siapapun dan tidak boleh diketahui oleh siapa pun.

5. IMHO, menurut saya cara tersebut adalah cerminan dari sistem 
patriarkis di jawa pedalaman [makanya polanya beda dgn kisah pak sabri 
dulu, pekalongan pinggir laut sih huehehehe, jadi iklimnya leih saling 
keterbukaan].  teman saya ini, sekarang juga meski diwarisi 
ilmubapaknya, toh dia gak melakukan sama sekali.  ditinggal babar blas.  
wong dia aja, dari jaman pacaran ama istrinya, seluruh tabungan harisl 
kerja di tempat sekarang ini, udah selalu disetor untuk ditabung.  dan 
sekarang pun slip gaji selalu diperlihatkan ke istri.  langsung bagi 
bagi duit, mana yg mauk ke tabungan di bank lain, mana bayar cicilan 
rumah, motor de el el, ringkasnya mirip yg diceritakan ama mbak tri budi 
gitu deh.

salam.
papabonbon

Muhammad Aly wrote:
>
>
> kalau istri ingin tahu dompet suami melulu apakah itu
> islami he3..? apalagi ngambil uang suami walau lupa
> bilang krn ada keperluan mendadak apakah islami..?
> atau mengambil byk uang suami takut dibelikan yg tdk2
> dengan alasan peghematan.. kasihanlah si suami.. dia
> bukan anak2...
>



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Re: Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-06 Terurut Topik Chae
Justru ketidaksejajaran yang Pak Aly contohkan itu yang ndak macth
dengan kiasan dalam Qur'an bahwa suami adalah baju istri dan istri
adalah baju suami. 

Percis seperti yang Pak Ali ungkapkan bahwa ketidak sejajaran akibat
dari ketidak terbukaan yang didasari oleh prasangka buruk satu pihak
kepihka lainya. Seperti Pak Aly berburuk sangka bahwa istri mempunyai
sifat ingin tahu dompet suami sehingga tidak perlu menginformasikan
secara "utuh" atau "jujur". Kemudian Pak Aly juga menduga istrinya
akan mengambil uang suami karena itu tidak perlu di informasikan
pendapatan yang sebenarnya. Istri juga dalam pandangan Pak Aly adalah
seseorang yang boros atau akan mengambil banyak uang suami.

ketakutan2 ini muncul karena apa ya?? pengalaman pribadi dari
keluarga,lingkungan??

Saya tidak heran kalau pada akhirnya istri yang di curigai suaminya
demikian akan berprilaku sama. Dan keduanya akan saling tidak jujur.

Padahal dari salah satu contoh, Rasul menyuruh seorang istri untuk
mengambil uang suaminya tanpa persetujuan suami jika memang jalan itu
adalah untuk mensejajarkan kedudukan suami dan istri.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Muhammad Aly
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Mbak Chae Pemimpin kalau islami dengan rules islami
> kenapa tdk ditiru...?
> kalau istri ingin tahu dompet suami melulu apakah itu
> islami he3..? apalagi ngambil uang suami walau lupa
> bilang krn ada keperluan mendadak apakah islami..?
> atau mengambil byk uang suami takut dibelikan yg tdk2
> dengan alasan peghematan.. kasihanlah si suami.. dia
> bukan anak2... 
> weleh2... nurut ama suami yg islami lebih baik dari
> pada nurut ama teman...
> slm
> 
> --- Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> > Insya Allah, saya percaya bahwa istri anda
> > bahagia...semoga senantiasa
> > demikian;)
> > 
> > Masalahnya keterbukaan dan kejujuran dalam berumah
> > tangga itu penting,
> > karena disinilah indikasi kesejajaran hubungan
> > suami-istri. Bukankah
> > demikian pengertian dari Qur'an sendiri bahwa suami
> > adalah baju istri
> > dan istri adalah baju suami.
> > 
> > Kalau saya tidak salah, ma'af saja y...apalagi
> > Pak Aly
> > menggambarkan relasi suami-istri itu seperti
> > hubungan manager dgn
> > pekerja...wah inikan ndak islami toh Pak;)
> > 
> > Apakah demikian hubungan anda dan istri anda??
> > seperti hubungan
> > manager dan pekerjanya??
> > 
> > 
> > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Muhammad Aly
> >  wrote:
> > >
> > > Mbak Nisa,
> > > istri sy dulu accounting loh... berhubung memilih
> > ikut
> > > suami duka dan senangnya jd memilih di rumah...
> > > 
> > > Di perusahaan tdk perlu seorang pekerja tahu
> > berapa
> > > digaji.. apakah slip gaji Nisa perlu dikasih tau
> > ke
> > > rekan sebelah2nya..??.. cukup seorang pimpinan spt
> > > manager menanyakan spt ini apakah anda senang
> > bekerja
> > > disini..? dan puas digaji 9 juta untuk senior
> > > sekretaris+merangkap accounting..? 
> > > temen2 sebelah pun gaji tentu berbeda2 kalau di
> > > perusahaan swasta ya.. sy py gaji beda selisih 1-2
> > > juta dengan teman2.. dan sesama teman tdk boleh
> > tahu
> > > detail.. gaji teman S1 sama dengan tmt smu ...jd
> > ckp
> > > manager yg tahu...
> > > 
> > > Jd manager lah yg memimpin... jd kepala
> > keluargalah yg
> > > memimpin.. yaitu suami.. begitu loh...
> > > alhamdulillah istri sy sgt bahagia juga
> > keluarganya ..
> > > tdk dirugikan malah dibahagiakan... apalagi sdh sy
> > > belikan mobil sdn bw sendiri..walau dit2 per bulan
> > 
> > > 
> > > slm
> > > 
> > > --- Chae  wrote:
> > > 
> > > > Dalam satu kontrak kerja harus ada
> > kejelasan,juga
> > > > didasari oleh nilai
> > > > kejujuran dan ke-ikhlasan. Terserah bentuk
> > kerjasama
> > > > antara suami
> > > > istri itu dalam bentuk apapun juga asal semua
> > pihak
> > > > diuntungkan dan
> > > > tidak ada pihak yang dirugikan. Kalau sampai
> > merugi
> > > > besar kemungkinan
> > > > kontrak kerja akan berakhir karena perusahaan
> > masuk
> > > > dalam kondisi
> > > > pailit dan bangkrut.
> > > > 
> > > > Model Pak Aly ini yang saya pikir berpotensi
> > salah
> > > > karena didasari
> > > > oleh ketidak jujuran yang berawal dari berburuk
> > > > sangka pada
> > > > pasangannya atau rekan kerjanya. Pada akhirnya
> > > > kondisi yang demikian
> > > > akan menimbulkan kerugian. Kerugian juga muncul
> > > > karena ketidak
> > > > ikhlasan. Dan dalam kasus Pak ALy jelas Bu Aly
> > > > adalah pihak yang
> > > > berpotensi dirugikan;)
> > > > 
> > > > Makanya perempuan mau berperan apapun juga
> > semisal
> > > > Ibu rumah tangga
> > > > sekalipun, maka mandirilah secara financial.
> > Dengan
> > > > apa yang anda
> > > > usahakan, anda berhak mendapatkan
> > > > "pembayaran"...apalagi perempuan2
> > > > yang berperan sebagai "pencari Nafkah"
> > > > 
> > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri
> > Budi
> > > > Lestyaningsih
> > > > \(Ning\)"  wrote:
> > > > >
> > > > > Rasanya memang setiap pasangan punya cara
> > > > sendiri-sendiri. Tapi,
> > > > menurut 

Re: [wanita-muslimah] Re: Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-06 Terurut Topik Muhammad Aly
Mbak Chae Pemimpin kalau islami dengan rules islami
kenapa tdk ditiru...?
kalau istri ingin tahu dompet suami melulu apakah itu
islami he3..? apalagi ngambil uang suami walau lupa
bilang krn ada keperluan mendadak apakah islami..?
atau mengambil byk uang suami takut dibelikan yg tdk2
dengan alasan peghematan.. kasihanlah si suami.. dia
bukan anak2... 
weleh2... nurut ama suami yg islami lebih baik dari
pada nurut ama teman...
slm

--- Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Insya Allah, saya percaya bahwa istri anda
> bahagia...semoga senantiasa
> demikian;)
> 
> Masalahnya keterbukaan dan kejujuran dalam berumah
> tangga itu penting,
> karena disinilah indikasi kesejajaran hubungan
> suami-istri. Bukankah
> demikian pengertian dari Qur'an sendiri bahwa suami
> adalah baju istri
> dan istri adalah baju suami.
> 
> Kalau saya tidak salah, ma'af saja y...apalagi
> Pak Aly
> menggambarkan relasi suami-istri itu seperti
> hubungan manager dgn
> pekerja...wah inikan ndak islami toh Pak;)
> 
> Apakah demikian hubungan anda dan istri anda??
> seperti hubungan
> manager dan pekerjanya??
> 
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Muhammad Aly
> <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Mbak Nisa,
> > istri sy dulu accounting loh... berhubung memilih
> ikut
> > suami duka dan senangnya jd memilih di rumah...
> > 
> > Di perusahaan tdk perlu seorang pekerja tahu
> berapa
> > digaji.. apakah slip gaji Nisa perlu dikasih tau
> ke
> > rekan sebelah2nya..??.. cukup seorang pimpinan spt
> > manager menanyakan spt ini apakah anda senang
> bekerja
> > disini..? dan puas digaji 9 juta untuk senior
> > sekretaris+merangkap accounting..? 
> > temen2 sebelah pun gaji tentu berbeda2 kalau di
> > perusahaan swasta ya.. sy py gaji beda selisih 1-2
> > juta dengan teman2.. dan sesama teman tdk boleh
> tahu
> > detail.. gaji teman S1 sama dengan tmt smu ...jd
> ckp
> > manager yg tahu...
> > 
> > Jd manager lah yg memimpin... jd kepala
> keluargalah yg
> > memimpin.. yaitu suami.. begitu loh...
> > alhamdulillah istri sy sgt bahagia juga
> keluarganya ..
> > tdk dirugikan malah dibahagiakan... apalagi sdh sy
> > belikan mobil sdn bw sendiri..walau dit2 per bulan
> 
> > 
> > slm
> > 
> > --- Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > 
> > > Dalam satu kontrak kerja harus ada
> kejelasan,juga
> > > didasari oleh nilai
> > > kejujuran dan ke-ikhlasan. Terserah bentuk
> kerjasama
> > > antara suami
> > > istri itu dalam bentuk apapun juga asal semua
> pihak
> > > diuntungkan dan
> > > tidak ada pihak yang dirugikan. Kalau sampai
> merugi
> > > besar kemungkinan
> > > kontrak kerja akan berakhir karena perusahaan
> masuk
> > > dalam kondisi
> > > pailit dan bangkrut.
> > > 
> > > Model Pak Aly ini yang saya pikir berpotensi
> salah
> > > karena didasari
> > > oleh ketidak jujuran yang berawal dari berburuk
> > > sangka pada
> > > pasangannya atau rekan kerjanya. Pada akhirnya
> > > kondisi yang demikian
> > > akan menimbulkan kerugian. Kerugian juga muncul
> > > karena ketidak
> > > ikhlasan. Dan dalam kasus Pak ALy jelas Bu Aly
> > > adalah pihak yang
> > > berpotensi dirugikan;)
> > > 
> > > Makanya perempuan mau berperan apapun juga
> semisal
> > > Ibu rumah tangga
> > > sekalipun, maka mandirilah secara financial.
> Dengan
> > > apa yang anda
> > > usahakan, anda berhak mendapatkan
> > > "pembayaran"...apalagi perempuan2
> > > yang berperan sebagai "pencari Nafkah"
> > > 
> > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri
> Budi
> > > Lestyaningsih
> > > \(Ning\)"  wrote:
> > > >
> > > > Rasanya memang setiap pasangan punya cara
> > > sendiri-sendiri. Tapi,
> > > menurut saya, memang sebaiknya sih pembukuan
> > > terbuka. Supaya tidak ada
> > > saling curiga. Walaupun, saya rasa tidak ada
> > > keharusan bahwa suami
> > > harus memberitahukan keseluruhan penghasilan dia
> > > atau memberikan
> > > keseluruhan penghasilan dia kepada isteri.
> CMIIW.
> > > >  
> > > > Kalau kami, kami sudah punya pos-pos dengan
> > > anggarannya setiap
> > > bulan, yang sudah kami bicarakan di awal. Ada
> > > pos-pos tertentu yang
> > > saya urusin sehari-harinya, yaitu untuk urusan
> dapur
> > > dan rumah tangga.
> > > Untuk keperluan ini, suami langsung transfer ke
> > > rekening saya, jadi
> > > saya yang kelola. Untuk pos-pos lain, seperti
> bayar
> > > listrik, telpon,
> > > hp, uang sekolah anak, ngasih ke
> ortu/saudara/dll,
> > > suami yang transfer
> > > langsung via ATM (tidak lewat saya lagi). Untuk
> > > kartu kredit, biaya
> > > kantor bayar masing-masing. Kalau penggunaan
> untuk
> > > non kantor, ya
> > > suami yang bayar..he..he.. Kalau ada pengeluaran
> > > extra, di luar pos,
> > > dia selalu lapor ke saya..he..he.. padahal saya
> ngga
> > > minta dilaporin
> > > lho.. Cuma, memang dia berprinsip, lebih suka
> > > terbuka.
> > > >  
> > > > Kalau pendapatan saya, suami ngga pernah
> > > tanya-tanya sih.. Tapi saya
> > > suka kasih tau ke dia juga. Tapi dia memberi
> > > kebebasan kepada saya
> > > untuk menggunakan untuk apa saja. Meskipun
> de

Re: [wanita-muslimah] Re: Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-06 Terurut Topik Ari Condrowahono
1. gak ada alasan kuat bahwa istri gak boleh diberitahu berapa gaji 
suami.  pak aly gak bisa pake analogi manajer dan bawahan untuk kasus 
suami dan istri.  itu sangat ndak fair dan ndak imbang.  saya malah 
melihat yg dicontohkan oleh mbak tri budi adalah contoh ideal.  saya pun 
berperilaku dan memakai model mbak tri budi tersebut.  honestly.

2. sistem suami gak boleh ngasih tahu berapa penghasilan sebenarnya pada 
istri adalah tradisi sistem ala orang jawa tengahan, wilayah sekitar 
kudus dan klaten, tujuanya supaya istri selalu ada dalam kontrol suami, 
namun tidak dalam kontrol istri, keputusan krusial juga nantinya 
berujung pada keputusan final suami

contoh keputusan crusial :

- keputusan pilih rumah dimana, budget berapa, dari 5W+1H kenapa pilih 
rumah tersebut.  proses gimana suami dan istri saling ebrbagi dalam 
rencana pembelian rumah dan sistem kredintya [suami istri saling berbagi 
penghasilan untuk mencicil rumah bisa dilihat di blognya mas anjar 
priandoyo, ada link ke mbak nunung juga, istrinya kalaumau lihat dua 
sisi meeka.  blognya di http://www.priandoyo.wordpress.com].  pemilihan 
rumah akan berkait dengan, tempat kerja suami, tempat kerja istri, akses 
ke fasum seperti tempat ibadah, rumah sakit, sekolah anak nanti di mana, 
psar dan toserba, akses jalan raya, kedekatan dengan ruamh orang tua 
atau mertua].

- dalam kondisi goncang, prioritas pendidikan pada anak lelaki atau anak 
perempuan.  tanpa megnetahui kekuatan ekonomi keluarga sebenarnya kalau 
ada kondisi mendadak yg butuh rencana jangka panjang namun butuh 
keputusan cepat, pihak wanita akan susah ambil keputusan.  misal anak 
laki laki akan ke trisakti [sekarang bhmn dan mahal], sementara  anak 
perempuan pilih sekolah BSI saja.  karena jatah hanya ada untuk satu 
anak, meski mahal kadang anak lelaki bisa dapat prioritas pendidikan, 
karena lack of knowledge salah satu pengambil keputusan.

padahal kalau dimoderatkan, misal si anak lelaki dan anak perempuan dua 
duanya ke undip saja, atau uns saja, yg biayanya lebih moderat, dua 
duanya bisa kuliah dengan level yg sama.

salam,
ari condro


Muhammad Aly wrote:
>
> Mbak Nisa,
> istri sy dulu accounting loh... berhubung memilih ikut
> suami duka dan senangnya jd memilih di rumah...
>
> Di perusahaan tdk perlu seorang pekerja tahu berapa
> digaji.. apakah slip gaji Nisa perlu dikasih tau ke
> rekan sebelah2nya. .??.. cukup seorang pimpinan spt
> manager menanyakan spt ini apakah anda senang bekerja
> disini..? dan puas digaji 9 juta untuk senior
> sekretaris+merangka p accounting.. ?
> temen2 sebelah pun gaji tentu berbeda2 kalau di
> perusahaan swasta ya.. sy py gaji beda selisih 1-2
> juta dengan teman2.. dan sesama teman tdk boleh tahu
> detail.. gaji teman S1 sama dengan tmt smu ...jd ckp
> manager yg tahu...
>
> Jd manager lah yg memimpin... jd kepala keluargalah yg
> memimpin.. yaitu suami.. begitu loh...
> alhamdulillah istri sy sgt bahagia juga keluarganya ..
> tdk dirugikan malah dibahagiakan. .. apalagi sdh sy
> belikan mobil sdn bw sendiri..walau dit2 per bulan
>
> slm
>
> --- Chae  > wrote:
>
> > Dalam satu kontrak kerja harus ada kejelasan,juga
> > didasari oleh nilai
> > kejujuran dan ke-ikhlasan. Terserah bentuk kerjasama
> > antara suami
> > istri itu dalam bentuk apapun juga asal semua pihak
> > diuntungkan dan
> > tidak ada pihak yang dirugikan. Kalau sampai merugi
> > besar kemungkinan
> > kontrak kerja akan berakhir karena perusahaan masuk
> > dalam kondisi
> > pailit dan bangkrut.
> >
> > Model Pak Aly ini yang saya pikir berpotensi salah
> > karena didasari
> > oleh ketidak jujuran yang berawal dari berburuk
> > sangka pada
> > pasangannya atau rekan kerjanya. Pada akhirnya
> > kondisi yang demikian
> > akan menimbulkan kerugian. Kerugian juga muncul
> > karena ketidak
> > ikhlasan. Dan dalam kasus Pak ALy jelas Bu Aly
> > adalah pihak yang
> > berpotensi dirugikan;)
> >
> > Makanya perempuan mau berperan apapun juga semisal
> > Ibu rumah tangga
> > sekalipun, maka mandirilah secara financial. Dengan
> > apa yang anda
> > usahakan, anda berhak mendapatkan
> > "pembayaran" ...apalagi perempuan2
> > yang berperan sebagai "pencari Nafkah"
>



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Re: Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-06 Terurut Topik Chae
Insya Allah, saya percaya bahwa istri anda bahagia...semoga senantiasa
demikian;)

Masalahnya keterbukaan dan kejujuran dalam berumah tangga itu penting,
karena disinilah indikasi kesejajaran hubungan suami-istri. Bukankah
demikian pengertian dari Qur'an sendiri bahwa suami adalah baju istri
dan istri adalah baju suami.

Kalau saya tidak salah, ma'af saja y...apalagi Pak Aly
menggambarkan relasi suami-istri itu seperti hubungan manager dgn
pekerja...wah inikan ndak islami toh Pak;)

Apakah demikian hubungan anda dan istri anda?? seperti hubungan
manager dan pekerjanya??


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Muhammad Aly
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Mbak Nisa,
> istri sy dulu accounting loh... berhubung memilih ikut
> suami duka dan senangnya jd memilih di rumah...
> 
> Di perusahaan tdk perlu seorang pekerja tahu berapa
> digaji.. apakah slip gaji Nisa perlu dikasih tau ke
> rekan sebelah2nya..??.. cukup seorang pimpinan spt
> manager menanyakan spt ini apakah anda senang bekerja
> disini..? dan puas digaji 9 juta untuk senior
> sekretaris+merangkap accounting..? 
> temen2 sebelah pun gaji tentu berbeda2 kalau di
> perusahaan swasta ya.. sy py gaji beda selisih 1-2
> juta dengan teman2.. dan sesama teman tdk boleh tahu
> detail.. gaji teman S1 sama dengan tmt smu ...jd ckp
> manager yg tahu...
> 
> Jd manager lah yg memimpin... jd kepala keluargalah yg
> memimpin.. yaitu suami.. begitu loh...
> alhamdulillah istri sy sgt bahagia juga keluarganya ..
> tdk dirugikan malah dibahagiakan... apalagi sdh sy
> belikan mobil sdn bw sendiri..walau dit2 per bulan 
> 
> slm
> 
> --- Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> > Dalam satu kontrak kerja harus ada kejelasan,juga
> > didasari oleh nilai
> > kejujuran dan ke-ikhlasan. Terserah bentuk kerjasama
> > antara suami
> > istri itu dalam bentuk apapun juga asal semua pihak
> > diuntungkan dan
> > tidak ada pihak yang dirugikan. Kalau sampai merugi
> > besar kemungkinan
> > kontrak kerja akan berakhir karena perusahaan masuk
> > dalam kondisi
> > pailit dan bangkrut.
> > 
> > Model Pak Aly ini yang saya pikir berpotensi salah
> > karena didasari
> > oleh ketidak jujuran yang berawal dari berburuk
> > sangka pada
> > pasangannya atau rekan kerjanya. Pada akhirnya
> > kondisi yang demikian
> > akan menimbulkan kerugian. Kerugian juga muncul
> > karena ketidak
> > ikhlasan. Dan dalam kasus Pak ALy jelas Bu Aly
> > adalah pihak yang
> > berpotensi dirugikan;)
> > 
> > Makanya perempuan mau berperan apapun juga semisal
> > Ibu rumah tangga
> > sekalipun, maka mandirilah secara financial. Dengan
> > apa yang anda
> > usahakan, anda berhak mendapatkan
> > "pembayaran"...apalagi perempuan2
> > yang berperan sebagai "pencari Nafkah"
> > 
> > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi
> > Lestyaningsih
> > \(Ning\)"  wrote:
> > >
> > > Rasanya memang setiap pasangan punya cara
> > sendiri-sendiri. Tapi,
> > menurut saya, memang sebaiknya sih pembukuan
> > terbuka. Supaya tidak ada
> > saling curiga. Walaupun, saya rasa tidak ada
> > keharusan bahwa suami
> > harus memberitahukan keseluruhan penghasilan dia
> > atau memberikan
> > keseluruhan penghasilan dia kepada isteri. CMIIW.
> > >  
> > > Kalau kami, kami sudah punya pos-pos dengan
> > anggarannya setiap
> > bulan, yang sudah kami bicarakan di awal. Ada
> > pos-pos tertentu yang
> > saya urusin sehari-harinya, yaitu untuk urusan dapur
> > dan rumah tangga.
> > Untuk keperluan ini, suami langsung transfer ke
> > rekening saya, jadi
> > saya yang kelola. Untuk pos-pos lain, seperti bayar
> > listrik, telpon,
> > hp, uang sekolah anak, ngasih ke ortu/saudara/dll,
> > suami yang transfer
> > langsung via ATM (tidak lewat saya lagi). Untuk
> > kartu kredit, biaya
> > kantor bayar masing-masing. Kalau penggunaan untuk
> > non kantor, ya
> > suami yang bayar..he..he.. Kalau ada pengeluaran
> > extra, di luar pos,
> > dia selalu lapor ke saya..he..he.. padahal saya ngga
> > minta dilaporin
> > lho.. Cuma, memang dia berprinsip, lebih suka
> > terbuka.
> > >  
> > > Kalau pendapatan saya, suami ngga pernah
> > tanya-tanya sih.. Tapi saya
> > suka kasih tau ke dia juga. Tapi dia memberi
> > kebebasan kepada saya
> > untuk menggunakan untuk apa saja. Meskipun demikian,
> > kalau dipakai
> > untuk pengeluaran yang agak mahal, saya juga
> > merundingkan dulu sama
> > suami.. tapi keputusan ada di saya. 
> > >  
> > > Wass,
> > > -Ning
> > >  
> > >  
> > >  
> > > 
> > > 
> > > 
> > > From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> > [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf
> > Of Achmad Chodjim
> > > Sent: Saturday, March 03, 2007 8:40 AM
> > > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> > > Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa
> > yang mengelola?
> > > 
> > > 
> > > 
> > > Pak Aly,
> > > 
> > > Saya sih setuju dengan pandangan Pak Ali bahwa
> > perihal gaji itu
> > dirundingkan antara suami-istri. Cuma, saya ketawa
> > ketika melihat cara
> > Pak Aly mengambil kesimpulan bilamana gaji
> > diserah

Re: [wanita-muslimah] Re: Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-06 Terurut Topik Muhammad Aly
Mbak Nisa,
istri sy dulu accounting loh... berhubung memilih ikut
suami duka dan senangnya jd memilih di rumah...

Di perusahaan tdk perlu seorang pekerja tahu berapa
digaji.. apakah slip gaji Nisa perlu dikasih tau ke
rekan sebelah2nya..??.. cukup seorang pimpinan spt
manager menanyakan spt ini apakah anda senang bekerja
disini..? dan puas digaji 9 juta untuk senior
sekretaris+merangkap accounting..? 
temen2 sebelah pun gaji tentu berbeda2 kalau di
perusahaan swasta ya.. sy py gaji beda selisih 1-2
juta dengan teman2.. dan sesama teman tdk boleh tahu
detail.. gaji teman S1 sama dengan tmt smu ...jd ckp
manager yg tahu...

Jd manager lah yg memimpin... jd kepala keluargalah yg
memimpin.. yaitu suami.. begitu loh...
alhamdulillah istri sy sgt bahagia juga keluarganya ..
tdk dirugikan malah dibahagiakan... apalagi sdh sy
belikan mobil sdn bw sendiri..walau dit2 per bulan 

slm

--- Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Dalam satu kontrak kerja harus ada kejelasan,juga
> didasari oleh nilai
> kejujuran dan ke-ikhlasan. Terserah bentuk kerjasama
> antara suami
> istri itu dalam bentuk apapun juga asal semua pihak
> diuntungkan dan
> tidak ada pihak yang dirugikan. Kalau sampai merugi
> besar kemungkinan
> kontrak kerja akan berakhir karena perusahaan masuk
> dalam kondisi
> pailit dan bangkrut.
> 
> Model Pak Aly ini yang saya pikir berpotensi salah
> karena didasari
> oleh ketidak jujuran yang berawal dari berburuk
> sangka pada
> pasangannya atau rekan kerjanya. Pada akhirnya
> kondisi yang demikian
> akan menimbulkan kerugian. Kerugian juga muncul
> karena ketidak
> ikhlasan. Dan dalam kasus Pak ALy jelas Bu Aly
> adalah pihak yang
> berpotensi dirugikan;)
> 
> Makanya perempuan mau berperan apapun juga semisal
> Ibu rumah tangga
> sekalipun, maka mandirilah secara financial. Dengan
> apa yang anda
> usahakan, anda berhak mendapatkan
> "pembayaran"...apalagi perempuan2
> yang berperan sebagai "pencari Nafkah"
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi
> Lestyaningsih
> \(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Rasanya memang setiap pasangan punya cara
> sendiri-sendiri. Tapi,
> menurut saya, memang sebaiknya sih pembukuan
> terbuka. Supaya tidak ada
> saling curiga. Walaupun, saya rasa tidak ada
> keharusan bahwa suami
> harus memberitahukan keseluruhan penghasilan dia
> atau memberikan
> keseluruhan penghasilan dia kepada isteri. CMIIW.
> >  
> > Kalau kami, kami sudah punya pos-pos dengan
> anggarannya setiap
> bulan, yang sudah kami bicarakan di awal. Ada
> pos-pos tertentu yang
> saya urusin sehari-harinya, yaitu untuk urusan dapur
> dan rumah tangga.
> Untuk keperluan ini, suami langsung transfer ke
> rekening saya, jadi
> saya yang kelola. Untuk pos-pos lain, seperti bayar
> listrik, telpon,
> hp, uang sekolah anak, ngasih ke ortu/saudara/dll,
> suami yang transfer
> langsung via ATM (tidak lewat saya lagi). Untuk
> kartu kredit, biaya
> kantor bayar masing-masing. Kalau penggunaan untuk
> non kantor, ya
> suami yang bayar..he..he.. Kalau ada pengeluaran
> extra, di luar pos,
> dia selalu lapor ke saya..he..he.. padahal saya ngga
> minta dilaporin
> lho.. Cuma, memang dia berprinsip, lebih suka
> terbuka.
> >  
> > Kalau pendapatan saya, suami ngga pernah
> tanya-tanya sih.. Tapi saya
> suka kasih tau ke dia juga. Tapi dia memberi
> kebebasan kepada saya
> untuk menggunakan untuk apa saja. Meskipun demikian,
> kalau dipakai
> untuk pengeluaran yang agak mahal, saya juga
> merundingkan dulu sama
> suami.. tapi keputusan ada di saya. 
> >  
> > Wass,
> > -Ning
> >  
> >  
> >  
> > 
> > 
> > 
> > From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf
> Of Achmad Chodjim
> > Sent: Saturday, March 03, 2007 8:40 AM
> > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> > Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa
> yang mengelola?
> > 
> > 
> > 
> > Pak Aly,
> > 
> > Saya sih setuju dengan pandangan Pak Ali bahwa
> perihal gaji itu
> dirundingkan antara suami-istri. Cuma, saya ketawa
> ketika melihat cara
> Pak Aly mengambil kesimpulan bilamana gaji
> diserahkan 100% kepada
> istri. Sekali lagi, saya tidak menertawakan Pak Aly
> tapi tertawa
> terhadap caranya Pak Aly dalam mengambil kesimpulan.
> Coba kita
> perhatikan kesimpulan berikut:
> > 
> > "kalau sy minta ke istri apalagi ada
> teman/sdr/ortu wah gak bebas...
> kalau gaji dikasih semua ke istri pas ada kebutuhan
> beli rokok
> tambahan/traktir teman, infaq spontan, reunian jd
> report.. nanti lama2
> bisa diselipin di kantor atau di kaos kaki kalau
> pulang kerja hi3 "
> > 
> > Pertanyaan saya:
> > (1) Mengapa tidak bebas kalau gaji diserahkan
> kepada istri
> sepenuhnya, bukankah istri dalam bahasa Jawa itu
> disebut "garwa", yang
> dimaknai sebagai "sigaring nyawa" atau belahan jiwa?
> > (2) Mengapa kebingungan kalau mau beli rokok,
> traktir teman dan lain
> sebagainya bilamana gaji diserahkan semuanya kepada
> istri?
> > 
> > Uraian saya:
> > (1) Meski gaji diserahkan seluruhnya kep

[wanita-muslimah] Re: Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-06 Terurut Topik Chae
Dalam satu kontrak kerja harus ada kejelasan,juga didasari oleh nilai
kejujuran dan ke-ikhlasan. Terserah bentuk kerjasama antara suami
istri itu dalam bentuk apapun juga asal semua pihak diuntungkan dan
tidak ada pihak yang dirugikan. Kalau sampai merugi besar kemungkinan
kontrak kerja akan berakhir karena perusahaan masuk dalam kondisi
pailit dan bangkrut.

Model Pak Aly ini yang saya pikir berpotensi salah karena didasari
oleh ketidak jujuran yang berawal dari berburuk sangka pada
pasangannya atau rekan kerjanya. Pada akhirnya kondisi yang demikian
akan menimbulkan kerugian. Kerugian juga muncul karena ketidak
ikhlasan. Dan dalam kasus Pak ALy jelas Bu Aly adalah pihak yang
berpotensi dirugikan;)

Makanya perempuan mau berperan apapun juga semisal Ibu rumah tangga
sekalipun, maka mandirilah secara financial. Dengan apa yang anda
usahakan, anda berhak mendapatkan "pembayaran"...apalagi perempuan2
yang berperan sebagai "pencari Nafkah"

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi Lestyaningsih
\(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Rasanya memang setiap pasangan punya cara sendiri-sendiri. Tapi,
menurut saya, memang sebaiknya sih pembukuan terbuka. Supaya tidak ada
saling curiga. Walaupun, saya rasa tidak ada keharusan bahwa suami
harus memberitahukan keseluruhan penghasilan dia atau memberikan
keseluruhan penghasilan dia kepada isteri. CMIIW.
>  
> Kalau kami, kami sudah punya pos-pos dengan anggarannya setiap
bulan, yang sudah kami bicarakan di awal. Ada pos-pos tertentu yang
saya urusin sehari-harinya, yaitu untuk urusan dapur dan rumah tangga.
Untuk keperluan ini, suami langsung transfer ke rekening saya, jadi
saya yang kelola. Untuk pos-pos lain, seperti bayar listrik, telpon,
hp, uang sekolah anak, ngasih ke ortu/saudara/dll, suami yang transfer
langsung via ATM (tidak lewat saya lagi). Untuk kartu kredit, biaya
kantor bayar masing-masing. Kalau penggunaan untuk non kantor, ya
suami yang bayar..he..he.. Kalau ada pengeluaran extra, di luar pos,
dia selalu lapor ke saya..he..he.. padahal saya ngga minta dilaporin
lho.. Cuma, memang dia berprinsip, lebih suka terbuka.
>  
> Kalau pendapatan saya, suami ngga pernah tanya-tanya sih.. Tapi saya
suka kasih tau ke dia juga. Tapi dia memberi kebebasan kepada saya
untuk menggunakan untuk apa saja. Meskipun demikian, kalau dipakai
untuk pengeluaran yang agak mahal, saya juga merundingkan dulu sama
suami.. tapi keputusan ada di saya. 
>  
> Wass,
> -Ning
>  
>  
>  
> 
> 
> 
> From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Achmad Chodjim
> Sent: Saturday, March 03, 2007 8:40 AM
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?
> 
> 
> 
> Pak Aly,
> 
> Saya sih setuju dengan pandangan Pak Ali bahwa perihal gaji itu
dirundingkan antara suami-istri. Cuma, saya ketawa ketika melihat cara
Pak Aly mengambil kesimpulan bilamana gaji diserahkan 100% kepada
istri. Sekali lagi, saya tidak menertawakan Pak Aly tapi tertawa
terhadap caranya Pak Aly dalam mengambil kesimpulan. Coba kita
perhatikan kesimpulan berikut:
> 
> "kalau sy minta ke istri apalagi ada teman/sdr/ortu wah gak bebas...
kalau gaji dikasih semua ke istri pas ada kebutuhan beli rokok
tambahan/traktir teman, infaq spontan, reunian jd report.. nanti lama2
bisa diselipin di kantor atau di kaos kaki kalau pulang kerja hi3 "
> 
> Pertanyaan saya:
> (1) Mengapa tidak bebas kalau gaji diserahkan kepada istri
sepenuhnya, bukankah istri dalam bahasa Jawa itu disebut "garwa", yang
dimaknai sebagai "sigaring nyawa" atau belahan jiwa?
> (2) Mengapa kebingungan kalau mau beli rokok, traktir teman dan lain
sebagainya bilamana gaji diserahkan semuanya kepada istri?
> 
> Uraian saya:
> (1) Meski gaji diserahkan seluruhnya kepada istri, kalau itu
dibangun atas hubungan "garwa", masing-masing disebut "bojo"
(suami/istri), ya kita akan merasa bebas tak ada perasaan ditindas
atau menindas. Hubungan setara. Suami merupakan pakaian bagi istri,
dan istri merupakan pakaian bagi suami. Masing-masing pihak saling
memakai. Bukankah begitu yang dituturkan dalam Alquran? Lha, kalau
tidak bebas itu artinya belum setara, karena masih ada yang perlu
disembunyikan dari pihak lain. :)
> 
> (2) Kita tak perlu bingung kalau beli rokok atau menaktrir rekan
bisnis. Bukankah dalam hubungan kesetaraan suami/istri itu ada saling
kepercayaan. Cara pemecahannya, ini berdasarkan yang kami
(suami/istri) praktikkan. Istri sebagai mentri dalam negeri yang
merangkap bendara rumahtangga, hahaha... Dia terima seluruh
penghasilan saya. Dari hasil administrasinya, dia memberitahu bahwa
sekian rupiah dimasukkan dalam tabungan atas nama suami (saya). Nah,
dari buku tabungan itulah saya bisa menarik via ATM untuk keperluan
saya misalnya membeli buku-buku, disk, menaktrir teman karena lama tak
bersuo padahal ingin mengobrol-ngobrol, etc. etc.
> Laporan pembukuan terbuka buat suami/istri. Kan beres...! Dengan
cara demikian, tidur pun