Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Nimbrung : Ungkapan "pernikahan dini" kan asal muasalnya dari sinetron yg justru tidak mencerminkan hal yg islami. Mereka menikah dini, lantaran Dini [ tokoh perempuannya] anak SMU terlibat pergaulan bebas dan hamil. Pernikahan dini juga artinya [ sering digosipin] kadang2 pasangan yg bergelar MBA : "married by accident" Jadi sebenernya belum mau menikah. Tapi terpaksa menikah karena sudah hamil duluan Kalo gini kan artinya melegalkan-menggampangkan perzinahan juga. [ gak pa-pa berzinah, kalo hamil menikah, sudah lahir anaknya, lantas cerai, kembali sekolah lagi, berzinah lagi, kalo gak hamil ya gak usah menikah]...begitu cerita sinetron 'pernikahan dini' Kenyataannya banyak yg seperti ini di masyarakat [ Kompas edisi Jum'at rubrik remaja diasuh PKBI] Jadi menurut saya bukan penekanan pada "pernikahan dini' nya yg dianggap solusi terbaik daripada berzinah. Ini seolah sangat menggampangkan persoalan. Idealnya, bijaksananya, memberi pengertian kepada remaja mau jadi dolphin atau seperti botol kosong di lautan. Sepakat seperti yg dikatakan Chae Memberi pengertian pada anak2, misal cara mengendalikan nafsu seks, pendidikan seks yg benar, Memberi pengertian pernikahan itu apa, kan bukan cuma sekedar untuk "berseksria" melulu. Bukan sekedar memberi solusi : bahwa pernikahan itu untuk bisa melakukan seks yg halal:-)) Karena kan pernikahan juga ada komitmen, kedewasaan bersikap yg musti dilakukan oleh pasutri. Kalo pernikahan cuma sekedar " bisa melakukan seks, menyalurkan nafsu syahwat yg halal, tidak berzina" Kok kesannya naif sekali, ya.:-) Ini sama saja seperti kasus nikah muth'ah para pelajar, mahasiswa/i, di Jogja sana, demi pacaran yg halal [karena kan katanya islam yg bener gak boleh pacaran] :-) Mereka melakukan nikah muth'ah, begitu gak cocok lagi ya bubar, kadang2 gak sampai sebulan. Tunangan, pacar di kampung kan gak tau, karena bukti2 tertulis, hitam di atas putihnya gak ada. Jadi, gak ada buktinya mereka pernah menikah. Agama kok dipermainkan cuma dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi: menghalalkan segala cara. salam l.meilany - Original Message - From: Mia To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Wednesday, June 29, 2005 10:44 AM Subject: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar. Masalahnya ada kekentalan dikotomis pada tulisan mbak Lina - padahal kasus yang dicontohkan mbak Lina itu sama sekali nggak bermasalah. Kita semua memahami sudut pandang keinginan anak mbak Lina yang ingin cepet nikah. Kayaknya dia anak yang passionate dan dah paham tanggung jawab. Malah bagiku usia 22 kawin itu nggak termasuk dini kok... Hehe.. BTW, berarti Britney Spears juga nikah dini...:-) Eh, itu mah urusan seleb yah - we are just ordinary people who don't know which way to go ... Kekentalan dikotomis itu, saya kutip: "Jadi mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT atau menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung jangan ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi nanti menyesal lho Kok, tau-tau ada dikotomi pernikahan dini dan kalau tidak menjerumuskan anak pada perzinaan? Whatever happened with choices in between? Ok, ini sudah dijawab - lagi-lagi dengan mengetengahkan dikotomi. Saya kutip: "tergantung dari pendekatan masing-masing orang, mau secara religius atau sekuler. Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih pendekatan religius". Pendekatan sekular dan religius di sini mesti diklarifikasi supaya pada nggak salah paham. Bagi saya pribadi, nikah usia 35, cuma punya anak 2 - atau nggak mau nikah, nggak mau punya anak - bukan berarti nggak ada nilai relijiusnya. Demikian juga dengan yang menikah usia 22 dan berencana punya anak 7. Saya bilang bagi saya pribadi, artinya pilihan pribadi. Karena saya nggak akan pernah mengkampanyekan single parenting, jomblo forever, atau tunggu nikah - sebagai solusi sekular atau relijius. Yang akan saya kampanyekan paling-paling menikah itu fardu kifayah... - itu pun kalau dipandang perlu, kalau ada yang mengkampanyekan pernikahan dini dan anak 7...:- ) Dan kalo ada dana kampanyenya Salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Mbak Anita, > saya setuju sekali dengan pendapat anda. Pernikahan dini memang bukan > satu-satunya cara untuk menyelamanatkan anak dari perilaku seks pranikah. > Pasti ada banyak cara lainnya, tergantung dari pendekatan masing- masing > orang, mau secara religius atau sekuler. > Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih pendekatan > religius. Ini juga sama sekali tidak berarti mereka (pasangan muda) lalu > sibuk dengan kelahiran dan menguru
LICENSED PROSTITUTE Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Bener atau nggak bener menurut kacamata anda dan saya memang berbeda. Anda melihatnya dari kacamata zealot, saya melihatnya dari sisi pandang seorang sekularis, beragama tetapi bukan fundamentalis. Jadi tak ada kaitan dengan logika. Soal isteri ke-tiga dan ke-empat sejak dulu saya menganggap mereka itu "licensed prostitutes", apalagi kalau pendorongnya murni "hidup senang tanpa kerja keras" (bedanya dengan prostitute cuman "berlisensi" dan "registered".) Saya masih memahami isteri kedua kalau isteri pertama dulunya "seperti membeli kucing dalam karung". --- MEY Sirajudin <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > ABG trus ngesek, itu memang "NGGAK BENER" dan jelas > memang tdk bener, yang "BELUM TENTU BENER" adalah > ABG ngesek trus doyan ke panti asuhan. Yang menjual > diri pun juga Jelas NGGAK BENER. > > ABG yang patuh dan taat menjalankan ritual agama " > INI BENER" tapi kalo moral tidak sebanding dengan > kebaikan yang selam ini dilakukan, ITU MEMANG TIDAK > BENAR > > Laki2 yang menikah dengan 4 istri (memadu), secara > hukum bener dan Laki2 yang Jajan untuk kebutuhan > syahwatnya ini namanya zina dan NGGAK bener. > > Pake logika yang adil dong kalo membuat sebuah > perbandingan. > > > > Sato Sakaki <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Oya, saya agak jengah melihat tulisan mbak Ning > > "memberi pelajaran akhlaq yg benar". Kenapa? > Karena > > seakan-akan akhlaknya ABG yg suka > > ngeseks dengan pacarnya itu nggak benar. Wah, > belum > > tentu. Kalau dia > > dan pacarnya rajin mengunjungi panti asuhan untuk > > menyalurkan bantuan dari para dermawan, gimana > hayo? > > > > Yang akhlaknya kurang benar mungkin yang menjual > > diri untuk seks karena ntuk mendapat uang banyak. > > > > Betul. Akhlak jangan diukur melulu dari sampai > berapa > jauh ABG itu menjauhi lawan jenis dan ketaatan > melakukan ritual agama. Akhlak harus dilihat dalam > konteks moral dan keluhuran budi yang terlihat pada > perilaku sehari-hari yang natural, bukan > dibuat-buat. > Kecelakaan seks remaja tidak bisa langsung di-vonis > sebagai memiliki akhlak yang tidak benar. Tapi kalau > menjual diri untuk mendapat uang banyak (bukan > karena > keterpaksaan ekonomi) barulah seseorang bisa > dikatakan > berakhlak kurang benar. Sama juga dengan perempuan > yang sudi menjadi isteri ketiga atau keempat > siapapun > (tak peduli bandot atau koruptor) demi jaminan hidup > tanpa perlu kerja keras. (Cuman ngangk... sorry, > sekali tiga atau empat hari). > > --- Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi > > Lestyaningsih > > \(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang > > sudah biasa bersex > > > bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan > > memperkenalkan alat "sex aman" > > > dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman. > > Yang benar, mereka > > > either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, > dan > > diberi kegiatan > > lain > > > yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah > > pentingnya yaitu > > > memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada > > mereka.. supaya mereka > > > melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur > > syar'i. > > > > He he he, mbak Ning. > > Ini kan bukan solusi final. Tapi solusi sementara, > > pencegahan agar hal- > > hal yg lebih buruk (kehamilan, penyakit seksual) > > tidak terjadi. > > > > Seperti contohnya, anak-anak busung lapar di NTB > > (ingat cerita mbak > > Meilany). Anak-anak itu dikasih solusi sementara > > dulu, yaitu mereka > > diberi makanan, nutrisi yang baik, melalui jalur > > sukarelawan, > > berdasarkan donatur dari orang-orang lain. Tetapi > > akar masalahnya di > > mana? Tentunya di orangtuanya yg nggak bertanggung > > jawab! Budaya > > makanan enak hanya untuk bapak, sehingga ibu dan > > anak-anak kebagian > > karbohidrat saja, tentunya itu harus dihapuskan. > Mau > > dibikin hukum > > pidana seperti hukum cambuk/rajam? Ya jangan, > dong. > > Nanti keluarganya > > hancur. Lebih baik selamatkan dulu anak-anaknya > > supaya jadi generasi yg > > sehat dan tidak menjadi sampah masyarakat kelak. > > Masalah orangtuanya, > > diberi penyuluhan perlahan-lahan, karena tidak > mudah > > mengubah persepsi > > bahwa sebagai orangtua harus bertanggung jawab > > terhadap gizi anak- > > anaknya, jangan asal bikin anak banyak-banyak lalu > > dibiarkan mati muda > > atau tumbuh tidak sehat. > > > > Sama dengan anak-anak ABG itu. Mau langsung > > dinikahkan? Bisa berantakan > > nanti. Mereka masih butuh sekolah. Jangan sampai > > harus mengurus > > keluarga. Kalau menikah nantinya malah punya anak. > > Sampai kapan > > orangtua harus terus menafkahi si ABG berseragam > > sekolah itu, sementara > > dia terus bersenang-senang dengan teman-teman dan > > pacarnya, dan bayinya > > dirawat oleh orangtuanya? Tidak semua orangtua > cukup > > kaya untuk > > menuruti keinginan membiayai rumahtangga anaknya > yg > > belum tahu tanggung > > jawab, cuma tahu senang-senang, dan tidak
[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, MEY Sirajudin <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > ABG trus ngesek, itu memang "NGGAK BENER" dan jelas memang tdk bener, yang "BELUM TENTU BENER" adalah ABG ngesek trus doyan ke panti asuhan. Yang menjual diri pun juga Jelas NGGAK BENER. > > ABG yang patuh dan taat menjalankan ritual agama " INI BENER" tapi kalo moral tidak sebanding dengan kebaikan yang selam ini dilakukan, ITU MEMANG TIDAK BENAR > > Laki2 yang menikah dengan 4 istri (memadu), secara hukum bener dan Laki2 yang Jajan untuk kebutuhan syahwatnya ini namanya zina dan NGGAK bener. > > Pake logika yang adil dong kalo membuat sebuah perbandingan. > Hati-hati mbak Mey. Sebaiknya kita juga jangan sepotong-sepotong menetapkan hukuman. Kalau anda lihat ABG ngesek tapi terus ke panti asuhan dibilang "BELUM TENTU BENER" maka ABG yg patuh ritual agama tapi kita belum tahu moralnya, maka juga harus menyatakan "BELUM TENTU BENER". Patuh dan taat ritual agama saja tidak cukup untuk menyatakan seseorang itu BENER. Perlu komprehensif dilihat moralnya juga. Sama juga dengan laki-laki menikah dengan 4 istri, THERE'S NO WAY langsung DIANGGAP BENER. Perlu dilihat motivasi dia menikahi 4 istri itu buat ngeseks atau buat menolong para perempuan tak berdaya? Jadi, status yg menikah dgn 4 istri ini juga masih BELUM TENTU BENER. Bisa jadi justru yg jajan karena kebutuhan syahwat LEBIH BENER karena dia selalu pakai kondom supaya nggak menulari istrinya, dan dia selalu sayang istri dan anaknya. Dibanding yg istri 4 legal semua tapi nggak adil jadi malah berantem dan keluarga berantakan. Begitu mbak MeyS, silakan direnungi :-) Kita lihat dari 2 sisi. Tapi semuanya bertemu di titik tengah, yaitu BELUM TENTU BENER. Tiap orang punya kebaikan dan kekurangan masing- masing. Jangan sampai hanya karena 1 kekurangan saja, maka kebaikan dia tidak terlihat sama sekali. Lebih baik kita pakai kata-kata BELUM TENTU SALAH. Karena itu lebih positif maknanya. Jadi kalau lihat ABG ngeseks belum tentu salah karena bisa jadi dia ikut pengurus bakti sosial. Lihat yg punya istri 4 juga belum tentu salah kalau ternyata istri-istrinya itu memang tak berdaya dan kesulitan menemukan lelaki yg mau menikahinya. Salam, Anita WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
ABG trus ngesek, itu memang "NGGAK BENER" dan jelas memang tdk bener, yang "BELUM TENTU BENER" adalah ABG ngesek trus doyan ke panti asuhan. Yang menjual diri pun juga Jelas NGGAK BENER. ABG yang patuh dan taat menjalankan ritual agama " INI BENER" tapi kalo moral tidak sebanding dengan kebaikan yang selam ini dilakukan, ITU MEMANG TIDAK BENAR Laki2 yang menikah dengan 4 istri (memadu), secara hukum bener dan Laki2 yang Jajan untuk kebutuhan syahwatnya ini namanya zina dan NGGAK bener. Pake logika yang adil dong kalo membuat sebuah perbandingan. Sato Sakaki <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Oya, saya agak jengah melihat tulisan mbak Ning > "memberi pelajaran akhlaq yg benar". Kenapa? Karena > seakan-akan akhlaknya ABG yg suka > ngeseks dengan pacarnya itu nggak benar. Wah, belum > tentu. Kalau dia > dan pacarnya rajin mengunjungi panti asuhan untuk > menyalurkan bantuan dari para dermawan, gimana hayo? > > Yang akhlaknya kurang benar mungkin yang menjual > diri untuk seks karena ntuk mendapat uang banyak. Betul. Akhlak jangan diukur melulu dari sampai berapa jauh ABG itu menjauhi lawan jenis dan ketaatan melakukan ritual agama. Akhlak harus dilihat dalam konteks moral dan keluhuran budi yang terlihat pada perilaku sehari-hari yang natural, bukan dibuat-buat. Kecelakaan seks remaja tidak bisa langsung di-vonis sebagai memiliki akhlak yang tidak benar. Tapi kalau menjual diri untuk mendapat uang banyak (bukan karena keterpaksaan ekonomi) barulah seseorang bisa dikatakan berakhlak kurang benar. Sama juga dengan perempuan yang sudi menjadi isteri ketiga atau keempat siapapun (tak peduli bandot atau koruptor) demi jaminan hidup tanpa perlu kerja keras. (Cuman ngangk... sorry, sekali tiga atau empat hari). --- Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi > Lestyaningsih > \(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang > sudah biasa bersex > > bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan > memperkenalkan alat "sex aman" > > dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman. > Yang benar, mereka > > either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, dan > diberi kegiatan > lain > > yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah > pentingnya yaitu > > memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada > mereka.. supaya mereka > > melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur > syar'i. > > He he he, mbak Ning. > Ini kan bukan solusi final. Tapi solusi sementara, > pencegahan agar hal- > hal yg lebih buruk (kehamilan, penyakit seksual) > tidak terjadi. > > Seperti contohnya, anak-anak busung lapar di NTB > (ingat cerita mbak > Meilany). Anak-anak itu dikasih solusi sementara > dulu, yaitu mereka > diberi makanan, nutrisi yang baik, melalui jalur > sukarelawan, > berdasarkan donatur dari orang-orang lain. Tetapi > akar masalahnya di > mana? Tentunya di orangtuanya yg nggak bertanggung > jawab! Budaya > makanan enak hanya untuk bapak, sehingga ibu dan > anak-anak kebagian > karbohidrat saja, tentunya itu harus dihapuskan. Mau > dibikin hukum > pidana seperti hukum cambuk/rajam? Ya jangan, dong. > Nanti keluarganya > hancur. Lebih baik selamatkan dulu anak-anaknya > supaya jadi generasi yg > sehat dan tidak menjadi sampah masyarakat kelak. > Masalah orangtuanya, > diberi penyuluhan perlahan-lahan, karena tidak mudah > mengubah persepsi > bahwa sebagai orangtua harus bertanggung jawab > terhadap gizi anak- > anaknya, jangan asal bikin anak banyak-banyak lalu > dibiarkan mati muda > atau tumbuh tidak sehat. > > Sama dengan anak-anak ABG itu. Mau langsung > dinikahkan? Bisa berantakan > nanti. Mereka masih butuh sekolah. Jangan sampai > harus mengurus > keluarga. Kalau menikah nantinya malah punya anak. > Sampai kapan > orangtua harus terus menafkahi si ABG berseragam > sekolah itu, sementara > dia terus bersenang-senang dengan teman-teman dan > pacarnya, dan bayinya > dirawat oleh orangtuanya? Tidak semua orangtua cukup > kaya untuk > menuruti keinginan membiayai rumahtangga anaknya yg > belum tahu tanggung > jawab, cuma tahu senang-senang, dan tidak semua > orangtua cukup sehat > dan kuat untuk ikut repot mengurus cucu-cucunya. > Bisa jadi si ABG yg > nikah dini itu punya adik-adik yg masih kecil-kecil, > yg masih bikin > repot orangtuanya dan butuh biaya besar. Tidak semua > anak muda cukup > dewasa seperti anaknya mbak Lina. Ingat, itu anaknya > mbak Lina sudah > kuliah mau lulus, 22 tahun, bukan ABG berseragam > sekolah seperti anak > mbak Ning. > > Untuk itu, di sinilah diperlukan komunikasi terbuka > orangtua dan anak. > Orangtua juga jangan main larang ini itu, yang ada > nanti malah anak- > anak melakukannya sembunyi-sembunyi sehingga semakin > banyak gap > informasi antara anak dan orangtua. Hmm, saya jadi > ingat diskusi dengan > teman-teman tentang gimana menghadapi ABG, dulu > pernah saya kirim ke > sini, dan pernah direspon oleh mbak Mia sehubungan > dengan si gantengnya > yg m
Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
> Oya, saya agak jengah melihat tulisan mbak Ning > "memberi pelajaran akhlaq yg benar". Kenapa? Karena > seakan-akan akhlaknya ABG yg suka > ngeseks dengan pacarnya itu nggak benar. Wah, belum > tentu. Kalau dia > dan pacarnya rajin mengunjungi panti asuhan untuk > menyalurkan bantuan dari para dermawan, gimana hayo? > > Yang akhlaknya kurang benar mungkin yang menjual > diri untuk seks karena ntuk mendapat uang banyak. Betul. Akhlak jangan diukur melulu dari sampai berapa jauh ABG itu menjauhi lawan jenis dan ketaatan melakukan ritual agama. Akhlak harus dilihat dalam konteks moral dan keluhuran budi yang terlihat pada perilaku sehari-hari yang natural, bukan dibuat-buat. Kecelakaan seks remaja tidak bisa langsung di-vonis sebagai memiliki akhlak yang tidak benar. Tapi kalau menjual diri untuk mendapat uang banyak (bukan karena keterpaksaan ekonomi) barulah seseorang bisa dikatakan berakhlak kurang benar. Sama juga dengan perempuan yang sudi menjadi isteri ketiga atau keempat siapapun (tak peduli bandot atau koruptor) demi jaminan hidup tanpa perlu kerja keras. (Cuman ngangk... sorry, sekali tiga atau empat hari). --- Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi > Lestyaningsih > \(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang > sudah biasa bersex > > bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan > memperkenalkan alat "sex aman" > > dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman. > Yang benar, mereka > > either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, dan > diberi kegiatan > lain > > yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah > pentingnya yaitu > > memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada > mereka.. supaya mereka > > melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur > syar'i. > > He he he, mbak Ning. > Ini kan bukan solusi final. Tapi solusi sementara, > pencegahan agar hal- > hal yg lebih buruk (kehamilan, penyakit seksual) > tidak terjadi. > > Seperti contohnya, anak-anak busung lapar di NTB > (ingat cerita mbak > Meilany). Anak-anak itu dikasih solusi sementara > dulu, yaitu mereka > diberi makanan, nutrisi yang baik, melalui jalur > sukarelawan, > berdasarkan donatur dari orang-orang lain. Tetapi > akar masalahnya di > mana? Tentunya di orangtuanya yg nggak bertanggung > jawab! Budaya > makanan enak hanya untuk bapak, sehingga ibu dan > anak-anak kebagian > karbohidrat saja, tentunya itu harus dihapuskan. Mau > dibikin hukum > pidana seperti hukum cambuk/rajam? Ya jangan, dong. > Nanti keluarganya > hancur. Lebih baik selamatkan dulu anak-anaknya > supaya jadi generasi yg > sehat dan tidak menjadi sampah masyarakat kelak. > Masalah orangtuanya, > diberi penyuluhan perlahan-lahan, karena tidak mudah > mengubah persepsi > bahwa sebagai orangtua harus bertanggung jawab > terhadap gizi anak- > anaknya, jangan asal bikin anak banyak-banyak lalu > dibiarkan mati muda > atau tumbuh tidak sehat. > > Sama dengan anak-anak ABG itu. Mau langsung > dinikahkan? Bisa berantakan > nanti. Mereka masih butuh sekolah. Jangan sampai > harus mengurus > keluarga. Kalau menikah nantinya malah punya anak. > Sampai kapan > orangtua harus terus menafkahi si ABG berseragam > sekolah itu, sementara > dia terus bersenang-senang dengan teman-teman dan > pacarnya, dan bayinya > dirawat oleh orangtuanya? Tidak semua orangtua cukup > kaya untuk > menuruti keinginan membiayai rumahtangga anaknya yg > belum tahu tanggung > jawab, cuma tahu senang-senang, dan tidak semua > orangtua cukup sehat > dan kuat untuk ikut repot mengurus cucu-cucunya. > Bisa jadi si ABG yg > nikah dini itu punya adik-adik yg masih kecil-kecil, > yg masih bikin > repot orangtuanya dan butuh biaya besar. Tidak semua > anak muda cukup > dewasa seperti anaknya mbak Lina. Ingat, itu anaknya > mbak Lina sudah > kuliah mau lulus, 22 tahun, bukan ABG berseragam > sekolah seperti anak > mbak Ning. > > Untuk itu, di sinilah diperlukan komunikasi terbuka > orangtua dan anak. > Orangtua juga jangan main larang ini itu, yang ada > nanti malah anak- > anak melakukannya sembunyi-sembunyi sehingga semakin > banyak gap > informasi antara anak dan orangtua. Hmm, saya jadi > ingat diskusi dengan > teman-teman tentang gimana menghadapi ABG, dulu > pernah saya kirim ke > sini, dan pernah direspon oleh mbak Mia sehubungan > dengan si gantengnya > yg masih pakai seragam sekolah itu :-) > > Saya memang banyak teori, karena saya belum jadi > orangtua. Tetapi saya > ini pernah jadi ABG, jadi sebagai mantan ABG, saya > memberi info kepada > mbak-mbak sekalian para orangtua :-) > > Oya, saya agak jengah melihat tulisan mbak Ning > "memberi pelajaran > akhlaq yg benar". Kenapa? Karena seakan-akan > akhlaknya ABG yg suka > ngeseks dengan pacarnya itu nggak benar. Wah, belum > tentu. Kalau dia > dan pacarnya rajin mengunjungi panti asuhan untuk > menyalurkan bantuan > dari para dermawan, gimana hayo? > > Yang akhlaknya kurang benar mungkin yang
[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Ya benar Mbak Anita, maksud saya seperti itu :-) Mungkin solusi itu tidak tepat untuk semuanya, tetapi barangkali untuk sebagian pemuda lain (bukan untuk para orang tua secara sepihak) menjadi alternatif yang lebih cocok. Kalau akad nikah secara Islam kan simple sekali, paling setengah jam sudah selesai dan biayanya tidak seberapa. Kalau mau royal sedikit masih bisa ditambah dengan penyediaan nasi rames dan air teh sesudah akad nikah.. beres dech :-) Nah di sini pemahaman bahwa hubungan seksual di luar nikah menjadi haram masih masuk akal, karena persyaratan untuk menikah ringan juga. Paling tinggal dicatat di KUA atau kalau masih belum mau terikat secara hukum negara, mungkin dipending dulu. Yang penting supaya menjadi hati-hati selama belum mantap dan terikat secara hukum (khususnya perempuan). Memang resiko penyalahgunaan tinggi, tetapi saya rasa masih lebih rendah dibanding dengan para pemuda yang melakukan hubungan seks di luar tanpa keterikatan apa-2 dan tanpa pengetahuan orang tua. Mungkin saya termasuk dini juga, karena kawin dengan umur 1x tahun dan hingga sekarang dan sampai sudah punya anak-2 remaja sendiri masih oke-2 saja :-) Tetapi saya percaya bahwa cara ini belum tentu cocok untuk semua pemuda... ya sama saja dengan cara puasa dalam bercinta sampai ke umur 20 tahun yang tidak realistis pula untuk sebagian pemuda lain. Di sisi lain ada manusia yang bisa hidup dengan bahagia tanpa pernah berhubungan seksual, apalagi menikah. Ada yang menyesal kawin muda, adapula yang menyesal kawin tua dengan mengatakan: "mengapa tidak dari dulu" :-) Salam, ayeye --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Anita Tammy" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Ah, betul mas Ayeye! Saya nggak kepikiran ini. Tapi saya pernah lihat > keluarga yg pakai solusi ini. Karena tahu kedua anaknya sudah pacaran > terlalu dekat, maka kedua orangtua bertemu, lalu menikahkan keduanya > dengan akad nikah saja, tanpa perlu pesta-pesta. Lalu kedua anak ini > tetap tinggal dengan orangtua masing-masing, tetap sekolah dan tetap > disuruh serius sekolah supaya kelak bisa mencari nafkah untuk membangun > keluarga, dan kedua anak ini tetap ketemu hanya kalau di sekolah saja, > atau kalau akhir pekan saja untuk jalan-jalan. Karena sudah menikah, > mereka bisa saling mengunjungi dengan lebih leluasa, bisa nginap- > nginap, dan orangtua jadi bisa lebih dekat dan bisa mengawasi > mereka "hayo jangan bikin anak, nanti sekolah kamu terganggu" :-) > > Itu solusi tepat bagi mereka yg masih berpikir dengan dikotomi dua > label "halal" dan "haram". Ayo para orangtua, coba itu usul mas Ayeye > dipikirkan :-) WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Mbak Ning, saya kayanya mengerti bahwa satu-satunya solusi bagi mereka yang menganggap haram hubungan seksual di luar nikah, hanya bisa tercapai dalam solusi menikah itu sendiri. Maka kemarin saya berminat untuk ikut nimbrung soal solusi menikah itu, bukan untuk memperdebatkan soal halal-haram hubungan seksual per sich :-) Di satu sisi nikah tidak hanya menyangkut hubungan seksual, tetapi juga komitmen, tanggung jawab, kasih sayang, aspek-2 sosial, hukum dan ekonomi dalam keluarga dan versus negara dan komunitas. Oleh karena hal-2 lain itu, persyaratan untuk menikah menjadi lebih berat dengan tendensi meningkat. Sebagian persyaratan ditetapkan oleh lingkungan sosial, hukum negara, agama dan realita hidup. Dalam realita generasi muda sekarang sering terjadi penimbangan antara kebutuhan seksual sang individual (naluri) dan kesiapan sang individual untuk menikah (hingga memenuhi semua persyaratan). Selama penimbangan itu belum signifikan mungkin masih bisa ditutupi dengan puasa atau dengan melakukan aktifitas lain. Namun dengan semakinnya jauh penimbangan tadi, maka suruhan berpuasa akan semakin kehilangan efektifitas. Maka sebagai konsekuensi terjadilah situasi dimana hubungan seksual di luar nikah justru mulai dilakukan oleh sebagian mereka yang tetap berprinsip bahwa hubungan seksual di luar nikah adalah haram. Mungkin karena mereka juga manusia yang tidak bisa menunda kebutuhan nalurinya sampai kapanpun. Ini kan perlu dipikirkan juga, soalnya tren penimbangan itu cenderung semakin membesar. Lagipula tidak semua orang tua memiliki kemampuan (atau keinginan) untuk membantu para anak (pemuda) secara finansial, dll. Salam, ayeye ** Menurut saya, yang mesti kita sadari bahwa memang manusia itu punya naluri untuk nge-sex. Jadi itu suatu kebutuhan yang perlu dipenuhi. Dalam memenuhi kebutuhannya itu, tentu harus yang sesuai dengan syar'i. Syar'I sudah mengajarkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus menikah (bila mampu). Bila belum mampu, berpuasalah.. That's it. "Sex aman" menggunakan alat pencegah kehamilan seperti yang diceritakan mbak Anita bisa jadi merupakan suatu solusi untuk memenuhi kebutuhan sex. Tapi bila dilakukan di luar pernikahan, SUDAH PASTI itu adalah solusi yang tidak syar'I, karena HUKUMNYA HARAM. Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang sudah biasa bersex bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan memperkenalkan alat "sex aman" dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman. Yang benar, mereka either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, dan diberi kegiatan lain yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah pentingnya yaitu memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada mereka.. supaya mereka melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur syar'i. DI samping itu, menurut saya, salah satu yang mendorong timbulnya gairah sex pada remaja adalah lingkungan dan media massa. Selama semua tayangan porno menghiasi televisi yang ada hampir di setiap rumah di Indonesia ini, akan sulit bagi kita untuk menge-rem-nya. Ya bukan hanya televisi, tetapi juga media informasi lainnya. Seharusnya pemerintah lebih jeli dan concern pada masalah ini.. dan segera menerapkan undang-undang anti pornografi/pornoaksi dengan lebih tegas, jangan sekedar asal tidak terlihat pusar saja. Untuk para penjaja sex remaja yang di pinggir jalan itu, ada faktor lain yang menyebabkannya, mbak. Mungkin benar, sebagian karena mereka ingin memenuhi kebutuhan sex mereka. Tapi, sebagian besar justru karena kebutuhan ekonomi mereka. Dalam beberapa media, para remaja putri (umur SMA) justru menjajakan dirinya karena uang. Dan - sedihnya - bukan karena mereka tidak punya uang untuk kebutuhan yang primer, seperti pangan atau sandang. Mereka ingin uang lebih untuk kelihatan lebih GAUL, seperti memiliki HP seri terbaru, makan di tempat-tempat mahal, dsb. Sekali lagi, menurut saya, ini karena banyaknya contoh yang ditampilkan di televisi dan media informasi lain mengenai kehidupan remaja yang penuh kemewahan seperti itu. Anak saya yang SMP sempat mengira bahwa memang begitulah kehidupan sebagian besar anak remaja (SMA) di Indonesia ini.. dan sempat berpendapat bahwa bila standard hidupnya tidak sama dengan yang ada di TV, berarti berada di level "bawah" atau "menderita" atau "miskin". Padahal, kalau saja semua anak remaja hanya mengandalkan gaji ortunya, akan sangat sedikit remaja yang mampu bergaya hidup mewah seperti yang selalu ditayangkan di TV. Dan, sekali lagi, pemerintah sebagai yang berwenang untuk mengatur dan mengeluarkan hukum, berkewajiban untuk menertibkan hal-hal seperti itu. Aa Gym, dengan niat baik, mengajak masyarakat untuk memboykot (tidak menonton) acara-acara seperti di atas. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Aa, menurut saya, itu kurang effective. Selama tayangan itu ada, tetap saja konsumennya ada. Yang paling effective memang pemerintah yang mengatur hal ini... Demikian. Wallahua'lam bishowab. Wassala
[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
a...untuk category anak muda 'menggebu-gebu', solusi beginian nggak kena dah. yang ada nongol si entong, si oneng...dst...oooh...berakhirlah masa remajaku :-) salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Anita Tammy" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "ayeye1" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Cuma solusi seperti itu cenderung belum bisa diterima di setiap > > lingkungan sosial karena dianggap tidak sesuai dengan tradisi nilai > > keagamaan. Nah dalam kondisi seperti itu, bagaimana jika solusi > ja, > atau kalau akhir pekan saja untuk jalan-jalan. Karena sudah menikah, > mereka bisa saling mengunjungi dengan lebih leluasa, bisa nginap- > nginap, dan orangtua jadi bisa lebih dekat dan bisa mengawasi > mereka "hayo jangan bikin anak, nanti sekolah kamu terganggu" :-) > > Itu solusi tepat bagi mereka yg masih berpikir dengan dikotomi dua > label "halal" dan "haram". Ayo para orangtua, coba itu usul mas Ayeye > dipikirkan :-) WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "ayeye1" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Cuma solusi seperti itu cenderung belum bisa diterima di setiap > lingkungan sosial karena dianggap tidak sesuai dengan tradisi nilai > keagamaan. Nah dalam kondisi seperti itu, bagaimana jika solusi dari > Mbak Anita dipakai serta ditambah dengan ibadah nikah dan formalisasi > hukum agar legal? Tanpa membuat pesta yang mewah dan proses rumit, > tetapi dengan persyaratan seperti saya sempat menyebutkan dalam > tanggapan terakhir. Dalam konstruk pernikahan seperti itu, sang istri > maupun suami tetap masih bisa melanjutkan pendidikan dan karir > masing-2 dan untuk waktu pertama mereka masih bisa tinggal di rumah > orang tua. Jadi seperti hubungan pacaran dulu yang bertanggung jawab > seperti ada di kebudayaan-2 lain juga, tetapi tidak berkonflik lagi > dengan nilai-2 setempat. Ah, betul mas Ayeye! Saya nggak kepikiran ini. Tapi saya pernah lihat keluarga yg pakai solusi ini. Karena tahu kedua anaknya sudah pacaran terlalu dekat, maka kedua orangtua bertemu, lalu menikahkan keduanya dengan akad nikah saja, tanpa perlu pesta-pesta. Lalu kedua anak ini tetap tinggal dengan orangtua masing-masing, tetap sekolah dan tetap disuruh serius sekolah supaya kelak bisa mencari nafkah untuk membangun keluarga, dan kedua anak ini tetap ketemu hanya kalau di sekolah saja, atau kalau akhir pekan saja untuk jalan-jalan. Karena sudah menikah, mereka bisa saling mengunjungi dengan lebih leluasa, bisa nginap- nginap, dan orangtua jadi bisa lebih dekat dan bisa mengawasi mereka "hayo jangan bikin anak, nanti sekolah kamu terganggu" :-) Itu solusi tepat bagi mereka yg masih berpikir dengan dikotomi dua label "halal" dan "haram". Ayo para orangtua, coba itu usul mas Ayeye dipikirkan :-) WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Ditambah lagi kadang ya Mba Mia, kita ini suka loncat-loncat kaya kangguru kalau mencari pembenaran dalam dalil-dalil agama. Saya setuju dengan Mba Mia, bahwa setiap orang mempunyai hak memilih yang terbaik bagi dirinya sendiri apapun itu bentuknya mau nikah dini, mau nikah sedikit mateng bahkan yang kematengan seklipun atau tidak menikah juga , bukankah setiap orang itu unik? Masalahnya, ya itu suka loncat-loncat dalam memahami ajaran agama di cari yang paling cocok untuk kasus dirinya sendiri dan akhirnya pada saat disosialisasikan di klaim sebagai sesuatu yang paling dan hanya itu yang benar. menurut saya loh!! Contohnya kasus Ibu Lina (ma'af ya Bu:), yang mengatakan bahwa menikah dini itu pilihan yang terbaik, pilihan yang relijius, di ridho'i Allah dll seakan-akan menikah dini merupakan solusi dari godaan hawa nafsu. Kita lupa bahwa sebetulnya kewajiban kita juga untuk menanamkan sikap mengontrol hawa nafsu , menjaga diri dari godaan nafsu yang tidak terkendali merupakan hal yang memang dari awal merupakan solusi dari godaan hawa nafsu? kenapa harus mengklaim pernikahan diri sebagai solusi dari perzinahan jika dari awal kita sudah menanamkan sikap menjaga diri kita dari perzinahan? Masalahnya pernikahan kan bukan sekedar merubah status haramnya seks menjadi halal tapi pernikahan kan lebih dari itu? Chae --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Mia" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Masalahnya ada kekentalan dikotomis pada tulisan mbak Lina - padahal > kasus yang dicontohkan mbak Lina itu sama sekali nggak bermasalah. > Kita semua memahami sudut pandang keinginan anak mbak Lina yang > ingin cepet nikah. Kayaknya dia anak yang passionate dan dah paham > tanggung jawab. Malah bagiku usia 22 kawin itu nggak termasuk dini > kok... Hehe.. BTW, berarti Britney Spears juga nikah dini...:-) Eh, > itu mah urusan seleb yah - we are just ordinary people who don't > know which way to go ... > > Kekentalan dikotomis itu, saya kutip: > "Jadi mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT > atau menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung jangan > ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi nanti menyesal lho > > Kok, tau-tau ada dikotomi pernikahan dini dan kalau tidak > menjerumuskan anak pada perzinaan? Whatever happened with choices in > between? > > Ok, ini sudah dijawab - lagi-lagi dengan mengetengahkan dikotomi. > Saya kutip: > "tergantung dari pendekatan masing-masing orang, mau secara religius > atau sekuler. Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang > memilih pendekatan religius". > > Pendekatan sekular dan religius di sini mesti diklarifikasi supaya > pada nggak salah paham. Bagi saya pribadi, nikah usia 35, cuma > punya anak 2 - atau nggak mau nikah, nggak mau punya anak - bukan > berarti nggak ada nilai relijiusnya. Demikian juga dengan yang > menikah usia 22 dan berencana punya anak 7. Saya bilang bagi saya > pribadi, artinya pilihan pribadi. Karena saya nggak akan pernah > mengkampanyekan single parenting, jomblo forever, atau tunggu nikah - > sebagai solusi sekular atau relijius. Yang akan saya kampanyekan > paling-paling menikah itu fardu kifayah... - itu pun kalau dipandang > perlu, kalau ada yang mengkampanyekan pernikahan dini dan anak 7...:- > ) Dan kalo ada dana kampanyenya > > Salam > Mia > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: > > Mbak Anita, > > saya setuju sekali dengan pendapat anda. Pernikahan dini memang > bukan > > satu-satunya cara untuk menyelamanatkan anak dari perilaku seks > pranikah. > > Pasti ada banyak cara lainnya, tergantung dari pendekatan masing- > masing > > orang, mau secara religius atau sekuler. > > Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih > pendekatan > > religius. Ini juga sama sekali tidak berarti mereka (pasangan > muda) lalu > > sibuk dengan kelahiran dan mengurus anak dsb seperti yang anda > contohkan. > > Pernikahan dini yg saya maksudkan bukan pernikahan dini karena > MBA, tetapi > > pernikahan yang dilakukan dengan penuh rencana, menyelesaikan > kuliah dulu, > > cari kerja dan kemudian baru memiliki anak. Tetapi, bahwa ada > orang yang > > tidak sependapat dengan hal tersebut, buat saya, sah-sah saja. > > Memberikan pengertian kepada anak tentang "pernikahan > (konsekuensi, > > tanggungjawab dll)" itu pasti menjadi tugas orang tua. Tapi siapa > yang > > menjamin bahwa si anak memiliki pemahaman dan interpretasi yang > sama dengan > > orang tuanya? Jaman terus berkembang, kita tidak bisa mnengetahui > apa yang > > ada di dalam dunia pergaulan anak. > > > > Apapun juga, tulisan saya dimaksudkan untuk membuka mata kita > semua, betapa > > kompleksnya masalah remaja. Mari kita renungkan, agar kita tidak > kaget atau > > kebablasan, kala masalah yang sama mampir dalam kehidupan kita. > > Minggu depan, saya akan posting lagi cerita tentang remaja (based > on true > > story) yang agak ekstrim
[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi Lestyaningsih \(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang sudah biasa bersex > bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan memperkenalkan alat "sex aman" > dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman. Yang benar, mereka > either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, dan diberi kegiatan lain > yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah pentingnya yaitu > memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada mereka.. supaya mereka > melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur syar'i. He he he, mbak Ning. Ini kan bukan solusi final. Tapi solusi sementara, pencegahan agar hal- hal yg lebih buruk (kehamilan, penyakit seksual) tidak terjadi. Seperti contohnya, anak-anak busung lapar di NTB (ingat cerita mbak Meilany). Anak-anak itu dikasih solusi sementara dulu, yaitu mereka diberi makanan, nutrisi yang baik, melalui jalur sukarelawan, berdasarkan donatur dari orang-orang lain. Tetapi akar masalahnya di mana? Tentunya di orangtuanya yg nggak bertanggung jawab! Budaya makanan enak hanya untuk bapak, sehingga ibu dan anak-anak kebagian karbohidrat saja, tentunya itu harus dihapuskan. Mau dibikin hukum pidana seperti hukum cambuk/rajam? Ya jangan, dong. Nanti keluarganya hancur. Lebih baik selamatkan dulu anak-anaknya supaya jadi generasi yg sehat dan tidak menjadi sampah masyarakat kelak. Masalah orangtuanya, diberi penyuluhan perlahan-lahan, karena tidak mudah mengubah persepsi bahwa sebagai orangtua harus bertanggung jawab terhadap gizi anak- anaknya, jangan asal bikin anak banyak-banyak lalu dibiarkan mati muda atau tumbuh tidak sehat. Sama dengan anak-anak ABG itu. Mau langsung dinikahkan? Bisa berantakan nanti. Mereka masih butuh sekolah. Jangan sampai harus mengurus keluarga. Kalau menikah nantinya malah punya anak. Sampai kapan orangtua harus terus menafkahi si ABG berseragam sekolah itu, sementara dia terus bersenang-senang dengan teman-teman dan pacarnya, dan bayinya dirawat oleh orangtuanya? Tidak semua orangtua cukup kaya untuk menuruti keinginan membiayai rumahtangga anaknya yg belum tahu tanggung jawab, cuma tahu senang-senang, dan tidak semua orangtua cukup sehat dan kuat untuk ikut repot mengurus cucu-cucunya. Bisa jadi si ABG yg nikah dini itu punya adik-adik yg masih kecil-kecil, yg masih bikin repot orangtuanya dan butuh biaya besar. Tidak semua anak muda cukup dewasa seperti anaknya mbak Lina. Ingat, itu anaknya mbak Lina sudah kuliah mau lulus, 22 tahun, bukan ABG berseragam sekolah seperti anak mbak Ning. Untuk itu, di sinilah diperlukan komunikasi terbuka orangtua dan anak. Orangtua juga jangan main larang ini itu, yang ada nanti malah anak- anak melakukannya sembunyi-sembunyi sehingga semakin banyak gap informasi antara anak dan orangtua. Hmm, saya jadi ingat diskusi dengan teman-teman tentang gimana menghadapi ABG, dulu pernah saya kirim ke sini, dan pernah direspon oleh mbak Mia sehubungan dengan si gantengnya yg masih pakai seragam sekolah itu :-) Saya memang banyak teori, karena saya belum jadi orangtua. Tetapi saya ini pernah jadi ABG, jadi sebagai mantan ABG, saya memberi info kepada mbak-mbak sekalian para orangtua :-) Oya, saya agak jengah melihat tulisan mbak Ning "memberi pelajaran akhlaq yg benar". Kenapa? Karena seakan-akan akhlaknya ABG yg suka ngeseks dengan pacarnya itu nggak benar. Wah, belum tentu. Kalau dia dan pacarnya rajin mengunjungi panti asuhan untuk menyalurkan bantuan dari para dermawan, gimana hayo? Yang akhlaknya kurang benar mungkin yang menjual diri untuk seks karena untuk mendapat uang banyak. Nah budaya materialistis ini yg nggak baik. Dari kecil mustinya anak diajak hidup prihatin alias hidup sederhana. Dan sebagai orangtua juga jangan omdo alias omong doang. Ada orangtua yg menahan-nahan anaknya untuk beli ini itu, tapi diri sendiri beli- beli ini itu sehingga anaknya berpikiran bahwa orangtua kaya kok nggak kasih saya uang yg banyak? Semestinya orangtua juga hidup sederhana.. Selain itu hidup sederhana juga ada hubungannya dengan menahan nafsu. Karena biasa "ditekan" atau "ditahan-tahan", maka menahan nafsu bisa lebih mudah, dalam hal memperoleh apapun. Lagi-lagi ini saya ambil pengalaman pribadi dan teman-teman. Salam, Anita WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing
[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Masalahnya ada kekentalan dikotomis pada tulisan mbak Lina - padahal kasus yang dicontohkan mbak Lina itu sama sekali nggak bermasalah. Kita semua memahami sudut pandang keinginan anak mbak Lina yang ingin cepet nikah. Kayaknya dia anak yang passionate dan dah paham tanggung jawab. Malah bagiku usia 22 kawin itu nggak termasuk dini kok... Hehe.. BTW, berarti Britney Spears juga nikah dini...:-) Eh, itu mah urusan seleb yah - we are just ordinary people who don't know which way to go ... Kekentalan dikotomis itu, saya kutip: "Jadi mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT atau menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung jangan ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi nanti menyesal lho Kok, tau-tau ada dikotomi pernikahan dini dan kalau tidak menjerumuskan anak pada perzinaan? Whatever happened with choices in between? Ok, ini sudah dijawab - lagi-lagi dengan mengetengahkan dikotomi. Saya kutip: "tergantung dari pendekatan masing-masing orang, mau secara religius atau sekuler. Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih pendekatan religius". Pendekatan sekular dan religius di sini mesti diklarifikasi supaya pada nggak salah paham. Bagi saya pribadi, nikah usia 35, cuma punya anak 2 - atau nggak mau nikah, nggak mau punya anak - bukan berarti nggak ada nilai relijiusnya. Demikian juga dengan yang menikah usia 22 dan berencana punya anak 7. Saya bilang bagi saya pribadi, artinya pilihan pribadi. Karena saya nggak akan pernah mengkampanyekan single parenting, jomblo forever, atau tunggu nikah - sebagai solusi sekular atau relijius. Yang akan saya kampanyekan paling-paling menikah itu fardu kifayah... - itu pun kalau dipandang perlu, kalau ada yang mengkampanyekan pernikahan dini dan anak 7...:- ) Dan kalo ada dana kampanyenya Salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Mbak Anita, > saya setuju sekali dengan pendapat anda. Pernikahan dini memang bukan > satu-satunya cara untuk menyelamanatkan anak dari perilaku seks pranikah. > Pasti ada banyak cara lainnya, tergantung dari pendekatan masing- masing > orang, mau secara religius atau sekuler. > Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih pendekatan > religius. Ini juga sama sekali tidak berarti mereka (pasangan muda) lalu > sibuk dengan kelahiran dan mengurus anak dsb seperti yang anda contohkan. > Pernikahan dini yg saya maksudkan bukan pernikahan dini karena MBA, tetapi > pernikahan yang dilakukan dengan penuh rencana, menyelesaikan kuliah dulu, > cari kerja dan kemudian baru memiliki anak. Tetapi, bahwa ada orang yang > tidak sependapat dengan hal tersebut, buat saya, sah-sah saja. > Memberikan pengertian kepada anak tentang "pernikahan (konsekuensi, > tanggungjawab dll)" itu pasti menjadi tugas orang tua. Tapi siapa yang > menjamin bahwa si anak memiliki pemahaman dan interpretasi yang sama dengan > orang tuanya? Jaman terus berkembang, kita tidak bisa mnengetahui apa yang > ada di dalam dunia pergaulan anak. > > Apapun juga, tulisan saya dimaksudkan untuk membuka mata kita semua, betapa > kompleksnya masalah remaja. Mari kita renungkan, agar kita tidak kaget atau > kebablasan, kala masalah yang sama mampir dalam kehidupan kita. > Minggu depan, saya akan posting lagi cerita tentang remaja (based on true > story) yang agak ekstrim, but real. > salam > --- > On 6/28/05, Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> > > wrote: > > > Punya anak remaja dan tinggal di kota besar seperti Jakarta > > bukanlah hal > > > yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was. Terlalu banyak > > godaan dan > > > bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran narkoba hingga > > perilaku > > > seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu sekolahpun yang > > berani > > > menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan narkoba atau > > seks > > > pranikah, sekalipun itu sekolah favorit. > > > > > > Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan mampir ke kantor > > terlebih > > > dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu melihat anak > > remaja, baik > > > perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan Blok M. Mau > > berangkat > > > sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak mencerminkannya dan > > hari masih > > > terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi itu? Apakah orang > > tuanya > > > tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah dan belum pulang? > > Pada hari > > > sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang dikenal sebagai > > tempat > > > transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya, bahkan pernah > > mendengar > > > dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks remaja tersebut > > saat dia, > > > sepulang kantor, mampir di sebuah caf?di pertokoan modern di > > kawasan blok > > > M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan
RE: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Mbak Lina, Terimakasih sharingnya. Ini berguna sekali bagi saya.. saya juga punya anak yang sebentar lagi beranjak dewasa (hari ini dia berultah yang ke 14). Mengenai pernikahan dini, saya sependapat dengan mbak. Tentu bukan asal menikah untuk nge-sex, maksudnya. Justru kita jadikan itu suatu "carrot" yang memotivasi anak-anak kita untuk lebih cepat bisa bertanggungjawab terhadap dirinya. Untuk anak yang belum mampu memenuhi kebutuhan keluarganya secara finansial, seperti kasus anak mbak Lina (maaf), langkah mbak Lina untuk berkomitmen membantunya, dengan target waktu tertentu, menurut saya dalah langkah yang tepat dan bijaksana. Tentu, anak harus diberikan target bahwa by tanggal sekian, semua fasilitas dari ortu akan selesai, dan anak harus berdikari. Dengan komunikasi yang baik, Insya Allah, semua akan berjalan dengan baik. Rekan-rekan saya di kantor rata-rata menyesal karena telat menikah. Mereka kehabisan energi ketika anak-anak sebenarnya memerlukan energi yang banyak dari ortunya, karena ketuaan punya anak :-(. Saya pernah membaca (lupa bukunya apa), bahwa kecerdasan seseorang juga berbanding lurus dengan gairah sex-nya. Jadi, kebanyakan memang orang-orang yang cerdas yang naluri sex-nya datang lebih awal. Mungkin contohnya mbak Mia ya ? he..he..he.. Wassalaam, -Ning -Original Message- From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Lina alwi Sent: Wednesday, June 29, 2005 9:06 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar. Mbak Anita, saya setuju sekali dengan pendapat anda. Pernikahan dini memang bukan satu-satunya cara untuk menyelamanatkan anak dari perilaku seks pranikah. Pasti ada banyak cara lainnya, tergantung dari pendekatan masing-masing orang, mau secara religius atau sekuler. Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih pendekatan religius. Ini juga sama sekali tidak berarti mereka (pasangan muda) lalu sibuk dengan kelahiran dan mengurus anak dsb seperti yang anda contohkan. Pernikahan dini yg saya maksudkan bukan pernikahan dini karena MBA, tetapi pernikahan yang dilakukan dengan penuh rencana, menyelesaikan kuliah dulu, cari kerja dan kemudian baru memiliki anak. Tetapi, bahwa ada orang yang tidak sependapat dengan hal tersebut, buat saya, sah-sah saja. Memberikan pengertian kepada anak tentang "pernikahan (konsekuensi, tanggungjawab dll)" itu pasti menjadi tugas orang tua. Tapi siapa yang menjamin bahwa si anak memiliki pemahaman dan interpretasi yang sama dengan orang tuanya? Jaman terus berkembang, kita tidak bisa mnengetahui apa yang ada di dalam dunia pergaulan anak. Apapun juga, tulisan saya dimaksudkan untuk membuka mata kita semua, betapa kompleksnya masalah remaja. Mari kita renungkan, agar kita tidak kaget atau kebablasan, kala masalah yang sama mampir dalam kehidupan kita. Minggu depan, saya akan posting lagi cerita tentang remaja (based on true story) yang agak ekstrim, but real. salam --- On 6/28/05, Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: > > Punya anak remaja dan tinggal di kota besar seperti Jakarta > bukanlah hal > > yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was. Terlalu banyak > godaan dan > > bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran narkoba hingga > perilaku > > seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu sekolahpun yang > berani > > menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan narkoba atau > seks > > pranikah, sekalipun itu sekolah favorit. > > > > Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan mampir ke kantor > terlebih > > dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu melihat anak > remaja, baik > > perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan Blok M. Mau > berangkat > > sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak mencerminkannya dan > hari masih > > terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi itu? Apakah orang > tuanya > > tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah dan belum pulang? > Pada hari > > sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang dikenal sebagai > tempat > > transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya, bahkan pernah > mendengar > > dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks remaja tersebut > saat dia, > > sepulang kantor, mampir di sebuah caf?di pertokoan modern di > kawasan blok > > M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan si mucikari, saat > remaja > > putri menyatakan bahwa dia tidak bisa melayani pesanan karena > merasa masih > > lemas setelah aborsi yang dijalaninya beberapa hari sebelumnya. > Mengenaskan > > sekali dan sekaligus memprihatinkan. Kita mema
RE: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Menurut saya, yang mesti kita sadari bahwa memang manusia itu punya naluri untuk nge-sex. Jadi itu suatu kebutuhan yang perlu dipenuhi. Dalam memenuhi kebutuhannya itu, tentu harus yang sesuai dengan syar'i. Syar'I sudah mengajarkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus menikah (bila mampu). Bila belum mampu, berpuasalah.. That's it. "Sex aman" menggunakan alat pencegah kehamilan seperti yang diceritakan mbak Anita bisa jadi merupakan suatu solusi untuk memenuhi kebutuhan sex. Tapi bila dilakukan di luar pernikahan, SUDAH PASTI itu adalah solusi yang tidak syar'I, karena HUKUMNYA HARAM. Jadi, saya tidak setuju bahwa untuk remaja yang sudah biasa bersex bebas, kemudian diberikan SOLUSI dengan memperkenalkan alat "sex aman" dan penyuluhan mengenai cara ber-sex yang aman. Yang benar, mereka either disuruh menahan (berpuasa), dinikahkan, dan diberi kegiatan lain yang bisa mengalihkan energi mereka. Tidak kalah pentingnya yaitu memberikan pelajaran akhlaq yang benar kepada mereka.. supaya mereka melakukan segala sesuatu tidak keluar dari jalur syar'i. DI samping itu, menurut saya, salah satu yang mendorong timbulnya gairah sex pada remaja adalah lingkungan dan media massa. Selama semua tayangan porno menghiasi televisi yang ada hampir di setiap rumah di Indonesia ini, akan sulit bagi kita untuk menge-rem-nya. Ya bukan hanya televisi, tetapi juga media informasi lainnya. Seharusnya pemerintah lebih jeli dan concern pada masalah ini.. dan segera menerapkan undang-undang anti pornografi/pornoaksi dengan lebih tegas, jangan sekedar asal tidak terlihat pusar saja. Untuk para penjaja sex remaja yang di pinggir jalan itu, ada faktor lain yang menyebabkannya, mbak. Mungkin benar, sebagian karena mereka ingin memenuhi kebutuhan sex mereka. Tapi, sebagian besar justru karena kebutuhan ekonomi mereka. Dalam beberapa media, para remaja putri (umur SMA) justru menjajakan dirinya karena uang. Dan - sedihnya - bukan karena mereka tidak punya uang untuk kebutuhan yang primer, seperti pangan atau sandang. Mereka ingin uang lebih untuk kelihatan lebih GAUL, seperti memiliki HP seri terbaru, makan di tempat-tempat mahal, dsb. Sekali lagi, menurut saya, ini karena banyaknya contoh yang ditampilkan di televisi dan media informasi lain mengenai kehidupan remaja yang penuh kemewahan seperti itu. Anak saya yang SMP sempat mengira bahwa memang begitulah kehidupan sebagian besar anak remaja (SMA) di Indonesia ini.. dan sempat berpendapat bahwa bila standard hidupnya tidak sama dengan yang ada di TV, berarti berada di level "bawah" atau "menderita" atau "miskin". Padahal, kalau saja semua anak remaja hanya mengandalkan gaji ortunya, akan sangat sedikit remaja yang mampu bergaya hidup mewah seperti yang selalu ditayangkan di TV. Dan, sekali lagi, pemerintah sebagai yang berwenang untuk mengatur dan mengeluarkan hukum, berkewajiban untuk menertibkan hal-hal seperti itu. Aa Gym, dengan niat baik, mengajak masyarakat untuk memboykot (tidak menonton) acara-acara seperti di atas. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Aa, menurut saya, itu kurang effective. Selama tayangan itu ada, tetap saja konsumennya ada. Yang paling effective memang pemerintah yang mengatur hal ini... Demikian. Wallahua'lam bishowab. Wassalaam, -Ning -Original Message- From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of ayeye1 Sent: Wednesday, June 29, 2005 6:29 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar. Saya mau kasih sedikit komentar yang umum tanpa menyinggung soal pertanyaan spesifik dari Mbak Anita kepada Mbak Lina. Solusi untuk mempraktek seks yang aman seperti disebutkan oleh Mbak Anita memang cara yang rasional untuk menurunkan resiko terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan maupun PMS bagi mereka yang beraktif dalam hubungan seksual. Cuma solusi seperti itu cenderung belum bisa diterima di setiap lingkungan sosial karena dianggap tidak sesuai dengan tradisi nilai keagamaan. Nah dalam kondisi seperti itu, bagaimana jika solusi dari Mbak Anita dipakai serta ditambah dengan ibadah nikah dan formalisasi hukum agar legal? Tanpa membuat pesta yang mewah dan proses rumit, tetapi dengan persyaratan seperti saya sempat menyebutkan dalam tanggapan terakhir. Dalam konstruk pernikahan seperti itu, sang istri maupun suami tetap masih bisa melanjutkan pendidikan dan karir masing-2 dan untuk waktu pertama mereka masih bisa tinggal di rumah orang tua. Jadi seperti hubungan pacaran dulu yang bertanggung jawab seperti ada di kebudayaan-2 lain juga, tetapi tidak berkonflik lagi dengan nilai-2 setempat. Jadi bukan bermaksud menikahi anak remaja yang istilah belasan tahun dengan tujuan kasih free tiket untuk ngesex dan beres. Itu mah provokasi nasib buruk anak-2 :-) Waktu saya masih remaja saya ada di lingkungan dimana aktivitas da
Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Mbak Anita, saya setuju sekali dengan pendapat anda. Pernikahan dini memang bukan satu-satunya cara untuk menyelamanatkan anak dari perilaku seks pranikah. Pasti ada banyak cara lainnya, tergantung dari pendekatan masing-masing orang, mau secara religius atau sekuler. Pernikahan dini, mungkin dianut untuk orang yang memilih pendekatan religius. Ini juga sama sekali tidak berarti mereka (pasangan muda) lalu sibuk dengan kelahiran dan mengurus anak dsb seperti yang anda contohkan. Pernikahan dini yg saya maksudkan bukan pernikahan dini karena MBA, tetapi pernikahan yang dilakukan dengan penuh rencana, menyelesaikan kuliah dulu, cari kerja dan kemudian baru memiliki anak. Tetapi, bahwa ada orang yang tidak sependapat dengan hal tersebut, buat saya, sah-sah saja. Memberikan pengertian kepada anak tentang "pernikahan (konsekuensi, tanggungjawab dll)" itu pasti menjadi tugas orang tua. Tapi siapa yang menjamin bahwa si anak memiliki pemahaman dan interpretasi yang sama dengan orang tuanya? Jaman terus berkembang, kita tidak bisa mnengetahui apa yang ada di dalam dunia pergaulan anak. Apapun juga, tulisan saya dimaksudkan untuk membuka mata kita semua, betapa kompleksnya masalah remaja. Mari kita renungkan, agar kita tidak kaget atau kebablasan, kala masalah yang sama mampir dalam kehidupan kita. Minggu depan, saya akan posting lagi cerita tentang remaja (based on true story) yang agak ekstrim, but real. salam --- On 6/28/05, Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: > > Punya anak remaja dan tinggal di kota besar seperti Jakarta > bukanlah hal > > yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was. Terlalu banyak > godaan dan > > bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran narkoba hingga > perilaku > > seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu sekolahpun yang > berani > > menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan narkoba atau > seks > > pranikah, sekalipun itu sekolah favorit. > > > > Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan mampir ke kantor > terlebih > > dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu melihat anak > remaja, baik > > perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan Blok M. Mau > berangkat > > sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak mencerminkannya dan > hari masih > > terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi itu? Apakah orang > tuanya > > tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah dan belum pulang? > Pada hari > > sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang dikenal sebagai > tempat > > transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya, bahkan pernah > mendengar > > dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks remaja tersebut > saat dia, > > sepulang kantor, mampir di sebuah caf?di pertokoan modern di > kawasan blok > > M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan si mucikari, saat > remaja > > putri menyatakan bahwa dia tidak bisa melayani pesanan karena > merasa masih > > lemas setelah aborsi yang dijalaninya beberapa hari sebelumnya. > Mengenaskan > > sekali dan sekaligus memprihatinkan. Kita memang cenderung lari > dari > > kenyataan, pura-pura tidak tahu dan tidak mau mengakui adanya > masalah sosial > > yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja. Masalah seks > pranikah! > > > > [Detil cerita dihapus] > > > Jadi mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT > atau > > menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung jangan > > ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi nanti menyesal lho > > Mbak Lina, saya mau tanya. Boleh ya? > Apa hubungannya pekerja seks remaja dengan pernikahan dini? Jika > keinginan mereka hanya untuk berseks saja, justru malah berbahaya > kalau dinikahkan cepat-cepat, apalagi kalau sampai hamil. Ntar > gimana merawat anaknya? > > Ada yg dinikahkan dini tapi terus anaknya dititip ke mertua/orangtua > alias kakek/nenek si anak itu, karena ibunya sibuk kuliah. Lantas, > di mana bentuk keluarganya? Katanya mau bikin keluarga (dengan > menikah), kok jadinya mau menikmati seksnya saja, dan anak dititip- > titipkan? > > Menurut saya, lebih baik menggunakan approach kepada para remaja yg > sudah terlanjut berseks bebas, seperti approach yg dilakukan oleh > mbak Baby Jim Aditya dkk (saya lupa nama organisasinya) kepada para > sopir truk di jalur pantura pulau Jawa. Mbak Baby memberikan > penyuluhan seks aman dan juga membagikan kondom. Tujuannya agar si > suami nggak terkena penyakit menular seksual seperti sipilis, dll > juga AIDS, supaya tidak menulari istri masing-masing di rumah. Untuk > melarang mereka berzina cukup sulit karena mereka stress di jalan > berhari-hari dan jauh dari istri. Itu solusi awal, yg penting > akibatnya gak terlalu berbahaya. Sama juga dengan remaja yg aktif > seksual, jangan seperti para pekerja seks itu yg dikit-dikit aborsi, > karena mikir seks itu cuma untuk enaknya saja. Seharusnya si anak
[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Saya mau kasih sedikit komentar yang umum tanpa menyinggung soal pertanyaan spesifik dari Mbak Anita kepada Mbak Lina. Solusi untuk mempraktek seks yang aman seperti disebutkan oleh Mbak Anita memang cara yang rasional untuk menurunkan resiko terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan maupun PMS bagi mereka yang beraktif dalam hubungan seksual. Cuma solusi seperti itu cenderung belum bisa diterima di setiap lingkungan sosial karena dianggap tidak sesuai dengan tradisi nilai keagamaan. Nah dalam kondisi seperti itu, bagaimana jika solusi dari Mbak Anita dipakai serta ditambah dengan ibadah nikah dan formalisasi hukum agar legal? Tanpa membuat pesta yang mewah dan proses rumit, tetapi dengan persyaratan seperti saya sempat menyebutkan dalam tanggapan terakhir. Dalam konstruk pernikahan seperti itu, sang istri maupun suami tetap masih bisa melanjutkan pendidikan dan karir masing-2 dan untuk waktu pertama mereka masih bisa tinggal di rumah orang tua. Jadi seperti hubungan pacaran dulu yang bertanggung jawab seperti ada di kebudayaan-2 lain juga, tetapi tidak berkonflik lagi dengan nilai-2 setempat. Jadi bukan bermaksud menikahi anak remaja yang istilah belasan tahun dengan tujuan kasih free tiket untuk ngesex dan beres. Itu mah provokasi nasib buruk anak-2 :-) Waktu saya masih remaja saya ada di lingkungan dimana aktivitas dalam hubungan seks sudah menjadi kebiasaan umum mulai sekitar umur 14 tahun. Dari semua teman saya tidak pernah ada yang namanya kehamilan yang tidak diinginkan, apalagi PMS. Beberapa minggu yang lalu saya sempat mengikuti reuni yang pernah diadakan setelah lebih dari 20 tahun dan selain semua teman masih hidup, mereka pun jadi orang yang bertanggung jawab. Kebanyakan juga sudah berkeluarga. Mungkin semua jadi lucky :-) Yang benar-2 menkagetkan saya waktu (masih sebagai remaja) datang ke Indonesia serta ketemu dengan sejumlah remaja maupun orang dewasa yang tidak tahu soal HIV/AIDS, raja singa, gonhoere, bahkan tidak mengenal kondom, tetapi dalam perilaku seksual mengambil semua resiko yang bisa diambil, misalnya dengan kebiasaan mencari pasangan untuk berkencan tanpa proteksi apapun. Ada juga yang pergi berkelompok dan kemudian saling menganti pasangan. Phenomena itu bukan terjadi baru-2 ini, tetapi sudah sejak pertengahan 80an. Pernah saya juga mengantar salah satu teman orang Indonesia yang kena PMS dan bahkan sudah beberapa tahun lebih berumur daripada saya ke dokter kulit dan kelamin. Sampai saya sendiri yang membayar biaya medis :-) Mungkin perilaku seksual yang indifferent seperti itu wajar dinamakan sebagai "free sek" :-) Lama juga saya pernah berpikir apa itu namanya "seks bebas" atau "free sex" yang saya paling sering pernah dengar di Indonesia :-) Salam, ayeye --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Anita Tammy" > Mbak Lina, saya mau tanya. Boleh ya? > Apa hubungannya pekerja seks remaja dengan pernikahan dini? Jika > keinginan mereka hanya untuk berseks saja, justru malah berbahaya > kalau dinikahkan cepat-cepat, apalagi kalau sampai hamil. Ntar > gimana merawat anaknya? > > Ada yg dinikahkan dini tapi terus anaknya dititip ke mertua/orangtua > alias kakek/nenek si anak itu, karena ibunya sibuk kuliah. Lantas, > di mana bentuk keluarganya? Katanya mau bikin keluarga (dengan > menikah), kok jadinya mau menikmati seksnya saja, dan anak dititip- > titipkan? > > Menurut saya, lebih baik menggunakan approach kepada para remaja yg > sudah terlanjut berseks bebas, seperti approach yg dilakukan oleh > mbak Baby Jim Aditya dkk (saya lupa nama organisasinya) kepada para > sopir truk di jalur pantura pulau Jawa. Mbak Baby memberikan > penyuluhan seks aman dan juga membagikan kondom. Tujuannya agar si > suami nggak terkena penyakit menular seksual seperti sipilis, dll > juga AIDS, supaya tidak menulari istri masing-masing di rumah. Untuk > melarang mereka berzina cukup sulit karena mereka stress di jalan > berhari-hari dan jauh dari istri. Itu solusi awal, yg penting > akibatnya gak terlalu berbahaya. Sama juga dengan remaja yg aktif > seksual, jangan seperti para pekerja seks itu yg dikit-dikit aborsi, > karena mikir seks itu cuma untuk enaknya saja. Seharusnya si anak > dibekali pengertian soal akibat dari seks bebas itu apa. > > Lain lagi dengan anak yg punya pacar (pasangan tetap). Seksnya > dengan yg itu-itu saja, tidak terlalu khawatir penyakit kelamin > (kecuali pacarnya sakit). Yang seperti ini perlu diberi pengertian > bahwa hubungan seksual penetrasi itu bukan sekedar senang-senang > saja, melainkan banyak tanggungjawabnya (akibat yg mungkin timbul). > Jadi jangan sampai deh ada penganiayaan seksual dan lalu kehamilan. > > Sebetulnya menurut saya sih kalau kegiatan banyak (sibuk), remaja > akan cenderung nggak mikir ke situ. Kalau mau contoh nyata, adik > sepupu saya, laki-laki, kuliah, temannya banyak non-muslim. Kalau > teman-temannya pada mabuk minum minuman keras, dia cuma jadi > penonton dan berjaga-jaga seakan-akan penyelama
Re: [wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
Very good, Anita. Tanggapan yang bagus sekali. Saya perhatikan kamu dari hari ke hari memang semakin tidak fundamentalis. --- Anita Tammy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi > <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: > > Punya anak remaja dan tinggal di kota besar > seperti Jakarta bukanlah hal > > yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was. > Terlalu banyak godaan dan > > bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran > narkoba hingga perilaku > > seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu > sekolahpun yang berani > > menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan > narkoba atau seks > > pranikah, sekalipun itu sekolah favorit. > > > > Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan > mampir ke kantor terlebih > > dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu > melihat anak remaja, baik > > perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan > Blok M. Mau berangkat > > sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak > mencerminkannya dan hari masih > > terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi > itu? Apakah orang tuanya > > tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah > dan belum pulang? Pada hari > > sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang > dikenal sebagai tempat > > transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya, > bahkan pernah mendengar > > dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks > remaja tersebut saat dia, > > sepulang kantor, mampir di sebuah caf?di pertokoan > modern di kawasan blok > > M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan si > mucikari, saat remaja > > putri menyatakan bahwa dia tidak bisa melayani > pesanan karena merasa masih > > lemas setelah aborsi yang dijalaninya beberapa > hari sebelumnya. Mengenaskan > > sekali dan sekaligus memprihatinkan. Kita memang > cenderung lari dari > > kenyataan, pura-pura tidak tahu dan tidak mau > mengakui adanya masalah sosial > > yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja. > Masalah seks pranikah! > > > > [Detil cerita dihapus] > > > Jadi mau pernikahan dini yang bersih dan > > ridhoi Allah SWT atau > > menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah > > renung jangan > > ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi nanti > > nyesal lho > > Mbak Lina, saya mau tanya. Boleh ya? > Apa hubungannya pekerja seks remaja dengan > pernikahan dini? Jika > keinginan mereka hanya untuk berseks saja, justru > malah berbahaya > kalau dinikahkan cepat-cepat, apalagi kalau sampai > hamil. Ntar gimana merawat anaknya? > > Ada yg dinikahkan dini tapi terus anaknya dititip ke > mertua/orangtua alias kakek/nenek si anak itu, > ibunya sibuk kuliah. Lantas, > di mana bentuk keluarganya? Katanya mau bikin > keluarga (dengan > menikah), kok jadinya mau menikmati seksnya saja, > dan anak dititip-titipkan? > > Menurut saya, lebih baik menggunakan approach kepada > para remaja yg sudah terlanjut berseks bebas, > seperti approach yg dilakukan oleh > mbak Baby Jim Aditya dkk (saya lupa nama > organisasinya) kepada para > sopir truk di jalur pantura pulau Jawa. Mbak Baby > memberikan > penyuluhan seks aman dan juga membagikan kondom. > Tujuannya agar si > suami nggak terkena penyakit menular seksual seperti > sipilis, dll > juga AIDS, supaya tidak menulari istri masing-masing > di rumah. Untuk > melarang mereka berzina cukup sulit karena mereka > stress di jalan > berhari-hari dan jauh dari istri. Itu solusi awal, > yg penting > akibatnya gak terlalu berbahaya. Sama juga dengan > remaja yg aktif > seksual, jangan seperti para pekerja seks itu yg > dikit-dikit aborsi, > karena mikir seks itu cuma untuk enaknya saja. > Seharusnya si anak > dibekali pengertian soal akibat dari seks bebas itu > apa. > > Lain lagi dengan anak yg punya pacar (pasangan > tetap). Seksnya > dengan yg itu-itu saja, tidak terlalu khawatir > penyakit kelamin > (kecuali pacarnya sakit). Yang seperti ini perlu > diberi pengertian > bahwa hubungan seksual penetrasi itu bukan sekedar > senang-senang > saja, melainkan banyak tanggungjawabnya (akibat yg > mungkin timbul). > Jadi jangan sampai deh ada penganiayaan seksual dan > lalu kehamilan. > > Sebetulnya menurut saya sih kalau kegiatan banyak > (sibuk), remaja > akan cenderung nggak mikir ke situ. Kalau mau contoh > nyata, adik > sepupu saya, laki-laki, kuliah, temannya banyak > non-muslim. Kalau > teman-temannya pada mabuk minum minuman keras, dia > cuma jadi > penonton dan berjaga-jaga seakan-akan penyelamat. > Kalau ada yg > muntah-muntah dibantuin, ada yg mabuk ngamuk-ngamuk > dihindari, dsb. > Dia punya pacar setia, pernah pelukan tentu saja, > karena saya lihat > fotonya. Tapi buat dia pacar adalah teman, dan > karena mereka sama- > sama sibuk aktif di kegiatan mahasiswa, nggak ada > kepikiran ke situ. > > Buat dia berhubungan seksual itu terlalu jauh karena > akibatnya bisa > bermacam-macam (dia paham konsekuensinya). Jadi > misalnya dia nonton > film seperti Friends, atau lihat gambar-gambar po
[wanita-muslimah] Re: OOT - Mengawal anak remaja dalam menyusuri gemerlap kehidupan kota besar.
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina alwi <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Punya anak remaja dan tinggal di kota besar seperti Jakarta bukanlah hal > yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was. Terlalu banyak godaan dan > bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran narkoba hingga perilaku > seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu sekolahpun yang berani > menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan narkoba atau seks > pranikah, sekalipun itu sekolah favorit. > > Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan mampir ke kantor terlebih > dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu melihat anak remaja, baik > perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan Blok M. Mau berangkat > sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak mencerminkannya dan hari masih > terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi itu? Apakah orang tuanya > tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah dan belum pulang? Pada hari > sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang dikenal sebagai tempat > transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya, bahkan pernah mendengar > dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks remaja tersebut saat dia, > sepulang kantor, mampir di sebuah caf?di pertokoan modern di kawasan blok > M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan si mucikari, saat remaja > putri menyatakan bahwa dia tidak bisa melayani pesanan karena merasa masih > lemas setelah aborsi yang dijalaninya beberapa hari sebelumnya. Mengenaskan > sekali dan sekaligus memprihatinkan. Kita memang cenderung lari dari > kenyataan, pura-pura tidak tahu dan tidak mau mengakui adanya masalah sosial > yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja. Masalah seks pranikah! > [Detil cerita dihapus] > Jadi mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT atau > menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung jangan > ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi nanti menyesal lho Mbak Lina, saya mau tanya. Boleh ya? Apa hubungannya pekerja seks remaja dengan pernikahan dini? Jika keinginan mereka hanya untuk berseks saja, justru malah berbahaya kalau dinikahkan cepat-cepat, apalagi kalau sampai hamil. Ntar gimana merawat anaknya? Ada yg dinikahkan dini tapi terus anaknya dititip ke mertua/orangtua alias kakek/nenek si anak itu, karena ibunya sibuk kuliah. Lantas, di mana bentuk keluarganya? Katanya mau bikin keluarga (dengan menikah), kok jadinya mau menikmati seksnya saja, dan anak dititip- titipkan? Menurut saya, lebih baik menggunakan approach kepada para remaja yg sudah terlanjut berseks bebas, seperti approach yg dilakukan oleh mbak Baby Jim Aditya dkk (saya lupa nama organisasinya) kepada para sopir truk di jalur pantura pulau Jawa. Mbak Baby memberikan penyuluhan seks aman dan juga membagikan kondom. Tujuannya agar si suami nggak terkena penyakit menular seksual seperti sipilis, dll juga AIDS, supaya tidak menulari istri masing-masing di rumah. Untuk melarang mereka berzina cukup sulit karena mereka stress di jalan berhari-hari dan jauh dari istri. Itu solusi awal, yg penting akibatnya gak terlalu berbahaya. Sama juga dengan remaja yg aktif seksual, jangan seperti para pekerja seks itu yg dikit-dikit aborsi, karena mikir seks itu cuma untuk enaknya saja. Seharusnya si anak dibekali pengertian soal akibat dari seks bebas itu apa. Lain lagi dengan anak yg punya pacar (pasangan tetap). Seksnya dengan yg itu-itu saja, tidak terlalu khawatir penyakit kelamin (kecuali pacarnya sakit). Yang seperti ini perlu diberi pengertian bahwa hubungan seksual penetrasi itu bukan sekedar senang-senang saja, melainkan banyak tanggungjawabnya (akibat yg mungkin timbul). Jadi jangan sampai deh ada penganiayaan seksual dan lalu kehamilan. Sebetulnya menurut saya sih kalau kegiatan banyak (sibuk), remaja akan cenderung nggak mikir ke situ. Kalau mau contoh nyata, adik sepupu saya, laki-laki, kuliah, temannya banyak non-muslim. Kalau teman-temannya pada mabuk minum minuman keras, dia cuma jadi penonton dan berjaga-jaga seakan-akan penyelamat. Kalau ada yg muntah-muntah dibantuin, ada yg mabuk ngamuk-ngamuk dihindari, dsb. Dia punya pacar setia, pernah pelukan tentu saja, karena saya lihat fotonya. Tapi buat dia pacar adalah teman, dan karena mereka sama- sama sibuk aktif di kegiatan mahasiswa, nggak ada kepikiran ke situ. Buat dia berhubungan seksual itu terlalu jauh karena akibatnya bisa bermacam-macam (dia paham konsekuensinya). Jadi misalnya dia nonton film seperti Friends, atau lihat gambar-gambar porno ya buat fun saja, tidak dihubungkan dengan siklus biologisnya yang kadang-kadang mimpi basah. Orangtuanya sejak kecil mendorong anaknya untuk aktif di berbagai kegiatan positif di sekolah, dan ibunya juga suka minta waktu dari anak-anaknya jadi prioritas nomor 2 adalah pulang kampung (anak-anaknya sekolah di luar kota semua, ngekost semua). Saya sendiri waktu remaja juga merasakan efek terlalu aktif di keg