--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "SIR BATS" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> On 2/20/07, Wikan Danar Sunindyo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> >   Sir Bats ...
> > (sampeyan ini dapet gelar Sir dari mana? :) )
> > negara2 itu kan cuman monarki-monarkian ...
> > wong yang menjalankan pemerintahanan ya kepala pemerintahan alias
> > perdana menteri
> > raja atau ratu atau siapapun itu cuman lambang doang
> > buat tanda tangan, salaman, haha hihi, foto2 ...
> > keluarga kerajaan inggris malah banyakan affairnya ketimbang 
cerita
> > tentang pengaturan negara ... yah, mungkin bisa bikin laku 
tabloid2
> > kuning
> >
> > salam,
> > --
> > wikan
> > http://wikan.multiply.com
> >
> >
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Hehehe ... nama ini khan cuma permainan masa kecil dulu, 
namanya 'anagram'.
> bukan seperti Sir Isaac Newton :=)) . Lha memang monarki seperti 
itu yg
> baik, mereka sudah sadar bahwa jaman berubah dan munculah bentuk 
negara baru
> disebut : MONARKI PARLEMENTER. Bentuk baru ini membuat Monarki bisa
> bertahan, tokh pada dasarnya Rakyat masih butuh 'imam' - butuh 
idola,
> sehingga ide khilafah Islamiyah mutlak seperti jaman kanjeng Nabi 
akan
> sangat sulit dijalankan di masyarakat modern.
> 
> Ingat !! Majapahit memiliki Mahapatih Gajah Mada, yg pada 
hakekatnya adalah
> Pimpinan Eksekutif, bedanya Patih jaman dulu diangkat Raja, Patih 
(PM)
> sekarang dipilih Rakyat. Sehingga bila administrasi mengalami 
krisis, maka
> Monarki bertindak, sebagaimana baru2 ini dilakukan Raja Bhumipol 
Adulyadej
> dari negeri Siam.
> 
> Kaisar Jepang, tetap simbol kemuliaan dan kebanggaan masyarakat 
jepang,
> meski urusan negara ditangani PM. Negeri2 seperti ini bisa lebih 
stabil
> dalam situasi politik.
> 

Saya setuju ustadz Sabri,

Ini sama juga dengan urusan poligami vs. anti-poligami.
Persoalannya memang bukan pada apakah boleh monarki atau tidak boleh 
monarki, harus demokrasi atau tidak boleh demokrasi.

Tapi kalo monarki, monarki yang bagaimana?
Monarki memberi keuntungan dengan bisanya mendapat satu kata tentang 
sesuatu. Dan itu bagus dalam konteks pelaksanaan pekerjaan.
Kalo demokrasi, demokrasi yang bagaimana?
Intinya sebetulnya kan keberpihakkan kepada apa-apa yang dianggap 
sebagai hal yang beradab sebagai dasar kemanusiaan dan kepentingan 
rakyat.

Semua harus belajar dan beradaptasi dari hasil belajar itu. Jadi 
fundamentalist itu kehilangan esensi dari proses dinamis ini.

Baru bengong nonton film The Curse of The Golden Flower, dan jadi 
inget film nya Jet-Li Hero. 

Untuk negara semasif China, monarki (imperium) memang mungkin jadi 
pilihan terbaik bahkan sampai saat ini agar tidak menjadi chaos. 
Tapi wewenang absolut itu memang harus digunakan sebagai jembatan 
untuk kemakmuran rakyat. Sekarang pun China mulai membuka pintu.


Salam
Ary


Kirim email ke