Setujuuuuuu. Makanya soal negara ini, saya gak peduli mau pakek 
sistem apa. Yang penting adil bagi rakyat kebanyakan.

Mungkin saja memang mereka tidak memahami hadist/ayat, tapi yang 
pasti mereka malah yang menjalankan hadist/ayat tanpa mereka sadari.

Misalkan seperti kang Dana ini. Misalkan (lagi) kang Dana tak pernah 
baca AlQur'an dan Hadist ttg 'adil' (sehingga tak paham) bhw adil 
itu banyak disuratkan dan disiratkan dalam AlQur'an dan Hadist, tapi 
nyatanya kang Dana bisa menerapkan 'adil' tsb. Semoga.

Yang mblangsak adalah misalkan kayak saya ini. Misalkan (lagi) saya 
banyak baca AlQur'an dan Hadist ttg 'adil' tapi malah sikap saya gak 
proporsional atau menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya

Salam keadilan,
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Dana Pamilih" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Setiap sistem itu akan gagal kalau tidak berhasil menciptakan 
keadilan.
> 
> Ibnu Khaldun dalam bukunya Mukadimah, telah mencanangkan bahwa
> keadilan harus ditegakkan terlebih dahulu sebelum kemakmuran 
bersama
> dapat dicapai!
> 
> Lihat saja the British Empire, yaitu suatu kekaisaran terbesar yg
> pernah dialami manusia hancur berantakan dan bangkrut pada saat 
Perang
> Dunia II?  Mengapa?  Karena kemakmuran mereka berdasarkan
> imperialisme, yaitu pemerasan thd bangsa lain.  Ini kezaliman, 
makanya
> tidak bertahan lama.  Mengapa kesultanan Turki hancur berantakan 
juga?
> Karena mereka melakukan kezaliman, terutama genosida bangsa 
Armenia.
> 
> Mengapa ORBA tumbang?  Karena kezaliman juga.
> 
> Mengapa Switzerland selalu maju dan makmur dalam 500 tahun 
terakhir? 
> Karena mereka demokratis dan berhasil menegakkan keadilan dan 
berhasil
> mendidik rakyatnya.  Dan ini dicapai tanpa memahami satu kalimat
> hadits apapun ....
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" <linadahlan@>
> wrote:
> >
> > Pertanyaannya memang menjadi teokrasi ini yang kita tuju? 
demokrasi 
> > ini yang kita tuju? monarki ini yang kita tuju?. Kalau 
> > teokrasi/demokrasi/monarki disandingkan dengan yang berbau 
negatif, 
> > tentu jawabannya menjadi TIDAK.
> > 
> > Dalam hal demokrasi yang telah lama dianut oleh Indonesia, meski 
> > namanya berbeda-beda: dari Demokrasi Terpimpin dan entah apa 
lagi 
> > namanya, apakah demokrasi ini sudah memberikan progress yang 
baik 
> > buat negara Indonesia ? Demokrasi ini yang kita tuju?
> > 
> > Apa iya dalam demokrasi, tidak ada tempat untuk main hakim 
sendiri? 
> > Apa iya pengadilan bisa berjalan dengan adil tanpa rekayasa yang 
> > berkuasa?
> > 
> > Dalam hal politik, ketika aristokrat memiliki hak istimewa & 
kasta 
> > tertinggi, ini tidak dapat dipersalahkan namun ketika "Ulama" 
yang 
> > bukan "ulama" menjadi kasta tertinggi & punya hak istimewa, 
mengapa 
> > menjadi tidak egaliterian? 
> > 
> > Ketika aristokrat berjalan amburadul, maka jatuhlah 
> > aristokrat/monarki itu. Begitu juga seharusnya yang terjadi pada 
> > teokrasi dan demokrasi, ketika Ulama/teokrasi atau demokrasi itu 
> > berjalan amburadul maka hancurlah teokrasi dan demokrasi itu 
sendiri.
> > 
> > Dalam bahasa agamanya ketika suatu sistem berjalan tidak 
mengikuti 
> > sunatullah, maka akan hancur.
> > 
> > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Dana Pamilih" 
> > <dana.pamilih@> wrote:
> > >
> > > Kalau negara monarki maka kasta tertingginya adalah 
aristokrasi 
> > dimana> mereka memiliki hak istimewa, tidak dapat dipersalahkan, 
> > memiliki hak> mewarisi kekuasaan dsb.
> > > 
> > > Dalam demokrasi, tidak ada kasta itu karena kepemimpinan 
dipilih
> > > secara lansung oleh rakyat.  Ya karena masa waktu berkuasa 
> > terbatas,> kalau udah enggak berkuasa lagi maka jadi orang biasa.
> > > 
> > > Dalam teokrasi, kelompok penguasanya (ruling class) itu adalah 
> > ulama.> Ulama adalah aristokrasinya, kasta tertinggi.  Mungkin 
yg 
> > lebih> mending ialah bahwa tidak otomatis mereka mewariskan kpd 
anak 
> > cucunya> seperti monarki tetapi yg pasti sistem ini tidak 
> > egalitarian. > Kemudian juga masa jabatan biasanya seumur hidup.
> > > 
> > > Bagi ulama spt pak HMNA dan MUI tentu sangat menguntungkan jika
> > > seandainya Indonesia menuju teokratisasi karena mereka akan 
menjadi
> > > penerima manfaat terbesar.  Supaya makin angker dan enggak bisa
> > > dilawan, maka mereka menamakan dirinya wakil nabi lah, wakil 
Tuhan
> > > lah, wakil ini itu yang tidak lain intrik politik dalam 
permainana
> > > perebutan kekuasaan.
> > > 
> > > Tapi apakah teokratisasi ini yg ingin kita tuju?
> > > 
> > > Dalam demokrasi dengan supremasi hukum, semua konflik harus 
dapat
> > > diselesaikan baik melalui kotak suara atau meja pengadilan.  
Tidak 
> > ada> tempat lagi main hakim sendiri, mau angkat senjata bela 
agama, 
> > bela> ulama dsb.  Ini sikap primordial yg lucunya di jaman Ibnu 
> > Khaldun> sudah tidak ada lagi karena sistem pengadilan Islam 
telah 
> > berjalan baik.
> > > 
> > > Semua konsep harus dapat diperdebatkan secara terbuka, dan 
setiap
> > > pertentangan kepentingan harus dapat diselesaikan pada awalnya 
di
> > > kotak suara dan pada akhirnya di pengadilan.  Enggak perlu 
wakil 
> > nabi
> > > dalam menyelesaikan konflik2 manusia biasa.
> > > 
> > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Aisha" 
<aishayasmina2002@>
> > > wrote:
> > > >
> > > > Pak Ari Setyawan,
> > > > Ulama pewaris nabi itu ada di Quran atau hadis? Apakah disana
> > > dijelaskan juga ciri-ciri orang yang disebut ulama itu? Yakin 
bahwa
> > > ulama itu selalu benar setiap perkataan dan perbuatannya?
> > > > 
> > > > Apakah ada perintah dalam AQ atau hadis untuk membela ulama? 
Jika
> > > ada, bagaimana bentuk pembelaannya? Apakah dengan memukul atau
> > > membunuh orang yang dianggap menghina ulama?
> > > > 
> > > > Mungkin kita bisa mengambil contoh seorang ibu yang menurut 
> > tuntunan
> > > Rasulullah itu adalah orang yang sangat kita hormati, cerita 
> > tentang
> > > "ibumu, ibumu, ibumu" yang sampai 3 kali itu sebelum 
menghormati 
> > yang
> > > lainnya. Lalu ada cerita bahwa surga di bawah telapak kaki 
ibu, 
> > jika
> > > ada orang yang mengatakan bahwa kita wajib membela ibu, 
tentunya 
> > kita
> > > setuju, tapi pertanyaannya adalah ibu yang seperti apa yang 
patut
> > > dibela? Tentunya ibu yang layak dihormati dan ibu yang 
membimbing
> > > anak-anaknya sehingga anak-anaknya bisa masuk surga ya? Jika 
> > misalnya
> > > ada ibu yang tega menjual keperawanan anaknya untuk ratusan 
atau
> > > paling banyak 1.5 juta seperti kasus di Semarang itu (ibu 
kandung
> > > menjual 2 anak gadisnya yang berusia belasan tahun), apakah ibu
> > > seperti ini patut dibela mati-matian ketika polisi menangkap 
ibu 
> > ini?
> > > Bagaimana pak Ari? Kita perlu lihat dulu, ulama yang seperti 
apa 
> > yang
> > > harus dibela dan bentuk pembelaan seperti apa yang harus 
> > dilakukan, ya
> > > kan?:)
> > > > 
> > > > salam
> > > > Aisha
> > > > ---------- 
> > > > From: Ari Setyawan
> > > > Mbak, ulama adalah pewaris Nabi. 
> > > > Mereka yang membawa kita dari gelap menuju terang. Nggak 
perlu 
> > kenal
> > > untuk memela mereka. Cukup dengan aqidah kita merasa sebagai 
satu
> > > kesatuan. Kalau harus kenal baru membela, dimana letak 
> > universalisme
> > > Islam. Mbak Rani tahu apa itu aqidah?....
> > > > ---------- 
> > > >  From: Rani Kirana 
> > > > 
> > > >  "ketika Ulama di caci, dimaki.. azizi akan bertindak,... 
inilah
> > > prinsipnya.." emangnya siapa sih saudara azizi itu..koq 
suombong
> > > banget tampaknya (kacian yah..masih muda tapi udah 
sombong..ntar
> > > tuanya kayak gimana ya) Mengapa abah tidak mengatakan hal yang 
sama
> > > kepada saudara azizi untuk menjaga mulutnya yang terlalu lebar
> > > bekoarnya.. siapa sih seorang azizi ini ? apa yang membuat 
saudara
> > > azizi ini merasa kuat..dan seakan-akan berkuasa sehingga bisa
> > > bertindak untuk membela Ulama.. siapa yg dimaksud dg Ulama, 
> > saudaranya
> > > kah.. bapaknya kah.. apakah saudara azizi mengenal ulama-ulama 
yang
> > > saudara azizi bela mati-matian ; dan apa ulama-ulama itu 
mengenal
> > > saudara azizi..  ataukah..saudara azizi saja yang sok 
ngejago..bela
> > > ulama..bela ulama.. tapi ntar dikepret ama preman pasar..akan
> > > terkencing-kencing.. emang keblinger..ni orang..
> > > > ---<mnabdurrahman@> wrote:
> > > >   > Rani Kirana, berkata peliharakan lidah. Kata-katamu 
> > terpantul ke
> > > telingamu sendiri, ibarat senjata bumerang.
> > > >   > HMNA 
> > > >  
> > > > 
> > > > [Non-text portions of this message have been removed]
> > > >
> > >
> >
>


Kirim email ke