Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-07-01 Terurut Topik L.Meilany
Nimbrung :
Ungkapan "pernikahan dini" kan asal muasalnya dari sinetron yg justru tidak 
mencerminkan hal yg islami.
Mereka menikah dini, lantaran Dini [ tokoh perempuannya] anak SMU terlibat 
pergaulan bebas dan hamil.

Pernikahan dini juga artinya [ sering digosipin] kadang2 pasangan yg bergelar 
MBA :
"married by accident" 
Jadi sebenernya belum mau menikah. Tapi terpaksa menikah karena sudah hamil 
duluan
Kalo gini kan artinya melegalkan-menggampangkan perzinahan juga.
[ gak pa-pa berzinah, kalo hamil menikah, sudah lahir anaknya, lantas cerai, 
kembali sekolah lagi, berzinah lagi, 
kalo gak hamil ya gak usah menikah]...begitu cerita sinetron 
'pernikahan dini'
Kenyataannya banyak yg seperti ini di masyarakat [ Kompas edisi Jum'at rubrik 
remaja diasuh PKBI]

Jadi menurut saya bukan penekanan pada "pernikahan dini' nya yg dianggap solusi 
terbaik daripada berzinah. 
Ini seolah sangat menggampangkan persoalan.
Idealnya, bijaksananya, memberi pengertian kepada remaja mau jadi dolphin atau 
seperti botol kosong di lautan.

Sepakat seperti yg dikatakan Chae
Memberi pengertian pada anak2, misal cara mengendalikan nafsu seks, pendidikan 
seks yg benar,
Memberi pengertian pernikahan itu apa, kan bukan cuma sekedar untuk 
"berseksria" melulu. 
Bukan sekedar memberi solusi : bahwa pernikahan itu untuk bisa melakukan seks 
yg halal:-))

Karena kan pernikahan juga ada komitmen, kedewasaan bersikap yg musti dilakukan 
oleh pasutri. 
Kalo pernikahan cuma sekedar " bisa melakukan seks, menyalurkan nafsu syahwat 
yg halal, tidak berzina" 
Kok kesannya naif sekali, ya.:-)

Ini sama saja seperti kasus nikah muth'ah para pelajar, mahasiswa/i, di Jogja 
sana, demi pacaran yg halal
[karena kan katanya islam yg bener gak boleh pacaran] :-)
Mereka melakukan nikah muth'ah, begitu gak cocok lagi ya bubar, kadang2 gak 
sampai sebulan. Tunangan, 
pacar di kampung kan gak tau, karena bukti2 tertulis, hitam di atas putihnya 
gak ada.
Jadi, gak ada buktinya mereka pernah menikah. 
Agama kok dipermainkan cuma dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi: 
menghalalkan segala cara.

salam
l.meilany
  - Original Message - 
  From: Mia 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, June 29, 2005 10:44 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri 
gemerlap kehidupan kota besar.


  Masalahnya ada kekentalan dikotomis pada tulisan mbak Lina - padahal 
  kasus yang dicontohkan mbak Lina itu sama sekali nggak bermasalah.  
  Kita semua memahami sudut pandang keinginan anak mbak Lina yang 
  ingin cepet nikah. Kayaknya dia anak yang passionate dan dah paham 
  tanggung jawab. Malah bagiku usia 22 kawin itu nggak termasuk dini 
  kok... Hehe.. BTW, berarti Britney Spears juga nikah dini...:-) Eh, 
  itu mah urusan seleb yah - we are just ordinary people who don't 
  know which way to go ...
   
  Kekentalan dikotomis itu, saya kutip:
  "Jadi  mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT 
  atau menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung jangan 
  ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi  nanti menyesal lho
   
  Kok, tau-tau ada dikotomi pernikahan dini dan kalau tidak 
  menjerumuskan anak pada perzinaan? Whatever happened with choices in 
  between?
   
  Ok, ini sudah dijawab - lagi-lagi dengan mengetengahkan dikotomi. 
  Saya kutip:
  "tergantung dari pendekatan masing-masing orang, mau secara religius 
  atau sekuler. Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang 
  memilih pendekatan religius". 
   
  Pendekatan sekular dan religius di sini mesti diklarifikasi supaya 
  pada nggak salah paham.  Bagi saya pribadi, nikah usia 35, cuma 
  punya anak 2 - atau nggak mau nikah, nggak mau punya anak - bukan 
  berarti nggak ada nilai relijiusnya. Demikian juga dengan yang 
  menikah usia 22 dan berencana punya anak 7. Saya bilang bagi saya 
  pribadi, artinya pilihan pribadi.  Karena saya nggak akan pernah 
  mengkampanyekan single parenting, jomblo forever, atau tunggu nikah -
   sebagai solusi sekular atau relijius.  Yang akan saya kampanyekan 
  paling-paling menikah itu fardu kifayah... - itu pun kalau dipandang 
  perlu, kalau ada yang mengkampanyekan pernikahan dini dan anak 7...:-
  ) Dan kalo ada dana kampanyenya
   
  Salam
  Mia


  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> 
  wrote:
  > Mbak Anita,
  > saya setuju sekali dengan pendapat anda. Pernikahan dini memang 
  bukan 
  > satu-satunya cara untuk menyelamanatkan anak dari perilaku seks 
  pranikah. 
  > Pasti ada banyak cara lainnya, tergantung dari pendekatan masing-
  masing 
  > orang, mau secara religius atau sekuler.
  >  Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih 
  pendekatan 
  > religius. Ini juga sama sekali tidak berarti mereka (pasangan 
  muda) lalu 
  > sibuk dengan kelahiran dan menguru

LICENSED PROSTITUTE Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-07-01 Terurut Topik Sato Sakaki
Bener atau nggak bener menurut kacamata anda dan saya
memang berbeda. Anda melihatnya dari kacamata zealot,
saya melihatnya dari sisi pandang seorang sekularis,
beragama tetapi bukan fundamentalis. Jadi tak ada
kaitan dengan logika.

Soal isteri ke-tiga dan ke-empat sejak dulu saya
menganggap mereka itu "licensed prostitutes", apalagi
kalau pendorongnya murni "hidup senang tanpa kerja
keras" (bedanya dengan prostitute cuman "berlisensi"
dan "registered".) Saya masih memahami isteri kedua
kalau isteri pertama dulunya "seperti membeli kucing
dalam karung". 

--- MEY Sirajudin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> ABG trus ngesek, itu memang "NGGAK BENER" dan jelas
> memang tdk bener, yang "BELUM TENTU BENER" adalah
> ABG ngesek trus doyan ke panti asuhan. Yang menjual
> diri pun juga Jelas NGGAK BENER.
>  
> ABG yang patuh dan taat menjalankan ritual agama "
> INI BENER" tapi kalo moral tidak sebanding dengan
> kebaikan yang selam ini dilakukan, ITU MEMANG TIDAK
> BENAR
>  
> Laki2 yang menikah dengan 4 istri (memadu), secara
> hukum bener dan Laki2 yang Jajan untuk kebutuhan
> syahwatnya ini namanya zina dan NGGAK  bener.
>  
> Pake logika yang adil dong kalo membuat sebuah
> perbandingan.
>  
> 
> 
> Sato Sakaki <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > Oya, saya agak jengah melihat tulisan mbak Ning
> > "memberi pelajaran akhlaq yg benar". Kenapa?
> Karena 
> > seakan-akan akhlaknya ABG yg suka 
> > ngeseks dengan pacarnya itu nggak benar. Wah,
> belum
> > tentu. Kalau dia 
> > dan pacarnya rajin mengunjungi panti asuhan untuk
> > menyalurkan bantuan dari para dermawan, gimana
> hayo?
> > 
> > Yang akhlaknya kurang benar mungkin yang menjual
> > diri untuk seks karena ntuk mendapat uang banyak. 
>  
> 
> 
> Betul. Akhlak jangan diukur melulu dari sampai
> berapa
> jauh ABG itu menjauhi lawan jenis dan ketaatan
> melakukan ritual agama. Akhlak harus dilihat dalam
> konteks moral dan keluhuran budi yang terlihat pada
> perilaku sehari-hari yang natural, bukan
> dibuat-buat.
> Kecelakaan seks remaja tidak bisa langsung di-vonis
> sebagai memiliki akhlak yang tidak benar. Tapi kalau
> menjual diri untuk mendapat uang banyak (bukan
> karena
> keterpaksaan ekonomi) barulah seseorang bisa
> dikatakan
> berakhlak kurang benar. Sama juga dengan perempuan
> yang sudi menjadi isteri ketiga atau keempat
> siapapun 
> (tak peduli bandot atau koruptor) demi jaminan hidup
> tanpa perlu kerja keras. (Cuman ngangk... sorry,
> sekali tiga atau empat hari).
> 
> --- Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi
> > Lestyaningsih 
> > \(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > > Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang
> > sudah biasa bersex
> > > bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan
> > memperkenalkan alat "sex aman"
> > > dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman.
> > Yang benar, mereka
> > > either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan,
> dan
> > diberi kegiatan 
> > lain
> > > yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah
> > pentingnya yaitu
> > > memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada
> > mereka.. supaya mereka
> > > melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur
> > syar'i.
> > 
> > He he he, mbak Ning.
> > Ini kan bukan solusi final. Tapi solusi sementara,
> > pencegahan agar hal-
> > hal yg lebih buruk (kehamilan, penyakit seksual)
> > tidak terjadi.
> > 
> > Seperti contohnya, anak-anak busung lapar di NTB
> > (ingat cerita mbak 
> > Meilany). Anak-anak itu dikasih solusi sementara
> > dulu, yaitu mereka 
> > diberi makanan, nutrisi yang baik, melalui jalur
> > sukarelawan, 
> > berdasarkan donatur dari orang-orang lain. Tetapi
> > akar masalahnya di 
> > mana? Tentunya di orangtuanya yg nggak bertanggung
> > jawab! Budaya 
> > makanan enak hanya untuk bapak, sehingga ibu dan
> > anak-anak kebagian 
> > karbohidrat saja, tentunya itu harus dihapuskan.
> Mau
> > dibikin hukum 
> > pidana seperti hukum cambuk/rajam? Ya jangan,
> dong.
> > Nanti keluarganya 
> > hancur. Lebih baik selamatkan dulu anak-anaknya
> > supaya jadi generasi yg 
> > sehat dan tidak menjadi sampah masyarakat kelak.
> > Masalah orangtuanya, 
> > diberi penyuluhan perlahan-lahan, karena tidak
> mudah
> > mengubah persepsi 
> > bahwa sebagai orangtua harus bertanggung jawab
> > terhadap gizi anak-
> > anaknya, jangan asal bikin anak banyak-banyak lalu
> > dibiarkan mati muda 
> > atau tumbuh tidak sehat.
> > 
> > Sama dengan anak-anak ABG itu. Mau langsung
> > dinikahkan? Bisa berantakan 
> > nanti. Mereka masih butuh sekolah. Jangan sampai
> > harus mengurus 
> > keluarga. Kalau menikah nantinya malah punya anak.
> > Sampai kapan 
> > orangtua harus terus menafkahi si ABG berseragam
> > sekolah itu, sementara 
> > dia terus bersenang-senang dengan teman-teman dan
> > pacarnya, dan bayinya 
> > dirawat oleh orangtuanya? Tidak semua orangtua
> cukup
> > kaya untuk 
> > menuruti keinginan membiayai rumahtangga anaknya
> yg
> > belum tahu tanggung 
> > jawab, cuma tahu senang-senang, dan tidak

[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-07-01 Terurut Topik Anita Tammy
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, MEY Sirajudin 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> ABG trus ngesek, itu memang "NGGAK BENER" dan jelas memang tdk 
bener, yang "BELUM TENTU BENER" adalah ABG ngesek trus doyan ke 
panti asuhan. Yang menjual diri pun juga Jelas NGGAK BENER.
>  
> ABG yang patuh dan taat menjalankan ritual agama " INI BENER" tapi 
kalo moral tidak sebanding dengan kebaikan yang selam ini dilakukan, 
ITU MEMANG TIDAK BENAR
>  
> Laki2 yang menikah dengan 4 istri (memadu), secara hukum bener dan 
Laki2 yang Jajan untuk kebutuhan syahwatnya ini namanya zina dan 
NGGAK  bener.
>  
> Pake logika yang adil dong kalo membuat sebuah perbandingan.
>  

Hati-hati mbak Mey. Sebaiknya kita juga jangan sepotong-sepotong 
menetapkan hukuman. Kalau anda lihat ABG ngesek tapi terus ke panti 
asuhan dibilang "BELUM TENTU BENER" maka ABG yg patuh ritual agama 
tapi kita belum tahu moralnya, maka juga harus menyatakan "BELUM 
TENTU BENER". Patuh dan taat ritual agama saja tidak cukup untuk 
menyatakan seseorang itu BENER. Perlu komprehensif dilihat moralnya 
juga.

Sama juga dengan laki-laki menikah dengan 4 istri, THERE'S NO WAY 
langsung DIANGGAP BENER. Perlu dilihat motivasi dia menikahi 4 istri 
itu buat ngeseks atau buat menolong para perempuan tak berdaya? 
Jadi, status yg menikah dgn 4 istri ini juga masih BELUM TENTU 
BENER. 

Bisa jadi justru yg jajan karena kebutuhan syahwat LEBIH BENER 
karena dia selalu pakai kondom supaya nggak menulari istrinya, dan 
dia selalu sayang istri dan anaknya. Dibanding yg istri 4 legal 
semua tapi nggak adil jadi malah berantem dan keluarga berantakan.

Begitu mbak MeyS, silakan direnungi :-)

Kita lihat dari 2 sisi. Tapi semuanya bertemu di titik tengah, yaitu 
BELUM TENTU BENER. Tiap orang punya kebaikan dan kekurangan masing-
masing. Jangan sampai hanya karena 1 kekurangan saja, maka kebaikan 
dia tidak terlihat sama sekali. Lebih baik kita pakai kata-kata 
BELUM TENTU SALAH. Karena itu lebih positif maknanya. Jadi kalau 
lihat ABG ngeseks belum tentu salah karena bisa jadi dia ikut 
pengurus bakti sosial. Lihat yg punya istri 4 juga belum tentu salah 
kalau ternyata istri-istrinya itu memang tak berdaya dan kesulitan 
menemukan lelaki yg mau menikahinya.

Salam,
Anita







WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-07-01 Terurut Topik MEY Sirajudin
ABG trus ngesek, itu memang "NGGAK BENER" dan jelas memang tdk bener, yang 
"BELUM TENTU BENER" adalah ABG ngesek trus doyan ke panti asuhan. Yang menjual 
diri pun juga Jelas NGGAK BENER.
 
ABG yang patuh dan taat menjalankan ritual agama " INI BENER" tapi kalo moral 
tidak sebanding dengan kebaikan yang selam ini dilakukan, ITU MEMANG TIDAK BENAR
 
Laki2 yang menikah dengan 4 istri (memadu), secara hukum bener dan Laki2 yang 
Jajan untuk kebutuhan syahwatnya ini namanya zina dan NGGAK  bener.
 
Pake logika yang adil dong kalo membuat sebuah perbandingan.
 


Sato Sakaki <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Oya, saya agak jengah melihat tulisan mbak Ning
> "memberi pelajaran akhlaq yg benar". Kenapa? Karena 
> seakan-akan akhlaknya ABG yg suka 
> ngeseks dengan pacarnya itu nggak benar. Wah, belum
> tentu. Kalau dia 
> dan pacarnya rajin mengunjungi panti asuhan untuk
> menyalurkan bantuan dari para dermawan, gimana hayo?
> 
> Yang akhlaknya kurang benar mungkin yang menjual
> diri untuk seks karena ntuk mendapat uang banyak.   


Betul. Akhlak jangan diukur melulu dari sampai berapa
jauh ABG itu menjauhi lawan jenis dan ketaatan
melakukan ritual agama. Akhlak harus dilihat dalam
konteks moral dan keluhuran budi yang terlihat pada
perilaku sehari-hari yang natural, bukan dibuat-buat.
Kecelakaan seks remaja tidak bisa langsung di-vonis
sebagai memiliki akhlak yang tidak benar. Tapi kalau
menjual diri untuk mendapat uang banyak (bukan karena
keterpaksaan ekonomi) barulah seseorang bisa dikatakan
berakhlak kurang benar. Sama juga dengan perempuan
yang sudi menjadi isteri ketiga atau keempat siapapun 
(tak peduli bandot atau koruptor) demi jaminan hidup
tanpa perlu kerja keras. (Cuman ngangk... sorry,
sekali tiga atau empat hari).

--- Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi
> Lestyaningsih 
> \(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang
> sudah biasa bersex
> > bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan
> memperkenalkan alat "sex aman"
> > dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman.
> Yang benar, mereka
> > either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, dan
> diberi kegiatan 
> lain
> > yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah
> pentingnya yaitu
> > memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada
> mereka.. supaya mereka
> > melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur
> syar'i.
> 
> He he he, mbak Ning.
> Ini kan bukan solusi final. Tapi solusi sementara,
> pencegahan agar hal-
> hal yg lebih buruk (kehamilan, penyakit seksual)
> tidak terjadi.
> 
> Seperti contohnya, anak-anak busung lapar di NTB
> (ingat cerita mbak 
> Meilany). Anak-anak itu dikasih solusi sementara
> dulu, yaitu mereka 
> diberi makanan, nutrisi yang baik, melalui jalur
> sukarelawan, 
> berdasarkan donatur dari orang-orang lain. Tetapi
> akar masalahnya di 
> mana? Tentunya di orangtuanya yg nggak bertanggung
> jawab! Budaya 
> makanan enak hanya untuk bapak, sehingga ibu dan
> anak-anak kebagian 
> karbohidrat saja, tentunya itu harus dihapuskan. Mau
> dibikin hukum 
> pidana seperti hukum cambuk/rajam? Ya jangan, dong.
> Nanti keluarganya 
> hancur. Lebih baik selamatkan dulu anak-anaknya
> supaya jadi generasi yg 
> sehat dan tidak menjadi sampah masyarakat kelak.
> Masalah orangtuanya, 
> diberi penyuluhan perlahan-lahan, karena tidak mudah
> mengubah persepsi 
> bahwa sebagai orangtua harus bertanggung jawab
> terhadap gizi anak-
> anaknya, jangan asal bikin anak banyak-banyak lalu
> dibiarkan mati muda 
> atau tumbuh tidak sehat.
> 
> Sama dengan anak-anak ABG itu. Mau langsung
> dinikahkan? Bisa berantakan 
> nanti. Mereka masih butuh sekolah. Jangan sampai
> harus mengurus 
> keluarga. Kalau menikah nantinya malah punya anak.
> Sampai kapan 
> orangtua harus terus menafkahi si ABG berseragam
> sekolah itu, sementara 
> dia terus bersenang-senang dengan teman-teman dan
> pacarnya, dan bayinya 
> dirawat oleh orangtuanya? Tidak semua orangtua cukup
> kaya untuk 
> menuruti keinginan membiayai rumahtangga anaknya yg
> belum tahu tanggung 
> jawab, cuma tahu senang-senang, dan tidak semua
> orangtua cukup sehat 
> dan kuat untuk ikut repot mengurus cucu-cucunya.
> Bisa jadi si ABG yg 
> nikah dini itu punya adik-adik yg masih kecil-kecil,
> yg masih bikin 
> repot orangtuanya dan butuh biaya besar. Tidak semua
> anak muda cukup 
> dewasa seperti anaknya mbak Lina. Ingat, itu anaknya
> mbak Lina sudah 
> kuliah mau lulus, 22 tahun, bukan ABG berseragam
> sekolah seperti anak 
> mbak Ning.
> 
> Untuk itu, di sinilah diperlukan komunikasi terbuka
> orangtua dan anak. 
> Orangtua juga jangan main larang ini itu, yang ada
> nanti malah anak-
> anak melakukannya sembunyi-sembunyi sehingga semakin
> banyak gap 
> informasi antara anak dan orangtua. Hmm, saya jadi
> ingat diskusi dengan 
> teman-teman tentang gimana menghadapi ABG, dulu
> pernah saya kirim ke 
> sini, dan pernah direspon oleh mbak Mia sehubungan
> dengan si gantengnya 
> yg m

Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-29 Terurut Topik Sato Sakaki
> Oya, saya agak jengah melihat tulisan mbak Ning
> "memberi pelajaran akhlaq yg benar". Kenapa? Karena 
> seakan-akan akhlaknya ABG yg suka 
> ngeseks dengan pacarnya itu nggak benar. Wah, belum
> tentu. Kalau dia 
> dan pacarnya rajin mengunjungi panti asuhan untuk
> menyalurkan bantuan dari para dermawan, gimana hayo?
> 
> Yang akhlaknya kurang benar mungkin yang menjual
> diri untuk seks karena ntuk mendapat uang banyak.   


Betul. Akhlak jangan diukur melulu dari sampai berapa
jauh ABG itu menjauhi lawan jenis dan ketaatan
melakukan ritual agama. Akhlak harus dilihat dalam
konteks moral dan keluhuran budi yang terlihat pada
perilaku sehari-hari yang natural, bukan dibuat-buat.
Kecelakaan seks remaja tidak bisa langsung di-vonis
sebagai memiliki akhlak yang tidak benar. Tapi kalau
menjual diri untuk mendapat uang banyak (bukan karena
keterpaksaan ekonomi) barulah seseorang bisa dikatakan
berakhlak kurang benar. Sama juga dengan perempuan
yang sudi menjadi isteri ketiga atau keempat siapapun 
(tak peduli bandot atau koruptor) demi jaminan hidup
tanpa perlu kerja keras. (Cuman ngangk... sorry,
sekali tiga atau empat hari).

--- Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi
> Lestyaningsih 
> \(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang
> sudah biasa bersex
> > bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan
> memperkenalkan alat "sex aman"
> > dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman.
> Yang benar, mereka
> > either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, dan
> diberi kegiatan 
> lain
> > yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah
> pentingnya yaitu
> > memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada
> mereka.. supaya mereka
> > melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur
> syar'i.
> 
> He he he, mbak Ning.
> Ini kan bukan solusi final. Tapi solusi sementara,
> pencegahan agar hal-
> hal yg lebih buruk (kehamilan, penyakit seksual)
> tidak terjadi.
> 
> Seperti contohnya, anak-anak busung lapar di NTB
> (ingat cerita mbak 
> Meilany). Anak-anak itu dikasih solusi sementara
> dulu, yaitu mereka 
> diberi makanan, nutrisi yang baik, melalui jalur
> sukarelawan, 
> berdasarkan donatur dari orang-orang lain. Tetapi
> akar masalahnya di 
> mana? Tentunya di orangtuanya yg nggak bertanggung
> jawab! Budaya 
> makanan enak hanya untuk bapak, sehingga ibu dan
> anak-anak kebagian 
> karbohidrat saja, tentunya itu harus dihapuskan. Mau
> dibikin hukum 
> pidana seperti hukum cambuk/rajam? Ya jangan, dong.
> Nanti keluarganya 
> hancur. Lebih baik selamatkan dulu anak-anaknya
> supaya jadi generasi yg 
> sehat dan tidak menjadi sampah masyarakat kelak.
> Masalah orangtuanya, 
> diberi penyuluhan perlahan-lahan, karena tidak mudah
> mengubah persepsi 
> bahwa sebagai orangtua harus bertanggung jawab
> terhadap gizi anak-
> anaknya, jangan asal bikin anak banyak-banyak lalu
> dibiarkan mati muda 
> atau tumbuh tidak sehat.
> 
> Sama dengan anak-anak ABG itu. Mau langsung
> dinikahkan? Bisa berantakan 
> nanti. Mereka masih butuh sekolah. Jangan sampai
> harus mengurus 
> keluarga. Kalau menikah nantinya malah punya anak.
> Sampai kapan 
> orangtua harus terus menafkahi si ABG berseragam
> sekolah itu, sementara 
> dia terus bersenang-senang dengan teman-teman dan
> pacarnya, dan bayinya 
> dirawat oleh orangtuanya? Tidak semua orangtua cukup
> kaya untuk 
> menuruti keinginan membiayai rumahtangga anaknya yg
> belum tahu tanggung 
> jawab, cuma tahu senang-senang, dan tidak semua
> orangtua cukup sehat 
> dan kuat untuk ikut repot mengurus cucu-cucunya.
> Bisa jadi si ABG yg 
> nikah dini itu punya adik-adik yg masih kecil-kecil,
> yg masih bikin 
> repot orangtuanya dan butuh biaya besar. Tidak semua
> anak muda cukup 
> dewasa seperti anaknya mbak Lina. Ingat, itu anaknya
> mbak Lina sudah 
> kuliah mau lulus, 22 tahun, bukan ABG berseragam
> sekolah seperti anak 
> mbak Ning.
> 
> Untuk itu, di sinilah diperlukan komunikasi terbuka
> orangtua dan anak. 
> Orangtua juga jangan main larang ini itu, yang ada
> nanti malah anak-
> anak melakukannya sembunyi-sembunyi sehingga semakin
> banyak gap 
> informasi antara anak dan orangtua. Hmm, saya jadi
> ingat diskusi dengan 
> teman-teman tentang gimana menghadapi ABG, dulu
> pernah saya kirim ke 
> sini, dan pernah direspon oleh mbak Mia sehubungan
> dengan si gantengnya 
> yg masih pakai seragam sekolah itu :-)
> 
> Saya memang banyak teori, karena saya belum jadi
> orangtua. Tetapi saya 
> ini pernah jadi ABG, jadi sebagai mantan ABG, saya
> memberi info kepada 
> mbak-mbak sekalian para orangtua :-)
> 
> Oya, saya agak jengah melihat tulisan mbak Ning
> "memberi pelajaran 
> akhlaq yg benar". Kenapa? Karena seakan-akan
> akhlaknya ABG yg suka 
> ngeseks dengan pacarnya itu nggak benar. Wah, belum
> tentu. Kalau dia 
> dan pacarnya rajin mengunjungi panti asuhan untuk
> menyalurkan bantuan 
> dari para dermawan, gimana hayo?
> 
> Yang akhlaknya kurang benar mungkin yang 

[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-29 Terurut Topik ayeye1
Ya benar Mbak Anita, maksud saya seperti itu :-)

Mungkin solusi itu tidak tepat untuk semuanya, tetapi barangkali untuk
sebagian pemuda lain (bukan untuk para orang tua secara sepihak)
menjadi alternatif yang lebih cocok.

Kalau akad nikah secara Islam kan simple sekali, paling setengah jam
sudah selesai dan biayanya tidak seberapa. Kalau mau royal sedikit
masih bisa ditambah dengan penyediaan nasi rames dan air teh sesudah
akad nikah.. beres dech :-) Nah di sini pemahaman bahwa hubungan
seksual di luar nikah menjadi haram masih masuk akal, karena
persyaratan untuk menikah ringan juga. Paling tinggal dicatat di KUA
atau kalau masih belum mau terikat secara hukum negara, mungkin
dipending dulu. Yang penting supaya menjadi hati-hati selama belum
mantap dan terikat secara hukum (khususnya perempuan).

Memang resiko penyalahgunaan tinggi, tetapi saya rasa masih lebih
rendah dibanding dengan para pemuda yang melakukan hubungan seks di
luar tanpa keterikatan apa-2 dan tanpa pengetahuan orang tua.

Mungkin saya termasuk dini juga, karena kawin dengan umur 1x tahun dan
hingga sekarang dan sampai sudah punya anak-2 remaja sendiri masih
oke-2 saja :-)

Tetapi saya percaya bahwa cara ini belum tentu cocok untuk semua
pemuda... ya sama saja dengan cara puasa dalam bercinta sampai ke umur
20 tahun yang tidak realistis pula untuk sebagian pemuda lain. Di sisi
lain ada manusia yang bisa hidup dengan bahagia tanpa pernah
berhubungan seksual, apalagi menikah.

Ada yang menyesal kawin muda, adapula yang menyesal kawin tua dengan
mengatakan: "mengapa tidak dari dulu" :-)

Salam,
ayeye


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Anita Tammy"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> Ah, betul mas Ayeye! Saya nggak kepikiran ini. Tapi saya pernah lihat 
> keluarga yg pakai solusi ini. Karena tahu kedua anaknya sudah pacaran 
> terlalu dekat, maka kedua orangtua bertemu, lalu menikahkan keduanya 
> dengan akad nikah saja, tanpa perlu pesta-pesta. Lalu kedua anak ini 
> tetap tinggal dengan orangtua masing-masing, tetap sekolah dan tetap 
> disuruh serius sekolah supaya kelak bisa mencari nafkah untuk membangun 
> keluarga, dan kedua anak ini tetap ketemu hanya kalau di sekolah saja, 
> atau kalau akhir pekan saja untuk jalan-jalan. Karena sudah menikah, 
> mereka bisa saling mengunjungi dengan lebih leluasa, bisa nginap-
> nginap, dan orangtua jadi bisa lebih dekat dan bisa mengawasi 
> mereka "hayo jangan bikin anak, nanti sekolah kamu terganggu" :-)
> 
> Itu solusi tepat bagi mereka yg masih berpikir dengan dikotomi dua 
> label "halal" dan "haram". Ayo para orangtua, coba itu usul mas Ayeye 
> dipikirkan :-)





WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-29 Terurut Topik a ayeye
Mbak Ning, saya kayanya mengerti bahwa satu-satunya solusi bagi mereka yang 
menganggap haram hubungan seksual di luar nikah, hanya bisa tercapai dalam 
solusi menikah itu sendiri. Maka kemarin saya berminat untuk ikut nimbrung soal 
solusi menikah itu, bukan untuk memperdebatkan soal halal-haram hubungan 
seksual per sich :-)

Di satu sisi nikah tidak hanya menyangkut hubungan seksual, tetapi juga 
komitmen, tanggung jawab, kasih sayang, aspek-2 sosial, hukum dan ekonomi dalam 
keluarga dan versus negara dan komunitas. Oleh karena hal-2 lain itu, 
persyaratan untuk menikah menjadi lebih berat dengan tendensi meningkat. 
Sebagian persyaratan ditetapkan oleh lingkungan sosial, hukum negara, agama dan 
realita hidup.

Dalam realita generasi muda sekarang sering terjadi penimbangan antara 
kebutuhan seksual sang individual (naluri) dan kesiapan sang individual untuk 
menikah (hingga memenuhi semua persyaratan). Selama penimbangan itu belum 
signifikan mungkin masih bisa ditutupi dengan puasa atau dengan melakukan 
aktifitas lain. Namun dengan semakinnya jauh penimbangan tadi, maka suruhan 
berpuasa akan semakin kehilangan efektifitas. Maka sebagai konsekuensi 
terjadilah situasi dimana hubungan seksual di luar nikah justru mulai dilakukan 
oleh sebagian mereka yang tetap berprinsip bahwa hubungan seksual di luar nikah 
adalah haram. Mungkin karena mereka juga manusia yang tidak bisa menunda 
kebutuhan nalurinya sampai kapanpun.

Ini kan perlu dipikirkan juga, soalnya tren penimbangan itu cenderung semakin 
membesar. Lagipula tidak semua orang tua memiliki kemampuan (atau keinginan) 
untuk membantu para anak (pemuda) secara finansial, dll.

Salam,
ayeye

**

Menurut saya, yang mesti kita sadari bahwa memang manusia itu punya
naluri untuk nge-sex. Jadi itu suatu kebutuhan yang perlu dipenuhi.
Dalam memenuhi kebutuhannya itu, tentu harus yang sesuai dengan syar'i.
Syar'I sudah mengajarkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus
menikah (bila mampu). Bila belum mampu, berpuasalah.. That's it. "Sex
aman" menggunakan alat pencegah kehamilan seperti yang diceritakan mbak
Anita bisa jadi merupakan suatu solusi untuk memenuhi kebutuhan sex.
Tapi bila dilakukan di luar pernikahan, SUDAH PASTI itu adalah solusi
yang tidak syar'I, karena HUKUMNYA HARAM.

Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang sudah biasa bersex
bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan memperkenalkan alat "sex aman"
dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman. Yang benar, mereka
either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, dan diberi kegiatan lain
yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah pentingnya yaitu
memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada mereka.. supaya mereka
melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur syar'i.

DI samping itu, menurut saya, salah satu yang mendorong timbulnya gairah
sex pada remaja adalah lingkungan dan media massa. Selama semua tayangan
porno menghiasi televisi yang ada hampir di setiap rumah di Indonesia
ini, akan sulit bagi kita untuk menge-rem-nya. Ya bukan hanya televisi,
tetapi juga media informasi lainnya. Seharusnya pemerintah lebih jeli
dan concern pada masalah ini.. dan segera menerapkan undang-undang anti
pornografi/pornoaksi dengan lebih tegas, jangan sekedar asal tidak
terlihat pusar saja.

Untuk para penjaja sex remaja yang di pinggir jalan itu, ada faktor lain
yang menyebabkannya, mbak. Mungkin benar, sebagian karena mereka ingin
memenuhi kebutuhan sex mereka. Tapi, sebagian besar justru karena
kebutuhan ekonomi mereka. Dalam beberapa media, para remaja putri (umur
SMA) justru menjajakan dirinya karena uang. Dan - sedihnya - bukan
karena mereka tidak punya uang untuk kebutuhan yang primer, seperti
pangan atau sandang. Mereka ingin uang lebih untuk kelihatan lebih GAUL,
seperti memiliki HP seri terbaru, makan di tempat-tempat mahal, dsb.

Sekali lagi, menurut saya, ini karena banyaknya contoh yang ditampilkan
di televisi dan media informasi lain mengenai kehidupan remaja yang
penuh kemewahan seperti itu. Anak saya yang SMP sempat mengira bahwa
memang begitulah kehidupan sebagian besar anak remaja (SMA) di Indonesia
ini.. dan sempat berpendapat bahwa bila standard hidupnya tidak sama
dengan yang ada di TV, berarti berada di level "bawah" atau "menderita"
atau "miskin". Padahal, kalau saja semua anak remaja hanya mengandalkan
gaji ortunya, akan sangat sedikit remaja yang mampu bergaya hidup mewah
seperti yang selalu ditayangkan di TV.

Dan, sekali lagi, pemerintah sebagai yang berwenang untuk mengatur dan
mengeluarkan hukum, berkewajiban untuk menertibkan hal-hal seperti itu.

Aa Gym, dengan niat baik, mengajak masyarakat untuk memboykot (tidak
menonton) acara-acara seperti di atas. Tanpa mengurangi rasa hormat
kepada Aa, menurut saya, itu kurang effective. Selama tayangan itu ada,
tetap saja konsumennya ada. Yang paling effective memang pemerintah yang
mengatur hal ini...

Demikian.

Wallahua'lam bishowab.
Wassala

[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik Mia
a...untuk category anak muda 'menggebu-gebu', solusi 
beginian nggak kena dah. yang ada nongol si entong, si 
oneng...dst...oooh...berakhirlah masa remajaku
:-)

salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Anita Tammy" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "ayeye1" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> > Cuma solusi seperti itu cenderung belum bisa diterima di setiap
> > lingkungan sosial karena dianggap tidak sesuai dengan tradisi 
nilai
> > keagamaan. Nah dalam kondisi seperti itu, bagaimana jika solusi 
> 
ja, 


> atau kalau akhir pekan saja untuk jalan-jalan. Karena sudah 
menikah, 
> mereka bisa saling mengunjungi dengan lebih leluasa, bisa nginap-
> nginap, dan orangtua jadi bisa lebih dekat dan bisa mengawasi 
> mereka "hayo jangan bikin anak, nanti sekolah kamu terganggu" :-)
> 
> Itu solusi tepat bagi mereka yg masih berpikir dengan dikotomi dua 
> label "halal" dan "haram". Ayo para orangtua, coba itu usul mas 
Ayeye 
> dipikirkan :-)




WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik Anita Tammy
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "ayeye1" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Cuma solusi seperti itu cenderung belum bisa diterima di setiap
> lingkungan sosial karena dianggap tidak sesuai dengan tradisi nilai
> keagamaan. Nah dalam kondisi seperti itu, bagaimana jika solusi dari
> Mbak Anita dipakai serta ditambah dengan ibadah nikah dan formalisasi
> hukum agar legal? Tanpa membuat pesta yang mewah dan proses rumit,
> tetapi dengan persyaratan seperti saya sempat menyebutkan dalam
> tanggapan terakhir. Dalam konstruk pernikahan seperti itu, sang istri
> maupun suami tetap masih bisa melanjutkan pendidikan dan karir
> masing-2 dan untuk waktu pertama mereka masih bisa tinggal di rumah
> orang tua. Jadi seperti hubungan pacaran dulu yang bertanggung jawab
> seperti ada di kebudayaan-2 lain juga, tetapi tidak berkonflik lagi
> dengan nilai-2 setempat.

Ah, betul mas Ayeye! Saya nggak kepikiran ini. Tapi saya pernah lihat 
keluarga yg pakai solusi ini. Karena tahu kedua anaknya sudah pacaran 
terlalu dekat, maka kedua orangtua bertemu, lalu menikahkan keduanya 
dengan akad nikah saja, tanpa perlu pesta-pesta. Lalu kedua anak ini 
tetap tinggal dengan orangtua masing-masing, tetap sekolah dan tetap 
disuruh serius sekolah supaya kelak bisa mencari nafkah untuk membangun 
keluarga, dan kedua anak ini tetap ketemu hanya kalau di sekolah saja, 
atau kalau akhir pekan saja untuk jalan-jalan. Karena sudah menikah, 
mereka bisa saling mengunjungi dengan lebih leluasa, bisa nginap-
nginap, dan orangtua jadi bisa lebih dekat dan bisa mengawasi 
mereka "hayo jangan bikin anak, nanti sekolah kamu terganggu" :-)

Itu solusi tepat bagi mereka yg masih berpikir dengan dikotomi dua 
label "halal" dan "haram". Ayo para orangtua, coba itu usul mas Ayeye 
dipikirkan :-)







WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik Chae
Ditambah lagi kadang ya Mba Mia, kita ini suka loncat-loncat kaya
kangguru kalau mencari pembenaran dalam dalil-dalil agama.

Saya setuju dengan Mba Mia, bahwa setiap orang mempunyai hak memilih
yang terbaik bagi dirinya sendiri apapun itu bentuknya mau nikah dini,
mau nikah sedikit mateng bahkan yang kematengan seklipun atau tidak
menikah juga , bukankah setiap orang itu unik?

Masalahnya, ya itu suka loncat-loncat dalam memahami ajaran agama di
cari yang paling cocok untuk kasus dirinya sendiri dan akhirnya pada
saat disosialisasikan di klaim sebagai sesuatu yang paling dan hanya
itu yang benar. menurut saya loh!!

Contohnya kasus Ibu Lina (ma'af ya Bu:), yang mengatakan bahwa menikah
dini itu pilihan yang terbaik, pilihan yang relijius, di ridho'i Allah
dll seakan-akan menikah dini merupakan solusi dari godaan hawa nafsu.
Kita lupa bahwa sebetulnya kewajiban kita juga untuk menanamkan sikap
mengontrol hawa nafsu , menjaga diri dari godaan nafsu yang tidak
terkendali merupakan hal yang memang dari awal merupakan solusi dari
godaan hawa nafsu? kenapa harus mengklaim pernikahan diri sebagai
solusi dari perzinahan jika dari awal kita sudah menanamkan sikap
menjaga diri kita dari perzinahan? 

Masalahnya pernikahan kan bukan sekedar merubah status haramnya seks
menjadi halal tapi pernikahan kan lebih dari itu?

Chae 


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Mia" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Masalahnya ada kekentalan dikotomis pada tulisan mbak Lina - padahal 
> kasus yang dicontohkan mbak Lina itu sama sekali nggak bermasalah.  
> Kita semua memahami sudut pandang keinginan anak mbak Lina yang 
> ingin cepet nikah. Kayaknya dia anak yang passionate dan dah paham 
> tanggung jawab. Malah bagiku usia 22 kawin itu nggak termasuk dini 
> kok... Hehe.. BTW, berarti Britney Spears juga nikah dini...:-) Eh, 
> itu mah urusan seleb yah - we are just ordinary people who don't 
> know which way to go ...
>  
> Kekentalan dikotomis itu, saya kutip:
> "Jadi  mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT 
> atau menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung jangan 
> ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi  nanti menyesal lho
>  
> Kok, tau-tau ada dikotomi pernikahan dini dan kalau tidak 
> menjerumuskan anak pada perzinaan? Whatever happened with choices in 
> between?
>  
> Ok, ini sudah dijawab - lagi-lagi dengan mengetengahkan dikotomi. 
> Saya kutip:
> "tergantung dari pendekatan masing-masing orang, mau secara religius 
> atau sekuler. Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang 
> memilih pendekatan religius". 
>  
> Pendekatan sekular dan religius di sini mesti diklarifikasi supaya 
> pada nggak salah paham.  Bagi saya pribadi, nikah usia 35, cuma 
> punya anak 2 - atau nggak mau nikah, nggak mau punya anak - bukan 
> berarti nggak ada nilai relijiusnya. Demikian juga dengan yang 
> menikah usia 22 dan berencana punya anak 7. Saya bilang bagi saya 
> pribadi, artinya pilihan pribadi.  Karena saya nggak akan pernah 
> mengkampanyekan single parenting, jomblo forever, atau tunggu nikah -
>  sebagai solusi sekular atau relijius.  Yang akan saya kampanyekan 
> paling-paling menikah itu fardu kifayah... - itu pun kalau dipandang 
> perlu, kalau ada yang mengkampanyekan pernikahan dini dan anak 7...:-
> ) Dan kalo ada dana kampanyenya
>  
> Salam
> Mia
>   
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
> > Mbak Anita,
> > saya setuju sekali dengan pendapat anda. Pernikahan dini memang 
> bukan 
> > satu-satunya cara untuk menyelamanatkan anak dari perilaku seks 
> pranikah. 
> > Pasti ada banyak cara lainnya, tergantung dari pendekatan masing-
> masing 
> > orang, mau secara religius atau sekuler.
> >  Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih 
> pendekatan 
> > religius. Ini juga sama sekali tidak berarti mereka (pasangan 
> muda) lalu 
> > sibuk dengan kelahiran dan mengurus anak dsb seperti yang anda 
> contohkan. 
> > Pernikahan dini yg saya maksudkan bukan pernikahan dini karena 
> MBA, tetapi 
> > pernikahan yang dilakukan dengan penuh rencana, menyelesaikan 
> kuliah dulu, 
> > cari kerja dan kemudian baru memiliki anak. Tetapi, bahwa ada 
> orang yang 
> > tidak sependapat dengan hal tersebut, buat saya, sah-sah saja.
> >  Memberikan pengertian kepada anak tentang "pernikahan 
> (konsekuensi, 
> > tanggungjawab dll)" itu pasti menjadi tugas orang tua. Tapi siapa 
> yang 
> > menjamin bahwa si anak memiliki pemahaman dan interpretasi yang 
> sama dengan 
> > orang tuanya? Jaman terus berkembang, kita tidak bisa mnengetahui 
> apa yang 
> > ada di dalam dunia pergaulan anak.
> > 
> > Apapun juga, tulisan saya dimaksudkan untuk membuka mata kita 
> semua, betapa 
> > kompleksnya masalah remaja. Mari kita renungkan, agar kita tidak 
> kaget atau 
> > kebablasan, kala masalah yang sama mampir dalam kehidupan kita.
> >  Minggu depan, saya akan posting lagi cerita tentang remaja (based 
> on true 
> > story) yang agak ekstrim

[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik Anita Tammy
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi Lestyaningsih 
\(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang sudah biasa bersex
> bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan memperkenalkan alat "sex aman"
> dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman. Yang benar, mereka
> either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, dan diberi kegiatan 
lain
> yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah pentingnya yaitu
> memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada mereka.. supaya mereka
> melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur syar'i.

He he he, mbak Ning.
Ini kan bukan solusi final. Tapi solusi sementara, pencegahan agar hal-
hal yg lebih buruk (kehamilan, penyakit seksual) tidak terjadi.

Seperti contohnya, anak-anak busung lapar di NTB (ingat cerita mbak 
Meilany). Anak-anak itu dikasih solusi sementara dulu, yaitu mereka 
diberi makanan, nutrisi yang baik, melalui jalur sukarelawan, 
berdasarkan donatur dari orang-orang lain. Tetapi akar masalahnya di 
mana? Tentunya di orangtuanya yg nggak bertanggung jawab! Budaya 
makanan enak hanya untuk bapak, sehingga ibu dan anak-anak kebagian 
karbohidrat saja, tentunya itu harus dihapuskan. Mau dibikin hukum 
pidana seperti hukum cambuk/rajam? Ya jangan, dong. Nanti keluarganya 
hancur. Lebih baik selamatkan dulu anak-anaknya supaya jadi generasi yg 
sehat dan tidak menjadi sampah masyarakat kelak. Masalah orangtuanya, 
diberi penyuluhan perlahan-lahan, karena tidak mudah mengubah persepsi 
bahwa sebagai orangtua harus bertanggung jawab terhadap gizi anak-
anaknya, jangan asal bikin anak banyak-banyak lalu dibiarkan mati muda 
atau tumbuh tidak sehat.

Sama dengan anak-anak ABG itu. Mau langsung dinikahkan? Bisa berantakan 
nanti. Mereka masih butuh sekolah. Jangan sampai harus mengurus 
keluarga. Kalau menikah nantinya malah punya anak. Sampai kapan 
orangtua harus terus menafkahi si ABG berseragam sekolah itu, sementara 
dia terus bersenang-senang dengan teman-teman dan pacarnya, dan bayinya 
dirawat oleh orangtuanya? Tidak semua orangtua cukup kaya untuk 
menuruti keinginan membiayai rumahtangga anaknya yg belum tahu tanggung 
jawab, cuma tahu senang-senang, dan tidak semua orangtua cukup sehat 
dan kuat untuk ikut repot mengurus cucu-cucunya. Bisa jadi si ABG yg 
nikah dini itu punya adik-adik yg masih kecil-kecil, yg masih bikin 
repot orangtuanya dan butuh biaya besar. Tidak semua anak muda cukup 
dewasa seperti anaknya mbak Lina. Ingat, itu anaknya mbak Lina sudah 
kuliah mau lulus, 22 tahun, bukan ABG berseragam sekolah seperti anak 
mbak Ning.

Untuk itu, di sinilah diperlukan komunikasi terbuka orangtua dan anak. 
Orangtua juga jangan main larang ini itu, yang ada nanti malah anak-
anak melakukannya sembunyi-sembunyi sehingga semakin banyak gap 
informasi antara anak dan orangtua. Hmm, saya jadi ingat diskusi dengan 
teman-teman tentang gimana menghadapi ABG, dulu pernah saya kirim ke 
sini, dan pernah direspon oleh mbak Mia sehubungan dengan si gantengnya 
yg masih pakai seragam sekolah itu :-)

Saya memang banyak teori, karena saya belum jadi orangtua. Tetapi saya 
ini pernah jadi ABG, jadi sebagai mantan ABG, saya memberi info kepada 
mbak-mbak sekalian para orangtua :-)

Oya, saya agak jengah melihat tulisan mbak Ning "memberi pelajaran 
akhlaq yg benar". Kenapa? Karena seakan-akan akhlaknya ABG yg suka 
ngeseks dengan pacarnya itu nggak benar. Wah, belum tentu. Kalau dia 
dan pacarnya rajin mengunjungi panti asuhan untuk menyalurkan bantuan 
dari para dermawan, gimana hayo?

Yang akhlaknya kurang benar mungkin yang menjual diri untuk seks karena 
untuk mendapat uang banyak. Nah budaya materialistis ini yg nggak baik. 
Dari kecil mustinya anak diajak hidup prihatin alias hidup sederhana. 
Dan sebagai orangtua juga jangan omdo alias omong doang. Ada orangtua 
yg menahan-nahan anaknya untuk beli ini itu, tapi diri sendiri beli-
beli ini itu sehingga anaknya berpikiran bahwa orangtua kaya kok nggak 
kasih saya uang yg banyak? Semestinya orangtua juga hidup sederhana.. 

Selain itu hidup sederhana juga ada hubungannya dengan menahan nafsu. 
Karena biasa "ditekan" atau "ditahan-tahan", maka menahan nafsu bisa 
lebih mudah, dalam hal memperoleh apapun. Lagi-lagi ini saya ambil 
pengalaman pribadi dan teman-teman.

Salam,
Anita







WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing

[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik Mia
Masalahnya ada kekentalan dikotomis pada tulisan mbak Lina - padahal 
kasus yang dicontohkan mbak Lina itu sama sekali nggak bermasalah.  
Kita semua memahami sudut pandang keinginan anak mbak Lina yang 
ingin cepet nikah. Kayaknya dia anak yang passionate dan dah paham 
tanggung jawab. Malah bagiku usia 22 kawin itu nggak termasuk dini 
kok... Hehe.. BTW, berarti Britney Spears juga nikah dini...:-) Eh, 
itu mah urusan seleb yah - we are just ordinary people who don't 
know which way to go ...
 
Kekentalan dikotomis itu, saya kutip:
"Jadi  mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT 
atau menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung jangan 
ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi  nanti menyesal lho
 
Kok, tau-tau ada dikotomi pernikahan dini dan kalau tidak 
menjerumuskan anak pada perzinaan? Whatever happened with choices in 
between?
 
Ok, ini sudah dijawab - lagi-lagi dengan mengetengahkan dikotomi. 
Saya kutip:
"tergantung dari pendekatan masing-masing orang, mau secara religius 
atau sekuler. Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang 
memilih pendekatan religius". 
 
Pendekatan sekular dan religius di sini mesti diklarifikasi supaya 
pada nggak salah paham.  Bagi saya pribadi, nikah usia 35, cuma 
punya anak 2 - atau nggak mau nikah, nggak mau punya anak - bukan 
berarti nggak ada nilai relijiusnya. Demikian juga dengan yang 
menikah usia 22 dan berencana punya anak 7. Saya bilang bagi saya 
pribadi, artinya pilihan pribadi.  Karena saya nggak akan pernah 
mengkampanyekan single parenting, jomblo forever, atau tunggu nikah -
 sebagai solusi sekular atau relijius.  Yang akan saya kampanyekan 
paling-paling menikah itu fardu kifayah... - itu pun kalau dipandang 
perlu, kalau ada yang mengkampanyekan pernikahan dini dan anak 7...:-
) Dan kalo ada dana kampanyenya
 
Salam
Mia
  

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> Mbak Anita,
> saya setuju sekali dengan pendapat anda. Pernikahan dini memang 
bukan 
> satu-satunya cara untuk menyelamanatkan anak dari perilaku seks 
pranikah. 
> Pasti ada banyak cara lainnya, tergantung dari pendekatan masing-
masing 
> orang, mau secara religius atau sekuler.
>  Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih 
pendekatan 
> religius. Ini juga sama sekali tidak berarti mereka (pasangan 
muda) lalu 
> sibuk dengan kelahiran dan mengurus anak dsb seperti yang anda 
contohkan. 
> Pernikahan dini yg saya maksudkan bukan pernikahan dini karena 
MBA, tetapi 
> pernikahan yang dilakukan dengan penuh rencana, menyelesaikan 
kuliah dulu, 
> cari kerja dan kemudian baru memiliki anak. Tetapi, bahwa ada 
orang yang 
> tidak sependapat dengan hal tersebut, buat saya, sah-sah saja.
>  Memberikan pengertian kepada anak tentang "pernikahan 
(konsekuensi, 
> tanggungjawab dll)" itu pasti menjadi tugas orang tua. Tapi siapa 
yang 
> menjamin bahwa si anak memiliki pemahaman dan interpretasi yang 
sama dengan 
> orang tuanya? Jaman terus berkembang, kita tidak bisa mnengetahui 
apa yang 
> ada di dalam dunia pergaulan anak.
> 
> Apapun juga, tulisan saya dimaksudkan untuk membuka mata kita 
semua, betapa 
> kompleksnya masalah remaja. Mari kita renungkan, agar kita tidak 
kaget atau 
> kebablasan, kala masalah yang sama mampir dalam kehidupan kita.
>  Minggu depan, saya akan posting lagi cerita tentang remaja (based 
on true 
> story) yang agak ekstrim, but real.
>  salam
> ---
> On 6/28/05, Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
> > 
> > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi 
<[EMAIL PROTECTED]> 
> > wrote:
> > > Punya anak remaja dan tinggal di kota besar seperti Jakarta 
> > bukanlah hal 
> > > yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was. Terlalu banyak 
> > godaan dan 
> > > bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran narkoba 
hingga 
> > perilaku 
> > > seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu sekolahpun 
yang 
> > berani 
> > > menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan narkoba 
atau 
> > seks 
> > > pranikah, sekalipun itu sekolah favorit.
> > > 
> > > Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan mampir ke 
kantor 
> > terlebih 
> > > dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu melihat anak 
> > remaja, baik 
> > > perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan Blok M. Mau 
> > berangkat 
> > > sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak mencerminkannya dan 
> > hari masih 
> > > terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi itu? Apakah 
orang 
> > tuanya 
> > > tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah dan belum 
pulang? 
> > Pada hari 
> > > sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang dikenal 
sebagai 
> > tempat 
> > > transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya, bahkan pernah 
> > mendengar 
> > > dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks remaja 
tersebut 
> > saat dia, 
> > > sepulang kantor, mampir di sebuah caf?di pertokoan modern di 
> > kawasan blok 
> > > M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan

RE: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik Tri Budi Lestyaningsih \(Ning\)

Mbak Lina,
Terimakasih sharingnya. Ini berguna sekali bagi saya.. saya juga punya
anak yang sebentar lagi beranjak dewasa (hari ini dia berultah yang ke
14).

Mengenai pernikahan dini, saya sependapat dengan mbak. Tentu bukan asal
menikah untuk nge-sex, maksudnya. Justru kita jadikan itu suatu "carrot"
yang memotivasi anak-anak kita untuk lebih cepat bisa bertanggungjawab
terhadap dirinya. 

Untuk anak yang belum mampu memenuhi kebutuhan keluarganya secara
finansial, seperti kasus anak mbak Lina (maaf), langkah mbak Lina untuk
berkomitmen membantunya, dengan target waktu tertentu, menurut saya
dalah langkah yang tepat dan bijaksana. Tentu, anak harus diberikan
target bahwa by tanggal sekian, semua fasilitas dari ortu akan selesai,
dan anak harus berdikari. Dengan komunikasi yang baik, Insya Allah,
semua akan berjalan dengan baik.

Rekan-rekan saya di kantor rata-rata menyesal karena telat menikah.
Mereka kehabisan energi ketika anak-anak sebenarnya memerlukan energi
yang banyak dari ortunya, karena ketuaan punya anak :-(. 

Saya pernah membaca (lupa bukunya apa), bahwa kecerdasan seseorang juga
berbanding lurus dengan gairah sex-nya. Jadi, kebanyakan memang
orang-orang yang cerdas yang naluri sex-nya datang lebih awal. Mungkin
contohnya mbak Mia ya ? he..he..he.. 

Wassalaam,
-Ning

-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Lina alwi
Sent: Wednesday, June 29, 2005 9:06 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam
menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

Mbak Anita,
saya setuju sekali dengan pendapat anda. Pernikahan dini memang bukan 
satu-satunya cara untuk menyelamanatkan anak dari perilaku seks
pranikah. 
Pasti ada banyak cara lainnya, tergantung dari pendekatan masing-masing 
orang, mau secara religius atau sekuler.
 Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih pendekatan 
religius. Ini juga sama sekali tidak berarti mereka (pasangan muda) lalu

sibuk dengan kelahiran dan mengurus anak dsb seperti yang anda
contohkan. 
Pernikahan dini yg saya maksudkan bukan pernikahan dini karena MBA,
tetapi 
pernikahan yang dilakukan dengan penuh rencana, menyelesaikan kuliah
dulu, 
cari kerja dan kemudian baru memiliki anak. Tetapi, bahwa ada orang yang

tidak sependapat dengan hal tersebut, buat saya, sah-sah saja.
 Memberikan pengertian kepada anak tentang "pernikahan (konsekuensi, 
tanggungjawab dll)" itu pasti menjadi tugas orang tua. Tapi siapa yang 
menjamin bahwa si anak memiliki pemahaman dan interpretasi yang sama
dengan 
orang tuanya? Jaman terus berkembang, kita tidak bisa mnengetahui apa
yang 
ada di dalam dunia pergaulan anak.

Apapun juga, tulisan saya dimaksudkan untuk membuka mata kita semua,
betapa 
kompleksnya masalah remaja. Mari kita renungkan, agar kita tidak kaget
atau 
kebablasan, kala masalah yang sama mampir dalam kehidupan kita.
 Minggu depan, saya akan posting lagi cerita tentang remaja (based on
true 
story) yang agak ekstrim, but real.
 salam
---
On 6/28/05, Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
> > Punya anak remaja dan tinggal di kota besar seperti Jakarta 
> bukanlah hal 
> > yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was. Terlalu banyak 
> godaan dan 
> > bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran narkoba hingga 
> perilaku 
> > seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu sekolahpun yang 
> berani 
> > menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan narkoba atau 
> seks 
> > pranikah, sekalipun itu sekolah favorit.
> > 
> > Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan mampir ke kantor 
> terlebih 
> > dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu melihat anak 
> remaja, baik 
> > perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan Blok M. Mau 
> berangkat 
> > sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak mencerminkannya dan 
> hari masih 
> > terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi itu? Apakah orang 
> tuanya 
> > tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah dan belum pulang? 
> Pada hari 
> > sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang dikenal sebagai 
> tempat 
> > transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya, bahkan pernah 
> mendengar 
> > dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks remaja tersebut 
> saat dia, 
> > sepulang kantor, mampir di sebuah caf?di pertokoan modern di 
> kawasan blok 
> > M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan si mucikari, saat 
> remaja 
> > putri menyatakan bahwa dia tidak bisa melayani pesanan karena 
> merasa masih 
> > lemas setelah aborsi yang dijalaninya beberapa hari sebelumnya. 
> Mengenaskan 
> > sekali dan sekaligus memprihatinkan. Kita mema

RE: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik Tri Budi Lestyaningsih \(Ning\)

Menurut saya, yang mesti kita sadari bahwa memang manusia itu punya
naluri untuk nge-sex. Jadi itu suatu kebutuhan yang perlu dipenuhi.
Dalam memenuhi kebutuhannya itu, tentu harus yang sesuai dengan syar'i.
Syar'I sudah mengajarkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus
menikah (bila mampu). Bila belum mampu, berpuasalah.. That's it. "Sex
aman" menggunakan alat pencegah kehamilan seperti yang diceritakan mbak
Anita bisa jadi merupakan suatu solusi untuk memenuhi kebutuhan sex.
Tapi bila dilakukan di luar pernikahan, SUDAH PASTI itu adalah solusi
yang tidak syar'I, karena HUKUMNYA HARAM.

Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang sudah biasa bersex
bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan memperkenalkan alat "sex aman"
dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman. Yang benar, mereka
either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, dan diberi kegiatan lain
yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah pentingnya yaitu
memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada mereka.. supaya mereka
melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur syar'i.

DI samping itu, menurut saya, salah satu yang mendorong timbulnya gairah
sex pada remaja adalah lingkungan dan media massa. Selama semua tayangan
porno menghiasi televisi yang ada hampir di setiap rumah di Indonesia
ini, akan sulit bagi kita untuk menge-rem-nya. Ya bukan hanya televisi,
tetapi juga media informasi lainnya. Seharusnya pemerintah lebih jeli
dan concern pada masalah ini.. dan segera menerapkan undang-undang anti
pornografi/pornoaksi dengan lebih tegas, jangan sekedar asal tidak
terlihat pusar saja.

Untuk para penjaja sex remaja yang di pinggir jalan itu, ada faktor lain
yang menyebabkannya, mbak. Mungkin benar, sebagian karena mereka ingin
memenuhi kebutuhan sex mereka. Tapi, sebagian besar justru karena
kebutuhan ekonomi mereka. Dalam beberapa media, para remaja putri (umur
SMA) justru menjajakan dirinya karena uang. Dan - sedihnya - bukan
karena mereka tidak punya uang untuk kebutuhan yang primer, seperti
pangan atau sandang. Mereka ingin uang lebih untuk kelihatan lebih GAUL,
seperti memiliki HP seri terbaru, makan di tempat-tempat mahal, dsb. 

Sekali lagi, menurut saya, ini karena banyaknya contoh yang ditampilkan
di televisi dan media informasi lain mengenai kehidupan remaja yang
penuh kemewahan seperti itu. Anak saya yang SMP sempat mengira bahwa
memang begitulah kehidupan sebagian besar anak remaja (SMA) di Indonesia
ini.. dan sempat berpendapat bahwa bila standard hidupnya tidak sama
dengan yang ada di TV, berarti berada di level "bawah" atau "menderita"
atau "miskin". Padahal, kalau saja semua anak remaja hanya mengandalkan
gaji ortunya, akan sangat sedikit remaja yang mampu bergaya hidup mewah
seperti yang selalu ditayangkan di TV. 

Dan, sekali lagi, pemerintah sebagai yang berwenang untuk mengatur dan
mengeluarkan hukum, berkewajiban untuk menertibkan hal-hal seperti itu. 

Aa Gym, dengan niat baik, mengajak masyarakat untuk memboykot (tidak
menonton) acara-acara seperti di atas. Tanpa mengurangi rasa hormat
kepada Aa, menurut saya, itu kurang effective. Selama tayangan itu ada,
tetap saja konsumennya ada. Yang paling effective memang pemerintah yang
mengatur hal ini...

Demikian.

Wallahua'lam bishowab.
Wassalaam,
-Ning
 

-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of ayeye1
Sent: Wednesday, June 29, 2005 6:29 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam
menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

Saya mau kasih sedikit komentar yang umum tanpa menyinggung soal
pertanyaan spesifik dari Mbak Anita kepada Mbak Lina.

Solusi untuk mempraktek seks yang aman seperti disebutkan oleh Mbak
Anita memang cara yang rasional untuk menurunkan resiko terhadap
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan maupun PMS bagi mereka yang
beraktif dalam hubungan seksual.

Cuma solusi seperti itu cenderung belum bisa diterima di setiap
lingkungan sosial karena dianggap tidak sesuai dengan tradisi nilai
keagamaan. Nah dalam kondisi seperti itu, bagaimana jika solusi dari
Mbak Anita dipakai serta ditambah dengan ibadah nikah dan formalisasi
hukum agar legal? Tanpa membuat pesta yang mewah dan proses rumit,
tetapi dengan persyaratan seperti saya sempat menyebutkan dalam
tanggapan terakhir. Dalam konstruk pernikahan seperti itu, sang istri
maupun suami tetap masih bisa melanjutkan pendidikan dan karir
masing-2 dan untuk waktu pertama mereka masih bisa tinggal di rumah
orang tua. Jadi seperti hubungan pacaran dulu yang bertanggung jawab
seperti ada di kebudayaan-2 lain juga, tetapi tidak berkonflik lagi
dengan nilai-2 setempat.

Jadi bukan bermaksud menikahi anak remaja yang istilah belasan tahun
dengan tujuan kasih free tiket untuk ngesex dan beres. Itu mah
provokasi nasib buruk anak-2 :-)

Waktu saya masih remaja saya ada di lingkungan dimana aktivitas da

Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik Lina alwi
Mbak Anita,
saya setuju sekali dengan pendapat anda. Pernikahan dini memang bukan 
satu-satunya cara untuk menyelamanatkan anak dari perilaku seks pranikah. 
Pasti ada banyak cara lainnya, tergantung dari pendekatan masing-masing 
orang, mau secara religius atau sekuler.
 Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih pendekatan 
religius. Ini juga sama sekali tidak berarti mereka (pasangan muda) lalu 
sibuk dengan kelahiran dan mengurus anak dsb seperti yang anda contohkan. 
Pernikahan dini yg saya maksudkan bukan pernikahan dini karena MBA, tetapi 
pernikahan yang dilakukan dengan penuh rencana, menyelesaikan kuliah dulu, 
cari kerja dan kemudian baru memiliki anak. Tetapi, bahwa ada orang yang 
tidak sependapat dengan hal tersebut, buat saya, sah-sah saja.
 Memberikan pengertian kepada anak tentang "pernikahan (konsekuensi, 
tanggungjawab dll)" itu pasti menjadi tugas orang tua. Tapi siapa yang 
menjamin bahwa si anak memiliki pemahaman dan interpretasi yang sama dengan 
orang tuanya? Jaman terus berkembang, kita tidak bisa mnengetahui apa yang 
ada di dalam dunia pergaulan anak.

Apapun juga, tulisan saya dimaksudkan untuk membuka mata kita semua, betapa 
kompleksnya masalah remaja. Mari kita renungkan, agar kita tidak kaget atau 
kebablasan, kala masalah yang sama mampir dalam kehidupan kita.
 Minggu depan, saya akan posting lagi cerita tentang remaja (based on true 
story) yang agak ekstrim, but real.
 salam
---
On 6/28/05, Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
> > Punya anak remaja dan tinggal di kota besar seperti Jakarta 
> bukanlah hal 
> > yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was. Terlalu banyak 
> godaan dan 
> > bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran narkoba hingga 
> perilaku 
> > seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu sekolahpun yang 
> berani 
> > menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan narkoba atau 
> seks 
> > pranikah, sekalipun itu sekolah favorit.
> > 
> > Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan mampir ke kantor 
> terlebih 
> > dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu melihat anak 
> remaja, baik 
> > perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan Blok M. Mau 
> berangkat 
> > sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak mencerminkannya dan 
> hari masih 
> > terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi itu? Apakah orang 
> tuanya 
> > tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah dan belum pulang? 
> Pada hari 
> > sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang dikenal sebagai 
> tempat 
> > transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya, bahkan pernah 
> mendengar 
> > dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks remaja tersebut 
> saat dia, 
> > sepulang kantor, mampir di sebuah caf?di pertokoan modern di 
> kawasan blok 
> > M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan si mucikari, saat 
> remaja 
> > putri menyatakan bahwa dia tidak bisa melayani pesanan karena 
> merasa masih 
> > lemas setelah aborsi yang dijalaninya beberapa hari sebelumnya. 
> Mengenaskan 
> > sekali dan sekaligus memprihatinkan. Kita memang cenderung lari 
> dari 
> > kenyataan, pura-pura tidak tahu dan tidak mau mengakui adanya 
> masalah sosial 
> > yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja. Masalah seks 
> pranikah! 
> > 
> 
> [Detil cerita dihapus]
> 
> > Jadi  mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT 
> atau 
> > menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung jangan 
> > ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi  nanti menyesal lho
> 
> Mbak Lina, saya mau tanya. Boleh ya?
> Apa hubungannya pekerja seks remaja dengan pernikahan dini? Jika 
> keinginan mereka hanya untuk berseks saja, justru malah berbahaya 
> kalau dinikahkan cepat-cepat, apalagi kalau sampai hamil. Ntar 
> gimana merawat anaknya?
> 
> Ada yg dinikahkan dini tapi terus anaknya dititip ke mertua/orangtua 
> alias kakek/nenek si anak itu, karena ibunya sibuk kuliah. Lantas, 
> di mana bentuk keluarganya? Katanya mau bikin keluarga (dengan 
> menikah), kok jadinya mau menikmati seksnya saja, dan anak dititip-
> titipkan?
> 
> Menurut saya, lebih baik menggunakan approach kepada para remaja yg 
> sudah terlanjut berseks bebas, seperti approach yg dilakukan oleh 
> mbak Baby Jim Aditya dkk (saya lupa nama organisasinya) kepada para 
> sopir truk di jalur pantura pulau Jawa. Mbak Baby memberikan 
> penyuluhan seks aman dan juga membagikan kondom. Tujuannya agar si 
> suami nggak terkena penyakit menular seksual seperti sipilis, dll 
> juga AIDS, supaya tidak menulari istri masing-masing di rumah. Untuk 
> melarang mereka berzina cukup sulit karena mereka stress di jalan 
> berhari-hari dan jauh dari istri. Itu solusi awal, yg penting 
> akibatnya gak terlalu berbahaya. Sama juga dengan remaja yg aktif 
> seksual, jangan seperti para pekerja seks itu yg dikit-dikit aborsi, 
> karena mikir seks itu cuma untuk enaknya saja. Seharusnya si anak

[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik ayeye1
Saya mau kasih sedikit komentar yang umum tanpa menyinggung soal
pertanyaan spesifik dari Mbak Anita kepada Mbak Lina.

Solusi untuk mempraktek seks yang aman seperti disebutkan oleh Mbak
Anita memang cara yang rasional untuk menurunkan resiko terhadap
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan maupun PMS bagi mereka yang
beraktif dalam hubungan seksual.

Cuma solusi seperti itu cenderung belum bisa diterima di setiap
lingkungan sosial karena dianggap tidak sesuai dengan tradisi nilai
keagamaan. Nah dalam kondisi seperti itu, bagaimana jika solusi dari
Mbak Anita dipakai serta ditambah dengan ibadah nikah dan formalisasi
hukum agar legal? Tanpa membuat pesta yang mewah dan proses rumit,
tetapi dengan persyaratan seperti saya sempat menyebutkan dalam
tanggapan terakhir. Dalam konstruk pernikahan seperti itu, sang istri
maupun suami tetap masih bisa melanjutkan pendidikan dan karir
masing-2 dan untuk waktu pertama mereka masih bisa tinggal di rumah
orang tua. Jadi seperti hubungan pacaran dulu yang bertanggung jawab
seperti ada di kebudayaan-2 lain juga, tetapi tidak berkonflik lagi
dengan nilai-2 setempat.

Jadi bukan bermaksud menikahi anak remaja yang istilah belasan tahun
dengan tujuan kasih free tiket untuk ngesex dan beres. Itu mah
provokasi nasib buruk anak-2 :-)

Waktu saya masih remaja saya ada di lingkungan dimana aktivitas dalam
hubungan seks sudah menjadi kebiasaan umum mulai sekitar umur 14
tahun. Dari semua teman saya tidak pernah ada yang namanya kehamilan
yang tidak diinginkan, apalagi PMS. Beberapa minggu yang lalu saya
sempat mengikuti reuni yang pernah diadakan setelah lebih dari 20
tahun dan selain semua teman masih hidup, mereka pun jadi orang yang
bertanggung jawab. Kebanyakan juga sudah berkeluarga. Mungkin semua
jadi lucky :-)

Yang benar-2 menkagetkan saya waktu (masih sebagai remaja) datang ke
Indonesia serta ketemu dengan sejumlah remaja maupun orang dewasa yang
tidak tahu soal HIV/AIDS, raja singa, gonhoere, bahkan tidak mengenal
kondom, tetapi dalam perilaku seksual mengambil semua resiko yang bisa
diambil, misalnya dengan kebiasaan mencari pasangan untuk berkencan
tanpa proteksi apapun. Ada juga yang pergi berkelompok dan kemudian
saling menganti pasangan. Phenomena itu bukan terjadi baru-2 ini,
tetapi sudah sejak pertengahan 80an. Pernah saya juga mengantar salah
satu teman orang Indonesia yang kena PMS dan bahkan sudah beberapa
tahun lebih berumur daripada saya ke dokter kulit dan kelamin. Sampai
saya sendiri yang membayar biaya medis :-)

Mungkin perilaku seksual yang indifferent seperti itu wajar dinamakan
sebagai "free sek" :-) Lama juga saya pernah berpikir apa itu namanya
"seks bebas" atau "free sex" yang saya paling sering pernah dengar di
Indonesia :-)

Salam,
ayeye


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Anita Tammy" 
> Mbak Lina, saya mau tanya. Boleh ya?
> Apa hubungannya pekerja seks remaja dengan pernikahan dini? Jika 
> keinginan mereka hanya untuk berseks saja, justru malah berbahaya 
> kalau dinikahkan cepat-cepat, apalagi kalau sampai hamil. Ntar 
> gimana merawat anaknya?
> 
> Ada yg dinikahkan dini tapi terus anaknya dititip ke mertua/orangtua 
> alias kakek/nenek si anak itu, karena ibunya sibuk kuliah. Lantas, 
> di mana bentuk keluarganya? Katanya mau bikin keluarga (dengan 
> menikah), kok jadinya mau menikmati seksnya saja, dan anak dititip-
> titipkan?
> 
> Menurut saya, lebih baik menggunakan approach kepada para remaja yg 
> sudah terlanjut berseks bebas, seperti approach yg dilakukan oleh 
> mbak Baby Jim Aditya dkk (saya lupa nama organisasinya) kepada para 
> sopir truk di jalur pantura pulau Jawa. Mbak Baby memberikan 
> penyuluhan seks aman dan juga membagikan kondom. Tujuannya agar si 
> suami nggak terkena penyakit menular seksual seperti sipilis, dll 
> juga AIDS, supaya tidak menulari istri masing-masing di rumah. Untuk 
> melarang mereka berzina cukup sulit karena mereka stress di jalan 
> berhari-hari dan jauh dari istri. Itu solusi awal, yg penting 
> akibatnya gak terlalu berbahaya. Sama juga dengan remaja yg aktif 
> seksual, jangan seperti para pekerja seks itu yg dikit-dikit aborsi, 
> karena mikir seks itu cuma untuk enaknya saja. Seharusnya si anak 
> dibekali pengertian soal akibat dari seks bebas itu apa.
> 
> Lain lagi dengan anak yg punya pacar (pasangan tetap). Seksnya 
> dengan yg itu-itu saja, tidak terlalu khawatir penyakit kelamin 
> (kecuali pacarnya sakit). Yang seperti ini perlu diberi pengertian 
> bahwa hubungan seksual penetrasi itu bukan sekedar senang-senang 
> saja, melainkan banyak tanggungjawabnya (akibat yg mungkin timbul). 
> Jadi jangan sampai deh ada penganiayaan seksual dan lalu kehamilan.
> 
> Sebetulnya menurut saya sih kalau kegiatan banyak (sibuk), remaja 
> akan cenderung nggak mikir ke situ. Kalau mau contoh nyata, adik 
> sepupu saya, laki-laki, kuliah, temannya banyak non-muslim. Kalau 
> teman-temannya pada mabuk minum minuman keras, dia cuma jadi 
> penonton dan berjaga-jaga seakan-akan penyelama

Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik Sato Sakaki
Very good, Anita. 
Tanggapan yang bagus sekali.
Saya perhatikan kamu dari hari ke hari memang semakin
tidak fundamentalis. 

--- Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi
> <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
> > Punya anak remaja dan tinggal di kota besar
> seperti Jakarta bukanlah hal 
> > yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was.
> Terlalu banyak godaan dan 
> > bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran
> narkoba hingga perilaku 
> > seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu
> sekolahpun yang berani 
> > menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan
> narkoba atau seks 
> > pranikah, sekalipun itu sekolah favorit.
> > 
> >  Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan
> mampir ke kantor terlebih 
> > dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu
> melihat anak remaja, baik 
> > perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan
> Blok M. Mau berangkat 
> > sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak
> mencerminkannya dan hari masih 
> > terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi
> itu? Apakah orang tuanya 
> > tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah
> dan belum pulang? Pada hari 
> > sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang
> dikenal sebagai tempat 
> > transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya,
> bahkan pernah mendengar 
> > dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks
> remaja tersebut saat dia, 
> > sepulang kantor, mampir di sebuah caf?di pertokoan
> modern di kawasan blok 
> > M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan si
> mucikari, saat remaja 
> > putri menyatakan bahwa dia tidak bisa melayani
> pesanan karena merasa masih 
> > lemas setelah aborsi yang dijalaninya beberapa
> hari sebelumnya. Mengenaskan 
> > sekali dan sekaligus memprihatinkan. Kita memang
> cenderung lari dari 
> > kenyataan, pura-pura tidak tahu dan tidak mau
> mengakui adanya masalah sosial 
> > yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja.
> Masalah seks pranikah! 
> > 
> 
> [Detil cerita dihapus]
> 
> >  Jadi  mau pernikahan dini yang bersih dan
> > ridhoi Allah SWT atau 
> > menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah
> > renung jangan 
> > ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi  nanti
> > nyesal lho
> 
> Mbak Lina, saya mau tanya. Boleh ya?
> Apa hubungannya pekerja seks remaja dengan
> pernikahan dini? Jika 
> keinginan mereka hanya untuk berseks saja, justru
> malah berbahaya 
> kalau dinikahkan cepat-cepat, apalagi kalau sampai
> hamil. Ntar gimana merawat anaknya?
> 
> Ada yg dinikahkan dini tapi terus anaknya dititip ke
> mertua/orangtua alias kakek/nenek si anak itu, 
> ibunya sibuk kuliah. Lantas, 
> di mana bentuk keluarganya? Katanya mau bikin
> keluarga (dengan 
> menikah), kok jadinya mau menikmati seksnya saja,
> dan anak dititip-titipkan?
> 
> Menurut saya, lebih baik menggunakan approach kepada
> para remaja yg sudah terlanjut berseks bebas,  
> seperti approach yg dilakukan oleh 
> mbak Baby Jim Aditya dkk (saya lupa nama
> organisasinya) kepada para 
> sopir truk di jalur pantura pulau Jawa. Mbak Baby
> memberikan 
> penyuluhan seks aman dan juga membagikan kondom.
> Tujuannya agar si 
> suami nggak terkena penyakit menular seksual seperti
> sipilis, dll 
> juga AIDS, supaya tidak menulari istri masing-masing
> di rumah. Untuk 
> melarang mereka berzina cukup sulit karena mereka
> stress di jalan 
> berhari-hari dan jauh dari istri. Itu solusi awal,
> yg penting 
> akibatnya gak terlalu berbahaya. Sama juga dengan
> remaja yg aktif 
> seksual, jangan seperti para pekerja seks itu yg
> dikit-dikit aborsi, 
> karena mikir seks itu cuma untuk enaknya saja.
> Seharusnya si anak 
> dibekali pengertian soal akibat dari seks bebas itu
> apa.
> 
> Lain lagi dengan anak yg punya pacar (pasangan
> tetap). Seksnya 
> dengan yg itu-itu saja, tidak terlalu khawatir
> penyakit kelamin 
> (kecuali pacarnya sakit). Yang seperti ini perlu
> diberi pengertian 
> bahwa hubungan seksual penetrasi itu bukan sekedar
> senang-senang 
> saja, melainkan banyak tanggungjawabnya (akibat yg
> mungkin timbul). 
> Jadi jangan sampai deh ada penganiayaan seksual dan
> lalu kehamilan.
> 
> Sebetulnya menurut saya sih kalau kegiatan banyak
> (sibuk), remaja 
> akan cenderung nggak mikir ke situ. Kalau mau contoh
> nyata, adik 
> sepupu saya, laki-laki, kuliah, temannya banyak
> non-muslim. Kalau 
> teman-temannya pada mabuk minum minuman keras, dia
> cuma jadi 
> penonton dan berjaga-jaga seakan-akan penyelamat.
> Kalau ada yg 
> muntah-muntah dibantuin, ada yg mabuk ngamuk-ngamuk
> dihindari, dsb. 
> Dia punya pacar setia, pernah pelukan tentu saja,
> karena saya lihat 
> fotonya. Tapi buat dia pacar adalah teman, dan
> karena mereka sama-
> sama sibuk aktif di kegiatan mahasiswa, nggak ada
> kepikiran ke situ. 
> 
> Buat dia berhubungan seksual itu terlalu jauh karena
> akibatnya bisa 
> bermacam-macam (dia paham konsekuensinya). Jadi
> misalnya dia nonton 
> film seperti Friends, atau lihat gambar-gambar po

[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.

2005-06-28 Terurut Topik Anita Tammy
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> Punya anak remaja dan tinggal di kota besar seperti Jakarta 
bukanlah hal 
> yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was. Terlalu banyak 
godaan dan 
> bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran narkoba hingga 
perilaku 
> seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu sekolahpun yang 
berani 
> menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan narkoba atau 
seks 
> pranikah, sekalipun itu sekolah favorit.
> 
>  Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan mampir ke kantor 
terlebih 
> dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu melihat anak 
remaja, baik 
> perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan Blok M. Mau 
berangkat 
> sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak mencerminkannya dan 
hari masih 
> terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi itu? Apakah orang 
tuanya 
> tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah dan belum pulang? 
Pada hari 
> sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang dikenal sebagai 
tempat 
> transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya, bahkan pernah 
mendengar 
> dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks remaja tersebut 
saat dia, 
> sepulang kantor, mampir di sebuah caf?di pertokoan modern di 
kawasan blok 
> M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan si mucikari, saat 
remaja 
> putri menyatakan bahwa dia tidak bisa melayani pesanan karena 
merasa masih 
> lemas setelah aborsi yang dijalaninya beberapa hari sebelumnya. 
Mengenaskan 
> sekali dan sekaligus memprihatinkan. Kita memang cenderung lari 
dari 
> kenyataan, pura-pura tidak tahu dan tidak mau mengakui adanya 
masalah sosial 
> yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja. Masalah seks 
pranikah! 
> 

[Detil cerita dihapus]

>  Jadi  mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT 
atau 
> menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung jangan 
> ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi  nanti menyesal lho

Mbak Lina, saya mau tanya. Boleh ya?
Apa hubungannya pekerja seks remaja dengan pernikahan dini? Jika 
keinginan mereka hanya untuk berseks saja, justru malah berbahaya 
kalau dinikahkan cepat-cepat, apalagi kalau sampai hamil. Ntar 
gimana merawat anaknya?

Ada yg dinikahkan dini tapi terus anaknya dititip ke mertua/orangtua 
alias kakek/nenek si anak itu, karena ibunya sibuk kuliah. Lantas, 
di mana bentuk keluarganya? Katanya mau bikin keluarga (dengan 
menikah), kok jadinya mau menikmati seksnya saja, dan anak dititip-
titipkan?

Menurut saya, lebih baik menggunakan approach kepada para remaja yg 
sudah terlanjut berseks bebas, seperti approach yg dilakukan oleh 
mbak Baby Jim Aditya dkk (saya lupa nama organisasinya) kepada para 
sopir truk di jalur pantura pulau Jawa. Mbak Baby memberikan 
penyuluhan seks aman dan juga membagikan kondom. Tujuannya agar si 
suami nggak terkena penyakit menular seksual seperti sipilis, dll 
juga AIDS, supaya tidak menulari istri masing-masing di rumah. Untuk 
melarang mereka berzina cukup sulit karena mereka stress di jalan 
berhari-hari dan jauh dari istri. Itu solusi awal, yg penting 
akibatnya gak terlalu berbahaya. Sama juga dengan remaja yg aktif 
seksual, jangan seperti para pekerja seks itu yg dikit-dikit aborsi, 
karena mikir seks itu cuma untuk enaknya saja. Seharusnya si anak 
dibekali pengertian soal akibat dari seks bebas itu apa.

Lain lagi dengan anak yg punya pacar (pasangan tetap). Seksnya 
dengan yg itu-itu saja, tidak terlalu khawatir penyakit kelamin 
(kecuali pacarnya sakit). Yang seperti ini perlu diberi pengertian 
bahwa hubungan seksual penetrasi itu bukan sekedar senang-senang 
saja, melainkan banyak tanggungjawabnya (akibat yg mungkin timbul). 
Jadi jangan sampai deh ada penganiayaan seksual dan lalu kehamilan.

Sebetulnya menurut saya sih kalau kegiatan banyak (sibuk), remaja 
akan cenderung nggak mikir ke situ. Kalau mau contoh nyata, adik 
sepupu saya, laki-laki, kuliah, temannya banyak non-muslim. Kalau 
teman-temannya pada mabuk minum minuman keras, dia cuma jadi 
penonton dan berjaga-jaga seakan-akan penyelamat. Kalau ada yg 
muntah-muntah dibantuin, ada yg mabuk ngamuk-ngamuk dihindari, dsb. 
Dia punya pacar setia, pernah pelukan tentu saja, karena saya lihat 
fotonya. Tapi buat dia pacar adalah teman, dan karena mereka sama-
sama sibuk aktif di kegiatan mahasiswa, nggak ada kepikiran ke situ. 

Buat dia berhubungan seksual itu terlalu jauh karena akibatnya bisa 
bermacam-macam (dia paham konsekuensinya). Jadi misalnya dia nonton 
film seperti Friends, atau lihat gambar-gambar porno ya buat fun 
saja, tidak dihubungkan dengan siklus biologisnya yang kadang-kadang 
mimpi basah. Orangtuanya sejak kecil mendorong anaknya untuk aktif 
di berbagai kegiatan positif di sekolah, dan ibunya juga suka minta 
waktu dari anak-anaknya jadi prioritas nomor 2 adalah pulang kampung 
(anak-anaknya sekolah di luar kota semua, ngekost semua). 

Saya sendiri waktu remaja juga merasakan efek terlalu aktif di 
keg