Terimakasih mas PREND, artikelnya bagus sekali dan banyak yang perlu untuk 
direnungkan. Tetapi saya ingin menkomentari satu saja. Tentang budak.

Saya salinkan keterangan di bawah:
[Karena perbudakan sekarang menjadi sesuatu yang emoh untuk difikirkan, 
saya akan menjelaskan sedikit: di dalam fiqih Islam hubungan seksual 
antara laki-laki pemilik budak dengan budak perempuan tidak dilarang. 
Tidak ada akad nikah, pemberian mas kawin, atau prosesi apa pun sebelum 
hubungan seksual itu berlangsung. Jika budak perempuan itu hamil dan 
melahirkan anak, maka anak itu statusnya tetap budak, tetapi ibunya naik 
status sedikit menjadi ummu walad, tetapi masih tetap budak. ]

Sekarang fikirkanlah kasus ini. Nabi Muhammad mempunyai sahaya (budak 
perempuan) pemberian dari raja Mesir bernama Maria Qibtiyah. Dan memang 
nabi mencampurinya. Status Maria memang budak karena ia tidak menempati 
kamar bagi Ummul Mukminin. Kemudian Maria hamil dan melahirkan anak bagi 
nabi, Ibrahim yang kemudian wafat ketika berumur 1 tahun. Nah, apakah 
Ibrahim, putera nabi, statusnya masih menjadi budak? Apakah Maria ibu 
Ibrahim statusnya hanya sebagai Ibunya Ibrahim? Bukan menjadi istri nabi?

Begitulah jika agama hanya dipahami tanpa kasih sayang.

Sama kasusnya dengan nabi Ibrahim dan Hagar (Siti Hajar). Saya yakin bahwa 
setelah melahirkan Ismail, Hagar telah diangkat statusnya menjadi istri 
nabi Ibrahim. Sedangkan umat Yahudi masih ingin mengatakan Hagar masih 
tetap sebagai budak. Dan Ismail statusnya adalah tetap anak budak, bukan 
anak sah dari Ibrahim.

Kisah nabi Ibrahim dan Hagar ini adalah kisah favoritnya Maria Qibtiyah. 
Karena banyak sekali kemiripannya dengan jalan hidupnya. Sama-sama dari 
Mesir. Sama-sama diberikan kepada seorang nabi. Sama-sama dapat memberikan 
anak. Sama-sama diangkat derajatnya menjadi istri.

Inilah pemahaman saya tentang status sahaya setelah melahirkan anak bagi 
tuannya. Lebih jauh, ketika seorang tuan berniat menggauli sahayanya, maka 
ia harus berniat untuk menjadikannya seorang istri. Oleh karenanya nabi 
melarang seorang tuan melakukan azl kepada sahayanya. Agar si sahaya bisa 
terangkat martabatnya ketika memberikan anak bagi tuannya.

Salam,




P|R|E|N|D|69 <[EMAIL PROTECTED]> 
Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com
03/10/2006 10:48 AM
Please respond to
wanita-muslimah@yahoogroups.com


To
wanita-muslimah@yahoogroups.com
cc

Subject
[wanita-muslimah] ketika para koki digusur tukang sayur dan tukang sayur 
pun menjadi koki






ketika para koki digusur tukang sayur dan tukang sayur pun menjadi koki  
Sewaktu menghadiri shalat Jumat, saya sering mendengar khatib berkata: 
“sebagai umat Islam kita harus menuruti dan menjalankan apa-apa yang 
diperintahkan dalam Alquran, dan menjauhi apa-apa yang dilarang di dalam 
Alquran agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa…” Ucapan ini memang 
mudah diucapkan, dan terkesan mudah pula dilakukan (bagi yang mau 
melakukan). Ketika kesekian kalinya saya mendengar ucapan ini, saya 
menjadi teringat satu problema dalam ilmu fiqih yang diangkat pertama kali 
oleh Imam Al-Syafi’i (w. 204 H/820 M) dalam kitabnya Al-Risalah. Berikut 
ini adalah kisahnya (biar menarik dibaca, kisah ini tidak lagi seharfiah 
redaksi aslinya) :

“Suatu ketika seorang laki-laki berangkat ke pasar. Ia berniat membeli 
budak. Ia kemudian membeli budak perempuan. Setelah budak itu menjadi 
miliknya, dan tinggal di rumahnya, ia pun berkali-kali melakukan hubungan 
seksual dengan budak perempuan itu. 

[Karena perbudakan sekarang menjadi sesuatu yang emoh untuk difikirkan, 
saya akan menjelaskan sedikit: di dalam fiqih Islam hubungan seksual 
antara laki-laki pemilik budak dengan budak perempuan tidak dilarang. 
Tidak ada akad nikah, pemberian mas kawin, atau prosesi apa pun sebelum 
hubungan seksual itu berlangsung. Jika budak perempuan itu hamil dan 
melahirkan anak, maka anak itu statusnya tetap budak, tetapi ibunya naik 
status sedikit menjadi ummu walad, tetapi masih tetap budak. ]

Setelah beberapa lama, si laki-laki menjadi tahu bahwa budak yang 
dibelinya ini adalah saudara perempuannya. Nah lho... Besar kemungkinan si 
laki-laki adalah mantan budak yang kini merdeka dan menjadi berkecukupan, 
dulu orangtuanya juga budak, saudara-saudarinya pun budak. Atau bisa jadi, 
budak perempuan ini seayah dengannya tapi lain ibu, dan karena berbagai 
hal yang tragis, si adik perempuan pun akhirnya menjadi budak dan 
diperjualbelikan. Terus jadi gimana masalah ini?
Kita lihat pokok masalahnya .....

Si laki-laki membeli budak perempuan dan kemudian melakukan hubungan 
seksual dengan budaknya itu. Keadaan ini dibolehkan oleh Alquran, malah 
dianggap baik-baik saja. Hasanah bi dzatiha. Alquran di dalam Surah Al 
Mukminun ayat 5 membolehkan perilaku seperti ini:

qad aflaha’l mu’minun
alladzina hum fi shalatihim khasyi’un
walladzinahum ’ani’l laghwi mu’ridhun
walladzinahum lizzakati fa’ilun
walladzinahum li furujihim hafizhun
illa ’ala ajwazihim aw ma malakat aymanuhum, fainnahum ghairu malumin 
(Alquran Surah Al Mu’minun 1 – 5)

[sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman
yaitu orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang 
tidak berguna
dan orang-orang yang menunaikan zakat
dan orang-orang yang menjaga penisnya
kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak perempuan yang mereka 
miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela ]

Ketika lama kemudian si laki-laki menjadi tahu bahwa budak perempuan itu 
adalah adiknya, maka hubungan ini menjadi incest, dan sangat dilarang. 
Qabihah bi dzatiha. Haram tanpa kompromi, karena Alquran dalam Surah 
An-Nisa ayat 23 melarangnya:

Hurrimat ’alaikum ummahatukum, wa banatukum, wa akhawatukum, .... 
(diharamkan bagi kamu sekalian untuk menikahi ibu-ibumu [maksudnya ibu 
kandung terus ke nenek terus ke atasnya nenek], anak-anak perempuanmu 
[anak terus ke cucu dan seterusnya], dan saudara-saudara perempuanmu 
......... dst.)

Dalam kasus di atas, si perempuan adalah saudarinya dan sekaligus 
budaknya. Kebolehan melakukan hubungan seksual dengan budak yang 
ditetapkan dalam Surah Al Mu’minun ayat 1-5 menjadi tidak relevan. Surah 
An-Nisa ayat 23 harus dimenangkan. Kenapa harus dimenangkan? Bisa jadi 
hati nurani dan akal sehat si laki-laki yang berkata demikian. Atau bisa 
juga sebuah fatwa dari seorang ahli fiqih yang mengangkat dua kaidah fiqih 
seperti: dar`u’l mafasidi awla min jalbi’l mashalihi (menghilangkan 
keburukan lebih utama dari memperoleh kemaslahatan) dan fa idza ta’aradha 
mafsadatun wa mashlahatun quddima daf’ul mafsadati ghaliban (apabila 
bertemu keburukan dan kebaikan dalam satu masalah, maka utamakanlah 
menghilangkan keburukan). 

Kaidah-kaidah fikih di atas saya kutip dari kitab berjudul al-Asybah 
wa'l-Nazhair karya Ibnu Nujaim (w. 970 H/ 1562 M). Kaidah-kaidah ini 
adalah hasil penalaran hukum para fuqaha dari berbagai dalil seperti 
Alquran, hadis Nabi Muhammad, fatwa-fatwa para mujtahid besar, dan hal-hal 
lain. Jika pun kaidah-kaidah ini dilepaskan dari sumber-sumber religius, 
sifatnya tetap rasional, karena dalam banyak kasus, bunyi kaidah-kaidah 
fiqih menjadi sama dengan maxim hukum berbahasa Latin yang berasal dari 
penalaran rasional, contohnya seperti al-hukmu yaduru ma’a ‘ilatihi 
wujudan wa ‘adaman (hukum itu akan terus berlaku bila reason-nya masih 
terus ditemukan dan berlangsung, dan hukum itu menjadi tidak berlaku lagi 
jika reason-nya tidak ada lagi) yang sama dengan mutata legis ratione 
mutatur et lex (the law is changed if the reason of law is changed).

Saya mengangkat kisah di atas agar kita memikirkan kembali bahwa Alquran 
dan hadis sesungguhnya adalah bahan mentah. Seorang ahli fiqih dapat 
diibaratkan seorang chef (koki profesional) yang mengolah bahan-bahan 
mentah tersebut. Kitab-kitab fiqih klasik yang ditulis oleh para fuqaha di 
masa lalu dapat diibaratkan dengan kumpulan resep-resep masakan yang telah 
mengolah banyak bahan mentah menjadi masakan yang lezat. Membuang semua 
resep-resep itu tidak menjamin hasil kerja koki di zaman sekarang lebih 
baik dari yang dihasilkan para koki di masa lalu. 

Para fuqaha klasik dan kitab-kitab fiqih yang mereka hasilkan adalah pilar 
terakhir rasionalitas di dalam tradisi pemikiran Islam, setelah filsafat 
dan ilmu kalam. Tradisi fiqih adalah tradisi rasional, karena peran akal 
sehat menjadi sangat menonjol ketika berhadapan dengan dalil-dalil yang 
berbenturan dan ambigu. Kini pilar terakhir ini semakin lama semakin 
lenyap, perlahan-lahan hilang ditengah menjamurnya para ”koki” tanpa 
resep. Para ”koki” yang pada hakikatnya hanyalah ”tukang sayur”. Para 
"tukang sayur" ini memang mengetahui beragam jenis sayur mayur, ikan, dan 
bawang, tetapi tidak pernah belajar menjadi ”koki” dan menganggap tidak 
ada gunanya mempelajari apa yang ditulis oleh para 'koki". Kini mereka 
menggusur para ”koki”, dan mulai menyajikan bahan-bahan mentah tanpa 
diolah untuk sarapan hingga makan malam. 

Para "koki" di masa lalu memang menghasilkan banyak perbedaan resep 
masakan, dan beberapa "chef" membentuk aliran cara memasak yang menjadi 
mazhab para "koki" yang hidup di era selanjutnya. tetapi para "tukang 
sayur" di masa kini gerah dengan banyaknya mazhab para koki di masa lalu, 
mereka lalu memaksakan makanan yang orisinal, tunggal tanpa perbedaan cara 
memasak, sesuatu yang otentik tanpa perubahan, tanpa perlu dimasak. 

Para ”tukang sayur” ini bisa ditemukan di banyak tempat, dan runyamnya 
lagi para "tukang sayur" ini sekarang semakin banyak di Indonesia. Di 
Saudi Arabia para "tukang sayur" ini berkumpul di al-Lajnah al-Daimah 
li’l-Buhuts al-’Ilmiyyah wa’l ifta’ (The Permanent Council for Scientific 
Research and Legal Opinions), namanya aja yang wah.. 

Di Lajnah ini berkumpullah pemuka-pemuka Islam Wahabi, seperti 'Abdul Aziz 
bin Abdullah bin Baz (1911-1999), sampai meninggalnya ia adalah mufti 
agung Kerajaan Saudi Arabia. Muhammad bin Shalih bin 'Utsaimin (1927 - 
.... ). Abdullah bin Jibrin (1930 - .... ); dan Shalih bin Fauzan yang 
juga memimpin al-Ma'had al-'Ali li'l Qudah (Supreme Judicial Council). 

Sekarang coba kita perhatikan beberapa hasil fatwa kaum Wahabi ini : 

PERTANYAAN 1
Saya ingin mengirimkan foto saya kepada istri, keluarga, dan teman-teman 
saya, karena sekarang saya berada di luar negeri. Apakah hal ini 
dibolehkan?

JAWABAN (oleh komite ulama Lajnah dalam Fatawa al- Lajnah) 
Nabi Muhammad di dalam hadisnya yang sahih telah melarang membuat gambar 
setiap makhluk yang bernyawa, baik manusia atau pun hewan. Oleh karena itu 
Anda tidak boleh mengirimkan foto diri Anda kepada istri Anda atau siapa 
pun. 

PERTANYAAN 2
Apakah hukumnya jika seorang perempuan mengenakan beha (kutang atau bra) ?

JAWABAN (oleh Abdullah bin Jibrin dalam Fatawa al- Lajnah)
Banyak perempuan yang memakai beha untuk mengangkat payudara mereka supaya 
mereka terlihat menarik dan lebih muda seperti seorang gadis. Memakai beha 
untuk tujuan ini hukumnya haram. Jika beha dipakai untuk mencegah rusaknya 
payudara maka ini dibolehkan, tetapi hanya sesuai kebutuhan saja.

PERTANYAAN 3
Apakah hukumnya Saudi Arabia membantu Amerika Serikat dan Inggris untuk 
berperang melawan Irak? (ini kasus Perang Teluk pertama sewaktu Bush 
senior jadi Presiden Amerika Serikat)

JAWABAN
Hukumnya adalah boleh (mubah). Alasannya karena (1) Saddam Husein telah 
menjadi kafir, jadi Saudi Arabia memerangi orang kafir dan bukan seorang 
Muslim (2) Mencari bantuan dari Amerika Serikat dan Inggris adalah suatu 
hal yang mendesak (dharurah) (3) Tentara Amerika sama statusnya dengan 
tenaga kerja yang dibayar. Tentara Amerika bukanlah aliansi kita, tetapi 
kita mempekerjakan mereka untuk berada di pihak umat Islam untuk berperang 
melawan orang kafir (yaitu Saddam Hussein).

Tampaknya Lajnah ini mengurus banyak hal, dari beha hingga perang teluk. 
Yang menyedihkan adalah fatwa-fatwa itu tampak berasal dari kondisi 
absennya rasionalitas yang cukup akut. Lenyapnya akal sehat untuk jangka 
waktu yang cukup lama. Fatwa-fatwa di atas juga tidak menunjukkan adanya 
koherensi, tidak terlihat dipakainya metode penetapan hukum yang 
dikembangkan para fuqaha klasik, tidak ada pula pendekatan melalui 
kaidah-kaidah fikih, dan tidak ada usul fikih. Yang tersisa hanyalah 
wacana hukum yang otoritarian. 

Pada tahun 1990-an dulu, K.H. Ali Yafie yang benar-benar memahami fikih, 
seorang "koki" dengan banyak jam terbang, mengangkat kaidah fikih: idza 
ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuhuma dhararan bi irtikabi akhaffihima 
(apabila bertemu dua keburukan, maka pertimbangkan mana yang paling besar 
dampak keburukannya, lalu pilihlah yang dampak keburukannya lebih kecil). 

Kaidah fikih di atas ia jadikan justifikasi ketika ia berpendapat bahwa 
lokalisasi bagi para pekerja seks komersial (psk) lebih baik daripada 
membiarkan mereka mencari pelanggannya di mana-mana. Karena memang belum 
ada hukum yang jelas melarang prostitusi, dan prostitusi tampaknya tidak 
bisa dihentikan sebelum perekonomian, kesempatan pendidikan, dan 
kesempatan kerja menjadi lebih baik. Apa yang terjadi kemudian? K.H. Ali 
Yafie dengan segera dihujat dan dikecam oleh banyak ”tukang sayur”. Ia 
dituding sebagai kiai sesat, dan bermacam-macam julukan negatif lainnya. 
Padahal setahu saya, KH. Ali Yafie adalah sosok ulama sederhana yang 
berfikir dan bernalar dari sudut pandang ilmu fiqih.

Di Jakarta, saya pernah menghadiri ceramah seorang penceramah kondang yang 
sudah dianggap ulama oleh yang menganggap (mungkin tidak etis jika saya 
menyebut nama ”tukang sayur” ini). Di akhir ceramah, ada yang bertanya: 
”Pak Ustadz, apakah hukumnya meng-qadha shalat”? (meng-qadha shalat adalah 
melakukan shalat fardhu sebagai ganti dari shalat fardhu yang tidak 
dilakukan pada suatu waktu). Pak Ustadz ini dengan yakin dan berwibawa 
langsung menjawab: ”di dalam Islam tidak ada yang namanya qadha shalat.” 
Jawaban yang luar biasa, karena setahu saya empat mazhab fiqih utama 
(Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanbaliyah) membolehkan qadha shalat 
kecuali mazhab Zahiriyah yang minoritas. Tapi sebenarnya bagi saya yang 
paling menarik adalah kata-kata "di dalam Islam......" Ini adalah jawaban 
standar para "tukang sayur". Dalam kitab-kitab fiqih klasik tidak pernah 
tertulis jawaban "di dalam Islam....." atau "menurut Islam....", yang ada 
hanyalah "di dalam mazhab Syafi'i..." atau "menurut
 pendapat yang berlaku di kalangan mazhab Hanafi....". Para fuqaha klasik 
ini rendah hati, mereka tidak pernah mengklaim. Tapi para "tukang sayur" 
ini benar-benar arogan. Ketika ia menyatakan "di dalam Islam..." atau 
"menurut Islam..." maka secara tidak langsung ia telah menggusur setiap 
narasi atau siapa saja yang tidak sependapat dengan dia dari ruang lingkup 
Islam." Menggusur... seperti Sutiyoso saja. Bayangin aja empat mazhab 
fikih besar koq digusur sehingga sekarang berada di luar Islam. 

Ketika isu penolakan presiden perempuan menghangat, saya sempat dijadikan 
obyek indoktrinasi oleh seorang ”tukang sayur”. Ia berasal dari 
perkumpulan ’Jama’ah Tabligh’. (menurut seorang teman, cara dakwah door to 
door Jama’ah Tabligh ini mirip dengan ’Saksi Jehova’ dalam Kristen 
Protestan. Saya pikir asyik juga kalau bisa mempertemukan antara Jama’ah 
Tabligh dan Saksi Jehova, biar mereka saling mendakwahi, saling 
menggembalai. Minimal kalau difilmkan dengan kamera video digital bisa 
menang di Festival Film Indie di MTV). 

"tukang sayur" dari Jama'ah Tabligh ini dengan segera mencecar saya, 
berikut dialognya, huruf kapital menandakan perkataan dari "tukang sayur".

”ANDA MUSLIM KAN, ANDA SETUJU KALAU PEREMPUAN JADI PRESIDEN?” 

"setuju saja, asal dia mampu, memang kenapa?"

"LHO, ANDA INI GIMANA, ISLAM MENGHARAMKAN PRESIDEN PEREMPUAN.."

"kok Anda tahu Islam mengharamkan presiden perempuan?"

"ADA HADISNYA. NABI MUHAMMAD MELARANG PEMIMPIN PEREMPUAN, KALAU PEREMPUAN 
JADI PEMIMPIN MAKA RUSAKLAH NEGARA."

"Oo.. begitu ya. Jadi menurut Bapak bagaimana cara kita menjalankan hadis 
Nabi secara benar?"

"HARUS APA ADANYA, GIMANA DI DALAM HADIS YA YANG BEGITU ITU KITA JALANKAN, 
SAMI'NA WA ATHA'NA. SAYA DENGAR SAYA TAAT. GAK BOLEH DIUBAH-UBAH, JANGAN 
DI BOLAK-BALIK MAKNANYA!"

"oo.. jadi harus apa adanya?"

"IYALAH!"

"Bapak pernah tau gak ada hadis yang sama sahihnya dengan hadis pelarangan 
pemimpin perempuan?"

"APA TUH?"

"al-aimmah minal Quraisy, pemimpin itu haruslah berasal dari Suku Quraisy. 
Kalau menurut hadis ini hanya orang Arab dari suku Quraisy yang boleh jadi 
presiden. Laki-laki pun kalau bukan Suku Quraisy gak boleh jadi presiden 
di Indonesia Pak.. Kita harus impor dari Arab."

"YAAH, SITUASINYA KAN UDAH BEDA, KITA HARUS LIHAT KEADAANNYA SEKARANG 
DONG.."

"tapi tadi bapak bilang hadis harus dijalankan apa adanya, gak boleh 
dibolak-balik pemahamannya?"

"...?!?!"



Tahun 1999, di kampus IPB Bogor, dalam suatu kesempatan saya pernah 
iseng-iseng menghadiri tabligh akbar organisasi Hizbut Tahrir. Organisasi 
”tukang sayur” internasional yang radikal. Salah seorang penceramah dengan 
gagah perkasa mengatakan ”nation state, demokrasi, dan hak-hak azasi 
manusia bertentangan dengan Islam.” Para hadirin yang hampir semuanya 
adalah mahasiswa-mahasiswi IPB Bogor serentak merespons dengan teriakan 
”Allahu Akbar”. Luar biasa, mahasiswa-mahasiswi sebuah institut negeri 
yang bergengsi dengan gampang diindoktrinasi dan dicuci otak oleh 
komplotan ”tukang sayur”. Hebatnya lagi "tukang sayur" itu tidak 
mengangkat dalil apa pun ketika ia mengatakan nation state, demokrasi, dan 
hak-hak azasi manusia bertentangan dengan Islam, ia tidak mengutip Alquran 
dan hadis seperti lazimnya "tukang sayur profesional". Tampaknya ada 
spesies baru "tukang sayur" di IPB Bogor ini, spesies yang paling 
memprihatinkan. 

Ketika acara di IPB itu selesai, saya keluar dari ruangan itu. Saya 
perhatikan mahasiswa IPB yang rata-rata berjenggot, memakai celana gantung 
(di atas mata kaki), yang mahasiswi terbungkus jilbab rapat, ada juga yang 
bercadar. Sebagian mereka memegang buku-buku. Saya melirik melihat 
judulnya, ada Statistik, Ekonomi Pertanian, Teori Ekonomi Mikro, Ekonomi 
Pembangunan, Ilmu Kimia, dan banyak lagi. Semuanya ilmu-ilmu yang dibangun 
di atas rasionalitas dan dipahami secara rasional. Tetapi dimana mereka 
menitipkan rasionalitas ketika menghadiri indoktrinasi para "tukang sayur" 
di ruangan tadi? 

Para ”tukang sayur” dengan kemampuan retorika yang luar biasa akhirnya 
memang meraih banyak pendengar dan pengikut, lambat laun para ”tukang 
sayur” ini tampaknya akan menang perang dalam menggusur para ”koki”. 

Saya jadi teringat sebuah hadis Nabi Muhammad yang pernah saya dengar di 
pesantren dulu (tapi sayangnya saya lupa redaksinya dan sampai sekarang 
belum ketemu perawinya), kurang lebih hadis itu artinya begini: "akan 
datang suatu zaman bagi umatku dimana pada masa itu banyak sekali 
pendakwah, dan sedikit ulama." 

Hadis di atas itu sekarang saya pahami menjadi "akan datang suatu zaman 
bagi umatku dimana pada masa itu banyak sekali 'tukang sayur', dan sedikit 
sekali 'koki'." 


wallahu a'lam bi'l shawab. 
 

  posted by Sayed Mahdi Jamalullail @ 3/16/2005 03:34:00 PM

 
---------------------------------
 Yahoo! Mail
 Use Photomail to share photos without annoying attachments.

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and 
healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 

Yahoo! Groups Links



 







[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke