--- In silatindonesia@yahoogroups.com, "dasaman_allaria" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > --- In silatindonesia@yahoogroups.com, > "devil_buddy" <devil_buddy@> wrote: > > jadi bagaimana agar beladiri bisa di eksplore tanpe terikat > filosofi > > spiritual, jikapun pake filosofi maka filosofinya adalah bagaimana > > caranya agar bisa membela diri dgn teknik, trik, mental dll tanpa > > harus ada upacara ritual, atau pemahaman filosofis dari setiap > > gerakannya, jadi gerakan itu diekplore agar berguna dan bukan utk > > menjelaskan suatu pemahaman spiritual > > > Di sini mungkinlah bedanya antara beladiri "self-defense" dan > beladiri "martial art." > > Begitu kita ngomong beladiri sebagai jalan hidup, IMO itu namanya > "martial art." > > Kalau hanya sekedar teknik untuk membela diri, tanpa masalah filosofi > spiritual, itu IMO lebih ke "self-defence." > > Kalau beladiri sebagai ajang pembuktian diri... bisa jadi itu namanya > "martial sport." (Lho, ada kategori lain lagi?) > > Untuk self-defense sendiri, gak perlu yang namanya spiritual, teknik > kelit, elak, pukul, grappling, seringkali yang dibutuhkan hanyalah > "keawasan" agar tidak jatuh dalam kondisi harus pakai beladiri dan > bila sudah kepepet... "KEBUASAN." > > Makanya bila diperhatikan di dunia barat, pelatihan beladiri yang > murni bertujuan "self-defense" sangat menekankan aspek "keawasan" dan > "KEBUASAN" ini. > > Masalah jurus, teknik, dsb? Mungkin baik pesilat maupun MMA bakal > bilang kayak anak bayi yang gak tahu apa2. >
penjelasan yg singkat padat namun penuh makna dari bung dasaman :)