Steven Krauss: Dari Pencak Silat Menuju Islam

Abdul Latif Abdullah, adalah seorang Amerika pemeluk agama Kristen Protestan 
sebelum memeluk Islam. Namanya yang sekarang adalah nama Islam yang ia pilih 
setelah mengucapkan dua kalimat syahadat pada tanggal 30 Juli 1999, sebelumnya 
ia bernama Steven Krauss. Ketertarikan Krauss pada Islam dimulai ketika ia 
masih menjadi mahasiswa di sebuah universitas di New York City pada tahun 1998. 
Ketika itu, ia bukanlah seorang pemeluk Kristen yang taat. Menurutnya, agama 
Kristen Protestan yang ia peluk sudah tidak relevan lagi dengan jaman sekarang.

"Saya sukar menemukan apapun dalam agama itu yang bisa saya aplikasikan dalam 
kehidupan sehari-hari. Kekecewaan saya terhadap ajaran Kristen membuat saya 
menutup diri dengan hal-hal yang diklaim sebagai agama yang terorganisir, 
karena menurut asumsi saya semua agama semacam itu sama saja paling tidak dalam 
hal tidak aplikatif dan tidak bermanfaatnya agama-agama seperti itu. Oleh sebab 
itu, saya lebih berminat dengan apa yang diistilahkan sebagai spiritualitas 
tapi bukan agama," papar Abdul Latif mengisahkan masa lalunya.

Ia mengaku sulit menerima tentang konsep ketuhanan dan konsep tentang hubungan 
antara manusia dengan Tuhan dalam ajaran Kristen, yang menurutnya ganjil. Dalam 
filosofis Kristen, ungkap Abdul Latif, hubungan antara manusia dengan Tuhan 
lewat perantara yaitu Yesus, padahal Yesus manusia juga cuma memiliki kelebihan 
sebagai utusan Tuhan.

"Filosofis hubungan manusia dengan Tuhan yang sulit dan tidak jelas itu membuat 
saya mencari sesuatu yang bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang 
Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan. Mengapa dalam Kristen saya tidak bisa 
berdoa langsung pada Tuhan? Mengapa setiap berdoa saya harus mengawali dan 
mengakhirinya dengan menyebut 'atas nama bapak, dan putera dan roh kudus'? 
Mengapa Tuhan yang Maha harus mengambil bentuk sebagai seorang laki-laki yaitu 
Yesus, mengapa Tuhan merasa perlu melakukan hal seperti itu?" ujar Abdul Latif.

"Itu cuma sebagian pertanyaan yang tidak mampu saya pecahkan. Saya menginginkan 
pendekatan yang jelas bersifat langsung dalam sebuah ajaran agama, yang 
benar-benar memberikan tuntunan pada kehidupan saya dan bukan cuma dogma yang 
tidak jelas alasannya," sambungnya.

Ketika masih menjadi mahasiswa, Abdul Latif punya teman sekamar orang Yahudi 
yang mempelajari Pencak Silat, ilmu bela diri tradisional. Setiap pulang 
latihan pencak silat dari padepokan yang dipimpin oleh seorang asal Malaysia, 
ahabatnya itu selalu bercerita tentang keunikan dan kekayaan dimensi spiritual 
dalam pencak silat. Abdul Latif tertarik dengan cerita sahabatnya itu dan 
berniat untuk mengetahui pencak silat lebih dalam. Suatu pagi di hari Sabtu, 
tanggal 28 Februari 1998, ia pun ikut ke tempat latihan pencak silat dan 
bertemu dengan guru pencak silatnya bernama Sulaiman, seorang Muslim Malaysia. 
Saat itu, ia tak menyadari bahwa momen itulah yang akan mengantarnya mengenal 
agama Islam dan menjadi seorang Muslim.

Sejak itu, Abdul Latif banyak menghabiskan waktunya berlatih pencak silat dan 
belajar Islam dari Sulaiman, gurunya yang sering ia panggil Cikgu (panggilan 
untuk seorang guru). Ia dan teman sekamarnya yang orang Yahudi itu juga sering 
berkunjung ke rumah Sulaiman, untuk menggali lebih banyak ilmu pencak silat dan 
tentu saja tentang agama Islam.

"Orientasi saya terhadap Islam sangat kuat. Ketika saya mempelajarinya, saya 
seperti sedang menjalankannya. Karena saya belajar di rumah guru saya, hadir di 
tengah Muslim yang taat membuat saya selalu dikelilingi oleh suara, penglihatan 
dan praktek-praktek agama Islam. Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Ketika 
Anda berada dalam lingkungan Islam, Anda tidak bisa memisahkannya dari 
kehidupan sehari-hari."

"Tidak seperti ajaran Kristen yang memisahkan antara agama dan kehidupan 
sehari-hari, Islam mengajarkan umatnya untuk mengintegrasikan ibadah pada Tuhan 
dengan semua perbuatan kita. Bersama guru saya, saya langsung merasakan dan 
mengalami kehidupan yang islami dan menyaksikan sendiri bagaimana Islam bisa 
membentuk cara hidup seseorang secara keseluruhan," papar Abdul Latif 
menceritakan pengalamannya pertama kali mengenal dan belajar Islam.

Sebagai orang yang ketika itu menjalani kehidupan yang liberal, Abdul Latif 
mengaku juga menemui banyak kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan ajaran 
Islam. Apalagi ketika itu ia antipati dengan segala hal yang bersifat dogmatis, 
tak peduli asalnya darimana. Seiring dengan perjalanan waktu dan pehamannya 
tentang Islam makin meningkat, Abdul Latif pelan-pelan melihat bahwa apa yang 
ia anggap sebagai dogma agama merupakan sebuah gaya hidup yang sebenarnya yang 
diajarkan Sang Pencipta untuk umatnya. Dan ia menemukannya dalam ajaran Islam.

Abdul Latif akhirnya memutuskan menjadi seorang Muslim dan mengucapkan dua 
kalimat syahadat pada 30 Juli 1998, atau lima bulan setelah ia datang ke tempat 
latihan pencak silat dan belajar tentang Islam dengan guru pencak silatnya. 
Tapi sebelum mengambil keputusan itu, Abdul Latif benar-benar mengeksplorasi 
dirinya sendiri apakah ia serius untuk masuk Islam. Dua hal penting yang ia 
tegaskan dalam dirinya adalah pertanyaan tentang gaya hidup masyarakat Amerika 
dimana ia dibesarkan dulu yang mengukur kebahagiaan hanya berdasarkan pada apa 
yang kita punya dan apa yang mampu kita beli serta pertanyaan seputar agama apa 
yang ia inginkan berperan dalam kehidupannya.

Ketika belajar dan akhirnya memeluk Islam, Abdul Latif menyadari betapa 
menyejukannya cara hidup yang diajarkan Islam. Islam mengajarkan bahwa semua 
yang kita lakukan harus bertujuan untuk beribadah pada Allah. Islam bukan agama 
yang bisa dirasionalisasikan seperti agama Kristen dan Yudaisme. Islam 
memberikan jalan dan petunjuk yang jelas bagi penganutnya untuk diikuti berupa 
al-Quran dan sunnah Rasulullah saw. (ln/iol)

www.eramuslim.com


      

Kirim email ke